kinerja bauran pemasaran dalam peningkatan citra …
TRANSCRIPT
1
KINERJA BAURAN PEMASARAN DALAM PENINGKATAN CITRA SERTA
IMPLIKASINYA TERHADAP KEPUTUSAN MENGUNJUNGI MUSEUM DI
KOTA BANDUNG
Terra Saptina Maulani
Program Studi Manajemen
STIE Ekuitas
Abstrak
Museum is one of destination in Bandung. The number of tourist visiting Bandung is
increasing every year, however is not a case for museum. This research aims at revealing
the performance of marketing mix influence brand image and its implication toward
decesion making to visit museum in Bandung. The research method employed is survey
explanatory method for this method elaborate causative relationship among variable
through hypothesis testing. Sample are drawn by incidental sampling method. The survey
is conducted by proposing questioner as data collection technique to 100 respondents.
the brand image can be increased if the implementation of marketing mix optimally. The
result of this research say that brand image can be improved through the implementation
of optimum marketing mis so that if the brand image has been bulid, local people or
tourits can decide to choose museum as one of their destinations.
Keywords: Marketing Mix; Brand Image
Latar Belakang
Perkembangan ekonomi di era globalisasi saat ini sangatlah pesat, dimana di
dominasi oleh industri- industri yang bergerak di sektor jasa. Kondisi ekonomi saat ini
telah mengalami evolusi dari preindustrial societiy menjadi industrial societiy dan saat ini
menjadi postindustrial society (Fitzismmons dan Fitzsimmons, 2011:7). Preindustrial
society merupakan suatu kondisi dimana karakteristik masyarakat yang bekerja
berhubungan dengan kekuatan dan tradisi setempat seperti bercocok tanam, memancing
dan pertambangan. Pada era industrial societiy lebih berfokus pada produksi yang
menghasilkan output lebih dengan menggunakan mesin pabrikan, serta adanya suatu
standar kehidupan pada saat itu lebih mengacu pada quantity of goods serta karakteristik
masyarakat yang cenderung individual. Berbeda dengan industrial societiy saat ini
postindustrial society lebih mengacu pada quality of life, contohnya seperti lebih berfokus
pada kesehatan, pendidikan dan pariwisata.
Pariwisata merupakan bagian dari sektor jasa. Jasa merupakan semua tindakan atau
kinerja yang dapat ditawarkan suatu pihak ke pihak lain yang pada intinya tidak berwujud
dan tidak menghasilkan kepemilikan siapapun (Kotler & Keller, 2012) yang memiliki
karakteristik yang unik, yaitu produk (jasa) yang dihasilkan tidak dapat dilihat
(intangibility), produk yang diproduksi dan dikonsumsi dilakukan pada saat itu pula
(inseparability), adanya interaksi antara pelanggan dan penyedia jasa (variability), dan
jasa pariwisata tidak dapat diproduksi saat ini untuk dikonsumsi di masa depan
(perishability).
Pariwisata merupakan salah satu penggerak roda perekonomian dunia yang terbukti
mampu memberikan kontribusi terhadap kemakmuran suatu negara. Pengembangan
pariwisata mampu menggairahkan aktivitas bisnis sehingga menghasilkan manfaat yang
2
signifikan bagi suatu negara. World Tourism Organization (WTO) yang mengungkapkan
bahwa pariwisata merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari kehidupan manusia
terutama menyangkut kegiatan sosial dan ekonomi. WTO juga memprediksikan jumlah
perjalanan manusia di dunia akan terus menerus meningkat. Mobilitas perjalanan manusia
cenderung meningkat secara signifikan khususnya pada tujuan negara- negara Asean,
dibandingkan dengan negara-negara asia lainnya, atupun Eropa, Australia dan Amerika
(http://www.aseansec.org, diunduh pada tanggal 14 April 2013).
Peran penting pariwisata terhadap perekonomian suatu negara berdampak pada upaya
yang dilakukan setiap negara dalam menarik manfaat dari sektor pariwisata ini, sehingga
mengakibatkan persaingan yang semakin ketat dikarenakan industri pariwisata
merupakan salah satu sumber devisa dan pendapatan dengan menjual jasa kepada
wisatawan.
Tabel 1. Jumlah Wisatawan yang Mengunjungi Negara- Negara Asia Tenggara
(dalam ribuan) Negara 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Brunei Darussalam 158.1 178.5 225.8 157.5 214.3 242.1
Cambodia 1,700.00 2,015.10 2,125.50 2,161.60 2,508.30 2,881.90
Indonesia 4,871.40 5,505.80 6,429.00 6,452.00 7,002.90 7,649.70
Laos 1,215.10 1,623.90 2,004.80 2,008.40 2,513.00 2,723.60
Malaysia 18,471.70 20,236.00 22,052.50 23,646.20 24,577.20 24,714.30
Myanmar 652.9 732.1 660.8 762.5 791.5 816.4
Philippines 2,688.00 3,092.00 3,139.40 2,705.00 3,520.50 3,917.50
Singapore 9,751.70 10,287.60 10,116.50 9,681.30 11,638.70 13,171.30
Thailand 13,822.10 14,464.20 14,597.50 14,091.00 15,936.40 19,098.30
Viet Nam 3,583.50 4,149.50 4,253.70 3,772.30 5,049.90 6,014.00
Sumber: http://www.aseansec.org
Dari data di atas pada ruang lingkup kawasan Asia Tenggara, Indonesia menghadapi
persaingan yang ketat tidak hanya dari negara lain seperti Malaysia, Singapore dan
Thailand, tetapi juga dari negara- negara Asia Tenggara Lainnya yang sedang menata
sektor pariwisatanya dengan menawarkan berbagai objek wisata yang dimilikinya.
