kihadjardewantara peloporpendidikan nasional

18
Ki Hadja, DewantlJlll, Palopor Pandidikan Nasiona' KI HADJAR DEWANTARA PELOPOR PENDIDIKAN NASIONAL Oleh : Made Suastika, Nym. Kutha Ratna, dan Ketut Ardhana*) ABSTRACT As a national hero, Ki Hajar Dewantara has contributed to many fields such as culture, education, the state system, politics, and art. The changes he has made on his name from Raden Mas Suwardi Suryaningrat into Suwardi Suryaningrat and finally into Ki Hajar Dewantara shows how greatly he has sacrificed in his struggle for his country's independence and development. Particularly in the educational field, through Taman Siswa, Ki Hajar Dewantara has given very great contributions to the development ofIndonesian human resources. He has implanted as an investment the basic characteristics of modem education that he has unearthed from the treasury of his country's tradi- .tions in combination with methods and theories originating. abroad. The conceptions made through Taman Siswa are of great use in anticipating the country's mental degradation and national disintegration. Key Words: Taman Siswa, national education, colonial edu- cation, national consciousness, deconstruction. *) Penulis adalah dosen FS Universitas Udayana Denpasar 377

Upload: others

Post on 15-Nov-2021

0 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

Ki Hadja, DewantlJlll, Palopor Pandidikan Nasiona'

KI HADJAR DEWANTARAPELOPOR PENDIDIKAN NASIONAL

Oleh : Made Suastika, Nym. Kutha Ratna, dan Ketut Ardhana*)

ABSTRACT

As a national hero, Ki Hajar Dewantara has contributedto many fields such as culture, education, the state system,politics, and art. The changes he has made on his name fromRaden Mas Suwardi Suryaningrat into Suwardi Suryaningrat andfinally into Ki Hajar Dewantara shows how greatly he hassacrificed in his struggle for his country's independence anddevelopment.

Particularly in the educational field, through Taman Siswa,Ki Hajar Dewantara has given very great contributions to thedevelopment ofIndonesian human resources. He has implantedas an investment the basic characteristics of modem educationthat he has unearthed from the treasury of his country's tradi­

.tions in combination with methods and theories originating.abroad. The conceptions made through Taman Siswa are ofgreatuse in anticipating the country's mental degradation and nationaldisintegration.

Key Words: Taman Siswa, national education, colonial edu­cation, national consciousness, deconstruction.

*) Penulis adalah dosen FS Universitas Udayana Denpasar

377

Page 2: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

CoIuI...,. P'ndldlkln, No""",2oo2, Tl1. XXI, NO.3

PENDAHULUAN

Pembicaraan mengenai Ki Hadjar Dewantara sudah banyak.Aktivitasnya sebagai politikus, negarawan, budayawan, dan

pedagog di satu pihak, dan jasa-jasanya sebagai pendiri perguruannasional Taman Siswa di pihak yang lain, menyebabkan tokoh inidianggap sebagai salah seorang pahlawan nasional. Meskipun demikian,untuk menggali kembali kompetensi tradisi, solidaritas primordial, dankhazanah masa lampau pada wnunmya, dalam rangka mengantisipasidisintegrasi bangsa, masih sangat banyak masalah yang perludiungkapkan. Analisis yang dilakukan sekarang ini mencoba menjawabpermasalahan sebagai akibat polarisasi kedua:aspeknya, yaitu Ki HadjarDewantara sebagai manusia Jawa dan Taman Siswa sebagai lembagapendidikan swasta dalam kaitannya dengan perkembangan pendidikanmodem.

Kajian ini merupakan bagian dari sebuah penelitian yang dilakukand31am rangka menopang teriaksananya Program Dokor (S3) KajianBudaya, Faknltas Sastra, Universitas Udayana. Data diperoleh melaluipenelitian pustaka yang kemudian dianalisis dengan menggunakanmetode kualitati£

KI HADJAR DEWANTARA MENDEKONSTRUKSI RADENMAS SUWARDI SURYANINGRAT

Secara historis pragmatis kebudayaan nasional lahir bersamaandengan bahasa nasional, pada hari Kebangkitan Nasional, tanggal 20Mei 1908. Meskipun demikian, dengan adanya depresi pemerintahkolonial, bentuk-berituk yang berkaitan dengan nasionalisme terbatashanya sebagai semangat. Isu-isu tersebut secara aklamasi diakui padasaat dicetuskannya Swnpah Pemuda, tanggal 28 Oktober 1928, dansecara yuridis fonnal dicantumkan dalam Undang-undang Dasar 1945.

