lp myelitis
DESCRIPTION
lp myelitisTRANSCRIPT
LAPORAN PENDAHULUAN
ACUTE TRANSVERSE MYELITIS (ATM)
DISUSUN OLEH :
NAILA FITRIAH
PROGRAM PROFESI NERS
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN DAN ILMU KESEHATAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2014
A. Definisi Myelitis
Menurut NINDS (National Institute of Neurological Disorders and Stroke) tahun 2012,
myelitis adalah kelainan neurologi pada medulla spinalis (myelopati) yang disebabkan
proses inflamasi. Menurut kamus kedokteran Dorland 2007, myelitis adalah proses
inflamasi pada medulla spinalis/ spinal cord. Beberapa literatur sering menyebut
beberapa inflamasi yang menyerang medulla spinalis sebagai myelitis transverse atau
myelitis transverse akut. Bahkan bentuk subakut dari myelitis juga disebut sebagai
myelitis transverse akut. Makna “transversa” pada kasus myelitis menggambarkan secara
klinis adanya band like area horizontal perubahan sensasi di daerah leher atau toraks.
Sejak saat itu, sindrom paralisis progresif karena inflamasi di medulla spinalis dikenal
sebagai myelitis transversalis. Inflamasi berarti adanya pengaktifan sistem imun yang ada
pada daerah lesi dan potensial menimbulkan kerusakan. Jadi tidak ada keterlibatan saraf
tulang belakang baik dari segi patologi maupun pencitraan, tapi hingga hari ini masih
sering literatur yang menggunakannya.
B. Klasifikasi Myelitis
Menurut Onset
Menurut Sema et al (2007) perjalanan klinis antara onset hingga munculnya gejala klinis
myelitis dibedakan atas:
1. Akut : Gejala berkembang dengan cepat dan mencapai puncaknya dalam waktu
beberapa hari saja.
2. Sub Akut: Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu 2 minggu.
3. Kronik: Perjalanan klinis penyakit berkembang dalam waktu lebih dari 2 minggu.
C. DEFINISI ACUTE TRANSVERSE MYELITIS (ATM)
Definisi Acute Transverse Myelitis (ATM) menurut NINDS ( National Institute of
Neurological Disorders and stroke) 2012 adalah kelainan neurologi yang disebabkan oleh
peradangan sepanjang medulla spinalis baik melibatkan satu tingkat atau segmen dari
medulla spinalis. Istilah mielitis menunjukkan peradangan pada medulla spinalis,
transversa menunjukkan posisi dari peradangan sepanjang medulla spinalis. Beberapa
literature sering menyebutnya sebagai myelitis transverse maupun myelitis transverse
akut. Bahkan bentuk subakut dari myelitis juga disebut sebagai myelitis transverse akut.
Menurut Varina (2012), Acute Transverse Myelitis (ATM) adalah sekumpulan kelainan
neurologi yang disebabkan oleh proses inflamasi pada saraf tulang belakang dan
berakibat hilangnya fungsi motorik dan sensorik di bawah tingkat lesi.
D. ETIOLOGI ACUTE TRANSVERSE MYELITIS (ATM)
ATM terjadi karena berbagai etiologi seperti infeksi langsung oleh virus, bakteri, jamur,
maupun parasit, human immunodeficiency virus ( HIV ), varicella
zoster,cytomegalovirus, dan TBC. Namun juga dapat disebabkan oleh proses non -
infeksi atau melalui jalur inflamasi. ATM sering terjadi setelah infeksi atau setelah
vaksinasi. ATM dapat juga terjadi sebagai komplikasi dari syphilis, campak, penyakit
lyme, dan beberapa vaksinasi seperti chikenpox dan rabies. Faktor etiologi lain yang
dikaitkan dengan kejadian ATM adalah penyakit autoimmune sistemik (SLE, multiple
sklerosis, Sjogren’s syndrome), sindrom paraneoplastik, penyakit vaskuler, iskemik
sumsum tulang belakang meskipun tidak jarang tidak ditemukannya faktor penyebab
ATM sehingga disebut sebagai "idiopatik”.