Terjadinya gangguan kondisi keamanan dan ketertiban di Indonesia, seperti kasus
terorisme yang terjadi beberapa tahun yang lalu tentu saja menguncang kepariwisataan
Indonesia di dunia internasional sehingga berdampak pada citra Indonesia di mata dunia,
dengan adanya upaya pemerintah untuk mempercepat pemulihan ekonomi nasional dan
memulihkan citra Indonesia di dunia internasional, didukung otonorni daerah menuntut
kemandirian daerah dalam mengelola aset-aset daerah yang dimilikinya, salah satunya
adalah sektor pariwisata. Setiap wilayah di Indonesia memiliki karakteristik berbeda-
beda baik dari segi demografis, geografis maupun budayanya, hal tersebut menjadi
potensi sektor pariwisata setiap daerah. Peran penting pariwisata berdampak terhadap
perekonomian suatu wilayah. Berdasarkan data BPS tahun 2012 menunjukan bahwa rata-
rata jumlah wisatangan yang berkunjung setiap harinya di setiap provinsi di indonesia
pada tahun 2009 – 2011 menunjukan bahwa provinsi Jawa Barat merupakan provinsi
dengan tingkat kunjungan tertinggi di Indonesia yang selalu mengalami peningkatan
kunjungan di setiap tahunnya baik wisatawan asing maupun wisatawan domestik, dengan
rata- rata kunjungan perhari di tahun 2009 sebanyak 9.191 wisatawan, di tahun 2010
sebanyak 31.480 wisatawan dan di tahun 2011 sebanyak 32.424 wisatawan. Provinsi
3
dengan tingkat kunjungan tertinggi setelah Provinsi Jawa Barat adalah Provinsi DKI
Jakarta dan Provinsi Bali.
Kota Bandung merupakan ibu kota Provinsi Jawa Barat yang merupakan pusat
kegiatan ekonomi yang saat ini telah menjadi kota jasa dan perdagangan, sesuai dengan
visi nya “Terwujudnya Kota Bandung Sebagai Kota Jasa yang Bermartabat (Bersih,
Makmur, Taat dan Bersahabat)”. Pesatnya sektor tersier kota Bandung khususnya jasa
pariwisata dibuktikan dengan tingginya tingkat kunjungan wisatawan pada setiap
tahunnya, sehingga berdampak terhadap pendapatan asli daerah kota Bandung yang
sebagian besar berasal dari sektor pariwisata dan perdagangan.
Gambar 1. Perkembangan Jumlah Wisatawan yang Datang ke Kota Bandung
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung, 2012
Berdasarkan hasil kajian Bappeda dalam Laporan Pertanggungjawaban Kepala
daerah 2011(www.bandungtourism.com, diunduh pada tanggal 10 Maret 2013) terdapat
cluster wilayah yang dinilai menarik bagi wisatawan, sekitar lebih dari 50% tertarik pada
dua cluster wilayah tersebut yaitu wisata kuliner, wisata hiburan dan rekreasi sebesar
32,6% (cluster Jl. IR. H. Juanda-Merdeka-Riau) dan 24,7% (cluster wisata Cihampelas-
Cipaganti).
Fakta tersebut menunjukan bahwa wisatawan cenderung lebih tertarik terhadap objek
wisata hiburan dan rekreasi maupun wisata kuliner. Berbeda dengan objek wisata budaya,
khususnya museum yang saat ini keberadaanya kurang diminati dibandingkan dengan
wisata lainnya. Dan tidak menutup kemungkinan keberadaanya semakin terancam
terlupakan oleh wisatawan atau bahkan masyarakat kota sendiri. Museum berpotensi
sebagai objek wisata budaya yang cukup baik bahkan diantaranya merupakan museum
tertua di Indonesia, sayangnya potensi tersebut masih kurang dimaksimalkan.
Tabel 2. Tingkat Kunjungan Museum di Kota Bandung
Nama Museum Wisatawan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Museum Winus 141,167 183,213 289,337 287,032 323,536 397,154 437,358
Geologi Wisman 1,573 1,625 2,836 2,391 2,250 3,574 3986
Total 142,740 184,838 292,173 289,423 325,786 400,728 441,344
Museum Pos Winus 23,145 21,551 19,334 14,418 21,520 31,982 36,293
Indonesia Wisman 74 60 146 160 179 180 309
Total 23,219 21,611 19,480 14,578 21,699 32,162 36,602
Winus 72,426 85,270 111,445 110,653 173,204 127,584 211,328
Museum KAA Wisman 2,227 4,028 4,069 3,992 8,204 5,623 8,021
Total 74,653 89,298 115,514 114,645 181,408 133,207 219,349
Museum Winus 10,547 5,920 3,788 3,727 28,387 6,782 6,706
Mandalawangsit Wisman - 42 13 44 - 76 76
Siliwangi Total 10,547 5,962 3,801 3,771 28,387 6,858 6,782
0
1.000.000
2.000.000
3.000.000
4.000.000
5.000.000
6.000.000
7.000.00020
02
2003
2004
2005
2006
2007
2008
2009
2010
2011
Jum
lah
Wis
ataw
an
Wisman
Winus
4
Nama Museum Wisatawan 2005 2006 2007 2008 2009 2010 2011
Museum Sri Winus 93,284 81,834 119,139 65,622 63,083 161,876 68,221
Baduga Wisman 99 11 227 293 53 809 373
Total 93,383 81,845 119,366 65,915 63,136 162,685 68,584
Sumber: Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung, 2012
Dari data tersebut dapat dilihat bahwa pesatnya kunjungan ke Kota Bandung akan
tetapi tidak diimbangi dengan pesatnya kunjungan ke museum- museum di Kota
Bandung, fenomena tersebut menunjukan bahwa wisata museum sebagai salah satu
wisata budaya masih kurang diminati dibandingkan dengan wisata lainnya yang
ditawarkan di pasaran khususnya di Kota Bandung.