Masalah-masalah mengenai kebudayaan nasional kembali

378

Page 3: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

KJ HBdjar Dewantlllll, Pelopor Pendidiluln Nasional

menonjol justru dalam era reformasi. Bangkitnya kebebasan di segalabidang tidak dimanfaatkan untuk mendorong kemajuan bangsa. secarakeseluruhan, tetapi justru membawa bangsa ini ke dalam perpecahan,sebagai disintegrasi. Dalam hubungan inilah diperlukan persamaanpandangan, pembaharuan semangat, dalam bentuk kebudayaannasional. Salah satu cara untuk mencapainya adalah dengan memahamikembali eksistensi pendidikan nasional, dalam hubungan ini perguruanTaman Siswa.

Sebagai bagian integral kebudayaan nasional, pendidikan nasionalmesti dipahami dalam kaitannya dengan semangat kebangsaan, denganmekanisme sistem sosiokultural secara keseluruhan. Dua indikator yangperlu dipertimbangkan, yaitu (1) sulitnya memperoleh pendidikansebagai akibat kebijakan pemerintah penjajahan, dan (2) semangat parapemuda untuk memajukan bangsa sebagai akibat kemajuan zaman,khususnya sebagai manifestasi pengalaman-pengalaman yang diperolehdi luar negeri.

Siklus kehidupan Dewantara sejak masa kanak-kanak hinggadewasa menunjukkan dengan jelas personalitas tokoh dalam kaitannyadengan cita-cita kemerdekaan, khususnya dalam mengantisipasiterbentuknya kebudayaan dan pendidikan nasional. Di satu pihak,sebagai elite birokrasi, Dewantara justru lebih banyak berjuang untukkepentingan masyarakat kelas menengah bawah, di pihak yang lain,sebagai elite politik dan intelektual beliau berjuang untuk kepentinganmasyarakat Indonesia secara keseluruhan.

Pergantian nama dari Raden Mas Suwardi Suryaningrat menjadiSuwardi Suryailingrat, dan kemudian berubah menjadi Ki HadjarDewantara jelas mengalami proses yang panjang. Diduga ada tigaindikator yang berperanan dalam pengambilan keputusan ml'mgenaiperubahan nama tersebut. Perlama, indikatorpersonal, yang dipicu olehobsesi-obsesi Suwardi Suryaningrat sendiri yang ingin menyamakandiri dengan masyarakat biasa. Kedua, indikator keluarga, yang dipicu

379

Page 4: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

c.kI1I.." Ptndldlbn, No_2002, Th. XXI, No.3

oleh konflik kepentingan dan perel;lUtan kekuasaan. Ketiga, indikatoryang bersifat kebangsaan, yang dipieu oleh kondisi masyarakat seearakeseluruhan dalam rangka mendekonstruksi narasi-narasi feodal danaristokrat (Douwes Dekker dalam Bambang Sokawati Dewantara, 1989:34-35). Sulit untuk menentukan indikator mana yang dominan sebabketiganya bersifat saling melengkapi. Meskipun demikian, dapat didugabahwa indikator yang kedua, yaitu perpeeahan dalam keluarga SuwardiSuryaningrat merupakan sebab pokok, yang kemudian ditopang olehkedua indikator yang lain (wawaneara tanggal4 April 2002).

