kolokeq finish
DESCRIPTION
latihan pembuatan skripsi dan presentasiTRANSCRIPT
i Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
KOLOKIUM
BIOSINTESIS POLIHIDROKSIALKANOAT OLEH BAKTERI GAMMA PROTEOBACTERIUM WD-3 DARI ASAM LEMAK VOLATIL DIMAS SETIYONO NRP 1408100028 DosenPembimbing Prof. Dr. Surya Rosa Putra, Msc JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011
ii Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
KOLOKIUM
BIOSYNTHESIS OF POLYHYDROXYALKANOATE BY GAMMA PROTEOBACTERIUM WD-3 FROM VOLATILE FATTY ACIDS DIMAS SETIYONO NRP 1408100028 Supervisor Prof. Dr. Surya Rosa Putra, Msc JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011
iii Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
BIOSINTESIS POLIHIDROKSIALKANOAT OLEH BAKTERI GAMMA PROTEOBACTERIUM WD-3 DARI ASAM LEMAK VOLATIL
KOLOKIUM
Disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah kolokium program S-1 di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya
DIMAS SETIYONO NRP 1408100028 Dosen Pembimbing Prof. Dr. Surya Rosa Putra, Msc JURUSAN KIMIA FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM INSTITUT TEKNOLOGI SEPULUH NOPEMBER SURABAYA 2011
iv Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
BIOSINTESIS POLIHIDROKSIALKANOAT OLEH BAKTERI GAMMA PROTEOBACTERIUM WD-3 DARI ASAM LEMAK VOLATIL
KOLOKIUM
Disusun sebagai syarat untuk menyelesaikan mata kuliah kolokium program S-1 di Jurusan Kimia, Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Institut Teknologi Sepuluh Nopember, Surabaya DIMAS SETIYONO NRP 1408100028 Surabaya, 20 April 2011 Dosen Pembimbing, Prof. Dr. Surya Rosa Putra, Msc NIP. 196309 28198803 1 001 Mengetahui : KetuaJurusan Kimia, LukmanAtmaja, Ph.D NIP. 196108 16198903 1 001
v Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
SURAT PENGESAHAN
Dosen Penguji yang bertandatangan di bawahini, adalah dosen penguji pada
ujian kolokium dari mahasiswa :
Nama : DIMAS SETIYONO
NRP : 140810028
Judul tulisan : Biosintesis Polihidroksialkanoat oleh Bakteri Gamma
Proteobakteria WD-3 dari Asam Lemak Volatil
Dengan ini menyatakan bahwa naskah kolokium tersebut telah diperbaiki
sesuai hasil sidang uji kolokium pada hari Selasa tanggal 26 April 2011.
DOSEN PENGUJI
NO NAMA JABATAN TANDA TANGAN
1 Herdayanto S. Putro, S. Si., M.Si. Ketua
2 Prof. Dr. Surya Rosa Putra Anggota
3 Prof. Dr.R. Y. Perry Burhan Anggota
vi Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Karya ini kupersembahkan untuk
Ibu, Bapak, dan keluargaku tercinta
Adikku tersayang
Serta seluruh teman-temanku
vii Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
ABSTRAK
Produksi kopolimer dari poli-β-hidroksialkanoat (PHA) umumnya membutuhkan
biaya produksi yang tinggi. Untuk mengurangi biaya produksi, dapat digunakan
sumber karbon murah seperti asam lemak volatil (VFAs) dari asidifikasi air
limbah. Oleh karena itu, isolasi jenis bakteri yang dapat menghasilkan
kopolimer PHA menggunakan VFAs sebagai sumber karbon tunggal dapat
menjadi alternatif yang bermanfaat. Dalam studi ini, suatu strain bakteri yang
dapat mengumpulkan PHA, diisolasi dari pabrik pengolahan air limbah dari
fasilitas pengolahan kedelai di Harbin. Strain ini diidentifikasi sebagai gamma-
proteobacterium menurut informasi 16S Rdna dan pada awal percobaan
dinamakan sebagai strainWD-3. Strain ini dapat mengakumulasi PHA sampai
dengan 45 % dari berat sel kering ketika dikultur pada kondisi fermentasi
optimum dalam penelitian ini jika butirat digunakan sebagai sumber karbon.
Selainitu, WD-3 bisa mensintesis kopolimer PHA yaitu poli-hidroksibutirat
(PHB) dan poli-hidroksivalerat (PHV) baik dari substrat C-genap atau dari
substrat C-ganjil, dan sepertiga dari kopolimer itu PHV. Hasil dari penelitian
ini menunjukkan bahwa molekul kecil dari asam organik dapat digunakan oleh
strain WD-3 sebagai sumber karbon untuk pertumbuhan dan produksi PHA.
Hasil maksimum PHA yang dihasilkan dalam studi ini adalah 0,45 g g-1sel
kering.
Kata kunci : poli-Β-hidroksialkanoat (PHA), Asam lemak volatil (VFAs),
fermentasi, sumber karbon, substrat, bakteri.
viii Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
ABSTRACT
The production of copolymers of poly-b-hydroxyalkanoates (PHA) is generally
a high cost process. To reduce the production costs, inexpensive carbon
sources such as volatile fatty acids (VFAs) from acidified wastewater can be
used. Therefore, isolation of bacterial strains that can produce PHA
copolymers using VFAs as a sole carbon source would be a beneficial
alternative. In this study, a strain of PHA accumulating bacterium was isolated
from the wastewater treatment plant of a soybean processing facility in
Harbin. The strain was identified as c-proteobacterium according to its 16S
rDNA information and was originally named as strain WD-3. The strain
accumulated a mass of PHA up to 45 % of its dry cell weight when it was
cultured under the optimum fermentation condition in this study when
butyrate was used as the carbon source. In addition, WD-3 could synthesize
PHA copolymers of poly-hydroxybutyrate and poly-hydroxyvalerate (PHV)
either from C-even substrates or from C-odd substrates, and one-third of the
copolymer was PHV. Results from this study demonstrated that small molecule
organic acids can be used by the strain of WD-3 as the carbon source for
growth and PHA production. The maximum PHA yield in the study was 0.45 g
g-1 dry cell.
Keywords : Poly-Β-hydroxyalkanoate (PHA), Volatile fatty acids (VFAs), Fermentation, Carbon source, Substrate, Bacteria.
ix Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
KATA PENGANTAR
Segala puji syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, yang telah
melimpahkan rahmat dan hidayah-Nya sehingga makalah kolokium,
“BIOSINTESIS POLIHIDROKSIALKANOAT OLEH BAKTERI GAMMA
PROTEOBACTERIUM WD-3 DARI ASAM LEMAK VOLATIL” dapat diselesaikan
oleh penulis dengan baik.
Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesar-besarnya kepada:
1. Prof. Dr. Surya Rosa Putra sebagai dosen pembimbing atas semua
bimbingan, pengarahan, masukan dan nasehat yang berharga dalam
penyusunan makalah ini.
2. Dra. Zulfi Zetra, MS sebagai koordinator kolokium/Tugas Akhir yang
membantu pengumpulan naskah makalah ini.
3. Lukman Atmadja, PhD selaku ketua jurusan kimia atas fasilitas yang telah
diberikan hingga makalah ini dapat terselesaikan.
4. Ayah, ibu, seluruh keluarga, serta teman-teman mahasiswa kimia ITS atas
doa yang selalu menyertai langkah penulis dalam penyusunan makalah ini.
Penulis menyadari bahwa penulisan naskah ini masih sangat jauh dari
sempurna. Oleh karena itu saran dan kritik sangat dibutuhkan penulis untuk
dapat meningkatkan kualitas dan perbaikan lebih lanjut.
Surabaya, 20 April 2011
Penulis
x Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
DAFTAR ISI
SURAT PENGESAHAN v
ABSTRAK vii
ABSTRACT viii
KATA PENGANTAR ix
DAFTAR ISI x
LAMPIRAN xiii
DAFTAR GAMBAR xiv
DAFTAR TABEL xv
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN xvi
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar belakang 1
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik 5
2.1.1 Plastik Konvensional 5
2.1.2 Bioplastik (Biodegradabel) 6
2.2 Polihidroksialkanoat (PHA) 7
xi Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
2.2.1 Penggolongan PHA 9
2.2.2 Biosintesis PHA 11
2.2.3 Sifat fisika dan kimia PHA 15
2.3 Proteobakteri 17
2.4 Filogenetik 17
2.5 Analisis Filogenetik 18
2.6 Analisis DNA 19
2.6.1 Teknik PCR-RAPD 21
2.6.2 Teknik PCR-RFLP 22
2.6.3 Teknik PCR-Analisis Sekuen 23
2.6.4 Teknik PCR-DGGE 24
2.6.5 Teknik MFLP 24
2.7 Sentrifugasi 26
BAB III METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan 28
3.2 Prosedur 28
3.2.1 Pembuatan medium 28
3.2.2 Isolasi dan identifikasi 29
xii Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
3.2.3 Kultur Flask 30
3.2.4 Kultur Fed-batch 30
3.2.5 Analisis 31
BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1 Isolasi dan identifikasi 32
4.2 Karakteristik mikrobiologi 33
4.3 Pengaruh rasio C/N pada produksi PHA 34
4.4 Pengaruh sumber karbon pada produksi PHA 35
4.5 Kultur Fed-batch 37
BAB V KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan 39
5.2 Saran 40
DAFTAR PUSTAKA 41
xiii Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
DAFTAR LAMPIRAN
Lampiran Judul Lampiran Halaman
A Produksi PHA oleh mikroorganisme sesuai kondisi
tumbuhnya. 46
B Anggota kelas proteobakteri 48
xiv Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
DAFTAR GAMBAR
Gambar Judul Gambar Halaman
2.1 Plastik biodegradabel dari golongan poliester
alifatik 9
2.2 Struktur umum PHA 10
2.3 Metode-metode pemisahan PHB dari sel bakteri 12
2.4 Jalur Biosintesis PHA 15
2.5 Hasil elektroforesis gel mini hasil amplifikasi gen
16S rRNA 21
2.6 Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE) 24
2.7
Profil MFLP genom total bakteri fotosintetik
anoksigenik DS-1, DS-4, dan Cas-13 yang dipotong
dengan Asel. M = genom total Rhodobacter
sphaeroiides 2.4.1
26
4.1 Filogenetik strain WD-3 26
4.2 Mikroskop electron dari bagian WD-3 strain (a)
perbesaran 125000x dan (b) perbesaran 50000x 27
4.3
Akumulasi PHA dalam percobaan fermentasi Fed-
Batch bakteri strain WD-3 dengan referensi
PH,VFA,ammonia sulfat, dan pertumbuhan sel
30
xv Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
DAFTAR TABEL
Tabel Judul Tabel Halaman
4.1 Kandungan PHA dan berat sel kering dari 6 strain 32
4.2 Kandungan PHA dan pertumbuhan sel WD-3 pada
subtract dengan rasio C/N berbeda 34
4.3 Efek sumber karbon pada akumulasi PHA dari bakteri
WD-3 setelah inkubasi 48 jam 36
xvi Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
DAFTAR LAMBANG DAN SINGKATAN
Lambang Arti lambang / singkatan Halaman
PHA Polihidroksialkanoat 2
COD Chemical Oxygen Demand 3
VFAs Volatile fatty acids 3
PHV Polihidroksivalerat 8
PHB Polihidroksibutirat 8
PCL Poli (ε-kaprolakton) 8
PLA Poly Lactic Acid 9
PBS Poli (butilena suksinat) 9
DNA Deoxorybo Nucleic Acid 17
RAPD Random Amplified Polymorphic DNA 19
RFLP Restriction Fragment Length Polymorphism 19
DGGE Denaturing Gradient Gel Elecrophoresis 19
DCW Dry cell weights 32
ST Dari tanah 32
WD dari pengolahan limbah kedelai 32
WZ Dari pengolahan limbah pabrik bir 32
WS Dari pengolahan air limbah perkotaan 32
1 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Plastik telah dikenal luas dalam kehidupan manusia. Berbagai barang
kebutuhan hidup mulai barang-barang sederhana hingga barang-barang
berteknologi tinggi banyak dibuat dengan menggunakan bahan plastik.