E. PATOFISIOLOGI ACUTE TRANSVERSE MYELITIS (ATM)
Hingga saat ini, para peneliti tidak dapat menentukan secara pasti penyebab ATM.
Satu teori utama yang menyebabkan ATM adalah imun memediasi inflamasi sebagai
hasil akibat terpapar dengan antigen viral. Pada kasus ATM post infeksi, mekanisme
sistem immun baik pada viral atau infeksi bakteri tampaknya berperan penting dalam
menyebabkan kerusakan saraf spinal. Walaupun peneliti belum mengetahui secara tepat
mekanisme kerusakan saraf spinal. Rangsangan sistem immun sebagai respon terhadap
infeksi menunjukkan bahwa suatu reaksi autoimun yang bertanggung jawab. Molekuler
mimikri dari viral dapat menstimulasi generasi antibodi yang dapat memberikan reaksi
silang dengan antigennya sendiri, menghasilkan formasi imun kompleks dan aktivasi dari
complement-mediated atau cellmediated yang dapat menimbulkan injury terhadap
jaringannya sendiri. Infeksi juga dapat menyebabkan kerusakan langsung jaringan saraf
tulang belakang. Pada penyakit autoimun, sistem imun yang secara normal melindungi
tubuh terhadap organisme, melakukan kesalahan dengan menyerang jaringan tubuh
sendiri yang menyebabkan inflamsi dan pada beberapa kasus merusak mielin medulla
spinalis. ATM juga terdapat pada beberapa penyakit autoimun seperti systemic lupus
erythematosus, Sindrom Sjogren's, dan sarcoidosis.
Beberapa kasus ATM disebabkan oleh malformai arteri-vena spinalis (kelainan yang
merubah aliran darah) atau penyakit vaskuler seperti atherosklerosis yang menyebabkan
iskemik. Sehingga menurunkan kadar oksigen pada jaringan medulla spinalis. Iskemik
dapat disebabkan perdarahan (hemorragik) dalam medulla spinalis, pembuluh darah yang
menyumbat atau sempit, atau faktor lainnya. Pembuluh darah membawa oksigen dan
nutrisi ke jaringan medulla spinalis dan membuang hasil metabolisme. Saat pembuluh
darah tersumbat atau menyempit dan tidak dapat membawa sejumlah oksigen ke jaringan
medulla spinalis. Saat area medulla spinalis menjadi kekurangan oksigen atau iskemik.
Sel dan serabut saraf mulai mengalami perburukan secara cepat. Kerusakan ini
menyebabkan inflamasi yang luas kadang – kadang menyebabkan ATM. Ketika TM
timbul tanpa penyakit penyerta yang tampak, hal ini diasumsikan untuk menjadi
idiopatik. TM idiopatik diasumsikan untuk sebagai hasil dari aktivasi abnormal sistem
imun melawan medulla spinalis.
Makroskopis pada medulla spinalis yang mengalami peradangan akan tampak edema,
hiperemi dan pada kasus berat terjadi perlunakan (mielomalasia). Mikroskopis akan
tampak pada leptomening tampak edema, pembuluh – pembuluh darah yang melebar
dengan infiltrasi perivaskuler dan pada medulla spinalis tampak pembuluh darah yang
melebar dengan infiltrasi perivaskuler (limfosit/leukosit) di substansia grisea dan alba.
Tampak pula kelainan degeneratif pada sel - sel ganglia, pada akson – akson dan pada
selubung mielin, disamping itu tampak adanya hiperplasia dari mikroglia. Traktus –
traktus panjang disebelah atas atau bawah daripada segemen yang sakit dapat
memperlihatkan kelainan – kelainan degenerative.
