kimfis adam levine

Upload: nadya-hartasiwi

Post on 05-Apr-2018

250 views

Category:

Documents


5 download

TRANSCRIPT

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    1/19

    1

    DIAGRAM TERNER

    SISTEM ZAT CAIR TIGA KOMPONEN

    I. TUJUAN1. Membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam

    campuran dua cairan tertentu dan mampu menganalisis fase

    diagram tiga komponen.

    2. Mampu menggambarkan diagram tiga sudut atau diagram segitigaberbentuk segitiga sama sisi yang sudut-sudurnya di tempati oleh

    komponen zat beserta garis tie line pada diagram tiga komponen.

    3. Menentukan kelarutan suatu zat dalam suatu pelarut.4. Memahami peranan hukum fasa Gibbs dalam menyatakan

    keadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan serta

    faktor-faktor yang mempengaruhinya.

    5. Mampu menganalisis diagram Terner pada suatu bidang dataryang menggambarkan komponen murni.

    II. DASAR TEORI2.1. Kelarutan Suatu Cairan, Fasa, Komponen, dan

    Kesetimbangan

    Kelarutan suatu zat adalah suatu konsentrasi maksimum yang dicapai

    suatu zat dalam larutan. Partikel-partikel zat terlarut baik berupa molekul

    maupun berupa ion selalu berada dalam keadaan terdehidrasi (terikat oleh

    moleku-molekul pelarut air). Makin banyak partikel zat terlarut makin

    banyak pila molekul air yang diperlukan untuk menghindari partikel zatterlarut itu. Setiap pelarut memiliki batas maksimum Dalam melarutkan zat.

    Untuk larutan yang terdiri dari dari dua jenis larutan elektrolit maka dapat

    membentuk endapan (dalam keadaan jenuh). Pemisahan suatu larutan dalam

    campuran dapat dilakukan dengan berbagai cara salah satunya adalah

    dengan cara ekstraksi. Ekstraksi merupakan suatu metode yang didasarkan

    pada pada perbendaan kelarutan komponen campuran pada pelarut tertentu

    dimana kedua pelarut tidak saling melarutkan.

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    2/19

    2

    Bila suatu campuran cair, misalnya komponen A dan B dicampurkan

    tidak saling melaruitkan sehingga membentuk dua fasa. Maka untuk

    memisahkannya digunakan pelarut yang kelarutannya sama dengan salah

    atu komponen dalam campuran tersebut. Sehingga ketiganya membentuk

    fasa.

    Sistem adalah suatu zat yang dapat diisolasikan dari zat zat lain

    dalam suatu bejana inert, yang menjadi pusat perhatian dalam mengamati

    pengaruh perubahan temperatur, tekanan serta konsentrasi zat tersebut.

    Sedangkan komponen adalah yang ada dalam sistem, seperti zat terlarut dan

    pelarut dalam senyawa biner. Banyaknya komponen dalam sistem C adalah

    jumlah minimum spesies bebas yang diperlukan untuk menentukan

    komposisi semua fase yang ada dalam sistem. Definisi ini mudah

    diberlakukan jika spesies yang ada dalam sistem tidak bereaksi sehingga

    kita dapat menghitung banyaknya. Fasa merupakan keadaan materi yang

    seragam di seluruh bagiannya, tidak hanya dalam komposisi kimianya tetapi

    juga dalam keadaan fisiknya. Contohnya: dalam sistem terdapat fasa padat,

    fasa cair dan fasa gas. Banyaknya fasa dalam sistem diberi notasi P. Gas

    atau campuran gas adalah fasa tunggal : Kristal adalah fasa tunggal dan dua

    cairan yang dapat bercampur secara total membentuk fasa tunggal.

    Campuran dua logam adalah sistem dua fasa (P=2), jika logam-logam itu

    tidak dapat bercampur, tetapi merupakan sistem satu fasa (P=1), jika logam-

    logamnya dapat dicampur.

    Pada perhitungan dalam keseluruhan termodinamika kimia, J.W Gibbs

    menarik kesimpulan tentang aturan fasa yang dikenal dengan Hukum Fasa

    Gibbs, jumlah terkecil perubahan bebas yang diperlukan untuk menyatakankeadaan suatu sistem dengan tepat pada kesetimbangan diungkapkan

    sebagai:

    V = CP + 2

    Dengan :

    V = jumlah derajat kebebasan

    C = jumlah komponen

    P = jumlah fasa

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    3/19

    3

    Kesetimbangan dipengaruhi oleh suhu, tekanan, dan komposisi sistem.