Penggunaan plastik yang terus meningkat menumbuhkan kekhawatiran
mengenai dampak buruknya terhadap lingkungan. Awalnya sifat-sifat plastik
yang ringan, praktis, ekonomis, dan tahan terhadap pengaruh lingkungan
menjadi unggulan, sehingga plastik dapat digunakan untuk menggantikan
bahan-bahan lain yang tidak tahan lama. Akan tetapi plastik juga banyak
digunakan untuk barang sekali pakai sehingga sampah plastik semakin
bertambah, sementara proses degradasi secara alamiah berlangsung sangat
lama. Sebagai akibatnya sampah plastik menjadi masalah bagi lingkungan.
Penanganan sampah plastik antara lain dilakukan dengan cara daur ulang,
pembakaran (incineration), dan penguburan (landfill). Pembakaran sampah
plastik menghasilkan zat-zat beracun yang berbahaya bagi makhluk hidup,
sementar acara penguburan tidak efektif karena plastik sangat sulit
terdegradasi. Cara daur ulang merupakan alternatif terbaik untuk menangani
sampah plastik, tetapi cara ini memerlukan biaya yang tinggi dan hanya dapat
2 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
mengatasi sebagian kecil sampah plastik sehingga masih menimbulkan
pencemaran.
Salah satu cara yang dikembangkan untuk mengatasi masalah sampah
plastik adalah penggunaan plastik biodegradabel. Jenis plastik ini mudah
diuraikan oleh mikroorganisme sehingga tidak mencemari lingkungan.
Polihidroksialkanoat (PHA) merupakan salah satu jenis plastik biodegradabel
yang memiliki potensi besar untuk menggantikan plastik hidrokarbon yang
sekarang banyak digunakan. Lebih dari 40 jenis PHA dan kopolimernya telah
ditemukan dan dinyatakan sebagai material yang ramah lingkungan. Polimer-
polimer ini terbiodegradasi sempurna menjadi karbon dioksida dan air setelah
beberapa bulan penguburan dalam tanah (Rahayu, 2007).
Berbagai mikroorganisme seperti Alcaligenes, Azotobacter, Bacillus,
Nocardia, Pseudomonas, dan Rhizobium mengakumulasi PHA sebagai material
cadangan energi. Masing-masing mikroorganisme menghasilkan komposisi
polimer PHA yang berbeda. Jenis sumber karbon yang dikonsumsi oleh
mikroorganisme juga menentukan jenis PHA yang dihasilkan. PHA telah
diproduksi secara komersial dengan proses biosintesis menggunakan bahan
baku glukosa. Tetapi produksi PHA ini mengalami kendala terutama dari segi
biaya produksi yang tinggi yang disebabkan oleh biaya bahan baku, yaitu
glukosa dan biaya pengolahan (pengambilan PHA dari sel mikroorganisme)
(Rahayu, 2007).
Upaya untuk mengurangi biaya produksi PHA antara lain dilakukan dengan
mencari bahan baku pengganti glukosa yang harganya relatif lebih murah.
Salah satu bahan baku yang dapat digunakan adalah air limbah industri yang
3 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
mempunyai kandungan organik yang relatif tinggi. Senyawa organik dalam
limbah tersebut dapat dimanfaatkan oleh mikro organisme untuk membentuk
PHA.
Sebuah metode alternatif yang dapat mengurangi biaya produksi PHA
adalah penggunaan sumber karbon murah sebagai sumber energi untuk
bakteri, seperti asam lemak volatil (VFAs) dari asidifikasi air limbah dari
sistem anaerob. Limbah organik yang pekat mengandung sejumlah besar
bahan karbon organik. Material organik ini dapat dikonversi ke VFAs dalam
kondisi anaerobik, yang kemudian dapat digunakan sebagai sumber karbon
untuk biosintesis PHA oleh mikroorganisme khusus. Beberapa peneliti telah
meneliti penggunaan VFAs, seperti asam asetat, propionat dan butirat pasca-
fermentasi sebagai sumber karbon untuk memproduksi PHA (Rahayu, 2007).
Produksi PHA yang telah banyak dilakukan menggunakan mikroorganisme
kultur murni. Penggunaan kultur murni memerlukan biaya yang tinggi untuk
pembiakan dan sterilisasi substrat sehingga mempertinggi biaya produksi.
Penelitian Chua dkk. (1997) menunjukkan bahwa mikroorganisme dalam
lumpur aktif dapat mengakumulasi PHA pada rasio C:N tertentu. Penggunaan
kultur campuran lumpur aktif sebagai pengganti kultur murni untuk
memproduksi PHA. Pada kondisi aerobik, mikroorganisme lumpur aktif
menggunakan karbon dari air limbah untuk pembentukan sel baru. Hal ini
ditandai dengan penurunan chemical oxygen demand (COD) dalam air limbah.
Ketika kondisi lingkungan berubah menjadi anaerobik, mikroorganisme
memulai mengakumulasi PHA sebagai cadangan karbon dalam selnya (Rahayu,
2007).
4 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Isolasi strain bakteri yang dapat menghasilkan kopolimer PHA menggunakan
VFAs sebagai sumber karbon tunggal akan menjadi alternatif untuk produksi
kopolimer PHA lebih ekonomis. Dalam studi ini, suatu strain dari γ-
proteobacterium yang dapat menghasilkan PHA dari VFAs diisolasi dari limbah
pabrik kedelai. Jenis ini mampu mensintesis PHA berisi baik monomer 3-
hidroksibutirat (3HB) dan 3HV melalui sumber karbon tunggal.
5 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Plastik
Plastik adalah polimer rantai-panjang dari atom yang mengikat satu sama
lain. Rantai ini membentuk banyak unit molekul berulang, atau "monomer".
Istilah plastik mencakup produk polimerisasi sintetik atau semi-sintetik,
namun ada beberapa polimer alami yang termasuk plastik. Plastik terbentuk
dari kondensasi organik atau penambahan polimer dan bisa juga terdiri dari
zat lain untuk meningkatkan performa atau ekonomi (Azizah, 2009).
2.1.1 Plastik Konvensional (non-biodegradabel)
Ratusan juta ton plastik yang digunakan di bumi ini, maka ratusan juta ton
juga sampah plastik yang dihasilkan dan menjadi polutan utama dunia. Karena
bahan dasar plastik adalah phthalate ester, di(ethylhexyl) phthalate (DEHP)
yang bersifat stabil, sukar diuraikan oleh mikroorganisme sehingga kita terus-
menerus memerlukan area untuk pembuangan sampah. Pada makanan yang
dikemas dalam bungkus plastik, adanya migrasi zat-zat monomer dari bahan
plastik ke dalam makanan, terutama jika makanan tersebut tak cocok dengan
kemasan atau wadah penyimpannya yang tidak mungkin dapat dicegah 100 %
(terutama jika plastik yang digunakan tak cocok dengan jenis makanannya).
Migrasi monomer terjadi karena dipengaruhi oleh suhu makanan atau
penyimpanan dan (Koswara S, 2006)
6 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Plastik mudah terbakar, ancaman terjadinya kebakaran pun semakin
meningkat. Asap hasil pembakaran bahan plastik sangat berbahaya karena
mengandung gas-gas beracun seperti hidrogen sianida (HCN) dan karbon
monoksida (CO). Hidrogen sianida berasal dari polimer berbahan dasar
akrilonitril, sedangkan karbon monoksida sebagai hasil pembakaran tidak
sempurna. Hal inilah yang menyebabkan sampah plastik sebagai salah satu
penyebab pencemaran udara dan mengakibatkan efek jangka panjang berupa
pemanasan secara global pada atmosfer bumi. Sampah plastik yang berada
dalam tanah yang tidak dapat diuraikan oleh mikroorganisme menyebabkan
mineral-mineral dalam tanah baik organik maupun anorganik semakin
berkurang, hal ini menyebabkan jarangnya fauna tanah, seperti cacing dan
mikorganisme tanah, yang hidup pada area tanah tersebut, dikarenakan
sulitnya untuk memperoleh makanan dan berlindung. Selain itu kadar O2
dalam tanah semakin sedikit, sehingga fauna tanah sulit untuk bernafas dan
akhirnya mati. Ini berdampak langsung pada tumbuhan yang hidup pada area
tersebut. Tumbuhan membutuhkan mikroorganisme tanah sebagai perantara
dalam kelangsungan hidupnya (Ahmann D dan Dorgan J R, 2007).
2.1.2 Bioplastik (Biodegradabel)
Seiring dengan meningkatnya kesadaran untuk pelestarian lingkungan,
kebutuhan bahan plastik biodegradabel mengalami peningkatan dari tahun ke
tahun. Pada tahun 2010, diproyeksikan produksi plastik biodegradabel akan
mencapai 1.200.000 ton atau menjadi 1/10 dari total produksi bahan plastik.
Industri plastik biodegradabel akan berkembang menjadi industri besar di
masa yang akan datang (Pranamuda H, 2009)
7 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Bioplastik adalah plastik yang dapat digunakan layaknya seperti plastik
konvensional, namun akan hancur terurai oleh aktivitas mikroorganisme
menjadi hasil akhir berupa air dan gas karbondioksida setelah habis terpakai
dan dibuang ke lingkungan tanpa meninggalkan sisa yang beracun. Karena
sifatnya yang dapat kembali ke alam, plastik biodegradabel merupakan bahan
plastik yang ramah terhadap lingkungan (Pranamuda H, 2009).
Berdasarkan bahan baku yang dipakai, plastik biodegradabel
dikelompokkan menjadi 2 kelompok, yaitu kelompok dengan bahan baku
petrokimia (non-renewable resources) dengan bahan aditif dari senyawa bio-
aktif yang bersifat biodegradabel, dan kelompok kedua adalah dengan
keseluruhan bahan baku dari sumber daya alam terbarukan (renewable
resources) seperti dari bahan tanaman pati dan selulosa serta hewan seperti
cangkang atau dari mikroorganisme yang dimanfaatkan untuk mengakumulasi
plastik yang berasal dari sumber tertentu seperti lumpur aktif atau limbah
cair yang kaya akan bahan-bahan organik sebagai sumber makanan bagi
mikroorganisme tersebut ( Adam S dan Clark D, 2009).
2.2 Polihidroksialkanoat
PHA telah diteliti oleh Beijerinck pada tahun 1888 di bawah mikroskop
sebagai granula-granula yang berada di dalam sel-sel. Dan komposisi PHA
ditemukan oleh Lemoigne pada tahun 1927 diidentifikasi sebagai asam 3-
hidroksibutirat yang diakumulasikan oleh Bacillus megaterium. Pengembangan
penelitian saat ini ditujukan pada aspek yang berbeda dari mikroorganisme
untuk beberapa sifat polimer yang diproduksi (Purwadi R, 2006).
8 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Berbagai mikroorganisme seperti Alcaligenes, Azotobacter, Bacillus,
Nocardia, Pseudomonas, dan Rhizobium mengakumulasi polihidroksialkanoat
sebagai material cadangan energi. Masing-masing mikroorganisme
menghasilkan komposisi polimer PHA yang berbeda. Jenis sumber karbon yang
dikonsumsi oleh mikroorganisme juga menentukan jenis PHA yang dihasilkan.
