mahabharata, saudi arabia, dan mengapa hizbut tahrir benar prediksinya

4
Mahabharata, Saudi Arabia, dan Mengapa Hizbut Tahrir Benar Prediksinya? Posted by: Redaksi 5 May 2015 in Politik, Sorot Leave a comment DETIKISLAM.COM Sebagaimana disampaikan Syaikh Taqi (Imam Taqiyuddin anNabhani) dalam kitab Mafahim Siyasi (Konsepsi Politik), sebenarnya sebuah analisis politik tak bisa mengandalkan analogi. Namun kita harus mengamati fakta sebenarnya dan menyimpulkan apa adanya. Hanya saja, ini tak berarti kita harus menyatakan suatu yang mirip itu dengan “beda”. Namun, kita harus meneliti dengan jeli kemiripan itu, dan selanjutnya perbedaan yang ada hendaknya juga kita harus katakan. Mengamati kondisi di Timur Tengah saat ini, bisa kita katakan ada kemiripan dengan peta politik di dalam cerita Mahabharata, walaupun tak bisa kita analogikan sepenuhnya. Saya berharap dengan memahami kemiripan itu menjadikan kita memahami peta politik yang rumit dengan gaya ketoprak saja, sehingga jadinya lebih ringan. Walau begitu, bedanya tentu saja juga ada. Di dalam Mahabharata, kita menyaksikan seorang raja yang sudah tua, yang pada akhirnya menuruti keinginan anaknya, untuk menyerang sebuah negara tentangga. Itu terjadi saat Dhristarastra, raja Hastinapura, menuruti keinginan Duryodana untuk menyerang Matsya. Kemudian kita melihat bahwa Hastinapura dalam kasus ini tidak kompak, nampak sekali ada polarisasi. Bhisma, sosok senopati sepuh, menentang perang itu. Namun keinginan Duryodana tak bisa dibendung. Dengan dukungan sebagian raja tetangga, seperti Susharma dan Jayadrata, Hastinapura dan para sekutunya akhirnya tetap menyerang Matsya. Dan akhirnya kita tahu, Matsya tak bisa dikalahkan. Di sini kita melihat, bahwa negara sebesar Hastinapura, negara terkuat di tanah Hindustan di zaman konon itu, ternyata begitu gampang terpolarisasi. Mengapa? Karena sebenarnya di tanah India itu hanya ada dua “otak politik”. Yaitu Khrisna, raja Dwaraka, dengan rencanarencananya akan India bersatu di bawah superioritas Pandawa, keponakan Dhristarastra, versus Sengkuni, raja Gandara, dengan berbagai taktiknya agar terjadi penakhlukan Duryodana atas sekitarnya. Perang saudara Hastina (Bharatayudha) antara Pandawa dan Kurawa (Duryodana dan saudarasaudaranya) pada hakekatnya adalah adu rencana, adu strategi, dan adu taktik antara dua pihak saja, yaitu Khrisna dan Sengkuni itu. Kirakira tak beda dengan para pemain Barcelona dan Real Madrid beberapa tahun lalu, dalam rivalitas kedua juru taktik mereka, Guardiola dan Mourinho. Bisa jadi puluhan ribu prajurit saling bantai di medan perang, puluhan ksatria perkasa adu kesaktian di tengahtengah lapangan dengan hamburan debudebunya, tapi sebenarnya “yang bermain” hanya dua, yaitu Khrisna dan Sengkuni. Pertanyaannya: Mengapa kita begitu gampang menyimpulkan bahwa dalam negara adikuasa versi zaman konon itu ternyata di dalamnya ada dua otak?

Upload: rizkysamuraiflamenco

Post on 19-Jul-2015

24 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Mahabharata, saudi arabia, dan mengapa hizbut tahrir benar prediksinya

6/5/2015 Berita Islam Terkini ­ Mahabharata, Saudi Arabia, dan Mengapa Hizbut Tahrir Benar Prediksinya?

