manajemen hipotermia hipertermia maligna
DESCRIPTION
okikokokokoTRANSCRIPT
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
Maitri Karuna Rahardjo* , Donni Indra Kusuma **
ABSTRAK
Humans have the ability to maintain body temperature at a certain temperature. This
capability possessed the human body because hipothalamus has functions to regulate body
temperature so the temperature is not affected by ambient temperature. But there are some
things that can cause this function not working as it should so happen the situation of human
body temperature lower than body temperature that is supposed to hipotermi, or the state of
human body temperature is higher than it should hipertermi. Hipotermi and hipertermi has
many causes, one of them is the act of surgery and anestesia, especially hipotermi and
hipertermi malignant, both of them are anestesia complications that can cause death, so we
need to know the etiology and treatment of hipotermi and hipertermi malignant.
Keywords : Hypothermia, Malignant Hyperthermia, Thermoregulation
ABSTRAK
Manusia memiliki kemampuan mempertahankan suhu tubuhnya pada suhu tertentu
karena hipotalamus memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuh manusia agar tidak
terpengaruh terhadap suhu lingkungan. Tetapi ada beberapa hal yang dapat menyebabkan
fungsi ini tidak berjalan dengan baik sehingga kadang suhu tubuh manusia lebih rendah
daripada suhu tubuh yang seharusnya disebut hipotermi, ataupun keadaan suhu tubuh
manusia lebih tinggi dari seharusnya disebut hipertermi.Hipotermi dan hipertermi memiliki
banyak penyebab, salah satu diantaranya adalah tindakan pembedahan dan anestesia,
terutama hipotermi dan hipertermi maligna, keduannya merupakan komplikasi anestesia yang
dapat menyebabkan kematian, sehingga kita perlu mnengetahui etiologi dan cara
penatalaksanaan dari hipotermi dan hipertermi maligna.
Kata Kunci : Hipotermi, Hipertermi Maligna, Termoregulasi
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 1
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
PENDAHULUAN
Suhu tubuh manusia
Ketika membicarakan suhu tubuh, maka kita membaginya menjadi suhu tubuh
inti, dan suhu tubuh permukaan (kulit). Suhu tubuh inti adalah suhu tubuh yang terdapat
pada jaringan pada bagian dalam tubuh. Suhu tubuh permukaan adalah suhu tubuh yang
terdapat pada permukaan luar tubuh (kulit). Suhu inti tubuh relatif tetap, tetapi suhu
tubuh permukaan dipengaruhi oleh lingkungan. Sistem pengaturan suhu dalam tubuh
disebut termoregulasi yang merupakan proses homeostasis, yaitu proses keseimbangan
antara produksi panas dan pelepasan panas.
Proses produksi panas dipengaruhi oleh :
a) BMR seluruh sel dalam tubuh
b) Penambahan produksi panas oleh metabolisme ekstra, yaitu :
i) aktivitas otot meliputi kontraksi otot dan menggigil
ii) Hormon :
(1) Thyroxin
(2) Testosterone
(3) Growth Hormon
(4) Epinefrin
(5) Norepinefrin
iii) Peningkatan respon saraf simpatis
iv) Peningkatan reaksi kimia dalam sel itu sendiri
c) Efek termogenik makanan (metabolisme ekstra yang dibutuhkan untuk mencerna,
menyerap dan menyimpan makanan) 4
Sebagian besar panas tubuh diproduksi di dalam organ dalam terutama hepar,
otak, jantung dan otot skeletal saat berolah raga. Panas yang diproduksi kemudian
ditransmisikan dari dalam organ – organ dalam melalui jaringan menuju ke kulit. Di kulit
terjadi pelepasan panas secara konstan ke udara dan lingkungan sekitarnya. Faktor yang
mempengaruhi pelepasan panas adalah seberapa cepat panas ditransmisikan dari inti
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 2
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
panas tubuh ke kulit dan seberapa cepat panas tubuh dapat ditransmisikan dari kulit ke
lingkungan sekitar. Transmisi panas tubuh dari inti panas tubuh ke kulit diperantarai oleh
aliran darah, makin vasodilatasi pembuluh darah maka makin cepat darah akan melepas
panas inti tubuh ke kulit dan kulit melepas panas tersebut ke lingkungan sekitar. Respon
vasodilatasi dan vasokonstriksi pembuluh darah untuk mengatur suhu dilakukan oleh
sistem saraf simpatis dan berpusat di hipotalamus anterior. Sistem pelepasan panas lain
yang dimiliki tubuh adalah berkeringat yang diatur oleh sistem saraf otonom yang
berpusat pada hipotalamus anterior. Sehingga meskipun peran hipotalamus dalam
mengatur suhu tubuh belum banyak diketahui sampai sekarang, hipotalamus ditetapkan
sebagai pengatur suhu tubuh.4
Suhu tubuh manusia normal adalah 36,50C – 37,50C, terdapat variasi dalam
pengukuran suhu tubuh manusia, tergantung dari tempat pengukurannya. Pengukuran
suhu tubuh normal manusia lewat mulut adalah 36,40C – 37,20C, hasil pengukuran suhu
tubuh manusia lewat anus 0,40C lebih tinggi dari hasil pengukuran suhu tubuh oral.