Kotler dkk. (2008:3) mengemukanan bahwa “museum are places where visitors
encounter aunthentic, aesthetic, inspirational, and learning eksperience”. Berdasarkan
dokumen Museum Disbudpar Jabar, keberadaan museum memang tidak mencari
keuntungan secara langsung (direct), akan tetapi sebagai asset, daya tarik wisata,
keberadaan museum akan berkontribusi dalam peningkatan Pendapatan Asli Daerah
(PAD), juga devisa negara melalui sektor yang lain. Keputusan dalam mengunjungi objek
wisata juga dipengaruhi oleh citra objek wisata itu sendiri, dimana sebelum melakukan
proses pembelian telah mencari dan memperoleh informasi mengenai destinasi tersebut
(Hodovic dkk. 2008). Kotler dkk. (2008:130) mengemukakan bahwa posisi museum di
publik dipengaruhi bagaimana organisasi membangun citranya dan pemasarannya. Untuk
mengetahui citra museum di Kota Bandung, sebelumnya telah dilakukan prapenelitian
terhadap tingkat kesadaran masyarakat Kota Bandung terhadap Brand awereness
museum. Salah satu dimensi citra adalah brand Brand awereness merupakan kemampuan
konsumen untuk mengenali atau mengingat bahwa sebuah merek (Aaker dan
Joachimsthaler, 2000:17). Hasilnya menunjukan bahwa sebesar 70% masyarakat kota
hanya mengetahui Museum Geologi sebagai salah satu museum di Kota Bandung, 20%
mengetahui Museum Sribaduga, 13% mengetahui Museum Konferensi Asia Afrika, dan
sisanya tidak tahu, hal tersebut menunjukan bahwa masih rendahnya citra museum di
benak masyarakat karena masyarakat kurang mengetahui bahwa terdapat beberapa
museum di Kota Bandung. Banyaknya alternatif objek wisata yang bermunculan,
museum dihadapkan pada kondisi persaingan dalam hal jumlah kunjungan yang tidak
mengalami pertumbuhan secara signifikan. Citra destinasi merupakan senjata ampuh
dalam pemasaran dalam menghadapi persaingan yang meningkat (Tkaczynsky dan Thile,
2010). Segmenting, targeting dan positioning merupakan alat penting dalam strategi pasar
perusahaan sehingga perusahaan dapat mengidentifikasi pasarnya (Jiang dkk. 2010).
Kegiatan strategi pasar tersebut diikuti dengan pelaksanaan bauran pemasaran yang
meliputi product, price, place, promotion dan people (Kotler dkk. 2008:29). Bauran
pemasaran jasa dikendalikan oleh perusahaan secara keseluruhan atau sebagian
kemungkinan mempengaruhi keputusan konsumen untuk membeli suatu jasa (Zeithaml
dan Bitner, 2000:21). Dalam melakukan proses pembelian, terdiri dari lima tahapan yang
dilakukan oleh konsumen yaitu pengenalan kebutuhan, pencarian informasi, evaluasi
alternatif sebelum pembelian, evaluasi alternatif, keputusan pembelian dan perilaku
pembelian (Kotler dan Keller, 2012:188).
Tujuan
Tujuan penelitian ini adalah (1) Untuk mengetahui kinerja bauran pemasaran museum di
Kota Bandung; (2) Untuk mengetahui kinerja bauran pemasaran berpengaruh secara
langsung dan tidak langsung terhadap keputusan mengunjungi museum di Kota
Bandung.
5
Kajian Literatur
Dalam perkembangan ekonomi saat ini, sektor jasa mengalami perkembangan
yang sangat pesat. Jasa sebagai kegiatan ekonomi yang ditawarkan oleh satu pihak ke
pihak lain pada suatu waktu tertentu – berdasarkan kinerja untuk menghasilkan hasil yang
diinginkan penerima/pelanggan, dengan menukarkan uang, waktu, tenaga, pelanggan
berharap memdapatkan nilai yang baik dari keterampilan, tenaga kerja profesional,
fasilitas, jaringan dan sistem akan tetapi pelanggan tidak dapat mengambil kepemilikan
dari setiap unsur fisik yang terlibat (Lovelock dan Wright, 2007:6). Fitzsimmons dan
Fitzsimmons (2011:6) mengklasifikasikan aktifitas ekonomi menjadi lima tingkatan yaitu
dari tingkatan aktivitas ekonomi yang paling dasar, (1) Primary (extractive): Agriculture,
Mining, Fishing, Forestry; (2) Secondary: (Good-producing): Manufacturing,
processing; (3) Tertiary (Domestic service): Restaurant, Hotels, laundry, Maintanence;
(4) Quarternary (Trade & Commerce): Transportation, commucication, Retailing,
Goverment; (5) Quinary (Extending Human Potential): Health, Education, Research,
Arts, Recreation. Kotler dan Keller (2012:378) mengungkapkan bahwa jasa merupakan
semua tindakan atau kinerja yang dapat ditawarkan suatu pihak ke pihak lain yang pada
intinya tidak berwujud dan tidak menghasilkan kepemilikan siapapun. WTO (World
Tourism Organization) mengklasifikasikan ruang lingkup bisnis jasa yang meliputi jasa
bisnis; komunikasi; kontruksi dan jasa teknik; distribusi; pendidikan; lingkungan hidup;
keuangan; kesehatan dan jasa sosial; kepariwisataan dan perjalanan; rekreasi, budaya dan
olahraga; transportasi dan lain-lain.