    Jumlah derajat kebebasan untuk sistem tiga komponen pada suhu dan

    tekanan tetap dapat dinyatakan sebagai :

    V = 3

    P

    Jika dalam sistem hanya terdapat satu fasa maka V = 2 berarti untuk

    menyatakan suatu sistem dengan tepat perlu ditentukan konsentrasi dari dua

    komponennya. Sedangkan bila dalam sistem terdapat dua fasa dalam

    kesetimbangan, V = 1; berarti hanya satu komponen yang harus ditentukan

    konsentrasinya dan konsentrasi komponen yang lain sudah tertentu

    berdasarkan diagram fasa untuk diagram fasa untuk sistem tersebut. Oleh

    karena itu sistem tiga komponen pada suhu dan tekanan tetap punya derajat

    kebebasan maksimum = 2 (jumlah fasa minimum = 1), maka diagram fasa

    sistem ini dapat digambarkan dalam satu bidang datar berupa suatu segitiga

    tersebut menggambarkan suatu komponen murni.

    Sistem tiga komponen aturan fase memghasilkan F= 5-P. Bila terdapat

    satu fase, maka F= 4, oleh karenanya penggambaran secara geometrik yang

    lengkap memerlukan ruang berdimensi empat. Bila tekanan tetap, ruang tiga

    dimensi dapat digunakan. Bila suhu maupun tekanan tetap, maka F= 3-P dan

    sistem dapat digambarkan dalam ruang dua dimensi : P= 1, F= 2. Bivarian,

    P= 2, F=1. Unvarian : P= 3, F= 0, invarian.

    Suatu sistem tiga komponen mempunyai dua pengubah komposisi

    yang bebas, sebut saja X2 dan X3. Jadi kompsisi suatu sistem tiga

    komponen dapat dialurkan dalam koordinat cartes dengan X2 pada salah

    satu sumbunya, dan X3 pada sumbu yang lain yang dibatasi oleh garis

    X2+X3=1. Karena X itu tidak simetris terhadap tiga komponen, biasanya,komposisi yang dialurkan pada suatu segitiga sama sisi dengan tiap-tiap

    sudutnya menggambarkan suatu komponen murni, bagi suatu segitiga sama

    sisi, jumlah jarak dari seberang titik didalam segitiga ketiga sisinya sama

    dengan tinggi segitiga tersebut. Jarak antara setip sudut ke tengah-tengah

    sisi yang berhadapan dibagi 100 bagian sesuai dengan komposisi dalam

    persen. Untuk memperoleh suatu titik tertentu dengan mengukur jarak

    terdekat ketiga sisi segitiga. Cara terbaik untuk menggambarkan sistem tiga

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    4/19

    4

    komponen adalah dengan mendapatkan suatu kertas grafik segitiga.

    Konsentrasi dapat dinyatakan dengan istilah persen berat atau fraksi mol.

    Fraksi mol tiga komponen dari sistem terner (C = 3) sesuai dengan: XA +

    XB + XC = 1. Diagram fasa yang digambarkan segitiga sama sisi, menjamin

    dipenuhinya sifat ini secara otomatis, sebab jumlah jarak ke sebuah titik di

    dalam segitiga sama sisi yang diukur sejajar denga sisi-sisinya sama dengan

    panjang sisi segitiga itu, yang dapat diambil sebagai satuan panjang. Puncak

    -puncak dihubungi ke titik tengah dari sisi yang berlawanan yaitu : Aa, Bb,

    Cc. Titik nol mulai dari titik a,b,c dan A,B,C menyatakan komposisi adalah

    100% atau 1, jadi garis Aa, Bb, Cc merupakan konsentrasi

    A,B,C merupakan konsentrasi A,B,C.

