notulen s1 b15
DESCRIPTION
kedokteranTRANSCRIPT
Skenario 1
A woman, 36 years old, came to a family physician with a main complaint of headache. Since three months ago, patient often felt headache and got better after took drug from store but it was just for a while. Other complaints were difficulties in sleep, frequent heart palpitation and cold sweat. Patient did not complaint about nausea, vomit, nor fever. Complaints felt almost every day that it interferes with the patient’s daily activities. For several time patient did not come to work.
Lately, patient is often worried about her first daughter experiencing mental retardation. Nowadays her daughter is teenager, has already menstruating and continued worries about many things.
Physical Examination
Vital sign: TD = 110/ 80 mmHg, N = 88 bpm, R = 20 X/ minute, T = 36, 5 ℃
Physical examination and neurological examination is within normal limits.
1
A. Klarifikasi Istilah
1. Headache
Headache atau nyeri kepala adalah suatu sensai subjektif dimana gejala
yang dapat disebabkan oleh berbagai kelainan baik struktural maupun
fungsional, sehingga dibutuhkan sebuah klasifikasi untuk menentukan
jenis dari nyeri kepala tersebut (Akbar, 2010).
2. Palpitasi
Sering disebut juga dengan berdebar-debar, yaitu sensasi detak jantung
cepat, tidak teratur, atau detak jantung lebih cepat atau lebih lamban
(Komalasari,2014).
3. Retardasi mental
Retardasi mental atau keterbelakangan mental adalah penurunan fungsi
intelektual yang menyeluruh secara bermakna dan secara langsung
menyebabkan gangguan adaptasi sosial dan bermanifestasi selama masa
perkembangan (Salmiah, 2010).
4. Sulit tidur
Tidur sendiri merupakan proses keistirahatan pada fisik yang mana diatur
oleh RAS dan BSR. Bila sulit tidur maka ada gangguan di RAS dan BSR
(Fausiah, 2007.).
5. Menstruasi
Menstruasi merupakan proses pelepasan dinding rahim (endometrium)
yang disertai dengan perdarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan
kecuali pada saat kehamilan. Menstruasi yang berulang setiap bulan
tersebut pada akhirnya akan membentuk siklus menstruasi (Warianto,
2011).
6. Cemas
Cemas adalah sekolompok kondisi yang memberi gambaran penting
tentang ansietas yang berlebihan yang disertai respon perilaku, emosional
dan fisiologis individu yang mengalami gangguan ansietas. Salah satunya
2
adanya respon system saraf otonom yang bekerja saat timbul kejadian ini
(Videbeck Sheila L, 2008).
7. Keringat dingin
Cairan yang keluar dari permukaan tubuh yang memiliki suhu dibawah
suhu optimal tubuh. Dimana adanya peningkatan fungsi tubuh karena
aktivitas fisik meningkat (Hapsari, 2012).
B. Identifikasi Masalah
1. Mengapa pasien mengeluh nyeri kepala sejak tiga bulan yang lalu dan
berkurang dengan minum obat di warung tapi bersifat hanya sementara?
2. Mengapa pasien mengeluh sulit tidur, palpitasi, dan berkeringat dingin?
3. Mengapa pasien tidak mengeluhkan nausea, vomit, dan demam?
4. Mengapa keluhan terjadi setiap hari dan mengganggu aktivitas sehari-hari
dan tidak dapat bekerja serta apa hubungannya dengan anaknya yang
menderita retardasi mental yang mana sekarang sudah menginjak usia
remaja dan sudah mengalami menstruasi?
5. Bagaimana interpretasi hasil pmeriksaan yang telah dilakukan?
6. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus pasien ini?
7. Apa diagnosis banding dari kasus pasien ini?
8. Apa diagnosis utama pada kasus pasien ini?
9. Bagaimana penatalkasanaan awal dari kasus pasien ini?
C. Analisa Masalah
1. Mengapa pasien mengeluh nyeri kepala sejak tiga bulan yang lalu
dan berkurang dengan minum obat di warung tapi bersifat hanya
sementara?
Ketika seorang dokter mendapat keluhan dari pasien tentang nyeri
kepala, secara otomatis dokter akan berpikir apa yang faktor penyebab
yang dapat menyebabkan hal tersebut. Nyeri kepala buka suatu diagnosis
melainkan hanya manfestasi klinis dari suatu penyakit, missal tersering
keluhan utama suatu penyakit dengan nyeri kepala yaitu cluster headache,
3
tension, migren, tumor, atau dapat terjadi karena faktor strees yang
menimbulkan sakit kepala. Dalam skenario pasien mengeluhkan adanya
kekhawatiran terhadap seorang anaknya yang mengalami keterbelakangan
mental, hal tersebut sangat mempengaruhi dalam suatu mekanisme
terjadinya sakit kepala akibat stress. Ketika seseorang stress memikirkan
suatu hal secara otomatis rasa stress atau cemas tersebut dapat di kendali
di hipotalamus dan nuclei amigdaloid, selain itu rangsangan sensorik yang
masuk membawa impuls cemas memicu respon takut dan menyebabkan
vasokontriksi pembuluh darah bilateral ke berbagai bagian ujung anterior
lobus temporalis. Selain itu SSO juga berperan dalam mengendalikan
berbagai otot dan kelenjar sehingga ketika stimulus takut atau cemas
datang SSO bekerja secara mendalam yang menyebabkan keja detak
jantung meningkat, nafas meningkat, serta terlepasnya kelenjar adrenal
yang menyebabkan adrenalin masuk ke dalam darah sehingga
menyebabkan gangguan tidur (Benjamin J. Sadock, 2010). Ada empat
tingkatan cemas :
a. Cemas ringan
Cemas yang normal menjadi bagian sehari-hari dan menyebabkan
seseorang menjadi waspada dan meningkatkan lahan persepsinya.
Ansietas ini dapat memotivasi belajar dan menghasilkan pertumbuhan
dan kreatifitas.
b. Cemas sedang
Cemas yang memungkinkan seseorang untuk memusatkan pada
hal yang penting dan mengesampigkan yang tidak penting.
c. Cemas berat
Cemas ini sangat mengurangi lahan persepsi, cenderung
memusatkan pada sesuatu yang terinci dan spesifik dan tidak dapat
berpikir pada hal yang lain.
4
d. Panik
Tingkat panic dari suatu ansietas berhubungan dengan ketakutan
dan terror karena mengalami kehilangan kendali. Orang yang
mengalami panik tidak mampu melakukan sesuatu walaupun dengan
pengarahan. Panik dapat berakibat pada disorganisasi kepribadian,
terjadi peningkatan aktivitas motoric, penurunan kemampuan untuk
berhubungan dengan orang lain, persepsi menyimpang dan kehilangan
pemikiran yang rasional (Stuart & Sundeen, 2000).
Pasien yang mengalami sakit dan nyeri di tubuh tanpa adanya
penyebab fisik yang dapat diidentifikasi dan adekuat mungkin secara
simbolis mengekspresikan suatu konflik intrapsikis melalui tubuhnya.
Nyeri berfungsi sebagai suatu metode untuk memperoleh hukuman untuk
kesalahan, cinta, cara untuk memperbaiki rasa bersalah dan keburukan
alami (Benjamin J. Sadock, 2010).
Nyeri kepala sendiri dapat dibedakan ,enjadi dua, diantaranya :
a. Nyeri kepala primer adalah suatu nyeri yang tidak jelas kelainan
anatominya.
b. Nyeri kepala sekunder merupakan nyeri yang jelas kelainan
anatominya.
Berdasarkan kasus di skenario, kemungkinan pasien mengalami
nyeri kepala primer karena nyeri yang dirasakan tidak jelas kelainan
anatominya. Sehingga dimungkinkan etiologinya adalah karena pengaruh
dari faktor psikis. Hal ini diperkuat dengan adanya keterangan bawha
pemberian obat hanya akan menyembuhkan pasien secara semenatara
(simptomatik) akan tetapi nyeri kepala tetap muncul hingga sekarang
pasien dibawa ke dokter yang artinya penyebab utamanya belum bisa
disembuhkan.
5
Stress fisik atau emosional mengaktifkan amygdala(amygdala bagian dari
sistem limbik yang merupakan pusat pengolahan ketakutan dan kecemasan.
Informasi sensori memasuki amygdala melalui inti dan kompleks basolateral)
↓
Respon neurologis dari amygdala di transmisikan dan menstimulasi respon
hormonal dari hipotalamus
↓
Hipotalamus bekerja secara stimultan dan langsung pada sistem otonom
↓
Sistem otonom memacu saraf simpatis
↓
Hormon adrenalin (epinefrin) dilepaskan
↓
Vasokonstriksi pembuluh darah arteri
↓
Memicu denyut dan kontraksi jantung, tekanan darah naik, laju metabolisme
naik, bronkus membesar, tekanan otot meningkat
↓
Menyebabkan nyeri kepala karena vasokonstriksi pembuluh darah
ekstrakranial
(Asiyah, 2010)
Nyeri kepala dapat timbul karena gangguan psikis. Berikut faktor
predisposisi dan presipitasi nyeri kepala akibat gangguan nonororganik
a. Faktor predisposisi
- Kerentanan seseorang terhadap gangguan jiwa
- Contoh: Tipe kepribadian, Pola asuh
b. Faktor presipitasi
- Faktor pencetus
- Dapat ditinjau dari:
Sifat: bio/psiko/sosial
6
Sumber: eksternal/internal
Waktu: kapan, berapa lama, frekuensi
Jumlah: berapa kali
Mekanisme nyeri kepala karena gangguan psikologi
Stimulus (faktor presipitasi)
↓
Dengan bantuan neurotransmitter masuk ke sistem limbic (amygdala)
↓
Respon neurologis (transmisi dan stimulasi neurohormonal di
hipotalamus)
↓
Hormon CRF (Corticotropin Releasing Factor) keluar
↓
Stimulasi hipofisis
↓
ACTH lepas
↓
Kelenjar adrenal mengeluarkan kortisol
↓
Sistem saraf otonom di thoracolumbal yang berhubungan dengan nyeri
↓
Mengaktifkan saraf simpatis
↓
Vasokonstriksi pembuluh darah
↓
Perfusi jaringan di otak menurun
↓
Nyeri kepala
7
Keterangan:
Bilamana ada perubahan transmitter, maka akan ada stimulasi pada
amygdala.
Berikut sedikit penjelasan mengenai serotonin dan GABA :
a. Serotonin
Impuls akan disalurkan di: korteks serebri, hypothalamus dan sistem
limbik
Jika menurun menimbulkan: depresi, psikosis, migran, ansietas,
gangguan seks, gangguan tidur dan makan
Jika meningkat menimbulkan: sedasi, agresi, halusinasi
b. GABA
Jika meningkat menimbulkan: sedasi, gangguan mental
Jika menurun menimbulkan: ansietas, seizure, tension dan khawatir,
irritabilitas (Hapsari, 2012).
Sebelumnya stress yang berkepanjangan dapat menurunkan cadangan
endofrin (peptide kecil yang dilepaskan oleh hipotalamus atau hipofisis
anterior serta jaringan lain sebagai respon stress fisik dan mental) yang
mana endofrin sendiri adalah opiate endogen untuk mengurangi persepsi
nyeri, mmemperbaiki suasana hati, dan meningkatkan perasaan sejahtera.
