kultur jaringan
TRANSCRIPT
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN
PEMBUATAN MEDIA, INISIASI PLANLET ANGGREK, KULTUR
JARINGAN BONGGOL PISANG
DPP/DPJ : Ir. PATRICIUS SIPAYUNG,M.Si
ASISTEN : JAMER TUAHMAN PURBA
OLEH :
FEBRINA SINAGA
130420017
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN
PEMBUATAN MEDIA
DPP/DPJ : Ir. PATRICIUS SIPAYUNG,M.Si
ASISTEN : JAMER TUAHMAN PURBA
OLEH :
FEBRINA SINAGA
130420017
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN
PEMBUATAN MEDIA
DPP/DPJ : Ir. PATRICIUS SIPAYUNG,M.Si
ASISTEN : JAMER TUAHMAN PURBA
OLEH :
PARTY CHRISTY VERA SINAGA
130420041
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Prinsip utama dari teknik kultur jaringan adalah perbanyakan tanaman
dengan menggunakan bagian vegetatif tanaman menggunakan media buatan yang
dilakukan di tempat steril.
Salah satu faktor penentu keberhasilan pelaksanaan kerja kultur jaringan
adalah pemberian nutrisi dalam jumlah dan perbandingan yang benar pada
medium kultur. Medium yang dipergunakan pada kultur in vitro tumbuhan ada
bermacam-macam. Pemilihan medium tergantung pada jenis tanaman yang
digunakan, selera, tujuan serta perhitungan masing-masing peneliti.
Pada prinsipnya medium diberikan kepada sel-sel tanaman in vitro dengan
maksud memberikan nutrisi sesuai dengan kebutuhan sel-sel tanaman tersebut
secara alami sebagai tanaman utuh yang tumbuh dialam. Tumbuhan dialam bebas
bersifat autotrof, memerlukan nutrient sederhana yang terdapat didalam tanah
berupa garam-garam mineral dan air untuk meneruskan siklus hidupnya.
Hal ini dapat dipahami karena sebagian terbesar tubuh tumbuhan tersusun
atas unsur-unsur penyusun zat anorganik tersebut. Pada kultur in vitro tumbuhan,
untuk keperluan hidupnya, sel-sel pada eksplan juga memerlukan nutrient yang
komposisinya jauh lebih komplek karena eksplan sedikit banyak telah kehilangan
sifat autotrofnya. Media merupakan faktor penentu dalam perbanyakan dengan
kultur jaringan. Komposisi media yang digunakan tergantung dengan jenis
tanaman yang akan diperbanyak.
Media kultur yang baik seharusnya menyediakan unsur hara baik makro
maupun mikro, sumber vitamin dan asam amino, sumber karbohidrat, zat
pengatur tumbuh, senyawa organik sebagai tambahan seperti air kelapa, ekstrak
buah dll, bahan pemadat: agar-agar dan gelrite dan juga menyediakan arang aktif
untuk kasus tertentu untuk tanaman. Dengan demikian penting bagi mahasiswa
mengetahui bagaimana cara atau teknik pembuatan media kultur jaringan.
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Media Kultur Jaringan
Media merupakan faktor utama dalam perbanyakan dengan kultur
jaringan. Keberhasilan perbanyakan dan perkembangbiakan tanaman dengan
metode kultur jaringan secara umum sangat tergantung pada jenis media. Media
tumbuh pada kultur jaringan sangat besar pengaruhnya terhadap pertumbuhan dan
perkembangan eksplan serta bibit yang dihasilkannya. Oleh karena itu, macam-
macam media kultur jaringan telah ditemukan sehingga jumlahnya cukup banyak.
Nama-nama media tumbuh untuk eksplan ini biasanya sesuai dengan nama
penemunya. Media tumbuh untuk eksplan berisi kualitatif komponen bahan kimia
yang hampir sama, hanya agak berbeda dalam besarnya kadar untuk tiap-tiap
persenyawaan. Media dasar yang sering digunakan dalam kultur jaringan
Anthurium sendiri adalah media MS dan modifikasinya ( Anonim, 2009).
Bahan-bahan yang diperlukan dan biasa digunakan dalam metode kultur
jaringan dalah media MS (Murashige and Skoog), yang terdiri dari makronutrien,
mikronutrien, vitamin, iron, zat pengatur tumbuh (ZPT), myoinositol, sukrosa dan
agar. Bahan-bahan seperti makronutrien, mikronutrien, vitamin, zpt, dan iron
biasanya dibuat dalam bentuk larutan stok (media yang lebih pekat), sehingga
pada saat akan membuat media, cukup mengambil larutan stok yang sudah dibuat.