    Jika kedalam sejumlah air kita tambahkan terus menerus zat terlarut

    lama kelamaan tercapai suatu keadaan dimana semua molekul air akan

    terpakai untuk menghidrasi partikel yang dilarutkan sehingga larutan itu

    tidak mampu lagi menerima zat yang akan ditambahkan, maka larutan itu

    mencapai keadaan jenuh. Zat cair yang hanya sebagian larut dalam cairan

    lainnya, dapat dianikkan kelarutannya dengan menambahkna suatu zat cair

    yang berlainan dengan kedua zat cair yang terlebih dahulu dicairkan. Bila

    zat cair yang ketiga ini hanya larut dalam suatu zat cait yang terdahulu,

    maka biasanya kelarutan dari kedua zat cair yang terdahulu itu akan menjadi

    lebih kecil. Tetapi bila zat cair yang ketiga itu larut dalam kedua zat cair

    yang terdahulu, maka kelarutan dari kedua zat cair yang terdahulu akan

    menjadi besar.

    Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada

    daya saing larut antara zat cair tersebut dan suhu percobaan. Apabila padasuhu dan tekanan yang tetap digunakan kurva bimodal untuk menentukan

    kelarutan C dalam berbagai komposisi A dan B. Pada daerah di dalam kurva

    merupakan daerah dua fasa, sedangkan yang di luarnya adalah daerah satu

    fasa. Untuk menentukan kurva bimodal yaitu dengan menambahkan zat B

    ke dalam campuran A dan C.

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    5/19

    5

    2.2. Diagram Tiga Sudut

    Untuk campuran yang terdiri dari tiga komponen, komposisi

    (perbandingan masing-masing komponen) dapat digambarkan di dalam

    suatu digram segitiga sama sisi yang disebut dengan Diagram Terner.

    Komposisi dapat dinyatakan dalam fraksi massa (untuk cairan) atau fraksi

    mol (untuk gas). Diagram tiga sudut atau diagram segitiga berbentuk

    segitiga sama sisi dimana setiap sudutnya ditempati komponen zat. Sisi-

    sisinya itu terbagi dalam ukuran yang menyatakan bagian 100% zat yang

    berada pada setiap sudutnya. Untuk menentukan letak titik dalam diagram

    segitiga yang menggambarkan jumlah kadar dari masing-masing komponen

    dilakukan sebagai berikut :

    Gambar 2.2.1

    Bidang Grafik Diagram Terner untuk Tiga Komponen

    Pada salah satu sisinya ditentukan dua titimk yang menggambarkan jumlah

    kadar zat dari masing-masing zat yang menduduki sudut pada kedua ujung

    sisi itu. Dari kedua titik itu daitarik garis sejajar dengan sisi dihadapnya,

    titik dimana kedua garis itu menyilang, menggambarkan kadar masing-

    masing zat.

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    6/19

    6

    Gambar 2.2.12

    Penggambaran Tie Line dari Pencampuran Dua Fasa yang Berada

    Pada Garis KesetimbanganTitik-titik dimana terjadi kesetimbangan antara wujud satu fasa dengan dua

    fasa dari campuran ketiga komponen tersebut, apabila dihubungkan akan

    membentuk suatu diagram yang menunjukkan batas-batas antara daerah satu

    fasa dengan daerrrah dua fasa. Dua macam campuran pada titik

    kesetimbangan dapat dihubungkan menjadi tie line pabial keduanya

    dicampurkan menghasilkan campuran akhir yang berada pada daerah dua

    fasa. Sebagai contoh adalah gambar 2, campuran pada titik a dan titik b bila

    digabungkan memberikan hasil akhir pada titik M, dimana pada titik ini

    berlaku hukum lengan pengungkit.

    Garis-garis yang merupakan tie line lainnya dapat dibuat dengan

    menggeser sejajar dengan garis ab, sehingga memiliki titik persinggungan

    akhir dengan diagram kesetimbangan pada titik P, yang disebut plait point.

    Pada titik P tersebut dicapai kesetimbangan dari pelarut C, yakni jumlahnya

    yang terlarut baik pada pelarut A maupun B adalah sama. Namun perlu

    diingat banyak diagram tiga fasa campuran tiga komponen atau labih yang

    bentuknya tidaj seideal gambar 2 diatas.

