konsep harta dan kepemilikan dalam prespektif islam
TRANSCRIPT
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
1
KONSEP HARTA DAN KEPEMILIKAN DALAM
PRESPEKTIF ISLAM
Maisarah Leli
STAI-YAPTIP Pasaman Barat
Email: [email protected]
Abstract
Islam views property as inherently God's property. However, Allah has
handed over the management of these assets to humans as khalifahs on earth, so
one's acquisition of those assets is the same as the activities carried out by
someone to utilize and develop their assets. Because, when someone has property,
then the essence he has the property is only to be used and bound by shariah
laws', not free to manage absolutely. Therefore it is necessary to have rules that
regulate human needs so as not to violate and control the rights of others,
especially related to property and ownership in Islam.
Keywords: Property, Milk, Shari'ah
Abstrak
Islam memandang harta pada hakikatnya adalah hak milik Allah. Akan
tetapi Allah telah menyerahkan pengelolaan atas harta tersebut kepada manusia
sebagai khalifah di muka bumi, maka perolehan seseorang terhadap harta itu sama
dengan kegiatan yang dilakukan oleh seseorang untuk memanfaatkan serta
mengembangkan harta. Sebab, ketika seseorang memiliki harta, maka esensinya
dia memiliki harta tersebut hanya untuk dimanfaatkan dan terikat dengan hukum-
hukum syara’, bukan bebas mengelola secara mutlak. Oleh sebab itu perlu adanya
aturan-aturan yang mengatur kebutuhan manusia agar tidak melanggar dan
menguasai hak orang lain, khususnya terkait dengan harta dan kepemilikan dalam
Islam.
Kata Kunci: Harta, Milk, Syari’ah
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
2
PENDAHULUAN
Manusia sebagai makhluk sosial pada prinsipnya selalu ingin hidup
bermasyarakat. Dalam kehidupan bermasyarakat, manusia akan menghadapi
berbagai macam persoalan untuk menutupi kebutuhan antara yang satu dengan
yang lain, sehingga dibutuhkan sikap saling tolong-menolong. Setiap individu
pada dasarnya mengalami ketergantungan pada nilai-nilai kemanusiaan dan
keberadaanya dalam suatu kelompok.1
Ketergantungan seseorang dikarenakan setiap manusia mempunyai
kebutuhan. Kebutuhan yang harus dipenuhi oleh ekonomi itu berbeda dari
masyarakat yang satu ke masyarakat yang lain, dari orang yang satu ke orang
yang lain. Perbedaan itu disebabkan oleh berbagai faktor,salah satunya sesuai
kebutuhan.2 Ajaran Islam merupakan ajaran yang sempurna mencakup seluruh
kehidupan maka kita wajib berpendirian bahwa Islam sebagai agama yang
telah menggariskan prinsip-prinsip kehidupan mencakup berbagai aspek,
termasuk aspek ekonomi.
Islam mempunyai corak ekonomi sendiri, berdiri sendiri dan berbeda
dengan kapitalisme. Perbedaan itu terlihat dalam praktek sistem ekonomi
kapitalis yang tujuan utamanya untuk memperoleh keuntungan material,
sehingga muncul egoisme, monopoli, dan usaha mengumpulkan harta
kekayaan semata.3 Islam memelihara keseimbangan antara hak milik pribadi
dan kolektif sehingga Islam menjamin pembagian kekayaan yang seluas-
luasnya dan paling bermanfaat melalui lembaga-lembaga yang
didirikan.4permasalahannya banyak yang belum memahami bagaimana Islam
memandang harta dan kepemilikan.
Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas harta dan kepemilikan
dengan judul “Konsep Harta dan Kepemilikan dalam Prespektif Islam”
1Kaelany HD, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, Jakarta : PT Bumi Aksara, 2000,
h. 5 2S. Wiranegara, Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi Islam, Jakarta : PT Gita Karya,
1988, h. 19 3Wahyudi Kumorotomo, Demokrasi dan Perencanaan Ekonomi,
Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1995, h. 33 4M. Abdul Mannan, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, Yogyakarta: PT. Dana Bhakti
Wakaf, 1993, h. 64
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
3
PEMBAHASAN
1. Harta dalam Prespektif Islam
a. Pengertian Harta
Harta dalam bahasa arab disebut al-mal atau jamaknnya al-amwal.