Pembuatan stok bertujuan untuk mempermudah dibandingkan setiap kali
membuat media harus menimbang. Pada pembuatan stok media, pemberian label
pada botol larutan stok juga jangan sampai lupa dan harus benar agar
mempermudah pada saat akan membuat media kultur. Selain media kultur
jaringan, ada beberapa bahan yang digunakan untuk sterilisasi eksplan,
diantaranya adalah detergen, alkohol, clorox, aquadest steril, dan spiritus yang
dapat digunakan untuk sterilisasi permukaan LAF atau untuk cairan dalam Bunsen
(Dimitri, 20011).
Media MS merupakan media kultur jaringan yang banyak digunakan
untuk mengkulturkan berbagai jenis tanaman, karena media ini mengandung
unsur hara makro dan mikro yang lebih lengkap dibandingkan penemu-penemu
sebelumnya. Setelah penemuan media MS, banyak berkembang modifikasi-
modifikasi media untuk tujuan tertentu, contoh media Nitsch & Nitsch (1969)
untuk kultur anther dan media SH (Schenk & Hidebrant) untuk kultur kalus
monokotil dan dikotil (Edhi Sandra, 2013). Media VW (Vacin & Went) dan media
organik yang digunakan untuk perbanyakan anggrek, serta media WPM (Woody
Plant Media) untuk tanaman berkayu, atau tanaman perdu atau pohon berkayu
(Anonim, 2013).
2.2 Komponen Media
Komponen dasar dari medium kultur dapat bermacam-macam, secara
umum medium kultur jaringan harus mengandung unsur-unsur sebagai berikut:
1. Garam-garam anorganik:
a. Unsur makro : C, H, O, N, S, P, K, Ca dan Mg
b. Unsur Mikro : Cl, B, Mo, Zn, Cu, Fe dan Co
2. Zat-zat organic
a. Gula
b. Myo-Inositol
c. Vitamin
d. Asam-asam amino
e. Zat pengatur tumbuh
3. Substansi organik komplek:
a. Air kelapa
b. Ekstrak buah-buahan
c. Ekstrak yeast
d. Pepton
e. Tripton
f. Hydrolisat kasein, dll
4. Bahan pemadat
a. Agar-agar
b. Gelrite
c. Phytagel
d. Sea Plaque Agarose, dll.
5. pH
6. Bahan tambahan lain misalnya arang aktif (Anonim, 2011).
2.3 Kebutuhan zat-zat anorganik
Unsur makro
Air merupakan zat terbanyak pada tubuh tumbuhan, oleh karena itu air juga
merupakan bagian terbesar didalam medium kultur. Air selain sebagai bahan
untuk membentuk material tubuh, juga sebagai medium untuk reaksireaksi kimia
dan fisika. Air juga berguna untuk transport dan distribusi zat-zat yang terlarut
didalamnya. Pada medium kultur jaringan digunakan air murni yang sudah
mengalami demineralisasi, deionisasi dan didestilasi dengan gelas dua kali.
Kebutuhan garam-garam mineral didalam jaringan kurang lebih sama
dengan tanaman utuh. Garam-garam mineral merupakan gabungan unsur-unsur
esensial makro dan mikro. Konsentrasi optimum dari tiap-tiap komponen untuk
mencapai kecepatan pertumbuhan yang maksimal sangat bervariasi. Menurut
Gamborg dan Shylluk (1981) biasanya berkisar antara 25-60mM. Unsur makro
dibutuhkan dalam jumlah cukup besar, pada umumnya diberikan dalam bentuk
persenyawaan, beberapa persenyawaan makronutrien yang umum digunakan pada
medium kultur jaringan, antara lain: KNO3; NH4NO3; Ca(NO3).4H2O; NaNO3;
CaCl2. 2H2O; MgSO2. 7H2O; KCl; KH2PO4; NH4H2PO4; NaH2PO4. 2H2O;
Na2SO4; (NH4)2SO4; NH4Cl; K2SO4.
Unsur hara mikro
Unsur hara mikro adalah unsur yang diperlukan dalam jumlah sedikit.
Fungsinya belum diketahui secara pasti, tetapi tidak adanya zat-zat ini dapat
menyebabkan kelainan pertumbuhan. Air dan bahan kimia yang tingkat
kemurniannya rendah seringkali terkontaminasi oleh unsur hara mikro. Bentuk
persenyawaan hara mikro yang umum digunakan pada beberapa medium.