    III. ALAT DAN BAHAN

    A. ALAT Labu bertutup 100 ml 5 buah Labu Erlenmeyer 3 buah

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    7/19

    7

    Buret 50 ml 3 buah Neraca Westphal 1 buah Termometer (10-100C) 1 buah Statif dan klem 1 buah Corong plastic 1 buah

    B. BAHAN Aseton 100 ml Aquadest 100 ml Kloroform 100 ml Asam asetat glasial 100 ml Etanol 100 ml

    III. PROSEDUR KERJA1. Di dalam erlemeyer yang bersih dan kering serta tertutup, dibuat

    lima macam cairan A dan C yang saling larut dengan komposisi

    sebagai berikut :

    Labu 1 2 3 4 5

    ml A 1 3 5 7 9

    ml C 9 7 5 3 1

    Semua pengukuran volume dilakukan dengan buret. Tiap labu

    kosong ditimbang terlebih dahulu. Kemudian ditambahkan

    cairan A dan ditimbang lagi, kemudian ditambahkan cairan C

    dan ditimbang sekali lagi. Dengan demikian massa cairan A dan

    C diketahui untuk setiap labu.

    2. Setiap campuran dititrasi dalam labu 1-5 zat B sampai tepattimbul kekeruhan dan dicatat jumlah volume zat B yang

    digunakan. Titrasi dilakukan dengan perlahan-lahan. Setiap labu

    ditimbang sekali lagi untuk menentukan massa cairan B dalam

    labu.

    3. Tahap 1 dan 2 diulang lagi dengan menggunakan cairan B dan Cdengan penambahan cairan A.

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    8/19

    8

    V. DATA PENGAMATAN

    A. Percobaan 1 ( Aquades sebagai titran )Data Erlenmeyer kosong +

    tutup (gram)

    Erlenmeyer +

    zat A (gram)

    Erlenmeyer + zat A + zat C

    (gram)

    I 124,36 131,20 135,35

    II 126,08 130,08 136,90

    III 155,82 163,12 168,02

    IV 132,85 143,31 146,15

    V 131,39 164,96 165,82

    Erlenmeyer + zat A + zat C + zat B

    Titrasi (mL) Massa (gram)

    3,35 138,62

    1,10 138,06

    0,20 168,10

    0,51 146,78

    1,75 167,45

    B. Percobaan 2 ( CCl4 sebagai titran )Data Erlenmeyer kosong

    + tutup (gram)

    Erlenmeyer + zat

    B (gram)

    Erlenmeyer + zat B + zat C

    (gram)

    I 124,36 125,96 135,02

    II 126,08 123,83 135,98

    III 155,82 165,21 165,48

    IV 132,85 135,74 142,71

    V 160,10 160,19 160,90

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    9/19

    9

    Erlenmeyer + zat B + zat C + zat A

    Titrasi (mL) Massa (gram)

    3,15 139,90

    1,60 138,26

    5,30 173,52

    1,75 145,45

    1,05 162,45

    Ket :

    Zat A = CCl4

    Zat B = Aquadest

    Zat C = Asam Asetat

    VI. PERHITUNGAN Diketahui :

    nA, MA, XA untuk CCl4

    nB, MB, XB untuk Aquadest

    nC, MC, XC untuk Asam Asetat

    Percobaan 1

    Untuk campuran A : C

    MA = ( massa Erlenmeyer + zat A ) ( massa Erlenmeyer kosong +tutup )

    = 131,20124,36

    = 6,84 gram

    MC = ( massa Erlenmeyer + zat A + zat C ) ( massa Erlenmeyer +zat C )

    = 135,35131,20

    = 4,15 gram

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    10/19

    10

    MB = ( massa setelah titrasi( massa Erlenmeyer + zat A + zat C )= 138,62135,35

    = 3,27 gram

    Dengan cara yang sama, diperoleh data sebagai berikut :

    Erlenmeyer Perbandingan

    A : C

    Massa A

    ( gram )

    Massa C

    ( gram )

    Massa B

    ( gram )

    1 1 : 9 6,84 4,15 3,27

    2 3 : 7 4,00 6,82 1,16

    3 5 : 5 7,30 4,90 0,02

    4 7 : 3 10,46 2,84 0,63

    5 9 : 1 33,57 0,86 1,60

    Mol untuk masing-masing cairan dalam campuran Erlenmeyer :

    Untuk Erlenmeyer 1 :Erlenmeyer Perbandingan

    A : C

    nA

    (mol )

    nB

    ( mol )

    nC

    ( mol )

    nA + nB + nC

    1 1 : 9 0,044 0,182 0,07 0,296

    2 3 : 7 0,023 0,064 0,114 0,201

    3 5 : 5 0,047 0,001 0,082 0,134 7 : 3 0,068 0,035 0,047 0,15

    5 9 : 1 0,218 0,048 0,014 0,28

    Fraksi mol di ErlenmeyerErlenmeyer Perbandingan

    A : C

    XA ( % ) XB ( % ) XC ( %)