F. Tanda dan gejala klinis ATM
Medula spinalis adalah struktur yang relatif sempit di mana traktus motorik, sensorik ,
dan otonom berada saling berdekatan. Oleh karena itu, lesi di medulla spinalis dapat
memiliki efek dalam semua modalitas ini. Namun, efek tersebut tidak selalu seragam
dimana tingkat keparahan atau simetris di seluruh modalitas berbeda. Pemeriksaan klinis
dengan fokus pada penyelidikan untuk sensorik tulang belakang dan tingkat motorik,
akan membantu dalam lokalisasi lesi. ATM terjadi secara akut (terjadi dalam beberapa
jam sampai beberapa hari) atau subakut (terjadi dalam satu atau dua minggu). Gejala
umum yang muncul melibatkan gejala motorik, sensorik dan otonom. Beberapa penderita
juga melaporkan mengalami spasme otot, gelisah, sakit kepala, demam, dan hilangnya
selera. Dari beberapa gejala, muncul empat gejala klasik ATM yaitu kelemahan otot atau
paralisis kedua lengan atau kaki, nyeri, kehilangan rasa pada kaki dan jari – jari kaki,
disfungsi kandung kemih dan buang air besar.
Gejala sensorik pada ATM:
1. Nyeri adalah gejala utama pada kira- kira sepertiga hingga setengah dari semua
penderita ATM. Nyeri terlokalisir di pinggang atau perasaan yang menetap seperti
tertusuk atau tertembak yang menyebar ke kaki, lengan atau badan .
2. Gejala lainnya berupa parastesia yang mendadak (perasaan yang abnormal seperti
terbakar, gatal, tertusuk, atau perasaan geli) di kaki, hilangnya sensorik. Penderita
juga mengalami gangguan sensorik seperti kebas, perasaan geli, kedinginan atau
perasaan terbakar. Hampir 80 % penderita ATM mengalami kepekaan yang tinggi
terhadap sentuhan misalnya pada saat perpakaian atau sentuhan ringan dengan jari
menyebabkan ketidaknyamanan atau nyeri ( disebut allodinia ). Beberapa penderita
juga mengalami pekaan yang tinggi terhadap perubahan temperatur atau suhu panas
atau dingin.
Gejala motorik pada ATM : Beberapa penderita mengalami tingkatan kelemahan yang
bervariasi pada kaki dan lengan. Pada awalnya penderita dengan ATM terlihat bahwa
mereka terasa berat atau menyerat salah satu kakinya atau lengan mereka karena terasa
lebih berat dari normal. Kekuatan otot dapat mengalami penurunan. Beberapa minggu
penyakit tersebut secara progresif berkembang menjadi kelemahan kaki secara
menyeluruh, akhirnya menuntut penderita untuk menggunakan suatu kursi roda. Terjadi
paraparesis (kelemahan pada sebagian kaki). Paraparesis sering menjadi paraplegia (
kelemahan pada kedua kaki dan pungung bagian bawah).
Gejala otonom pada ATM berupa gangguan fungsi kandung kemih seperti retensi urin
dan buang air besar hingga gangguan pasase usus dan disfungsi seksual sering terjadi.
Tergantung pada segmen medulla spinalis yang terlibat, beberapa penderita mengalami
masalah dengan sistem respiratori. Pemulihan dapat tidak terjadi, sebagian atau komplit
dan secara umum dimulai dalam satu sampai tiga bulan. Dan pemulihan tampaknya tidak
akan terjadi, jika tidak ada perkembangan dalam tiga bulan. ATM biasanya adalah
penyakit monofasik dan jarang rekuren (5).
G. Diagnosis Dan Pemeriksaan Penunjang ATM
ATM memiliki diagnosis diferensial yang luas. Riwayat medis, tinjauan sistem medis,
sosial serta riwayat perjalanan, dan pemeriksaan fisik secara umum dapat memberikan
petunjuk saat itu terhadap kemungkinan infeksi maupun penyebab paraneoplastik, serta
penyebab terkait dengan inflamasi sistemik atau penyakit autoimun seperti lupus
eritematosus sistemik, Sindrom Sjögre, dan sarkoidosis. Dari anamnesis didapatkan
riwayat kelemahan motorik berupa kelemahan pada tubuh seperti paresis pada kedua
tungkai yang terdai secara progesif dalam beberapa minggu. Kelainan fungsi sensorik
berupa rasa nyeri terutama di daerah pinggang, lalu perasaan kebas atau seperti terbakar
yang terjadi secara mendadak pada tangan maupun kaki. Lalu kelainan fungsi otonom
seperti retensi urin, urinary urgency maupun konstipasi. Kelainan neurologis berupa
defisit motorik, sensorik dan otonom adalah suatu titik terang untuk diagnosis mielopati.