Harta (al-mal) menurut kamus Al-muhith tulisan Alfairuz Abadi, adalah
ما ملكته من كل شيء ma malakatahu min kulli syai (segala sesuatu yang engkau punyai).
5
Sedangkan harta menurut istilah syariah adalah setiap-tiap apa
yang dapat dimanfaatkan menurut cara-cara yang dibenarkan syariah,
seperti jual beli, sewa menyewa, pinjam meminjam, pemanfaatan
(konsumsi), dan hibah.6 Nasrun Haroen menjelaskan harta adalah
segala yang diminati manusia dan dapat dihadirkan ketika diperlukan,
atau segala sesuatu yang dapat dimiliki, disimpan dan dapat
dimanfaatkan.7
Berdasarkan pengertian tersebut maka seluruh apapun yang
digunakan manusia dalam kehidupan dunia baik merupakan harta,
uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan, perabotan rumah tangga,
hasil perkebunan, hasil perikanan-kelautan, dan pakaian termasuk
dalam kategori al amwal (harta kekayaan).
b. Pembagian Harta
Manusia diciptakan oleh Allah Swt dalam sebaik-baik ciptaanya,
untuk mengatur, mengolah dan memanfaatkan alam dengan sebaik-
bainya. Allah Swt, telah menganugerahkan manusia dengan segala
kemampuan mental dan fisik serta dunia dan semesta dengan segala
sumber daya yang melimpah-ruah. namun, sungguh disayangkan dan
sebuah ironi jika umat Islam gagal memainkan perannya dalam
5 M. Solahuddin, Azas-Azas Ekonomi Islam, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada, 2007,
h. 40 6 M. Husain Abdullah, Dirasat fi Al Fikr Al Islami , h. 54
7 Nasrun Haroen, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Patama, 2007 , h. 73
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
4
memanfaatkan segala kemampuannya dan mengeksploitasi
sumberdaya-sumberdaya alam tersebut sehingga gagal mendapatkan
kemakmuran dan kejayaan sebagai mana dijanjikan Allah Swt.8
Kehadiran harta benda tidak bisa dicapai oleh seseorang kecuali
dengan usaha yang kuat, karena itu Allah Swt, menerangkan tentang
harta tersebut dan sebagai karunia dari Allah Swt, dan mengajak umat
manusia untuk berusaha dalam menggapainya.9 Firman Allah Swt, surat
Al-Jum’ah Ayat 10:
ه فاذا قضيت الصلوة فان تشروا ف الرض واب ت غوا من فضل اللرا لعلكم ت فلحون ه كثي واذكروا الل
Artinya : Apabila Telah ditunaikan shalat, Maka bertebaranlah kamu
di muka bumi; dan carilah karunia Allah dan ingatlah Allah
banyak-banyak supaya kamu beruntung.10
Firman Allah Swt, surat An-Nisa’ ayat 32:
ه به للرجال نصيب ما اكتسب وا ب عضكم على ب عض ول ت تمن وا ما فضل الل ه من فضله وللنساء نصيب ما اكتسب وس لوا الل
ه كان بكل شيء عليما ان الل
Artinya : “Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang
dikaruniakan Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak
dari sebahagian yang lain. (karena) bagi orang laki-laki
ada bahagian dari pada apa yang mereka usahakan, dan
bagi para wanita (pun) ada bahagian dari apa yang
mereka usahakan, dan mohonlah kepada Allah sebagian
dari karunia-Nya. Sesungguhnya Allah Maha mengetahui
segala sesuatu”.11
8 Ruqaiyah Waris Masqood, Harta dalam Islam, Jakarta : Lintas Pustaka, 2003,h. 6
9 Muhammad Mahmud Bably, Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam, Semarang:
Kalam Mulia, 1987, h. 39 10
Departemen Agama RI, Al-Qur‟an dan Terjemahan, Bandung : CV.Penerbit
Diponegoro, 2003, h. 441 11
Ibid., h. 66
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
5
Menurut para fuqaha harta terdiri dari beberapa bagian, tiap-tiap
bagian memiliki ciri khusus dan hukumnya tersendiri, pembagian harta
tersebut diantaranya adalah sebagai berikut:12
1) Mal Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawim
a) Mal Mutaqawwim
Mal Mutaqawwim yaitu sesuatu yang boleh diambil
manfaatnya menurut syara’. Harta yang termasuk mutaqqawim
ini ialah semua harta yang baik jenisnya maupun cara
memperolehnya dan pengunaannya. Misalnya, kerbau halal
dimakan oleh umat Islam, tetapi kerbau tersebut disembelih
tidak sah menuru syara’, misalnya dipukul hingga mati, maka
daging kerbau tersebut tidak bisa dimanfaatkan karena cara
penyembelihannya batal menurut syara’.
