makalah mental model from dania awal
TRANSCRIPT
Mental Model
Anggota kelompok :
Aldila Rosalina / 1206301652
Ary Faddila / 1206192191
Dania Kosim / 1206301721
Dewi Kartika / 1206301740
Dian Fitri / 1206192424
Doris Tobing / 1206301753
Elfiyanti / 1106039913
Indra Yanti / 1206301886
Luzi Adriyanti / 1601201923
M. Zaidan Jauhari / 1206301936
Sarwanti / 1206193692
Nanang Sugiarto / 1206193326
Fakultas Kesehatan Masyarakat
Universitas Indonesia
2012
Daftar Isi
Pokok Bahasan Masalah
Kesimpulan dan Komentar
Daftar Pustaka
Daftar Isi
Pendahuluan
Definisi Mental Model
Terbentuknya Mental Model
Mental Model dan Organisasi
Contoh Kasus
Gambar
Daftar Pustaka
Pendahuluan
Berbagai perubahan pada dekade terakhir ini digambarkan oleh banyak ahli manajemen sebagai suatu turbulent (angin kencang yang
1
berubah arah), organisasi yang sangat cepat mengalami perubahan , ditambah dengan iklim kompetisi antar organisasi yang semakin kuat menuntut organisasi apapun untuk selalu mampu mengalami perubahan dan persaingan. Organisasi harus mampu berkompetisi dengan sesama, juga harus mampu berkompetisi dengan lembaga lain. Untuk mampu berkompetisi tersebut organisasi harus mampu melihat berbagai kebutuhan dan harapan stakeholder. Rumah Sakit sebagai suatu Organisasi juga mengalami hal yang sama, Upaya untuk selalu memenuhi kebutuhan dan harapan stakeholder inilah yang kemudian menuntut Rumah Sakit untuk meningkakan mutu layanan dan produknya. Namun sayangnnya, kebutuhan dan harapan stakeholder bukanlah merupakan sesuatu yang bersifat statis, namun bersifat dinamis, bahkan seringkali perubahannya berlangsung sangat cepat dan tidak berpola. Kondisi ini tentu akan sangat memukul Rumah Sakit, jika Rumah Sakit tersebut tidak memiliki kemampuan untuk berubah dan menyesuaikan diri dengan cepat. Dengan kata lain,untuk dapat selalu menjaga mutu produk dan layanannya Rumah Sakit juga harus memiliki kemampuan untuk selalu berubah menyesuaikan diri dengan kondisi yang berkembang. Rumah Sakit yang memiliki kemampuan dan kelenturan untuk berubah tersebut hanya dapat dicapai jika Rumah Sakit tersebut memiliki kemampuan mengelola Sumber Daya Manusia (SDM) dengan baik.
Mendasarkan pada berbagai kondisi perubahan yang cepat dan faktor persaingan yang tinggi inilah yang kemudian di dalam ilmu manajemen terdapat suatu model pembelajaran dari organisasi yang disebut organisasi pembelajar (learning organization).
Definisi organisasi pembelajaran adalah tempat dimana ada sekelompok orang yang selalu meningkatkan kapasitas atau kemampuannya demi untuk mencapai tujuan yang sangat mereka dambakan. (http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1405188199.pdf)
Definisi lain tentang organisasi pembelajaran yang lain adalah dariPedler, Boydell dan Burgoyne yang mendefinisikan bahwa organisasi pembelajaran adalah “Sebuah organisasi yang memfasilitasi pembelajaran dari seluruh anggotanya dan secara terus menerus mentransformasikan diri”. • Menurut Lundberg (Dale, 2003) menyatakan bahwa pembelajaran adalah “suatu kegiatan bertujuan yang diarahkan pada pemerolehan dan pengembangan keterampilan dan pengetahuan serta aplikasinya”. .
Selain itu,Lima Disiplin yang diidentifikasikan Peter Senge adalah kunci untuk mencapai organisasi jenis ini. Dimensi Learning Organization Peter Senge (1999) mengemukakan bahwa di dalam learning organization yang efektif diperlukan 5 dimensi yang akan memungkinkan organisasi untuk belajar, berkembang, dan berinovasi yakni:
1. Personal Mastery
2
Kemampuan untuk secara terus menerus dan sabar memperbaiki wawasan agar objektif dalam melihat realitas dengan pemusatan energi pada hal-hal yang strategis..