Dalam pasar tentunya terdapat produk berupa barang dan jasa yang ditawarkan
untuk mendapatkan perhatian, dibeli, digunakan atau dikonsumsi yang dapat memenuhi
kebutuhan dan keinginan konsumen, dimana pasar merupakan “the set of actual and
potential buyers of product or service” (Kotler dan Amstrong, 2012:31). Salah satu
aktivitas jasa adalah wisata. Museum merupakan salah satu bagian dari wisata budaya
Swarbrooke (1999:307). Asosiasi Museum Amerika dalam Kotler dkk. (2008:8)
mendefinisikan museum sebagai berikut,
“organized as a public or private nonprofit institution, exiting on permanent
babsis for essentially educational and aesthetic purposes, that cares for and owns
or uses tangible objects, whether animate or inanimate and exhibits these on
regular basis... That has at least one professional staff member or the full- time
equivalent” and “is open to general public on a regular basis.. at least 120 days
per year ”
Seperti yang kita ketahui bahwa perkembangan industri jasa ini sangatlah pesat
hingga tingkat kompetensipun meningkat, maka pihak perusahaanpun harus memiliki
strategi yang tepat. Dengan memilih pasar yang tepat merupakan langkah dalam
memasarkan jasanya agar lebih efektif. Strategi ini terdiri dari strategi penetapan pasar
dan strategi bauran pemasaran. Strategi pemasaran meliputi dua strategi pokok yaitu
strategi produk-pasar yaitu merupakan suatu strategi untuk menentukan pasar sasaran
yang akan dipilih atau dilayani dan strategi penempatan, dan kedua adalah strategi bauran
pemasaran yang terdiri dari strategi produk, strategi harga, strategi distribusi dan strategi
promosi (Kotler dan Amstrong, 2012:72). Agar berhasil dalam persaingan pada
lingkungan usaha yang bergejolak, diperlukan strategi pemasaran yang berorientasi pada
pasar yang adapat mengantisipasi seluruh keinginan dan kebutuhan pelanggan, oleh
karenanya perusahaan harus mampu menerapkan strategi pemasaran yang dapat
meningkatkan dengan pelanggan agar mengetahui lebih jauh tentang keinginan dan
kebutuhan pelanggan, mengatasi ancaman persaingan dan memperkuat keunggulan
bersaingnya sehingga pelanggan akan merasa lebih puas dalam menggunakan produk
6
atau jasa yang ditawarkan perusahaan (Peter Drucker dalam Crevens, 2009). Kotler dan
Keller (2012: 25) mengklasifikasikan bauran pemasaran ke dalam empat kelompok besar,
yaitu yang disebut 4P meliputi, Product, Price, Place, dan Promotion. Zeithaml dan
Bitner (2006:23) yang mengemukakan bahwa bauran pemasaran jasa meliputi produk,
harga, promosi, distribusi, sumber daya manusia, sarana fisik dan proses. Strategi bauran
pemasaran merupakan cara/ rencana perusahaan jasa yang bersifat menyeluruh dan
mencerminkan keterpaduan antara strategi-strategi, bauran produk, harga, promosi,
distribusi, sarana fisik, sdm, proses untuk mencapai sasaran pemasaran jasa. Kotler dkk.
(2008:28) mengemukakan bahwa terdapat lima elemen dalam bauran pemasaran
museum, seperti yang digambarkan berikut,
Gambar 2. Elements of The Museum Marketing mix (5P)
Sumber: Kotler dkk. (2008:29)
Citra dapat didefinisikan sebagai sekumpulan kepercayaan, ide-ide dan kesan
orang terhadap suatu organisasi (Kotler dkk. 2008:131). Lawrence dalam Sutojo (2004:1),
mengungkapkan bahwa citra adalah pancaran atau reproduksi jati diri atau bentuk orang
perorangan,benda atau organisasi. Sedangkan Simamora (2004:124) mengungkapkan
bahwa terdapat dua pendekatan yang dapat digunakan dalam mengukur citra. Pertama
adalah merefleksikan cira dibenak konsumen menurut mereka sendiri. Pendekatan ini
disebut pendekatan tidak terstruktur (unstructure approach) karena memang konsumen
bebas menjelaskan citra suatu objek di pikiran dan benak mereka. Cara yang kedua
adalah peneliti menyajikan dimensi yang jelas, kemudian responden berespons terhadap
dimensi-dimensi yang dinyatakan itu. Ini disebut pendekatan terstruktur (stuctured
approach).
Brand atau merek adalah nama, istilah, tanda, simbil, dan desain atau kombinasi dari
unsur- unsur ini, yang dimaksud sebagai pengenal barang atau jasa dari penjual dan
sebagai pembeda dari pesaing (Kotler dkk, 2010: 241). De Cherantony (2001) dalam
Tjiptono (2005:10) mengemukakan bahwa merek diintrepetasikan sebagai citra dimana
merek merupakan serangkaian asosiasi yang diintrepetasikan oleh individu sepanjang
Marketing mix
Target market
Product
Product Variety - Exhibitions
- Programs
- Retail
Quality Design
Features
Brand name
Place
Channels Locations
Transport
Inventory
Internet
Price Admission fees
Membership fees
Special exibition fees Discounts
Allowances
People Board
Managers
Staff Hierarchies
Teams
Promotion Advertising
Public relations
Direct marketing E- communication
Exhibition promotion
Tour Promotion
7
waktu, sebagai hasil pengalaman langsung maupun tidak langsung atas sebuah merek.
