meningkatkan kemampuan berhitung pada anak ...kata kunci: anak usia dini, bercerita, kemampuan...
TRANSCRIPT
Abstract. During this time there were many disagreements about the importance
of teaching math to early childhood, an opinion that supports saying that
teaching mathematic is useful for children to prepare for the next level of
education, opinions that refuse to say that the provision of mathematic material is
not in accordance with the stages of child development, feared children will
experiencing academic fatigue so that the child will become depressed at school.
To understand the two previous opinions, the purpose of this study was to
determine the effect of storytelling on counting skills in early childhood.
Storytelling was chosen as a method because it is considered as a fun and
interactive teaching method for children to convey complicated material. The
method used in this study is within-subject experiments with one group pretest
posttest design. There were 13 early childhoods involved as research subjects in
this study, the treatment provided in the form of storytelling in teaching math and
data collection tools used in the form of mathematic tests. Wilcoxon calculation
results show that p <0.05, which means there are differences in the counting
ability at children after being given counting material by storytelling.
MENINGKATKAN KEMAMPUAN BERHITUNG PADA ANAK USIA
DINI DENGAN CARA STORYTELLING
Vella Fitrisia.A
Fakultas Psikologi Universitas Tama Jagakarsa
Email :
Kronologi NaskahNaskah Masuk 28 Juli 2019 Revisi 20 Agustus 2019
Diterima 30 Oktober 2019
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara
65
Keywords: Counting Skill, Early Childhood, Storytelling
Abstrak. Selama ini terjadi banyak silang pendapat mengenai pentingnya
mengajarkan berhitung pada anak usia dini,pendapat yang mendukung
mengatakan bahwa mengajarkan berhitung berguna bagi anak untuk
kesiapannya menghadapi jenjang pendidikan selanjutnya, pendapat yang
menolak mengatakan bahwa pemberian materi berhitung tidak sesuai dengan
tahap perkembangan anak, ditakutkan anak akan mengalami kelelahan akademik
sehingga anak akan menjadi tertekan di sekolah. Untuk memahami kedua
pendapat sebelumnya maka tujuan penelitian ini untuk mengetahui pengaruh
storytelling terhadap kemampuan berhitung pada anak usia dini. Storytelling
dipilih sebagai metode karena dianggap sebagai metode mengajar yang
menyenangkan dan interaktif bagi anak-anak untuk menyampaikan materi yang
rumit. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah eksperimen within
subject dengan desain one group pretest posttest. Ada 13 anak usia dini yang
terlibat sebagai subjek penelitian pada penelitian ini, perlakuan yang diberikan
berupa storytelling dalam mengajarkan berhitung dan alat pengumpulan data
yang digunakan berupa test berhitung. Hasil perhitungan Wilcoxon menunjukkan
bahwa p<0,05 yang artinya ada perbedaan kemampuan berhitung pada anak
setelah diberikan materi berhitung dengan cara storytelling.
Kata Kunci: Anak usia dini, Bercerita, Kemampuan berhitung
Pada anak usia dini cara mentransfer ilmu dalam proses belajar
mengajar haruslah menyenangkan dan kreatif sehingga anak tidak
merasa terbebani ketika di sekolah dan merasa riang gembira
dalam belajar. Idealnya proses belajar pada anak usia dini yang
dikedepankan memang bersosialisasi dan bermain. Tetapi adanya
tuntutan dari beberapa SD yang mensyaratkan agar anak sudah
bisa baca, tulis, dan hitung atau disebut juga calistung ketika
masuk SD dan ambisi orangtua yang merasa bangga jika anaknya
sudah bisa calistung sejak dini membuat calistung masuk dalam
kurikulum atau ekstra kurikuler pada pendidikan anak usia dini.
Berbagai kondisi ini membuat sistem pendidikan anak usia dini
bergeser mengajarkan calistung, trend mengedepankan calistung
sebagai ajang promo TK atau playgroup demi menarik minat
orangtua memasukkan anaknya ke TK atau playgroup tersebut
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara
66
Vella Fitrisia AMeningkatkan Kemampuan Berhitung Pada
Anak Usia Dini dengan Cara Storytelling
sering kita lihat. Bahkan untuk memenuhi permintaan pasar akan
calistung maka buku-buku calistung untuk anak usia dini banyak
diterbitkan.
