mutah.rtf

Download Mutah.rtf

If you can't read please download the document

Upload: romlah-satuempatduaduaduadelapan

Post on 11-Jan-2016

224 views

Category:

Documents


2 download

TRANSCRIPT

Mutah

Mutah atau Zuwaaj Muaggot itu yang dimaksud adalah kawin kontrak. Waktunya terserah perjanjian yang disetujui oleh kedua belah pihak. Boleh satu tahun, boleh satu bulan, boleh satu hari, boleh satu jam dan boleh sekali main. Sedang batas wanita yang di Mutah terserah si laki-laki, boleh berapa saja, terserah kekuatan dan minat si laki-laki. Mereka tidak saling mewarisi bila salah satu pelakunya mati, meskipun masih dalam waktu yang disepakati. Juga tidak wajib memberi nafkah (belanja) dan tidak wajib memberi tempat tinggal.

Mutah dilakukan tanpa wali dan tanpa saksi, begitu pula tanpa talaq, tetapi habis begitu saja pada akhir waktu yang disepakati. Pelakunya boleh perjaka atau duda, bahkan yang sudah punya istri. Sedang si wanita boleh masih perawan atau sudah janda, bahkan menurut fatwa khumaini seseorang boleh melakukan Mutah sekalipun dengan WTS. Adapun tempatnya boleh dimana saja, baik di dalam rumah sendiri maupun di luar rumah.

Apa hukumnya MUTAH ?

Ahlus Sunnah Waljamaah sepakat bahwa Mutah hukumnya haram. Dan diantara perawi haramnya Mutah adalah Al-Imam Ali kw.

Oleh karena itu di zaman Khalifah Ali bin Abi Thalib dan Khalifah-khalifah sebelumnya dan sesudahnya Mutah hukumnya haram.

Memang di Zaman Rasulullah SAW, diwaktu peperangan yang memakan waktu yang lama, dengan maksud menjaga hal-hal yang tidak diinginkan, Mutah pernah diperbolehkan, tetapi kemudian diharamkan

oleh Rasulullah SAW, setelah mendapat perintah dari Allah SWT.

Dalam hal ini Rasulullah pernah bersabda yg artinya :

Wahai manusia sesungguhnya aku pernah membolehkan bagi kalian bersenang-senang dengan wanita (Mutah), maka ketahuilah bahwa Alloh telah mengharamkannya sampai hari kiamat. Barang siapa masih memilikinya, hendaknya dilepaskan dan jangan kalian ambil sedikitpun dari apa yang telah kalian berikan.

Itulah sebabnya umat Islam tidak ada yang melakukan Mutah, sebab hukumnya sama dengan berzina.

Dalam hal ini Imam Jafar Ash-Shadiq mengatakan :

( )

Mutah itu sama dengan zina.

(Al-Baihaqi)

Sebenarnya hampir semua aliran Syiah juga mengharamkan Mutah, terkecuali aliran Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah saja yang memperbolehkan Mutah. Jadi golongan Syiah sendiri tidak sepakat dalam menghalalkan Mutah dan hanya satu aliran saja yang memperbolehkan Mutah, yaitu Syiah Imamiyah Itsna Asyariyah atau Syiahnya Khumaini.

Sebagai contoh, Syiah zaidiyah mengharamkan Mutah, demikian juga Syiah Ismailiyah, mereka juga mengharamkan Mutah dan hanya Syiah Khomaini saja yang menghalalkan Mutah. Memang Syiah Imamiyah Itsnaasyariyah itu paling sesat diantara aliran-aliran Syiah yang lain.

Menurut ulama-ulama Syiah, bahwa yang mengharamkan Mutah adalah Kholifah Umar, benarkah?

Itulah orang-orang Syiah, mereka memang ahli dalam membuat hadist-hadist palsu dan ahli dalam membuat cerita-cerita guna menunjang dan menguatkan ajaran-ajaran mereka. Tetapi mereka tidak memikiran akibat dari cerita-cerita palsu mereka. Karena cerita-cerita semacam itu akan mempunyai resiko dan konsekwensi yang sangat besar.