Citra destinasi merupakan senjata ampuh dalam pemasaran dalam menghadapai
persaingan yang meningkat (Tkaczynsky dan Thile, 2010). Jadi citra sangat dipengaruhi
oleh sejumlah keyakinan, pandangan dan presepsi melalui sekumpulan informasi yang
terbentuk. Setiap kunjungan pada suatu desnasi digharapkan mampu memberikan nilai
tambah bagi pengunjungnya agar dapat menciptakan kesan yang baik dengan daya tarik
yang dimiliki oleh objek wisata tersebut. Citra berusaha untuk menggapai visibilitas
(brand awareness), perhatian (brand mind share), dan loyalitas melalui informasi, emosi,
identitas, dan kepribadian (Kotler dkk, 2008:139).
Pemasar dalam mencapai keberhasilan harus melewati bermacam-macam
pengaruh pembeli dan mengembangkan pemahaman mengenai bagaimana konsumen
melakukan keputusan pembelian. Proses keputusan pembelian konsumen terdiri dari lima
tahap, model proses keputusan pembelian pada Gambar 3
Gambar 3. Model Proses Keputusan Pembelian Konsumen
Sumber: Kotler dan Keller (2012:188)
Keputusan pengunjung mengunjungi suatu destinasi dapat dipengaruhi oleh citra
destinasi tersebut, sebelum pengunjung memutuskan mengunjungi suatu destinasi wisata,
terlebih dahulu mereka mencari berbagai informasi mengenai destinasi yang akan dituju
(Hodovic dkk, 2008). Keputusan pembelian pelanggan dipengaruhi oleh 3 faktor, yaitu
(1) Faktor internal (individual internal customer), seperti persepsi, pembelajaran, memori,
motif, kepribadian, emosi, dan sikap; (2) Faktor eksternal (individual eksternal customer),
seperti budaya, atau sub budaya, demografi, status sosial, kelompok referensi dan
keluarga; (3) Strategi pemasaran yang dilakukan oleh perusahaan dan para pesaingnya
(Sucherly, 2001:7).
Metode Penelitian ini menganalisis mengenai pengaruh kinerja bauran pemasaran
terhadap citra serta implikasinya terhadap keputusan pengunjung mengunjungi musem di
Kota Bandung. Berkaitan dengan hal tersebut diketahui bahwa variabel eksogennya
adalah kinerja bauran pemasaran (X), variabel intervening yaitu citra (Y), dan variabel
endogennya yaitu keputusan mengunjungi museum (Z). Berdasarkan tujuan
penelitiannya, maka metode penelitian yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Problem
Reconigtion
Information
Search
Evaluation of
Alternatives
Purchase
Decesion
Postpurchase
Behaviour
8
metode survey explanatory karena metode ini menjelaskan hubungan kausal antara
variabel-variabel melalui pengujian hipotesis. Dalam penelitian ini menggunakan teknik
pengambilan sample insidental, serta metode pengukuran sampel teknik slovin
didapatkan jumlah sampel sebesar 100 orang. Penarikan Survey dilakukan di lima lokasi
Museum Geologi, Museum Sri Baduga, Museum Mandalawangsit Siliwangi, Museum
Pos Indonesia dan Museum Konfrensi Asia Afrika.
Teknik pengumpulan data dalam penelitian ini dengan cara observasi, wawancara,
kuisioner, mengkaji beberapa dokumen & literatur yang terkait. Untuk mengetahui
kinerja bauran pemasaran sudah baik atau belum dengan menentukan terlebih dahulu
range interval pada kriteria dengan mengacu kepada rumus statistik mengenai kelebaran
(J.Supranto, 2012) maka didapatkan kriteria sebagai berikut:
Tabel 3. Range interval Kategori Kinerja Bauran Pemasaran
Rata Rata Skor Kriteria
1 < 1,8
1,8 ≥ 2,6
2,6 < 3,4
3,4 ≥ 4,2
4,2 < 5
Sangat tidak baik
Kurang baik
Cukup
Baik
Sangat baik
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Untuk mengetahui kinerja bauran pemasaran berpengaruh secara langsung dan
tidak langsung terhadap keputusan mengunjungi museum di Kota Bandung adalah
dengan menggunakan analisis jalur dengan memperhitungkan langsung pengaruh
langsung dan tidak langsung dari satu variabel independen ke variabel dependen, tanpa
melalui variabel dependen lain, serta pengaruh yang tidak langsung dimana variabel
independen mempengaruhi variabel dependen melalui variabel lain yang disebut
intervening.
Hasil dan Pembahasan
1. Kinerja Bauran Pemasaran
Statistik deskriptif dalam peneitian ini, untuk mengetahui kinerja bauran
pemasaran museum di Kota Bandung diukur dengan menggunakan 5 dimensi bauran
pemasaran museum yaitu product, price, place, promotion dan people.
Produk merupakan bagian dari bauran pemasaran karena produk merupakan
objek yang konsumen butuhkan dan inginkan, produk yang ditawarkan oleh museum
adalah berupa product variety yang meliputi exhibition (pameran), programs, quality
product, desain, dan brand name (Kotler dkk, 2008:29). Berdasarkan hasil anaisis
deskriptif terhadap bauran produk diperoleh rata- rata skor sebesar 3,62 yang
menunjukan bahwa bauran produk museum di Kota Bandung sudah baik.
Harga (price) merupakan salah satu dimensi dalam bauran pemasaran, yang
dimana harga merupakan cost yang dikeluarkan oleh konsumen untuk mendapatkan
produk (Kotler dkk, 2008: 28). Berdasarkan hasil analisis deskriptif terhadap bauran
produk diperoleh rata- rata skor sebesar 4,02 yang menunjukan bahwa bauran harga
sudah baik. Tarif masuk area masuk museum satu dengan lainnya berbeda- beda.