2. Mental Model
Suatu proses menilai diri sendiri untuk memahami, asumsi, keyakinan, dan prasangka atas rangsangan yang muncul.
3. Shared Vision
Komitmen untuk menggali visi bersama tentang masa depan secara murni tanpa paksaan.
4. Team Learning
Kemampuan dan motivasi untuk belajar secara adaptif, generatif, dan berkesinambungan.
5. System Thinking
Organisasi pada dasarnya terdiri atas unit yang harus bekerja sama untuk menghasilkan kinerja yang optimal. Kesuksesan suatu organisasi sangat ditentukan oleh kemampuan organisasi untuk melakukan pekerjaan secara sinergis.
Kelima dimensi dari Peter Senge tersebut perlu dipadukan secara utuh, dikembangkan dan dihayati oleh setiap anggota organisasi, dan diwujudkan dalam perilaku sehari-hari. Kelima dimensi organisasi pembelajaran ini harus hadir bersama-sama dalam sebuah organisasi untuk meningkatkan kualitas pengembangan SDM, karena mempercepat proses pembelajaran organisasi dan meningkatkan kemampuannya untuk beradaptasi pada perubahan dan mengantisipasi perubahan pada masa depan.(http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_belajar)
TERBENTUKNYA MENTAL MODEL
Seperti sudah disinggung didalam pendahuluan bahwa Mental Model adalah salah satu hal yang penting dimiliki oleh personal di dalam organisasi untuk proses pembelajaran organisasi.Didalam bab ini akan dibahas bagaimana mental model dapat terbentuk
Mental Model berasal dari pengamatan dengan pengetahuan ,informasi-informasi membentuk skemata-skemata sehingga terbentuklah mainset atau yg disebut model mental.(http://zulyadai.wordpress.com/2012/06/19/model-mental-dan-pemimpin/)
3
Kepustakaan lain menyebutkan Model mental (Mental Model) adalah suatu prinsip yang mendasar dari organisasi pembelajar. Model mental adalah suatu aktivitas perenungan yang dilakukan dengan terus menerus mengklarifikasikan dan memperbaiki gambaran-gambaran internal kita tentang dunia, dan melihat bagaimana hal itu membentuk tindakan dan keputusan kita. Model mental terkait dengan bagaimana seseorang berpikir dengan mendalam tentang mengapa dan bagaimana dia melakukan tindakan atau aktivitas dalam berorganisasi. Model mental merupakan suatu pembuatan peta atau model kerangka kerja dalam setiap individu untuk melihat bagaimana melakukan pendekatan terhadap masalah yang dihadapinya. Dengan kata lain, model mental bisa dikatakan sebagai konsep diri seseorang, yang dengan konsep diri tersebut dia akan mengambil keputusan terbaiknya. Model mental ini kemudian menghasilan cara berfikir atau mindset
(http://www.uinmalang.ac.id/index.php?option=com_content&view=article&id=1699:organisasi-pembelajar&catid=35:artikel-dosen&Itemid=210)
A mental model is an explanation of someone's thought process about how something works in the real world. It is a representation of the surrounding world, the relationships between its various parts and a person's intuitive perception about his or her own acts and their consequences. Mental models can help shape behaviour and set an approach to solving problems (akin to a personal algorithm) and doing tasks
M ental models can be constructed from perception, imagination, or the comprehension of discourse (Johnson-Laird, 1983). Such mental models are akin to architects' models or to physicists' diagrams in that their structure is analogous to the structure of the situation that they represent, unlike, say, the structure of logical forms used in formal rule theories of reasoning. In this respect, they are a little like pictures in the "picture" theory of language described by philosopher Ludwig Wittgenstein in 1922. Philip Johnson-Laird and Ruth M.J. Byrne developed a theory of mental models which makes the assumption that reasoning depends, not on logical form, but on mental models (Johnson-Laird and Byrne, 1991). (http://en.wikipedia.org/wiki/Mental_mode)
4
Gambar 1: Mental Model http://www.google.co.id/search?num=10&hl=id&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1024&bih=
Gambar 2 : Mental Modelhttp://www.google.co.id/search?num=10&hl=id&site=imghp&tbm=isch&source=hp&biw=1024&bih=
MENTAL MODEL DAN ORGANISASI
Mental model memungkinkan manusia bekerja dengan lebih cepat. Namun, dalam organisasi yang terus berubah, mental model ini kadang-kadang tidak berfungsi dengan baik dan menghambat adaptasi yang dibutuhkan. Dalam organisasi pembelajar, mental model ini didiskusikan, dicermati, dan direvisi pada level individual, kelompok, dan organisasi.(http://id.wikipedia.org/wiki/Organisasi_belajar)
Pokok Bahasan Masalah
Sebagai akibat dari karakteristik lingkungan strategis yang sudah banyak sekali
berubah, maka paradigma-paradigma lama banyak yang menjadi usang, bahkan paradigma-
paradigma tersebut berubah menjadi sumber masalah baru. Penggunaan paradigma-paradigma
yang telah usang inilah yang menimbulkan akumulasi masalah yang semakin besar dan
kompleks. Gejolak permasalahan yang sudah berkembang menjadi kompleksitas
permasalahan yang dinamis (dynamic complexity), akan sangat berbahaya bila kita masih
menggunakan pikiran-pikiran dengan logika masa lalu yang sudah tidak sesuai lagi dengan
tuntutan zaman.