Gejala dan tanda-tanda myelitis biasanya berkembang selama jam sampai hari dan
biasanya bilateral, namun unilateral atau nyata presentasi asimetris dapat terjadi.
Pemeriksaan penunjang untuk diagnosis ATM berupa MRI dan pungsi lumbal. MRI
direkomendasikan untuk menyingkirkan adanya lesi struktural, terutama yang setuju
untuk intervensi bedah saraf mendesak. Seluruh saraf tulang belakang harus dicitrakan
sehingga hasil negatif dapat dihindari.
Langkah pertama dalam evaluasi diagnostik ATM untuk menyingkirkan lesi akibat
compression (penekanan). Jika dicurigai mielopati, MRI spinal cord harus diperoleh
sesegera mungkin dengan pemakain kontras godalinium. Jika tidak ada lesi structural
seperti massa tulang belakang atau spondylolisthesis, maka langkah kedua adalah untuk
mengidentifikasi ada atau tidaknya peradangan saraf tulang belakang dengan pungsi
lumbal . Tidak adanya pleositosis akan mengarah pada pertimbangan penyebab
peradangan dari mielopati seperti arteriovenous malformation (AVM), emboli
fibrocartilaginous, radiasi. Pungsi lumbal dengan pengambilan sampel cairan
cerebrospinal (CSF) untuk menentukan adanya peradangan. Analisis isi seluler CSF akan
menentukan jumlah sel darah putih yang dapat terakumulasi dalam cairan, yang nantinya
dapat berfungsi sebagai indikator dari besarnya peradangan. Selain neuroimaging dari
spinal cord dan laboratorium CSF, darah/ tes serologi sering membantu dalam
mengesampingkan adanya gangguan sistemik seperti penyakit rematologi (misalnya,
penyakit Sjogren atau lupus eritematosa sistemik ), gangguan metabolisme. Tes
laboratorium seperti : indeks IgG, vPCR virus, antibodi lyme dan mikoplasma, dan
VDRL terjadinya myelitis setelah infeksi atau vaksinasi tidak menghalangi kebutuhan
untuk evaluasi lebih lanjut dalam menentukan etiologinya seperti infeksi sifilis, HIV,
campak, rubella dan lainnya, karena infeksi atau imunisasi juga dapat memicu serangan
myelitis.
H. Penatalaksanaan ATM
Penderita diterapi dengan pemberian deksametason injeksi intravena 5 mg setaip 6 jam
dengan loading doses 10 mg kemudian ditappering off setiap 4 hari atau obat yang sering
diberikan adalah metil prednisolon intravena 1000 mg. Keputusan untuk tetap
memberikan steroid atau menambah pengobatan baru berdasarkan temuan klinis dan
gambaran MRI pada akhir hari ke-5 (Sebire, dkk 1997; Defresne, 2001). Penelitian
Sebire tahun 1996 terhadap 10 pasien anak yang menderita myelitis transversalis fase
akut, dalam pengobatanya digunakan metil prednisolon intravena (Solumedrol) dengan
dosis 1 gr/1,73 m3/hari selama 3 sampai 5 hari, diikuti dengan pemberian prednison oral
(Cortancyl) dengan dosis 1 mg/kg BB/hari selama 14 hari (Sebire, 1997). Terapi lain
yang dapat diberikan Plasma exchange sering mulai diberikan apabila penderita
mengalami myelitis transversalis yang moderate sampai berat dan menunjukan
perkembangan klinis yang lambat dalam 5–7 hari pemberian steroid intravena. Beberapa
peneliti ada juga yang menyarankan pemberian cyclophosphamide untuk pasien yang
tetap mengalami progresifitas setelah pemberian terapi steroid intravena. Terapi filtrasi
LCS merupakan terapi baru, dan belum digunakan luas di USA, dimana cairan LCS
disaring dari faktor-faktor inflamasi (termasuk sel, komplemen, sitokin dan antibodi)
terlebih dahulu sebelum diinfuskan kembali ke pasien. Proctective autoimmunity
merupakan suatu alternative pengobatan berdasarkan bagaimana sistem imun
menghancurkan sistem saraf. Walaupun regimen pengobatan yang ideal tidak diketahui,
dalam dua tahun mereka menggunakan imunomodulator oral pada pasien seperti
azathioprine, methotrexate, mycophenolate dan cyclophosphamide (Krishnan, dkk,
2004).