Museum Geologi menetapkan tarif sebesar Rp. 2.000 untuk pelajar, Rp. 3.000 untuk
umum dan Rp.10.000 untuk pengunjung asing. Sedangkan di Museum Sri Baduga
menetapkan tarif sebesar Rp. 2.500 untuk dewasa dan Rp. 1.500 untuk anak- anak.
Terdapat beberapa strategi penetapan harga, yaitu penetapan harga geografis, diskon
9
harga insentif, penetapan harga promosi dan penetapan harga terdiferensiasi (Kotler
dan Keller, 2012:426). Strategi penetapan harga yang diterapkan pada tiket beberapa
museum di Kota Bandung berdasarkan terdiferensiasi berdasarkan segmen, karena
adanya penetapan harga tiket yang berbeda- beda.
Place merupakan bagian dari bauran pemasaran museum yang meliputi lokasi
(location), transportasi (transport), dan ketersediaan fasilitas (inventory). Berdasarkan
hasil analisis deskriptif terhadap place dengan rata- rata skor 3,25 menujukan sudah
baik karena museum- museum di Kota Bandung letaknya berada di pusat kota
sehingga mudah dijangkau oleh kendaraan umum.
Promosi (promotion) salah satu dimensi yang terdapat dalam bauran pemasaran
yang memiliki peran penting untuk mengkomunikasikan keberadaan dan kegiatan
museum kepada pengunjung dan calon pengunjungnya. Promosi merupakan suatu
alat untuk meningkatkan pengunjung secara berkelanjutan, promosi museum meliputi
advertising, public relation, direct marketing, e-communications, exibition promotion
dan tour promotion (Kotler dkk, 2008:28). Berdasarkan hasil anaisis deskriptif, kinerja
bauran promosi museum menunjukan bahwa rata-rata skor sebesar 2,5 hal ini
menunjukan bahwa promosi museum di Kota Bandung masih kurang baik. Masih
kurangnya promosi dan belum optimalnya promosi yang dilakukan oleh pihak
museum sehingga perlu adanya peningkatan promosi, sehingga calon pengunjung dan
masyarakat pada umumnya dapat mengetahui keberadaan museum.
People merupakan sumber daya manusia atau anggota staff museum yang
melayani dan berinteraksi langsung dengan pengunjung. Staff museum seharusnya
dapat bersifat sopan, menyambut, dan informatif (Kotler dkk, 2008:28). Berdasarkan
hasil analisis deskriptif menujukan bahwa rata- rata skor sebesar 3,3 menunjukan
bahwa petugas sebagai sumber daya manusia yang melayani pengunjunng dinilai
sudah baik dan dinilai informatif.
Tabel 4. Kinerja Bauran Pemasaran
No Subvariabel Rata- rata Skor Kriteria
1 Product (produk) 3,62 Baik
2 Price (harga) 4,02 Baik
3 Place (tempat distribusi) 3,25 Baik
4 Promotion (promosi) 2,5 Kurang Baik
5 People (sdm) 3,3 Baik
Jumlah 16,69
Rata-rata/kriteria 3,33 Baik
Maksimum 4,02
Minimum 2,5
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Secara umum, kinerja bauran pemasaran museum di Kota Bandung memiliki
rata-rata skor 3,33 hal tersebut menujukan bahwa kinerja bauran pemasaran museum
di Kota Bandung sudah baik, akan tetapi terdapat aspek yang perlu ditingkatkan
yaitu pada promosi yang dinilai masih kurang. Aspek promosi ini penting karena
untuk mengkomunikasikan museum beserta kegiatan/ program yang diselenggarakan
kepada masyarakat baik yang di dalam kota maupun luar kota. Senada dengan yang
diungkapkan Kotler dan Keller (2012) bahwa promosi merupakan salah satu bagian
dari bauran pemasaran yang memiliki peran penting untuk mengkomunikasikan
keberadaan produk kepada calon pelanggan.
10
2. Kinerja Bauran Bemasaran Berpengaruh secara Langsung dan Tidak
Langsung terhadap Keputusan Mengunjungi Museum di Kota Bandung.
Hasil analisis verifikatif dengan menggunakan anaisis jalur diperoleh persamaan
Y = 0,791 (X), besaran koefisien jalur kinerja bauran pemasaran terhadap citra
sebesar 0,791 dan koefisien determinasi (R2
) sebesar 0,625. Perolehan nilai thitung=
12,783 dengan mengambil taraf signifikansi α sebesar 5%, dengan nilai ttabel = 1,98
sehingga dikarenakan thitung > ttabel dan sig = 0,00 < 0,05 maka kinerja bauran
pemasaran berpengaruh terhadap citra museum di Kota Bandung sebesar 62,5% dan
sisanya pengengaruhi oleh faktor lain di luar model.
Hasil analisis verifikatif dengan menggunakan analisis jalur diperoleh persamaan
Z = 0,826 (X) besaran koefisien jalur kinerja bauran pemasaran terhadap keputusan
pengunjung mengunjungi museum sebesar 0,826 dan koefisien determinasi sebesar
0,682. Perolehan nilai thitung= 14,501 dengan mengambil taraf signifikansi α sebesar
5%, dengan nilai ttabel = 1,98 sehingga dikarenakan thitung > ttabel dan sig = 0,00 < 0,05
maka kinerja bauran pemasaran memiliki pengaruh terhadap keputusan pengunjung
mengunjungi museum sebesar 68,2% dan sisanya pengengaruhi oleh faktor lain di
luar model.
Hasil analisis verifikatif dengan menggunakan anaisis jalur diperoleh persamaan
Z = 0,842 (Y) besaran koefisien citra terhadap keputusan mengunjungi museum
sebesar 0,842 dan koefisien determinasi sebesar 0,709. Perolehan nilai thitung= 15,455
dengan mengambil taraf signifikansi α sebesar 5%, dengan nilai ttabel = 1,98 sehingga
dikarenakan thitung > ttabel dan sig = 0,00 < 0,05 maka citra berpengaruh terhadap
keputusan mengunjungi museum sebesar 70,9% dan sisanya dipengaruhi oleh faktor
lain di luar model.