Beberapa unsur mikro yang digunakan adalah: MnSO4.4H2O; ZnSO4. 7H2O;
H3BO3; KI; CuSO4. 5H2O; NaMoO4. 2H2O; CoCl2. 6H2O; FeCl3. 6H2O; Fe
III citrate; FeSO4.7H2O; NaFeEDTA; Na2EDTA. 2H2O; Fe(SO4)3; Fe III
tartrate (Jurnal ITB, 2009).
Untuk membuat medium kultur jaringan, kita harus menimbang setiap
komponen bahan kimia yang tertera pada resep. Langkah ini menjadi kurang
praktis, memakan banyak waktu dan mengurangi ketepatan. Selain itu timbangan
yang digunakan untuk menimbang sejumlah kecil bahan kimia kadang-kadang
tidak tersedia. Jalan keluar yang harus ditempuh adalah dengan membuat larutan
stok, setiap larutan stok dapat dipergunakan untuk 40, 50 dan bahkan 100 liter
medium.
Larutan stok dibuat menjadi beberapa kelompok : stok besi (iron), stok
mikronutrien, stok vitamin dan stok hormon. Untuk makronutrien tidak dibuat
stok, jadi harus ditimbang satu persatu, tetapi jika diperlukan dapat dibuat larutan
stok secara tunggal, tidak dikelompokkan menjadi satu. Yang perlu diperhatikan
dalam pembuatan larutan stok adalah kepekatannya. Larutan stok yang dibuat
terlalu pekat akan mengalami pengendapan sejalan dengan lama waktu
penyimpanan, jika hal ini terjadi stok harus dilarutkan dengan pemanasan terlebih
dahulu sebelum digunakan. Larutan stok harus disimpan dalam lemari es (kulkas).
Larutan stok kadang-kadang terkontaminasi, ditumbuhi mikroorganisme, stok
yang terkontarninasi tidak dapat dipergunakan lagi. Jadi kebersihan harus dijaga
dan jangan membuat larutan stok terlalu banyak (Anonim, 2000).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2009. http://kultur-jaringan.blogspot.com/2009/08/media-kultur-
jaringan.html , diakses pada 13 Juni 2016.
Anonim. 2013. http://tatik-widiyana.blogspot.com/2013/04/media-kultur-
jaringan.html , diakses pada 13 Juni 2016.
Anonim.2011.https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web
&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiOu4Xsi6TNAhXDB8AKHR0
UAFEQFgglMAI&url=https%3A%2F%2Faryaagh.files.wordpress.com%
2F2011%2F01%2Fbiotek2.pdf&usg=AFQjCNHQixV2Wi3oqf3EyISXnr
DrsW8u5g&bvm=bv.124272578,d.ZGg , diakses 13 Juni 2016.
Dimitri, A. Tissue Culture. Borcendes ink. Indiana Polis.
Jurnal IPB. PEMBUATAN MEDIA KULTUR JARINGAN TANAMAN. IPB press.
Bogor.
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN
INISIASI PLANLET ANGGREK
DPP/DPJ : Ir. PATRICIUS SIPAYUNG,M.Si
ASISTEN : JAMER TUAHMAN PURBA
OLEH :
FEBRINA SINAGA
130420017
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016
I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perbanyakan tanaman secara vegetatif merupakan alternatif untuk
mendapatkan tanaman baru yang mempunyai sifat sama dengan induknya dalam
jumlah besar. Perbanyakan secara vegetatif dengan sistem konvensional,
umumnya masih memerlukan waktu yang cukup lama. Oleh karena itu, saat ini di
beberapa negara maju telah banyak dikembangkan suatu sistem perbanyakan
tanaman secara vegetatif yang lebih cepat dengan hasil yang lebih banyak lagi,
yaitu dengan sistem kultur jaringan.
Kultur jaringan sering disebut juga perbanyakan tanaman secara invitro,
yaitu budidaya tanaman yang dilaksanakan dalam botol-botol dengan media
khusus dan alat-alat yang serba steril. Sistem perbanyakan tanaman dengan kultur
jaringan ini dapat menghasilkan tanaman baru dalam jumlah yang banyak dan
dalam waktu yang singkat. Tanaman baru yang dihasilkan mempunyai sifat-sifat
biologis yang sama dengan sifat induknya.
