no,3 2o14 issn 1693-3751 - poltekkesdepkes-sby.ac.id

4
VOL. XII No,3 DESEMBER 2O14 ISSN 1693-3751 LINGKUNGAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA CHIKUNGUNYA STUDI KASUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KANDANGSAPI KOTA PASURUAN TAHUN 2014 Syauban Amaldi Kusumo, AT. Diana Nerawati, Sudjarwo ABSTRACT Chikungunya is an environment-based disease; an infectious disease caused by the Chikungunya virus (CHIKV), tiansmitted by Aedes aegyptiand Aedes albopictus. The disease is characterized by fever, joint pain, muscle pain, rash and seizures or loss of consciousness. Environmental factors are is closely linked to ihe occurence of Chikungunya and particularly the presence of Chikungunya virus and the vector. On the other hand, social environmental factors also contribute to the physical environmental condition of the host. The purpose of the present study was the determine to what extent the environmental factors contributed to the occurence of Chikungunya in the service area of Kandangsapi Community Health Center. The present study was of analytical nature using a retrospective approach in which the effects (disease or health status) were identified at this'time and then the risk factors were identified for their precence in the past. Subjects of this study were 14 patients living In Kelurahan Petamanan, located within the service area of Kandangsapi Community Health Center. They were diagnosed with Chikungunya in May-January 2014. Data were analyzed by using odds ratios. Result showed that poor social environment contributed to the occurence of Chikungunya (OR) 3,2 times higher than that of good social environment, whereas the physical did not pose any risk to the occurence of Chikungunya (OR= 1) It is recomended that Kandangspi Community Health Center provides elaborate information on Chikungunya, 3M measures and healthy homes principles to the communities with regard to the prevention and control of Chikungunya. Keywords : Chikungunya, Environment PENDAHULUAN Menurut dr. Rita Kusriastuti, Msc (2012: iv) Dewasa ini Indonesia menghadapi beban ganda dalam pembangunan kesehatan, karena meningkatnya beberapa penyakit menular (re- emerging diseases), sementara penyakit tidak menular dan penyakit degenerative juga mulai meningkat. Di samping itu timbul pula berbagai penyakit baru (new-emerging diseases), seperti SARS (serzere acute respiratory syndrome), Avian Influenza, MERS (Mlddle East Respiratory Syndrome), Ebola dan Chikungunya. Salah satu penyakit menular yang perlu menjadi perhatian adalah Chikungunya yang jumlah kasusnya cenderung meningkat serta penyebarannya semakin luas dan cenderung menimbulkan KLB (kejadian luar biasa), walaupun belum pernah dilaporkan adanya kematian karena penyakit ini. Menurut Heriyanto (2005) di Indonesia demam Chikungunya pertama kali terjadi di Samarinda tahun 1973, tahun 1982 di Jambi, dan 1984 di Nusa Tenggara Timur, Timor timur, sedangkan tahun 1985 di Maluku, Sulawesi Utara dan Irian Jaya. Setelah hampir 20 tahun tidak ada kejadian, antara 2001 mulai dilaporkan adanya KLB kembali. Tahun 2002 kasus Chikungunya terjadi di Aceh, Sumatera Selatan, dan Jawa Barat. Dari tahun 2000 - 2007 terjadi 18.169 kasus tanpa kematian. Pada tahun 2008 dilaporkan terjadi di Jawa Barat, DKI Jakafta, Banten, Sumatera Barat, dan DI Yogyakata dengan 3.592 kasus tanpa kematian. Menurut Depkes RI (2009) pada tahun 2009 kasus Chikungunya terbesar terjadi di Provinsi Bangka Belitung dengan 24.291 kasus. Sedangkan pada tahun 2010 Jawa Barat menjadi provinsi dengan kenaikan Chikungunya yang signifikan. (Adriyani, 2012:7) Pada September 2001 sampai Maret 2003, 24 kasus dugaan wabah virus CHIK telah dilaporkan di seluruh Indonesia. Sebagian besar wabah (83o/o) terjadi dipulau Jawa, hampir setengahnya (46%o) terjadi di provinsi berpenduduk padat Jawa Tengah. Dugaan chikungunya peftama kali terjadi di Bireun, Provinsi Aceh, yang terletak di Indonesia barat utara pada bulan September 2001, secara progresif bergerak ke arah timur Indonesia, dengan penyebaran terakhir kali terlihat di Klaten (Jawa Tengah), Tangerang dan Bekasi (Jawa Barat), dan Pasuruan (Jawa Timur), pada Maret 2003. Menurut profil Dinas Kesehatan Kota Pasuruan, pada tahun 2013 di Kota Pasuruan terdapat 74 kasus Chikungunya. Pada survey pendahuluan di wilayah kerja Puskesmas Kadangsapi Kelurahan Petamanan Kota Pasuruan diperoleh data tentang penyakii Chikungunya selama satu tahun terakhir, (2013) terjadi KLB di Kelurahan Petamanan dengan jumlah penderita 14 orang. Faktor risiko yang mendukung tingglnya kasus Chikungunya pada masyarakat disuatu GEMA KESEHATAN LINGKUNGAN 103