Hasil analisis verifikatif dengan analisis jalur pada pengaruh kinerja bauran
pemasaran dan citra terhadap keputusan pengunjung mengunjungi museum
diperoleh persamaan Z = 0,427 (X) + 0,504 (Y). Perolehan koefisien determinasi
sebesar 0,882 berarti bahwa 88,2% variabilitas variabel keputusan pengunjung
mengunjungi museum dapat dijelaskan oleh varibel bebas bauran pemasaran dan
citra.
Hasil uji hipotesis secara simultan diperoleh nilai Fhitung sebesar 169,499 dimana
kriteria penolakan H0, jika Fhitung lebih besar daripada Ftabel, dengan derajat kebebasan
= 100-2-1 = 97, dan tingkat kepercayaan 95%, maka dari tabel distribusi F didapat
nilai Ftabel = 3,09. Nilai Fhitung > Ftabel dan nilai sig 0,00 < 0,05. Artinya, dapat
disimpulkan bahwa terdapat hubungan secara linier antara kinerja bauran pemasaran
dan citra terhadap keputusan, atau dapat diartikan bahwa terdapat pengaruh secara
bersama-sama antara kinerja bauran pemasaran dan citra terhadap keputusan
pengunjung mengunjungi museum. Uji secara parsial untuk mengetahui variabel
bebas mana yang berpengaruh secara signifikan terhadap variabel terikat yang diuji
dengan uji t. Kriteria penolakan H0, jika thitung > ttabel, dengan derajat kebebasan =
100-2-1 =97. Untuk koefisien jalur kinerja bauran pemasaran = 0,427 dan diperoleh
nilai thitung sebesar 5,460 dengan mengambil taraf signifikansi α sebesar 5%, nilai
ttabel = 1,98 dan dengan nilai sig 0,00 < 0,05 sehingga dikarenakan thitung > ttabel = 1,98
maka kinerja bauran pemasaran berpengaruh terhadap keputusan mengunjungi
museum dengan koefisien jalur sebesar 0,472. Koefisien jalur citra diperoleh 0,504
dengan perolehan nilai thitung sebesar 6,447 dengan mengambil taraf signifikansi α
sebesar 5%, maka nilai ttabel = 1,98 dengan nilai sig 0,00 < 0,05 sehingga dikarenakan
thitung > t tabel = 1,98 maka terdapat pengaruh citra terhadap keputusan mengunjungi
museum dengan koefisien jalur sebesar 0,504.
11
Dari hasil pengujian pengaruh variabel kinerja bauran pemasaran (X) dengan
melalui citra (Y) terhadap keputusan mengunjungi museum (Z), digambarkan
sebagai berikut;
Gambar 4. Diagram Jalur Keseluruhan
Sumber: Hasil Analisis, 2014
Pemodelan dalam menjelaskan hubungan antar variabel, pengaruh langsung,
pengaruh tidak langsung dan pengaruh total dari tiap-tiap variabel yang mempengaruhi
variabel lainnya sebagaimana seluruhnya telah diuraikan di atas, dirangkum pada tabel
berikut ini:
Tabel 5. Rangkuman Pengaruh antar Variabel
Pengaruh antar
variabel
Pengaruh Kausal
Langsung Tidak Langsung
(Melalui Variabel Y)
Total
X terhadap Y 62.5% - 62.5%
X terhadap Z 68.2% 15.84% 84.04%
Y terhadap Z 70.9% - 70.9%
Sumber: Hasil Aanalisis, 2014
Tingginya jumlah kunjungan ke Kota Bandung setiap tahunnya tidak diimbangi
dengan jumlah kunjungan ke museum sebagai objek wisata budaya, salah satunya adalah
museum. Citra merupakan senjata ampuh dalam menghadapi persaingan yang meningkat.
Citra dapat dibentuk dan ditingkatkan bergantung pada strategi seperti apa yang
dilakukan oleh organisasi. Dalam rangka meningkatkan citra organisasi dapat dipengaruhi
bauran pemasaran yang diterapkan oleh organisasi. Berdasasarkan analisis deskriptif
mengenai kinerja bauran pemasaran menunjukan hasil yang baik dengan ata-rata skor
3,33 akan tetapi perlunya peningkatan dari sisi promosi sehingga dapat kesadaran
masyarakat/ calon pengunjung terhadap keberadaan museum dan segala aktivitas yang
ditawarkannya. Berdasarkan analisis verifikatif yang menunjukan adanya hubungan antar
variabel diperoleh bahwa terdapat pengaruh secara langsung antara kinerja bauran
pemasaran terhadap citra museum sebesar 62,5%. Jika bauran pemasaran yang dilakukan
oleh setiap museum optimal maka citra yang melekat di benak masyarakat akan lebih
baik sehingga masyarakat/ calon pengunjung berkeinginan untuk mengunjungi museum ,
sejalan dengan Chiang dkk (2012) mengungkapkan bahwa citra memiliki pengaruh
positif terhadap keinginan mengunjungi suatu destinasi, serta keinginan untuk berkunjung
kembali. Citra berpengaruh secara langsung terhadap keputusan pengunjung mengunjungi
12
museum sebesar 70,9%. Keputusan pengunjung mengunjungi suatu destinasi dapat
dipengaruhi oleh citra destinasi tersebut, jika citranya positif maka banyak pengunjung
yang mengunjungi destinasi tersebut sehingga jumlah kunjungan pada destinasi tersebut
meningkat (Hodovic dkk, 2008). Bauran pemasaran mempengaruhi keputusan
mengunjungi museum melalui citra baik secara langsung dan tidak langsung sebesar
84,04%. Peningkatan citra dapat dilakukan dengan mengoptimalkan strategi bauran
pemasaran sehingga jika citrapun meningkat dan telah terbentuk, sehingga masyarakat/
wisatawan memutuskan mengungunjungi museum sebagai salah satu destinasi.