Pelaksanaan perbanyakan tanaman di Indonesia dengan sistem kultur
jaringan sampai saat ini memang masih terbatas dikalangan ilmuwan, peneliti
pada perkebunan, instansi yang terkait dengan pertanian, biologi, farmasi dan
dikalangan perguruan tinggi. Sumber informasi tentang kultur jaringan juga masih
sangat minim, hanya sesekali dapat diketahui melalui sarana komunikasi surat
kabar, majalah, radio, televisi. Sumber pustaka mengenai petunjuk praktis
pelaksanaan kultur jaringan juga masih sulit didapatkan,kalaupun ada masih
sangat sukar dimengerti oleh kalangan petani.
Pertanaman dengan sistem kultur jaringan mempunyai prospek yang
sangat baik dihari-hari mendatang, sebab perbanyakan tanaman dengan sistem ini
memiliki banyak keuntungan baik dari segi hasil, tenaga, tempat maupun waktu.
Tanaman yang pertama berhasil diperbanyak secara besar-besaran melalui kultur
jaringan adalah tanaman anggrek, kemudian berbagai tanaman hias, sayuran dll.
II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Botani Tanaman
Menurut Jones dan Luchsinger (1979), tumbuhan anggrek termasuk ke
dalam kelas Liliopsida yang merupakan salah satu tumbuhan berbunga lidah dari
sekian banyak tumbuhan berbunga yang terdapat di alam ini. Adapun
klasifikasinya adalah sebagai berikut:
Divisi : Magnoliophyta
Subdivisi : Angiospermae
Kelas : Liliopsida Subkelas : Lilidae
Ordo : Orchidales
Famili : Orchidaceae
Sub Family : Apostasioideae, Cypripedioideae, Epidendroideae, Orchidoideae,
Vanilloideae
Genus : Coelogyne
Bunga anggrek mempunyai ukuran bervariasi (kecil – besar), berwarna
cerah, biseksual. Menurut Soeryowinoto (1991), mahkota anggrek berjumlah 6
helai yang terdiri dari :
1. Sepal, merupakan pelindung bunga paling luar ketika bunga masih dalam
keadaan kuncup. Anggrek memiliki tiga helai sepal, dimana bentuk dari ketiga
sepal ini hampir sama. Sepal teratas disebut sepal dorsal, sedangkan kedua sepal
lain yang terletak di sebelah kiri dan kanan bawah disebut sepal lateral. Ketiga
sepal tersebut terletak dalam satu lingkaran
2. Petal, merupakan perhiasan bunga yang memiliki bermacam-macam bentuk
dan warna. Ketika masih kuncup, petal terbungkus oleh sepal. Kedua petal yang
paling atas mempunyai bentuk yang sama, sedangkan petal ketiga yang terletak
paling bawah termodifikasi menjadi bibir atau labellum. Setiap jenis anggrek
mempunyai bentuk labellum yang berbeda. Umumnya labellum dijadikan sebagai
karakter pembeda antara satu spesies anggrek dengan spesies anggrek yang lain.
Secara fungsional, area labellum merupakan tempat terjadinya pembuahan karena
pada bagian tersebut terdapat polen dan stigma. Polen dan stigma tersimpan dalam
suatu struktur yang disebut tugu atau column. Column berada tepat di atas helain
bibir atau labellum. Bentuk column biasanya menyerupain bentuk paruh burung.
Secara umum, bentuk labellum yang unik berfungsi menarik serangga yang akan
membantu proses pembuahan pada anggrek (Anonim, 2001).
2.2 Media Tanam Kultur Jaringan
Keberhasilan kultur jaringan sangat ditentukan oleh pilihan media yang
akan digunakan. Metode kultur jaringan menekankan pada lingkungan yang cocok
agar eksplan dapat tumbuh dan berkembang dengan baik. Lingkungan yang cocok
akan terpenuhi bila media yang digunakan sesuai dengan yang diperlukan oleh
tanaman. Kebutuhan tiap tanaman akan komposisi dan jumlahnya berbeda-beda.
Media yang digunakan tidak hanya mengandung unsur hara makro dan unsur hara
mikro saja, tetapi juga mengandung karbohidrat. Karbohidrat berasal dari gula
yang ditambahkan dalam media. Gula berfungsi menggantikan karbon yang
biasanya diperoleh dari hasil fotosintesis (Gunawan, 1992).
Dua macam media yang dapat digunakan yaitu media cair dan media
padat. Media cair digunakan untuk menumbuhkan suspensi sel, sedangkan media
padat digunakan untuk menumbuhkan kalus dan organ tanaman. Media kultur
yang baik adalah media yang mengandung makronutrien dan mikronutrien. Unsur
makronutrien terdiri dari N, P, K, S, Ca, dan Mg sedangkan unsur mikronutrien
terdiri atas Co, Mn, Fe, Cu, Zn, B dan Mo (George dan Sherrington, 1984).