Rehabilitasi diperlukan untuk mencegah komplikasi sekunder dari imobilitas dan
meningkatkan functional skills, mencegah kerusakan kulit, mencegah kontraktur
(Krishnan, 2004). Pemulihan harus dimulai dalam enam bulan, dan kebanyakan pasien
menunjukkan pemulihan fungsi neurologinya dalam 8 minggu. Pemulihan mungkin
terjadi cepat selama 3–6 minggu setelah onset dan dapat berlanjut walaupun dapat
berlangsung dengan lebih lambat sampai 2 tahun. Pada penderita ini kemajuan
pengobatan tampak pada 2 minggu terapi (Krishnan dkk, 2004). Spastisitas sering
merupakan masalah yang sulit ditangani. Mengusahakan tetap fleksibel dengan stretching
rutin menggunakan latihan aktif dan program bracing menggunakan penyangga (splint)
dan dibantu dengan menggunakan obat-obatan anti spastisitas (seperti diazepam,
baclofen, dantrolene, tizanidine, tiagabine), terapi injeksi botulinum. Tujuan akhir terapi
untuk meningkatkan fungsi pasien untuk menjalankan aktivitas sehari-hari, melalui
peningkatan ROM (Range of Motion), mengajarkan strategi kompensasi yang efektif, dan
mengurangi nyeri (Krishnan, dkk, 2004; Morryson, 2006; Levy, 2006). Perawatan
multidisiplin tetap diperlukan dalam merawat pasien dengan myelitis transversalis
seperti, dokter keluarga, internis, neurologist, dan psikiater (Levy, 2006).
Rujukan Terapi
The new England
Journal of Medicine
(NEJM) 2010 .
Imunoterapi awal
Hasil terapi pemberian imunoterapi selama fase akut myelitis
adalah menghambat progresif dan permulaan resolusi lesi
inflamasi sumsum tulang dan mempercepat
pemulihan klinis. Kortikosteroid merupakan pengobatan
standard lini pertama. Sekitar 50-70 % mengalami pemulihan
sebagian atau lengkap.
Plasma exchange
Terapi plasma pengganti mungkin menguntungkan bagi pasien
yang tidak berespon pada pemberian kortikosteroid.
Hati-hati terhadap pemberian plasma exchange karena dapat
menyebakan hipotensi, koagulopati, trombositopenia,
elektrolit tidak seimbang.
Penanganan gejala dan komplikasi ATM
Bantuan pernapasan dan orofaringeal
Myelitis dapat menyebabkan kegagalan pernafasan dengan
melibatkan sumsum tulang belakang bagian atas dan batang
otak stem, sehingga penilaian ulang secara regular fungsi
pernapasan dan oropharyngeal diperlukan selama proses
perubahan myelitis. Intubasi untuk ventilasi mekanik diperlukan
untuk beberapa pasien.
Kelemahan motorik dan Komplikasi Imobilisasi
Pemberian heparin berat molekul rendah untuk profilaksis
terhadap trombosis vena disarankan untuk semua pasien dengan
immoblitas. Kolaborasi dengan tim kedokteran fisik harus
dipertimbangkan sehingga multidisiplin neurorehabilitasi dapat
dimulai sejak dini.
Kelainan tonus otot
Myelitis yang parah dapat berhubungan dengan hipotonia pada
fase akut (selama syok spinal ), tapi ini biasanya diikuti oleh
munculnya peningkatan resistensi terhadap gerakan (tonik
spastisitas), bersama dengan kejang otot tak sadar (spastik
phasic). Data dari percobaan terkontrol mendukung manfaat
baclofen, Tizanidine, dan benzodiazepin untuk pengobatan
pasien dengan spastik yang berhubungan dengan gangguan otak
dan saraf tulang belakang.