5
Dengan keadaaan yang merupakan kompleksitas yang dinamis, perubahan yang sangat
cepat dan ketidakpastian yang sangat besar, organisasi birokratik yang cenderung “rule
driven”, sentralistik, dan kepemimpinan yang memusatkan kekuasaan pada pemimpin, sangat
sukar untuk dapat berhasil mencapai tujuan organisasinya. Kita membutuhkan tatanan-
pemikiran (mindset) baru dari pemimpin organisasi yang mampu menghadapi tantangan baru.
Kita membutuhkan organisasi baru, karena organisasi yang tidak mau berubah sesuai dengan
tuntutan zaman akan mati seperti layaknya dinosaurus yang lamban dan menjadi punah
digilas zaman (Marquardt, 1997).
Seperti kita ketahui bahwa organisasi adalah wadah sekumpulan orang yang saling
berinteraksi untuk mencapai tujuan yang telah ditentukan sebelumnya. Dalam pelaksanaannya
mereka akan saling berbagi tugas, mengatur pembagian kewenangan dan tanggungjawab,
membuat prosedur kerja, aturan dan sebagainya untuk memudahkan mereka bekerja. Pada
kenyataannya pelaksanaan itu tidak akan efektif apabila tidak ada seseorang yang
mengarahkan, mengkoordinasikan dan memiliki kewenangan untuk mengambil keputusan,
seorang yang lazim kita sebut dengan pemimpin. Dengan demikian keberhasilan atas
kegagalan suatu organisasi dalam mencapai kinerja yang ditetapkan, sangat ditentukan antara
lain oleh kualitas kepemimpinan.
Kepemimpinan adalah perilaku dari seorang individu yang memimpin aktivitas-
aktivitas suatu kelompok ke suatu tujuan yang ingin dicapai bersama (Shared Goal) (Hemhiel
and Coons, 1957). Sedangkan menurut Jacobs and Jacques (1990) kepemimpinan adalah
sebuah proses memberi arti (pengarahan yang berarti) terhadap usaha kolektif, dan yang
mengakibatkan kesediaan untuk melakukan usaha yang diinginkan untuk mencapai sasaran.
Kepemimpinan akan berjalan secara efektif dan efisien apabila dilaksanakan oleh seorang
pemimpin. Pemimpin adalah seseorang yang memiliki kemampuan untuk mempengaruhi
perilaku orang lain atau kelompok, tanpa mengindahkan bentuk alasannya, sedangkan
kepemimpinan adalah proses kegiatan memimpin.
Salah satu bentuk kepemimpinan menggunakan pendekatan perubahan adalah
“Kepemimpinan Stratejik dengan Pendekatan Organisasi Pembelajaran.” Organisasi
pembelajaran (Learning Organization) bersumber pada konsep yang dikemukakan oleh Peter
Senge (1990), yaitu organisasi yang orang-orangnya secara terus-menerus meningkatkan
kapasitasnya untuk menciptakan hasil-hasil yang sungguh-sungguh mereka inginkan, terus
menerus mengembangkan dan memelihara pola-pola pikir baru dan sistemik, membebaskan
aspirasi-aspirasi kolektif berkembang, dan mereka terus belajar bersama-sama secara sinerjik.