Upload: others

Post on 18-Nov-2021

7 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: No,3 2O14 ISSN 1693-3751 - poltekkesdepkes-sby.ac.id

VOL. XII No,3 DESEMBER 2O14 ISSN 1693-3751

LINGKUNGAN SEBAGAI FAKTOR RISIKO TERJADINYA CHIKUNGUNYASTUDI KASUS DI WILAYAH KERJA PUSKESMAS KANDANGSAPI KOTA PASURUAN TAHUN 2014

Syauban Amaldi Kusumo, AT. Diana Nerawati, Sudjarwo

ABSTRACT

Chikungunya is an environment-based disease; an infectious disease caused by the Chikungunya virus

(CHIKV), tiansmitted by Aedes aegyptiand Aedes albopictus. The disease is characterized by fever, joint

pain, muscle pain, rash and seizures or loss of consciousness. Environmental factors are is closely linked toihe occurence of Chikungunya and particularly the presence of Chikungunya virus and the vector. On the

other hand, social environmental factors also contribute to the physical environmental condition of the

host. The purpose of the present study was the determine to what extent the environmental factors

contributed to the occurence of Chikungunya in the service area of Kandangsapi Community Health

Center.The present study was of analytical nature using a retrospective approach in which the effects

(disease or health status) were identified at this'time and then the risk factors were identified for theirprecence in the past. Subjects of this study were 14 patients living In Kelurahan Petamanan, located within

the service area of Kandangsapi Community Health Center. They were diagnosed with Chikungunya in

May-January 2014. Data were analyzed by using odds ratios.Result showed that poor social environment contributed to the occurence of Chikungunya (OR)

3,2 times higher than that of good social environment, whereas the physical did not pose any risk to the

occurence of Chikungunya (OR= 1)It is recomended that Kandangspi Community Health Center provides elaborate information on

Chikungunya, 3M measures and healthy homes principles to the communities with regard to theprevention and control of Chikungunya.

Keywords : Chikungunya, Environment

PENDAHULUANMenurut dr. Rita Kusriastuti, Msc (2012: iv)

Dewasa ini Indonesia menghadapi beban ganda

dalam pembangunan kesehatan, karenameningkatnya beberapa penyakit menular (re-emerging diseases), sementara penyakit tidakmenular dan penyakit degenerative juga mulaimeningkat. Di samping itu timbul pula berbagaipenyakit baru (new-emerging diseases), sepertiSARS (serzere acute respiratory syndrome), AvianInfluenza, MERS (Mlddle East RespiratorySyndrome), Ebola dan Chikungunya. Salah satupenyakit menular yang perlu menjadi perhatian

adalah Chikungunya yang jumlah kasusnya

cenderung meningkat serta penyebarannya

semakin luas dan cenderung menimbulkan KLB

(kejadian luar biasa), walaupun belum pernah

dilaporkan adanya kematian karena penyakit ini.