Secara spesifik untuk kemampuan berhitung sebenarnya
anak usia dini sudah mempunyai potensi, terdapat prinsip-prinsip
kemampuan matematis pada anak yaitu, pertama, kestabilan yang
berarti bahwa menggunakan angka secara urut, kedua, setiap
angka digunakan untuk suatu objek pada satu set hitungan, ketiga,
nilai dari angka yang disebutkan terakhir mewakili jumlah dari
objek hitungan (Geary, 2004; Gelman & Meck, 1983). Terdapat
perbedaan pendapat mengenai penguasaan anak terhadap
prinsip-prinsip ini, beberapa peneliti menyatakan bahwa prinsip ini
dikuasai pada usia tiga tahun (Gelman & Meck, 1983). Sebagian
lagi menyatakan bahwa untuk mengerti mengenai prinsip ini
dimulai pada usia tiga tahun setengah (Wynn, 1992). Lalu ada yang
menyatakan bahwa anak tidak dapat menentukan kuantitas atau
jumlah sebelum umur empat tahun dan prinsip mengenai nilai
suatu objek hitungan akan muncul pada usia lima tahun (Freeman,
Antonucci & Lewis, 2000).
Tetapi menurut Piaget anak yang berusia dibawah tujuh
tahun tidak disarankan untuk belajar berhitung karena karena
pada masa itu anak-anak belum dapat berpikir operasional
konkret sehingga ditakutkan pelajaran tersebut akan membebani
anak-anak yang belum mampu untuk berpikir secara terstruktur.
Jika anak terbebani maka salah satu efek negatif yang terjadi
adalah school refusal dimana anak menolak untuk datang
kesekolah. School refusal dapat terjadi pada semua rentang usia
sekolah tapi mencapai puncaknya pada tiga tahap, pada saat mulai
sekolah, saat beralih atau pindah sekolah, dan pada awal masa
remaja. Tidak ada alasan khusus yang menyebabkan anak menolak
untuk bersekolah ada beberapa sebab, tetapi pasti ada pemicu
spesifik anak menolak untuk datang ke sekolah seperti
ketidakmampuan akademik, tantangan yang ada disekolah,
konflik keluarga, dan sakit (Wijetunge & Lakmini, 2011).
Sebaliknya ada pendapat yang mendukung pentingnya
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara 67
Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019
kemampuan berhitung pada anak usia dini karena menurut
pendapat ini skor matematik saat TK akan mampu memprediksi
kesuksesan akademik, oleh karena itu diharapkan guru TK fokus
untuk mengembangkan pengetahuan dan pemahaman anak-
anak mengenai angka dan berhitung (Dunphy, 2009). Belajar
matematika sejak usia dini sangat penting karena bertindak
sebagai dasar untuk anak-anak dalam memahami konsep
matematika yang lebih tinggi di masa depan (Bakar, 2017).
Pengetahuan matematika sejak dini yang diperoleh melalui
pengalaman langsung dan bermakna dalam lingkungan yang
menyenangkan membantu dalam menumbuhkan minat anak
dalam belajar matematika (Ginsburg, Lee & Boyd, 2008).
Mengingat hal tersebut maka guru harus mensiasati
kondisi ini dengan menggunakan teknik mengajar alternatif ,
kreatif dan menyenangkan. Storytelling merupakan salah satu cara
untuk menarik minat pada anak untuk belajar apalagi jika cerita
yang disampaikan menarik dan bersifat interaktif maka anak akan
merasa senang saat belajar dan tidak bosan, dengan kondisi
mental yang tidak tertekan diharapkan anak dapat menyerap
pelajaran dengan baik. Storytelling menjadi media yang efektif
dalam proses belajar mengajar pada anak usia dini karena cerita
melibatkan kemampuan mendengar, dimana kemampuan
mendengar ini merupakan salah satu kemampuan awal yang
dikembangkan oleh manusia dan termasuk kemampuan yang
sering kali dipraktekan dalam kehidupan sehari-hari (Roskos,
Christie & Richgels, 2003). Dalam bercerita tentu saja melibatkan
proses mendengar dan menyimak yang efektif sehingga
pendengar mampu mengambil sesuatu dari yang disampaikan
oleh yang bercerita, studi mengenai mendengar dilakukan oleh
Wolvin dan Coakely (2000) yang menyatakan bahwa 50 sampai 90
persen waktu dalam proses komunikasi pada anak di gunakan
untuk mendengar baik itu di dalam kelas atau di luar sekolah.