Suwardi Suryaningrat sendiri mungkin tidak pemah memikirkanseeara mendetail nama barn sebagai pengganti namanya yang asli. Halini dapat dibuktikan, pertama, sebagai seorang intelektual yang sangatbanyak menulis, Dewantara belum pemah menulis secara agak lengkapmengenai pergantian nama tersebut, terrnasuk dalam pemyataan resmiyang dikemukakan tanggal3 Februari 1928, yaitu pada ulang tahunnyayang ke-40. Kedua, nama Ki Ajar (Ki Hadjar) itu sendiri seearaspontanitas diberikan oleh Raden Mas Sutatmo Suryokusumo,sepupunya, dalam suatu diskusi Selasa Kliwon. Menurut BambangSokawati Dev:antara (1989: 19-33), ketika keeil, sebagai namaparaban, Suwardi Suryaningrat disebut Si Jemblung karena badarmyakurus dan perutnya buncit. Nama tersebut kemudian disempumakanmenjadi Jemblung Joyo Trunogati, Jemblung yang diharapkan akanmemahami banyak ilmu. Ketika berada di negeri Belanda, karenakesalahan lafal, Suwardi Suryaningrat pemah dipanggil dengan namaMeneer Surynamegat. . ..

Sejarah telah mencatat nama Ki Hadjar Dewantara sebagai salahseorang tokoh dalam dunia pendidikan nasional, bukan Raden MasSuwardi Suryaningrat. Dewantara melepaskan atribut elite priyayibirokrasi sekaligus mendekonstruksi berbagai kekuasaan yang hanyaberpusat di istana menuju ke pusat-pusat yang lain, menyediakan maknabagi pluralisme budaya. Seeara etimologis, Ki Ajar (Ki Hadjar)

380

Page 5: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

/(jHadj8r Dewan1818, Pelopor Pendid,kan Nasional

mengacu pada pengertian ahli mendidik, ~edangkan Dewantaramengacu pada fungsi-fungsi mediator para Dewa (Tsuchiya, 1987: 64).Sebagai tokoh peIjuangan nasional, Dewantara pada dasarnya jugamemediasi trilogi bimgsawan, ulama, dan masyarakat pada umumnya.

Secara mitologis pergeseran nama tersebut menandai perubahandari satrio pinandito (ksatria yang beIjiwa pendeta) ke pandito sinatrio(pendeta atau guru yang juga bersedia mengangkat senjata untukmembela nusa dan bangsanya) (Tauchid, 1968: 19). Apa pun alasannya,pergantian nama merupakan masalah subjektif, dalam hal inimenyangkut masalah-masalah pribadi Dewantara. Tetapi dalamkaitannya dengan peranan Taman Siswa terhadap perkembangankebudayaan dan kebudayaan Indonesia, pergantian nama tersebutmemiliki implikasi yang sangat penting. Sebagai tokoh, apabila inginmenyatukan diri dengan masyarakat, maka sikap pertama yangdilakukan adalah menyamakan, menyetarakan diri kepadanya. Sebagailangkah awal dalam usaha untuk memajukan masyarakatnya, salah satucara yang ditempuh oleh Suwardi Suryaningrat adalah menggantinamanya.

PENDIDIKAN NASIONAL TAMAN SISWA

Berbagai obsesi yang berkaitan dengan pendidikan dan pengajaran,khususnya yang teIjadi dalam kehidupan masyarakat yang teIjajahtimbul sebagai akibat segregasi sosial yang terlalu keras. Bangsa Baratmemandang bangsa-bangsa Timur sebagai bangsa yang memilikitingkat hidup yang lebih rendah. Mitos kulit putih dan kulit berwarnamenjiwai pola-pola perilakumasyarakat Barat terhadap masyarakatTimur, baik dalam pergaulan sehari-hari maupun dalam hubunganformal antarIembaga. Sebagai akibatnya, timbullah kesadaranpsikologis untuk mempertahankan diri, yaitu dengan cara terlibat aktifdalam dunia pendidikan.

381

Page 6: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

,. , .. i!i~~'p"'did/kln,IIO"'mber 2002; Th. XXI, No.3

. ,; ':Pendidikan dan pengajaran, khususnya bagi negara-negara yang.... teijajah,dianggap sebagai kebutuhan pokok untuk membebaskan diri

dari kekuasaan kolonialisme. Tugas ini jelas merupakan tugas yangsangatberat, dengan alasan (1) telah terjadinya involusi mentalitasdalam diri bangsa Indonesia sebagai akibat penjajahan yangberkepanjangan, (2) kuantitas, heterogenitas, dan penyebaran populasiyang mesti diberikan pendidikan, (3) kesulitan dalam melaksanakanprogram pendidikan sebagai akibat kondisi-kondisi geografis, etnis,dan keragaman adat kebiasaan, (4) keterbatasan fasilitas dalam berbagaiaspeknya, terutama sarana-sarana sosial ekonomis, dan (5) adanyatekanan-tekanan pihak pemerintah kolonial. Empat alasan pertamamerupakan faktor- faktor intemal, sedangkan alasan yang terakhir