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22name%20post­title%20entry­title%22%20itemprop%3D%22itemReviewed%22%20itemscope%3D… 1/4

Mahabharata, Saudi Arabia, dan MengapaHizbut Tahrir Benar Prediksinya?Posted by: Redaksi 5 May 2015 in Politik, Sorot Leave a comment

DETIKISLAM.COM ­ Sebagaimana disampaikan SyaikhTaqi (Imam Taqiyuddin an­Nabhani) dalam kitabMafahim Siyasi (Konsepsi Politik), sebenarnya sebuahanalisis politik tak bisa mengandalkan analogi. Namunkita harus mengamati fakta sebenarnya danmenyimpulkan apa adanya. Hanya saja, ini tak berartikita harus menyatakan suatu yang mirip itu dengan“beda”. Namun, kita harus meneliti dengan jelikemiripan itu, dan selanjutnya perbedaan yang adahendaknya juga kita harus katakan.

Mengamati kondisi di Timur Tengah saat ini, bisa kita katakan ada kemiripan dengan peta politik didalam cerita Mahabharata, walaupun tak bisa kita analogikan sepenuhnya. Saya berharap denganmemahami kemiripan itu menjadikan kita memahami peta politik yang rumit dengan gaya ketoprak saja,sehingga jadinya lebih ringan. Walau begitu, bedanya tentu saja juga ada.

Di dalam Mahabharata, kita menyaksikan seorang raja yang sudah tua, yang pada akhirnya menurutikeinginan anaknya, untuk menyerang sebuah negara tentangga. Itu terjadi saat Dhristarastra, rajaHastinapura, menuruti keinginan Duryodana untuk menyerang Matsya. Kemudian kita melihat bahwaHastinapura dalam kasus ini tidak kompak, nampak sekali ada polarisasi. Bhisma, sosok senopatisepuh, menentang perang itu. Namun keinginan Duryodana tak bisa dibendung. Dengan dukungansebagian raja tetangga, seperti Susharma dan Jayadrata, Hastinapura dan para sekutunya akhirnyatetap menyerang Matsya. Dan akhirnya kita tahu, Matsya tak bisa dikalahkan.

Di sini kita melihat, bahwa negara sebesar Hastinapura, negara terkuat di tanah Hindustan di zamankonon itu, ternyata begitu gampang terpolarisasi. Mengapa? Karena sebenarnya di tanah India ituhanya ada dua “otak politik”. Yaitu Khrisna, raja Dwaraka, dengan rencana­rencananya akan Indiabersatu di bawah superioritas Pandawa, keponakan Dhristarastra, versus Sengkuni, raja Gandara,dengan berbagai taktiknya agar terjadi penakhlukan Duryodana atas sekitarnya. Perang saudaraHastina (Bharatayudha) antara Pandawa dan Kurawa (Duryodana dan saudara­saudaranya) padahakekatnya adalah adu rencana, adu strategi, dan adu taktik antara dua pihak saja, yaitu Khrisna danSengkuni itu. Kira­kira tak beda dengan para pemain Barcelona dan Real Madrid beberapa tahun lalu,dalam rivalitas kedua juru taktik mereka, Guardiola dan Mourinho. Bisa jadi puluhan ribu prajurit salingbantai di medan perang, puluhan ksatria perkasa adu kesaktian di tengah­tengah lapangan denganhamburan debu­debunya, tapi sebenarnya “yang bermain” hanya dua, yaitu Khrisna dan Sengkuni.

Pertanyaannya: Mengapa kita begitu gampang menyimpulkan bahwa dalam negara adikuasa versizaman konon itu ternyata di dalamnya ada dua otak?

Page 2: Mahabharata, saudi arabia, dan mengapa hizbut tahrir benar prediksinya

6/5/2015 Berita Islam Terkini ­ Mahabharata, Saudi Arabia, dan Mengapa Hizbut Tahrir Benar Prediksinya?