b) Ghair Mutaqawim
Ghair Mutaqawim yaitu sesuatu yang tidak boleh diambil
manfaatnya menurut syara’. Harta ghair mutaqawim ialah
kebalikan dari harta mutaqawim, yakni yang tidak boleh
diambil manfaatnya, baik jenisnya, cara memperolehnya
maupun cara pengunaannya. Misalnya babi termasuk harta
Gahir mutaqawim, karena jenisnya.
2) Mal Mistli dan Mal Qimi
a) Harta Mistli yaitu benda-benda yang ada persamaan dalam
kesatuan-kesatuannya, dalam arti dapat berdiri sebagiannya
ditempat yang lain tanpa ada perbedaan yang perlu dinilai.
b) Harta Qimi yaitu benda-benda yang kurang dalam kesatuan-
kesatuaanya, karenanya tidak dapat berdiri sebagian ditempat
sebagian yang lainnya tanpa ada perbedaan.
3) Harta Istihlak dan Harta Isti’mal
a) Harta istihlak yaitu sesuatu yang tidak dapat diambil
kegunaannya dan manfaatnya secara biasa, kecuali dengan
12 Hendi Suhendi, Fiqih Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002, h. 19
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
6
menghabiskannya. Harta istihlak terbagi dua, ada yang istihlak
hakiki dan istihlak haquqi. Harta istihlak hakiki ialah suatu
benda yang menjadi harta yang secara jelas nyata zatnya habis
sekali digunakan. Misalnya korek api, bila dibakar maka
habislah harta yang berupa kayu itu. Istihlak haquqi ialah harta
yang sudah habis nilainya bila telah digunakan, tetapi zatnya
masih tetap ada. Misalnya uang yang digunakan untuk
membayar utang, dipandang habis menurut hokum walaupun
uang tersebut masih utuh, hanya pindah kepemilikannya.
b) Harta Isti‟mal yaitu sesuatu yang bisa digunakan berulang kali
dan materinya tetap terpelihara.
4) Harta Manqul dan Harta Ghair Manqul
a) Harta Manqul yaitu segala harta yang dapat dipindahkan
(bergerak) dari satu tempat ke tempat yang lain. Seperti emas,
perak, perunggu, pakaian, kendaraan dan lain-lain.
b) Harta Ghair manqul yaitu sesuatu yang tidak bisa dipindahkan
dan dibawa dari satu tempat ketempat yang lain. Seperti kebun,
rumah, pabrik, sawah dan yang lainnya yang termasuk ghair
manqul karena tidak dapat dipindahkan, dalam hukum perdata
positif digunakan istilah benda bergerak dan benda tetap.
5) Harta Ain dan Harta Dayn
a) Harta ain ialah harta yang berbentuk benda, seperti rumah,
pakaian, beras, kendaraan (mobil) dan yang lainnya.
b) Harta dayn yaitu sesuatu yang berada dalam tangung jawab.
Seperti uang berada dalam tangung jawab seseorang.