Rasulullah saw pernah bersabda :

Barangsiapa menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal, maka dia telah kafir.

Dengan demikian berarti Khalifah Umar telah kafir, karena dia telah mengharamkan Mutah yang halal (Khasya). Itulah tujuan ulama-ulama Syiah, mereka selalu membuat cerita-cerita palsu guna mendiskriditkan Kholifah Umar.

Tidakkah orang-orang Syiah itu tahu bahwa cerita-cerita semacam itu mempunyai resiko dan konsekwensi yang sangat besar dan berbahaya. Sebab bila Khalifah Umar merubah hukum Allah sampai membuatnya kafir, lalu dimanakah Imam Ali pada saat itu, padahal beliau dikenal sebagai penasehat Kholifah Umar, mengapa beliau berdiam diri dan tidak mengambil tindakan, bahkan setuju dan mengikuti serta melaksanakan hukum tersebut. Tidakkah ulama-ulama Syiah itu tahu bahwa : ARRIDHO BILKUFRI KUFRON .

Kemudian bila Kholifah Umar itu kafir, mengapa beliau diambil menjadi menantu Imam Ali, sampai mempunyai dua anak. Apakah ulama-ulama tersebut juga termasuk ulama-ulama Syiah yang berkata, bahwa yang di nikahi Kholifah Umar itu bukan Ummu Kulsum putri Imam Ali, tapi jin yang menyerupai Ummu Kulsum ?

Kemudian apabila Kholifah Umar itu kafir, bagaimana Imam Ali kok diam dan menyetujui Kholifah Umar dimakamkan di sebelah atau seruangan bersama Rasulullah saw.

Selanjutnya, disamping Imam Ali, para sahabat juga menjadi korban dari cerita-cerita tersebut dan mereka juga akan terkena sangsi. Sebab mereka juga menyetujui tindakan Kholifah Umar yang telah mengharamkan Mutah tersebut dan para sahabat itu tetap sholat (Makmum) di belakang Kholifah Umar.

Memang itulah diantara tujuan orang-orang Syiah, mereka benar-benar benci kepada para sahabat. Oleh karena itu mereka mengatakan bahwa para sahabat setelah Rasulullah saw wafat, mereka menjadi murtad dan tinggal beberapa orang saja (Al-Kaafi).

Mana yang lebih besar dosanya, berzina apa melakukan Mutah?

Berzina adalah suatu perbuatan yang diharamkan oleh Allah SWT. Karenanya orang yang telah melakukan Zina, dia akan merasa bersalah dan kemudian bertaubat, sebab dia merasa telah melanggar larangan Allah. Adapun orang yang melakukan Mutah, pertama dia mendapat dosa seperti dosanya orang yang melakukan perbuatan Zina. Kemudian jika dia menganggap Mutah itu halal, padahal Allah melalui RasulNya sudah mengharamkan Mutah, maka disamping dia mendapat dosanya orang yang berzina, dia juga mendapat dosa yang sangat besar, yaitu dosanya orang yang merubah hukum Allah, sesuatu yang haram dia halalkan.

Mengenai orang yang suka menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal, Rasulullah saw pernah bersabda :

Barang siapa menghalalkan sesuatu yang haram atau mengharamkan sesuatu yang halal, maka dia telah kafir.

Dengan demikian jelas sekali bahwa melakukan Mutah dosanya lebih besar daripada berzina.

Tidak cukup menghalalkan Mutah, ulama-ulama Syiah Imammiyah Itsnaasyariyyah itu bahkan memberi kedudukan tinggi sederajat dengan Rasululllah saw, bagi orang-orang yang melakukan Mutah.

Dibawah ini kami bawakan satu hadist palsu, yang ada dalam kitab syiah Minhayus Shodiqin halaman 356, sekaligus sebagai bukti penghinaan orang-orang Syiah kepada Rasulullah saw dan Ahlul Bait :

Barang siapa melakukan Mutah sekali, maka derajatnya sama dengan derajat Husin, barang siapa melakukkan Mutah dua kali, maka derajatnya sama dengan derajat Hasan, barang siapa yang melakukkan Mutah tiga kali, maka derajatnya sama dengan derajat Ali dan barang siapa melakukkan Mutah empat kali, maka derajatnya sama dengan derajatku.