Nyeri
Nyeri adalah umum selama dan setelah serangan myelitis dan
dapat disebabkan oleh cedera saraf langsung (nyeri neuropatik),
faktor ortopedi (misalnya, nyeri karena kekacauan postural),
spastik atau beberapa kombinasi dari faktor-faktor ini. Nyeri
neuropatik dapat berespon dengan pengobatan agen
antikonvulsan, obat antidepresan (antidepresan trisiklik dan
reuptake inhibitor serotonin dan norepinefrin), nonsteroid
analgesik dan narkotik.
Disfungsi kandung kemih dan usus
Penempatan kateter uretra biasanya diperlukan selama fase
akut myelitis karena retensi urin di kandung kemih. Setelah
fase akut, otot detrusor vesica urinara mengalami hyperreflexia
yang biasanya berkembang dan ditandai oleh frekuensi
berkemih, urgensi, urge incontinence. Gejala ini biasanya
berkurang dengan pemberian agen antikolinergik (misalnya ,
oxybutynin dan tolterodine).
NINDS 2012 Sementara tiap kasus berbeda pada semua pasien , berikut ini
adalah kemungkinan pengobatan pada pasien ATM .
Steroid intravena :
Pasien dengan ATM diberikan dosis tinggi metilprednisolon
intravena elama 3-5 hari. Keputusan untuk steroid lanjutan atau
menambahkan pengobatan baru sering didasarkan pada
perjalanan klinis dan penampilan MRI pada hari ke 5 setelah
pemberian steroid .
Plasma Exchange
Hal ini sering digunakan untuk pasien-pasien dengan ATM
moderat dan bentuk agresif yang tidak menunjukkan banyak
perbaikan setelah dirawat dengan steroid intravena dan oral
Perawatan lain untuk ATM :
Bagi pasien yang tidak beresponi baik steroid atau Plex dan
terus menunjukkan peradangan aktif di saraf tulang belakang,
bentuk lain dari intervensi berbasis kekebalan mungkin
diperlukan. Penggunaan imunosupresan atau agen
imunomodulator mungkin diperlukan. Salah satunya
penggunaan siklofosfamid intravena (obat kemoterapi sering
digunakan untuk limfoma atau leukemia). Terapi rehabilitasi
(physical therapy, occupational therapy, vocational therapy)
American Academy of
Neurology 2011
1) Dosis tinggi metilprednisolon ( 1 g IV setiap hari selama
3-7 hari ) biasanya lini pertama treatment pada awal
serangan ATM. Keputusan untuk memperpanjang
steroid atau memberikan modalitas pengobatan
tambahan didasarkan pada perjalanan klinis dan
gambaran MRI setelah selesai pemberian steroid.
2) Plasma exchange sering ditambahkan ke rejimen jika
pasien menunjukkan sedikit perbaikan klinis setelah
pemberian steroid standar. Plasma exchange dapat
dianggap sebagai pengobatan awal jika pasien memiliki
gejala ATM yang sedang sampai parah.
3) Pilihan terapi lainnya adalah imunomodulator dan obat
sitotoksik seperti rituxima, azathioprine, dan
siklofosfamid, meskipun tidak ada bukti literatur yang
cukup untuk mendukung penggunaanya secara rutin
4) Dalam satu studi retrospektif pada pasien dewasa
dengan ATM , pasien dengan tingkat yang paling parah
disertai kecacatan dan mereka yang memiliki riwayat
penyakit autoimun menunjukkan beberapa manfaat
penggunaan siklofosfamid IV setelah kortikosteroid .
5) Dalam penelitian yang sama, subkelompok lain di mana
pasien yang menerima kortikosteroid IV diikuti
pemberian plasma exchange bernasib lebih baik
daripada mereka yang menerima IV kortikosteroid saja.
Selanjutnya lebih mendukung penggunaan steroid
diikuti oleh plasma exchange sebagai standar terapi yang
diterima secara luas.