Penggunaan cerita juga membantu anak untuk memahami
dunia karena cerita memberikan pengaruh dan gambaran melalui
kata-kata yang dapat mengekspresikan perasaan, kemudian
matematika adalah cara untuk mengurutkan suatu pengalaman,
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara68
Vella Fitrisia AMeningkatkan Kemampuan Berhitung Pada
Anak Usia Dini dengan Cara Storytelling
kedua hal itu disatukan terhadap suatu objek atau peristiwa di
dunia nyata dan berusaha untuk memahaminya (Leeper, 2015).
Toor dan Mgombelo (2015) menambahkan bahwa matematika
akan terasa lebih manusiawi jika dalam penerapannya mampu
menerangkan secara matimatis suatu subjek, dimana pada
kesempatan ini berpikir secara mendalam digunakan daripada
hanya mengadopsi suatu prosedur matematis, dan dengan
storytelling matematika mampu melakukan ini.
Berdasarkan pemaparan diatas untuk melihat efektivitas
penggunaan teknik storytelling untuk mengajar berhitung maka
hipotesis dalam penelitian ini adalah apakah ada pengaruh antara
storytelling dengan kemampuan berhitung pada anak usia dini.
Storytelling
Storytelling didefinsikan sebagai suatu narasi yang nyata
atau imajiner yang terstruktur dengan suatu gaya tertentu dan
satu kesatuan karakter. Selain itu cerita juga membangun
pengetahuan dan fondasi dalam memori dan proses belajar, cerita
juga menghubungkan manusia di masa lampau, saat ini, dan di
masa depan (Barzaq, 2009). Menurut Maynard (2005) cerita
merupakan cara manusia mengkomunikasikan pengalamannya,
memahami pengalaman orang lain, membentuk imajinasi menjadi
bebas, cara bagaimana memahami dunia dan memahami posisi
diri sendiri di dunia ini, dan cerita merupakan sesuatu yang penting
untuk manusia, politik, dan pendidikan. Storytelling merupakan
aktivitas linguistik yang edukatif karena pendengar dapat
membagikan pengalaman pribadi kepada orang lain dan
storytelling merupakan suatu seni yang terus diperbaharui selama
bertahun-tahun (McEwan, 1995).
Membawakan suatu cerita mempunyai banyak kelebihan,
pertama, dapat lebih dekat kepada anak, kedua, dapat membuat
kontak mata dengan anak dan memperhatikan bagaimana mereka
merespon, ketiga, mendorong anak untuk terlibat, sebagai contoh
dengan mengundang mereka untuk bergabung membuat cerita
menggunakan ide anak (Leeper, 2015).
Kemampuan berhitung
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara 69
Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019
Kemampuan berhitung pada perkembangan anak bermula
dari pengalaman mereka yang berhubungan dengan benda nyata
atau objek yang mempunyai perbedaan warna, ukuran, bentuk
dan jumlah yang berbeda-beda. Menurut Ojose (2008)
kemampuan matematis artinya anak mengembangkan
kemampuan melalui aktivitas pengalaman nyata, Menurut Jordan
dkk (2012) kemampuan berhitung adalah mengerti mengenai
angka dan operasionalnya, misalnya mengetahui urutan angka
dalam suatu kesatuan hitung, angka mana yang terlebih dahulu
atau angka mana yang datang setelahnya. Selanjutnya
Charlesworth dan Lind (2009) menekankan pada penggunaan akal
sehat pada angka dan peralatan yang digunakan pada
kemampuan berhitung, hal tersebut membantu anak untuk
mendeteksi kesalahan dan memilih pendekatan logis dan strategis
untuk memecahkan masalah matematik.