Demikian kekurangajaran ulama-ulama Syiah, mereka mengukur derajad Rasulullah saw dan Ahlul Bait dengan perbuatan Mutah. Sungguh satu kebiadaban yang tidak ada taranya.

Kawin Kontrak: Antara Agama, Hukum dan Realita

Diyakini banyak kalangan kawin kontrak menimbulkan mudharat yang lebih besar ketimbang maslahah. Utamanya di pihak perempuan dan anak

Aru/CRH/CRI

Dibaca: 7110 Tanggapan: 3

Jalur kawasan Puncak pernah memiliki daya tarik baru selain pesona keindahan alamnya. Ya, kawasan dengan udara cukup sejuk itu sempat dikenal sebagai lokasi praktik kawin kontrak. Hal itu terungkap setelah aparat melakukan sweeping beberapa waktu lalu. Beberapa pelaku dideportasi ke negara asal.

Praktik kawin kontrak di Indonesia diperkirakan telah berlangsung lama. Adriana Venny, Direktur Eksekutif Jurnal Perempuan, menengarai praktik ini pernah terjadi pada saat proyek pembangunan Jatiluhur. Saat itu, banyak tenaga-tenaga asing yang melakukan perkawinan secara kontrak dengan penduduk lokal. Ini terlihat dari struktur pola wajah anak-anaknya yang agak 'ke-indo-indo-an' ujar Venny. Umumnya, mereka melakukan perkawinan dengan tenggang waktu lama bekerja mereka.

Di dalam agama Islam, menurut Abdus Salam Nawawi, kawin kontrak dikenal dengan istilah kawin mut'ah. Kawin mut'ah menurut Dekan Fakultas Syari'ah IAIN Sunan Ampel Surabaya itu, terjadi pada masa Rasulullah. Waktu itu kondisinya berbeda: darurat. Sedang dalam peperangan. Saat itu Rasulullah mengizinkan tentaranya yang terpisah jauh dari istrinya untuk melakukan nikah mut'ah, dari pada melakukan penyimpangan. Namun kemudian Rasulullah mengharamkannya ketika melakukan pembebasan kota Mekah pada tahun 8 H/630 M.

UU 1/1974 tentang Perkawinan

Pasal 2

(1) Perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.

Sifat kawin mut'ah ini, jelas Nawawi, lebih menitikberatkan pada kesenangan yang dibatasi oleh waktu tertentu. Atas kawin Mut'ah ini, sebagian besar ulama Islam mengharamkannya. Menimbangnya dari segi tujuan pembentukan rumah tangga, Nawawi menyatakan dirinya tidak menyetujui praktik ini.

Senada dengan Nawawi, hakim agung Rifyal Ka'bah juga berpendapat bahwa kawin mut'ah lebih mengarah pada kesenangan belaka. Itu kan cuma kawin main-main dengan tujuan hanya untuk bersenang-senang. Kalau kita pakai common sense, akal sehat, praktek ini kan tidak bisa diterima, tukas Rifyal.

Menurut Rifyal, secara prinsip perkawinan adalah kontrak. Namun perkawinan bukan kontrak semata. Perkawinan adalah kontrak suci karena berjanji di depan wali, saksi dan juga di depan Allah, bahwa ia akan memperlakukan pasangannya dengan baik.

Sementara itu, Abdul Moqsith Ghazali, Kepala Madrasah Ushul Fiqh Progresif Wahid Institute melihat kawin kontrak dari aspek akibat. Menurut Moqsith Ghazali, meski kawin kontrak merujuk pada Al Qur'an dan Hadist, tapi dalam konteks saat ini, harus dipertimbangkan efeknya. Positif atau negatif. Moqsith Ghazali berpendapat praktik kawin kontrak saat ini lebih banyak efek negatifnya. Terutama kepada perempuan, ujarnya kepada hukumonline.

