meningkatkan keterampilan proses sains pada …
TRANSCRIPT
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
198
MENINGKATKAN KETERAMPILAN PROSES SAINS PADA
PEMBELAJARAN FISIKA MENGGUNAKAN METODE PERCOBAAN
Nurul Hidayah, M. Arifuddin, Andi Ichsan Mahardika
Pendidikan Fisika FKIP Universitas Lambung Mangkurat Banjarmasin
Abstract: During this time of learning in school are still conventional, so it causes the
students’ sciences process kills. To that end made efforts to improve sciences process
skills using the experiment methods that has a specific purpose describe; (1) the
feasibility lesson plan through the experiment methods (2) the students sciences process
skills through the experiment methods and (3) student learning outcomes after the
implementation the experiment methods. This type of research is a classroom action
research using the Kemmis & Taggart model design. Data collection techniques such as
observation, assessment, tests and documentation. Descriptive data analysis techniques
such as qualitative and quantitative. results showed: (1) feasibility lesson plan reached
done very well, (2) increased The students’ sciences process skills with good category, (3)
improved student learning outcomes with classical completeness amounted to 86.21%. So
it can concluded that the experiment methods can improving students' sciences process
skills class X MS 5 SMA Negeri 2 Banjarmasin.
Keywords: Science process skills, experiment methods.
PENDAHULUAN
Salah satu hal yang penting dalam
kehidupan manusia ialah pendidikan,
dan pendidikan tidak lepas dari proses
pembelajaran. Pembelajaran yang baik
adalah pembelajaran yang mendukung
keberhasilan tujuan pendidikan.
Sehingga untuk menciptakan
pembelajaran yang baik, maka pendidik
dituntut untuk menjadikan suasana
belajar yang sangat menyenangkan serta
memotivasi peserta didik, yang pada
intinya dapat diselenggarakan
pembelajaran yang berpusat pada siswa
sedangkan pendidik hanya sebagai
fasilitator yang memfasilitasi peserta
didik saat pembelajaran berlangsung,
sehingga mampu membuat peserta didik
menjadi manusia yang aktif, kreatif, dan
mandiri serta mampu menyelesaikan
problema dalam kehidupan sehari-hari.
Kenyataan di lapangan sangatlah
bertolak belakang dengan apa yang
diharapkan dari proses pembelajaran,
khususnya pada saat pembelajaran
fisika. Di mana pembelajaran masih
bersifat konvensional dan masih jauh
dari pembelajaran yang diharapkan.
Selain itu pembelajaran sangat jarang
dilakukan melalui kegiatan praktikum,
siswa hanya dijejali dengan konsep
tanpa ada kegiatan untuk menemukan
konsep tersebut. Proses pembelajaran
yang seperti inilah yang cenderung
membuat image siswa pada pelajaran
fisika sebagai mata pelajaran yang
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
199
susah, membosankan dan menganggap
pelajaran fisika hanya sebatas pelajaran
yang dipenuhi oleh rumus-rumus
rumit yang harus mereka hafalkan.
Hasil wawancara dengan guru
fisika di kelas X MS 5 SMAN 2
Banjarmasin menyebutkan bahwa
kegiatan pembelajaran di kelas masih
berpusat pada guru dan siswa tidak
diberi kesempatan untuk berperan aktif,
sehingga keterampilan-keterampilan
yang ada dalam diri siswa tidak
tersampaikan dengan baik. Selain itu,
hasil belajar siswa juga masih tergolong
rendah. Kondisi ini didukung dari hasil
observasi di kelas X MS 5 SMAN 2
Banjarmasin. Pada saat observasi
dilakukan, pembelajaran dilaksanakan
melalui kegiatan praktikum.
Berdasarkan observasi tersebut,
ditemukan permasalahan bahwa pada
saat kegiatan praktikum berlangsung,
hampir semua siswa tidak bisa
merumuskan masalah, mengidentifikasi
variabel dengan benar, mendefinisikan
variabel secara operasional, dan bahkan
tidak bisa menyimpulkan hasil
percobaan dengan benar. Hal ini terbukti
dari banyaknya mereka bertanya dan
bimbingan guru saat proses
pembelajaran. Berdasarkan nilai ulangan
umum pelajaran fisika kelas X MS 5
didapat nilai rata-rata kelas sebesar
44,43 dengan ketuntasan hanya 9,68%
dari 29 siswa. Dari nilai tersebut terlihat
bahwa siswa kelas X MS 5 SMAN 2
Banjarmasin kesulitan dalam pelajaran
fisika.
Berdasarkan uraian di atas, dapat
di identifikasi bahwa permasalahan yang
muncul adalah rendahnya keterampilan
proses sains siswa. Menurut Indrawati
keterampilan proses sains merupakan
keterampilan ilmiah yang dapat
digunakan untuk menemukan suatu
konsep atau teori untuk
mengembangkan konsep yang telah ada
sebelumnya. Sehingga untuk mengatasi
permasalahan tersebut perlu dirancang
suatu pembelajaran dengan model atau
metode yang dapat melatih siswa
bekerja secara ilmiah dalam
mengembangkan pikirannya dan
membuat siswa terlibat aktif dalam
proses pembelajaran. Sehingga dapat
memberi ruang kepada siswa untuk
menemukan konsep secara mandiri
tanpa selalu bergantung pada guru, dan
agar keterampilan proses sains siswa
dapat meningkat. Salah satu cara yang
dapat dilakukan adalah dengan
menerapkan metode percobaan.