Dengan demikian organisasi pembelajaran adalah tempat dimana ada sekelompok orang yang
6
selalu meningkatkan kapasitas atau kemampuannya demi untuk mencapai tujuan yang sangat
mereka dambakan.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1405188199.pdf
Organisasi Pembelajar
Menurut Peter Senge (1990) organisasi pembelajar adalah organisasi dimana orang
terus-menerus memperluas kapasitas mereka untuk menciptakan hasil yang benar-benar
mereka inginkan, dimana pola baru dan ekspansi pemikiran diasuh, dimana aspirasi kolektif
dibebaskan, dan dimana orang terus-menerus belajar melihat bersama-sama secara
menyeluruh. Alasan dasar untuk organisasi tersebut adalah bahwa dalam situasi perubahan
yang cepat hanya mereka yang fleksibel, adaptif dan produktif yang dapat bertahan. Agar hal
ini terjadi, ia berpendapat bahwa organisasi perlu menemukan bagaimana memanfaatkan
komitmen orang dan kapasitas untuk belajar pada semua tingkat’ (Senge, 1990).
Sementara semua orang memiliki kapasitas untuk belajar, struktur di mana mereka
harus berfungsi sering tidak kondusif untuk berefleksikan dan melibatkan mereka.
Selanjutnya, orang mungkin tidak memiliki alat dan ide-ide pembimbing untuk memahami
situasi yang mereka hadapi. Organisasi yang terus-menerus memperluas kapasitas mereka
untuk menciptakan masa depan mereka memerlukan perubahan pemikiran secara mendasar di
kalangan anggotanya. Orang-orang berbicara tentang menjadi bagian dari sesuatu yang lebih
besar dari diri mereka sendiri. Ini menjadi sangat jelas bahwa, bagi banyak orang, pengalaman
mereka sebagai bagian dari tim benar-benar hebat menonjol sebagai periode terbaik dari
hidup yang dijalani. Beberapa menghabiskan sisa hidup mereka mencari cara untuk
memperoleh kembali semangat itu.
Untuk Peter Senge, belajar yang nyata adalah sampai ke hakekat apa artinya menjadi
manusia. Kita menjadi mampu untuk menciptakan kembali diri kita sendiri. Hal ini berlaku
untuk baik individu dan organisasi. Jadi, untuk sebuah organisasi pembelajar tidak cukup
untuk bertahan hidup. ‘”Belajar Survival” atau yang lebih sering disebut “belajar adaptif”
adalah penting dan memang itu perlu. Tapi bagi organisasi pembelajar, “belajar adaptif” harus
digabungkan dengan “belajar generatif”, belajar yang meningkatkan kapasitas kita untuk
menciptakan ‘.
http://perilakuorganisasi.com/peter-m-senge-organisasi-pembelajar.html
Menurut Peter Senge (1990), untuk efektifnya sebuah organisasi pembelajaran
diperlukan lima disiplin pembelajaran yaitu : keahlian pribadi (personal mastery), mental
7
model (mental models), visi bersama (shared vision), pembelajaran tim (team learning) dan
berpikir sistem (system thinking). Lima disiplin inilah yang dapat menghasilkan energi vital
yang diperlukan dalam membangun organisasi pembelajaran untuk mengantisipasi setiap
perubahan.
Beberapa pemikiran dasar (premises) dalam pendekatan pembelajaran :
1. Kepemimpinan diperlukan di semua level, tidak hanya dipuncak. Oleh karena hal
ini akan lebih memudahkan koordinasi, maupun pengambilan keputusan sesuai
levelnya;
2. Kita memerlukan pemimpin yang selalu mencari perubahan melalui peningkatan
nilai-nilai, proses pelaksanaan atau praktek dan sumber daya (values, practice and
resources);
3. Kita memerlukan pemimpin yang senantiasa mendorong pembelajaran. Pemimpin
yang membentuk tatanan sosial dalam organisasinya sedemikian rupa sehingga
mampu menghasilkan modal intelektual seperti : gagasan, metoda / cara (know
how), inovasi, pengetahuan dan keahlian.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1405188199.pdf
Model Mental
Peter Senge mendefinisikan model mental sebagai semua asumsi, generalisasi,
bahkan gambaran yang tersimpan kuat dalam pikiran dan perasaan sehingga mempengaruhi
segala tindakan, perilaku dan pandangan tentang kehidupan dan dunia pada umumnya.