    1 1 : 9 14,86 61,49 23,65

    2 3 : 7 11,44 31,84 56,71

    3 5 : 5 36,15 0,77 63,084 7 : 3 45,33 23,33 31,33

    5 9 : 1 77,85 17,14 5,00

    Percobaan 2

    Diketahui :nA, MA, XA untuk CCl4

    nB, MB, XB untuk Aquadest

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    11/19

    11

    nC, MC, XC untuk Asam Asetat

    Untuk campuran B : C

    MB = ( massa Erlenmeyer kosong + tutup + zat B )( massaErlenmeyer)= 125,96124,36

    = 1,60 gram

    MC = ( massa Erlenmeyer + zat B + zat C )( massa Erlenmeyer +zat B )

    = 135,02125,96

    = 9,06 gram

    MA = ( massa setelah titrasi)( massa Erlenmeyer + zat B + zat C )= 139,90135,02

    = 4,88 gram

    Dengan cara yang sama, diperoleh data sebagai berikut :

    Erlenmeyer Perbandingan

    B : C

    Massa B

    ( gram )

    Massa C

    ( gram )

    Massa A

    ( gram )

    1 1 : 9 1,60 9,06 4,88

    2 3 : 7 2,75 7,15 2,28

    3 5 : 5 9,39 0,27 8,04

    4 7 : 3 2,89 6,97 2,74

    5 9 : 1 0,09 0,71 1,55

    Mol untuk masing-masing cairan dalam campuran Erlenmeyer

    Erlenmeyer Perbandingan

    B : C

    nA

    (mol )

    nB( mol )

    nC

    ( mol )

    nA + nB + nC

    1 1 : 9 0,032 0,089 0,151 0,272

    2 3 : 7 0,015 0,153 0,119 0,287

    3 5 : 5 0,052 0,522 0,004 0,578

    4 7 : 3 0,018 0,160 0,116 0,294

    5 9 :1 0,010 0,005 0,012 0,162

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    12/19

    12

    Fraksi untuk masing-masing cairan dalam campuran erlenmeyer

    Erlenmeyer Perbandingan

    A : C

    XA ( % ) XB ( % ) XC ( %)

    1 1 : 9 11,76 32,72 55,512 3 : 7 5,23 53,31 41.46

    3 5 : 5 8,99 90,31 0,69

    4 7 : 3 6,12 54,42 39,46

    5 9 : 1 6,17 3,09 7,407

    VIII. PEMBAHASAN

    Percobaan ini bertujuan untuk membuat kurva kelarutan suatu cairan

    yang terdapat dalam campuran dua cairan tertentu. Prinsip dasar dari

    percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran dengan ekstraksi yang

    terdiri dari dua komponen cair yang saling larut dengan sempurna.

    Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut yang tidak larut

    dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat melarutkan salah satu

    komponen (solute) dalam campuran tersebut. Cairan yang digunakan dalam

    percobaan ini adalah air (aquadest)-CCl4-asam asetat. Metode titrasi ini

    dapat digunakan untuk memisahkan campuran yang terdiri dari dua cairan

    yang saling melarut sempurna yaitu air dan asam asetat dititrasi dengan zat

    yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu CCl4. Selain itu juga

    digunakan CCl4 dan asam asetat yang saling melarut yang kemudian

    dititrasi dengan zat yang tidak larut dengan campuran tersebut yaitu air

    aquadest. Praktikum kali ini juga bertujuan untuk mengetahui kelarutan zat

    dan berapa perbandingan pelarut yang harus ditambahkan sehingga dapat

    melarutkan suatu zat, sehingga didapatkan suatu perbandingan komponen

    yang mempunyai efisiensi yang besar, baik dari segi harga, banyaknya zat

    yang dibutuhkan ataupun dari segi sifatnya sendiri. percobaan mengenai

    diagram terner sistem zat cair tiga komponen dengan metode titrasi.

    Dari hasil perhitungan tersebut dapat dibuat diagram fasa sistem

    untuk masing-masing percobaan yang digambarkan dalam satu bidang datar

    berupa suatu segitiga sama sisi yang disebut diagram terner. Tiap sudut

    segitiga itu menggambarkan suatu komponen murni. Titik menyatakan

    campuran terner dengan komposisi x% mol A, y% mol B dan z% mol C.