6) Mal al-ain dan Mal al-naf’i (manfaat)
a) Harta aini yaitu benda yang memiliki nilai dan bentuk
(berwujud), misalnya rumah, ternak dan yang lainnya.
b) Harta nafi‟I ialah a‟radl yang berangsur-rangsur tumbuh
menurut perkembangan masa, oleh karena itu mal al-naf‟i tidak
berwujud dan tidak mungkin disimpan.
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
7
7) Harta Mamluk, Mubah, Mahjur
a) Harta Mamluk ialah sesuatu yang masuk ke bawah milik, milik
perorangan maupun milik badan hukum, seperti pemerintah dan
yayasan.
b) Harta Mubah ialah sesuatu yang pada asalnya bukan milik
seseorang, seperti air pada mata air, binatang buruan darat, laut,
pohon-pohon dihutan dan buah-buahannya.
c) Harta Mahjur ialah sesuatu yang tidak dibolehkan dimiliki
sendiri dan memberikan kepada orang lain menurut syari’at,
adakalanya benda itu benda wakaf ataupun benda yang
dikhususkan untuk masyarakat umum, seperti jalan raya,
mesjid-mejid, kuburan- kuburan dan lainnya.
8) Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi
a) Harta yang dapat dibagi (mal qabil li al-qismah) ialah harta
yang tidak menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan apabila
harta itu dibagi-bagi, misalnya beras, tepung.
b) Harta yang tidak dapat dibagi (mal ghair qabil li al-qismah)
ialah harta yang menimbulkan suatu kerugian atau kerusakan
apabila harta tersebut dibagi-bagi, misalnya gelas, kursi, meja,
mesin dan yang lainnya.
9) Harta pokok dan harta hasil (buah)
Harta pokok ialah harta yang mungkin darinya terjadi harta yang
lain. Harta pokok disebut juga modal, misalnya uang emas dan
yang lainnya, contoh harta pokok dan harta hasil seperti bulu
domba dihasilkan dari domba, maka domba merupakan harta
pokok dan bulunya merupakan harta hasil, atau kerbau yang
beranak, anaknya dianggap sebagai tsamarah dan induknya yang
melahirkannya disebut harta pokok.
10) Harta Khas dan Am
a) Harta Khas ialah harta pribadi yang tidak bersekutu dengan
yang lain, tidak boleh diambil manfaatnya tanpa disetujui
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
8
pemiliknya.
b) Harta Am ialah harta milik umum (bersama) yang boleh diambil
manfaatnya.13
Atau harta yang boleh diambil manfaatnya oleh
seseorang atau kelompok akan tetapi dilarang menguasainya
secara pribadi.14
c. Fungsi Harta dalam Syariat Islam
Harta berfungsi untuk mencapai kesejahteraan dan kemajuan
individu maupun masyarakat. Namun dalam mencapai tujuan tersebut,
Islam senantiasa menegaskan bahwa tujuan tersebut bukanlah tujuan
akhir. Pada hakekatnya tujuan tersebut adalah sarana untuk mencapai
tujuan yang lebih besar dan lebih jauh. Inilah perbedaan yang esensial
antara ekonomi islam dan faham materialisme baik pada sistem
ekonomi kapitalis maupun sosialis.
Adapun fungsi harta yang sesuai dengan syariat Islam adalah :
1) Berfungsi dalam menyempurnakan pelaksanaan ibadah, bukan hanya
ibadah yang khusus (mahdhah) seperti zakat, haji dan shalat, namun
juga ibadah yang lain seperti kewajiban menutup aurat.
2) Meningkatkan keimanan (ketakwaan) kepada Allah, sebagaimana
kata mutiara sayyidian Ali bin Abi Thalib bahwa kefakiran
cenderung mendekatkan diri kepada kekufuran.