Pengembangan kemampuan berhitung dan konsep
matematis pada anak usia dini dibagi menjadi tiga bagian yaitu
posisi relatif, dimana anak mampu mengetahui lokasi suatu objek
atau angka, angka ordinal yaitu suatu proses menentukan yang
pertama, kedua, ketiga dan seterusnya, bilangan pokok adalah
saat anak mampu menyebutkan jumlah barang atau benda dalam
suatu seting atau pada suatu kesatuan dan mampu
menghitungnya sampai akhir (
Metode
Subjek penelitian yang digunakan pada penelitian ini sebanyak 13
anak-anak berusia empat dan lima tahun yang bersekolah di PAUD
Mutiara kota Depok. Metode yang digunakan dalam penelitian ini
adalah rancangan eksperimen within subject karena jumlah subjek
sedikit. Adapun desain rancangan eksperimen yang digunakan
one group pretest-posttest design dengan simbol desain seperti
tertera pada gambar 1.
McGuire, Kinzie, & Berch,
2012).
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara70
Vella Fitrisia AMeningkatkan Kemampuan Berhitung Pada
Anak Usia Dini dengan Cara Storytelling
Gambar 1. One group pretest-posttest design
Keterangan :
O :Pengukuran sebelum manipulasi1 :
X : Manipulasi
O : Pengukuran setelah manipulasi2
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini adalah
variabel bebas yaitu storytelling dan variabel terikat yaitu
kemampuan berhitung. Adapun kontrol yang digunakan dalam
penelitian ini adalah konstansi karakteristik subjek dengan teknik
blocking, dalam teknik blocking ini peneliti menyetarakan kondisi
subjek penelitian yang mempunyai variabel sekunder yang sama
(Seniati, Yulianto, & Setiadi, 2014). Dalam penelitian ini salah satu
variabel sekunder yaitu modal kemampuan berhitung yang
dimiliki oleh masing-masing anak sebelum mendapat perlakuan
diidentifikasi. Diketahui terdapat beberapa anak yang sudah
mempunyai kemampuan berhitung sampai dengan 20,
kemampuan tersebut akan berpengaruh terhadap hasil walaupun
tanpa diberikan perlakuan sehingga dianggap salah satu variabel
sekunder. Berdasarkan variabel sekunder tersebut peneliti memilih
anak-anak yang mempunyai kemampuan menghitung sampai
dengan 20, lalu yang mempunyai kemampuan berhitung kurang
atau lebih dari 20 tidak diikut sertakan dalam eksperimen.
Variabel lain yang sekiranya menjadi variabel sekunder
dalam penelitian ini adalah metode pengajaran khas yang
diterapkan sekolah, seperti diketahui saat ini beberapa sekolah TK
atau playgroup memakai metode khusus yang digunakan untuk
mengajar di sekolah tersebut dan menganggap metode tersebut
sebagai suatu ciri khas atau kelebihan yang dimiliki sekolah. Oleh
karena itu dalam penelitian ini dipilih sekolah yang masih
menggunakan metode pengajaran secara umum, dengan ini
diharapkan metode pengajaran lain tidak mencemari penelitian
dan mampu dikontrol.
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara 71
O1 à X à O2
Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019
Prosedur pelaksanaan eksperimen dilakukan selama
empat hari, pada hari pertama sebelum diberikan manipulasi
subjek diukur dengan menggunakan tes berhitung yang meliputi
mengurutkan angka, mencocokan angka dengan objek, mencari
angka yang hilang, menambah dan mengurangi angka dengan
kisaran hitung sampai 20. Hari kedua eksperimen dilakukan di
ruang kelas dengan menyajikan materi berhitung dengan metode
mengajar storytelling yang menggunakan suatu benda atau objek
yang disesuaikan dengan tema cerita sebagai alat bantu hitung
untuk menambah kekuatan cerita.