PHA sendiri adalah material cadangan mikroba, sehingga diharapkan mudah
termetabolisasi oleh mikroorganisme denitrifikasi. Salah satu faktor yang
mempengaruhi proses denitrifikasi jenis ini adalah kristalinitas polimer. PHA
yang bersifat amorf lebih mudah terdegradasi daripada PHA yang bersifat
kristalin. PHA bentuk amorf berada dalam tubuh bakteri (intraseluler),
sedangkan produk PHA yang telah diekstraksi (ekstraseluler) berbentuk
kristalin (Yan dkk, 2009; Coats dkk, 2007; Rahayu D, 2007).
Menurut laporan Pranamuda H (2009) dalam penelitiannya, menyatakan
bahwa saat ini polimer plastik biodegradabel yang telah diproduksi adalah
kebanyakan dari polimer jenis poliester alifatik. Plastik biodegradabel yang
sudah diproduksi skala industri, antara lain:
a. Poli (ε-kaprolakton) (PCL) : PCL adalah polimer hasil sintesa kimia
menggunakan bahan baku minyak bumi. PCL mempunyai sifat
biodegradabilitas yang tinggi, dapat dihidrolisa oleh enzim lipase dan
esterase yang tersebar luas pada tanaman, hewan dan
mikroorganisme. Namun titik lelehnya yang rendah, Tm =60oC,
menyebabkan bidang aplikasi PCL menjadi terbatas (Awaliyyah RF,
2008; Pranamuda H, 2009).
9 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
b. Poli (ß-hidroksi butirat) (PHB) : PHB adalah poliester yang diproduksi
sebagai cadangan makanan oleh mikroorganisme seperti Alcaligenes
(Ralstonia) eutrophus, Bacillus megaterium dsb. PHB mempunyai titik
leleh yang tinggi (Tm = 180 °C), tetapi karena kristalinitasnya yang
tinggi menyebabkan sifat mekanik dari PHB kurang baik (Ping KC,
2006).
c. Poli (butilena suksinat) (PBS): PBS mempunyai titik leleh yang setara
dengan plastik konvensional polietilen, yaitu Tm =113 °C.
d. Poli asam laktat (PLA) : PLA merupakan poliester yang dapat diproduksi
menggunakan bahan baku sumberdaya alam terbarui seperti pati dan
selulosa melaui fermentasi asam laktat. PLA mempunyai titik leleh
yang tinggi sekitar 175 oC, dan dapat dibuat menjadi lembaran film
yang transparan (Pranamuda H, 2009).
Gambar 2.1 Plastik biodegradabel dari golongan poliester alifatik
2.2.1 Penggolongan PHA
PHA merupakan poliester yang tersusun atas monomer-monomer
hidroksikarboksilat. Monomer-monomernya terdiri atas rantai karbon, 3-18
atom karbon. Struktur dari PHA termasuk homo dan heteropolimer. Lebih dari
10 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
91 kemungkinan konstituen biosintesis PHA (Ojumu dkk, 2004; Purwadi R,
2006). Lebih dari 250 bakteri yang berbeda, termasuk spesies gram negatif
dan gram positif mampu mengakumulasikan PHA. PHA dapat dibagi atas dua
gugus besar berdasarkan jumlah rantai atom karbon pada unit monomernya:
1. Panjang rantai pendek (short chain length/SCL): PHA yang
mengandung atom C3-C5.
2. Panjang rantai sedang (medium chain length/MCL): PHA yang
mengandung atom C6-C14
3. Panjang rantai panjang (long chain length/LCL) ): PHA yang
mengandung atom lebih banyak dari C14(Kadouri dkk, 2005; Ojumu
dkk, 2004).
Gambar 2.2 Struktur umum PHA
n = 1 R = hidrogen poli(-3-hidroksipropionat/3HP)
= metil poli(-3-hidroksibutirat/3HB)
= etil poli(-3-hidroksivalerat/3HV)
= propil poli(-3-hidroksiheksanoat/3HH)
= pentil poli(-3-hidroksioktanoat/3HO)
= nonil poli(-3-hidroksidodekanoat/3HDD)
n = 2 R = hidrogen poli(-4-hidroksibutirat/4HB)
R = metil poli(-4-hidroksivalerat/4HV)
n = 3 R = metil poli(-5-hidroksivalerat/5HV)
R = etil poli(-5-hidroksiheksanoat/5HH)
n = 4 R = heksil poli(-6-hidroksidodekanoat/6HDD)
11 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
2.2.2 Biosintesis PHA
PHA dapat diperoleh dengan tiga cara : biosintesis dengan
mikroorganisme, transgenik tumbuhan, dan biosintesis in vitro menggunakan
enzim. Pada kebanyakan bakteri, sel-sel mensintesis PHA di bawah kondisi
substrat yang terbatas selain karbon, seperti nitrogen, posfor atau oksigen.
Pengakumulasian PHA terjadi pada saat karbon dan sumber energi lainnya
dalam kondisi kekurangan (Kadouri dkk, 2005; Purwadi R, 2006).
Berikut adalah beberapa sumber karbon dan bakteri yang digunakan dalam
proses biosintesis PHA :
Tabel 2.1 Beberapa jenis bakteri dan sumber karbon pada pembuatan PHB
Bakteri Alcaligenes Eutrophus
Alcaligenes Lactus
Recombinant E. Coli
M. Organophilum
Sumber Karbon
Glukosa Sukrosa Glukosa Metanol
Nutrisi Pembatas
Nitrogen - Potassium -
Moetode Fermentasi
Kontrol Konsentrasi
Glukosa PH-stat PH-stat
Kontrol Konsentrasi Methanol
Waktu Fermentasi
50 jam 28.45 jam 39 jam 70 jam
Konsentrasi Sel (g/l)
164 143 110 250
Konsentrasi PHB (g/l)
121 71.4 85 130
Kandungan PHB (%)
76 50 77.3 52
Yield PHB (g PHB / g
Substrat)
0.3 0.17 0.19 0.19
Referensi Kim, dkk 1994 Yamane,dkk
1996 Unpublished
Result Kim, dkk 1996
Biosintesis PHA secara umum ialah dengan proses fermentasi untuk
memperoleh kandungan PHA pada sel bakteri dan dilanjutkan dengan proses
pemisahan PHA dari sel Ekstraksi. Pada proses fermentasi terjadi sintesa
12 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
substrat menjadi PHA. Jenis PHA yang dihasilkan dipengaruhi oleh jenis
mikroba, sumber karbon dan substrat pembatas. PHA diperoleh dari hasil
akumulasi karbon dengan kondisi pembatas N, P, Mg atau O2 (Anderson dkk,
1990). Saat ini telah diketahui banyak bakteri yang dapat mengakumulasi
sumber karbon menjadi PHA. Terdapat 2 alternatif fermentasi yang umum
digunakan untuk memproduksi PHA yaitu :
1. Fed-Batch
Fermentor di isi dengan nutrisi secukupnya untuk pertumbuhan sel.
2. Multi-stage Continuous Cultivation
Pada proses fermentasi ini, nutrisi dimasukkan secara kontiniu pada
masing - masing fermentor. Fermentor yang pertama merupakan
tempat pertumbuhan sel. Sedangkan fermentor yang kedua digunakan
untuk proses akumulasi PHA.
Pada proses pemisahan PHA dari sel bakteri diketahui beberapa metode
yang intinya adalah untuk memecahkan dinding sel bakteri dan memisahkan
kandungan PHA yang terdapat pada bakteri tersebut. Beberapa metode yang
dapat digunakan dalam proses pemisahan ialah sebagai berikut :
Gambar 2.3 Metode-metode pemisahan PHB dari sel bakteri
13 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Untuk memperoleh jenis PHA yang diinginkan perlu diperhatikan mikroba
yang dipergunakan, sumber karbon, nutrient pembatas dan metode pemisahan
sel yang digunakan. Dalam beberapa penelitian telah diklasifikasikan
beberapa mikroba yang dapat mensintesa berbagai macam sumber karbon
pada proses sintesa PHA.
Pada table 2.3 telah diberikan beberapa contoh bakteri yang dapat
menghasilkan PHA. PHA yang dihasilkan ini tergantung dari bakteri yang
mensintesa dan sumber karbon yang dipergunakan dengan lama waktu
fermentasi yang sesuai untuk memperoleh yield optimum.
Sedangkan proses pemisahan bakteri dari PHB yang sudah tersintesa didalam
sel bakteri terdapat beberapa metode pemisahan. Berikut ini adalah beberapa
metode yang pada umumnya dipergunakan oleh industri maupun riset :
a) Solvent Extraction
Metode ini adalah salah satu metode tertua dalam pemisahan PHA.
Biasanya menggunakan pelarut seperti: kloroform, 1,2 - dikloroetana
dan metilene klorida. Dalam beberapa percobaan ekstraksi
menggunakan pelarut, diketahui dapat menghancurkan dinding sel.
Kemurnian PHA dengan menggunakan pelarut ini dapat mencapai 98%.
Salah satu yang menjadi masalah pengunaan method ini ialah limbah
cair yang dihasilkan. Sehingga diperlukan solvent recovery untuk
mengurangi pencemaran lingkungan.
b) Digestion Method
Metode ini memiliki prinsip yang sama dengan metode solvent
extraction. Namun pada metode ini menggunakan pelarut seperti:
surfaktan, chelate dan enzim.
14 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
c) Mechanical Treatment
Metode ini sering digunkan untuk memisahkan intraseluler protein
(Timer, dkk. 1998). Contoh metode ini antara lain: Bead Mill Disruption
dan High Pressure Homogenization.
d) Supercritical CO2
Sedangkan pada metode pemisahan dengan Supercritical CO2
memerlukan tekanan yang tinggi untuk proses ekstraksi dan kemurnian
hanya mencapai 89%
e) Using cells fragility
Pada metode Using cells fragility tidak bisa digunakan untuk setiap
mikroba. Pada metode ini bakteri yang digunakan ialah E. Coli dan A.
Vineandi sehingga jarang dipergunakan pada saat extraksi ( Choi, 2009).
Jalur biosintesis PHA dalam merombak karbon sebagai sumber makanan
melibatkan 3 enzim sekaligus, yaitu β-ketothiolase (PhbA), suatu NADPH-
bersinergi dengan acetoacetyl coenzyme A (acetoacetyl-CoA) reduktase
(PhbB) dan PHB sintase (PhbC). Jika PHA yang diproduksi dalam bentuk
kopolimer seperti PHBV, maka langkah pertama yang diproduksi adalah PHB
yang dikatalisasi oleh β-ketothiolase yang mengkondensassi dua molekul
acetyl-CoA untuk membentuk acetoacetyl-CoA. Pembentukan kopolimer PHBV
melibatkan reaksi kondensasi acetyl-CoA dengan propionyl-CoA untuk
membentuk β-ketovaleryl-CoA. Selanjutnya, acetoacetyl-CoA dan β-
ketovaleryl-CoA menjadi polimer PHBV dengan aktivitas reduktase dan sintase
(Slater dkk, 1998).
15 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Gambar 2.4 Jalur Biosintesis PHA
2.2.4 Sifat Kimia dan Fisika PHA
PHA tidak beracun, biokompatibel, termoplastik biodegradabel yang dapat
diproduksi dari sumber terbarukan, PHA memiliki derajat polimerisasi yang
tinggi, kristalinitas yang tinggi, optis aktif dan isotaktik (sifat stereokimia
dalam pengulangan unitnya), piezoelektrik dan tidak larut dalam air. Sifat-
sifat ini membuatnya mampu menyaingi polipropilen, plastik yang disintesis
dari petrokimia (Purwadi R, 2006).