3) Melanjutkan kehidupan dari satu periode kepada periode berikutnya,
sebagaimana firman Allah surah An-nisa’ ayat 9 :
هم ذرية ضعفا خاف وا عليهم وليخش الذين لو ت ركوا من خلف
ه ولي قولوا ق ول سديدا ف ليت قوا اللArtinya : “Dan hendaklah takut kepada Allah orang-orang yang
seandainya meninggalkan di belakang mereka anak-
anak yang lemah, yang mereka khawatir terhadap
(kesejahteraan) mereka. Oleh sebab itu hendaklah
13
Hendi Suhendi. Ibid., h. 19-27 14
M. Solehuddin. Op. cit., h. 98
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
9
mereka bertakwa kepada Allah dan hendaklah mereka
mengucapkan perkataan yang benar.15
4) Menyeimbangkan antara kehidupan dunia dan akhirat. Firman Allah
surah Al-Qashash ayat 77:
ن يا ار الخرة ول ت نس نصيبك من الد ه الد واب تغ فيمااتىك الله اليك ول ت بغ الفساد ف الرض واحسن كما احسن الل
ه ل يب المفسدين ان اللArtinya : “Dan carilah pada apa yang telah dianugerahkan Allah
kepadamu (kebahagiaan) negeri akhirat, dan janganlah
kamu melupakan bahagianmu dari (kenikmatan) duniawi
dan berbuat baiklah (kepada orang lain) sebagaimana
Allah telah berbuat baik, kepadamu, dan janganlah kamu
berbuat kerusakan di (muka) bumi. Sesungguhnya Allah
tidak menyukai orang-orang yang berbuat kerusakan.16
2. Konsep Kepemilikan Harta Dalam Islam
a. Pengertian konsep kepemilikan dalam Islam
Dalam fiqh muamalah Milk didefenisikan sebagai Kekhususan
terhadap pemilik suatu barang menurut syara’ untuk bertindak secara
bebas bertujuan mengambil manfaatnya selama tidak ada penghalang
syar’i. Makna yang sama juga dijelaskan oleh Rawwas Qal’ah Jie
bahwa kepemilikan berarti hubungan syariah antara manusia dengan
sesuatu (harta) yang memberikan hak mutlak kepada orang itu untuk
melakukan pemanfaatan (tasharruf) atas sesuatu itu dan mencegah
orang lain untuk memanfaatkannya.17 Apabila seseorang telah memiliki
suatu benda yang sah menurut syara’, maka orang tersebut bebas
15
Departemen Agama RI, Op. cit., h. 66 16
Ibid., h. 17
Rawwas Qal’ah Jie, Mu‟jam Lughah Al Fuqaha`, h. 352
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
10
bertindak terhadap benda tersebut, baik akan dijual maupun akan
digadaikan, baik dia sendiri maupun dengan perantara orang lain.18
Menurut istilah milik dapat didefinisikan “suatu ikhtishas yang
menghalangi yang lain, menurut syariat yang membenarkan pemilik
ikhtishas itu untuk bertindak terhadap barang miliknya sekehendaknya
kecuali ada penghalang.19
sedangkan Wahbah al Zuhaily
mendefenisikan bahwa milk adalah Milk adalah keistimewaan
(ikhtishash) terhadap sesuatu yang menghalangi orang lain darinya dan
pemiliknya bebas melakukan tasharruf secara langsung kecuali ada
halangan syar’i.20
Bebereapa defenisi milk tersebut terdapat dua istishash atau
keistimewaan yang diberikan oleh syara’ kepada pemilik harta,
diantaranya :
1) Keistimewaan dalam menghalangi orang lain untuk
memanfaatkannya tanpa kehendak atau izin pemiliknya.
2) Keistimewaan dalam bertasarruf. Tasarruf adalah : “Sesuatu yang
dilakukan oleh seseorang berdasarkan iradah (kehendak) nya dan
syara’ menetapkan batasnya beberapa konsekwensi yang berkaitan
dengan hak”.21
Oleh sebab itu, milkiyah (pemilikan) seseorang mempunyai
keistimewaan berupa kebebasan dalam bertasarruf (berbuat sesuatu atau
tidak berbuat sesuatu) kecuali ada halangan tertentu yang diakui oleh
syara’. Kata halangan di sini adalah sesuatu yang mencegah orang yang
bukan pemilik suatu barang untuk mempergunakan atau memanfaatkan
dan bertindak tanpa persetujuan lebih dahulu dari pemiliknya.22
18
Yusuf Qordawi, Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Pers, 1997, h.