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    13/19

    13

    Jumlah fasa dalam sistem zat cair tiga komponen bergantung pada daya

    saing larut antar zat cair tersebut. Berdasarkan percobaan pertama yang

    telah dilakukan terlihat bahwa semakin banyak asam asetat yang digunakan

    dan volume kloroform yang digunakan semakin banyak maka volume air

    yang digunakan semakin sedikit untuk memisahkan larutan tersebut.

    Sedangkan pada percobaan kedua bahwa semakin banyak asam asetat yang

    digunakan dan volume air yang diperlukan semakin banyak dan CCl 4 yang

    digunakan semakin sedikit. Larutan yang mengandung dua komponen yang

    saling larut sempurna akan membentuk daerah berfase tunggal, sedangkan

    untuk komponen yang tidak saling larut sempurna akan membentuk daerah

    fase dua. Semakin kecil perbandingan volume asam asetat maka

    konsentrasinya makin kecil.

    Tiga komponen berfasa cair yaitu CCl4, aquadest, dan asam asetat

    dicampurkan. CCl4 tidak larut di dalam air dan bersifat nonpolar. Oleh

    karena itu ditambahkan asam asetat yang berfungsi sebagai emulgator

    karena asam asetat mampu larut dlam air. Dari data yang didapatkan bahwa

    semakin banyak asam asetat yang ditambahkan pada larutan, maka semakin

    banyak air yang dibutuhkan untuk mencapai kelarutan. Asam asetat yang

    digunakan dapat menaikkan kelarutan CCL4 dalam air.

    IX. KESIMPULAN

    Berdasarkan percobaan praktikum yang telah dilakukan mengenai Diagram

    Terner Sistem Zat Cair Tiga Komponen diperoleh berbagai kesimpulan

    diantaranya :

    1.

    Pemuaian adalah bertambahnya ukuran suatu benda karenapengaruh perubahan suhu atau bertambahnya ukuran suatu benda

    karena menerima kalor.

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    14/19

    14

    DAFTAR PUSTAKA

    Foster, Bob. 2003. Terpadu Fisika SMU jilid 2a. Bandung: Erlangga.

    Kamajaya. 2007. Cerdas Belajar Fisika untuk Kelas XI Sekolah Menengah

    Atas/Madrasah Aliyah Program Ilmu Pengetahuan Alam. Bandung:

    Grafindo Media Utama.

    Kamajaya, k. 2007. Prestasi Fisika 3. Bandung: Ganeca Exact.

    Kanginan, Marthen. 1997. Seribu Pena Fisika 1. Erlangga: Jakarta.

    Kartiyasa, Nyoman. 1990. Fisika 1. Jakarta: Departemen Pendidikan dan

    Kebudayaan.

    Sears F.W.et.al. 1983. University Physics. New York: Addison Wesky

    Publishing Company

    Sears and Zemansky. 1986. Fisika Untuk Universitas 2. Bandung:

    Binacipta.

    Sutrisno. 1984. Fisika Dasar. Bandung: ITB.

    Tim Penyusun Fisika. 1996. Konsep-konsep Fisika SMU. Jakarta: Intan

    Pariwara.

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    15/19

    15

    Pada percobaan ini dilakukan percobaan mengenai diagram terner sistem zat

    cair tiga komponen dengan metode titrasi. Percobaan ini bertujuan untuk

    membuat kurva kelarutan suatu cairan yang terdapat dalam campuran dua

    cairan tertentu. Dimana dalam hal ini cairan yang dipergunakan sebagai

    cairan A adalah CHCl3, cairan B adalah Aquadest, dan cairan C adalah asam

    asetat. Prinsip dasar dari percobaan ini adalah pemisahan suatu campuran

    dengan ekstraksi yang terdiri dari dua komponen cair yang saling larut

    dengan sempurna. Pemisahan dapat dilakukan dengan menggunakan pelarut

    yang tidak larut dengan sempurna terhadap campuran, tetapi dapat

    melarutkan salah satu komponen (solute) dalam campuran tersebut. Cairan

    yang digunakan dalam percobaan ini adalah air (aquadest), kloroform

    (CHCl3), dan asam asetat. Metode titrasi ini digunakan CHCl3 dan asam

    asetat yang saling melarut yang kemudian dititrasi dengan zat yang tidak

    larut dengan campuran tersebut yaitu air aquadest.