Cerita pertama tentang kelinci rakus yang memakan wortel
di kebun sehingga sakit perut, dan benda yang digunakan adalah
wortel. Hari ketiga masih disajikan cerita di kelas, mengenai
seorang anak yang mendapat hadiah permen untuk setiap
perbuatan baik yang dilakukan, benda yang digunakan adalah
permen lollipop.
Kemudian pada hari keempat anak diukur kembali setelah
mendapat perlakuan dengan tes berhitung yang sama seperti
sebelum mendapat perlakuan. Penggunaan benda sebagai alat
bantu dalam menyampaikan cerita karena menurut penelitian dari
Roslin dan Lin (2018) pengalaman yang berhubungan dengan
kemampuan berhitung yang diterapkan pada suatu benda atau
objek yang mempunyai nilai kualitas dan kuantitas seperti warna,
ukuran, bentuk sebelum beralih ke tahap gambar dan simbol akan
membantu pemahaman anak tentang berhitung.
H a s i l
Uji normalitas dan uji hipotesis pada penelitian ini dilakukan
dengan bantuan program SPSS versi 16.0 for Windows. Uji
normalitas dilakukan menggunakan uji Shapiro-Wilk, adapun hasil
uji normalitas menunjukkan bahwa nilai sig 0,015 atau p< 0,05
pada pretest dan nilai sig 0,000 atau p< 0,05 pada posttest, nilai ini
menunjukkan bahwa data berdistribusi tidak normal, oleh karena
itu akan digunakan uji statistik non parametrik untuk menguji
hipotesis.
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara72
Vella Fitrisia AMeningkatkan Kemampuan Berhitung Pada
Anak Usia Dini dengan Cara Storytelling
Pengujian hipotesis menggunakan uji Wilcoxon untuk
melihat apakah ada perbedaan nilai antara pretest dan posttest
seperti tertera pada tabel 1.
Tabel 1.
Hasil perhitungan statistik dengan Wilcoxon
Negative ranks pada nilai N, Mean Rank, maupun Sum Rank
menunjukkan angka 0. Artinya tidak ada penurunan dan
pengurangan nilai kemampuan berhitung antara nilai pretest dan
posttest. Positive ranks disini terdapat 12 data positif (N) yang
artinya ke 12 anak mengalami peningkatan hasil kemampuan
berhitung dari nilai pretest ke nilai posttest.
Mean Rank atau rata-rata peningkatan tersebut sebesar
6,50, sedangkan jumlah ranking positif atau sum ranks adalah
sebesar 78,00. Ties adalah kesamaan nilai pretest dan posttest,
disini nilai ties adalah 1, sehingga dapat dikatakan ada seorang
anak yang nilai kemampuan berhitungnya sama antara pretest dan
posttest.
Uji hipotesis berdasarkan hasil dari perhitungan Wilcoxon
Signed Rank Test, didapatkan nilai Z -3, 084 dengan nilai sig
sebesar 0,002 di mana p< 0,05, sehingga hipotesis yang
menyatakan bahwa ada pengaruh storytelling dengan
kemampuan berhitung pada anak usia dini diterima.
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara 73
Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019
Diskusi
Penelitian ini menemukan bahwa ada pengaruh antara
storytelling dengan kemampuan berhitung pada anak usia dini,
dengan nilai sig 0,002 atau nilai p< 0,05, hal ini sejalan dengan
penelitian yang dilakukan oleh (Murti & Hastjarjo, 2015) yang
menyatakan bahwa permainan imajinatif dapat meningkatkan
metakognisi matematika dibanding yang tidak menggunakan
permainan imajinatif, lebih lanjut lagi permainan imajinatif berupa
dongeng mampu meningkatkan metakognisi dalam matematika
dibanding dengan permainan imajinatif berupa permainan pura-
pura yang tidak ada perbedaan dengan kelompok yang tidak
diberikan permainan imajinatif.