70 19
Mustafa Ahmad al-Zarqa’, al Madkhal al Fiqh al „Amm, Beirut: Jilid I, Darul Fikr,
1968, h. 240 20
Wahbah al Zuhaily, al Fiqh al Islamy wa Adillatuh, Juz 4, h. 57 21
Ghufron A. Mas’adi, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002, h. 55 22 Suhrawardi K. Lubis, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000, h.5
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
11
Menurut hukum dasar harta sah dimiliki, kecuali harta yang telah
dipersiapkan untuk umum, misalnya wakaf dan fasilitas umum. Dalam
hal ini ada tiga macam model kepemilikan yaitu :
1) Kepemilikan penuh, yaitu kepemilikan pada benda terkait
sekaligus hak memanfaatkan.
2) Hak memiliki saja, tanpa hak memanfaatkan (misalnya rumah yang
dikontrakkan).
3) Hak menggunakan saja atau disebut kepemilikan hak guna (si
pengontrak). Dalam artian kepemilikan hak disini tidak boleh
digunakan untuk hal-hal yang menyebabkan adanya pelanggaran.23
b. Landasan hukum memiliki harta
Dalam Pembukaan UUD 1945 alenia ke empat terdapat konsep
kesinambungan pembangunan yaitu kestabilan ekonomi dan keadilan
sosial. Sedangkan dalam kerangka ekonomi Pancasila, dasar Ketuhanan
Yang Maha Esa dijabarkan lebih lanjut menjadi asas kemanusiaan yang
adil dan beradab. Jika diterjemahkan ke dalam konsep pembangunan,
maka pembangunan pertama bertujuan menghapus kemiskinan. Karena
tidak sesuai dengan kemanusiaan yang adil dan beradab. Untuk itu
prinsip kemanusiaan dirumuskan menjadi pasal 27 ayat 2 UUD 1945 yaitu
setiap warga negara berhak atas pekerjaan dan penghidupan yang sesuai
dengan kemanusiaan.Dalam hal ini terkait adanya dibolehkannya hak milik.
Adapun cara perolehan hak milik itu telah diatur dalam pasal 584
Kitab Undang- Undang Hukum Perdata ( KUHPdt ), yaitu dengan cara
pemilikan. Tata cara dan ketentuan lain mengenai perolehan hak milik
diatur lebih lanjut dalam pasal 585 – 624 KUHP.24 cara memperoleh hak
milik atas kebendaan bergerak yang semula bukan milik siapapun juga, cara
23
M. Faruq an Nabahan, Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta : UII Press, 2000, h. 39 24
Adijani al-Alabij, Perwakafan Tanah di Indonesia: Teori dan Praktek, Jakarta: PT.
Raja Grafindo Persada, 1997,h. 18
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
12
memperoleh hak milik binatang buruan atau perikanan, cara mendapat hak
milik atas sesuatu harta karun dan seterusnya.25
Islam mengharuskan manusia untuk mencari rizki-Nya demi
memenuhi kebutuhan hidupnya, sehingga dengan harta tersebut
manusia dapat memberikan sedekah, infaq dan lain-lain. Namun dalam
mencari rizki Allah haruslah dengan jujur dan bermanfaat. Sikap
monopoli serta menguasai barang untuk dikonsumsi sendiri sangat
dilarang, ini menandakan bahwa cara perolehan hak milik dalam Islam
adalah dengan cara yang jujur dan bermanfaat. sebagaimana firmannya
dalam surat An-Nisa ayat 32 :
ه به ب عضكم على ب عض للرجال نصيب ما اكتسب وا ول ت تمن وا ما فضل الله من فضله وللنساء نصيب ما اكتسب وس لوا الل
ه كان بكل شيء عليم ان اللArtinya :“Dan janganlah kamu iri hati terhadap apa yang dikaruniakan
Allah kepada sebahagian kamu lebih banyak dari sebahagian
yang lain. (karena) bagi orang laki-laki ada bahagian dari
pada apa yang mereka usahakan, dan bagi para wanita (pun)
ada bahagian dari apa yang mereka usahakan, dan
mohonlah kepada Allah sebagian dari karunia-Nya.