Selain Nawawi, Rifyal, dan Moqsith Ghazali, nada penentangan terhadap nikah kontrak juga datang dari Quraish Shihab. Saya berpendapat bahwa suatu pernikahan haruslah langgeng dan didasari pula atas cinta. Sementara, kawin kontrak menurut mantan Menteri Agama ini sifatnya tidak langgeng. Sehingga bertentangan dengan filosofi tujuan pernikahan.

Status Perkawinan

Bagaimana jika kawin kontrak terlanjur terjadi, apa akibat hukum yang muncul akibat perkawinan ini, seperti status perkawinan, pewarisan dan soal anak? Menurut Quraish Shihab, di negara yang mayoritasnya beraliran Syi'ah aliran yang menerima konsep mut'ah- seperti Iran, status perkawinannya diakui. Bahkan status anak diakui, sehingga otomatis memungkinkan untuk menjadi ahli waris.

Namun itu di Iran, bagaimana di Indonesia? Menurut Rifyal, tidak ada akibat hukum apapun dalam perkawinan kontrak. Pasalnya, perkawinan seperti ini menurutnya adalah perzinahan. Masalahnya, praktek kawin kontrak sering ditemukan di dalam negeri. Salah satunya, ya, kasus di kawasan Puncak tadi.

Hal inilah yang mengundang keprihatinan Venny. Menurut dia, pihak perempuan dalam kawin kontrak tidak lebih dari sekedar komoditas seks. Kawin kontrak hanya dijadikan alasan dengan menggunakan kedok agama untuk melaksanakan prostitusi terselubung. Selain itu, nasib anak hasil kawin kontrak pun menurut Venny tidak berbeda jauh dengan sang ibu. Hampir pasti si anak tidak akan mendapat warisan apapun. Setelah selesai masa kontrak. Maka anak akan sepenuhnya menjadi tanggung jawab perempuan.

Soal perempuan sebagai pihak yang mempunyai potensi dirugikan lebih besar ini diamini oleh Quraish Shihab. Ia yakin tidak ada satupun perempuan yang tidak ingin, kecuali terpaksa, pernikahannya langgeng. Itu sebabnya jika ada orang tua yang dilamar anak gadisnya maka ia akan berpikir berulang kali untuk menerimanya. Ini berhubungan juga dengan stereotip yang berkembang bahwa perempuan itu ibarat korek api, yang setelah dinyalakan lalu dibuang.

Kalaupun pada akhirnya kawin kontrak dilakukan, maka menurut Moqsith Ghazali, hal harus diikuti dengan dibuatnya janji perkawinan. Dalam janji perkawinan tersebut harus diatur soal status perkawinan, jangka waktu termasuk nasib si anak yang bakal lahir.

Aturan

Ketiadaan aturan hukum yang mengatur mengenai kawin kontrak dengan segala akibatnya menyebabkan beberapa pihak mendesak agar dilakukannya pembaharuan dalam hukum perkawinan. Venny misalnya, menurut Venny, ketiadaan pasal yang mengatur soal kawin kontrak mengakibatkan aparat penegak hukum menggunakan jerat hukum lain.

Mengambil contoh di kawasan puncak, warga negara asing yang biasanya merupakan pelaku praktik kawin kontrak dijerat dengan peraturan soal keimigrasian. Itu untuk warga negara asing, bagaimana dengan warga lokal, karena pelaku praktik ini tidak melulu warga negara asing.

Mendukung pendapat Venny, Moqsith Ghazali memandang saat ini harus dipikirkan untuk dibuat rancangan undang-undang mengenai kawin kontrak. Pengaturan soal kawin kontrak ini menurut Moqsith Ghazali untuk mencegah dilecehkan dan dirugikannya kaum perempuan.

Pandangan berbeda datang dari Quraish Shihab. Menurut Quraish, Undang-Undang Perkawinan (UU 1/1974, red) yang ada sekarang sudah cukup baik. Saya tidak melihat ada bagian dari UU tersebut yang harus ditegaskan kembali atau diperbaiki. Menurutnya persoalan mengenai keabsahan kawin kontrak ini dapat terjawab dari salah satu pasal dari UU Perkawinan yang menyatakan bahwa perkawinan yang sah adalah perkawinan yang berdasarkan agamanya masing-masing.