Seperti yang kita ketahui, pusat pengaturan suhu tubuh manusia adalah hipotalamus,
saraf – saraf pada hipotalamus anterior menerima dua macam impuls yaitu satu dari saraf
perifer yang membawa informasi dari reseptor panas dan dingin pada kulit dan saraf yang
membawa informasi dari pembuluh darah dan kedua macam informasi ini
dikoordinasikan oleh hipotalamus posterior.3 Kedua macam impuls saraf ini kemudian
diproses dalam pusat pengaturan suhu dalam hipotalamus posterior untuk mengatur suhu
tubuh inti manusia sekitar 370C melalui mekanisme set point.4 Hal – hal yang terjadi
akibat pengaturan suhu tubuh oleh hipotalamus :4
Ketika tubuh terlalu dingin Ketika tubuh terlalu panas
Vasokonstriksi pembuluh darah Vasodilatasi pembuluh darah
Piloereksi Berkeringat
Peningkatan termogenesis Penurunan termogenesis
PEMBAHASAN
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 3
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
2) Hipotermi
Hipotermi adalah penurunan suhu tubuh lebih rendah dari 350C. Penurunan suhu
tubuh terjadi secara pada manusia melalui beberapa mekanisme yaitu :
a) Radiasi perpindahan panas dari satu permukaan tanpa ada media penghantar
b) Konduksi perpindahan panas karena karena ada kontak langsung
c) Konveksi perpindahan panas karena medium yang dialirkan seperti infuse
mauoun aliran darah
d) Evaporasi perpindahan panas yang menyertai perubahan molekul dari cair ke gas
Radiasi adalah mekanisme pelepasan panas yang paling besar dari dalam tubuh
disusul oleh konduksi terutama dalam suhu rendah dan kemudian konveksi terutama
pada udara yang lembab kemudian disusul evaporasi.3 Etiologi hipotermia :
a) Usia
i) Usia tua
ii) Neonatus
b) Paparan lingkungan
c) Penggunaan obat –obatan
i) Anestesi
(1) Isoflurane
Mengganggu kerja hipotalamus secara sentral hipotalamus tidak dapat
mengontrol vasodilatasi yang terjadi dari sentral distribusi panas dari inti
panas tubuh ke perifer meningkat (fase I) menurunkan suhu tubuh 30C /
hisapan
(2) Pada regional / epidural anestesi
Agen anestesi menghambat informasi tentang temperatur lingkungan dari
perifer (saraf pada pembuluh darah dan kulit) hipotalamus tidak
mengetahui hilangnya panas karena lingkungan yang dingin tidak
memberikan sinyal kepada bagian tubuh untuk menghasilkan panas lebih
untuk mempertahankan suhu pada set point suhu tubuh turun lebih banyak
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 4
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
ii) Barbiturate
iii) Neuromuscular blocker
d) Malnutrisi
e) Terkait endokrin
i) Diabetes mellitus
ii) Hipotiroid
iii) Insufisiensi adrenal
iv) Hipopituitarisme
f) Terkait sistem saraf
i) Cedera serebrovaskular
ii) Cedera saraf spinal
iii) Parkinson
iv) Gangguan hipotalamus
g) Multisistem
i) Trauma
ii) Sepsis
iii) Syok
iv) Luka bakar luas
v) Gagal hepar atau gagal ginjal
h) Penyebab hipotermi iatrogenic pada anestesia :
i) Operasi / anestesia yang lama
ii) Resusitasi jantung paru lama
iii) Tranfusi darah / produk darah
i) Resusitasi cairan dalam jumlah besar3
Tahap – tahap hipotermi intraoperatif pada proses anestesia regional maupun
anestesia umum :
a) Redistribusi panas internal
Penurunan suhu 0,50C sampai 10C karena adanya redistribusi panas dari inti
tubuh ke perifer yang lebih dingin karena adanya vasodilatasi pada pembuluh
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 5
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
darah perifer akibat paparan agen induksi anestesia. Makin dingin kulit saat
proses induksi terjadi, maka makin banyak temperatur inti tubuh menurun.
