operationalizing landscape approach for balancing conservation and livelihoods: examples from the...
TRANSCRIPT
Journalist Workshop15-18 November 2016, Bali
OPERATIONALIZING LANDSCAPE APPROACH FOR BALANCING CONSERVATION AND LIVELIHOODS:
EXAMPLES FROM THE FIELD
Pendekatan Landscape
• Istilah yang sering digunakan: lanskap, bentang alam.
• Mengapa ‘landscape’?
– Beragam: fungsi, penggunaan, kepentingan, cara pengelolaan, stakeholders (kel. kepentingan)
– Sering tumpang tindih klaim: hak, akses, otoritas, tapi jarang yang mengklaim kewajiban
Bagaimana menggunakan pendekatan landscape?
Landscape approach
1. Pengelolaan adaptif 2. Mulai
dgn kepentingan bersama
3. Beragam ‘scale’
4. Beragam fungsi
5. Beragam kelompok
kepentingan
6. Alur perubahan
yang transparan
dan dirundingk
an
7. Klarifikasi hak dan
kewajiban
8. Pemantaua
n partisipatif dan ‘user-friendly’
9. Resilience
(daya lenting)
10. Penguatan kapabilitas para pihak
TEORIMisalnya ‘10 prinsip’
PRAKTEKPenerapan 10 prinsip
Menarik pembelajaran dan kaji ulang teori
Beberapa contoh penelitian CIFOR
• Pengelolaan DAS terpadu untuk meningkatkan penghidupan masyarakat lokal dan konservasi keanekaragaman hayati di Indonesia (USAID-PEER, 2015-2018)
• Linking agroforestry and forestry knowledge with action/AgFOR (GAC, ICRAF-CIFOR, 2011-2016)
• Tujuan umum: penguatan ‘governance’ dan kelembagaan lokal (ekonomi, sumber daya alam dan ekosistem, tradisi/budaya)
• Isu: didiskusikan bersama para pihak terutama masyarakat lokal (common concern)
• Metodologi: Penelitian Aksi Partisipatif (Participatory Action Resarch/PAR)
Analysis(baseline studies)
Design and facilitate learning and collaborative processes
PAR iterative processes
Kapuas Hulu
Kapuas Hulu
Kapuas Hulu
Fokus PAR di Kapuas Hulu
• Mitra: Yayasan Riak Bumi• Tengkawang dan buah2an lokal untuk rehabilitasi lahan terbuka dan
peningkatan pendapatan masyarakat lokal di beberapa desa di DAS Leboyan
• Multi-pihak: Pemerintah Kabupaten Kapuas Hulu, Jaringan tengkawang Kalimantan Barat
• Lebih sejahtera tanpa alih fungsi dan hak
Sulawesi Selatan: [wilayah] Masyarakat Adat Kajang
• Masyarakat Kajang: sejak Ammatoa pertama• Sekarang: Ammatoa ke 40
Photo by: Balang and Micah Fisher
• Sejak 1960an: ribuan ha dijadikan konsesi perkebunan karet
• 1990an: hutan adat dijadikan HPT• 2008: Dishut Bulukumba memulai
draft Perda, kurang dukungan birokrasi dan publik
• MK 35/2012 -> 2013 mulai collaborative effort. Tim AgFOR-GOV (CIFOR & LSM Balang) dipercaya sebagai fasilitator yg netral.
• Tim gugus tugas, participatory mapping, ground truthing, penulisan naskah akademik.
• Perda disahkan pada 17 Nov 2015
Borong Lompoa, Saukang / Pale Ko Na Boronga
Workman, T., Fisher, M and AgFOR-GOV team. 2015. Looking for a Way Forward: Reflections on Lessons from the Kajang Case in Bulukumba. Internship report presented at CIFOR, November 2015.
Butta Panganreang Gallarang
Workman, T., Fisher, M and AgFOR-GOV team. 2015. Looking for a Way Forward: Reflections on Lessons from the Kajang Case in Bulukumba. Internship report presented at CIFOR, November 2015.
Taman Hutan Raya (Tahura) Nipa-nipa
• 7877,5 ha. Hulu 15 sungai yang bermuara di Teluk Kendari
• Kondisi tanah dan topografi yang rawan longsor
• Sebagian dijadikan permukiman dan kebun oleh pendatang, tidak menerapkan praktek perlindungan air dan tanah
• 1958: kawasan hutan. 1980: kawasan konservasi. 1999: Tahura
• Konflik berkepanjangan. Perda 5/2007 tidak jalan.
Membangun kembali kolaborasi yang sesungguhnya• Fasilitasi oleh AgFOR (ICRAF, CIFOR, LSM
Teras): membangun kembali saling percaya dan relasi.
• Perda 6/2014 merevisi Perda 5/2007: kolaborasi melalui mekanisme kemitraan
• Rencana Pengelolaan Jangka Panjang (RPJP), Rencana Rehabilitasi dan Rencana Blok, dan Peraturan Gubernur No.18/2016 22 Juni 2016: MoU UPTD BP Tahura Nipa-Nipa dengan KTPH Subur Makmur ditandatangani, disaksikan oleh Ir. Wiratno, MSc, Direktur PAPS KemenLHK.
• UPTD sepakat akan keberadaan KTPH di blok khusus, dan KTPH sepakat menerapkan pola wanatani yang berorientasi pada konservasi lahan dan peningkatan produksi hasil tanaman.
“Ini adalah contoh bagaimana perhutanan sosial juga dapat diterapkan di kawasan konservasi. Bukan saja untuk menyelesaikan konflik, tetapi juga untuk kesejahteraan masyarakat di sekitar hutan dan pelestarian hutan itu sendiri.” (Ir. Wiratno, MSc. – Direktur PAPS KemenLHK)
Moeliono M, Mulyana A, Adnan H, Yuliani EL, LSM Teras. 2015. Di bawah payung (hukum) yang bocor: Hikmah dari Pengelolaan Kolaboratif TAHURA Nipa-Nipa. Brief 55. Bogor, Indonesia. World Agroforestry Centre (ICRAF) Southeast Asia Regional Program.
Pendekatan berbasis landscape
• Tujuan spesifik dan agenda dirumuskan bersama, dilaksanakan bersama, dipantau-evaluasi bersama, untuk kepentingan bersama
• Kenali makna hutan bagi masyarakat di landscape tersebut, termasuk nilai budaya dan sosial
Pangan, nutrisi
Budaya, identitas &
pengetahuan lokal
Hidrologi, hama, penyerbukan
Terima kasihFoto: bali.bisnis.com