    Pada percobaan pertama, cairan A dan C dicampur dengan variasi

    perbandingan volume, yaitu: 2:18 ; 4:16 ; 6:14 ; 8:12 ; 10:10 ; 12:8 ; 14:6 ;

    dan 16:4 ml. Dari percobaan, cairan A dan C mampu melarut dengan baik.

    Hasil tersebut diperoleh karena antara CHCl3 dengan asam asetat dapat

    saling berikatan. Dimana, CHCl3 dapat berikatan di sekitar gugus metil dari

    CH3COOH yang bersifat non-polar pada gugus CH3-nya.

    Ketika titrasi dengan aquades dilakukan, terjadi pemisahan diantara

    campuran CHCl3 dengan asam asetat, hal ini dikarenakan asam asetat

    membentuk ikatan hidrogen yang lebih kuat dengan molekul air pada bagian

    OH dari gugusCOOH asam asetatnya. Oleh karena itu, asam asetat yang

    awalnya berikatan dengan CHCl3 akan terpisahkan dan berikatan dengan air.Hal ini disebabkan karena sifat CHCl3 yang tidak melarut dengan air

    sehingga CHCl3 yang mulanya berikatan dengan CH3COOH akan terlepas

    dan terpisah membentuk 2 larutan terner terkonjugasi yang ditandai dengan

    terbentuknya larutan yang keruh. Karena kemampuannya yang dapat

    melarut dengan air dan juga CHCl3, maka Asam Asetat Glasial

    (CH3COOH) dikenal sebagai pelarut yang bersifat semi-polar. Ketika

    campuran asam asetat dan CHCl3 dititrasi dengan aquades, volume titran I=

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    16/19

    16

    20 ml ; volume titran II= 9,6 ml ; volume titran III= 6,2 ml ; volume titran

    IV= 4,0 ml ; volume titran V= 2,1 ml ; volume titran VI = 0,9 ml ; volume

    titran VII = 0,4 ml dan volume titran VIII = 0,1 ml ditemukan keadaan

    campuran dalam keadaan keruh.

    Dari hasil perhitungan berdasarkan data-data yang telah diperoleh, maka XA

    (% kloroform) pada perbandingan campuran 2:18 = 7,07 %. Untuk

    perbandingan campuran 4:16 = 18,32%. Untuk perbandingan 6:14 =

    29,82%. Untuk perbandingan 8:12 = 41,63%. Untuk perbandingan 10:10 =

    54,01%. Untuk perbandingan 12:8 = 65,63%. Untuk perbandingan 14:6 =

    75,56%. Dan untuk perbandingan 16:4 = 84,63%. Hal ini menunjukkan

    semakin besar komponen A di dalam campuran, XA-nya makin naik.

    Untuk XC (% asam asetat glacial) pada campuran dengan perbandingan

    2:18 = 45,15%. Untuk perbandingan campuran 4:16 = 51,98%. Untuk

    perbandingan 6:14 = 49,36%. Untuk perbandingan 8:12 = 44,30%. Untuk

    perbandingan 10:10 = 38,32%. Untuk perbandingan 12:8 = 31,04%. Untuk

    perbandingan 14:6 = 22,98%. Dan untuk perbandingan 16:4 = 15,01%.

    Sedangkan untuk XB (% aquadest) pada campuran dengan perbandingan

    2:18 = 47,78%. Untuk perbandingan campuran 4:16 = 29,70%. Untuk

    perbandingan 6:14 = 20,82%. Untuk perbandingan 8:12 = 14,06%. Untuk

    perbandingan 10:10 = 7,66%. Untuk perbandingan 12:8 = 3,33%. Untuk

    perbandingan 14:6 = 1,46%. Dan untuk perbandingan 16:4 = 0,36%.