Kesimpulan
Kinerja bauran pemasaran museum di Kota Bandung pada umumnya telah baik
dan menunjukan bahwa product, place dan people sudah dalam kategori baik, serta harga
yang merupakan dimensi bauran pemasaran museum yang paling baik, karena tiket
masuk museum dinilai murah oleh pengunjung. Sedangkan promosi merupakan dimensi
bauran pemasaran museum yang masih kurang, rendahnya intensitas promosi yang yang
dilakukan pihak museum sehingga kurang masyarakat/ wisatawan sebagai calon
pengunjung kurang mengetahui aktivitas dan program yang dilaksanakan oleh museum.
Adanya pengaruh kinerja bauran pemasaran terhadap keputusan mengunjungi
museum baik secara langsung maupun tidak langsung melalui citra sebesar 84.04%.
peningkatan citra dapat dilakukan dengan implementasi bauran pemasaran yang optimal
sehingga, jika citra suatu destinasi museum telah terbentuk dengan baik/positif di benak
masyarakat/ wisatawan sebagai calon pengunjung maka berpengaruh terhadap keputusan
mengunjungi museum tersebut.
Saran
Masih kurangnya promosi yang dilakukan mengakibatkan kesadaran akan museum
di Kota Bandung masih kurang, maka dari itu perlunya peningkatan dari segi promosi
yang disesuaikan dengan segmen pasar yang dituju agar lebih tepat sasaran mengenai
segala aktivitas museum- museum di Kota Bandung.
Daftar Pustaka
Aaker, D.A dan Joachimsthaler.(2000). Brand Leadership: Building Assets in an
Information Economy. New York: Free Press
Chiang, C., Chen Y.C., Huang L.F dan Kai-Feng Hsueh .(2012). Destination Image and
Marketing Strategy: An Investigation of MICE Travelers to Taiwan. The Journal
of American Academy of Business, Cambridge Vol. 18, September 2012
Cravens, D.W dan Piercy, N.F. (2009). Strategic Marketing; Ninth Edition. New York:
Mc Graw-Hill
Dokumen Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Kota Bandung
Dokumen Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Jawa Barat: Pariwisata dan Kebudayaan
dalam Angka
Dokumen Dinas Pariwisata dan Kebudayaan Pemerintah Provinsi Jawa Barat: Museum
Museum di Jawa Barat tahun 2010
13
Dokumen Laporan Pertanggungjawaban Kepala Daerah Kota Bandung 2011,
http://www.bandungtourism.com (diunduh pada tanggal 10 Maret 2013)
Fitzsimmons, J.A dan Fitzsimmons, M.J. (2011). Service Management: Operation,
Strategy, Information Technology 7th edition. Singapore: McGrow Hill
http://www.aseansec.org/20440.html (diunduh pada tanggal 14 April 2013)
http://www.bps.go.id (diunduh pada tanggal 29 Desember 2012)
Hodovic,B.V., Mehic, E,. Kramo, A,. and Resic, E. (2008). Tourist Destenation Image
and Perception: The Case of Bosnia and Herzegovina. http://www.proquest.com
Jiang, L,. Zhang, Y,. He, X,. Zhang, H,. Kang, J,. dan Zhang,B.(2011). Strategy
Transition and Marketing Innovation of a Vertical Search Engine: The Case of
Kuxun Company. Front. Bus. Res. China, 5(4): 619–634
Kotler,P,. Kotler, N.G,. dan Kotler, W. (2008). Museum Marketing and Strategy 2nd
Edition: Designing Mision, Building Audience, Generating Revenue &
Resources. Jossey – Bass A Wiley Imprint
_______dan Bowen J.T and Makens, J.C.(2010). Marketing for Hospitality and Tourism
5th edition. Pearson Prentice Hall
_______dan Keller, K. L. (2012). Marketing Management. Pearson Prentice Hall
_______dan Amastrong.(2012). Principal of Marketing 14th Edition. Pearson Prentice
Hall
Lovelock, C dan Wright, L. (2007). Service Marketing: People, Technology, Strategy, 6th
ed. Prentice- Hall
Simamora, B. (2004). Panduan Riset Perilaku Konsumen. Jakarta: PT Gramedia Pustaka
Utama
Sucherly.(2001). Pengaruh Kinerja Strategi Bauran Pemasaran Jasa Terhadap Nilai
jasa Serta Implikasinya Terhadap Loyalitas Pelanggan Jasa SLI 008 PT
Satelindo di Wilayah Kota Bandung. Universitas Padjadjaran. (Tidak
dipublikasikan)
Sujoto, S. (2004). Membangun Citra perusahaan. Jakarta: Damar Mulia Pustaka
Supranto, J. (2008). Statistik Teori dan Aplikasi. Penerbit Erlangga
Swarbrooke, J.(1999). Sustainable Tourism Management. CABI Publishing
Tjiptono, Fandy. 2005. Brand Management and Strategy. Penerbit Andi
Tkaczynsky, A dan Thile, S.R. (2010). Segmenting Destination: In the eyes stakeholders.
International Journal of Culture, Tourism and Hospitality Research Vol 5
14
Zeithmal, V.A and Bitner, M.J. (2000). Service Marketing: Integrated Customer Focus
Across the Firm. Singapore: McGrow Hill