b) Hilangnya panas karena lingkungan
Kehilangan panas secara pasif karena radiasi, evaporasi, konveksi dan konduksi
yang mengakibatkan depresi fisiologis jika suhu inti tubuh mencapai suhu 340C –
350C. Usia lanjut dan diabetes dapat menurunkan suhu dibawah 340C karena
adanya penurunan respon vasokonstriksi pada pembuluh darah.
c) Fase plateau
Ketika vasokonstriksi akibat proses thermoregulasi diaktifkan maka proses
kehilangan panas dapat ditahan, tetapi kehilangan panas dapat tetap terjadi lebih
lanjut akibat kehilangan darah dalam jumlah besar dan tranfusi.1
Klasifikasi hipotermia dan efeknya pada berbagai sistem tubuh :3
Klasifi
kasi
Temper
atur
tu€buh
Sistem
saraf
pusat
Sistem
Kardiovas
kuler
Sistem
pernafas
an
Ginjal dan
Endokrin
Sistem
Neuromus
kuler
Ringan 35°C –
32.2°CDepresi
linear dari
metabolis
m sistem
saraf pusat
Takikardi
dilanjutkan
bradikardi
progresif
Takipneu,
dilanjutka
n
penuruna
n
progresif
Diuresis
menggigil
peningkata
n tonus otot
kemudian
lelah
Amnesia
Pemanjang
an siklus
jantung
Penuruna
n volume
pernafasa
n satu
menit
peningkatan
catecholamine
s,steroid
adrenal,
triiodothyronin
e dan thyroxine
Apatis vasokonstri Penuruna peningkatan
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 6
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
ksin
konsumsi
oxygen
metabolism
dengan
menggigil
Disarthria
Peningkata
n cardiac
output dan
tekanan
darah
bronchorr
hea
Kesulitan
dalam
menilai
Bronkosp
asme
Tingkah
laku
maladaptif
Sedang 32.1°C –
28°C
abnormalit
as EEG
Penurunan
progresif
nadi dan
cardiac
output (J-
wave) ECG
changes
Hipoventi
lasi 50%
Peningkatan
aliran darah ke
ginjal 50%
autoregulasi
ginjal masih
baik
Hiporefleks
ia
penurunan
tingkat
kesadaran
progresif
Peningkata
n aritmia
atrial dan
ventrikular
penuruna
n
produksi
CO2
setiap
temperatu
r turun
Gangguan
fungsi insulin
menggigil
berkurang
diinduksi
thermoregu
lasi
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 7
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
8°C
dilatasi
pupil
Gelombang
J pada
EKG
Kekakuan
otot
paradoxic
al
undressing
tidak
adanya
reflex
proteksi
jalan
nafas
halusinasi
Berat <28°C
Kehilanga
n
autoregula
si sistem
cerebrovas
kular
Penurunan
tekanan
darah,heart
rate dan
cardiac
output
secara
progresif
Kongesti
paru dan
oedem
paru
Penurunan
aliran darah
ginjal setara
penurunan
cardiac output
Tidak ada
gerakan
penurunan
kecepatan
konduksi
saraf
Penuruan
perdaran
darah
cerebral
Disaritmia
berulang
Penuruna
n
konsumsi
O2 75%
PoikilotermiaAreflexia
perifer
kehilangan
reflex
okuler
Resiko
maksimal
terjadinya
fibrilasi
apnea Penurunan
BMR 80%
Tidak ada
refleks
corneal /
oculoc
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 8
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
ventrikel ephalic
penurunan
EEG
progresif
asistoleOliguria
ekstrim
Hipotermi memiliki keuntungan terhadap pasien yaitu melindungi organ pasien
terhadap iskermia Karena penggunaan O2 menurun 50 % tiap suhu menurun 100C.