Menurut Heriyanto (2005) di Indonesiademam Chikungunya pertama kali terjadi di

Samarinda tahun 1973, tahun 1982 di Jambi, dan1984 di Nusa Tenggara Timur, Timor timur,sedangkan tahun 1985 di Maluku, Sulawesi Utara

dan Irian Jaya. Setelah hampir 20 tahun tidakada kejadian, antara 2001 mulai dilaporkanadanya KLB kembali. Tahun 2002 kasus

Chikungunya terjadi di Aceh, Sumatera Selatan,dan Jawa Barat. Dari tahun 2000 - 2007 terjadi18.169 kasus tanpa kematian. Pada tahun 2008dilaporkan terjadi di Jawa Barat, DKI Jakafta,Banten, Sumatera Barat, dan DI Yogyakatadengan 3.592 kasus tanpa kematian. Menurut

Depkes RI (2009) pada tahun 2009 kasusChikungunya terbesar terjadi di Provinsi Bangka

Belitung dengan 24.291 kasus. Sedangkan pada

tahun 2010 Jawa Barat menjadi provinsi dengankenaikan Chikungunya yang signifikan. (Adriyani,2012:7)

Pada September 2001 sampai Maret 2003,24 kasus dugaan wabah virus CHIK telahdilaporkan di seluruh Indonesia. Sebagian besarwabah (83o/o) terjadi dipulau Jawa, hampirsetengahnya (46%o) terjadi di provinsiberpenduduk padat Jawa Tengah.

Dugaan chikungunya peftama kali terjadi diBireun, Provinsi Aceh, yang terletak di Indonesiabarat utara pada bulan September 2001, secaraprogresif bergerak ke arah timur Indonesia,dengan penyebaran terakhir kali terlihat di Klaten(Jawa Tengah), Tangerang dan Bekasi (JawaBarat), dan Pasuruan (Jawa Timur), pada Maret2003.

Menurut profil Dinas Kesehatan KotaPasuruan, pada tahun 2013 di Kota Pasuruan

terdapat 74 kasus Chikungunya. Pada surveypendahuluan di wilayah kerja PuskesmasKadangsapi Kelurahan Petamanan Kota Pasuruan

diperoleh data tentang penyakii Chikungunyaselama satu tahun terakhir, (2013) terjadi KLB diKelurahan Petamanan dengan jumlah penderita14 orang.

Faktor risiko yang mendukung tingglnyakasus Chikungunya pada masyarakat disuatu

GEMA KESEHATAN LINGKUNGAN 103

Page 2: No,3 2O14 ISSN 1693-3751 - poltekkesdepkes-sby.ac.id

daerah adalah faldor environmenf (lingkungan),fal<tor agent (penyebab penyakit), dan faktorhosf (pejamu). Menurut Nasri Noor faktorlingkungan terdiri dari : lingkungan fisik,lingkungan biologis dan lingkungan sosial.

PENELITIAN ini bertujuan untuk mengetahuiseberapa besar faktor lingkungan sebagai rislkoterjadinya Chikungunya di wilayah kerjaPuskesmas Kandangsapi Pasuruan.

TINJAUAN PUSTAKAEpidemiologi Chikungunya

Penyakit Chikungunya adalah jenis penyakitmenular yang disebabkan oleh virus Chikungunya(CHIKV) yang ditularkan melalui gigitan nyamukAedes aegypti dan Aedes albopictus.Chikungunya merupakan penyakit re-emergrngyaitu penyakit yang keberadaan nya sudah adasejak lama tetapi sekarang muncul kembali.Namanya berasal dari bahasa Swahili yangberafti "yang melengkung ke atas", yangmerujuk kepada tubuh yang membungkuk akibatgeja la-gejala a rth riti s.

Virus Chikungunya merupakan anggotagenus alphavirus dalam famili togaviridae. StrainAsia merupakan genotypesyang berbeda denganyang di Afrika. Virus Chikungunya disebut jugaArbovirus,4 Chikungunya type, CHIK, CK. Vlionsmengandung satu molekul single standed RNA.Virus dapat menyerang manusia dan hewan.Virions dibungkus oleh lipid membrane,pleomorphic, sperical, dengan diameter 70 nm.Pada permukaan envelope didapatkanglycoprotein (terdiri dari 2 virus proteinmembentuk heterodimer). Nucleocapsldsisometric berdiamter 40 nm. Virus menyerangsemua usia, baik anak-anak maupun dewasa didaerah endemis.