Hal ini dapat meningkatkan persepsi nyeri yang membuat orang mengeluh
nyeri dan rasa putus asa. Selain itu stress juga dapat meningkatkan
pembentukan katekolamin di medulla adrenal. Pelepasan katekolamin
mengakibatkan :
a. Peningkatan aliran darah ke otak, jantun, dan otot rangka yang
meningkatkan resiko stroke dan gangguan jantung.
b. Relaksasi otot polos usus yang menyebabkan konstipasi.
c. Glukoneogenesis yang meningkatkan pemecahan cadangan energi
sehingga membuat lebih kurus.
d. Peningkatan denyut dan kontraktilitas jantung yang memberikan
keluhan dada berdebar-debar (Hapsari, 2012).
8
Berdasarkan skenario gender pasien adalah wanita dimana lebih
beresiko dibandingkan pria terkait adanya faktor hormonal yang berperan.
Usia disini juga berpengaruh karena pasien seorang ibu rumah tangga
yang memikirkan pertumbuhan dan perkembangan anak-anaknya yang
merupakan termasuk faktor eksternal. Sakit kepala yang berkaitan dengan
cemas yaitu sakit kepala tipe primer bisa berupa migraine ataupun Tension
Type Headache. Tergantung onset, waktu kejadian, riwayat disabilitas
( menggagu aktifitas atau tidak). Selain itu karena pasien ini mengeluh
sakit kepalanya sudah tigga bulan sehingga nyeri kepala yang dirasakan
termasuk kedalam nyeri kepala kronis. Nyeri kepala kronis diantaranya
mgiren kronik dengan khas nyeri berdenyut yang unilateral serta disertai
nausea atau vomiting dan fotofobia atau fonofobia, sedangkan nyeri
berdenyut dengan unilateral tanpa berpindah-pindah dengan lakrimasi,
nasal, kongesti, rinore dan ptosis dimana keluhan ini disebut hemicranias
continus. Bila nyeri kepala tidak berdenyut serta dirasakan bilateral dapat
dibedakan atas chronic tension headache, pada nyeri kepala tipe ini
timbulnya tidak mendadak dan tidak ada satupun dari fonofobia,
fotofobia,, dan nausea yang menertai. Selain itu bila timbulnya mendadak,
dirasakan setiap hari, dan tidak berkurang lebih dari tiga bulan yaitu new
daily persistent headache. Sakit kepala tipe new daily persistent headache
ini menjadi konstan dalam beberapa hari dari pertama kali mengalami
sakit kepala. Paling tidak memiliki dua dari karakteristikk berikut :
a. Sakit kepala pada kedua sisi kepala.
b. Menyebabkan sakit yang terasa seperti ditekan atau mengetat, tapi
tidak berdenyut.
c. Tidak membuat pasien merasa jengkel/ tidak terganggu pada aktifitas
rutin fisik (Halker RB, 2011).
Pasien kemungkinan membeli obat analgesik di warung. Obat tersebut
hanya mengurangi gejala nyeri kepala pada pasien sedangkan penyebab
9
(stressor) dari nyeri kepala tidak diobati. Hal tersebut mengakibatkan
keluhan akan terus muncul walaupun sudah mengkonsumsi obat.
Penyebab atau stressor pada kasus ini kemungkinan adalah kecemasan
pasien terhadap anaknya yang mengalami retardasi mental dan beranjak
remaja (Maramis, 2009).
2. Mengapa pasien mengeluh sulit tidur, palpitasi, dan berkeringat
dingin?
Fisiologi tidur
a. Irama sirkadian diatur oleh: Ventral Hypothalamus
b. Pusat tidur diatur oleh: Substansi ventrikularis medulla oblongata
c. Tipe tidur: REM (Rapid Eye Movement) NREM (Non- Rapid Eye
Movement)
d. Siklus tidur:
Stadium NREM diantaranya:
Stadium I NREM:
- Terjaga
- Mata menutup, tonus otot berkurang gerakan mata ke kanan dan ke
kiri
- EEG: gelombang alfa beta teta, tidak ada sleep spindle dan
kompleks K
Stadium II NREM
- Mata berhenti bergerak, tonus otot berkurang
- EEG: teta simetris, ada gelombang sleep spindle dan kompleks K
Stadium III NREM
- EEG: delta, ada gelombang sleep spindle dan kompleks K
Stadium IV NREM
- EEG: 50 % berisi gelombang sleep spindle dan kompleks K
10
Stadium REM
- Mata bergerak ke berbagai arah walaupun kelopak mata tertutup,
nafas cepat teratur dan dangkal
Gangguan tidur
Gambar 1. Mekanisme Tidur
Neuron glutamatergic piramidal turun dari korteks prefrontal ke
striatum, berakhir pada neuron GABA yg menuju talamus. Saat adanya
GABA di thalamus menciptakan filter sensorik, ketika menyaring efektif
menyaring input sensorik yang menuju thalamus, sehingga hanya input
sensorik tertentu saja yang diteruskan ke korteks. Insomnia,
neurotransmisi GABA-ergic mungkin kekurangan pada malam hari,
sehingga mengurangi efektivitas filter sehingga input terlalu banyak
memasuki korteks dan orang tersebut adalah hyperaroused (Elvira,
2014).
3. Mengapa pasien tidak mengeluhkan nausea, vomit, dan demam?
Nausea, vomit dan demam dapat menjadi gejala yang dapat
memperkuat diagnosis. Apabila pasien mengalami keluhan tersebut perlu
11
dicurigai adanya kelainan fisik dan kelainan neurologis. Berdasarkan
skenario ini pasien menyangkal keluhan ini yang memperkuat penyebab
dari keluhan pasien adalah faktor psikis. Bila ada gejala nausea atau
vomit sebagai seorang dokter mencurigai adanya gangguan pada
gastrointestinal, misalnya gastritis. Selain itu juga dapat akibat gangguan
neurologis, missal pada migren yang mana gejala nausea atau vomit
sering menyertai. Sedangkan pada demam biasanya mengindikasikan
adanya suatu infeksi (Dodick DW, 2006).
4. Mengapa keluhan terjadi setiap hari dan mengganggu aktivitas
sehari-hari dan tidak dapat bekerja serta apa hubungannya dengan
anaknya yang menderita retardasi mental yang mana sekarang sudah
menginjak usia remaja dan sudah mengalami menstruasi?
Pasien disini mengeluh sakit kepala yang terus berlangsung setiap hari
selama tiga bulan, namun sedikit membaik dengan minum obat yang
dibelinya di warung tapi hanya sementara. Pada kasus diskenario,
kemungkinan pasien mengalami nyeri kepala primer karena nyeri yang
dirasakan tidak jelas kelainan anatominya. Sehingga dimungkinkan
etiologinya adalah karena pengaruh dari faktor psikis. Hal ini diperkuat
dengan adanya keterangan bahwa pemberian obat hanya akan
menyembuhkan pasien secara semenatara (simptomatik) akan tetapi nyeri
kepala tetap muncul hingga sekarang pasien dibawa ke dokter yang artinya
penyebab utamanya belum bisa disembuhkan. Bila stressor (anaknya yang
menderita retardasi mental) ini masih menyerang pasien maka keluhan tidak
akan berkurang bahkan hilang, hal ini yang dapat mengganggu aktivitas
pasien sehari-hari. Mungkin dia memikirkan masa depan anaknya dan
omongan dari orang lain yang membuat pasien mengalami tekanan dan
akhirnya pasien mengalami cemas yang mana salah satunya timbul keluhan
nyeri kepala yang tidak sembuh meskipun sudah diberikan obat yang
dibelinya dari warung (Elvira, 2014).
12
5. Bagaimana interpretasi hasil pmeriksaan yang telah dilakukan?
Berdasarkan hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan pasien hasilnya
yaitu:
Tekanan darah 110/ 80 mmHg, disini tekanan darah pasien menunjukkan
normal.
Tabel I. Klasifikasi Tekanan Darah (JNC-VIII, 2015)
Nadi 88 bpm, hasil dari denyut nadi pasien normal karena normal denyut
nadi orang dewasa 60-100 bpm.
Respirasi rate 20 kali/ menit, hasilnya juga normal dimana nilai normalnya
antara 16-20 kali/ menit.
Suhu badan pasien 36, 5℃ yang berarti suhu normal pasien tidah
hipotermi maupun hipertemi atau demam. Suhu normal orang dewasa
36,5-37,5℃.
Jadi kesimpulan dari hasil pemeriksaan fisik yang telah dilakukan hasilnya
normal, serta pada skenario dijelaskan pemeriksaan neurologi
menunjukkan hasil normal (Morton, 2013).
13
6. Bagaimana penegakan diagnosis pada kasus pasien ini?
Skenario
Wanita usia 36 tahun, keluhan utama nyeri kepala sejak 3 bulan yang
lalu, nyeri berkurang apabila minum obat tetapi hanya sementara, nyeri di
sertai sulit tidur, palpitasi, takikardi. Riwayat penyakit keluarga anak
retradasi mental.
Anamnesis
a. Keluhan utama : Nyeri kepala
b. Riwayat penyakit sekarang : sejak 3 bulan yang lalu
c. Rpenyakit dahulu : tidak ada
d. Faktor resiko : usia, dan jenis kelamin
e. Faktor pencetus : anak retradasi mental
Pemeriksaan Psikomotor
a. Kesan umum : sesuai usia dan tidak dandan berlebihan
b. Kesadaran : composmentis
c. Sikap dan tingkah laku : hiperaktivitas motorik halus.
d. Perasaan : sedih karena menggangu aktivitas
sehari-hari
e. Proses pikir : bentuk pikir pasien realistis
f. Hubungan jiwa : -
g. In shigth : nilai 4 (pasien merasa sakit tapi tidak
tahu penyebabnya).
Diagnosis Multiaksis
a. Axis I : Gangguan cemas menyeluruh
b. Axis II : -
c. Axis III : -
d. Axis IV : Anaknya retardasi mental
e. Axis V : GAF 70-61 (Beberapa gejala ringan dan menetap,
14
ringan dalam fungsi, secara umum masih baik).
(Maslim, 2013)
7. Apa diagnosis banding dari kasus pasien ini?
a. Gangguan Cemas Menyeluruh; disini pasien mengeluhkan sakit kepala
sudah tiga bulan, sedikit membaik dengan membeli obat di warung,
namun pasien menyangkal adanya nausea, vomiting, dan demam.
Keluhan yang disangkal ini menyingkirkan kriteria diagnosis untuk
penyakit yang berkaitan dengan gangguan neurologis dan
menyingkirkan adanya infeksi yang menyerang pasien karena bila ada
suatu infeksi maka demam akan menyertai keluhan. Namun pasien
mempunyai anak perempuan yang menderita retardasi mental yang
mana sekarang ini anaknya beranjak remaja dan sudah mengalami
menstruasi, mungkin hal ini yang menyebabkan pasien selalu khawatir
atau cemas dan hal inilah kemungkinan pasien mengeluh sakit kepala
yang tidak membaik meskipun sudah meminum obat yang dibeli di
warung.
b. Gangguan Panik; ditandai oleh kecemasan spontan, episodik, dan
hebat, berlangsung selama 30 menit. Biasanya timbul 2 kali seminggu.
Selain itu penderita juga ditandai dengan palpitasi, keringat dingin,
pusing, sesak napas, dan merasa ingin mati. Disini adanya gangguan
cemas yang menyertai serta adanya palpitasi seperti yang dikeluhkan
oleh pasien.
c. Gangguan Fobia; suatu ketakutan yang tidak rasional yang
menyebabkan penghindaran yang disadari terhadap obyek, aktivitas,
atau situasi yang ditakuti. Fobia spesifik: takut terhadap binatang,
badai, ketinggian, penyakit, cedera, dsb. Fobia sosial: takut terhadap
rasa memalukan di dalam berbagai lingkungan sosial seperti berbicara
di depan umum, dsb.