Metode percobaan adalah metode
pemberian kesempatan kepada anak
didik secara perorangan atau kelompok
untuk dilatih melakukan suatu proses
atau percobaan (Hamdayama, 2014).
Kelebihan dari metode ini memberikan
kesempatan kepada siswa untuk
mengalami, melakukan, mengamati
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
200
suatu obyek, membuktikan dan menarik
kesimpulan. Sehingga pembelajaran
tidak lagi didominasi oleh guru, tetapi
siswa yang berperan aktif dalam
pembelajaran (Syarifuddin, 2007).
Sehingga, metode ini sangat cocok
untuk meningkatkan keterampilan
proses sains siswa. Teori belajar yang
melandasi metode ini adalah teori
pembelajaran konstruktivisme yang
dikembangkan berdasarkan teori belajar
dari Piaget dan teori belajar dari
Vygotsky, teori konstruktivisme
menekankan pada proses belajar bukan
mengajar. Peserta didik diberi
kesempatan untuk membangun
pengetahuan dan pemahaman baru yang
didasarkan pada pengalaman yang nyata.
Peserta didik didorong untuk melakukan
penyelidikan dalam upaya
mengembangkan rasa ingin tahu secara
alami. inkuiri terbimbing siswa akan
dirangsang untuk belajar aktif dan
terlibat langsung dalam proses
pembelajaran sehingga dapat
meningkatkan kemampuan siswa dalam
memahami pelajaran yang dibahas
(Setiawan, 2016). Adapun penelitian-
penelitian sebelumnya tentang metode
percobaan yang dilakukan oleh Elnada
(2016), Oktaviastuti (2014), Parmono
(2013), dan Arum (2012) menjelaskan
bahwa metode percobaan dapat
meningkatkan keterampilan proses sains
dan hasil belajar siswa.
Berdasarkan uraian di atas dan
permasalahan yang terjadi, peneliti
tertarik untuk melakukan penelitian
lebih lanjut mengenai hal tersebut
dengan judul: “meningkatkan
keterampilan proses sains pada
pembelajaran fisika menggunakan
metode percobaan pada siswa kelas X
MS 5 SMAN 2 Banjarmasin”.
Berdasarkan latar belakang di atas,
maka rumusan masalah adalah
“Bagaimanakah cara meningkatkan
keterampilan proses sains siswa pada
pembelajaran fisika melalui metode
percobaan di kelas X MS 5 SMAN 2
Banjarmasin?” Adapun pertanyaan
penelitian yang sehubungan dengan
rumusan masalah di atas adalah sebagai
berikut: (a) Bagaimana keterlaksanaan
rencana proses pembelajaran melalui
metode percobaan di kelas X MS 5
SMAN 2 Banjarmasin? (b) Bagaimana
peningkatan keterampilan proses sains
siswa melalui metode percobaan di kelas
X MS 5 SMAN 2 Banjarmasin? dan (c)
Bagaimana hasil belajar siswa melalui
metode percobaan di kelas X MS 5
SMAN 2 Banjarmasin.
KAJIAN PUSTAKA
Berdasarkan hasil observasi
peneliti di kelas X MS 5 SMAN 2
Banjarmasin yang terdiri dari 29 orang
siswa yang tergolong dalam masa usia
sekolah menengah. siswa SMA kelas X
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
201
rata-rata berumur 15 sampai 16 tahun.
Teori Piaget tentang tingkat
perkembangan kognitif, usia siswa SMA
tergolong dalam kategori operasional
formal. Sehingga pada usia ini siswa
dapat diasumsikan mampu berpikir
abstrak dan memiliki keterampilan
untuk melakukan percobaan. Siswa
dianggap telah mampu melakukan
pemecahan masalah dalam mencari
jawaban dari permasalahan melalui
percobaan. Maka dari karakteristik siswa
tersebut metode percobaan dianggap
mampu diterapkan.
Materi yang diajarkan pada
penelitian ini adalah materi pada
semester genap yaitu alat-alat optik
sesuai dengan kurikulum 2013.
Kompetensi dasar dari materi alat-alat
optik adalah (1) menyadari kebesaran
Tuhan yang menciptakan dan mengatur
alam jagad raya melalui pengamatan
fenomena alam fisis dan
pengukurannya; (2) menunjukkan
perilaku ilmiah (rasa ingin tahu;
objektif; jujur; teliti; cermat; tekun; hati-
hati; bertanggung jawab; terbuka; kritis;
kreatif; inovatif; dan peduli lingkungan)
dalam aktivitas sehari-hari sebagai
wujud implementasi sikap dalam
melakukan percobaan, melaporkan, dan
berdiskusi; (3) menganalisis cara kerja
alat optik menggunakan sifat
pencerminan dan pembiasan cahaya oleh
cermin dan lensa; (4) menyajikan
ide/rancangan sebuah alat optik dengan
menerapkan prinsip pemantulan dan
pembiasan pada cermin dan lensa. Dari
kompetensi dasar materi alat-alat optik,
maka perlu dilakukan suatu percobaan,
dengan tujuan agar peserta didik dapat
melihat secara langsung pembentukan
bayangan pada cermin, lensa dan alat
optik lainnya. Sehingga dengan adanya
percobaan, mereka lebih mudah
memahami materi alat-alat optik.