Pernyataan di atas diperkuat oleh pendapat yang
mengatakan bahwa storytelling untuk menyampaikan materi
matematika membuat belajar lebih mudah, menciptakan
lingkungan yang penuh imajinasi, penemuan, emosi, dan proses
berpikir yang pada akhirnya membuat matematika menjadi
menyenangkan (Modi, 2012). Storytelling juga memberikan
kesempatan memecahkan masalah dengan cara yang artistik
dimana yang bercerita menciptakan situasi yang disampaikan
kepada pendengarnya untuk merasakan kesenangan dan inspirasi
yang ada pada matematika (Gadanidis, 2012). Disatu sisi gaya
storytelling seperti dongeng , puisi, dan lagu sangat menghibur, di
sisi lain informasi utama yang ditransfer membekas di pikiran
orang yang mendengarkan (Zazkis & Liljedahl, 2009).
Kesimpulan
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa ada perbedaan
hasil kemampuan berhitung pada anak usia dini setelah diberi
perlakuan metode mengajar storytelling. Hasil penelitian
diharapkan mampu menjembatani atau memberikan pandangan
lain mengenai stereotipe anak usia dini yang tidak boleh diajarkan
berhitung, karena berdasarkan penelitian ini berhitung pada anak
Ini berarti bahwa dongeng sebagai
bentuk permainan imajinatif dapat digunakan sebagai stimulasi
dalam pembelajaran matematika untuk meningkatkan
kemampuan metakognisi dalam matematika pada anak.
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara74
Vella Fitrisia AMeningkatkan Kemampuan Berhitung Pada
Anak Usia Dini dengan Cara Storytelling
usia dini jika diajarkan dengan cara yang menyenangkan, interaktif
dan kreatif seperti dengan cara storytelling tidak berdasarkan
kertas dan pensil saja mampu membangkitkan rasa penasaran
anak akan matematika, dan anak merasa tidak tertekan dalam
belajar matematika sehingga kemampuan berhitung mereka
meningkat.
Saran
Bagi guru diharapkan mampu membuat berbagai macam
cerita yang menarik sebagai media untuk mengajarkan berhitung
pada anak usia dini, cerita dapat diambil dari pengalaman sehari-
hari, dongeng rakyat yang beredar, dan buku cerita, selanjutnya
untuk menunjang cerita guru juga dapat menggunakan benda-
benda di sekitar sebagai sarana alat peraga dalam berhitung.
Orangtua juga diharapkan mau meluangkan waktunya untuk
berbagi cerita pada anak yang isinya bersifat edukatif dan
menyenangkan sehingga tanpa anak sadari selain keterikatan
emosional terjalin, rasa senang yang di rasakan anak,
perkembangan kognitif juga berkembang. Dalam penelitian ini
telah menggunakan teknik mengajar storytelling untuk mengajar
berhitung, pada penelitian selanjutnya diharapkan peneliti dapat
menggunakan teknik mengajar kreatif dan inovatif lain yang
sekiranya dapat meningkatkan kemampuan berhitung pada anak.
Peneliti selanjutnya juga dapat menggunakan variabel jenis
kelamin untuk melihat efektivitas perlakuan yang diberikan
terhadap kemampuan berhitung berdasarkan jenis kelamin,
desain eksperimen between subject juga dapat digunakan untuk
penelitian selanjutnya jika memungkinkan jumlah subjek
penelitiannya memadai.
DAFTAR PUSTAKABakar, K. A. (2017). Young Children's Representations of Addition in
Problem Solving. Creative Education, 8, 2232-2242.
.
Barzaq, M. (2009). Integrating Sequential Thinking Thought Teaching
Stories in the Curriculum. Action Research. AlQattan Center for
https://doi.org/10.4236/ce.2017.814153
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara 75
Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019
Educational Research and Development QCERD.Gaza
Charlesworth, R., & Lind, K. K. (2009). Math and science for young children,
(7th Ed.). Belmont, CA: Wadsworth/Cengage.
Dunphy, E. (2009). Early childhood mathematics teaching: Challenges,
difficulties and priorities of teachers of young children in primary
schools in Ireland. International Journal of Early Years
Education,17(1), 3-16, doi: 10.1080/09669760802699829.
Freeman, N. H., Antonucci, C., & Lewis, C. (2000). Representation of the
cardinality principle: Early conception of error in a counterfactual
test. Cognition, 74(1), 71–89.