15
d. Gangguan Stres Akut dan Gangguan Stres Pasca Trauma; pasien dapat
diklasifikasikan mendenta gangguan stres pasca-trauma, bila mereka
mengalami suatu stres yang akan bersifat traumatik bagi hampir semua
orang. Trauma bisa berupa trauma peperangan, bencana alam,
penyerangan, pemerkosaan, kecelakaan. Gangguan stres-pasca trauma
terdiri dari: - pengalaman kembali trauma melalui mimpi dan pikiran,
penghindaran yang persisten oleh penderita terhadap trauma dan
penumpulan responsivitas pada penderita tersebut, kesadaran
berlebihan dan persisten. Gejala penyerta yang sering dan gangguan
stres pasca-trauma adalah depresi, kecemasan dan kesulitan
kognitif(contoh pemusatan perhatian yang buruk). Prevalensi seumur
hidup gangguan stres pasaca-trauma diperkirakan I sampai 3 persen
populasi umum, 5 sampai 15 persen mengalami bentuk gangguan yang
subklinis. Walaupun gangguan stres pasca-trauma dapat terjadi pada
setiap usia, namun gangguan paling menonjol pada usia dewasa muda.
e. Gangguan Obsesif – Kompulsif; prevalensi seumur hidup gangguan
obsesif-kompulsif pada populasi umum diperkirakan adalah 2-3
persen. Obsesif adalah pikiran, perasaan ide yang berulang tidak bisa
dihilangkan dan tidak dikehendaki. Kompulsif adalah tingkah-laku
yang berulang, tidak bisa dihilangkan dan tidak dikehendaki.
f. Gangguan Somatoform; yaitu kelompok besar dari berbagai gangguan
yang komponen utama dari tanda gejalanya adalah tubuh. Dimana
pasien ini merasa sakit di beberapa organ namun hasil semua
pemeriksaan normal.
g. Gangguan Mix Anxiety and Depresion; merupakan gangguan
campuran ansietas dan depresi merupakan gejala kecemasan dan
depresi yang bermakna secara klinis tetapi tidak memenuhi kriteria
untuk gangguan mood spesifik atau gangguan kecemasan spesifik
(Elvira, 2014).
16
8. Apa diagnosis utama pada kasus pasien ini?
Diagnosis utama dari kasus pasien pada skenario adalah gangguan
cemas menyeluruh. Gambaran esensial dan gangguan ini adalah adanya
anxietas yang menyeluruh dan menetap (bertahan lama), Gejala yang
dominan sangat bervariasi, tetapi keluhan tegang yang berkepanjangan,
gemetaran, ketegangan otot, berkeringat, kepala terasa ringan, palpitasi,
pusing kepala dan keluhan epigastnik adalah keluhankeluhan yang lazim
dijumpai. Ketakutan bahwa dirinya atau anggota keluarganya akan
menderita sakit atau akan mengalami kecelakaan dalam waktu dekat,
merupakan keluhan yang seringkali diungkapkan (Sadock BJ, 2007).
9. Bagaimana penatalkasanaan awal dari kasus pasien ini?
Farmakoterapi
Pasien ini dapat diberikan obat golongan benzodiazepin seperti
diazepam, alprazolam, clobazam, dll. Pemberian obat ini dimulai dengan
dosis terendah dan ditingkatkan sampai mencapai respons terapi.
Diberikan dengan pengobatan rata-rata 2-6 minggu lalu dilanjutkan
dengan masa tapering off selama 1-2 minggu.
Psikoterapi
a. Terapi kognitif-perilaku
Terapi ini mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatic secara
langsung.
b. Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-potensi
yang ada, dan belum tampak, didukung egonya supaya dapat
beradaptasi dengan lingkungan.
c. Terapi tilikan
Mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik dan menilik
dirinya untuk mencapai pemahaman bahwa dirinya sakit, yang mana
17
memudahkan untuk tindakan terapi dan mencapai prognosis yang baik
(Elvira, 2014).
18
D. Skema
19
E. Learning Objektive
1. Jelaskan pengertian, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, penegakan diagnosis (anamnesis dan pemeriksaan), diagnosis
banding, pencegahan, penatalaksanaan (farmakoterapi, psikoterapi, dan
perspektif kedokteran islam), dan prognosis dari gangguan cemas
menyeluruh?
2. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan panik?
3. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan fobia?
4. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan stress?
5. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan obsesif-kompulsif (OCD)?
6. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan somatoform?
7. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan mix anxiety and depression?
20
F. Berbagi Informasi
1. Jelaskan pengertian, etiologi, epidemiologi, patofisiologi, manifestasi
klinis, penegakan diagnosis (anamnesis dan pemeriksaan), diagnosis
banding, pencegahan, penatalaksanaan (farmakoterapi, psikoterapi,
dan perspektif kedokteran islam), dan prognosis dari gangguan
cemas menyeluruh?
Definisi
DSM-IV-TR mendefinisikan gangguan ansietas menyeluruh
sebagai ansietas dan kekhawatiran yang berlebihan mengenai beberapa
peristiwa atau aktivitas hamper sepanjang hari selama sedikitnya 6 bulan
(Kaplan, 2010).
Etiologi
a. Teori Biologi
Area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAD adalah
lobus oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepine di otak.
Basal ganglia, sistem limbik dan korteks frontal juga dihipotesiskan
terlibat pada etiologi timbulnya GAD (Elvira, 2010).
b. Teori Genetik
Berdasarkan studi didapatkan bahwa terdapat hubungan
genetik antara pasien GAD dan gangguan depresi mayor pada pasien
wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat pertama penderita GAD juga
mengalami gangguan yang sama. Sedangkan penelitian pada pasangan
kembar didapatkan angka 50% pada kembar monozigot dan 15% pada
kembar dizigot (Elvira, 2010).
c. Teori Psikoanalitik
Ansietas adalah gejala dari konflik bawah sadar yang tidak
terselesaikan (Elvira, 2010).
21
d. Teori Kognitif-perilaku
Penderita GAD berespons secara salah dan tidak tepat terhadap
ancaman, disebabkan oleh perhatian yang selektif terhadap hal-hal
negative pada lingkungan, adanya distorsi pada pemrosesan informasi
dan pandangan yang sangat negative terhadap kemampuan diri untuk
menghadapi ancaman (Elvira, 2010).
Epidemiologi
GAD merupakan suatu keadaan yang lazim, perkiraan untuk
prevalensi 1 tahun berkisar antara 3 dan 8 persen. Rasio perempuan dan
laki-laki pada gangguan ini sekitar 2 banding 1 tetapi rasio perempuan dan
laki-laki yang dirawat inap di rumah sakit untuk gangguan ini sekitar 1
banding 1. Prevalensi seumur hidupnya adalah 45% (Kaplan, 2010).
Manifestasi Klinis
Gejala utama GAD adalah ansietas (kecemasan berlebih),
ketegangan motorik (bergetar, kelelahan dan sakit kepala), hiperaktivitas
autonom (pernafasan yang pendek, berkeringat, palpitasi dan diserati
gejala gangguan saluran pencernaan), kewaspadaan secara kognitif
(iritabilitas) (Kaplan, HI, Saddock, 2010).
22
Patofisiologi
23
Penegakan Diagnosis
Proses diagnosis gangguan jiwa:
Anamnesis
1. Alasan berobat
2. Riwayat gangguan sekarang
3. Riwayat gangguan dahulu
4. Riwayat perkembangan diri
5. Latar belakang sosial, keluarga, pendidikan, pekerjaan, perkawinan, dll.
Pemeriksaan
1. Fisik-diagnostik
2. Status mental
3. Laboratorium
4. Radiologik
5. Evaluasi psikologik, dll.
Diagnosis
1. Aksis I :
- Gangguan klinis
- Kondisisi lain yang menjadi fokus perhatian klinis
2. Aksis II
- Gangguan kepribadian
- Retardasi mental
3. Aksis III
- Kondisi medik umum
4. Aksis IV
- Masalah psikososial dan lingkungan
5. Aksis V
24
- Penilaian fungsi secara global
-
25
Gambar I.
Daftar Aksis I Dan II
(Maslim, 2013)
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan
berdasarkan :
Penderita harus menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang
berlangsung hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa
bulan, yang tidak terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi
khusus tertentu saja (sifatnya “free floating” atau “mengambang”).
Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur berikut:
1. Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit berkonsentrasi, dsb)
2. Ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala, gemetaran, tidak dapat
santai); dan
26
Gambar II.
Daftar Aksis III, IV, Dan V
3. Overaktivitas otonomik (kepala terasa ringan, berkeringat, jantung
berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung, pusing kepala, mulut
kering, dsb)
Adanya gejala-gejala lain yang sifatnya sementara (untuk beberapa hari),
khususnya depresi, tidak membatalkan diagnosis utama Gangguan
Anxietas Menyeluruh, selama hal tersebut tidak memenuhi kriteria
lengkap dari episode depresif (F.32), gangguan anxietas fobik (F.40),
gangguan panik (F42.0), atau gangguan obsesif-kompulsif (F.42).
Diagnosis gangguan cemas menyeluruh menurut PPDGJ-III ditegakkan
jika penderita menunjukkan anxietas sebagai gejala primer yang berlangsung
hampir setiap hari untuk beberapa minggu sampai beberapa bulan, yang tidak
terbatas atau hanya menonjol pada keadaan situasi khusus tertentu saja
(“mengambang”). Gejala-gejala tersebut biasanya mencakup unsur-unsur
berikut: Kecemasan (khawatir akan nasib buruk, merasa seperti di ujung
tanduk, sulit berkonsentrasi), ketegangan motorik (gelisah, sakit kepala,
gemetaran, tidak dapat santai); dan overaktivitas otonomik (kepala terasa
ringan, berkeringat, jantung berdebar-debar, sesak napas, keluhan lambung,
pusing kepala, mulut kering, dsb) (Maslim, 2013).
Penegakan diagnosis selain menggunakan PPDGJ-III dapat pula
menggunakan DSM-IV TR:
a. Kecemasan yang berlebihan dan khawatir dapat terjadi harian atau
minimal selama minimal 6 bulan, atau pada beberapa acara atau kegiatan
(seperti pekerjaan atau saat aktivitas sekolah).
b. Orang yang mengalami kesulitan untuk mengontrol rasa khawatir.
c. Kecemasan dan kekhawatiran berkaitan dengan tiga (atau lebih) dari enam
gejala berikut (dengan setidaknya beberapa gejala ada selama 6 bulan
terakhir).
d. Catatan: Hanya satu gejala saja yang diperlukan pada anak.
27
1) Kegelisahan atau perasaan tegang saat mendekati hari yang ditentukan.
2) Menjadi mudah lelah
3) Sulit berkonsentrasi atau pikiran akan kosong
4) Mudah marah
5) Ketegangan otot
6) Gangguan tidur (kesulitan untuk memulai tidur, atau tidur tidak
nyenyak)
e. Fokus dari kecemasan dan kekhawatiran tidak terbatas pada isi daripada
gangguan Axis I, misalnya, kecemasan atau kekhawatiran yang bukan
tentang serangan panik (seperti pada gangguan panik), menjadi malu bila
muncul di depan umum (seperti dalam fobia sosial), berada jauh dari
rumah atau kerabat dekat (seperti pada gangguan kecemasan perpisahan),
kenaikan berat badan (seperti dalam anoreksia nervosa), memiliki
beberapa keluhan fisik (seperti pada gangguan somatisasi), atau memiliki
penyakit yang serius (seperti dalam hypochondriasis), dan kecemasan dan
kekhawatiran tidak terjadi secara eksklusif selama gangguan stres pasca
trauma.
f. Kecemasan, khawatir, atau gejala fisik menyebabkan penderitaan yang
bermakna secara klinis atau gangguan dalam social atau pekerjaan.
g. Gangguan itu bukan karena efek fisiologis langsung dari suatu zat
(misalnya, penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis umum
(misalnya hipertiroidisme) dan tidak terjadi secara khusus selama
gangguan mood, gangguan psikotik, atau pervasive developmental
disorder (Maslim, 2013).