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22name%20post­title%20entry­title%22%20itemprop%3D%22itemReviewed%22%20itemscope%3D… 2/4

Pertama, karena itu ada sejarahnya. Khrisna punya hubungan historis dengan Pandawa serta Bhisma.Sementara Sengkuni, selain ia adalah paman Duryodana, ia juga punya ikatan historis dalammemenangkan Dhristarastra untuk menjadi raja Hastinapura. Eksistensi mereka tak datang begitu saja.Tetapi butuh waktu yang tidak sebentar. Keduanya menjadi penyokong dua kekuatan yang bertikai diHastinapura dan masing­masing punya sekutu di tanah India.

Kedua, selain sejarah, Khrisna dan Sengkuni juga terbiasa mempunyai visi politik, yang dijabarkandalam metode politik, dan selanjutnya cara­cara meraih rencana mereka. Kebetulan cara­cara merekaagak mirip, yaitu “gaya Jawa Tengah”, alias cukup kalem namun ternyata cukup licik. Berkali­kaliSengkuni harus menenangkan Duryodana. Dan berkali­kali Khrisna harus menenangkan Arjuna danBima.

Dari sini, kiranya anda sudah bisa menduga kemiripan Timur Tengah di zaman kini, dengan Hindustan(India) di zaman konon.

Raja Salman bin Abdul Aziz, sungguhpun terkenal sholeh, ternyata cukup “mempercayai” anaknya,Muhammad bin Salman, untuk menyerang Yaman. Kebijakan ini ditentang adiknya, putra mahkotaMukrin bin Abdil Aziz. Di sini Mukrin seperti Bhisma. Yang kasihan adalah Yaman, yang jadi Matsya.Beberapa sekutu seperti Uni Emirat Arab dan Mesir mendukung, tak beda dengan Susharma danJayadrata. Dan sampai sekarang pemberontah Houthi di Yaman belum terkalahkan.

Kemudian, dengan pemberhentian Mukrin sebagai putra mahkota, dan naiknya Muhammad bin Salmansebagai deputi putra mahkota yang baru, akhirnya terbukalah polarisasi yang ternyata begitu tajam dikelarga kerajaan. Terbuka pula perhitungan yang kurang matang dari Muhammad bin Salman,sehingga ujung­ujungnya pemberontak Houthi di Yaman justru menguat posisinya secara politik.Terbuka pula dengan cukup jelas bahwa di negara petrodolar itu keluarga kerajaan pecah dua. Yaitupihak­pihak yang dekat dengan Amerika Serikat, yaitu putra­putri Sudairi, termasuk Raja Salman,dengan pihak­pihak yang dekat dengan Inggris, terutama kalangan pengikut raja sebelumnya, Abdullahbin Abdil Aziz, termasuk Mukrin bin Abdil Aziz tadi. Terbuka pula bahwa keshalehan Raja Salman binAbdil Aziz dan dukungan sahabatnya yang hafiz Qur’an, yaitu Syaikh Sudais, tidak otomatis menjadikanKingdom of Saudi Arabia (KSA), tepat semua tindakannya. Ada keterbatasan beliau dalam menyikapipeta politik. Sementara putra beliau, Muhammad bin Salman, yang begitu berambisi menyerangYaman, masih belum cukup berpengalaman, dalam memahami kondisi politik yang terjadi dan segalakonsekuensi dari langkah­langkahnya itu. Di sinilah Amerika Serikat mendapatkan momentumnya,mengendalikan arah kebijakan Saudi.

Yang cukup ajaib, berbagai kondisi yang nampak terbuka sekarang (polarisasi di KSA, menguatnyaHouthi, persaingan AS dan Inggris dalam menguasai Timur Tengah, kondisi politik yang nampak akanterjadi selanjutnya) kok seperti yang diprediksikan oleh Hizbut Tahrir?