Chikungunya merupakan infeksi viral akutdengan onset mendadak. Masa inkubasinyaberkisar antara 2-20 hari, namun biasanya hanya3-7 hari. Manifestasi klinis berlangsung 3-10 hari,yang ditandai dengan demam, nyeri sendi(artralgia), nyeri otot (mia/gla), berca kkemerahan pada kulit, sakit kepala, kejang danpenurunan kesadaran, infeksi saluranpernafasan.

Faktor-FaktorChikungunya

Risiko Terjadinya

a. Faktor PejamuFaktor pejamu terdiri dari imunitas, umur, danstatus gizi.b. Faktor Penyebab PenyakitFaktor penyebab penyakit ini adalah virusChikungunya yang termasuk kelompok virusRNA yang mempunyai selubung. Merupakansalah satu anggota "group A" arihropode borneviruses (flavivirus), dalam genus alphavirus danfamili Togaviridae.c. Faktor Lingkungan

Faktor lingkungan memegang peranan yangcukup penting dalam menentukan terjadinyaproses interaksi antara pejamu dengan unsurpenyebab dalam proses terjadinya penyakit.Faktor ini terdiri dariLingkungan Biologis yaitu keberadaan virusChikungunya itu sendiri, berbagal binatang dantumbuhan yang dapat mempengaruhi agenttersebut sefta perkembangan vektor penyakitChikungunya yaitu Aedes aegypti dan Aedesalbopictus yang berfungsi reservoar/sumberpenyakit atau pejamu antara.Lingkungan Fisik adalah lingkungan fisik rumahyang meliputi pencahayaan, suhu, kelembaban,ventilasi dan kepadatan hunian.Menurut Budiyono (2006) cahaya merupakanfaktor utama yang mempengaruhi nyamukberistirahat pada suatu tempat. Intensitascahaya yang rendah dan kelembaban yangtinggi merupakan kondisi yang baik baginyamuk. Intensitas pencahayaan untukkehidupan nyamuk adalah <60 lux.Dalam penelitian Santoso (2011) mengatakanvirus Chikungunya hampir sama dengan virusdengue yaitu hanya endemik di daerah tropisdimana suhu memungkinkan untuk perkembangbiakan nyamuk. Suhu optimum peftumbuhannyamuk adalah 25oC-27oC.Menurut Kepmenkes No:829/MENKESIVIUt999 tentang persyaratankesehatan perumahan, kelembaban di dalamrumah yang baik adalah berkisar antara 40?o -70o/o. Menurut Santoso (2011) Rata-ratakelembaban untuk peftumbuhan nyamuk adalah650/o-900/o. Luas ventilasi yang memenuhisyarat kesehatan adalah Z. !0o/o luas lantairumah serta hunian dikatakan memenuhi syaratapabila terdapat >8m2lorang.Lingkungan sosial adalah tingkat pengetahuanwarga tentang Chikungunya, tingkatpengetahuan warga tentang tindakan 3M, danketerjangkauan pelayanan kesehatan.Pengetahuan adalah merupakan hasil dar-i tahu,dan ini terjadi setelah orang melakukanpenginderaan terhadap suatu objek tertentu.Penginderaan terjadi melalui panca inderamanusia, yakni indera penglihatan,pendengaran, penciuman rasa dan raba.Sebagian besar pengetahuan diperoleh darimata dan telinga. Upaya pencegahandititikberatkan pada pemberantasan nyamukpenular, dengan membasmi jentik nyamukpenular di tempat perindukannya. Pencegahanbisa dengan tindakan 3M adalah menguburbarang-barang bekas yang dapat menampungair hujan yang dapat menjadi perindukannyamuk Aedes aegyptr. Selain itu dapat puladilakukan dengan cara biologis, fisik maupunkimiawi. Keterjangkauan pelayanan kesehatanmencakup jarak, waktu, dan biaya yangdibutuhkan untuk menuju ke pelayanankesehatan. Keterjangkauan pelayanankesehatan yang kurang akan menyebabkan

GEMA KESEHATAN LINGKUNGAN 104

VOL. XII No.3 DESEMBER 2014 ISSN 1693-s761

Page 3: No,3 2O14 ISSN 1693-3751 - poltekkesdepkes-sby.ac.id

VOL. XII No. 3 DESEMBER 2014 ISSN 1693-3761

masyarakat enggan untuk berobat sehinggarisiko penyebaran penyakit Chikungunya akanlebih tinggi.