Diagnosis Banding
Gangguan ansietas menyeluruh perlu dibedakan dari kecemasan akibat
kondisi medis umum maupun gangguan yang berhubungan dengan
penggunaan zat. Diperlukan pemeriksaan medis termasuk tes kimia darah,
elektrokardiografi, dan tes fungsi tiroid. Klinisi harus menyingkirkan adanya
28
intoksikasi kafein, penyalahgunaan stimulansia, kondisi putus zat atau obat
seperti alkohol, hipnotik-sedatif dan anxiolitik.
Kelainan neurologis, endokrin, metabolik dan efek samping pengobatan
pada gangguan panik harus dapat dibedakan dengan kelainan yang terjadi
pada gangguan anxietas menyeluruh. Selain itu, gangguan ansietas
menyeluruh juga dapat didiagnosis banding dengan :
1. Fobia
Penderita fobia, kecemasan terjadi terhadap objek/hal tertentu
sehingga pasien berusaha untuk menghindarinya, sedangkan pada GAD,
tidak terdapat objek tertentu yang menimbulkan kecemasan.
2. Gangguan obsesif kompulsif
Penderita gangguan obsesif kompulsif, pasien melakukan tindakan
berulang-ulang (kompulsi) untuk menghilangkan kecemasannya,
sedangkan pada GAD, pasien sulit untuk menghilangkan kecemasannya,
kecuali pada saat tidur.
3. Hipokondriasis
Penderita hipokondriasis maupun somatisasi, pasien merasa cemas
terhadap penyakit serius ataupun gejala-gejala fisik yang menurut pasien
dirasakannya dan berusaha datang ke dokter untuk mengobatinya,
sedangkan pada GAD, pasien merasakan gejala-gejala hiperaktivitas
otonomik sebagai akibat dari kecemasan yang dirasakannya.
4. Gangguan stres pasca trauma
Penderita dengan gangguan stres pasca trauma, kecemasan
berhubungan dengan sutau peristiwa ataupun trauma yang sebelumnya
dialami oleh pasien, sedangkan pada GAD kecemasan berlebihan
berhubungan dengan aktivitas sehari-hari (Elvira, 2014).
29
Pencegahan
1. Kontrol Pernapasan ynga Baik; Rasa cemas membuat tingkat pernafasan
semakin cepat, hal ini disebabkan otak "bekerja" memutuskan fight or flight
ketika respon stres diterima oleh otak. Akibatnya suplai oksigen untuk
jaringan tubuh semakin meningkat, ketidakseimbangan jumlah oksigen dan
karbondiosida di dalam otak membuat tubuh gemetar, kesulitan bernafas,
tubuh menjadi lemah dan gangguan visual. Ambil dalam-dalam sampai
memenuhi paru-paru, lepaskan dengan perlahan-lahan akan membuat tubuh
jadi nyaman, mengontrol pernafasan juga dapat menghindari srangan panik.
2. Melakukan Relaksasi; Kecemasan meningkatkan tension otot, tubuh menjadi
pegal terutama pada leher, kepala dan rasa nyeri pada dada. Cara yang dapat
ditempuh dengan melakukan teknik relaksasi dengan cara duduk atau
berbaring, lakukan teknik pernafasan, usahakanlah menemukan kenyamanan
selama 30 menit.
3. Intervensi Kognitif; Kecemasan timbul akibat ketidakberdayaan dalam
menghadapi permasalahan, pikiran-pikiran negatif secara terus-menerus
berkembang dalam pikiran. caranya adalah dengan melakukan intervensi
pikiran negatif dengan pikiran positif, sugesti diri dengan hal yang positif,
singkirkan pikiran-pikiran yang tidak realistik. Bila tubuh dan pikiran dapat
merasakan kenyamanan maka pikiran-pikiran positif yang lebih konstruktif
dapat meuncul. Ide-ide kreatif dapat dikembangkan dalam menyelesaikan
permasalahan.
4. Pendekatan Agama; Pendekatan agama akan memberikan rasa nyaman
terhadap pikiran, kedekatan terhadap Tuhan untuk mendapat pemikiran
positif.
Islam sendiri, sholat dan metode zikir ditengah malam akan memberikan rasa
nyaman dan rasa percaya diri lebih dalam menghadapi masalah. Rasa cemas
akan turun. Tindakan bunuh diri dilarang dalam Islam, bila iman semakin kuat
maka dorongan bunuh diri (tentamina Suicidum) pada simtom depresi akan
30
hilang. Metode zikir (berupa Asmaul Husna) juga efektif menyembuhkan
insomnia.
5. Pendekatan Keluarga; Dukungan (supportif) keluarga efektif mengurangi
kecemasan. Jangan ragu untuk menceritakan permasalahan yang dihadapi
bersama-sama anggota keluarga. Ceritakan masalah yang dihadapi secara
tenang, katakan bahwa kondisi saat ini sangat tidak menguntungkan dan
membutuhkan dukungan anggota keluarga lainnya. Mereka akan berusaha
bersama-sama untuk memecahakan masalah yang terbaik.
6. Olahraga; Olahraga tidak hanya baik untuk kesehatan. Olaharaga akan
menyalurkan tumpukan stres secara positif. Lakukan olahraga yang tidak
memberatkan, dan memberikan rasa nyaman kepada diri-sendiri (Anis, 2005).
Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
Tabel 2. Sediaan Obat Anti-Anxietas dan Dosis Anjuran
No Nama Generik Nama
Dagang
Sediaan Dosis
Anjuran
1. Diazepam Diazepin
Lovium
Stesolid
Tab. 2-5 mg
Tab. 2-5 mg
Tab. 2-5 mg
Amp.
10mg/2cc
10-30 mg/h
2. Chlordiazepoxide Cetabrium
Arsitran
Tensinyl
Drg. 5-10 mg
Tab. 5 mg
Cap. 5 mg
15-30 mg/h
3. Lorazepam Ativan
Renaquil
Tab. 0,5-1-2
mg
Tab. 1 mg
2-3 x 1 mg/h
4. Clobazam Frisium Tab. 10 mg 2-3 x 1m
31
mg/h
5. Alprazolam Xanax
Alganax
Tab. 0,25-0,5
mg
Tab. 0,25-0,5
mg
0,75-1,50
mg/h
6. Sulpiride Dogmatil Cap. 50 mg 100-200
mg/h
7. Buspirone Buspar Tab. 10 mg 15-30 mg/h
8. Hydroxyzine Iterax Caplet 25 mg 3x25 mg/h
Tabel 2. Obat-obatan yang digunakan untuk gangguan cemas
(Elvira, 2014)
Obat anti-anxietas Benzodiazepine yang bereaksi dengan reseptornya
(benzodiazepine receptors) akan meng-reinforce “the inhibitory action of
GABA-ergic neuron”, sehingga hiperaktivitas tersebut di atas mereda. Lama
pengobatan dengan obat golongan Benzodiazepin rata-rata adalah 2-6
minggu, dianjurkan dengan tapering off selama 1-2 minggu. Buspiron sendiri
memberi efek yang lebih baik dalam memperbaiki gejala kognitif disbanding
gejala somatik pada GAD, dan efek klinisnya baru terasa setelah 2-3 minggu.
Obat golongan SSRI (Selective Serotonin Re-uptake Inhibitor) misalnya
setraline dan paroxetine merupakan pilihan lebih baik daripada fluoksetin,
karena fluoksetin dapat meningkatkan anxietas sesaat.
2. Psikoterapi
a. Terapi kognitif-perilaku
Terapi ini mengajak pasien secara langsung mengenali distorsi
kognitif dan pendekatan perilaku, mengenali gejala somatik secara
langsung. Teknik utama yang dilakukan yaitu pendekatan behavior
adalah relaksasi dan biofeedback.
32
b. Terapi suportif
Pasien diberikan reassurance dan kenyamanan, digali potensi-
potensi yang ada dan belum tampak, didukung egonya, supaya dapat
lebih beradaptasi optimal dalam fungsi social dan pekerjaannya.
c. Psikoterapi berorientasi tilikan
Mengajak pasien untuk mencapai penyingkapan konflik
bawah sadar, menilik egostrength, relasi obyek, serta keutuhan self
pasien. Pemahaman dari komponen-komponen tersebut, sebagai
dokter dapat memperkirakan sejauh mana pasien dapat diubah untuk
menjadi lebih matur. Bila tidak tercapai, minimal sebagai dokter
memfasilitasi agar pasien dapat beradaptasi dalam fungsi social dan
pekerjaannya (Elvira, 2014).
Prognosis
Prognosis Gangguan Kecemasan Menyeluruh sukar untuk untuk
diperkirakan. Namun demikian beberapa data menyatakan peristiwa
kehidupan berhubungan dengan onset gangguan ini. Terjadinya beberapa
peristiwa kehidupan yang negatif secara jelas meningkatkan kemungkinan
akan terjadinya gangguan. Hal ini berkaitan pula dengan berat ringannya
gangguan tersebut (Elvira, 2014).
33
2. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan panik?
34
Gangguan panik
Gejala: Palpitasi Keringat dingin Gemetar Pusing Sesak napas Takut akan mati
Gangguan cemas yg ditandai oleh kecemasan spontan, episodik, dan hebat, berlangsung selama
30 mnt. Biasanya timbul 2x seminggu
Wanita > Pria
Menurunnya sensitivitas thd reseptor 5 HT1A dan 5HT 2A/2C
Peningkatan aktivitas discharge dari reseptor adrenergik alfa-2 katekolamin
Meningkatnya aktivitas metabolik pada keadaan hipersensitivitas batang otak thd CO2
Serangan panik di mediasi oleh ekstasi fear network yg melibatkan amigdala-hipotalamus serta pusat simpatis dan hormonal
Genetik, dari keluarga tingkat pertama = risiko 10x lipat
Bedakan dengan pasien jantung
Alkohol Hipnotika-sedatif Nikotin
(Elvira, 2014)
3. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan fobia?
Definisi
Ketakutan irasional yang menghasilkan penghindaran sadar, aktivitas
situasi subjek ditakuti. Orang yang terkena biasanya mengakui bahwa
35
Agorafobia
Tidak mau meninggalkan rumah
Depresi dan putus asa Risiko untuk bunuh diri
Serangan datang dg spontan dan stressor tidak dapat diidentifikasi. Mereda dalam 30 mnt.
PENGOBATAN
Farmakoterapi obat anticemas dan depresi :
• Golongan trisiklik
• Monoamin oksidase inhibitor
• SSRI (jika disertai depresi)
Terapi kognitif dan perilaku:
Instruksi tentang kesalahan kepercayaan terjadap sesuatu, serangan panik yang tidak mengancam kehidupan,
Mengonsentrasikan diri mengatasi gejala ansietas.
Latihan fisik
reaksi yang berlebihan. Menurut Manual American Psychiatric
Association Diagnostik dan Statistik Gangguan Mental, Edisi Keempat
(DSM-IV) dan selanjutnya Teks yang Direvisi (DSM-IV-TR), gangguan
fobia dapat dibagi menjadi 3 jenis:
1. Fobia sosial (sekarang disebut gangguan kecemasan sosial)
2. Fobia khusus (sederhana)
3. Agoraphobia
(Sadock BJ, 2007)
Epidemiologi
Fobia spesifik lebih sering dijumpai dibandingkan dengan fobia sosial.