Pendekatan keterampilan proses
adalah wawasan atau anutan
pengembangan keterampilan-
keterampilan intelektual, sosial, dan
fisik yang bersumber dari kemampuan-
kemampuan mendasar yang pada
prinsipnya telah ada dalam diri siswa
(Syarifuddin, 2007: 115-116). Indrawati
(Marjan, 2014) keterampilan proses
sains merupakan keseluruhan
keterampilan ilmiah yang terarah baik
secara kognitif maupun psikomotor yang
dapat digunakan untuk menemukan
suatu konsep, prinsip atau teori untuk
mengembangkan konsep yang telah ada
sebelumnya, ataupun untuk melakukan
penyangkalan terhadap suatu penemuan.
Keterampilan proses sains terbagi
menjadi keterampilan dasar dan
keterampilan-keterampilan terintegrasi.
Menurut Funk, keterampilan-
keterampilan dasar terdiri dai enam
keterampilan, yakni: mengobservasi,
mengklasifikasi, memprediksi,
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
202
mengukur, menyimpulkan, dan
mengkomunikasikan. Sedangkan
keterampilan-keterampilan terintegrasi
terdiri dari: mengidentifikasi variabel,
membuat tabulasi data, menyajikan data
dalam bentuk grafik, menggambarkan
hubungan antar variabel, mengumpulkan
dan mengolah data, menganalisa
penelitian, menyusun hipotesis,
mendefinisikan variabel secara
operasional, merancang penelitian, dan
melaksanakan eksperimen (Syarifuddin,
2007: 119). Dalam penelitian ini, ada
enam aspek keterampilan proses sains
yang diteliti, yaitu aspek keterampilan
yang meliputi:
1. Merumuskan masalah ( pertanyaan
penelitian)
Inti dari suatu percobaan atau
penyelidikan adalah karena adanya
masalah yang perlu diatasi, dan ada
fenomena yang belum diketahui.
Sehingga untuk mengatasi masalah
tersebut perlu diajukan atau dibuat suatu
pertanyaan berkaitan dengan apa yang
mau diteliti yang nantinya akan dijawab
melalui hasil percobaan.
2. Mengidentifikasi variabel
Setiap eksperimen melibatkan
beberapa variabel, atau faktor yang
dapat berubah, seperti variabel yang
sengaja diubah dalam percobaan disebut
variabel manipulasi, variabel yang
dijaga tetap selama percobaan disebut
variabel kontrol, dan faktor yang dapat
berubah sebagai hasil dari variabel
manipulasi disebut variabel respon (Nur,
2011).
3. Mendefinisikan variabel secara
operasional
Definisi operasional adalah
pernyataan yang mendeskripsikan
bagaimana variabel tertentu harus
diukur, bagaimana suatu benda atau
suatu kondisi harus dikenali. Definisi
operasional mengatakan kepada apa
yang dilakukan dan apa yang diamati.
Kata “operasional” berarti
“mendeskripsikan apa yang dilakukan”.
Definisi operasional harus jelas dan teliti
sehingga pembaca mengetahui secara
tepat apa yang diamati atau diukur (Nur,
2011: 66).
4. Melakukan percobaan
Tahap ini merupakan tahap
pengumpulan data. Proses pengumpulan
data ini dilakukan melalui percobaan.
Ada beberapa perilaku siswa yang
dilakukan saat percobaan untuk
membuktikan hipotesis yang telah
dibuat, yaitu siswa harus merencanakan
percobaan sesuai dengan arahan dalam
LKS serta bimbingan guru, mengamati
percobaan, mengumpulkan data sesuai
dengan hasil pengamatan. (Siska, 2013).
5. Penarikan Kesimpulan
Penarikan kesimpulan berarti
pembuatan pernyataan yang
mengikhtisarkan apa yang telah
dipelajari dari suatu eksperimen atau
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
203
pengamatan. Kesimpulan dari
eksperimen itu biasanya berkaitan
dengan hipotesis. Hipotesis merupakan
penjelasan sementara yang dapat diuji
dengan eksperimen. Setelah
melaksanakan prosedur eksperimen,
kemudian melakukan dan mencatat
pengamatan, dan penginterprestasikan
data, sehingga dapat menarik
kesimpulan dari suatu eksperimen
tersebut (Nur, 2011).
6. Mengkomunikasikan
Yaitu keterampilan menyampai-
kan perolehan atau hasil belajar kepada
orang lain dalam bentuk tulisan, gambar,
gerak, tindakan, atau penampilan
(Syarifuddin, 2007: 121). Mempelajari
sains mengkomunikasikan dapat
dilakukan dengan dua cara, yaitu
mengkomunikasikan secara lisan dan
mengkomunikasikan
secara tertulis.
Metode percobaan menurut
Djamarah (2002) adalah cara penyajian
pelajaran, dimana siswa melakukan
percobaan dengan mengalami sendiri
sesuatu yang dipelajari. Abidin (2014)
metode eksperimen (percobaan)
diterapkan berdasarkan langkah-langkah
umum sebagai berikut. kegiatan
pembelajaran ini dilakukan melalui tiga
tahap, yaitu persiapan, pelaksanaan, dan
tindak lanjut. Ketiga tahapan yang
dimaksud dijelaskan berikut ini.
a. Tahap persiapan
1) Guru menetapkan tujuan
pembelajaran.