METODE PENELITIANJenis Penelitian: penelitian ini merupakanpenelitian Analitik dengan pendekatan

retrospective.Objek Penelitian: Penderita Chikungunya di

wilayah kerja Puskesmas Kandangsapi yangdinyatakan menderita Chikungunya pada bulanMei 2013 - lanuari 2014 yang berjumlah 14

orang dan kontrol merupakan orang yang tinggaldi depan, samping atau belakang rumahpenderita yang tidak menderita Chikungunyaberjumlah 14 orang.Variabel PenelitianLingkungan sosial: a. Tingkat pengetahuanwarga tentang penyakit Chikungunya, b. Tingkatpengetahuan warga tentang tindakan 3M, c.Keterjangkauan pelayanan kesehatanLingkungan fisik: a. Pencahayaan, b. Suhu, c.Kelembaban, d. Ventilasi, e. Kepadatan hunianPengolahan dan Analisis Data: Data diolahdengan melakukan tabulasi kemudian dianalisissecara deskriptive untuk menggambarkankeadaan masing-masing variabel lingkungan fisikdan lingkungan sosial, serta analisismenggunakan Odds Ratio untuk mengukurbesarnya rislko untuk mendapatkan penyakit,jika seseorang ekspos dengan lingkunganteftentu di banding yang tidak, dengan rumus:

oR=#

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

1. FaKor Lingkungan SosialTingkat Pengetahuan Teentang Chikungunya dan3M (Menguras, Menutup, Mengubur)Tingkat pengetahuan tentang Chikungunyadengan kriteria kurang pada kelompok kasussebesar 640/o dan pada kelompok kontrol sebesar29o/o. Sebagian besar responden kurangmengerti mengenai penyebab penyakitChikungunya. Responden menganggap penyebabdari penyakit Chikungunya atau yang familiardisebut flu tulang ini adalah dari langsungnyamuk.Tingkat pengetahuan tentang tindakan 3M

kategori kurang pada kelompok kasus sebesar50% dan pada kelompok kontrol sebesar 4370.Sebagian besar masyarakat sudah faham tentangtindakan 3M, tetapi pada penerapanya tindakan3M tidak dilakukan dengan benar. Sebagaicontoh sebagian kecil responden menyimpanbarang-barang bekas di halaman rumah yangdapat menampung air hujan daripadamenguburnya.Hendaknya diadakan penyuluhanoleh kader kesehatan lingkungan untukmemberikan informasi mengenai Chikungunyadan tindakan 3M untuk meningkatkan tingkatpengetahuan masyarakat tentang Chikungunya.