Ketidakjenuhan dalam rantai PHA meningkatkan keelastisitasannya, dan
gugus fungsi yang berbeda mengubah sifat fisika dan kimianya. PHA dengan
gugus rantai pendek lebih keras, kristalinitasnya lebih tinggi, namun PHA
dengan gugus rantai yang panjang lebih bersifat elastomer. PHB jauh lebih
tinggi kristalinitasnya, kaku dan rapuh. Sumber karbon dan strain bakteri yang
digunakan dalam proses fermentasi mempengaruhi sifat dan kemungkinannya
dalam menghasilkan polimer yang kaku, rapuh atau elastis. Sebagai tambahan
16 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
untuk memperjelas gugus samping, monomer PHA dengan percabangan,
kejenuhan, ketidakjenuhan dan gugus samping aromatis juga ditemukan. Dan
juga gugus fungsi dalam rantai samping seperti halogen, karboksil, hidroksil,
epoksi, fenoksi, sianofenoksi, nitroin fenoksi, tiofenoksi, metilester
merupakan gugus yang sering digunakan dalam modifikasinya. Panjang rantai,
kejenuhan, dan gugus fungsi dari rantai samping juga mempengaruhi sifat titik
leleh, transisi kaca dan kristalinitas (Yilgor P dkk, 2007).
Karakteristik yang dimiliki oleh PHB hampir sama dengan karakteristik
polipropilen, sehingga PHB berpotensi menggantikan plastik sintetik misalnya
Polipropilena (PP). Dimana PP diperoleh dengan bahan baku minyak bumi.
Adapun perbandingan karakteristik tersebut dijabarkan dalam tabel dibawah
ini:
Tabel 2.2 Perbandingan sifat - sifat fisika dan kimia PHB dan PP
Karakteristik Polihidroksibutirat Polipropilena
Titik Leleh (0C) 175-182 171-186 Suhu Glass-transition (0C) 4 -10
Berat Molekul 5 x 105-1 x 106 2 x 105
Distribusi berat molekul 2.2 - 3 5 - 12 Densitas (g/cm3) 1.25 0.92 Crystallinity (%) 65-80 65-70
Modulus Young (GPa) 3.5 - 4 1.7 Tensile Strength (MPa) 40 38 Extension to Break (%) 6 - 8 400
Solvent Reistance Poor Good Ultraviolet Resistnace Good Poor Oxygen Permeabelity 45 1700
Biodegradability Excellent Poor
Sumber: Biotechnology Bioprocess Engineering (Choi, 1997)
17 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
2.3 Proteobakteri
Bakteri, dari kata Latin bacterium (jamak, bacteria), adalah kelompok
terbanyak dari organisme hidup. Mereka sangatlah kecil (mikroskopik) dan
kebanyakan uniselular (bersel tunggal), dengan struktur sel yang relatif
sederhana tanpa nukleus/inti sel, sitoskeleton, dan organel lain seperti
mitokondria dan kloroplas. Struktur sel mereka dijelaskan lebih lanjut dalam
artikel mengenai prokariot, karena bakteri merupakan prokariot, untuk
membedakan mereka dengan organisme yang memiliki sel lebih kompleks,
disebut eukariot.
Proteobakteri adalah salah satu dari filum bakteri yang didasarkan pada
interpretasi rRNA. Proteobakteri memiliki empat sub kelompok yaitu alfa,
beta, gamma seperti pada lampiran A. Bakteri dalam filum ini dapat
menghasilkan PHA. Bakteri yang menghasilkan PHA membutuhkan subtrat-
subtrat tertentu seperti glukosa, maltosa, gliserol dan lainnya seperti pada
lampiran B.
2.4 Filogenetik
Filogenetik adalah studi yang membahas tentang hubungan kekerabatan
antar berbagai macam organisme melalui analisis molekuler dan morfologi.
Karakter morfologi telah lama digunakan dalam banyak penelitian
filogenetik.Dengan pesatnya perkembangan teknik-teknik di dalam biologi
molekuler, seperti PCR dan pengurutan DNA, penggunaan urutan DNA dalam
18 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
penelitian filogenetik telah meningkat pesat dan telah dilakukan pada semua
tingkatan taksonomi, misalnya famili, marga, dan spesies.
Filogenetik molekuler mengkombinasikan teknik biologi molekuler dengan
statistik untuk merekonstruksi hubungan filogenetik. Pemikiran dasar
penggunaan sekuens DNA dalam studi filogenetik adalah bahwa terjadi
perubahan basa nukleotida menurut waktu, sehingga akan dapat diperkirakan
kecepatan evolusi yang terjadi dan akan dapat direkonstruksi hubungan
evolusi antara satu kelompok organisme dengan yang lainnya.
Sekuens DNA telah menarik perhatian para praktisi taksonomi dunia untuk
dijadikan karakter dalam penelitian filogenetik karena beberapa
fakta.Pertama, sekuens DNA menawarkan data yang akurat melalui pengujian
homologi yang lebih baik terhadap karakter-karakter yang ada.Kedua, sekuens
DNA menyediakan banyak karakter karena perbedaan laju perubahan basa-
basa nukleotida di dalam lokus yang berbeda adalah besar. Dan ketiga, urutan
DNA telah terbukti menghasilkan sebuah hubungan kekerabatan yang lebih
alami (natural) (Nei,1996).
2.5 Analisis Filogenetik
Analisis filogenetik merupakan proses bertahap untuk mengolah data
urutan DNA atau protein sehingga diperoleh suatu hasil yang menggambarkan
estimasi mengenai hubungan evolusi suatu kelompok organisme. Ada sejumlah
asumsi yang harus diperhatikan sebelum menggunakan data urutan DNA atau
protein ke analisis, diantaranya yaitu (1) sekuens berasal dari sumber yang
19 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
spesifik, apakah dari inti, kloroplas atau mitokondria; (2) sekuens bersifat
homolog (diturunkan dari satu nenek moyang); (3) sekuens memiliki sejarah
evolusi yang sama (misalnya bukan dari campuran DNA inti dan mitokondria);
dan (4) setiap sekuens berkembang secara bebas. Paling sedikit, ada tiga
tahap penting dalam analisis filogenetik, yaitu sequence alignment,
rekonstruksi pohon filogenetika, dan evaluasi pohon filogenetika dengan uji
statistik (Cavalli-Sforza,1997).
2.6 Analisis DNA
Beberapa teknik analisis DNA seperti RAPD (Random Amplified
Polymorphic DNA), RFLP (Restriction Fragment Length Polymorphism), dan
DGGE (Denaturing Gradient Gel Elecrophoresis) membutuhkan amplifikasi
daerah genom tertentu dari suatu organisme. Amplifikasi ini membutuhkan
primer spesifik (sekuen oligonukelotida khusus) untuk daerah tersebut. Primer
biasanya terdiri dari 10-20 nukleotida dan dirancang berdasarkan daerah
konservatif dalam genom tersebut. Makin panjang primer, makin harus
spesifik daerah yang diamplifikasi. Jika suatu kelompok organisme memang
berkerabat dekat, maka primer dapat digunakan untuk mengamplifikasi
daerah tertentu yang sama dalam genom kelompok tersebut. Beberapa faktor
seperti konsentrasi DNA contoh, ukuran panjang primer, komposisi basa
primer, konsentrasi ion Mg, dan suhu hibridisasi primer harus dikontrol dengan
hati-hati agar dapat diperoleh pita-pita DNA yang utuh dan baik.
Keberhasilan teknik ini lebih didasarkan kepada kesesuaian primer dan
efisiensi dan optimasi proses PCR. Primer yang tidak spesifik dapat
20 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
menyebabkan teramplifikasinya daerah lain dalam genom yang tidak dijadikan
sasaran atau sebaliknya tidak ada daerah genom yang teramplifikasi. Optimasi
PCR juga diperlukan untuk menghasilkan karakter yang diinginkan. Optimasi
ini menyangkut suhu denaturasi dan annealing DNA dalam mesin PCR. Suhu
denaturasi yang rendah dapat menyebabkan belum terbukanya DNA utas
ganda sehingga tidak dimungkinkan terjadinya polimerisasi DNA baru. Proses
penempelan primer pada utas DNA yang sudah terbuka memerlukan suhu
optimum, sebab suhu yang terlalu tinggi dapat menyebabkan amplifikasi tidak
terjadi atau sebaliknya suhu yang terlalu rendah menyebabkan primer
menempel pada sisi lain genom yang bukan sisi homolognya; akibatnya dapat
teramplifikasi banyak daerah tidak spesifik dalam genom tersebut. Suhu
penempelan (annealing) ini ditentukan berdasarkan primer yang digunakan
yang dipengaruhi oleh panjang dan komposisi primer. Suhu penemelan ini
sebaiknya sekitar 5°C di bawah suhu leleh. Secara umum suhu leleh (Tm)
dihitung dengan rumus Tm = 4(G+C) + 2(A+T)°C (Rybicky, 1996).
Berikut ini disajikan contoh hasil amplifikasi gen 16S-rRNA pada gel
elektroforesis dari bakteri dengan primer domain Bacteria 63f (5'-CAG GCC
TAA CAC ATG CAA GTC) dan 1387r (5'-GGG CGG WGT GTA CAA GGC) (Marchesi
et al., 1998).
21 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Gambar 2.5 Hasil elektroforesis gel mini hasil amplifikasi gen 16S rRNA.
2.6.1 Teknik PCR-RAPD
PCR-RAPD merupakan salah satu teknik molekuler berupa penggunaan
penanda tertentu untuk mempelajari keanekaragaman genetika. Dasar analisis
RAPD adalah menggunakan mesin PCR yang mampu mengamplifikasi sekuen
DNA secara in vitro. Teknik ini melibatkan penempelan primer tertentu yang
dirancang sesuai dengan kebutuhan. Tiap primer boleh jadi berbeda untuk
menelaah keanekaragaman genetik kelompok yang berbeda. Penggunaan
teknik RAPD memang memungkinkan untuk mendeteksi polimorfisme fragmen
DNA yang diseleksi dengan menggunakan satu primer arbitrasi, terutama
karena amplifikasi DNA secara in vitro dapat dilakukan dengan baik dan cepat
dengan adanya PCR (Suryanto,2001).
Penggunaan penanda RAPD relatif sederhana dan mudah dalam hal
preparasi. Teknik RAPD memberikan hasil yang lebih cepat dibandingkan
dengan teknik molekuler lainnya. Teknik ini juga mampu menghasilkan jumlah
22 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
karakter yang relatif tidak terbatas, sehingga sangat membantu untuk
keperluan analisis keanekaragaman organisme yang tidak diketahui latar
belakang genomnya. Pada tanaman tahunan RAPD dapat digunakan untuk
meningkatkan efisiensi seleksi awal.
Teknik RAPD sering digunakan untuk membedakan organisme tingkat
tinggi (eucaryote). Namun demikian beberapa peneliti menggunakan teknik ini
untuk membedakan organisme tingkat rendah (procaryote) atau melihat
perbedaan organisme tingkat rendah melalui piranti organel sel seperti
mitokondria (Suryanto,2001).
2.6.2 Teknik PCR-RFLP
Teknik ini mirip dengan RAPD pada prinsip penggunaan primer. Untuk
melihat polimorfisme dalam genom organisme digunakan juga suatu enzim
pemotong tertentu (restriction enzymes). Karena sifatnya yang spesifik, maka
enzim ini akan memotong situs tertentu yang dikenali oleh enzim ini. Situs
enzim pemotong dari genom suatu kelompok organisme yang kemudian
berubah karena mutasi atau berpindah karena genetic rearrangement dapat
menyebabkan situs tersebut tidak lagi dikenali oleh enzim, atau enzim
restriksi akan memotong daerah lain yang berbeda. Proses ini menyebabkan
terbentuknya fragmen-fragmen DNA yang berbeda ukurannya dari satu
organisme ke organisme lainnya. Polimorfisme ini selanjutnya digunakan untuk
membuat pohon filogeni atau dendogram kekerabatan kelompok
(Suryanto,2001).