Ekstrak pisang yang ditambahkan dalam media kultur jaringan dapat
merangsang pembelahan sel dan mendorong diferensiasi sel, sehingga biji dapat
tumbuh dan berkembang. Ekstrak pisang mengandung kalium (K), fosfor (P) dan
besi (Fe) sehingga memberikan pengaruh positif terhadap pertumbuhan tunas
(Widiastoety dan Bahar, 1995). Kentang mengandung unsur-unsur yang
dibutuhkan eksplan dalam kultur jaringan seperti kalsium, fosfor, besi, vitamin
B1, vitamin B2, vitamin C, dan niacin. Menurut Salisbury dan Ross (1995)
kalsium berperan dalam pembentukan bulu akar dan pemanjangan akar. Penelitian
Kasutjianingati dan Irawan (2013), penambahan BAP 2 mg/L; air kelapa 150 ml/L
dan ekstrak pisang ambon 50 gr/L memberi pengaruh pada penambahan jumlah
tunas (Santoso, 2007).
Perkecambahan dan pertumbuhan anggrek dipengaruhi oleh banyak faktor
yang kompleks dan spesies yang berbeda akan memberikan respon yang berbeda
pula. Beberapa faktor yang mempengaruhi perkecambahan dan pertumbuhan
anggrek antara lain:
1. Temperatur. Pada umumnya biji anggrek berkecambah pada temperatur 20o –
25oC.
2. Penyinaran. Penyinaran yang dibutuhkan 12-16 jam/hari dengan intensitas
rendah 2.5 – 10 W.m2. Namun pada Paphiopedilum dan Cypripedium, biji
hanya dapat tumbuh apabila pada fase awal perkecambahan tidak diberikan
perlakuan penyinaran.
3. Mineral. Pada umumnya perkecambahan biji anggrek tidak membutuhkan
mineral dalam konsentrasi tinggi, bahkan pada Paphiopedilum dapat
berkecambah dengan baik pada medium yang tidak mengandung kalsium.
4. Gula. Dibutuhkan untuk sumber energi. Gula ditambahkan pada medium
dengan konsentrasi 1-3%.
5. Agar. Disarankan agar ditambahkan dengan konsentrasi 0.6 – 0.8%.
6. pH. Rentang pH medium yang biasanya digunakan pada perkecambahan biji
anggrek adalah 4.8 – 5.8.
7. Vitamin.
8. Zat Pengatur Tumbuh. Pada perkecambahan biji anggrek biasanya tidak perlu
ditambahkan Zat Pengatur Tumbuh, karena memberikan efek yang tidak
diinginkan (misalnya pembentukan kalus atau tunas adventif).
9. Senyawa kompleks. Senyawa kompleks yang biasa digunakan antara lain air
kelapa, juice pisang, peptone, juice nenas, casein hydrolisate.
10. Arang aktif. Pada spesies anggrek tertentu dibutuhkan penambahan arang
aktif ke dalam medium. Arang aktif merupakan arang yang telah dipanaskan
selama beberapa jam dengan menggunakan uap air atau udara panas (Djoko,
1984).
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2001. Kultur Jaringan Anggrek. Kanisius. Jakarta.
Djoko. 1984. Jurnal Kultur Anggrek Bulan. IPB Press. Bogor.
George dan Sherrington. 1984. Tissue Culture. Babylon Ink. Las Vegas.
Gunawan. 1992. Jurnal Penelitian Kultur Jaringan Anggrek Hitam. UNY Press.
Yogyakarta.
Jones dan Luchsinger. 1979. Tissue Culture of Eksplant Media. Gregory Press.
Georgia.
Santoso, 2007. Teknik Kultur Jaringan Anggrek. Solo Press. Solo.
Soeryowinoto. 1991. Jurnal Penelitian Bioteknology Anggrek. Jakarata Press.
Jakarta.
LAPORAN PRAKTIKUM KULTUR JARINGAN
INISIASI PLANLET ANGGREK
DPP/DPJ : Ir. PATRICIUS SIPAYUNG,M.Si
ASISTEN : JAMER TUAHMAN PURBA
OLEH :
PARTY CHRISTY VERA SINAGA
130420041
PROGRAM STUDI AGROTEKNOLOGI
FAKULTAS PERTANIAN
UNIVERSITAS KATOLIK SANTO THOMAS SUMATERA UTARA
MEDAN
2016