Keterjangkauan Pelayanan KesehatanKeterjangkauan pelayanan kesehatan kategorikurang pada kelompok kasus sebesar 640/o danpada kelompok kontrol sebesar 29o/o. Jarak rata-rata lingkungan responden dengan saranapelayanan kesehatan Puskesmas Pembantuadalah >2 kfir, oleh karena itu sebagianresponden memerlukan biaya untuk aksesmenuju Puskesmas. Sedangkan masyarakatmempunyai tingkat ekonomi atau pendapatanyang berbeda. Hendaknya diadakan promosikesehatan pada warga agar mau untuk berobatke Puskesmas, karena penanganan yang lebihcepat akan menurunkan risiko penularanpenyakit yang lebih meluas.Data hasil penelitian dianallsis dengan OR=3,2yang artinya bahwa faktor risiko lingkungansosial responden yang kurang baik memberikanrisiko terhadap terjadinya Chikungunya sebesar3,2 kali lebih tinggi dibandingkan denganlingkungan sosial responden yang baik.2. Faktor Lingkungan fisikPencahayaan, Suhu, Kelembaban, Luas Ventilasi,Dan Kepadatan Hunian.Sebagian besar responden memiliki intensitaspencahayaan <60 lux atau tidak memenuhisyarat sebesar 11 rumah (79o/o) pada kelompokkasus dan 7 rumah (50%) pada kelompokkontrol.Keadaan lingkungan pemukiman yangrapat dan tidak adanya genting kaca dan jendelayang jarang dibuka membuat sebagian besarrumah responden gelap.Sebagian besar responden memiliki suhu didalamrumah <30oC atau tidak memenuhi syaratsebesar 7 rumah (50o/o) pada kelompok kasusdan 5 rumah (360lo) pada kelompok kontrol.Faktor penyebabnya adalah jendela rumahresponden yang jarang sekali dibuka, tingkatpencahayaan yang kurang dan kelembaban yangtinggi.Sebagian besar responden memiliki kelembabandidalam rumah <680/o atau tidak memenuhisyarat sebesar 10 rumah (7lo/o) pada kelompokkasus dan 6 rumah (43o/o) pada kelompokkontrol. Berdasarkan hasil pengukurankelembaban di dalam rumah respondenkelembaan berkisar antara 687o sampai 80o/o.

Kurangnya pencahayaan di dalam rumah men;adisalah satu faktor terlalu tingginya kelembaban didalam rumah.Sebagian besar responden memiliki luas ventilasididalam rumah < 10o/o luas lantai atau tidakmemenuhi syarat sebesar B rumah (57%) padakelompok kasus dan 5 rumah (360lo) padakelompok kontrol. Faktor yang menyebabkankurangnya luas ventilasi rumah responden adalahrendahnya pengetahuan akan kondisi rumahyang sehat. Berdasarkan hasil pengukuran luasventilasi berkisar antara 2m2 - 5m2.

Sebagian responden memiliki kepadatan hunian<Sm2/orang atau tidak memenuhi syarat sebesar8 rumah (57%) pada kelompok kasus dan 5

rumah (360lo) pada kelompok kontrol. Faktor

GEMA KESEHATAN LINGKUNGAN 105

Page 4: No,3 2O14 ISSN 1693-3751 - poltekkesdepkes-sby.ac.id

yang menyebabkan padat penghuni adalah

, sempitnya luas rumah yang tidak sebandingI dengan jumlah penghuni.

Data hasil penelitian dianalisis dengan nilai OR =1 yang artinya tidak ada hubungan antaralingkungan fisik dengan terjadinya Chikungunyaatau lingkungan fisik tidak memberikan risikoterhadap terjadinya Chikungunya.

Tetapi, hendaknya diadakan penyuluhan tentangpenyakit Chikungunya, tlndakan 3M dan rumahsehat kepada masyarakat melaui media informasiyang ada atau secara langsung melalui posyanduatau pertemuan warga di Puskesmas/ Dinkessetempat.

RUJUKANAdriyani, Siska, 2012. Hubungan Antara Faktor

Iklim dengan Kejadian penyakitChikungunya di Wlayah Jawa BaratTahun 2002-201A Tesis : UniversitasIndonesia: L, 2, 7, 16, 17, 26, 27.

Alfatulaili, Wahyu Tri, ZOl2. HubunganKelembaban dengan Kejadian TB paru diWlayah Kerla Puskesmas RogotrumanKecamatan Lumajang. KfI : politeknikKesehatan Kementerian Kesehatan,Surabaya.

Anies, 2006. Seri Lingkungan dan penyakitManajemen Berbasis Lingkungan SolusiMencegah dan Menanggulangi penyakitMenular. Jakarta, pT Elex MediaKomputindo: 73,77.

Arief, Malfayetty, 2012. Determinan pemilihanPersalinan di Fasilitas Kesehatan (AnalisisData dan Riset Kesehatan Dasar Tahun2010). Tesis : Pasca Sarjana, UniversitasIndonesia, Depok,http ; //lontar.ui.ac. id/ftte=dioitat/20308038-Tolo203 1666-Determina n %20oem iliha n-fullo/o20text.pdf diakses pada 23 Januaripukul 21.30 WIB.