Hubungannya dengan budaya atau kultur adalah bahwa budaya berada pada tingkat makro,
sedangkan model mental ada pada individu dan kelompok individu atau tingkat mikro.
Penelitian para pakar menyimpulkan bahwa model mental orang Amerika Latin belum sesuai
untuk menciptakan kemajuan dan kesejahteraan.
http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1086
The discipline of mental models starts with turning the mirror inward; learning to
unearth our internal pictures of the world, to bring them to the surface and hold them
rigorously to scrutiny. It also includes the ability to carry on “learningful” conversations that
balance inquiry and advocacy, where people expose their own thinking efectively and make
that thinking open to the influence of others. (Senge 1990:9).
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_adpend_0705248_chapter2.pdf (diunduh 25
Oktober 2012)
8
Ini adalah ‘asumsi yang tertanam, generalisasi, atau bahkan gambar dan gambar yang
mempengaruhi bagaimana kita memahami dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan.
Kita sering tidak menyadari dampak dari asumsi dll seperti pada perilaku kita – dan, dengan
demikian, bagian mendasar dari tugas kita adalah untuk mengembangkan kemampuan untuk
mencerminkan tindakan. http://perilakuorganisasi.com/peter-m-senge-organisasi-
pembelajar.html Maksud model mental (mental models) dimulai dengan melihat cerminan diri
sendiri, mengembangkan kemampuan yang diri sendiri, hal ini juga mencakup kemampuan
untuk ‘learningful’, mengungkapkan pemikiran secara efektif dan membuat pemikiran
terbuka untuk mempengaruhi orang lain.
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_adpend_0705248_chapter2.pdf (diunduh 25
Oktober 2012); http://perilakuorganisasi.com/peter-m-senge-organisasi-pembelajar.html
Mental models merupakan satu dari lima disiplin yang dikemukakan Peter Senge
(1990). Mental models merupakan refleksi diri, menelusuri dan mendukung, dimana orang-
orang mengekspos pemikiran sendiri secara efektif dan menjadikan pemikiran yang terbuka
terhadap pengaruh orang lain.
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_adpend_0705248_chapter2.pdf (diunduh 25
Oktober 2012)
Tjakraatmadja dan Lantu (2006:189) menyatakan bahwa model mental
menggambarkan kemampuan para anggota organisasi untuk melakukan perenungan,
mengklarifikasi dan memperbaiki gambaran-gambaran internal (pemahaman) tentang dunia,
yang dilandasi oleh prinsip-prinsip serta nilai-nilai yang sarat dengan moral etika.
Senge (1996:8) menyatakan These are ‘deeply ingrained assumptions,
generalizations, or even pictures and images that influence how we understand the world and
how we take action’ bahwa model mental adalah asumsi yang sangat melekat umum, atau
bahkan suatu gambaran dari bayangan / citra yang berpengaruh bagaimana kita memahami
dunia dan bagaimana kita mengambil tindakan.
Sehingga model mental dapat dikatakan sebagai konsep diri, yang dengan konsep
tersebut akan menghasilkan pengambilan keputusan yang baik.
Adapun dimensi model mental meliputi :
1. Prinsip dan nilai-nilai : seluruh anggota organisasi mengetahui dan memiliki prinsip-
prinsip dan nilai-nilai yang dimiliki bersama,
2. Mengkaji ulang kebiasaan : mengkaji ulang nilai-nilai bersama yang ada untuk
diselaraskan dengan kondisi lingkungan.
9
3. Memperkuat kebersamaan : anggota organisasi selalu berusaha untuk memelihara dan
memperkuat kebersamaan.
http://repository.upi.edu/operator/upload/s_adpend_0705248_chapter2.pdf (diunduh 25
Oktober 2012)
Jika organisasi adalah untuk mengembangkan kapasitas untuk bekerja dengan model
mental maka akan diperlukan bagi orang untuk belajar keterampilan baru dan
mengembangkan orientasi baru, dan untuk mereka untuk menjadi perubahan institusional
yang mendorong perubahan tersebut. Mental model yang sudah berdiri kuat menggagalkan
perubahan yang dapat berasal dari sistem pemikiran.
http://perilakuorganisasi.com/peter-m-senge-organisasi-pembelajar.html
Pemimpin yang efektif senantiasa terus menyesuaikan mental modelnya dan mengatasi
model-model mental yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi.