2) Guru mempersiapkan berbagai alat
dan bahan untuk percobaan.
3) Guru mengelola lingkungan belajar.
b. Tahap Pelaksanaan
1) Kegiatan awal
a) Guru mengkondisikan kelas melalui
kegiatan pengabsenan, do’a ataupun
kegiatan lainnya.
b) Guru menyampaikan apersepsi guna
menarik motivasi siswa untuk
belajar.
c) Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran.
d) Guru memaparkan langkah-langkah
pembelajaran atau langkah aktivitas
yang harus dilakukan siswa selama
proses pembelajaran.
2) Kegiatan Inti
a) Siswa melaksanakan kegiatan
percobaan.
b) Siswa mencatat seluruh data hasil
percobaan.
c) Siswa secara berkelompok
mendiskusikan hasil percobaan dan
memaknai hasil percobaan.
d) siswa secara kolaboratif dan
kooperatif menyusun laporan
percobaan.
e) Perwakilan siswa menyajikan hasil
percobaan dan ditanggapi oleh
kelompok lain.
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
204
f) Guru memberikan penguatan materi
atau memberikan penjelasan lanjut
tentang materi pembelajaran.
3) Kegiatan akhir
a) Siswa dibawah arahan guru
menyimpulkan materi pembelajaran.
b) Siswa melaksanakan penilaian hasil
belajar.
c) Siswa dan guru merefleksi
pembelajaran.
c. Tahap tindak lanjut
Siswa mendapatkan tugas
pengayaan, tugas pendalam, dan atau
tugas penyiapan sebagai bentuk
kegiatan tindak lanjut dari guru.
Suprijono (Thobroni, 2015: 20)
Menyatakan hasil belajar adalah pola-
pola perbuatan, nilai-nilai, pengertian-
pengertian, sikap-sikap, apresiasi, dan
keterampilan. Merujuk pada pemikiran
Gegne, hasil belajar berupa hal-hal
berikut: Informasi verbal, keterampilan
intelektual, Strategi kognitif,
Keterampilan motorik, dan sikap.
Dengan demikian dapat disimpulkan
bahwa hasil belajar adalah sejumlah
kemampuan yang dimiliki siswa setelah
mengikuti proses pembelajaran sesuai
dengan tujuan pembelajaran. hasil
belajar terbagi menjadi ranah kognitif,
afektif, dan psikomotor.
Adapun penelitian-penelitian
sebelumnya tentang metode percobaan
yang dilakukan oleh Oktaviastuti (2014),
Parmono (2013), dan Arum (2012)
menjelaskan bahwa metode percobaan
dapat meningkatkan keterampilan proses
sains dan hasil belajar siswa.
METODE
Penelitian ini merupakan
penelitian tindakan kelas (Classroom
action research), karena digunakan
untuk mengatasi adanya masalah yang
ada dalam kelas X MS 5 SMAN 2
Banjarmasin berkaitan dengan
keterampilan proses sains siswa yang
masih rendah dengan metode percobaan.
Adapun alur penelitian tindakan kelas
yang digunakan pada penelitian ini
menggunakan alur penelitian tindakan
kelas model Kemmis dan Mc Taggart.
Subjek penelitian tindakan ini
adalah siswa kelas X MS 5 SMA Negeri
2 Banjarmasin yang berjumlah 29 orang
pada semester genap tahun pelajaran
2015/2016. Objek penelitian adalah
keterampilan proses sains siswa pada
pembelajaran fisika terhadap
pelaksanaan metode percobaan.
Penelitian ini dilakukan di SMA Negeri
2 Banjarmasin pada materi ajar alat-alat
optik. Waktu penelitian dilaksanakan
pada bulan April 2016.
Teknik pengumpulan data yang
digunakan pada penelitian ini adalah
siswa melakukan kegiatan sesuai dengan
prosedur yang terdapat pada LKS untuk
mengukur keterampilan proses sains
siswa selama pembelajaran berlangsung
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
205
terkait keterampilan merumuskan
masalah/ membuat pertanyaan
penelitian, mengidentifikasi variabel,
mendefinisikan variabel secara
operasional, melakukan percobaan,
menyimpulkan, dan
mengkomunikasikan. Tes digunakan
untuk mengetahui ketuntasan belajar
siswa secara kognitif pada materi alat-
alat optik. Tes dilakukan pada setiap
akhir pertemuan siklus I dan siklus II.
Observasi dilaksanakan dengan tujuan
untuk mengetahui keterlaksanaan RPP
oleh peneliti dengan menerapkan
metode percobaan.
Adapun teknik analisis data
dilakukan dengan menganalisis
keterlaksanaan RPP Analisis hasil
belajar dan analisis keterampilan proses
sains.
Analisis keterlaksanaan RPP:
Pengamatan keterlaksanaan RPP
dilakukan oleh pengamat dengan
keterlaksanaan tahapan-tahapan RPP
dikategorikan seperti pada Tabel 3.1.
Tabel 1 Kriteria penilaian
keterlaksanaan RPP
No Rerata Skor Kategori
1 X > 3,25 Sangat Baik
2 2,5 < X ≤ 3,25 Baik
3 1,75 < X ≤ 2,5 Cukup
4 ≤ 1,75 Kurang
(Widoyoko, 2014: 259)
Pengamatan dilakukan oleh dua
orang pengamat, sehingga reliabilitas
keterlaksanaan RPP dihitung
menggunakan rumus yang dikemukakan
oleh H.J.X. Fernandes (Arikunto, 2010:
244) sebagai berikut:
(1)
Keterangan:
KK = Koefisien kesepakatan
N1 = Jumlah kode yang dibuat oleh
pengamat I.