23 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Teknik RFLP sering digunakan untuk mengetahui perbedaan jenis bakteri
misalnya berdasarkan gen ribosomal DNA (contoh 16S-rRNA). Oleh karenanya
teknik ini seringkali pula disebut ARDRA (amplified ribosomal DNA restriction
analysis). Penggunaan teknik PCR-RFLP telah pula mampu secara mengesankan
mengungkap keanekaragaman genetik mikroba yang tidak dapat dikulturkan di
laboratorium. Dengan menggunakan teknik isolasi DNA dari lingkungan yang
kemudian dilanjutkan dengan amplifikasi dengan menggunakan primer spesifik
untuk 16S-rRNA telah dapat diungkap adanya jenis-jenis mikroba baru. Dengan
menggunakan primer tertentu, teknik ini juga dapat digunakan untuk gen-gen
lain yang ada dalam contoh lingkungan.
2.6.3 Teknik PCR- Analisis Sekuen
Analisis sekuen merupakan suatu teknik yang dianggap paling baik untuk
melihat keanekaragaman hayati suatu kelompok organisme. Teknik ini
berkembang setelah orang menciptakan mesin DNA sequencer. Pada
prinsipnya polimorfisme dilihat dari urutan atau sekuen DNA dari fragmen
tertentu dari suatu genom organisme. Untuk melihat keanekaragaman jenis
dapat dilakukan melalui analisis sekuen gen 16S-rRNA bagi organisme
prokaryota atau 18S-rRNA bagi organisme eukaryota. Perbandingan sekuen
rRNA merupakan alat yang baik untuk mendeduksi hubungan filogeni dan
evolusi di antara organisme bacteria, archaebacteria, dan eukaryot
(Suryanto,2001).
24 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
2.6.4 Teknik PCR-DGGE
Teknik analisis ini sebenarnya mirip dengan RAPD ataupun RFLP, hanya
saja primer yang digunakan misalnya primer GC clamp. Elektroforesis yang
dilakukan menggunakan gel poliakrilamida dengan gradien urea yang ditambah
dengan formamida. Pemisahan dilakukan tanpa enzim restriksi dan sekuen
bukan berdasarkan berat molekul. Teknik ini menggunakan dasar perbedaan
stabilitas produk PCR. Dengan demikian sangat tergantung dari jumlah ikatan
hidrogen yang ada dalam DNA tersebut (Suryanto,2001).
Gambar 2.6 Denaturing Gradient Gel Electrophoresis (DGGE).
2.6.5 Teknik MFLP
Pada prinsipnya semua teknik pemisahan DNA, misalnya pada RFLP dan
RAPD, menggunakan suatu teknik elektroforesis medan listrik tetap dan satu
arah (konfigurasi horizontal) dengan media agarose atau akrilamid. Gel
agarose memiliki kapasitas pemisahan yang lebih rendah dibandingkan dengan
gel akrilamid, tetapi memilik spektrum pemisahan yang lebih besar. Teknik
elektroforesis gel agarose konvensional ini biasanya digunakan untuk
memisahkan fragmen DNA dengan ukuran relatif kecil dengan ukuran sekitar
25 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
200 bp sampai kira-kira 50 kb. Fragmen dengan ukuran di atas 50 kb tidak lagi
dapat dipisahkan dengan baik dengan menggunakan teknik ini. Fragmen-
fragmen ini akan bergerak dalam kecepatan yang sama dalam gel agarosa.
Batas kemampuan linier tersebut melampaui ukuran pori-pori gel. Agar dapat
terpisah fragmen harus bergerak dari ujung ke ujung (end-on).
Masalah ini akhirnya dapat diatasi oleh Schwartz dan Cantor (1984) yang
memperkenalkan teknik pulsed field gel electrophoresis (PFGE). Dengan
teknik ini molekul DNA secara periodik merubah arah migrasi selama
elektroforesis. Beberapa teknik PFGE telah diperkenalkan, yaitu field
inversion gel electrophoresis (FIGE), contour clamped homogenous electric
field (CHEF), dan programmable, autonomously controlled electrode gel
electrophoresis (PAGE).
Berbeda dengan teknik elektroforesis lainnya, yang sering mengisolasi DNA
dalam cairan, teknik PFGE ini membutuhkan DNA yang kurang lebih utuh.
Isolasi DNA dalam cairan seringkali menyebabkan DNA terpotong-potong
dengan ukuran rata-rata kurang dari 1000 kb. Untuk keperluan PFGE genom
suatu organisme biasanya diisolasi utuh dengan cara memerangkap sel dalam
agarose. Pemecahan dan pemurnian DNA selanjutnya dilakukan secara in situ.
Teknik identifikasi dengan PFGE atau MFLP ini sangat diskriminatif dalam
membedakan strain suatu kelompok bakteri dengan strain bakteri lainnya.
Oleh karenanya teknik ini sering digunakan untuk melihat perbedaan strain-
strain bakteri spesies yang sama.
26 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Gambar 2.7 Profil MFLP genom total bakteri fotosintetik anoksigenik DS-1, DS-4, dan Cas-13 yang dipotong dengan Asel. M = genom total Rhodobacter sphaeroiides 2.4.1.
2.7 Setrifugasi
Pada suatu larutan, partikel-partikel yang berat jenis lebih besar dari berat
jenis sekelilingnya akan mengendap (sedimentasi). Apabila berat jenis lebih
kecil maka partikel tersebut akan mengapung, makin besar perbedaan berat
jenis makin cepat partikel itu bermigrasi. Apabila tidak ada perbedaan berat
jenis, maka partikel melayang.Agar perbedaan kecil berat jenis dapat
digunakan untuk pemisahan partikel-partikel yang berbeda dalam
larutan.Gaya tarik bumi dapat digantikan oleh tenaga sentrifugal yang jauh
lebih dengan bantuan sentrifugasi.
Percepatan yang tercapai melalui sentrifugasi dinyatakan sebagai kelipatan
percepatan gaya tarik bumi (9.8 ms-1). Dengan bantuan sentrifugasi dapat
dicapai nilai percepatan hingga lebih kurang 10.000 g. dengan alat sentrifugasi
dingin dapat dicapai percepatan hingga 50.000 g dan ultra sentrifugasi yang
bekerja dalam keadaan dingin dan vakum dapat mencapai percepatan hingga
500.000 g.
27 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Untuk pemisahan makromolekul antara satu dengan yang lain yang
memiliki perbedaan ukuran atau berat jenis yang tidak berarti, digunakan
pemisahan gradien berat jenis. Di dalam alat sentrifugasi, bahan uji yang akan
dipisahkan (misal protein atau sel) ditambahkan di atas larutan sentrifugasi.
Selama sentrifugasi partikel-partikel bermigrasi menembus larutan.Kecepatan
migrasi sangat ditentukan terutama dari berat molekulnya. Sentrifugasi di
akhiri sebelum partikel-partikel mencapai dasar tabung sentrifugasi dengan
cara melubangi bagian bawah tabung sentrifugasi dan membiarkan larutan
menetes keluar lubang. Selama sentrifugasi, larutan dalam tabung distabilkan
oleh gradien berat jenis.Gradien berat jenis adalah suatu larutan karbohidrat
atau gel silika koloid yang konsentrasinya dari permukaan larutan hingga dasar
tabung meningkat.Gradien berat jenis mencegah aliran konveksi yang
mengganggu pemisahan partikel (Koolman, 2000).
28 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
BAB III
METODOLOGI
3.1 Alat dan Bahan
3.1.1 Alat
Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah peralatan dari gelas
seperangkat alat fed-batch dan kultur flask, GC dan inkubator.
3.1.2 Bahan
Bahan-bahan yang digunakan dalam penelitian adalah media untuk :
Natrium fosfat heptahidrat (Na2HPO4·7H2O), Kalium dihidrogen fosfat
(KH2PO4), Magnesium sulfat heptahidrat (MgSO4·7H2O), besi amonium sitrat,
Kalsium klorida dihidrat (CaCl2·2H2O), Asam borat (H3BO3), Kobal (II) klorida
heksahidrat (CoCl2·6H2O), Seng (II) sulfat heptahidrat (ZnSO4·7H2O), Mangan
(II) klorida tetrahidrat (MnCl2·4H2O), NaMoO4·2H2O 30 mg L-1, Nikel (II) klorida
heksahidrat (NiCl2·6H2O), Tembaga (II) sulfat (CuSO4·5H2O), aquades, asetat,
propionat dan butirat.
3.2 Prosedur
3.2.1 Pembuatan Medium
Medium kultur dibuat menggunakan ekstrak ragi 5 g L-1, pepton 10 g L-1,
NaCl 5 g L-1. PH pada medium kultur dinetralkan dengan NaOH 3 M dan HCl 3
M dan disterilkan sebelum digunakan pada penelitian. Kultur murni yang
29 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
dihasilkan diisolasi pada agar dengan media yang sama yang mengandung Nile
Blue (50 μm L-1 Sigma) (Spiekermann et al, 1999).
Medium yang digunakan untuk fermentasi terdiri dari sumber karbon,
sumber nitrogen dan larutan mineral logam. Komposisi dari larutan mineral
yaitu : Na2HPO4.7H2O 8,9 g L-1, KH2PO4 1.5 g L-1, MgSO4.7H2O L-1 0.2 g, besi
amonium sitrat 60 mg L-1, CaCl2.2H2O 10 mg L-1, dan 10 mL L-1 trace element.
trace element dibuat dari: H3BO3 0,3 g L-1, CoCl2.6H2O 0,2 g L-1, ZnSO4.7H2O
0,1 g L-1, MnCl2.4H2O 30 mg L-1, NaMoO4.2H2O 30 mg L-1, NiCl2.6H2O 20 mg L-1,
CuSO4.5H2O 10 mg L-1.
3.2.2 Isolasi dan Identifikasi
Kultur murni yang sudah diisolasi pada agar diuji menggunakan fluoresens
untuk memeriksa kandungan penyimpanan lemak termasuk PHA. Identifikasi
urutan parsial 16S rDNA dari bakteri diproses di Shanghai Sangon Biological
Engineering Technology and Service Co. Hasil pengurutan dibandingkan
dengan database National Center for Biotechnology
(http://www.ncbi.nlm.nih.gov).
Mikroskop elektron transmisi digunakan untuk memeriksa morfologi. Pada
proses ini, pelet sel yang disentrifugal mengandung glutaraldehide 4 % dan
osmium tetroksida 1 %. Bagian ultra tipis pada sampel yang menempel di resin
epoxy disusun dengan ultramicrotome, dikotori dengan uranil asetat dan
timah sitrat, dan diperiksa di bawah mikroskop transmisi elektron (TEM) JEM-
1200EXII (JEOL, Tokyo, Jepang).
30 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
3.2.3 Kultur Flask
Pada kultur ini dilakukan percobaan rasio C/N, asam butirat digunakan
sebagai satu-satunya sumber karbon. Rasio C/N yang diteliti adalah 35, 40 dan
45. Percobaan sumber karbon dilakukan untuk membandingkan penggunaan
asam butirat, asetat dan propionat sebagai sumber karbon untuk produksi
PHA. Amonia sulfat digunakan sebagai sumber nitrogen dalam semua
percobaan.