Padahal bukankah Hizbut Tahrir bukan sesosok peramal?Di sinilah kita perlu memahami kesamaan sekaligus perbedaan Timur Tengah di zaman kini denganMahabharata di zaman konon.

Page 3: Mahabharata, saudi arabia, dan mengapa hizbut tahrir benar prediksinya

6/5/2015 Berita Islam Terkini ­ Mahabharata, Saudi Arabia, dan Mengapa Hizbut Tahrir Benar Prediksinya?

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22name%20post­title%20entry­title%22%20itemprop%3D%22itemReviewed%22%20itemscope%3D… 3/4

Persamaannya:

Pertama, tampaknya hanya AS dan Inggris yang cenderung punya visi politik skala Timur Tengah.Adapun negara­negara di Timur Tengah cenderung menjaga kekuasaannya masing­masing. Kitaketahui tadi, ini mirip dengan Sengkuni dan Khrisna, yang pikirannya skala India. Sementara raja­raja diIndia sibuk dengan tahtanya, sedangkan para ksatria sibuk merawat senjatanya dan meningkatkankesaktiannya.

Kedua, baik AS maupun Inggris mempunyai ikatan historis yang kuat dengan peta geopolitik di TimurTengah. AS terlibat dengan penemuan minyak Saudi di masa King Abdul Aziz dulu. Sementara Inggrislebih jauh lagi, terlibat dalam pendirian negara Saudi itu sendiri.

Ketiga, Inggris adalah pemain lama di Timur Tengah. Ia akan lebih dominan jika Timur Tengahcenderung adem ayem. Karena kekuatan­kekuatan di sana tetap bersahabat dengannya. Ini sepertiKhrisna. Sementara AS pemain yang lebih baru, ingin mengganti Inggris, lebih suka “kondisi panas”untuk membelokkan agar sebagian pihak menguntungkannya. Ini mirip Sengkuni. Kondisi iniberkebalikan dengan d Indonesia di mana Eropa lebih suka mengail di air keruh.

Perbedaannya:

Pertama, sejarah AS (“si Sengkuni”) dan Inggris (“si Khrisna”) bahkan lebih lama pengaruhnya dariSengkuni dan Khrisna. AS sudah cukup mempengaruhi Saudi sejak masa Abdul Aziz, tiga perempatabad lalu, di banding Sengkuni yang baru berpengaruh di zaman Dhistrarastra. Inggris bahkan lebihlama lagi. Sudah lumayan ada pengaruhnya bahkan di zaman KSA masih dalam kandungan.

Dari sini kita melihat bahwa Raja Salman adalah pihak yang berkarakter, juga orang yang sholeh. Itutentu tidak bisa disamakan dengan Dhristarastra, yang pribadinya gampang goyah. Namun ruang untukmelawan atmosfer politik istana Riyadh yang terpolarisasi tentu bukan hal yang gampang. Kedua “jinkafir” itu sudah begelantungan di istana sejak istana itu ada. Kita tentu saja menghargai kesholehansang raja, kita menghormati pula sahabatnya, Syaikh Sudais, imam Masjidil Haram. Namun, melawanatmosfir yang semacam itu tentu bukan hal yang gampang. Bagaimana ia mau melawan sejarahnegerinya sendiri?

Kedua, AS bukanlah Sengkuni, yang sayang kepada Duryodana, keponakannya, dan ia hanya inginmendompleng sang pangeran Hastina. AS bukanlah pamannya Muhammad bin Salman. Namun ASingin mendominasi Timur Tengah. Ia ingin KSA terjerumus. Ia memanfaatkan darah muda Muhammadbin Salman. Dengan melemahnya KSA, maka kekuatan KSA dan sekutunya akan cenderung seimbangdengan Iran dan sekutunya. Ini menjadikan KSA semakin bergantung ke AS. Dengan isyu Sunni­Syiahyang begitu gencar, maka otomatis ada keseimbangan antar dua kubu. Ini membuat lawan AS tinggalsatu: kelompok Islam yang ingin dominasi Barat dihancurkan. Dan untuk ini AS sudah siapkan lawan:Israel. Dengan itu AS tinggal fokus pada urusan ekonominya dan agenda menghambat berkuasanyaIslam kembali. Bukankah ia lebih bisa santai melihat kondisi Timur Tengah yang “sudah terselesaikan”?