Sesungguhnya Allah Maha mengetahui segala sesuatu”.26
firman Allah Swt, dalam surat Al-Qashas ayat 73 :
ومن رحته جعل لكم اليل والن هار لتسكن وا فيه ولتبت غوا من فضله ولعلكم تشكرون
Artinya : Dan Karena rahmat-Nya, dia jadikan untukmu malam dan
siang, supaya kamu beristirahat pada malam itu dan supaya
25
R. Subekti dan R. Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata (Terjemahan), Jakarta: PT.
Pradnya Paramita, 1974, Cet.ke-6, h. 168-169 26
Deperteman Agama RI, Op.cit, h. 66
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
13
kamu mencari sebahagian dari karunia-Nya (pada siang
hari) dan agar kamu bersyukur kepada-Nya.27
Sebagaimana firman Allah Swt dalam suart Al-Ahqaaf ayat 19:
ولكل درجت ما عملوا ولي وف ي هم اعمالم وهم ل يظلمون Artinya : “Dan bagi masing-masing mereka derajat menurut apa yang
Telah mereka kerjakan dan agar Allah mencukupkan bagi
mereka (balasan) pekerjaan-pekerjaan mereka sedang
mereka tiada dirugikan”.28
c. Pembagian hak milik
Hak milik dibedakan menjadi tiga kelompok, yaitu :
1) Hak milik pribadi ( Al-Milkiyah al-fardiyah) adalah hukum syara’
yang berlaku bagi zat ataupun manfaat (utility) tertentu yang
memungkinkan siapa saja mendapatkannya untuk memanfaatkannya
barang tersebut, serta memperoleh kompensasi, baik karena barang
yang diambil kegunaannya oleh orang lain (seperti sewa) ataupun
karena dikonsumsi untuk dihabiskan zatnya seperti dibeli barang
tersebut.
2) Hak milik umum (al-milikiyah al-aamah) menurut Yuliandi hak
milik umum adalah harta yang telah ditetapkan hak miliknya oleh as-
syari’ dan menjadikan harta tersebut sebagai milik bersama atau
seseorang atau sekelompok kecil orang dibolehkan mendayagunakan
harta tersebut, akan tetapi mereka dilarang untuk menguasainya
secara pribadi.
3) Hak milik Negara (al-milikiyah ad-daullah) menurut Yusanto adalah
sebagai harta hak seluruh umat yang pengelolaannya menjadi
wewenang kepala negara, dimana dia bisa memberikan sesuatu
kapada sebagian umat sesuai dengan kebijaksanaannya. Menurut
Yuliadi hak milik negara seperti harta kharaj, jizyah harta orang
27
Ibid, h. 315 28
Ibid, h. 402
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
14
murtad, harta yang tidak memiliki ahli waris, tanah hak milik
Negara.29
Dengan demikian dalam pengelolaannya negara atau pemerintah
bertindak sebagai wasit yang mengawasi interaksi (mu’amalah)
pelaku-pelaku ekonomi dan bisnis dalam wilayah kekuasaannya
untuk menjamin tidak dilanggarnya syari’ah, supaya tidak ada pihak-
pihak yang zalim atau terzalimi, sehingga tercipta iklim ekonomi
yang sehat.30
PENUTUP
1. Kesimpulan
Harta ialah seluruh apapun yang digunakan manusia dalam kehidupan
dunia baik merupakan harta, uang, tanah, kendaraan, rumah, perhiasan,
perabotan rumah tangga, hasil perkebunan, hasil perikanan-kelautan, dan
pakaian termasuk dalam kategori al amwal (harta kekayaan). Ada tiga
pembagian harta, yaitu (a) Mal Mutaqawwim dan Ghair Mutaqawim, (b)
Mal Mistli dan Mal Qimi, (c) Mal Istihlak dan Mal Isti‟mal, (d) Harta
Manqul dan Harta Ghair Manqul, (e) Harta Ain dan Harta Dayn, (f) Mal
al-ain dan Mal al-naf’i (manfaat), (g) Harta Mamluk, Mubah, Mahjur, (h)
Harta yang dapat dibagi dan tidak dapat dibagi, (i) Harta pokok dan harta
hasil (buah), (j) Harta Khas dan Am.