Pada masing-masing percobaan, kultur biakan yang tumbuh diinokulasikan
dalam medium bibit. Bibit murni kemudian ditumbuhkan dalam labu 250 mL
berisi 60 mL medium yang telah dibuat, masing-masing diputar dan digoyang
pada 180 rpm selama 24 jam. Suhu dijaga pada suhu 30 °C. Sel dipanen
setelah disentrifugasi pada 8000g selama 2 menit dan dicuci dengan larutan
NaCl 0,9 %, kemudian diinokulasikan pada medium fermentasi dengan 5 %
(v/v) inokulum dan difermentasi selama 72 jam (untuk percobaan rasio C/N)
dan 48 jam (untuk percobaan sumber karbon).
3.2.4 Kultur Fed-batch
Bibit kultur ini dipersiapkan dalam labu 250 mL pada suhu 30 °C selama 24
jam. Sel-sel yang sudah dicuci kemudian ditransfer ke dalam medium yang
berisi nitrogen yang dibatasi, dengan kandungan 17,01 g L-1 natrium butirat
sebagai sumber karbon dan 1 g L-1 amonia sulfat sebagai sumber nitrogen,
masing-masing dengan volume inokulasi 0,5 % (v/v). Rasio C/N adalah 35 dan
suhu dalam proses kultur dikontrol pada suhu 30 °C. Sampel diambil secara
berkala pada interval 10-12 jam untuk analisis.
31 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
3.2.5 Analisis
Pertumbuhan mikroba dipantau dengan mengukur kepadatan sel dari biakan
pada 600 nm setelah pengenceran dengan aquades. Konsentrasi amonium
sulfat diukur dengan menggunakan dengan metode Kemper (Kemper, 1974).
Berat sel kering diukur setelah pengeringan vakum pada 50 °C selama 24 jam.
Jumlah PHA diukur dengan menggunakan kromatografi gas (GC) dengan
proses: 2 mL kloroform dan 2 mL larutan metanol ditambahkan ke dalam
inkubator pada 105 ° C. Pemecahan larutan metanol dibuat dari 3 % (v/v)
asam sulfat pekat dan 1 g asam benzoat L-1. Campuran kemudian dikocok
berkala selama inkubasi. Setelah pendinginan sampai suhu kamar,
ditambahkan aquades 1 mL, dan campuran dikocok selama 20-30 detik.
Lapisan yang bawah diambil dan disuntikkan langsung kedalam GC (GC6890
N/FID, Agilent, AmerikaSerikat) dengan kolom HP-5 (panjang 30 m, diameter
320 μm, ketebalan film 0,25 μm) untuk menentukan komposisi PHA. VFAs juga
diukur dengan menggunakan GC.
32 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
BAB IV
PEMBAHASAN
4.1 Identifikasi dan Isolasi Strain
Empat puluh dua koloni berbeda yang dipilih dari piring agar yang
mengandung Nile Blue, lalu diberi nama sebagai ST1-ST11 (dimana ST berarti
dari tanah), WD1-WD10 (dimana WD berarti dari pengolahan limbah kedelai),
WZ1-WZ17 (dimana WZ berarti dari pengolahan limbah pabrik bir) dan WS1-
WS4 (dimana WS berarti dari pengolahan air limbah perkotaan). Dari empat
puluh dua koloni yang dipilih diambil enam koloni secara acak untuk studi
fermentasi lebih lanjut setelah dilakukan analisis GC. Sel dari enam koloni
yang telah dipilih ditumbuhkan dalam medium fermentasi dan dipanen setelah
pembiakan selama 48 jam.Kemudian hasil fermentasi tersebut dianalisis
menggunakan GC.Kandungan PHA dan DCWs dari 6 strain ditunjukkan pada
Tabel 4.1.
Tabel 4.1 Kandungan PHA dan berat sel kering dari 6 strain
Strain bakteri Berat sel kering (gL-1) Kandungan PHA (%)
WD-1 2,5 ± 0,17 18 ± 1
WD-3 6,25 ± 0,21 21 ± 1
ST-4 3,57± 0,13 11 ± 1
ST-8 1,8± 0,18 11± 1
WS-10 1,67± 0,16 6± 1
WS-11 2,87±0,12 9 ± 1
Kandungan PHA: PHA/BSK
Tabel 4.1 menunjukkan bahwa bakteri strain WD-3 tumbuh dengan baik
dan, dari 6 strain yang diuji, akumulasi PHA paling besar (hingga 21 % dari
33 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
DCW) pada eksperimen.Oleh karena itu, bakteri strain WD-3 digunakan dalam
eksperimen lebih lanjut.
Urutan rDNA 16S parsial (sekitar 1500 bp) dari bakteri strain WD-3 itu
dibandingkan dengan yang tersedia di database online.Ditemukan bahwa WD-3
memiliki kemiripan dengan γ-proteo-bacterium spp. (98 % identik dengan
urutan 16S rDNA) sehingga bakteri strain WD-3 diidentifikasi sebagai γ-proteo-
bacterium spp. Filogenik didasarkan pada urutan parsial 16S rDNA dan γ-
proteo-bacterium spp. ditunjukkan pada Gambar 4.1 urutan nukleotida 16S
rDNA dari bakteri strain WD-3 yang ditentukan dalam penelitian ini telah
disimpan di GenBank database dengan nomor akses FJ440556.
Gambar 4.1 Filogenetik strain WD-3
4.2 Karakteristik Mikrobiologi
PHA terdeteksi sebagai inklusi diskrit yang biasanya berdiameter 0,2-0,5
μm dalam sitoplasma sel dan kemungkinan dapat digambarkan cukup jelas
dengan mikroskop karena memiliki indeks bias yang tinggi (Kourmentza et al,
2009). Dalam studi ini, sel-sel yang ditumbuhkan dalam medium fermentasi
dengan asam butirat sebagai sumber karbon dan dipanen setelah pembiakan
34 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
48 jam. Ketika bagian dari bakteri strain WD-3 diamati oleh mikroskop
transmisi elektron, butiran abu-abu dari akumulasi polimer PHA diamati,
ditunjukkan pada Gambar 4.2.
Gambar 4.2 Mikroskop electron dari bagian WD-3 strain (a) perbesaran
125000x dan (b) perbesaran 50000x
4.3 Pengaruh rasio C/N pada produksi PHA
Komposisi PHA dalam bakteri dianalisis setelah pembiakan 72 jam.Hasilnya
ditunjukkan pada Tabel 4.2.
Tabel 4.2 Kandungan PHA dan pertumbuhan sel WD-3 pada subtrat dengan
rasio C/N berbeda
Rasio C/N (mol mol-1)
Natrium butirat (g L-1)
Amonia sulfat (g L-1)
Berat sel kering (g L-1)
Kandungan PHA (%)
35 17,01 1 6,68 ± 0,18 22 ± 1
40 17,84 1 4,00 ± 0,17 14 ± 1
45 18,74 1 9,00 ± 0,19 17 ± 1
Pada tabel, hasil difokuskan pada dua konsentrasi, yaitu dari DCW dan
PHA.akumulasi PHA maksimum, yaitu sebesar 22 % dari berat sel kering,
diperoleh pada rasio C/N 35. Namun, pada rasio C/N 45 berat sel kering yang
diperoleh mencapai 9 g L-1.Fenomena ini tidak konsisten dengan studi
sebelumnya yang menunjukkan bahwa tinggi rasio C/N dapat meningkatkan
35 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
akumulasi PHA (Sharma dan Mallick, 2005). Ketika rasio C/N meningkat ke 45,
sel dapat tumbuh dengan baik, namun dianggap bahwa mikroorganisme
mungkin perlu lebih banyak waktu untuk menghasilkan PHA. Oleh karena itu
dimungkinkan bahwa jika proses pembiakan itu semakin lama, komposisi PHA
dapat ditingkatkan. Berdasarkan hal ini, percobaan diulang dengan
menggunakan periode pembiakan 150 jam. Bakteri strain WD-3 menghasilkan
akumulasi PHA 41 % dari DCW di bawah rasio C/N 45.
4.4 Pengaruh sumber karbon pada produksi PHA
Karena identifikasi komponen lain selain 3HB di PHA lebih dari dua dekade
lalu, diketahui bahwa enzim bertanggung jawab untuk sintesis PHA dalam
bakteri menunjukkan substrat yang spesifik dan karenanya berbagai macam
monomer dapat dipolimerisasi (Steinbuèchel et al, 1992.). Salah satu faktor
yang menentukan sifat dari unsur PHA dihasilkan oleh bakteri adalah sumber
karbon (Sudesh et al, 2000).Berdasarkan kinetika akumulasi PHA, bakteri
dapat dibagi dalam dua kelompok.Kelompok pertama, dibentuk oleh bakteri
yang memerlukan beberapa pembatasan nutrisi seperti Ralstonia eutropha
dan Pseudomonas oleovorans. Bakteri dari kelompok kedua tidak tergantung
pada pembatasan nutrisi karena mereka menimbun PHA selama pertumbuhan
sel seperti Latus Alcaligenes, Azotobacter vinelandii, Pseudomonas putida,
47T2 Pseudomonas aeruginosa dan r-Escherichia coli (Fernandez et al, 2005).
36 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Tabel 4.3 Efek sumber karbon pada akumulasi PHA dari bakteri WD-3 setelah
inkubasi 48 jam
Sumber karbon (g L-1)
Berat sel kering (g L-1)
PHB:PHV Kandungan PHA (%)
Asetat 12,2 ± 0,79 53 : 47 25 ± 1
Propionat 8,76 ± 0,21 35 : 65 21 ± 1
Butirat 9,66 ± 0,12 77 : 23 34 ± 1
Dalam studi ini, PHB dan PHV adalah konstituen yang paling umum dalam
produk PHA, seperti yang ditunjukkan pada Tabel 4.3. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa biosintesis bakteri strain WD-3 milik bakteri kelompok
pertama yang dijelaskan di atas. Namun, ada beberapa perbedaan antara
biosintesis WD-3 dan Ralstonia eutropha. Akiyama et al. (1992) melaporkan
bahwa Ralstonia eutropha mampu menghasilkan homopolimer PHB dari karbon
bernomer genap dari n-alkanoat, daripada menggunakan karbon bernomer
ganjil dari n-alkanoat (Seperti asam propionat atau asam valerik) sebagai
sumber karbon yang dihasilkan dalam akumulasi kopolimer 3HV. Tabel 4.3
menunjukkan perbedaan dengan Ralstonia eutropha, bakteri strain WD-3
dapat mensintesis kopolimer PHA dari 3HB dan 3HV baik dari substrat C-genap
atau substrat C-ganjil. Hal ini berarti bahwa bakteri strain WD-3 dapat
menimbun PHA yang mengandung monomer 3HB dan 3HV setiap satu sumber
karbon. Ketika propionat bekerja sebagai sumber karbon tunggal, komposisi
monomer 3HB:3HV dari polimer menjadi 35:65 Namun, ketika asetat dan
butirat digunakan sebagai sumber karbon, komposisi monomer 3HB: 3HV dari
polimer masing-masing adalah 53:47 dan 77:23.
37 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
4.5 Kultur Fed-batch
Hubungan antara pertumbuhan sel, produksi PHA dan pengurangan substrat
dipelajari melalui biakan fed-batch. Pada percobaan ini digunakan asam
butirat sebagai sumber karbon.Gambar. 3 menunjukkan profil pH, DCW,
amonia dan VFA dalam media dan produksi PHA selama proses fermentasi Fed-
batch dari bakteri strain WD-3.
Gambar 4.3 Akumulasi PHA dalam percobaan fermentasi Fed-Batch bakteri
strain WD-3 dengan referensi PH,VFA,ammonia sulfat, dan pertumbuhan sel.