Paling sering dialami perempuan. Prevalensi 6 bulan fobia spesifik
berkisar antara 5 – 10 / 100 orang. Puncak onset fobia spesifik darah-
suntikan-sakit berkisar antara 5 – 9 tahun. Sedangkan puncak onset
fobia situasional berkisar pada umur 20 tahun.
Umumnya objek penyebab rasa takut adalah hewan, badai, ketinggian,
penyakit, cedera, dan kematian .
ETIOPATOGENESIS FOBIA
Prinsip-prinsip umum pada fobia terdiri dari faktor psikoanalitik dan
faktor perilaku.
a. Faktor Psikoanalitik
Rasa cemas adalah sinyal untuk menyadarkan ego, bahwa dorongan
terlarang di alam bawah sadar yang akan memuncak dan untuk
menyadarkan ego untuk melakukan mekanisme pertahanan melawan
daya insting yang mengancam.
36
b. Faktor Perilaku
Fobia muncul dari rasa cemas dari stimuli yang menakutkan yang
muncul bersamaan dengan stimulus kedua yang bersifat netral. Jika
dua stimuli dihubungkan bersamaan, stimulus netral tersebut bisa
membangkitkan kecemasan oleh dirinya sendiri.
c. Teori pembebasan
Dorongan yang memotivasi manusia melakukan perilaku tertentu
untuk menghilangkan pengaruh yang menyakitkan.
TANDA DAN GEJALA FOBIA
Berdasarkan DSM IV
a. Ketakutan/kecemasan yang menghasilkan perubahan fisiologis seperti.
b. Melarikan diri atau menghindari situasi dimana rasa takut sering
muncul.
c. Perilaku tersebut mengganggu kehidupan individu.
PEDOMAN DIAGNOSIS FOBIA
DSM-IV-TR 300.29 FOBIA SPESIFIK
A. Ketakutan yang jelas dan menetap yang berlebihan atau tidak
beralasan, ditandai oleh adanya atau antisipasi dari suatu obyek
atau situasi spesifik (misalnya, naik pesawat terbang,
ketinggian, binatang, mendapat suntikkan, melihat darah).
B. Pemaparan stimulus fobik hampir selalu mencetuskan respon
kecemasan segera, dapat berupa serangan panik yang
berhubungan dengan situasi atau predisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan
dengan menangis, tantrum, diam membeku, atau melekat erat
37
menggendong.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau
tidak beralasan .
Catatan : pada anak-anak, gambaran ini mungkin tidak
ditemukan
D. Situasi fobik dihindari atau kalau dihadapi adalah dengan
kecemasan atau dengan penderitaan yang jelas.
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam
situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas
normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial
atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan
yang jelas karena menderita fobia.
F. Pada individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling
sedikit 6 bulan.
G. Kecemasan, serangan panik, atau penghindaran fobik
dihubungkan dengan objek atau situasi spesifik tidak lebih baik
dijelaskan oleh gangguan mental lain, seperti Gangguan
Obsesif-Kompulsif (misalnya,seseorang takut kotoran dengan
obsesi tentang kontaminasi), Gangguan Stres pascatrauma
(misalnya,penghindaran stimulus yang berhubungan dengan
stresor yang berat0, Gangguan Cemas Perpisahan
(misalnya,menghindari sekolah), Fobia Sosial
(misalnya,menghindari situasi sosial karena takut merasa
malu), Gangguan Panik dengan Agorafobia, atau Agorafobia
Tanpa Riwayat Gangguan Panik.
Tabel 3. FOBIA SPESIFIK (Sadock, 2007)
38
Dalam tabel ini, kriteria A dan B telah disebutkan didalam DSM-IV-
TR untuk memberikan kemungkinan jika suatu pajanan terhadap stimuli
fobia dapat mencetuskan serangan panik. Kontras dengan gangguan
serangan panik, serangan panik pada fobia spesifik sangat terikat dengan
stimuli penyebabnya. Fobia darah-suntikan-sakit dibedakan dari fobia
yang lain karena didapatkan respon yang berbeda dari fobia tersebut, yaitu
hipotensi yang disusul dengan bradikardi. Penegakan diagnosa fobia
spesifik juga harus difokuskan pada benda yang menjadi stimulus fobia.
Berikut di bawah ini adalah contoh fobia spesifik yakni :
Acrophobia Takut akan ketinggian
Agoraphobia Takut akan tempat
terbuka
Ailurophobia Takut akan kucing
Hydrophobia Takut akan air
Claustrophobia Takut akan tempat
tertutup
Cynophobia Takut akan anjing
Mysophobia Takut akan kotoran dan
kuman
Pyrophobia Takut akan api
Xenophobia Takut akan orang yang
asing
Zoophobia Takut akan hewan
39
DSM-IV-TR Kriteria Diagnostik Fobia Sosial
A. Ketakutan yang jelas dan menetap terhadap satu atau lebih
situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dimana orang
bertemu dengan orang asing atau kemungkinan diperiksa oleh
orang lain. Ketakutan bahwa ia akan bertindak dengan cara
(atau menunjukkan gejala kecemasan) yang akan
menghinakan atau memalukan.
Catatan : pada anak-anak, harus terbukti adanya kemampuan
sesuai usianya untuk melakukan hubungan sosial dengan
orang yang telah dikenalnya dan kecemasan hanya terjadi
dalam lingkungan teman sebaya, bukan dalam interaksi
dengan orang dewasa.
B. Pemaparan dengan situasi sosial yang ditakuti hampir selalu
mencetuskan kecemasan, dapat berupa seragan panik yang
berhubungan dengan situasi atai dipredisposisi oleh situasi.
Catatan : pada anak-anak, kecemasan dapat diekspresikan
dengan menangism tantrumm diam membeku, atau
bersembunyi dari situasi sosial dengan orang asing.
C. Orang menyadari bahwa ketakutan adalah berlebihan atau
tidak beralasan. Catatan : pada anak-anak, gambaran ini
mungkin tidak ditemukan
D. Situasi sosial atau memperlihatkan perilaku dihindari atau
kalau dihadapi adalah dengan kecemasan atau dengan
penderitaan yang jelas
E. Penghindaran, kecemasan antisipasi, atau penderitaan dalam
situasi yang ditakuti secara bermakna mengganggu rutinitas
40
normal, fungsi pekerjaan (atau akademik), atau aktivitas sosial
atau hubungan dengan orang lain, atau terdapat penderitaan
yang jelas karena menderita fobia.
F. Individu yang berusia dibawah 18 tahun, durasi paling sedikit
6 bulan.
G. Kecemasan atau penghindaran fobik bukan karena efek
fisiologis langsung dari zat (misalnya, penyalahgunaan zat,
pengobatan) atau suatu kondisi medis umum dan tidak lebih
baik dijelaskan oleh gangguan mental lain ( misalnya,
Gangguan Panik Dengan atau Tanpa Agorafobia, Gangguan
Cemas Perpisahan, Gangguan Dismorfik Tubuh, Gangguan
Perkembangan Pervasif, atau Gangguan Kepribadian Skizoid).
H. Jika terdapat suatu kondisi medis umum atau gangguan
mental dengannya misalnya takut adalah bukan gagap,
gemetar pada penyakit Parkinson, atau memperlihatkan
perilaku makan abnormal pada Anoreksia Nervosa atau
Bulimia Nervosa.
Tabel 4. Kriteria Diagnostik Fobia Sosial (Sadock, 2007)
Menurut Pedoman Penggolongan dan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ)
41
Agorafobia
Semua kriteria ini harus dipenuhi untuk :
a. Gejala psikologis/otonomik yang timbul harus merupakan manifestasi
primer dari anxietas dan bukan merupakan gejala lain yang sekunder
seperti waham atau pikiran obsesif.
b. Anxietas yang timbul harus terutama terjadi dalam sekurang-
kurangnya dua dari situasi berikut :
- Banyak orang
- Tempat-tempat umum
- Bepergian keluar rumah
- Bepergian sendiri
c. Menghindari situasi fobik harus/sudah merupakan gambaran yang
menonjol.
Fobia Khas (Terisolasi)
Semua kriteria yang dibawah ini untuk diagnosis :
a. Gejala psikologis atau otonomik harus merupakan manifestasi primer
dari anxietas, dan bukan sekunder dari gejala-gejala lain seperti
waham atau pikiran obsesif.
b. Anxietas harus terbatas pada adanya objek situasi fobik tertentu.
c. Situasi fobik tersebut sedapat mungkin dihindarinya.
Fobia Sosial
Semua kriteria di bawah ini harus dipenuhi untuk suatu diagnosis pasti:
a. Gejala-gejala psikologis, perilaku /otonomik harus merupakan
manifestasi primer dari anxietas dan bukan sekundari gejala lain
seperti waham / pikiran obsesif.
42
b. Anxietas harus hanya terbatas / menonjol pada situasi sosial tertentu
saja.
c. Penghindaran dari situasi fobik harus merupakan gambaran yang
menonjol.
(Sadock, 2010.)
PENATALAKSANAAN FOBIA
Terdapat beberapa macam bentuk terapi, yakni terapi perilaku, psikoterapi
dan berbagai modalitas terapi lainnya.
A. Terapi Perilaku
Salah satu terapi yang paling sering digunakan dan dipelajari adalah
terapi perilaku. Kesuksesan terapi ini bergantung pada :
1. Komitmen pasien dengan terapi
2. Permasalahan dan tujuan terapi yang jelas
3. Berbagai strategi yang dapat digunakan untuk menangani
masalah.
Terapi perilaku yang sering digunakan adalah desensitisasi
sistematis, dimana pasien dipajankan dengan stimuli yang
berkekuatan menimbulkan cemas yang paling rendah hingga yang
paling kuat. Dengan penggunaan obat-obat antianxietas, hipnosis,
dan instruksi relaksasi otot, pasien diajarkan untuk membentuk suatu
mekanisme respon yang baru terhadap stimuli tersebut.
Selainitu, terdapat terapi perilaku yang lain yakni image flooding,
dimana pasien dipajankan dengan gambar-gambar stimulus cemas
sampai pada masa dimana pasien tidak merasakan cemas lagi.
43
B. Psikoterapi
Dahulu psikiater-psikiater percaya bahwa psikoterapi
merupakan terapi yang terutama, namun dengan seiring berjalannya
waktu, psikiater dihadapkan pada kenyataan bahwa psikoterapi tidak
mengurangi kecemasan yang timbul dari respon pasien terhadap
stimulus tersebut. Kemudian para psikiater berinisiatif untuk
menghimbau pasien menghadapi sumber-sumber kecemasannya.
C. Terapi Lainnya
Hipnosis, terapi suportif, dan terapi keluarga berguna terapi
gangguan fobia. Hipnosis dapat digunakan untuk meningkatkan
sugesti dari terapis bahwa objek fobik tidaklah berbahaya, dan teknik
hipnosis diri diajarkan pada pasien sebagai metode relaksasi jika
berhadapan dengan objek fobik. Psikoterapi suportif dan terapi
keluarga berguna dalam membantu pasien secara aktif menghadapi
objek fobik selama pengobatan. Obat-obatan seperti antagonis
reseptor α-2 adrenergik dapat berguna pada pasien dengan fobia
spesifik, benzodiazepine, psikoterapi, atau terapi kombinasi dapat
digunakan pada kasus fobia spesifik. Pasien dengan fobia sosial,
psikoterapi dan farmakoterapi berguna untuk menangani gangguan
fobia sosial. Menggabungkan kedua bentuk terapi diduga
meningkatkan efektivitas terapi. Obat-obatan yang dapat digunakan
pada fobia sosial berupa :
1. Selective Serotonin Reuptake Inhibitor
2. Benzodiazepine
3. Venlafaxine
4. Buspirone
44
PERJALANAN PENYAKIT DAN PROGNOSIS FOBIA
1. 75% orang dengan fobia spesifik dapat mengatasi ketakutannya
dengan terapi kognitif perilaku
2. 80% orang dengan fobia sosial membaik dengan farmakoterapi, terapi
kognitif perilaku atau kombinasi
3. Agorafobia dengan gangguan panik yang diterapi :
a. 30-40% : bebas gejala untuk waktu yang lama
b. 50% :gejala ringan yang tidak menggangu kehidupan sehari-
hari
c. 10-20% : tidak membaik
PENCEGAHAN
Eksposur besar pada anak usia dini (misalnya, pengalaman
menakuntukan dengan anjing agresif) dapat mempengaruhi seorang anak
untuk perkembangan gejala fobia. Intervensi (psikoterapi atau obat) pada
tahap awal pengembangan gejala mungkin bermanfaat dalam mencegah
memburuknya gejala (Sadock, 2007).
4. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan stress?
Definisi
Stres adalah sekumpulan perubahan fisiologis akibat tubuh terpapar
terhadap bahaya ancaman. Stres memiliki dua komponen: fisik yakni
perubahan fisiologis dan psikogis yakni bagaimana seseorang merasakan
keadaan dalam hidupnya. Perubahan keadaan fisik dan psikologis ini
disebut sebagai stressor (pengalaman yang menginduksi respon stres).
Stres dapat didefenisikan melalui tiga cara yang berbeda, yaitu sebagai
stimulus, sebagai respon, dan sebagai interaksi. Sebagai stimulus, apabila
45
fokus pada lingkungan, misalnya memiliki pekerjaan dengan tingkat stres
tinggi. Sebagai respon, apabila fokus pada reaksi terhadap stressor,
misalnya ketika seseorang mengucapkan kata stres sewaktu berada pada
kondisi tertekan “ saya merasa stres ketika harus memberikan pidato”.
Sebagai interaksi, hubungan seseorang dengan stimulus lingkungannya,
seseorang disini merupakan agen aktif yang bisa mempengaruhi akibat
dari stressor melalui tingkah laku, kognisi dan strategi emosi (Sadock,
2007).
Klasifikasi Stres
Klasifikasikan tingkat stres, yaitu:
1. Stres ringan
Tingkat stres ini sering terjadi pada kehidupan sehari-hari dan
kondisi ini dapat membantu individu menjadi waspada dan bagaimana
mencegah berbagai kemungkinan yang akan terjadi.
2. Stres sedang
Stres tingkat ini individu lebih memfokuskan hal penting saat
ini dan mengesampingkan yang lain sehingga mempersempit lahan
persepsinya.
3. Stres berat
Tingkat ini lahan persepsi individu sangat menurun dan
cenderung memusatkan perhatian pada hal-hal lain. Semua perilaku
ditujukan untuk mengurangi stres. Individu tersebut mencoba
memusatkan perhatian pada lahan lain dan memerlukan banyak
pengarahan (Sadock, 2007).
Sumber Stres ( Stressor )
Sumber stres adalah semua kondisi stimulasi yang berbahaya dan
menghasilkan reaksi stres, misalnya jumlah semua respons fisiologis
nonspesifik yang menyebabkan kerusakan dalam sistem biologis. Stress
reaction acute (reaksi stres akut) adalah gangguan sementara yang muncul
pada seorang individu tanpa adanya gangguan mental lain yang jelas,
46
terjadi akibat stres fisik dan atau mental yang sangat berat, biasanya
mereda dalam beberapa jam atau hari. Kerentanan dan kemampuan koping
(coping capacity) seseorang memainkan peranan dalam terjadinya reaksi
stres akut dan keparahannya
Bayi, anak-anak dan dewasa semua dapat mengalami stres. Sumber stres
bisa berasal dari diri sendiri, keluarga, dan komunitas sosial. Ada juga
empat sumber atau penyebab stres psikologis, yaitu frustasi, konflik,
tekanan, dan krisis.
Frustasi
Timbul akibat kegagalan dalam mencapai tujuan karena ada aral
melintang, misalnya apabila ada perawat puskesmas lulusan SPK bercita-
cita ingin mengikuti D3 AKPER program khusus puskesmas, tetapi tidak
diizinkan oleh istri/suami, tidak punya biaya dan sebagainya. Frustasi ada
yang bersifat intrinsik (cacat badan dan kegagalan usaha) dan ekstrinsik
(kecelakaan, bencana alam, kematian orang yang dicintai, kegoncangan
ekonomi, pengangguran, perselingkuhan, dan lain-lain).
Konflik
Timbul karena tidak bisa memilih antara dua atau lebih macam-macam
keinginan, kebutuhan atau tujuan. Ada 3 jenis konflik, yaitu :
1. Approach-approach conflict, terjadi apabila individu harus memilih
satu diantara dua alternatif yang sama-sama disukai, misalnya saja
seseorang yang sulit menentukan keputusan diantara dua pilihan karir
yang sama-sama diinginkan. Stres muncul akibat hilangnya
kesempatan untuk menikmati alternatif yang tidak diambil. Jenis
konflik ini biasanya sangat mudah dan cepat diselesaikan.
2. Avoidance-avoidance conflict, terjadi bila individu dihadapkan pada
dua pilihan yang sama-sama tidak disenangi, misalnya wanita muda
yang hamil diluar pernikahan, di satu sisi ia tidak ingin aborsi tapi
disisi lain ia belum mampu secara mental dan finansial untuk
membesarkan anaknya nanti. Konflik jenis ini lebih sulit diputuskan
47
dan memerlukan lebih banyak tenaga dan waktu untuk
menyelesaikannya karena masing-masing alternatif memiliki
konsekuensi yang tidak menyenangkan.
3. Approach-avoidance conflict, merupakan situasi dimana individu
merasa tertarik sekaligus tidak menyukai atau ingin menghindar dari
seseorang atau suatu objek yang sama, misalnya seseorang yang
berniat berhenti merokok, karena khawatir merusak kesehatannya
tetapi ia tidak dapat membayangkan sisa hidupnya kelak tanpa rokok..
Tekanan
Timbul sebagai akibat tekanan hidup sehari-hari. Tekanan dapat berasal
dari dalam diri individu, misalnya cita-cita atau norma yang terlalu tinggi.
Tekanan yang berasal dari luar individu, misalnya orang tua menuntut
anaknya agar disekolah selalu rangking satu, atau istri menuntut uang
belanja yang berlebihan kepada suami.
Krisis
Yaitu keadaan mendadak yang menimbulkan stres pada individu, misalnya
kematian orang yang disayangi, kecelakaan dan penyakit yang harus
segera dioperasi.
Penggolongan Stres
Menurut Selye dalam menggolongkan stres menjadi dua golongan yang
didasarkan atas persepsi individu terhadap stres yang dialaminya (Rice,
1992), yaitu :
1. Distress ( stres negatif)
Merupakan stres yang merusak atau bersifat tidak
menyenangkan. Stres dirasakan sebagai suatu keadaan dimana
individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir atau gelisah.
Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif,
menyakitkan dan timbul keinginan untuk menghindarinya.
48
2. Eustress (stres positif)
Eustress bersifat menyenangkan dan merupakan pengalaman
yang memuaskan, frase joy of stress untuk mengungkapkan hal-hal
yang bersifat positif yang timbul dari adanya stres. Eustress dapat
meningkatkan kesiagaan mental, kewaspadaan, kognisi dan
performansi kehidupan. Eustress juga dapat meningkatkan motivasi
individu untuk menciptakan sesuatu, misalnya menciptakan karya seni
(Sadock, 2007).
Fight or Flight Response pada Stres
Frasa fight-or-flight response yaitu untuk:
1. Alarm reaction, selama alarm, perlawanan tubuh melawan stressor
yang diarahkan melalui aktivasi sistem saraf simpatetik. Aktivasi
sistem-sistem tubuh untuk kekuatan maksimal dan mempersiapkan
mereka untuk respon fight or flight. Adrenalin (epinefrin) dilepaskan,
denyut jantung dan tekanan darah meningkat, nafas menjadi lebih
cepat, darah diarahkan dari organ dalam berpindah ke otot skelet,
kelenjar keringat diaktifkan, dan aktivitas gastrointestinal menurun.
Sebagai respon jangka pendek untuk keadaan emergensi, reaksi-reaksi
fisik ini dapat disesuaikan.
2. Resistance stage, pada tahap ini, organisme beradaptasi terhadap
stressor. Seberapa lama tahap ini tergantung keparahan stressor dan
kapasitas organisme. Jika organisme mampu beradapatasi maka
kekuatan melawan pada tahap ini akan berlanjut untuk jangka waktu
yang lama. Selama tingkatan ini, seseorang memberikan gambaran
keadaan normal. Akan tetapi, menurut ilmu jiwa, fungsi internal tubuh
tidak normal. Stres yang terus menerus akan menyebabkan perubahan
neurologis dan hormon. Hipotesis Seyle, menyatakan bahwa ketakutan
dalam melawan stres akan menyebabkan perubahan terhadap sistem
imun sehingga rentan terhadap infeksi.
49
3. Exhaustion stage, tahap akhir, kemampuan organisme untuk bertahan
habis, dan menghasilkan suatu kerusakan. Karakteristik tahap ini
adalah aktivasi parasimpatik dari sistem saraf otonom. Fungsi
parasimpatik abnormal (Sudiyanto, 2007).
Penatalaksanaan
Strategi menghadapi stres antara lain dengan mempersiapkan diri
menghadapi stresor dengan cara melakukan perbaikan diri secara psikis
atau mental, fisik dan sosial. Perbaikan diri secara psikis atau mental yaitu
dengan pengenalan diri lebih lanjut, penetapan tujuan hidup yang lebih
jelas, pengaturan waktu yang baik. Perbaikan diri secara fisik dengan
menjaga tubuh tetap sehat yaitu dengan memenuhi asupan gizi yang baik,
olahraga teratur, istirahat yang cukup. Perbaikan diri secara sosial dengan
melibatkan diri dalam suatu kegiatan, acara, organisasi dan kelompok
sosial. Mengelola stres merupakan usaha untuk mengurangi atau
meniadakan dampak negatif stresor
Dalam mengelola stres dapat dilakukan beberapa pendekatan antara
lain:
1. Pendekatan farmakologi; menggunakan obat-obatan yang berkhasiat
memulihkan fungsi gangguan neurotransmiter disusunan syaraf pusat
otak (sistem limbik). Sebagaimana diketahui system limbik merupakan
bagian otak yang berfungsi mengatur alam pikiran, alam perasaan dan
perilaku seseorang. Obat yang sering dipakai adalah obat anti cemas
(axiolytic) dan anti depresi (anti depressant).
2. Pendekatan perilaku; mengubah perilaku yang menimbulkan stres,
toleransi atau adaptabilitas terhadap stres, menyeimbangkan antara
aktivitas fisik dan nutrisi,serta manajemen perencanaan, organisasi dan
waktu.
3. Pendekatan kognitif; mengubah pola pikir individu, berpikir positif
dan sikap yang positif, membekali diri dengan pengetahuan tentang
50
stres, menyeimbangkan antara aktivitas otak kiri dan kanan, serta
hipnoterapi.
4. Relaksasi; upaya untuk melepas ketegangan. Ada tiga macam relaksasi
yaitu relaksasi otot, relaksasi kesadaran indera dan relaksasi melalui
yoga, meditasi maupun transendensi/keagamaan (Hawari, 2008).
51
5. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan obsesif-kompulsif (OCD)?