Pengalaman para pemimpin suatu unit organisasi menunjukkan bahwa ide atau
gagasan yang cemerlang dalam organisasi itu ternyata tidak berhasil diwujudkan atau tidak
dapat dioperasionalkan. Hal tersebut disebabkan mental model (pola pandang dan persepsi)
para anggota organisasi terhadap suatu kejadian di dunia sekelilingnya berbeda satu sama lain.
Menurut Peter Senge (1990), mental model adalah suatu citra, image, gambaran yang telah
tertanam sangat kuat dalam pikiran kita, yang dilatarbelakangi oleh pengalaman, yang
mempengaruhi cara pandang atau persepsi kita terhadap segala aspek kehidupan di dunia ini.
Citra, image, gambaran tersebut sifatnya tertutup (tacit), di bawah alam sadar (below
awareness), tidak kelihatan (invisible). Mental model itu akan mempengaruhi tindakannya
terhadap realitas tadi. Tindakannya akan produktif bila mental modelnya sesuai (mendekati)
realitas. Bila mental modelnya tidak sesuai dengan realitas dan orang itu mengambil
keputusan yang berlawanan dengan realitas, maka ia akan menjadi korban dari realitas itu.
Dalam kaitan hal tersebut sangat penting bagi setiap pimpinan memliki kemampuan
untuk mengatasi model-model mental yang tidak sesuai dengan tujuan organisasi, karena :
1. Meningkatkan efektivitas keputusan
2. Menghindari konflik dan mempercepat penyelesaian masalah.
Mental model yang tidak sesuai dengan realitas obyektif akan menimbulkan keputusan /
tindakan keliru terhadap realitas sehingga timbul konflik dan masalah tidak terselesaikan.
Pemimpin dalam menyesuaikan dan menumbuhkembangkan kesamaan mental model
anggota organisasi yang sesuai dengan realitas kolektif dapat ditempuh melalui keterampilan:
10
1. Ladder of Inference, yaitu urutan berpikir dalam menganggapi suatu kejadian. Dalam
hal ini jangan terlalu cepat menyimpulkan (leap of abstraction), yaitu terlalu cepat
pindah dari pengamatan langsung (concrete data) kepada kesimpulan tanpa pengujian.
Harus mampu berpikir dengan tenang dan dengan tata urut yang jelas sehingga dapat
diperoleh suatu kesepakatan dan keputusan untuk bertindak dengan lebih obyektif.
2. Left Hand Column¸ yaitu kemampuan mengungkapkan hal-hal yang sifatnya tacit.
Dalam hal ini jangan mengatakan sesuatu yang berbeda dengan apa yang ada dalam
pikiran. Masih ada pemimpin yang hanya bermanis bibir (lip service) untuk
mengatakan pemberdayaan, belajar dari kesalahan dan seterusnya tetapi tindak nyata
tidak sesuai dengan perkataan tersebut. Komitmen yang dibangun disini adalah
kejujuran, keterbukaan, kepercayaan, dan integritas. Warren Bennis (2002)
mengemukakan bahwa integritas adalah landasan kepercayaan, bukan sekedar bahan
kepemimpinan, namun lebih merupakan hasil kepemimpinan. Integritas adalah sebuah
kualitas yang tidak dapat diperoleh, namun harus dimiliki. Tanpa integritas pemimpin
tidak akan berfungsi. Dengan demikian keberadaan kepemimpinan yang berintegritas
adalah yang tanggap, bermoral, beretika, serta profesional dalam mengelola
permasalahan dan tuntutan publik. Komitmen terhadap kejujuran dan integritas ini
selanjutnya menjadi norma serta dilakukan secara fokus, serius, ikhlas yang diawali
diri sendiri. Anwar Suprijadi mempertegas hal ini bahwa yang harus dimiliki oleh
seorang pemimpin adalah kepercayaan (trust). Kepercayaan harus dibangun melalui
integritas dan kompetensi. Kepercayaan akan ada jika pemimpin itu mempunyai jati
diri sebagai individu yang patut dipercaya karena kejujurannya, komitmennya dan
kompetensinya. Dengan kepercayaan, pemimpin akan mendapat dukungan terutama
dari pihak-pihak yang berkaitan dengan perubahan. Dalam birokrasi, kepercayaan dan
dukungan yang diperlukan adalah dari atas maupun dari bawahan, juga perlu
diperhatikan dukungan publik.