Diamati pada gambar bahwa produksi PHA, DCW dan pH meningkat dengan
waktu selama proses fermentasi, sedangkan konsentrasi VFA dan amonia
sulfat menurun, terutama pada saat fase pertumbuhan sel. Selama fermentasi
tersebut, DCW meningkat secara signifikan dari 0,1 sampai 6,45 g L-1 antara 6
dan 100 jam, dan setelah 100 jam, sel tumbuh melambat. Berbeda dengan
pertumbuhan sel, kandungan PHA diamati meningkat secara perlahan pada 90
jam pertama pada proses fermentasi, kemudian meningkat signifikan dari 19 %
menjadi 45 % setelah 100 jam. Hasil menunjukkan bahwa akumulasi PHA
terjadi terutama pada fase pertumbuhan stasioner daripada selama fase
38 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
pertumbuhan logaritmik dari sel. Penemuan ini sesuai dengan hasil yang
dilaporkan oleh Campbell et al. (1982) dan Stal (1992), yang mengamati
bahwa akumulasi maksimum PHB terjadi selama tahap stasioner pada bakteri
Spirulina platensis dan Oscillatoria limosa. Alasan yang paling mungkin untuk
penemuan ini adalah bahwa selama fermentasi, pertumbuhan dan reproduksi
bakteri mikroba terbatas ketika konsentrasi sumber karbon dan sumber
nitrogen mengalami penurunan sedangkan rasio C/N masih relatif tinggi pada
periode akhir fermentasi.Bakteri memproduksi dan menyimpan PHA ketika
mereka kekurangan nutrisi lengkap yang dibutuhkan untuk pembelahan sel
tetapi memiliki persediaan karbon yang banyak. PH pada sistem yang tidak
dikontrol, meningkat dari 7,0 ke 8,6 selama proses fermentasi. Akumulasi
maksimum dari PHA diukur pada akhir fermentasi ketika pH meningkat
menjadi sekitar 8,5.
Akumulasi kandungan PHA maksimum oleh bakteri strain WD-3 dalam
penelitian ini adalah 45 % dari berat sel kering, setara dengan hasil 0,45 g g -1
sel kering. Proporsi PHV menempati sepertiga dari produk akhir PHA.
Observasi ini memberikan spektrum polimer yang luas dengan variasi sifat
fisik, karena kopolimer PHA terdiri dari terutama 3HB dengan fraksi monomer
rantai yang panjang, seperti 3HV, dimana lebih kuat dan fleksibel. Beberapa
plastik tersebut biasanya memiliki aplikasi yang lebih luas.
39 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN
5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian ini adalah sebuah bakteri, yang
diisolasi dari pabrik pengolahan limbah dari fasilitas pengolahan kedelai di
Harbin diidentifikasi sebagai γ-proteobacterium spp., yaitu bakteri strain WD-
3. Bakteri ini mampu menghasilkan PHA menggunakan sedikit molekul asam
organik sebagai sumber karbon, termasuk butirat, asetat dan propionat.rasio
C/N menimbulkan hasil yang beragam pada proses fermentasi. Ketika natrium
butirat digunakan sebagai sumber karbon, akumulasi PHA terbaik 22 % dari
DCW didapat apabila rasio C/N 35 setelah pembiakan 72 jam, namun produksi
PHA lebih tinggi sebesar 41 % dari DCW dibawah rasio C/N 45 dicapai setelah
pembiakan 150 jam. Penggunaan sumber karbon yang berbeda menghasilkan
kombinasi monomer dalam PHA yang berbeda. Ketika propionat diambil
sebagai sumber karbon tunggal, komposisi monomer 3HB: 3HV dari polimer
sebesar 35:65, bagaimanapun, ketika asetat dan butirat digunakan sebagai
sumber karbon, komposisi monomer 3HB: 3HV dari polimer masing-masing
sebesar 53:47 dan 77:23, bakteri strain WD-3 dapat menimbun PHA yang
mengandung monomer 3HB dan 3HV jika terdapat satu sumber karbon
tunggal. Hasil dari percobaan kultur yang Fed-batch menunjukkan bahwa
akumulasi PHA maksimum terjadi pada fase stasioner pertumbuhan sel.
40 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
akumulasi PHA maksimum oleh bakteri strain WD-3 dalam penelitian ini adalah
45 % dari DCW, setara dengan hasil 0,45 g g-1 sel kering.
Percobaan ini menunjukkan bahwa residu yang dihasilkan dari hidrolisis
asam dari limbah organik atau limbah lumpur, seperti molekul kecil asam
organik, dapat digunakan untuk biosintesis PHA oleh bakteri turunan γ-
proteobacterium WD-3. Proses ini memiliki potensi untuk mengurangi biaya
produksi PHA sementara juga menawarkan keuntungan bagi lingkungan
melalui penggunaan kembali limbah dari proses pengolahan air limbah.
5.2 Saran
Saran-saran untuk penelitian ini adalah perlu dilakukan penelitian sintesis
PHA dari bakteri-bakteri lain. Penelitian selanjutnya dapat mengembangkan
metode alternatif untuk menggantikan metode sintesis awal.
41 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
DAFTAR PUSTAKA
Adam, S. dan Clark, D., 2009. Landfill Biodegradation An in-depth Look at Biodegradation in Landfill Environments. Bio-tec Environmental, Albuquerque & ENSO Bottles, LLC, Phoenix. p. 9-11.
Ahmann, D & Dorgan J. R., 2009.
Bioengineering for Pollution Prevention through Development of Biobased Energy and Materials State of the Science Report, EPA/600/R-07/028. p.76-78.
Akiyama, M., Taima, Y., Doi, Y., 1992. “Production of poly(3-
hydroxyalkanoates) by a bacterium of the genus Alcali genes utilizing long-chain fatty acids”, Appl. Microbiol. Biotechnol. 37, 698–701.
Awaliyyah, R. F., 2008.
Modifikasi Polistiren Melalui Kopolimerisasi dengan Poli (ε-kaprolakton) serta Karakterisasinya. S1-Final Project ITB. Bandung.
Brown, Terence A.,2002,”Genomes”, Bios Scientific Publishers,UK. Campbell, J., Stevens, J.S.E., Balkwill, D.L., 1982.
Accumulation of poly-b- hydroxybutyrate in Spirulina platensis, J. Bacteriol. 149, 361–363.
Cavalli-Sforza LL, Balfourier. 1997. Phylogenetic analysis: models and estimation procedures, Am J Human Genet 19:122-257
Chien, C.C., Chen, C.C., Choi, M.H., Kung, S.S., Wei, Y.H., 2007. Production of poly- hydroxybutyrate(PHB) by Vibrio spp. isolated from marine environment, J. Biotechnol. 34, 259–263.
Choi, J., Lee, S.Y., 1999. Factors affecting the economics of polyhydroxyalkanoate production by bacterial fermentation, Appl. Microbiol. Biotechnol. 51, 13–21.
Choi, J., Lee, S.Y., 2000. Economic considerations in the production of poly(3- hydroxybutyrate-co-3-hydroxyvalerate) by bacterial fermentation, Appl. Microbiol. Biotechnol. 53, 646–649.
Coats, E. R., Loge, F.J., Wolcott, M. P., Englund, K., Mcdonald, A.G., 2007. Synthesis ofPolyhydroxyalkanoates in Municipal Waste Water Treatment. Water Environment Research; Nov; 79, 12; Proquest Agriculture Journals.
42 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Daniel, M., Choi, J.H., Kim, J.H., Lebeault, J.M., 1992.
Effect of nutrient deficiency on accumulation and relative molecular weight of poly-hydroxybutyric acid by methylotrophic bacterium Pseudomonas 135, Appl. Microbiol. Biotechnol. 37, 702–706.
Fernández, D., Rodríguez, E., Bassas, M., Viñas, M., Solanas, A.M., Llorens, J.,Marqués, A.M., Manresa, A., 2005. Agro-industrial oily wastes as substrate for PHA production by the new strain Pesudomonas aeruginosa NCIB 40045: effect of culture conditions”, Biochem. Eng. J. 26, 159–167.
Fuller, R.C., O’Donnell, J.P., Saulnier, J., Redlinger, T.E., Foster, I., Lenz, R.W., 1992. The supramolecular architecture of the polyhydroxyalkanoate inclusions in Pseudomonas oleovorans, FEMS Microbiol. Rev. 103, 279–288.
Jung, Y.M., Park, J.S., Lee, Y.H., 2002. Metabolic engineering of Alcaligenes eutrophus through the transformation of cloned phbCAB genes for the investigation of the regulatory mechanism of polyhydroxyalkanoate biosynthesis, Enzyme Microbiol. Technol. 26, 201–208.
Kadouri, D., Jurkevitch, E., Okon, Y., Sowinski, S. C., 2005. Ecological and Agricultural Significance of Bacterial Polyhydroxyalkanoates. Critical Reviews in Microbiology, 31:55-67. Copyright@Taylor&Prancis.
Kemper, A.J., 1974. Determination of sub-micro quantities of ammonium and nitrate in soils with phenol, sodium nitropusside and hypochlorite, Geoderma 12, 201–206.
Khopkar,S.M, (1990). Dasar-dasar Kimia Analitik”, Universitas Indonesia Press, Jakarta.
Kim, J.S., Lee, B.H., Kim, B.S., 2005. Production of poly(3-hydroxybutyrate-co-4-hydroxybutyrate) by Ralstonia eutropha, Biochem. Eng. J. 23, 169–174.
Kimura, H., Yoshida, Y., Doi, Y., 1992. Production of poly (3-hydroxybutyrateco-4-hydroxybutyrate) by Pseudomonas acidovorans, Biotechnol. Lett. 14, 445–450.
Koolma, J. dan Rohm, K., (2000). Atlas Berwarna dan Teks Biokimia, Terjemahan Septelia, Penerbit Hipokrates, Jakarta.
Kourmentza, C., Ntaikou, I., Kornaros, M., Lyberatos, G., 2009.
43 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Production of PHAsfrom mixed and pure cultures of Pseudomonas sp. using short-chain fatty acids as carbon source under nitrogen limitation, Desalination 248, 723–732.
Luengo, J.M., García, B., Sandoval, A., Naharro, G., Olivera, E.R., 2003. Bioplastics from microorganisms, Curr. Opin. Microbiol. 6, 251–260.
Marchesi, J.R., T. Sato, A.J. Weightman, T.A. Martin, J.C. Fry, S.J. Hiom & W.G. Wade. 1998.
Design and evaluation of useful bacterium-specific PCR primers that amplify genes coding for bacterial 16S rRNA. Appl. Environm. Microbiol. 64: 795-799.
Nath, A., Dixit, M., Bandiya, A., Chavda, S., Desai, A.J., 2008. Enhanced PHB production and scale up studies using cheese whey in fed batch culture of Methylobacterium sp. ZP24, Bioresour. Technol. 99, 5749–5755.
Nei M. 1996. Phylogenetic analysis in molecular genetic, Ann Rev Genet 30:371-403
Ojumu, T. V. I., Yu, J. and Solomon, B. O., 2004. Production of Polyhydroxyalkanoates, a Bacterial Biodegradable Polymer. African Journal of Biotechnology Vol. 3 (1), pp. 18-24.
Page, W.J., 1992. Production of poly-hydroxybutyrate by Azotobacfer vinelandii UWD in media containing sugars and complex nitrogen sources, Appl. Microbiol.Biotechnol. 103, 149–157.
Ping, K. C., 2006. Polyhydroxybutyrates (PHB) Production from Grey Water Using Aerobic-Intermittent Feeding. A report submitted in partial fulfillment of the requirements for the award of the degree of Bachelor of Engineering (Civil- Environmental). Faculty of Civil Engineering Universiti Teknologi Malaysia.
Pozo, C., Martinez-Toledo, M.V., 2002. Effects of culture conditions on the production of polyhydroxyalkanoates by Azotobacter chroococcum H23 in media containing a high concentration of alpechin (wastewater from olive oil mills) as primary carbon source, J. Biotechnol. 97, 125–131.