. termasuk faktor ekstemal, yang dengan sendirinya secara resmi telahteratasi tanggal 17 Agustus 1945.

a.· Timbulnya Kesadaran Nasional

Perhatian terhadap aspek-aspek pendidikan dan pengajaranyang tampak jelas antara akhir abad ke-19 dan awal abad ke-20,akhimya memberikan hasil positif, khususnya pada periode 1920-anhingga 1930-an. Kemajuan aspek-aspek edukatiftersebut menunjuk­kan hasil-hasilnya paling sedikit melalui.lima.bidang, yakni(1) semangat nasionalisme yang tampak melalui gerakan-gerakannasional, (2) semangat untuk menyamakan diri dengan bangsa­bangsa lain yang ditunjukkan melalui kerja sama luar negeri,(3) semangat untuk membangun suatu kebudayaan baru y.ingditunjukkan melalui usaha-usaha untuk mengadopsi unsur-unsurkebudayaan asing yang sesuai dengan jiwa kebudayaan asli,(4) semangat untuk memiliki bahasa nasional dengan cara mengadopsibahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia, dan (5) semangat kreativitasyang ditunjukkan melalui kegiatan mencipta, khususnya dalam karya

. .sem.

382

Page 7: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

KJ H8djer De...nte,.. Pe/opof Pendldikon NIJSioneI

Sebagai bagian integral kesadaran nasional, kesadaran terhadapperkembangan pendidikan dan pengajaran tidak terbatas di kota-kotabesar, tetapi telah meluas hingga ke wilayah-wilayah yang terpencil.Dalam hubungan inilah tampak kembali peranan kebudayaan asli,sebagai cultural heritage, yaitu pendidikan dengan sistempaguron dansistem pondok yang telah ada sejak zaman dahulu. Secara etimologis,menurut Dewantara (Majelis Luhur Taman Siswa, Vol. IA, 1962: 56­59) sistempaguron mengacu pada tempat tinggal guru, atau pusat studiitu sendiri. Sekolah adalah rurnah guru, mood itu sendiri datang kerurnah guru untuk belajar. Berbeda dengan sekolah-sekolah modernyang didatangi oleh mood padajam-jam.tertentu, sistempaguron yangdilakukan dalam Taman Siswa selalu dipenuhi oleh siswa, sejak pagihingga malam. Mata pelajaran yang diperoleh dalam sistempagurontidak terbatas dalam matapelajaran yang umum saja, tetapijugameliputiberbagai keterampilan, seperti: kesenian, olah raga, dan dan budi pekerti.

Berbeda dengan sistem pendidikan kolonial, pendidikan danpengajaran nasional, khususnya Taman Siswa, sejak semula telahdikemas atas dasar kebutuhan-kebutuhan yang sejajar denganmasyarakat Indonesia. Artinya, Taman Siswa tidal:: dimaksudkan untukmendidik golongan tertentu, tetapi masyarakat Indonesia secarakeseluruhan. Tujuan pokok yang hendak dicapai adalah terlaksananyapendidikan dan pengajaran secara merata, sekaligus menanamkan nilai­nilai persatuan di atas perbedaan (bhinnelea tunggal ilea).

Salah satu alasan mengapa Taman Siswa didirikan adalah kenyataanbahwa pemerintah kolonial sangat kikir dan sama sekali mengabaikanbidang pendidikan. Pelaksanaan Politik Etis (1901) ternyatajuga bersifatelitis, hanya dinikmati oleh golongan tertentu, yang disesuaikan dengankebutuhan pemerintah kolonial (Nasution, 1995: 15-35). Sesuaidengan sifat penjajah, pemerintah koloniallebih banyak mencurahkanperhatiannya pada masalah-masalah ekonomi politik, masalah-masalahyang memberikankeuntungan ternadap pemerintah Belanda itu sendiri.