Azwar. Azrul. Prihantono, Joedo, 2003.Metodoloai Penelitian. lakarta, BinaruoaAksara: 43.

Harun, Riyanto, 2008. Deteksi Dini DemamBerdarah dan Chikungunya, Jakafta,Gemari. Edisi86.

Ruslan, 2011. Kepadatan Hunian,http://iuslanskm. blogspot.com/201 1i01lhubungan-kepadatan-hunian-ventilasi 03.html di akses oada 22Januari 2014 pukul 22.30 WIB.

Kementerian Kesehatan RI, Direktorat JenderalPengendalian Penyakit dan penyehatanLingkungan, 20t2. PedomanPengendalian Demam Chlkungunya.Jakarta, Edisi Kedua: iv, 5, 6,7, 8, g, 23.

KESIMPULAN1. Lingkungan sosial yang kurang baik,

memberikan risiko terhadap terjadinyaChikungunya sebesar (OR) 3,2 kali lebihtinggi dibandingkan dengan lingkungan sosialyang baik.

2. Lingkungan fisik yang kurang bai( tidakmemberikan risiko terhadap terjadinyaChikungunya (OR = 1), dibandingkan denganlingkungan fisik yang baik.

SARANDisarankan bagi pihak Puskesmas Kandangsapisebaiknya memberikan penyuluhan tentangpenyakit Chikungunya, tindakan 3M dan rumahsehat kepada masyarakat melalui mediainformasi yang ada atau secara langsung melaluiPosyandu atau pedemuan warga di puskesmas/Dinkes setempat.

Keputusan Menteri Kesehatan Republik IndonesiaNomor 829/MENKES/Vfi/t999 TentangPersyaratan Kesehatan perumahan.

Kesumawati, Upik, 2006. penyakit Tular Vektor:Penyakit Chikungunya. Bogor, FakultasKedokteran Hewan IpB.

Notoadmodjo, Soekidjo, 1997. pengantarPendidikan dan llmu perilaku Kesehatan.Jakafta, Rineka Cipta: 94.

Notoadmodjo, Soekidjo, 2007. KesehatanMasyarakat llmu Dasar dan Seni. Jakata,Rineka Cipta: 166.

Notoadmodjo, Soekidjo, 2010. MetodotogiPenelitian Kesehatan. Jakarta, RinekaClpta: 41 - 42, \82.

Noor, Nasri Noor, 1997. Dasar Epidemiologi.Jakafta, Rineka Cipta: 28 - 29.

Noor, Nasri Noor, 2008. Epidemiotogi. Jakafta,Rineka Cipta: 248.

Ryadi, Slamet. 1997. Epideniologi. Surabaya,Depaftemen Kesehatan RI: 18.

Santoso, Fitri, zA11. Analisis Faktor ya{tgBerhubungan dengan KejadianChikungunya di Wilayah Kerja puskesmasGunung Pati Kota Semarang Tahun 20j0.Skripsi : Universitas Negeri Semarang: 1,12, t4,15,17,19, 19, 21,32,33,34.

Supaftha, I Wayan, 2008. pengendalian TerpaduVektor Virus Demam Berdarah Dengue,Aedes Aegipty dan Aedes Atbopictus.htto: //dies. unud.ac. id/wp-content/uploadsl2008/09/ma kala h-supartha-baru.pdf. Universitas Udayana:6, 9. Diakses pada 20 januari 2014 pukul15.45.

Supriastuti, 2007. Re-Emergensi Chikungunya:Epidemiologi dan peran Vektor padaPenyebaran Penyakit Jakafta, FakultasKedokteran Universitas Trisa kti.

Widoyono, 201t- Penyakit Tropis Epidemiologi,Penularan, Pencegahan danPemberantasanya. Jakarta, Erlangqa.Edisi Kedua; 87, 82,84, 85.

GEMA KESEHATAN LINGKUNGAN 106