hipotermi ringan memberikan perlindungan kepada sistem saraf pusat, setelah stroke dan
cardiac arrest oleh karena fibrilasi ventrikel. Tetapi hipotermi ringan meskipun ringan
menimbulakn disfungsi platelet sehingga meningkatkan perdarahan intraoperatif. Hal ini
disebabkan karena platelet tromboxane yang diperlukan untuk agregasi platelet dan
hemostatik vasokonstriksi fisiologi lokal dihambat oleh dingin. Tranfusi darah dingin
secara besar – besaran dapat memicu terjadinya koagulapati hipotermi yang parah
sehingga mengakibatkan perdarahan yang ireversible. Juga didapati bahwa hipotermi
ringan dapat meingkatkan terjadinya infeksi post opreatif karena terjadinya
vasokonstriksi dengan tekanan oksigen yang rendah sehingga mengakibatkan
pertumbuhan bakteri.
Hipotermi sedang mengakibatkan efek yang luas pada organ2 tubuh ditambah
dengan obat anestesia maka yang terjadi adalah penurunan kesadaran dimulai dari
penurunan kesadaran ringan, kebingungan sampai somnolen. 2
Terjadi pula penurunan bersihan ginjal dan hati terhdap agen – agen anestesia
serta agen pemblok sistem neuromuskular. Pada sistem pernafasan terjadi hipoksemia
dan hiperkarbia. Vasokonstriksi yang disebabkan oleh dingin dan peningakatan resistensi
sitemik mengakibatkan eksaserbasi hipertensi postoperatif, jika pada pasien terdapat
konsentrasi norepineofrinyang cukup tinggi maka dapat ditemukan infark miocard pada
pasien yang memiliki faktor resiko. 2
Menghangatkan pasien dengan hipotermi dapat menyebabkan gejala yang lebih
hebat daripada hipotermi itu sendiri. Pasien menggigil meningkatkan frekuensi nafas,
konsumsi O2 dan ventilasi 1 menit. Jika dicoba disupresi dengan ventilator, preparat
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 9
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
oppiod atau agen anestesi lain maka dapat menimbulkan hiperkarbia dan asidosis
respirasi akut. Menggigil juga dapat menyebabkan pasien tidak nyaman, peningkatan
tekanan intrakranial dan tekanan intraokuler. Ditambah vasodilatasi akibat penghangatan
dapat mengaburkan adanya hipovolemia.1
Manajemen hipotermi
Pada prinsipnya manajemen penanagan hipotermi adalah :
a) Menghangatkan pasien preoperatif
b) Menyesuaikan temperatur di ruang operasi sebelum dan sesuah operasi
c) Monitor temperatur intraoperatif
d) Menghangatkan pasien dengan selimut dan cairan (cairan, darah dan produk darah)
yang dihangatkan
e) Memberikan suplai O2,kalau perlu dengan ventilator
f) Mencegah dan merawat gemetar dengan memberikan agonis alfa adrenergik seperti
klonidin, dexmedetomidine saat premedikasi dan dexmedetomidine post operasi
g) Perawatan vasodilatasi post penghangatan dengan memberikan vasokonstriktor1
2) Hipertermi
Hipertermi adalah suhu tubuh manusia melebihi 37,50C, karena peningkatan suhu
tubuh yang melebihi normal dan tidak terkontrol dimana produksi panas tubuh melebihi
kemampuan tubuh melepas panas. Penyebab hipertermi :3
a) Heat stroke
i) Penyebab eksernal : olahraga di luar ruangan pada suhu dan kelembaban tinggi
ii) Penyebab internal : obat anti parkinson, anti histamin, anti kolinergik, diuretik,
fenotiazid
b) Hipertermi karena obat
i) Amphetamines, cocaine, phencyclidine (PCP), methylenedioxymethamphetamine,
lysergic acid diethylamide , salicylates, lithium, anticholinergics,
sympathomimetics
ii) Neuroleptic malignant syndrome
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 10
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
iii) Phenothiazines; butyrophenones, haloperidol and bromperidol; fluoxetine;
loxapine; tricyclic dibenzodiazepines; metoclopramide; domperidone;
thiothixene; molindone; withdrawal dari agen dopaminergic
c) Serotonin syndrome