383

Page 8: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

C.krlwall P.ndidlk.n, November 2002, Th, XXI, No.3

Karena itulah, Dewantara mengalihkan perhatiannya pada pendidikannasional, dengan maksud agar dapat membantu keterbelakanganmasyarakat. Pendidikan dengan sendirinya bukan semata-mata untukmemperoleh kualitas intelektualitas, tetapi· yang lebih penting untukmembangkitkan kesadaran nasional.

b. Konsep dan Gagasan Ki Hadjar Dewantara

Konsep dan gagasan merupakan buah-buah pikiran yang terpentingdalam kaitannya dengan sistem dan model pendidikan modem. Sejakberdirinya Taman Siswa. tahun 1922, bahkan sebelumnya, Dewantaratelah memfonnulasikan pikiran-pikirannya yang berkaitan dengansistem pendidikan modem. Berbeda dengan sistem pendidikan kolomalyang didasarkan atas pendidikan Barat dan dengan sendirinya bertujuanuntuk menopang pemerintah kolonial, sistem pendidikan yangdikembangkan oleh Dewantara didasarkan atas keselmbangan yangdinamis. sebagai akulturasi antara metode dan sistem pendidikan yangdikembangkan oleh tokoh-tokoh asing dengan sistem yang digali rnelauimasyarakat Indonesia.

Di satu pihak, melalui perkenalannya dengan tokoh-tokoh asingDewantara rnengadopsi konsep-konsep yang dikernbangkan olehTagore, Montessori. dan Frobel, di pihak yang lain, sistern pagurondigali melalui interaksi fonnal masyarakat lama yang telah tetjadisejak berabad-abad yang lalu. Sistem pondok tersebut dianggaptepat sebab rnernpertimbangkan keterlibatan seluruh kornponenpendukungnya, seperti: murid dan guru, rurnah dan rnasyarakat,dan berbagai keterarnpilan yang menyertainya. Tujuan utarnapendidikan bukanlah kualitas intelektualitas semata-mata, rnelainkankeseirnbangan yang dinamis dan proporsional antara keduanya,yaitu antara pendidikan dan pengajaran, antara ernosionalitasdan intelektualitas, antara kebutuhan-kebutuhan jasrnani danrohani.

384

Page 9: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

KJ Had/If Dewantelll, Pe/oporPendidik"" Nesiooel

Sebagai elite intelektual modem, dengllJ1 pengalaman yang eukuplama di negeri Belanda, Dewantara mengenal dengan jelas sistempendidikan Barat. Meskipun demikian, setelah kembali ke Indonesia,Dewantara tidak inengembangkan sistem pendidikan tersebut di Indo­nesia, tetapi justru menggali gagasan-gagasan yang asli, yang dengansendirinya sesuai dengan masyarakat Indonesia. Dewantara memanfaat­kan pengalamannya sebagai relasi oposisi sehingga lebih mematangkankonsep-kosep asli yang berhasi! digalinya. Kenyataan menunjukkanbahwa konsep-konsep tersebut masih relevan sampai sekarang.

Tut wuri handayani dianggap sebagai semboyan, moto, bahkanjiwa dan roh dalam mengembangkan pendidikan modem. Berbedadengan pendidikan Barat, yang seolah-olah memaksa agar anak didikmemiliki kadar intelektualitas yang tinggi, Taman Siswa mendidikdengan eara membimbing dan mengarahkan dari belakang, sambi!memberikan petunjuk-petunjuk yang sesuai dengan kemampuannya.Dengan eara tersebut maka anak didik akan berkembang sesuai denganbakat dan lingkungannya, dalam konstruksi konvergensi. Mendidikdengan eara mengarahkan dari belakangje1as lebih tepat dalam kaitannyadengan usaha-usaha untuk menggali bakat-bakat yang terpendam sebabdilakukan seeara alamiah, menurut kondisi-kondisi internal anak didik.