N2 = Jumlah kode yang dibuat oleh
pengamat II.
S = sepakat, jumlah kode yang sama
untuk objek yang sama.
Dan kriteria reliabilitas keterlaksanaan
RPP dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2 Kriteria reliabilitas
keterlaksanaan RPP.
No Besarnya nilai KK Penafsiran
1 Antara 0,800 – 1,00 Tinggi
2 Antara 0,600 – 0,800 Cukup
3 Antara 0,400 - 0,600 Agak
rendah
4 Antara 0,000 – 0,200 Sangat
rendah
(Adaptasi Arikunto, 2010)
Analisis hasil belajar
Sebagai standar ketuntasan belajar siswa
digunakan kriteria ketuntasan belajar
berdasarkan KKM SMAN 2
Banjarmasin, sebagai berikut: (1)
Ketuntasan individual yaitu, jika siswa
secara individu mencapai ketuntasan ≥
67. (2) Ketuntasan klasikal yaitu, jika ≥
80% dari seluruh siswa mencapai
ketuntasan hasil belajar secara
individual.
Ketuntasan belajar siswa secara
klasikal dihitung dengan rumus:
(2)
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
206
Keterangan
= Proporsi ketuntsan belajar secara
klasikal (%)
N = Banyaknya siswa yang mencapai
ketuntasan individu ≥ 67.
Ni = Banyaknya siswa dalam kelas.
3. Analisis keterampilan proses sains:
Skor keterampilan proses sains siswa
yang diperoleh dari nilai individu
selanjutnya dirata-ratakan dan
dikategorikan sebagaimana kriteria
pada Tabel 3.
Tabel 3 Kriteria penilaian keterampilan
proses sains
No Rerata Skor Kategori
1 X > 3,25 Sangat Baik
2 2,5 < X ≤ 3,25 Baik
3 1,75 < X ≤ 2,5 Cukup
4 ≤ 1,75 Kurang
(Widoyoko, 2014:259)
Untuk menghitung reliabilitas dari
keterampilan proses sains siswa
digunakan rumus 1. Dan kriteria
reliabilitas keterampilan proses sains
dapat dilihat pada Tabel 2.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Penelitian ini dilakukan dalam
dua siklus dengan menerapkan metode
percobaan di mana setiap siklus terdiri
dari 2 pertemuan. Adapun hasil
observasi tentang keterlaksanaan RPP
untuk siklus I dan II adalah sebagai
berikut.
Tabel 4. Keterlaksanaan RPP siklus I
No Tahap Pertemuan
I II Rata-rata Ketegori
1 Pendahuluan 3,87 4 3,94 Sangat baik
2 Kegiatan Inti 3,59 3,64 3,62 Sangat baik
3 Penutup 3,67 3,5 3,58 Sangat baik
Rata-rata keseluruhan 3,67 3,69 3,68 Sangat baik
Reliabilitas 0,67 0,61 0,64 Cukup
Tabel 5. Keterlaksanaan RPP siklus II
No Tahap Pertemuan
III IV Rata-rata Ketegori
1 Pendahuluan 4 4 4 Sangat baik
2 Kegiatan Inti 3,86 3,91 3,89 Sangat baik
3 Penutup 4 4 4 Sangat baik
Rata-rata keseluruhan 3,92 3,94 3,93 Sangat baik
Reliabilitas 0,94 0,89 0,91 Tinggi
Adapun penilaian keterampilan
proses sains siswa selama proses
pembelajaran berlangsung pada siklus I
dan siklus II adalah sebagai berikut.
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
207
Tabel 6 Analisis keterampilan proses sains siswa siklus I
No Kualifikasi Pertemuan I Pertemuan II
Jumlah siswa Jumlah siswa Rata-rata
siklus I Persentase
1 Sangat Baik - - - -
2 Baik 4 15 7 24,13 %
3 Cukup 16 13 18 62,07 %
4 Kurang 9 1 4 13,8 %
5 Jumlah 29 29 29 100%
Tabel 7 Analisis keterampilan proses sains siswa siklus II
No Kualifikasi Pertemuan I Pertemuan II
Jumlah siswa Jumlah siswa Rata-rata
siklus II Persentase
1 Sangat Baik 6 13 11 37,93%
2 Baik 21 16 18 62,07%
3 Cukup 2 - - 0%
4 Kurang - - - 0%
5 Jumlah 29 29 29 100%
Tabel 8 Keterampilan proses sains siswa (per indikator) siklus I
No Keterampilan proses sains Pertemuan
I II Rata-rata Kategori
1 Pertanyaan penelitian 1,81 2,72 2,27 Cukup
2 Mengidentifikasi variable 1,93 3,24 2,58 Baik
3 Mendefinisikan variable 1,40 2,41 1,40 Kurang
4 Melakukan percobaan 3,6 3,58 3,59 Sangat baik
5 Menyimpulkan 1,44 2,12 1,78 Cukup
6 Mengkomunikasikan 1,93 1,21 1,57 Kurang
Rata-rata 2,02 2,55 2,28 Cukup
Tabel 9 Keterampilan proses sains siswa (per indikator) siklus II
No Keterampilan proses sains Pertemuan
III IV Rata-rata Kategori
1 Pertanyaan penelitian 3,25 3,98 3,61 Sangat baik
2 Mengidentifikasi variable 2,26 2,96 2,61 Baik
3 Mendefinisikan variable 2,37 2,82 2,59 Baik
4 Melakukan percobaan 3,56 3,51 3,53 Sangat baik
5 Menyimpulkan 3,86 3,81 3,84 Sangat baik
6 Mengkomunikasikan 2,93 3,00 2,96 Baik
Rata-rata 3,04 3,35 3,19 Baik
Hasil belajar kognitif siswa didapatkan dari tes hasil belajar (THB) pada setiap
akhir siklus I dan II yang berupa soal tes essay.