http://isjd.pdii.lipi.go.id/admin/jurnal/1405188199.pdf
Stace Lindsay mengatakan dalam buku Culture Matters (Lawrence E.Harrison &
Samuel P.Huntington, Basic Books,2000) bahwa yang diperlukan satu bangsa untuk maju
adalah model mental yang membuat dunia usaha sukses. Sebab hanya dunia usaha sukses
yang menciptakan pertumbuhan ekonomi. Sedangkan pertumbuhan ekonomi diperlukan untuk
memungkinkan pembiayaan pendidikan, kesehatan, pembuatan prasarana dan lainnya. Itulah
yang akhirnya menciptakan kemajuan dan kesejahteraan.
11
Pan American Dream mengajukan 10 nilai atau sikap hidup yang penting bagi model
mental yang sesuai dengan kemajuan : Berorientasi pada Masa Depan, Suka Bekerja, Hidup
Hemat, Mengejar Pendidikan, Merit sebagai ukuran keberhasilan, Hubungan Masyarakat
melampaui Keluarga, Kode Etik yang kuat, Keadilan dan Fair Play, Kekuasaan
Desentralisasi, Kehidupan Agama yang tidak dogmatis.
Namun yang menjadi amat menentukan adalah model mental yang mampu membuat
inovasi melalui tindakan nyata. Umumnya orang sudah memahami bahwa harus bersikap
begini dan begitu untuk maju. Akan tetapi tidak jarang pemahaman saja tidak menghasilkan
perubahan karena orang itu tidak sanggup mengubah satu hal yang sudah lama ada padanya.
Contoh yang sederhana : semua orang paham bahwa Tepat Waktu adalah syarat bagi
efektivitas usaha. Akan tetapi sangat sedikit pemimpin di Indonesia, termasuk di kalangan
muda terpelajar, yang secara sadar dan konsisten menerapkan hal itu. Jadi pemahaman saja
tidak mengubah model mental menjadi lebih sesuai dengan kemajuan. Yang diperlukan
adalah kesediaan dan kemampuan meninggalkan model mental lama, termasuk perilaku dan
cara berpikir, yang tidak cocok dengan kemajuan; sebaliknya menerapkan model mental baru
yang sesuai dengan tuntutan kemajuan.
Kalau terjadi perubahan model mental secara luas dalam masyarakat, maka dengan
sendirinya terjadi perubahan dalam budaya bangsa. Maka perlu kita usahakan agar terjadi
perubahan atau Reformasi dalam model mental manusia Indonesia. Usaha demikian
merupakan perjuangan kongkrit membangun masa depan. Dan ini harus dan dapat dilakukan
sekalipun bangsa kita sedang menghadapi kondisi politik dan ekonomi yang jauh dari
memuaskan. Sebaliknya, justru usaha demikian yang memberikan harapan bagi masa depan
yang lebih baik. Sebab telah terbukti kebenaran dari pepatah bahwa satu bangsa memperoleh
kepemimpinan sesuai dengan kondisinya (A nation get the leaders it deserves). Artinya,
bangsa yang terdiri dari manusia-manusia yang tangguh akan mendapat pimpinan yang
tangguh pula. Sebaliknya, kalau manusia Indonesia lemah fisik dan mentalnya kita tak usah
heran mendapat pimpinan yang tidak baik pula.
Adalah penting sekarang untuk meluaskan kesadaran ini dan mengajak semakin
banyak manusia Indonesia, laki-laki dan perempuan, untuk ikut serta dalam perjuangan ini
yang akan menentukan masa depan Indonesia.
http://sayidiman.suryohadiprojo.com/?p=1086
12
Kesimpulan dan Komentar
13
Daftar Pustaka
14