Trikon, yang diringkas melalui konsep kontinuitas, konvergensi,dan konsentrisitas, juga merupakan konsep penting, dipertimbangkansebagai konsep yang relevan dalam pendidikan modem (Majelis LuhurTaman Siswa, Vol. IA, 1962: 206) DalaIlJ. rangka meneiptakankebudayaan barn, dalam kaitannya dengan polarisasi antara kebudayaanlama dan barn, maka akan timbul tiga kemungkinan, yaitu (1) timbulnyagejala-gejala yang barn, (2) berubalmya aspek-aspek kebudayaan yanglama, dan (3) kekalnya untuk sementara aspek-aspek kebudayaan yanglama. Karena itu, kebudayaan yang barn adalah lanjutan kebudayaansendiri (kontinuitas), dalam rangka menuju kebudayaan dunia(konvergensi), tetapi tetap memi!iki sifat kepribadian (konsentrisitas).

385

Page 10: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

C.MoWIla P,ndldlkan, November 200Z Th. XXI, NO.3

Sebagai elite intelektual ya.ng sangat kuat dipengaruhi olehkebudayaan Jawa, terrnasuk kebudayaan keraton, Dewantara banyaksekali memanfaatkan konsep yang berkaitan dengan tradisi. Sesuaidengan tujuannya, seperti disebutkan di atas, Dewantara bermaksudunuk mengarahkan pendidikan dan pengajaran demi terwujudnyabangsa Indonesia yang memiliki kepribadian sendiri. Hal ini jugadimaksudkan untuk mengantisipasi keberagaman suku, ras, dan agama,sehingga dapat diperoleh suatu persamaan dari perbedaan-perbedaanyang ada. Dalam hubungan ini ternyata bahwa Dewantara bukan sajatokoh intelektual, tetapijuga politik, pendidik, dan budayawan, bahkansebagai negarawan.

c. Pendidikan dan Pengajaran nntuk Kaum Wanita

Sebagai tokoh pendidikan nasional, Dewantara sangat memperhati­kan pendidikan dan pengajaran kaum wanita. Sejak awal berdirinyaTaman Sisv/a telah mensyaratkan agar kaum wanita diberikan perhatiankhusus sesuai dengan kemampuannya. Sebagai bangsa yang besar, baikdari segi jumlah penduduk secarakeseluruhan maupun keragaman adat­istiadat dan kebudayaannya, kaum wanita jelas memegang penman yangmenentukan. Benar, bahwa pada awalnya, sebelum masuknya unsur­unsur kebudayaan asing, kaum wanita dianggap sebagai.memiliki posisisekunder dalam masyarakat, tetapi kenyataan menunjukkanbahwa sejakawal abad ke-20,telah teIjadi pergeseran secara signifikan terhadapposisi kaum wanita. Taman Siswa telah memicu kesadaran kaum w~ta

tersebut

Dengan panjang lebar Dewantara (Majelis Luhur Taman Siswa,Vol. II A, 1967: 236-261) menjelaskan ciri-ciri kaum wanita, baikjasmani maupun rohaninya. Secara historis, sejak kehadiran Adam danHawa, wanita adalah relasi oposisi, antagonis, sekaligus kawan yangsetia kaum pria. Semata-mata karena kondisi fisik yang diterimanyasecara alamiahlah' yang menyebabkan kaum wanita secara terus-

"

386

Page 11: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

KJ HlJdjar Dewant..... PeIopor Pendidikln Nasionlli

menerus tersubordinasikan terhadap lawanje)lisnya. Dalarn masyarakatpatriarkhat, wanita dikondisikan secara kultur, dianggap sebagaikelompok marginal terhadap pria yang menduduki posisi sentral. Dalarnmasyarakat modem pun kondisi-kondisi disharrnoni tersebut belurnbisa dikualifIkasikan secara proporsional. Bidang politik, ekonomi,dan bidang-bidang kemasyarakatan lainnya tetap didominasi oleh kaurnpria. Hegemoni kaurn pria bertarnbah kuat dengan berkembangnyateknologi infonnasi, dan justru ditopang oleh kondisi-kondisi kaurnwanita yang temyata kemudian sering gagal untuk mempeIjuangkanhak-haknya.