Selective serotonin reuptake inhibitors (SSRIs), monoamine oxidase inhibitors
(MAOIs), tricyclic antidepresan
d) Hipertermi Maligna
Anestesi inhalasi, succynil cholin
e) Endocrinopathy
Thyrotoxicosis, pheochromocytoma
f) Kerusakan sistem saraf pusat
Perdarahan serebral, status epilepticus, cedera hipotalamus3
3) Hipertermi maligna
Hipertermi maligna adalah suatu kondisi miopati langka yang terjadi pada pasien
anak – anak (1:15.000) dan dewasa (1:40.000) ditandai dengan kondisi hipermetabolisme
akut pada jaringan otot yang terjadi setelah induksi anestesi umum. Hipertermi maligna
dapat juga timbul pada masa post operatif satu jam setelah penerapan anestesia tanpa
paparan agen anestesia yang memiliki efek pemicu kondisi tersebut.1
Tanda hipertermi maligna
a) Kenaikan suhu tubuh 10C / 5 menit
b) Kaku pada otot maseter, kadang disertai kaku pada seluruh otot tubuh
c) Hiperkarbia
d) Takipnea jika pelemas otot tidak digunakan
e) Overreaktivitas sistem simpatis menimbulkan gejala :
i) Takikardi
ii) Aritmia
iii) Hipertensi yang diikuti dengan hipotensi karena depresi jatung
f) Sianosis
g) Mioglobinuria dan mioglobinemia yang ditandai dengan urin berwarna hitam
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 11
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
h) Pemeriksaan laboratorium
i) Asidosis metabolik dan asidosis respirasi
(1) Defisit basa
(2) Hiperkalemia
(3) Hipermagnesia
(4) Saturasi oksigen yang sangat rendah
ii) Serum kalsium terionisasi menurun setelah mengalami peningkatan
iii) Peningkatan serum mioglobin, aldolase, laktat dehidrogenase
iv) Peningkatan creatinin kinase (melebihi 20.000 IU/L)1
Perlu dicatatat bahwa peningkatan serum mioglobin dan creatinin
kinase dapat terjadi pada pasien yang mendapat suntikan succynil cholin tanpa
hipertermi maligna1
i) Differential diagnosis
1) Sindrom neuroleptik ganas
2) Krisis tiroid
3) Feokrositoma
4) Sindrom serotonin hipertermi dipicu obat
5) Hipertermi iatrogenic
6) Cedera hipotalamus / batang otak
7) Sepsis
8) Reaksi tranfusi
9) Komplikasi hipertensi maligna
10) Fibrilasi ventrikel
11) Gagal ginjal
12) Gagal hati
13) Kejang disertai edema serebral
14) Disseminated intravascular coagulation2
j) Patofisiologi hipertermi maligna
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 12
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
Paparan succynil cholin ataupun gas – gas halogen anestesia memicu terjadinya
hipertermi maligna. Tidak semua orang yang terpapar succynil cholin maupun gas – gas
agen anestesia mengalami hipertermi maligna, hal ini belum jelas, tetapi yang didapat
dari penyelidikan adalah peningkatan kalsium intraseluler pelepadan kalsium dari
reticulum sarcoplasma menghilangkan hamatan pada troponin menghasilkan kontraksi
otot yang terus menerus ditandai dengan meningkatnya ATP yang diproduksi dan
digunakan menyebabkan metabolisme aerob dan anaerob yang tidak terkontrol. Keadaan
hipermetabolik terus berlanjut menyebabkan peningkatan konsumsi O2 dan produksi CO2
dan mengakibatkan hipertermi dan asidosis laktat yang berat. Saat membran otot pecah,
limpahan kalium dan laktat dehidrogenase menyebabkan hiperkalemia. Peningkatan
tonus simpatis, asidosis hiperkalemia, kesemuanya menyebabkan fibrilasi ventrikel dan
dapat mengakibatkan kematian dalam waktu kurang dari 15 menit.1
k) Manajemen hipertermi maligna
Prinsip perawatan hipertermi maligna adalah menghentikan hipertermi dan
merawat komplikasi yang terjadi seperti asidosis dan hiperkalemia. Langkah awal yang
harus dilakukan adalah menghentikan pemberian agen pemicu yaitu succynil cholin dan
gas – gas anestesia halogen, diganti dengan pemeberian oksigen 100 % untuk
meminimalisasi efek hiperkapnea asidosis metabolic dan peningkatan konsumsi O2.