    Dari hasil percobaan tersebut dapat dilihat bahwa konsentrasi cairan C

    (Asam Asetat) ternyata justru sebanding dengan naik-turunnya konsentrasi

    cairan yang dipakai sebagai titran pada titrasi campuran. Pada percobaan

    pertama, besarnya fraksi mol asam asetat sebanding dengan penurunanfraksi mol aquades. Hal ini dapat terjadi disebabkan oleh keunikan asam

    asetat yang memiliki sifat semi-polar, dimana dapat melarutkan CHCl3

    dengan baik, begitu juga halnya dalam melarut dengan air (aquades). Untuk

    cairan-cairan yang saling melarutkan, konsentrasinya akan saling

    berkebalikan karena larutan tersebut akan membentuk daerah berfase

    tunggal. Sedangkan cairan yang tidak melarut (larut sebagian) akan

    membentuk daerah berfase 2. Untuk membuktikannya lebih lanjut, maka

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    17/19

    17

    akan digambarkan diagram terner-nya agar tampak lebih jelas titik kritisnya

    ketika titrasi dilarutkan sehingga terlihat batas kelarutan dari masing-masing

    komponen campuran tersebut. Ketika cairan yang melarut berubah menjadi

    tidak larut (kurang melarut), maka akan membentuk dua fase (daerah yang

    berarsir), sedangkan komponen-komponen yang saling melarut akan berada

    pada luar daerah yang berarsir.

    Garis yang menghubungkan titik-titik yang menggambarkan kadar dari

    setiap zat yang terlibat adalah titik dimana terjadi pencampuran sempurna

    antara ketiga zat yang terlibat dalam pencampuran ini.

    Kemudian masing-masing kedua lapisan tersebut dipisahkan untuk menguji

    ada atau tidaknya asam asetat glasial. Kemudian dititrasi dengan

    menggunakan NaOH 10 M. Untuk mencapai titik akhir titrasi, NaOH yang

    dibutuhkan pada lapisan atas (aquades + asam asetat glasial) adalah 2 ml

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    18/19

    18

    dan lapisan bawah (kloroform) 6,9 ml. Perubahan warna menjadi merah

    muda pada titrasi lapisan atas menandakan bahwa campuran telah netral

    atau pH = 7 sebagai hasil campuran dari asam atau basa. Sedangkan

    perubahan warna pada titrasi lapisan bawah menunjukkan tidak adanya

    asam asetat glasial dalam larutan tersebut.

    Setelah dilakukan perhitungan diketahui total mol NaOH yang dibutuhkan

    untuk mencapai titik akhir titrasi adalah 0.020 mol dan mol asam asetat

    glasial sampel adalah 0.035 mol. Percobaan pemeriksaan data dikatakan

    benar bila mol NaOH yang dibutuhkan untuk titrasi sama dengan mol asam

    asetat glasial sampel. Sedangkan pada percobaan yang kami lakukan ada

    selisih sebesar 0,015 mol, hal itu terjadi dimungkinkan karena kesalahan

    pengamatan kekeruhan pada saat titrasi campuran asam asetat glasial +

    kloroform oleh aquades.

    III. KESIMPULAN

    1. Semakin banyak asam asetat glasial yang dicampurkan dengan kloroform

    maka semakin banyak pula aquadest yang dibutuhkan untuk mencapai titik

    akhir titrasi. Jadi asam asetat glasial dapat menaikan kelarutan kloroform

    dalam air

    2. Pencampuran zat akan homogen atau saling melarutkan apabila

    komposisinya sesuai perbandingan (dapat dilihat pada diagram terner), dan

    apabila komposisi salah satunya melebihi maka akan terjadi pencampuran

    heterogen

    3. Pencampuran homogen yaitu pada as.asetat glacial-kloroform, sedangkanpencampuran heterogen yaitu pada kloroform-air.

    4. Kelarutan dari zat yang terlibat dalam pencampuran ini dapat kita naikan

    atau diturunkan dengan cara melihat perbandingannya dari diagram terner.

    5. Total mol NaOH yang dibutuhkan untuk mendapatkan titrasi yang

    maksimum adalah 0,089 mol dan mol asam asetat glasial adalah 0,035 mol

    6. Tie line yang didapatkan mempunyai % b/b masing-masing yaitu

    % b/b kloroform = 84.63 %

  • 8/2/2019 Kimfis Adam Levine

    19/19

    19

    % b/b asam asetat glasial = 15.01 %

    % b/b air = 0.36 %

    DAFTAR PUSTAKA

    A.W. Francis, Liquid-Liquid Equilibriums, Interscience Publisher, New

    York, 1963

    Daniel et al., Experimental Physical Chemistry, ed VII, 1970, hal. 128-

    131

    G.W. Caastellan, Physical Chemistry, Ed. I, 1971, hal. 247-350