.
Gadanidis, G. (2012). Mathematics through as Arts lens. A paper
presentated at The Fields Institute for Research in Mathematical
Sciences – Math Education forms, University of Toronto, Toronto,
Canada.
Geary, D. C. (2004). Mathematics and learning disabilities. Journal of
Learning Disabilities, 37, 4–15.
Gelman, R., & Meck, E. (1983). Preschooler's counting: Principles before
skill. Cognition Psychology, 13, 343–359.
Ginsburg, H. P., Lee, J. S., & Boyd, J. S. (2008). Mathematics Education for
Young Child-ren: What It Is and How to Promote It. Social Policy
Report: Giving Child and Youth Development Knowledge Away,
22, 1-23.
Hastjarjo, T.D & Murti, H, A,S.(2015). Permainan Imajinatif Berdasarkan
Metakognisi dalam Belajar Matematika. Gadjah Mada Journal of
Psychology, 1(1), 1-12.
Jordan, N., Glutting, J., Dyson, N., Hassinger-Das, B., Irwin, C., & Graesser,
A.C. (2012). Building kindergartners'number sense: A
randomized controlled study. Journal of Educational Psychology,
104(3), 647-660.
Leeper, M. (2015). Developing Early Maths through Story: Step-by-step
advice for using storytelling as a springboard for Maths activities.
London: Practical Pre-School Books, A Division of MA Education
Ltd, St Jude's Church.
Maynard, B. (2005). The Importance of Story. Available in :
http://subversiveinfluence.com/2005/01/the-importance-of-
story/ [ June 12 2014]
McEwan, H. (1995). Narrative understanding in the study of teaching. In H.
McEwan & K. Egan (Eds.), Narrative in teaching, learning, and
research (pp. 166-183). New York: Teachers College Press.
https://doi.org/10.1016/S0010-0277(99)00064-5
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara76
Vella Fitrisia AMeningkatkan Kemampuan Berhitung Pada
Anak Usia Dini dengan Cara Storytelling
McGuire, P., Kinzie, M., & Berch, D. (2012).Developing number sense in
pre-k with fiveframes. Early Childhood Education Journal, 40(4),
213-222. doi:10.1007/s10643-011-0479-4.
Modi, K. (2012). Story Telling in Mathematics. Voice of Research, 1 (2), 31-33.
Ojose, B. (2008). Applying Piaget's Theory of Cognitive Development
Mathematics In-struction. The Mathematics Educator, 18, 26-30.
Roskos, K.A., Christie,J. F., & Richgels, D.D. (2003). The essentials of early
literacy instruction. Young Children, 3, 52-60.
Rosli, R., & Lin, T. W. (2018). Children Early Mathematics Development
Based on a Free Play Activity. Creative Education, 9, 1174-1185.
.
Seniati, L., Yulianto, A., & Setiadi, B,N.(2014). Psikologi Eksperimen.
Jakarta: Indeks
Toor, A. & Mgombelo, J.(2015). Teaching mathematics through
storytelling: Engaging the 'being' of a student in mathematics.
CERME 9 - Ninth Congress of the European Society for Research in
Mathematics Education, Charles University in Prague, Faculty of
Education; ERME, Prague, Czech Republic. pp.3276-3282.
Wijetunge, G.S. and Lakmini, W.D. (2011). School refusal in children and
adolescents. Sri Lanka Journal of Child Health, 40(3), pp.128–131.
DOI: .
Wolvin, A.D. and Coakely, C.G. (2000). Listening education in the 21st
century. International Journal of Listening, 12,143-152.
Wynn, K. (1992). Children's acquisition of the number words and the
counting system. Cognitive Psychology, 24(2), 220-251.
Zazkis, R., & Liljedahl, P. (2009). Teaching Mathematics as Storytelling.
Rotterdam, The Netherlands: Sense Publishers.
https://doi.org/10.4236/ce.2018.97087
http://doi.org/10.4038/sljch.v40i3.3511
Jurnal
SpiritsKhasanah Psikologi Nusantara 77
Jurnal Spirits Volume 10 No.1 November 2019