Definisi
Obsesif yang berarti pikiran, perasaan atau gagasan. Sedangkan compulsif
sendiri yaitu perilaku disadari, standart, dan berulang. Keduanya
mengganggu aktifitas normal (Sadock, 2010).
Epidemiologi
1. Diagnosis psikiatri terbanyak ke 4 setelah fobia, gangguan zat, dperesi
berat.
2. Sering laki-laki remaja
3. Orang lajang lebih sering terkena
Etiologi
Faktor biologis:
1. Neurotransmiter:
a. Sistem serotonergik: penelitian dengan obat clomipramine, kadar
5-HIAA LCS menurun.
b. Sistem noradenergik: klonidin oral memperbaiki kondisi ini.
c. Neuroimunologi: streptokokus B-hemoliticus menyebabkan infeksi
yang mana menimbukan chorea Sydenham dan menimbulkan
OCD.
2. Studi pencitraan otak
a. Position emmision tomography (PET); hal ini meningkat aktifitas
metabolisme dan aliran darah di lobus front, ganglia basalis, dan
cingulum.
b. MRI dan CT-scan; yaitu berkurang caudatus bilateral (Sadock,
2010).
52
Gambar 2. Gambaran gangguan otak pasien OCD
3. Genetik
a. Kembar monozigot
b. Keluarga 35%
4. Faktor Prilaku
5. Faktor psikososial
a. Kepribadian
b. Psikodinamik, misal; ibu tinggal serumah, yang mengalami OCD
lebih nyaman (Sadock, 2010).
Manifestasi klinis
1. Takut
2. Cemas
3. Melakukan sesuatu berulang; menandakan kompulsi
4. Rasa malu
5. Ragu-ragu
6. Pikiran mengganggu
7. Simetri (X)
8. Gangguan depresif
9. Pikiran berulang (X); mendakan obsesi
Ada gejala tersebut setiap hari sekurangnya 2 minggu berturut-turut pada
penderita OCD.
53
Difernsial Diagnosis
1. Skizofrenia
2. Fobia
3. Gangguan depresif
Cara menegakan diagnosis OCD
1. Anamnesis (allo/auto)
a. Kesan umum : diam/ nangis/ bicara
b. Rriwayat penyakit sekarang : kapan? Gejala apa saja?
c. Riwayat penyakit dahulu : misal sakit karena makanan, pencurian,
ingin jadi artis
d. Predisposisi : usia remaja, seks
e. Faktor pencetus : sebelumnya mimpi jadi artis
f. Faktor perkembangan : kurang perhatian orang tua
2. Pemeriksaaan psikiatri
a. Kesan umum : Tampak sakit jiwa
b. Kesadaran : Compos mentis
c. Orientasi : Baik
d. Sikap : Banyak bicara
e. Tingkah laku : Hiperaktif
f. Bentuk piker : non-realistik
g. Isi piker : Adanya waham
h. Persepsi : Dengar bisikan
i. Progresi piker : Realistik
j. Roman muka : tergantung kasus
k. Afek : Apropiate
l. Perhatian : Mudah ditarik
m. Hubungan jiwa : Normal
n. Insight : Baik
54
3. Analisa diagnosis:
a. Axis 1: OCD
b. Axis 2: cemas
c. Axis 3: tidak ada
d. Axis 4: stressor menyebabkan gangguan
e. Axis 5: 70 (ringan, menetap, scr umumum baik)
(Sadock, 2010)
Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi
a. Anti depresan
b. Selective serotonin reuptake inhibitors: Fluoxetine 80mg/hr, efek
sampingnya sementara
c. Clomipramine
d. Obat lain: buspiron, karbamazepin
2. Terapi prilaku
a. Perhatian
b. Penghentian pikiran
c. Punya komitmen dengan pasien
3. Psikoterapi
a. Dukungan anggota keluarga
b. Isolasi tempat
c. penenangan
Prognosis:
1. Dubia ad malam
Awitan pada masa kanak-kanak, depresi berat, gangguan kepribadian.
2. Dubia ad bonam
Pekerjaan baik dan penyesuaian social (Sadock, 2010).
55
6. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan somatoform?
Gangguan ini merupakan kelompok besar dari berbagai gangguan yang
komponen utama dari tanda gejalanya adalah tubuh. Gangguan ini
meliputi:
A. Gangguan somatisasi
Definisi
Keluhan yang diutarakan pasien sangat melimpah dan meliputi
berbagai sistem organ seperti gastrointestinal, seksual, saraf dan
bercampur dengan gangguan nyeri (Kusumawardhani, AAAA, et al.
2014).
Etiologi
a. Faktor psikososial
b. Aspek pembelajaran (learning behavior) menekankan bahwa
pengajaran dari orang tua dengan budaya yang mengajarkan untuk
menggunakan somatisasi.
c. Faktor biologis
d. 10-20% wanita turunan pertama, laki-laki cenderung karena
penyalahgunaan zat dan gangguan pribadi antisosial. Pada kembar
monozigot dapat terjadi 29% sedangkan dizigot 10%
(Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014).
56
Kriteria diagnosis
Menurut DSM-IV-TR:
A. Riwayat banyak keluhan fisik yang dimulai sebelum usia 30 tahun
yang terjadi selama periode beberapa tahun dan menyebabkan
terapi yang dicari atau gangguan bermakna dalam fungsi sosial,
pekerjaan atau fungsi penting lain.
B. Tiap kriteria berikut ini harus ditemukan dengan gejala individual
yang terjadi pada sembarang waktu selama perjalanan gangguan :
1. Empat gejala nyeri: riwayat nyeri yang berhubungan dengan
sekurangnya 4 tempat atau fungsi yang berlainan (misalnya
kepala, perut, punggung, sendi, anggota gerak, dada, rektum
(ujung usus besar), selama menstruasi, selama hubungan
seksual atau selama miksi (kencing).
2. Dua gejala gastrointestinal: riwayat sekurangnya 2 gejala
gastrointestinal selain dari nyeri (misalnya mual, kembung,
muntah selain dari selama kehamilan, diare atau intoleransi
terhadap beberapa jenis makanan).
3. Satu gejala seksual: riwayat sekurangnya 1 gejala seksual atau
reproduktif selain nyeri (misalnya indiferensi (tidak condong)
seksual, disfungsi erektif atau ejakulasi, menstruasi yang tidak
teratur, perdarahan menstruasi yang berlebihan, muntah
sepanjang kehamilan).
4. Satu gejala pseudoneurologis: riwayat sekurangnya 1 gejala
atau defisit yang mengarahkan pada kondisi neurologis yang
tidak terbatas pada nyeri (misalnya gejala konversi seperti
gangguan kordinasi atau keseimbangan, paralisis (kelumpuhan)
setempat, sulit menelan atau benjolan di tenggorokan, afonia
(kehilangan suara karena gangguan pita suara), retensi urin
(tertahannya urin), halusinasi, hilangnya sensasi sentuh atau
57
nyeri, pandangan ganda, kebutaan, ketulian, kejang, gejala
disosiatif seperti amnesia atau hilangnya kesadaran selain
pingsan).
C. Salah satu dari poin 1 atau 2:
1. Setelah penelitian yang diperlukan, tiap gejala dalam kriteria B
tidak dapat dijelaskan sepenuhnya oleh sebuah kondisi medis
umum yang dikenal atau efek langsung dari suatu zat (misalnya
efek cidera, medikasi, obat atau alkohol).
2. Jika terdapat kondisi medis umum, keluhan fisik atau
gangguan sosial atau pekerjaan yang ditimbulkan adalah
melebihi apa yang diperkirakan dari riwayat penyakit,
pemeriksaan fisik atau temuan laboratorium.
D. Gejala tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat (seperti
pada gangguan buatan atau pura-pura) (Sadock, Benjamin J. 2010).
Terapi
1. Penanganan sebaiknya dengan satu dokter, sebab apabila dengan
beberapa dokter pasien akan mendapat kesempatan lebih banyak
mengungkapkan keluhan somatiknya.
2. Psikoterapi membantu pasien untuk mengatasi gejala-gejalanya,
mengekspresikan emosi yang mendasari dan mengembangkan
strategi alternatif untuk mengungkapkan perasaannya
(Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014).
B. Gangguan konversi
Definisi
Gangguan pada fungsi tubuh yang tidak sesuai dengan konsep anatomi
dan fisiologi dari sistem saraf pusat dan sistem saraf tepi
(Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014).
58
Etiologi
1. Faktor psikodinamik
Represi konflik-konflik intrapsikis yang tak disadari dan konversi dari
kecemasan ke dalam gejala fisik. Konflik terjadi antara dorongan
insting melawan larangan untuk mengekspresikan hal tersebut.
2. Teori pembelajaran
Perilaku yang dipelajari secara classic conditioning. Gejala penyakit
yang dipelajari sejak masa kanak, digunakan sebagai coping dalam
situasi yang tidak disukai.
3. Faktor biologis
Pencitraan otak terjadi hipometabolisme hemisfer dominan dan
hipermetabolisme hemisfer non-dominan (Kusumawardhani, AAAA,
et al. 2014).
Kriteria diagnosis
Menurut DSM-IV-TR:
1. Satu atau lebih gejala/defisit yang mengenai fungsi motorik volunter
atau sensorik yang mengarah pada kondisi neurologis atau kondisi
medis lain, disertai dengan kejang/konvulsi.
2. Faktor psikologis dipertimbangkan berhubungan dengan gejala/defisit
karena awal atau eksaserbasi dari gangguan ini biasanya didahului
oleh konflik atau stresor lain.
3. Tidak ditimbulkkan secara sengaja atau dibuat-buat.
4. Gejala atau defisit (setelah penelitian yang diperlukan) tidak dapat
dijelaskan sepenuhnya oleh kondisi medis umum, atau oleh efek
langsung suatu zat, atau sebagai perilaku atau pengalaman yang
diterima secara kultural.
59
5. Gejala atau defisit menyebabkan penderitaan yang bermakna secara
klinis atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi
penting lain atau memerlukan pemeriksaan medis.
6. Gejala atau defisit tidak terbatas pada nyeri atau disfungsi seksual,
tidak terjadi semata-mata selama perjalanan gangguan somatisasi, dan
tidak dapat diterangkan dengan lebih baik oleh gangguan mental lain
(Sadock, Benjamin J. 2010).
Terapi
1. Psikoterapi suportif berorientasi tilikan atau terapi perilaku.
2. Hypnosis, anticemas dan terapi relaksasi sangat efektif dalam beberapa
kasus (Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014).
C. Hipokondriasis
Definsi
Seseorang yang berpreokupasi dengan ketakutan atau keyakinan
menderita penyakit yang serius (Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014).
Etiologi
1. Skema kognitif salah
2. Salah menginterpretasikan sensasi fisik. Contohnya, perut kembung
namun pasien mengeluhkan sakit perut.
3. Model pembelajaran social
4. Menghindari untuk menghadapi masalah yang berat.
5. Bentuk varian gangguan mental lain
6. Teori psikodinamik
7. Dorongan agresivitas dan permusuhan yang ditujukan kepada orang
lain dipindahkan (lewat mekanisme represi dan displacement) ke
dalam keluhan-keluhan somatic (Kusumawardhani, AAAA, et al.
2014).
60
Kriteria diagnosis
Menurut DSM-IV-TR:
1. Preokupasi (keterpakuan) dengan ketakutan menderita, ide bahwa ia
menderita suatu penyakit serius didasarkan pada interpretasi keliru
orang tersebut terhadap gejala-gejala tubuh.
2. Preokupasi menetap walaupun telah dilakukan pemeriksaan medis
yang tepat.
3. Tidak disertai dengan waham dan tidak terbatas pada kekhawatiran
tentang penampilan (seperti pada gangguan dismorfik tubuh).
4. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan, atau fungsi penting lain.
Lama gangguan sekurangnya 6 bulan.
5. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan
kecemasan umum, gangguan obsesif-kompulsif, gangguan panik,
gangguan depresif berat, cemas perpisahan, atau gangguan
somatoform lain (Sadock, Benjamin J. 2010).
Terapi
1. Fokus menurunkan stress dan edukasi untuk menghadapi penyakit
(setting medis)
2. Farmakoterapi diberikan pada pasien dengan gangguan lain seperti
cemas dan depresi (Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014).
D. Gangguan dismorfik tubuh
Definsi
Pasien berkeyakinan kuat atau takut kalau dirinya tidak menarik atau
bahkan menjijikan. (Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014)
Etiologi
1. Depresi
2. Psikodinamik
61
Displacement konflik seksual atau emosional kepada bagian tubuh
lainnya yang tak terkait (Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014).
Kriteria diagnosis
Menurut DSM-IV-TR:
1. Preokupasi dengan bayangan cacat dalam penampilan. Jika ditemukan
sedikit anomali tubuh, kekhawatiran orang tersebut adalah berlebihan
dengan nyata.
2. Preokupasi menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis
atau gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting
lainnya.
3. Preokupasi tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mental
lain (misalnya ketidakpuasan dengan bentuk tubuh dan ukuran tubuh
pada anoreksia nervosa) (Sadock, Benjamin J. 2010).
Terapi
1. Obat-obatan yang bekerja pada serotonin, (misalnya: klomipramin dan
fluoksetin) dapat mengurangi gejala yang dikeluhkan pasien minimal
50%.
2. Pemberian antidepressant trisiklik, inhibitor monoamino-oksidase dan
pimozide bermanfaat pada kasus-kasus individual (Kusumawardhani,
AAAA, et al. 2014).
E. Gangguan nyeri
Definsi
Keluhan nyeri yang merupakan keluhan utama dan menjadi faktor
perhatian klinis. Faktor psikologis sangat berperan. (Kusumawardhani,
AAAA, et al. 2014)
Etiologi
1. Faktor psikodinamik
Terjadi konflik intrapsikik secara simbolik melalui tubuh
62
2. Faktor perilaku
Perilaku nyeri diperkuat apabila dihargai dan dihambat apabila
diabaikan atau diberi hukuman.
3. Faktor interpersonal
Nyeri sebagai sarana untuk memanipulasi dan memperoleh
keuntungan dalam hubungan interpersonal.
4. Faktor biologis
Terjadi abnormalitas strukur limbik dan sensorik atau kimiawi
(Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014).
Kriteria diagnosis
Menurut DSM-IV-TR:
1. Nyeri pada satu atau lebih tempat anatomis merupakan pusat
gambaran klinis dan cukup parah untuk memerlukan perhatian klinis.
2. Nyeri menyebabkan penderitaan yang bermakna secara klinis atau
gangguan dalam fungsi sosial, pekerjaan atau fungsi penting lain.
3. Faktor psikologis dianggap penting dalam onset, eksaserbasi
(membuat lebih buruk/bertambah parahnya suatu penyakit),
keparahan, atau bertahannya nyeri.
4. Gejala atau defisit tidak ditimbulkan secara sengaja atau dibuat-buat
(seperti pada gangguan buatan atau berpura-pura).
5. Nyeri tidak dapat diterangkan lebih baik oleh gangguan mood,
kecemasan, atau gangguan psikotik dan tidak memenuhi kriterira
dispareunia (gangguan nyeri seksual) (Sadock, Benjamin J. 2010).
Terapi
1. Pendekatan terapi harus menyertakan rehabilitasi
2. Farmakoterapi
Pemberian analgetik tidak dapat membantu pasien. Antidepressant
trisiklik dan SSRI merupakan pilihan obat yang paling efektif.
63
3. Psikoterapi
Membangun aliansi terapeutik dengan pasien empati
(Kusumawardhani, AAAA, et al. 2014).
7. Jelaskan pengertian, etiologi, penegakan diagnosis, pencegahan dan
penatalaksanaan dari gangguan mix anxiety and depression?
Definisi
Gangguan campuran ansietas dan depresi merupakan gejala kecemasan
dan depresi yang bermakna secara klinis tetapi tidak memenuhi kriteria
untuk gangguan mood spesifik atau gangguan kecemasan spesifik.
Ansietas
gangguan alam perasaan (affective) ditandai dengan perasaan ketakutan
atau kekhawatiran yang mendalam dan berkelanjutan.
Depresi
gangguan alam perasaan (mood) ditandai dengan kemurungan dan
kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga hilangnya
kegairahan hidup (Sadock, 2010).
Faktor Predisposisi & Presipitasi
Faktor Predisposisi
1. usia atau tingkat perkembangan
2. jenis kelamin
3. sosial budaya
4. pengalaman individu
5. genetik
Faktor Presipitasi
1. Stres psikososial
a. Perkawainan
b. Orang tua
c. Pekerjaan
d. Hukum, dll (Sadock, 2010)
64
Manifestasi Klinis
1. Ansietas
65
2. Depresi
Gejala utama:
a. Afek depresi.
b. Kehilangan minat dan kegembiraan.
c. Berkurangnya energi mengakibatkan meningkatnya keadaan
mudah lelah sehingga dapat timbul menurunnya aktifitas.
Gejala lainnya:
a. Konsentrasi dan perhatian berkurang
b. Harga diri dan kepercayaan diri berkurang
c. Gagasan tentang rasa bersalah dan tidak berguna
d. Pandangan masa depan yang suram dan pesimistis
e. Gagasan atau perbuatan membahayakan diri atau bunuh diri
f. Tidur terganggu
g. Nafsu makan berkurang
Kriteria Diagnosis
Kriteria Riset DSM-IV-TR Gangguan Campuran Ansietas-Depresif
A. Mood disforik yang berulang atau menetap dan bertahan sedikitnya 1
bulan
B. Mood disforik disertai 4 (atau lebih) gejala berikut selama sedikitnya 1
bulan:
1. Kesulitan berkonsentrasi atau pikiran kosong
2. Gangguan tidur (sulit untuk jatuh tertidur atau tetap tidur atau
gelisah, tidur tidak puas)
3. Lelah atau energi rendah
4. Iritabilitas
5. Khawatir
6. Mudah menangis
7. Hypervigillance
8. Antisipasi hal terburuk
9. Tidak ada harapan (pesimis yang menetap akan masa depan)
66
10. Harga diri yang rendah / rasa tidak berharga
C. Gejala menimbulkan penderitaan yang secara klinis bermakna atau
hendaya dalam area fungsi sosial, pekerjaan, atau area fungsi penting
lain.
D. Gejala tidak disebabkan efek fisiologis langsung suatu zat (contoh:
penyalahgunaan obat, pengobatan) atau kondisi medis umum.
E. Semua hal berikut ini :
1. Kriteria tidak pernah memenuhi kriteria depresif berat, gangguan
distimik, gangguan panik, atau gangguan ansietas menyeluruh
2. Kriteria saat ini tidak memenuhi gangguan mood atau gangguan
ansietas lain (termasuk gangguan ansietas / gangguan mood dalam
remisi parsial)
3. Gejala tidak lebih mungkin disebabkan gangguan jiwa lain.
(Elvira, 2014)
Penatalaksanaan
1. Farmakoterapi untuk gangguan kecemasan-depresif campuran
mungkin termasuk obat antiansietas atau obat antidepresan atau
keduanya.
Obat Antiansietas:
a. Golongan Benzodiazepine (Diazepam)
Diazepam sediaan tab. 2-5mg, ampul 10 mg/2cc
dosis anjuran l0-30mg/hari 2-3xsehari, i.v./i.m 2-10mg /3-4
jam.
b. Golongan Non-Benzodiazepine (Buspirone) Sediaan tab. 10mg
dosis anjuran 3×25mg/h
Obat AntiDepresan
Dipakai golongan Trisiklik, Tetrasiklik, MAOI-reversible, SSRI,
danAtypical
anti depresi. Dimana SSRI menjadi pilihan utama.
2. Pendekatan psikoterapeutik
67
a. Terapi kognitif atau modifikasi perilaku
b. Psikoterapi berorientasi-tilikan.
(Elvira, 2014)
Diagnosis banding
1. Gangguan ansietas; Gangguan ansietas menyeluruh
2. Gangguan mood; Gangguan distimik dan gangguan depresif ringan
3. Gangguan kepribadian; Gangguan kepribadian menghindar, dependen,
dan obsesif-kompulsi
4. Gangguan somatoform
Prognosis
Berdasarkan data klinisi sampai saat ini, pasien tampak sama besar
kemungkinannya untuk memiliki gejala ansietas yang menonjol, gejala
depresif yang menonjol, atau campuran dua gejala dengan besar yang
sama saat awitan. Selama perjalanan penyakit, dominasi gejala ansietas
dan depresif dapat muncul bergantian. Prognosis tidak diketahui
(Kusumawardhani, AAAA. 2014).
68
G. Kesimpulan
Seorang wanita 36 tahun yang datang dengan keluhan utama nyeri
kepala sejak 3 bulan yang lalu. Nyeri kepala yang di rasakan wanita
tersebut merupakan nyeri kepala primer, karena tidak disebabkan karena
kelainan anatomis, melainkan karena faktor psikis, dipertegas dari hasil
pemeriksaan fisik yang masih dalam batas normal. Stressor berasal dari
kondisi anaknya yang terkena retardasi mental padahal usianya sudah
menginjak remaja, sehingga wanita tersebut merasa cemas. Rasa cemas
tersebut membawa neurotransmitter ke sistem limbik (amygdala),
kemudian mempengaruhi hipotalamus. Hipotalamus bekerja secara
stimultan dan langsung pada sistem saraf otonom. Sistem saraf otonom
memacu saraf simpati, kemudian memacu pelepasan hormon adrenalin
(epinefrin) sehingga terjadi vasokonstriksi pembuluh darah, meningkatnya
denyut jantung, tekanan otot meningkat, yang menyebabkan gejala dan
tanda berupa nyeri kepala, keringat dingin, dan palpitasi. Akibat rasa cemas
terhadap anaknya yang mengidap retardasi mental sehingga mengganggu
siklus tidur wanita tersebut, yang berakibat wanita tersebut mengalami
gangguan tidur.
Diagnosis banding yang ditegakkan antara lain: gangguan cemas
menyeluruh, gangguan panik, gangguan phobia, dan OCD. Tetapi yang
menjadi diagnosis utama adalah gangguan cemas menyeluruh. Hal tersebut
dapat dilihat dari stressor yang mempengaruhi, dan juga gejala timbul
setiap hari dan terjadi pada waktu tertentu (mengambang).
Penatalaksanaannya berupa farmako terapi: benzodiazepine,
buspirone. Dan penatalaksanaan psikoterapi berupa cognitive behaviour
therepy, terapi supportif, dan terapi berorientasi tilikan diri. Prognosis baik
jika pasien mentaati farmakoterapi dan psikoterapi yang diberikan dan
disarankan oleh dokter.
69
H. Saran
1. Mahasiswa kurang kritis dan kurang sistematis dalam diskusi sehingga
mahasiswa harus lebih banyak mencari referensi sebelum diskusi.
2. Sesi kedua diskusi mahasiswa hanya mencari referensi mengenai
diagnosis kerja dan tidak mencari diagnosis banding sehingga
informasi yang didapatkan kurang.
3. Mahasiswa seharusnya mencari referensi mengenai diagnosis banding
dan bagaimana cara menyingkirkannya dalam mengatasi hal tersebut.
70