Dikaitkan dengan dunia pendidikan, menurut Dewantara, wanitasemestinya diberikan tugas yang lebih banyak. Wanitalah yangmengandung dan melahirkan bayi, dan dengan sendirinya wanitapulalah yang memberikan pendidikan awal terhadap anak-anak. Sejaklahir hingga usia prasekolah, pendidikan juga dipegang oleh kaurnwanita. Karena itu, menurut Dewantara, guru-guru, khususnya padatingkat sekolah dasarpada dasarnya lebih tepat apabila ditugaskan padakaurn wanita, Dikaitkan dengan emosi-ernosi yang dimilikinya, wanitatemyata memiliki sifat-sifat yang lebih sabar, lebih saYang, lebih etisdan estetis apabila dibandingkan dengan kaurn pria.

Pengaruh kewanitaan dengan sendirinya juga tarnpak di rurnahtangga. Ketenangan, kerapian, kesejukan, dan kelestarian rurnah tangga,terrnasuk keharrnonisan antarhubungan anggota rurnah tangga padadasarnya dikondisikan oleh seberapa jauh peranan kaum wanita didalarnnya. Secara fIsik wanita memang lemah tetapi secara psikologismempunyai pengaruh besar terhadap lingkungan sosial. Melaluikehalusan dan kerarnahtarnahan budi pekertinya, wanita dianggapsebagai contoh dan teladan, yang dengan sendirinya akan merupakanmotivasi positif terhadap kaurn pria.

Doktrin mengenai kesadaran kaurn wanita, emansipasi dalarnpengertian yang lebih modem, akar-akarnya sudah terkandung dalarn

387

Page 12: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

Cllctlwt/. Pendldlk.n, November 2002, Tlt XXI, No, 3

surat-surat Kartini. Doktrin tersebut, di sarnping memiliki tujuan pokokdalarn memperjuangkan hak-hak kaum wanita, juga menunjukkankecenderungan-kecenderungan sosial yang erat berkaitan dengankepribadian bangsa, di antaranya: I) kesadaran bagi makhluk yang lebihkuat untuk melindungi makhluk yang lebih lemah, 2) kesadaran bekeIjasarna untuk mencapai tujuan yang sarna, 3) kesadaran untuk menghapus­kan perbedaan status sosial, 4) kesadaran untuk mengurangi kepenting­an-kepentingan individual, dan 5) kesadaran untuk memajukan bangsadalarn segala bidang. Emasipasi pada gilirannya lebih dari sekedarmempeIjuangkan persarnaan hak. Emansipasi dapat dilakukan hanyamelalui kesadaran oponen untuk melepaskan dominasi, distorsi, otoritas,dan berbagai sistem simbol yang pada dasamya berfungsi untukmensubordinasikan kaum wanita.

d. Pendidikan Nasional: Menggali Kepribadian melalui Metode­metode Baru

Secara historis Tarnan Siswa didirikan untuk mengantisipasi ke­tidakpuasan terhadap sistem, model, dan politik pendidikan pemerintahjajahan. Pendidikan dan pengajaran Belanda dianggap sebagai memilikidua kelemahan pokok, yaitu(l) terlalu menekankan intelektualitas,dan (2) fungsi dan tujuannya semata-mata demi kepentingan penjajahBelanda. Atas dasar kedua aspek negatif tersebutlah kelompok eliteintelektual Indonesia, khususnya Dewantara, menyelenggarakanpendidikan sekolah swasta.

Pendidikan nasional didirikan untuk menghasilkan sumber dayamanusia yang bermanfaat untuk memajukan bangsa Indonesia.Lembaga, guru-guru pengajar, dan para muriel, sejak semula telahdisesuaikan dengan situasi dan kondisi setempat, sehingga mudah untukmengantisipasi berbagai kendala yang dihadapi, baik sebagai akibatkesulitan ekonomi, yaitu kekurangan dana, maupun politik, yaitularangan pemerintah kolonial.

388

Page 13: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

KJ Hod]., De....nlata, Pe/opor Pendidikan Nasionel

Perhatian terhadap dasar-dasar kepribadian dilakukan denganpertimbangan bahwa dalam kebudayaan asli, dalam konvensi dan tradisisesungguhnya terkandung khazanah sosiokultuiral yang sangat kaya.Peninggalan-peninggalan sejarah dan arkeologi menunjukkan bahwadi kepulauan Nusantara terkandung berbagai masalah yang berkaitandengan etika, estetika, religi, dan masalah-masalah kultural lainnya,Masalah-masalah tersebut memiliki peranan besar dalam rangkamembangun suatu kebudayaan yang bam atas dasar kebudayaan yangsudah ada. Karena itu, masalah-masalah tersebut perlu digali dandikembangkan, khususnya dalam rangka untuk menemukan pola-polakebudayaan yang bam.