I. Rencana Asuhan Keperawatan
Gangguan mobilitas fisik
Berhubungan dengan :
- Gangguan metabolisme
sel
- Keterlembatan
perkembangan
- Pengobatan
- Kurang support
lingkungan
- Keterbatasan ketahan
kardiovaskuler
- Kehilangan integritas
struktur tulang
- Terapi pembatasan gerak
- Kurang pengetahuan
tentang kegunaan
pergerakan fisik
- Indeks massa tubuh diatas
75 tahun percentil sesuai
dengan usia
- Kerusakan persepsi
sensori
- Tidak nyaman, nyeri
- Kerusakan
muskuloskeletal
dan neuromuskuler
- Intoleransi
aktivitas/penurunan
kekuatan dan stamina
NOC :
Joint Movement :
Active
Mobility Level
Self care : ADLs
Transfer
performance
Setelah dilakukan tindakan
keperawatan
selama….gangguan
mobilitas fisik teratasi
dengan kriteria hasil:
Klien meningkat dalam
aktivitas fisik
Mengerti tujuan dari
peningkatan mobilitas
Memverbalisasikan
perasaan dalam
meningkatkan
kekuatan dan
kemampuan berpindah
Memperagakan
penggunaan alat Bantu
untuk mobilisasi
(walker)
NIC :
Exercise therapy : ambulation
Monitoring vital sign
sebelm/sesudah latihan dan lihat
respon pasien saat latihan
Konsultasikan dengan terapi fisik
tentang rencana ambulasi sesuai
dengan kebutuhan
Bantu klien untuk menggunakan
tongkat saat berjalan dan cegah
terhadap cedera
Ajarkan pasien atau tenaga
kesehatan lain tentang teknik
ambulasi
Kaji kemampuan pasien dalam
mobilisasi
Latih pasien dalam pemenuhan
kebutuhan ADLs secara mandiri
sesuai
kemampuan
Dampingi dan Bantu pasien saat
mobilisasi dan bantu penuhi
kebutuhan
ADLs ps.
Berikan alat Bantu jika klien
memerlukan.
Ajarkan pasien bagaimana
merubah
posisi dan berikan bantuan jika
- Depresi mood atau cemas
- Kerusakan kognitif
- Penurunan kekuatan otot,
kontrol dan atau masa
- Keengganan untuk
memulai
gerak
- Gaya hidup yang menetap,
tidak digunakan,
deconditioning
- Malnutrisi selektif atau
umum
DO:
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan merubah posisi
- Perubahan gerakan
(penurunan untuk berjalan,
kecepatan, kesulitan
memulai langkah pendek)
- Keterbatasan motorik
kasar
dan halus
- Keterbatasan ROM
- Gerakan disertai nafas
pendek atau tremor
- Ketidak stabilan posisi
selama melakukan ADL
- Gerakan sangat lambat
dan
tidak terkoordinasi
diperlukan
DAFTAR PUSTAKA
1. Transverse Myelitis fact sheet. National Institute of Neurological Disorders and Stroke.
2012.
2. Timothy W West. Transverse Myelitis- A Review Of The Presentation, Diagnosis And
Initial Management. 2013.
3. Varina L. Wolf, Pamela J. Lupo and Timothy E. Lotze. Pediatric Acute Transverse
Myelitis Overview and Differential Diagnosis. J Child Neurol. 2012; 27: 1426.
4. Muzaffer Keklik, Leylagul Kaynar, Afra Yildirim, et al. An Acute Transverse Myelitis
Attack after Total Body Irradiation: A Rare Case. Case Reports in Hematology. 2013.
5. Elliot M. Frohman and Dean M. Wingerchuk. Transverse Myelitis. N Engl J Med. 2010:
363;6.
6. Sema Y et al. Transverse Myelitis caused by varicella zoster : case report.Braz J Infect
Dis. 2007 ; 11 : 1.
7. Amer Awad and olaf Stuve. Idiopathic transverse myelitis and neuromyelitis optica :
clinical profiles, pathofisiology ang therapeutic choices. Current
neuropharmacology.2001:9; 417-428.