Langkah selanjutnya, jika terdapat demam maka pendinginan permukaan dengan
es terutama pada arteri – arteri besar, melakukan pendinginan dengan metode konveksi
dengan udara dingin, selimut pendingin, dapat juga dilakukan pemberian es salin pada
lambung dan rongga – rongga tubuh.
Asidosis yang terjadi dirawat dengan pemberian natrium bikarbonat 1 – 2
mEq/kg. Hiperkalemia dirawat dengan insulin 10 – 20 IU dan glukosa 25 – 50 g intra
vena ditambah diuretika dan monitor balance cairan, elektrolit . Agen antiaritmia dan
katekolamin dapat diberikan sesuai kebutuhan kecuali calcium channels blocker, karena
dapat meningkatkan hiperkalemia pada penggunaan dengan dantrolene.
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 13
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
Infus manitol dan furosemid harus diberikan untuk meningkatkan diuresis dan
mencegah gagal ginjal akut karena mioglobinuria. Langkah terakhir adalah dengan
memberikan dantrolene 2,5 mg / kg BB intravena. Perawatan hipertermi maligna yang
cepat masih menyisakan tingkat kematian sebesar 5 – 30 %. 1
l) Dantrolene
Dantrolene adalah sebuah derivat hydantoin, langsung menghambat kontraksi
otot dengan mengikat channel kalsium yang bernama reseptor Ryr1 dan menghambat
pelepasan ion kalsium dari reticulum sarcoplasmic.
Dosis 2,5 mg / kg secara intravena setiap 5 menit sampai episode diakhiri. Dosis
maximum dantrolene umumnya 10 mg / kg. Dantrolene dikemas sebagai 20 mg bubuk
dan dilarutkan dalam 60 mL air steril. Waktu paruh dantrolene adalah sekitar 6 jam.
Setelah kontrol awal, dantrolene 1 mg / kg intravena diulang setiap 6 jam selama
24 - 48 jam untuk mencegah kambuh karena hipertermi maligna dapat kambuh dalam
waktu 24 jam. Perlu dicatat bahwa dantrolene bukan obat spesifik untuk hipertermi
maligna, tetapi juga juga dapat menurunkan suhu dalam krisis tiroid dan sindrom
neuroleptik ganas.
Dantrolene adalah obat yang relatif aman, komplikasi paling serius setelah
pemberian akut adalah kelemahan otot umum yang dapat mengakibatkan insufisiensi
pernafasan atau pneumonia aspirasi. Dantrolene dapat menyebabkan phlebitis dalam
pembuluh perifer kecil dan harus diberikan melalui jalur vena sentral jika tersedia.1
KESIMPULAN
1. Manusia mampu mengatur suhu tubuhnya pada set point terterntu dengan
pusat kontrol suhu tubuh pada hipotalamus
2. Mekanisme dasar hipotermi dan hipertermi adalah terjadinya ketidak
seimbangan dalam menghasilkan panas dan kehilangan panas, salah satunya
adalah tindakan anestesi dan pembedahan
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 14
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
3. Hipertermi maligna dan hipotermi merupakan komplikasi yang dapat terjadi
karena tindakan anestesi dan pembedahan sehingga kita perlu mengetahui
prinsip pengelolaan kedua kondisi tersebut yaitu dengan menyeimbangkan
proses menghasilkan panas dan proses kehilangan panas.
DAFTAR PUSTAKA
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 15
Manajemen Hipotermia dan Hipertermia Maligna
1. Morgan GE, Mikail MS, Murray MJ. Clinical Anesthesiology. 4th ed. New York :
Lange Medical Book, 2006
2. John LA. Complications in Ansthesia. 2 nd ed.Milwaukee: WB Saunders Companny,
2007
3. Harrison’s Principle of Internal Medicine. 17th ed. The McGraw Hill’s Company,
2008
4. Guyton Textbook of Medical Physiology. 11th ed. Elsevire Saunders, 2006
Maitri Karuna RKoass Anesthesi UNISSULA – RSUD KetilengPeriode 31 Mei 2010 – 12 Juni 2010 16