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
208
Tabel 10 Hasil belajar siswa siklus I
Kualifikasi Ketuntasan minimal
per individu Jumlah siswa Ketuntasan Klasikal(%)
Tuntas ≥ 67 18 62,07
Tidak tuntas ≤ 67 11 37,93
Jumlah 29 100
Tabel 11 Hasil belajar siswa siklus II
Kualifikasi Ketuntasan minimal
per individu Jumlah siswa Ketuntasan Klasikal (%)
Tuntas ≥ 67 25 86,21
Tidak tuntas ≤ 67 4 13,79
Jumlah 29 100
Pembahasan
Keterlaksanaan RPP
Keterlaksanaan RPP dilihat dari
kemampuan guru mengelola metode
percobaan dalam proses pembelajaran
dan dinyatakan dengan rata-rata
keterlaksanaan dari kedua pengamat.
Keterlaksanaan RPP dikategorikan
terlaksana sangat baik, terlaksana baik,
terlaksana cukup baik, kurang
terlaksana, dan tidak terlaksana.
Tabel 4 menunjukkan
keterlaksanaan RPP siklus I untuk
pertemuan 1 dan 2 yang terdiri dari tiga
tahap pada metode percobaan. Rata-rata
keterlaksanaan RPP siklus I sudah
mencapai kategori sangat baik yaitu
sebesar 3,68 Instrumen keterlaksanaan
RPP cukup reliabel dengan tingkat
reliabilitas sebesar 0,64. Walaupun
memiliki kategori terlaksana dengan
sangat baik, masih banyak yang harus
diperbaiki dan ditingkatkan agar metode
pembelajaran ini lebih baik. Tabel 5
menunjukkan keterlaksanaan RPP siklus
II untuk pertemuan 3 dan 4. Rata-rata
keterlaksanaan RPP siklus II adalah
sebesar 3,93 sehingga memiliki kategori
terlaksana sangat baik. Instrumen
keterlaksanaan RPP bersifat reliabel
dengan tingkat reliabilitas sebesar 0,91.
Secara keseluruhan dibandingkan
dengan siklus I, keterlaksanaan RPP
untuk siklus II meningkat dan
dilaksanakan dengan sangat baik. Hal
yang perlu ditingkatkan kelak adalah
bagaimana menggunakan bahasa yang
baik dan jelas, serta lebih baik lagi
dalam mengontrol waktu. Walaupun
keterlaksanaan RPP pada siklus I sudah
mencapai kategori terlaksana dengan
sangat baik. Namun pengajar masih
kesulitan dalam membagi waktu saat
melaksanakan tahap demi tahap pada
RPP. Hal ini disebabkan karena siswa
belum terbiasa dengan metode yang
diterapkan, sehingga tahap demi tahap
pelaksanaan RPP ini membutuhkan
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
209
lebih banyak waktu. Selain itu pengajar
juga kesulitan dalam memberikan
penguatan materi karena tidak
menggunakan media power point,
sehingga menyebabkan siswa tidak
terlalu memperhatikan pengajar.
Kemudian peneliti merefleksi pada
siklus berikutnya pengajar lebih
memperhatikan dan menguasai setiap
aspek dalam RPP dan langkah-langkah
proses pembelajaran agar semuanya
berjalan dengan lebih baik, memberikan
penjelasan materi di awal pembelajaran
dengan menggunakan media power
point, agar manajemen waktu lebih
terkontrol dan siswa bisa lebih
memperhatikan guru saat memberikan
penjelasan materi.
Keterampilan Proses Sains
Tabel 6 menunjukkan
keterampilan proses sains dilihat dari per
indikator yang diamati. Pada pertemuan
1 rata-rata keseluruhan indikator yang
diperoleh sebesar 2,02 dengan kategori
cukup, dan pada pertemuan 2 diperoleh
nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar
2,55 dengan kategori baik. Dalam hal ini
keterampilan proses sains siswa
mengalami peningkatan dari pertemuan
1 ke pertemuan 2, sehingga secara
keseluruhan hasil yang diperoleh pada
siklus I sebesar 2,28 dengan kategori
cukup. Tabel 7 menunjukkan
keterampilan proses sains dilihat dari per
indikator yang diamati. Pada pertemuan
3 diperoleh nilai rata-rata secara
keseluruhan sebesar 3,04 dengan
kategori baik. Dan pertemuan 4 nilai
rata-rata keseluruhan keterampilan
proses sains siswa sebesar 3,35 dengan
kategori sangat baik. Pada pertemuan
ketiga dan keempat di siklus II ini siswa
sudah mulai terbiasa dengan metode
pembelajaran yang diterapkan dan
pengajar juga memberikan bimbingan
penuh saat mengerjakan LKS, sehingga
secara keseluruhan keterampilan proses
sains siswa pada siklus II mencapai
kategori baik dengan nilai sebesar 3,19.