Page 4: Mahabharata, saudi arabia, dan mengapa hizbut tahrir benar prediksinya

6/5/2015 Berita Islam Terkini ­ Mahabharata, Saudi Arabia, dan Mengapa Hizbut Tahrir Benar Prediksinya?

data:text/html;charset=utf­8,%3Ch1%20class%3D%22name%20post­title%20entry­title%22%20itemprop%3D%22itemReviewed%22%20itemscope%3D… 4/4

Ketiga, dalam Mahabharata, Khrisna dan Sengkuni mempunyai kemiripan cara: gaya Jawa Tengah.Kayak Jokowi, yang tetap masih misteri apakah dia pro penahanan Novel Baswedan atau propembebasannya. Inggris memang seperti kedua Machiavelli India itu. Namun AS beda, ia memakai“gaya Jawa Timur”. Amerika Serikat siap nggajul dengan pasukannya. AS juga agak mirip denganSoekarno dan Gus Dur, yang “maunya ke mana masih kelihatan”. Dengan posisinya yang masih cukupkuat saat ini, keadaan ini tentu membuat KSA tidak leluasa untuk berani menantang AS.

Keempat, berbeda dengan kedua Machiavelli India itu, AS dan Inggris tak berkelahi, namun hanyaberebut pengaruh. Ini membuat mereka nampak “masih berteman” juga, tapi berebut agar bagianmasing­masing lebih besar. Ini gampang dipahami, sebagaimana perebutan pengaruh antar partai­partai di Indonesia.

Di sinilah kita melihat bahwa kebiasaan HT memberikan analisis persaingan AS­Inggris di TimurTengah bukanlah sikap sok­sokan. Itu adalah “tanda ayang” buat umat Islam. Kita jelas sekali melihatrelevansinya.

Pertama, sejarah berdirinya negara akan cukup kuat mewarnai negara itu, dan itu tak cukup dilawandengan kepribadian seorang pemimpin, walaupun ia sosok yang shaleh.

Kedua, ambisi negara ideologis mempunyai jangkauan yang lebih luas dari negara biasa, memberikanpengaruh yang lebih dominan, serta mendapatkan keuletan memperjuangkan yang lebih tinggi.

Ketiga, karakter suatu bangsa sulit untuk berubah, sebagaimana AS dengan “gaya jawa timurannya”,dan Inggris dengan “gaya jawa tengahnya”. Bukankah berabad­abad orang Jateng tetap begitu danJatim juga begitu.

Beberapa hal di atas itulah yang membuat beberapa prediksi HT tadi menjadi terasa wajar.

Konsekuansinya bagi kita umat Islam:

Kita tentu harus membangun sejarah baru. Kita lawan sejarah terkalahkan ini dengan sejarah baruyaitu sejarah kemenangan, izzul Islam wal muslimin. Sebagaimana umat Islam dulu, kita harusmempunyai ambisi ideologis, yaitu agar seluruh dunia ini ternaungi dalam rahmat Islam. Yang denganitu Islam sudah memberikan formulanya, yatu syariah dan khilafah. Kita juga harus mempunyai karakterIslam. Watak­watak lama kita, sebagai kaum tertentu yang mempunyai kekhasan, mungkin tak perlukita hilangkan. Namun kita didik, bina, dan hakimi dengan Islam; serta kita manfaatkan hanya demiIslam. Wallahu a’lam bi ash shawab.[]Oleh : Husain Matla (Penulis & Aktivis HTI)