Milk didefenisikan sebagai Kekhususan terhadap pemilik suatu barang
menurut syara’ untuk bertindak secara bebas bertujuan mengambil
manfaatnya selama tidak ada penghalang syar’i. kepemilikan berarti
hubungan syariah antara manusia dengan sesuatu (harta) yang memberikan
hak mutlak kepada orang itu untuk melakukan pemanfaatan (tasharruf)
atas sesuatu itu dan mencegah orang lain untuk memanfaatkannya.
2. Saran
Manusia sebagai makhluk sosial tentunya tidak terlepas dari interaksi
diantara sesama, terlebih untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sebagai
29
Solahuddin,M, Op.cit, h. 66 30
Adiwarman Karim, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007, h. 43
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
15
seorang muslim harus memperhatikan apakah aktivitas ekonomi yang
dilakukan dalam rangka mencari karunia Allah Swt, seperti harta dan
kepemilikan sesuai dengan prinsip-prinsip syari’ah. Semoga hal ini dapat
memberikan wawasan kepada para praktisi maupun akademisi terkait
dengan konsep harta dan kepemilikan dalam prespekti Islam.
DAFTAR RUJUKAN
Abdullah , M. Husain, Dirasat fi Al Fikr Al Islami tt.
al-Alabij, Adijani, Perwakafan Tanah di Indonesia: Teori dan Praktek, Jakarta:
PT. Raja Grafindo Persada, 1997
A. Mas’adi, Ghufron, Fiqh Muamalah Konstektual, Jakarta: PT. Raja Grafindo
Persada, 2002
Ahmad al-Zarqa’, Mustafa, al Madkhal al Fiqh al „Amm, Beirut: Jilid I, Darul
Fikr, 1968
An Nabahan, M. Faruq, Sistem Ekonomi Islam, Yogyakarta : UII Press, 2000
Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahan, Bandung : CV.Penerbit
Diponegoro, 2003
Haroen, Nasrun, Fiqh Muamalah, Jakarta: Gaya Media Patama, 2007
Kaelany HD, Islam dan Aspek-aspek Kemasyarakatan, Jakarta : PT Bumi Aksara,
2000
Karim, Adiwarman, Ekonomi Mikro Islam, Jakarta : PT. Raja Grafindo, 2007
Kumorotomo, Wahyudi, Demokrasi dan Perencanaan Ekonomi,
Yogyakarta : PT. Tiara Wacana Yogya, 1995
K. Lubis, Suhrawardi, Hukum Ekonomi Islam, Jakarta: Sinar Grafika Offset, 2000
Mannan, M. Abdul, Ekonomi Islam : Teori dan Praktek, Yogyakarta: PT. Dana
Bhakti Wakaf, 1993
Mahmud Bably, Muhammad, Kedudukan Harta Menurut Pandangan Islam,
Semarang: Kalam Mulia, 1987
Qal’ah Jie, Rawwas, Mu‟jam Lughah Al Fuqaha`, tt
AT-TASYRI’IY [VOL. 2, NO.2, 2019]
16
Qordawi, Yusuf Norma dan Etika Ekonomi Islam, Jakarta : Gema Insani Pers,
1997
Solahuddin, M. , Azas-Azas Ekonomi Islam, Jakarta : PT.Raja Grafindo Persada,
2007
Suhendi, Hendi, Fiqih Muamalah, Jakarta : PT Raja Grafindo Persada, 2002
Subekti, R, dan R. Tjitrosudibio, Kitab UU Hukum Perdata (Terjemahan),
Jakarta: PT. Pradnya Paramita, 1974
Waris Masqood, Ruqaiyah, Harta dalam Islam, Jakarta : Lintas Pustaka, 2003
Wiranegara, S, Ekonomi dan Keuangan Makna Ekonomi Islam, Jakarta : PT Gita
Karya, 1988