Tabel 8 menunjukkan
keterampilan proses sains dilihat dari per
indikator yang diamati. Pada pertemuan
1 rata-rata keseluruhan indikator yang
diperoleh sebesar 2,02 dengan kategori
cukup, dan pada pertemuan 2 diperoleh
nilai rata-rata secara keseluruhan sebesar
2,55 dengan kategori baik. Dalam hal ini
keterampilan proses sains siswa
mengalami peningkatan dari pertemuan
1 ke pertemuan 2, sehingga secara
keseluruhan hasil yang diperoleh pada
siklus I sebesar 2,28 dengan kategori
cukup. Tabel 9 menunjukkan
keterampilan proses sains dilihat dari per
indikator yang diamati. Pada pertemuan
3 diperoleh nilai rata-rata secara
keseluruhan sebesar 3,04 ddengan
kategori baik. Dan pertemuan 4 nilai
rata-rata keseluruhan keterampilan
proses sains siswa sebesar 3,35 dengan
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
210
kategori sangat baik. Pada pertemuan
ketiga dan keempat di siklus II ini siswa
sudah mulai terbiasa dengan metode
pembelajaran yang diterapkan dan
pengajar juga memberikan bimbingan
penuh saat mengerjakan LKS, sehingga
secara keseluruhan keterampilan proses
sains siswa pada siklus II mencapai
kategori baik dengan nilai sebesar 3,19.
Adanya peningkatan keterampilan
proses sains ini berkaitan dengan
penggunaan metode percobaan pada saat
proses pembelajaran untuk mengukur
tingkat keterampilan siswa. Dari hasil
ini terlihat bahwa metode percobaan
dapat meningkatkan keterampilan proses
sains siswa. Hal ini sejalan dengan
pendapat Oktaviastuti dan Anggariyani
(2014) dalam penelitiannya yang
menyatakan bahwa metode percobaan
sebagai salah satu cara mengajar yang
efektif untuk memberikan kesempatan
kepada siswa terlibat secara langsung
dalam kegiatan pembelajaran. Melalui
metode ini dapat melatihkan
keterampilan proses sains siswa.
Menurut teori konstruktivisme yang
melandasi metode percobaan, siswa
menciptakan pengetahuan sebagai hasil
dari pemikiran dan interaksi dengan
lingkungan sosial. Teori ini
berpandangan bahwa belajar merupakan
suatu proses, bukan menekankan hasil.
Siswa didorong untuk melakukan
penyelidikan dalam upaya mengembang
rasa ingin tahu secara alami (Sani,
2014).
Hasil Belajar
Tabel 10 menunjukkan bahwa
ketuntasan klasikal mencapai 62,07%
atau 18 siswa yang tuntas dari total 29
siswa dalam kelas. Sedangkan siswa
yang tidak tuntas ada 11 orang atau
37,93%. Tabel 11 menunjukkan bahwa
ketuntasan belajar siswa sudah mencapai
86,21% secara klasikal atau 25 siswa
yang tuntas dari 29 siswa dalam kelas.
Sedangkan siswa yang tidak tuntas
adalah 13,79% atau 4 orang siswa.
Adanya peningkatan hasil belajar
ini menunjukkan adanya kaitan dengan
penggunaan metode pembelajaran yang
dipakai. Walaupun secara perlahan,
siswa mampu berpikir secara runtut dan
menemukan sesuatu dari kegiatan
percobaan. Hasil ini menunjukkan
bahwa metode percobaan dapat
meningkatkan hasil belajar siswa. Hal
ini sesuai dengan hasil penelitian yang
dilakukan oleh Arum (2012)
menyatakan bahwa serangkaian kegiatan
pembelajaran dengan penerapan metode
percobaan dapat membuat siswa aktif
dan mampu memahami konsep fisika
dengan baik sehingga hasil belajar siswa
tinggi. Menurut Syaiful (Poiyo, 2013)
metode percobaan dapat mempengaruhi
hasil belajar karena metode percobaan
lebih mudah digunakan oleh siswa
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
211
karena siswa terlibat langsung pada saat
pembelajaran berlangsung.
SIMPULAN
Berdasarkan hasil penelitian dan
refleksi yang telah dilakukan, maka
dapat disimpulkan bahwa untuk
meningkatkan keterampilan proses sains
siswa dilakukan menggunakan metode
percobaan dengan tahapan-tahapan
sebagai berikut:
1) Tahap 1: pendahuluan, yaitu
memberikan motivasi kepada siswa
agar mereka antusias dalam
mengikuti proses pembelajaran.
2) Tahap 2: kegiatan inti, yaitu
membimbing siswa saat pembuat
pertanyaan penelitian mengenai
percobaan yang akan dilakukan,
membimbing siswa saat
mengidentifikasi variabel dan
mendefinisikan variabel secara
operasional, membimbing siswa saat
melakukan percobaan, membimbing
siswa saat menyimpulkan dan
mengkomunikasikan hasil
percobaan.Tahap inilah yang paling
penting untuk bisa meningkatkan
keterampilan proses sains siswa.