Pranamuda, Hardaning. 2009. Pengembangan Bahan Plastik Biodegradabel Berbahan Baku Pati Tropis. Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi Jakarta. Weblog Biology Resources on Shantybio.
44 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Purwadi, R., 2006. Manuscript Fermentation Production of Poly(3-hydroxyalkanoats). School of Engineering – Hogskolan i Boras Allegatan 1– 501 90 Boras, Sweden.
Rahayu, D., 2007.
Produksi Polihidroksialkanoat dari Limbah Industri Tapioka dengan Sequencing Batch Reactor. Karya Ilmiah Penelitian yang Tidak Dipublikasikan. Universitas Padjajaran Fakultas Farmasi. Jatinangor.
Reddy, C.S.K., Ghai, R., Rashmi, Kalia, V.C., 2003. Polyhydroxyalkanoates: an overview, Bioresour. Technol. 87, 137–146.
Reis, M.A.M., Serafim, L.S., Lemos, P.C., Ramos, A.M., Aguiar, F.R., Van Loosdrecht, M.C.M., 2003. Production of polyhydroxyalkanoates by mixed microbial cultures, Bioprocess Biosyst. Eng. 25, 377–385.
Rhu, D.H., Lee, W.H., Kim, J.Y., Choi, E., 2003. Polyhydroxyalkanoate (PHA) production from waste, Water Sci. Technol. 48, 221–228.
Rybicky, E.P. 1996. PCR primer design and reaction optimisation. In Molecular Biology Techniques Manual. Ed. V.E. Coyne, M.D. James, S.J. Reid & E.P. Rybicki. Dept.of Microbiology. Univ. Cape Town.
Ruan, W., Chen, J., Lun, S., 2003. Production of biodegradable polymer by A. eutrophus using volatile fatty acids from acidified wastewater, Process Biochem. 39, 295–299.
Salehizadeh, H., Van Loosdrecht, M.C.M., 2004. Production of polyhydroxy-alkanoates by mixed culture: recent trends and biotechnological importance, Biotechnol. Adv. 22, 261–279.
Sharma, L., Mallick, N., 2005. Accumulation of poly-b-hydroxybutyrate in Nostoc muscorum: regulation by pH, light–dark cycles, N and P status and carbon sources, Bioresour. Technol. 96, 1304–1310.
Slater, S., Houmiel, K. L., Tran, M., Mitsky T. A., Taylor N. B., Padgette, S. R., Gruys, K. J., 1998.
Multiple b-Ketothiolases Mediate Poly(b-Hydroxyalkanoate) Copolymer Synthesis in Ralstonia eutropha. Journal of Bacteriology, p. 1979–1987.
Spiekermann, P., Rehm, B.H., Kalscheuer, R., Baumeister, D., Steinbuchel, A., 1999. A sensitive, viable-colony staining method using Nile red for direct screening of bacteria that accumulate polyhydroxyalkanoic acids and other lipid storage compounds, Arch. Microbiol. 171, 73–80.
45 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Stal, L.J., 1992.
Poly(hydroxyalkanoate) in cyanobacteria: an overview, FEMS Microbiol. Rev. 103, 169–180.
Steinbuèchel, A., Hustede, E., Liebergesell, M., Pieper, U., Timm, A., Valentin, H.,1992. Molecular basis for biosynthesis and accumulation of polyhydroxyalkanoic acids in bacteria, FEMS Microbiol. Rev. 10, 217–230.Suchada, C., Songsri, K., 2006.
Suryanto, D. 2001. Selection and characterization of bacterial isolates for monocyclic aromatic degradation. Disertasi. IPB Bogor.
Chanprateep, S., Kulpreecha, S., 2006,
Production and characterization of biodegradable terpolymerpoly(3-hydroxybutyrate-co-3-hydroxyvalerate-co-4- hydroxybutyrate) by Alcaligenes sp. A-04, J. Biosci. Bioeng. 101, 51–56.
Sudesh, K., Abe, H., Doi, Y., 2000. Synthesis, structure and properties of polyhydroxyalkanoates: biological polyesters, Prog. Polym. Sci. 25, 1503–1555.
Tobella, L.M., Bunster, M., Pooley, A., Becerra, J., Godoy, F., Martínez, M., 2005. Biosynthesis of poly-beta-hydroxyalkanoates by Sphingopyxis chilensis S37 and Wautersia sp. PZK cultured in cellulose pulp mill effluents containing 2,4,6- trichlorophenol, J. Ind. Microbiol. Biotechnol. 32, 397–401.
Yan, S., Subramanian, B., Tyagi, R. D., Surampalli,, R. Y., 2009. Polymer Production by Bacterial Strain Isolated from Activated Sludge Treating Municipal Water. Institue National de la Recherche Scientifique, Centre Eau, Terre & Environment, Universite du Quebec, Canada and US Environment Protection Agency, USA.
Yilgor, P., Yucel, D., Kenar, H., Hasirci, V., 2007.
Polyhydroxyalkanoates: a Versatile Class of Biopolymers and Their Biomedical Potensial. Brazzilian Network on Green Chemistry Awareness, Responsibility and Action.
Yu, J., Song, X., Gong, L., Li, P., 2008.
High poly(-hydroxybutyrate) production by Pseudomonas fluorescens A2a5 from inexpensive substrates, Enzyme Microbiol.Technol. 42, 167–172.
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/books/NBK21128/ diakses 1 maret 2011
46 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
LAMPIRAN
A. Produksi PHA oleh mikroorganisme sesuai kondisi tumbuhnya.
Substrate Polyhydroxyalkanoate (PHA)
Homopolymers Copolymers
Gram-Positive Gram-Negative Gram-Positive
Gram-Negative
Glucose Bacillus Azotobacter Bacillus Pseudomonas
Streptococcus Comamonas Ralstonia
Streptomyces Escherichia a
Pseudomonas Ralstonia
Vibrio
Fructose Bacillus Comamonas Ralstonia Bacillus
Microlunatus
Comamonas
Sucrose Bacillus Alcaligenes Bacillus Rhizobium
Streptococcus Comamonas Vibrio Sphingomonas
Lactose Lactobacillus
Lactococcus
Streptococcus
Comamonas
Hydrogenophaga
Methylobacterium
Paracoccus
Pseudomonas
Sinorhizobium
Fatty acids Bacillus Brachymonas Bacillus Aeromonas a
Comamonas Microlunatus
Comamonas
Pseudomonas Escherichia a
Spirulina Pseudomonas
Vibrio
Maltose Comamonas
Protomonas
Methanol Pseudomonas
Starch Azotobacter Haloferax
Glycerol Escherichia a
Methylobacterium
Ralstonia Vibrio
47 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Xylose Burkholderia
Methylobacterium
Agricultura
l
Bacillus Alcaligenes Bacillus Haloferax Klebsiella
Waste Staphylococcus Azotobacter
Burkholderia
Escherichia a Haloferax
Klebsiella a Ralstonia
Pseudomonas
Rhizobium
Sphingomonas
Dairy
Products
Escherichia a
Hydrogenophaga
Methylobacterium
Pseudomonas
Sinorhizobium
Pseudomonas
Ralstonia
Oily Waste Ralstonia Comamonas
Pseudomonas
Ralstonia a
Industrial
Waste
Actinobacillus
Bacillus
Rhodococcus
Azotobacter
Burkholderia
Pseudomonas
Azotobacter
48 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
B. Anggota Kelas Proteobakteri
References
Subclass Taxon* 16S rRNA
16S rRNA-23S rRNA
5S rRNA
sequences hybridization sequences
"Alpha"
Rhodobacter 25 9
Rhodomicrobium 25
Rhodopseudomonas 25 9
Rhodopila 25
Rhodospirillum 25 9 13
Acetobacter 9
Acidiphilium 13
Agrobacterium 25 9
Ancalomicrobium NP(
Aquaspirillum 25 9
Azospirillum 25 9
Beijerinckia NP 9
“Alpha”
Blastobacter 17
Bradyrhizobium 8 9
Caulobacter NP
Erythrobacter 25
Filomicrobium 17a
Gemmobacter 17
Gluconobacter 9
Hyphomicrobium 17a 17a
Hyphomonas 17a
Methylobacterium NP
Mycoplana 9
Nitrobacter 25 17a
Paracoccus 25 13
Pedomicrobium 17a
Phyllobacterium 9
Phenylobacterium 25
Prosthecomicrobium NP
Rhizobium 25
Rochalimaea 25
Stella 17a NP
Xanthobacter NP
Zymomonas 9
"Beta"
Rhodocyclus 25 13
Achromobacter 11
Alcaligenaceae 4
Alcaligenes 25 15
Bordetella 15
Aquaspirillum 25
Chromobacterium 25 5
49 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Comamonas 25 6
Derxia NP 5
Janthinobacterium 25 5
Kingella 16
Leptothrix 19
Methylomonas clara 28
Methanolomonas 28
Methanomonas 28
Neisseria 25 16
Nitrosococcus 25
Nitrosolobus 25
Nitrosospira 25
Nitrosovibrio 25
Oligella 15
Pseudomonas acidovorans complex
25 5
Pseudomonas solanacearum complex
25 5 13
“Beta”
Simonsiella NP
Sphaerotilus 25
Spirillum 25
Taylorella 15
Thiobacillusd 25 19
Vitreoscilla 25 19
Xylophilus 24
"Gamma"
Chromatiaceae Amoebobacter
25 7
Chromatium 25 13
Lamprocystis 25
Thiocapsa 25
Thiocystis 25
Thiodictyon 25
Thiospirillum 25
Ectothiorhodospiraceae 25
Ectothiorhodospira 25
Acinetobacter 25 16
Aeromonadaceae 3
Aeromonas 27 3
Alteromonas 27 3 13
Alysiella NP
Azomonas 5
Azotobacter 5
Beggiatoa 25 19
Branhamella 16
Deleya NP 5
Enterobacteriaceae 27 3
50 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Budvicia (1)
BuUiauxeilaf
Cedecea1'
Citrobacter1'
Edwardsiellae
Enterobacter 27
Erwiniae
Escherichia 27 3
Hafniae
Klebsiellae
Kluyverae
Leclercia (21)
Leminorellae
Moellerellae
Morganellae
Obesumbacteriunf
Proteus 27
Providencia"
Rahnellae
Salmonella''
Serratia 27 3
Shigella"
Tatumellae
Yersinia 27 3
Yokenella (= Koserella) (12)
Xenorhabdus 6a
Frateuria 5
Halomonas 27
Legionella 27
Leucothrix 27
Lysobacter 27
Marinomonas 5
Moraxella 16
Oceanospirillum 25
Pasteurellaceae 3
Pasteurella 25 3
Plesiomonas 3
Pseudomonas fluorescens complex
25 5 13
Psychrobacter (10)
Ruminobacter 18, 25
Serpens 25 19
Thiomicrospira
Thiothrix 19
Vibrionaceae 3 3
51 Ditulis kembali dari jurnal “Biosynthesis of polyhydroxyalkanoate by gamma proteobacterium WD-3 from volatile fatty acids” oleh Zhiqiang Chen, Yunbei Li, Qinxue Wen, Huichao Zhang
Enhydrobacter (20)
Listonella 3
Vibrio 27 3
Photobacterium 27 3 3
Shewanella 3
Xanthomonas 25 5
Xylella 23
"Delta"
Bdellovibrio 25
Desulfobacter 25
Desulfobulbus 25
Desulfococcus 25
Desulfonema 25
Desulfovibrio 25
Desulfuromonas 25
Myxococcaceae 25
Chondromyces NP
Cystobacter 25
Myxococcus 25
Nannocystis 25
Sorangium 25
Stigmatella 25
Pelobacter NP