Selain itu, di tahap ini pengajar juga
menjelaskan materi pembelajaran,
yang dapat meningkatkan hasil
belajar kognitif siswa.
3) Tahap 3: penutup, yaitu membimbing
siswa dalam merangkum hasil
pembelajaran yang telah dilakukan.
Berdasarkan analisis dan
pembahasan dapat diuraikan temuan
hasil penelitian sebagai berikut:
1) Keterlaksanaan RPP dengan metode
percobaan telah mencapai kategori
terlaksana sangat baik pada siklus I
maupun siklus II, dengan
persentase keseluruhan sebesar 3,68
untuk siklus I dan tingkat reliabilitas
sebesar 0,64 degan kategori cukup,
serta 3,93 untuk siklus II dengan
reliabilitas tinggi yaitu sebesar 0,91.
2) Keterampilan proses sains siswa
mengalami peningkatan. Pada siklus
I diperoleh hasil rata-rata
keseluruhan yaitu 2,28 dengan
kategori cukup, dan pada siklus II
diperoleh hasil rata-rata keseluruhan
yaitu 3,19 dengan kategori baik.
3) Hasil belajar siswa pada siklus I
diperoleh ketuntasan klasikal sebesar
62,07% atau 18 siswa yang tuntas
dari 29 siswa keseluruhan. Dan pada
siklus II terjadi peningkatan dengan
ketuntasan klasikal 86,21% atau 25
dari 29 siswa yang tuntas, pada
siklus II hasil belajar siswa sudah
memenuhi indikator keberhasilan
yang ditentukan.
DAFTAR PUSTAKA
Abidin, Y. 2014. Desain Sistem
Pembelajaran dalam Konteks
Kurikulum 2013. Bandung: PT.
Refika Aditama.
Berkala Ilmiah Pendidikan Fisika Vol 5 no.2, Juni 2017
212
Arikunto, S. (2010). Prosedur Penelitian
Suatu Pendekatan Pratik.
Yogyakarta: Rineka Cipta.
Arum, dkk. (2012). Penerapan Model
Pembelajaran CLIS (Children
Learning In Science) dengan
Metode Eksperimen dalam
Pembelajaran Fisika di Kelas VIII
SMP. Jurnal Pembelajaran Fisika
(JPF). 1(2).
Elnada, I.W., Mastuang dan Abdul
Salam. (2016). Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains
dengan Model Inkuiri Terbimbing
pada Siswa Kelas X Pmia 3 Di
SMAN 3 Banjarmasin. Berkala
Ilmiah Pendidikan Fisika, 4 (3),
284-292.
Hamdayama, J. (2014). Model dan
Metode Pembelajaran Kreatif dan
Berkarakter. Bogor: Ghalia
Indonesia.
Marjan, J. (2014). Pengaruh
Pembelajaran Pendekatan
Saintifik Terhadap Hasil Belajar
Biologi dan Keterampilan Proses
Sains Siswa MA Mu’allimat NW
Pancor Selong Kabupatern
Lombok Timur Nusa Tenggara
Barat. e-Journal Program
Pascasarjana Universitas
Pendidikan Ganesha. Volume 4.
Nur, M. (2011). Modul Keterampilan-
keterampilan Proses Sains.
Surabaya: Universitas Negeri
Surabaya.
Oktaviastuti. R, dkk. (2014).
Implementasi Metode Eksperimen
dalam Pembelajaran Fisika
Sebagai Upaya Melatihkan
Keterampilan Proses Sains Siswa
Kelas XI di SMA Wachid Hasyim
2 Taman Sidoarjo. Jurnal Inovasi
Pendidikan Fisika (JIPF). 3. (1).
Parmono. (2013). Pembelajaran Fisika
dengan Pendekatan CTL Melalui
Metode Eksperimen dan
Demonstrasi Ditinjau dari
Kreativitas dan Gaya Belajar
Siswa. Jurnal Inkuiri. 2(1).
Poiyo, M. (2013). Pengaruh Penerapan
Metode Eksperimen terhadap
Hasil Belajar Siswa pada Materi
Listrik Dinamis. Skripsi, Program
Studi Pendidikan Fisika Jurusan
Fisika, Fakultas Matematika dan
IPA Universitas Negeri
Gorontalo.
Sani, R.A. (2014). Inovasi
Pembelajaran. Jakarta: Bumi
Aksara.
Setiawan, H., M. Arifuddin dan Abdul
Salam. (2016). Meningkatkan
Keterampilan Proses Sains Fisika
Siswa Kelas VIII SMP Negeri 2
Juai dengan Menggunakan Model
Pembelajaran Inkuiri Terbimbing.
Berkala Ilmiah Pendidikan
Fisika,(4) 1,27-32.
Siska, M. (2013). Peningkatan
Keterampilan Proses Sains Siswa
SMA Melalui Pembelajaran
Praktikum Berbasis Inkuiri pada
Materi Laju Reaksi. Jurnal Riset
& Praktik Pendidikan Kimia.
1(1).
Syarifudin, dkk. (2008). Strategi Belajar
Mengajar. Jakarta: Diadit Media.
Thobrani, M. (2015). Belajar dan
Pembelajaran Teori dan Praktik.
Yogyakarta: Ar Ruzz Media.
Widoyoko, E.P. (2014). Hasil
Pembelajaran di Sekolah.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.