Menggali aspek-aspek kepribadian dan khazanah. tradisi lainnyatidak hams dilakukan dengan cara-cara lama. Sebaliknya, sebagai alat,metode harus selalu baru, bahkan terbaru. Karena itulah, dalampelaksanaannya Dewantara secara terus-menerus memanfaatkan cara­cara yang paling mutakhir yang dianggap relevan. Sebagai perguruannasional yang telah diakui popularitasnya di Indonesia, Taman Siswajuga memiliki hubungan dengan perguruan di luar negen, lembaga­lembaga pendidikan yang telah berhasil dalam memajukan bangsanya,seperti Shanti Niketan (Tempat yang Damai) pimpinan RabindranathTagore di India, perguruan Casa deibambini (Rumah untuk MerawatAnak-anak) pimpinan Montessori di Italia, dan Kindergarten(TamanAnak-anak) pimpinan Frobel di Jerman, •

Persamaan yang ditunjukkan di antara perguruan tersebut adalah:I) kebebasan terhadap anak didik, 2) mengurangi kekuasaan guru danorang tua, dan 3) anak didik dikembalikan ke a1am. Semua perguruanjuga memberikan perhatian terhadap pendidikan anak-anak sebab usiatersebut merupakan dasar, yang kemudian akan menentukanperkembangan anak selanjutnya, Secara biologis, perkembangan otakjuga sangat ditentukan oleh perkembangannya ketika anak-anak.Artinya, apabila pada masa anak-anak otak tersebut sudah dilatih secara

389

Page 14: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

Clkrlwoll Pondldlkln, November 2002, Th, XXI, No, 3

intensifmaka kemungkinan perkembangannya dapat diharapkan akanlebih baik, Pennainan bagi anak-anak, misalnya, bukan sekedarbennain, tetapi sebagai sekolah itu sendiri.

e. Pendidikan Nasional: Dasar Pendidikan ModernPembicaraan mengenai pendidikan nasional dalam kaitannya

dengan zaman kemerdekaan, tennasuk prediksi pendidikan danpengajaran yang akan datang, perlu diberikan alasan-alasan yang lebihmendasar dengan pertimbangan bahwa kemajuan bangsa yangsesungguhnya terletak dalam kemajuan pendidikan dan pengajarannya.Kebesaran bangsa Indonesia seharusnyajuga.disertai dengan kemajuanbidang pendidikannya, sehingga teIjadi keseimbangan antara faktor­faktor infrastruktur material dengan superstruktur ideologisnya. Dengankalimat lain, kekayaan alam yang melimpah harus disertai dengankemampuan intelektualitas dalam pengelolaannya, sehingga masyarakatadil makmur dan merata dapat dicapai.

Kenyataan menunjukkan, sampai dengan awal abad ke-21 101,

masih teIjadi ketidakseimbangan yang cukup mencolok antara keduafaktor di atas. Kekayaan alam yang telah dianugerahkan kepada nenekmoyang, yang kemudian diwariskan kepada generasi berikutnya hinggasekarang, temyata tidak berhasil untuk diperlihara sebagaimanamestinya. Justru sebaliknya, kekayaan alam dieksploitasi demikepentingan kelomp~k, pribadi, dan penguasa tertentu. Masalah yanglebih memprihatinkan adalah cara-cara yang dilakukan untukmengeksploitasi sarna sekali tidak didasarkan atas sifat-sifat dasarnya,melainkan semata-mata atas kepentingan manusia sehingga teIjadipengerusakan, penghancuran, dan pemerkosaan eksistensi ekologissecara keseluruhan.

Pendidikan Taman Siswa, tennasuk sekolah-sekolah swastalainnya, sejak awal berdirinya sesungguhnya telah menyadarikemungkinan~kemungkinandi atas. Hal ini didasarkan atas pengalaman

390

Page 15: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

Ki HadjarDewanlara, Pe/opor Pendidiken lI.sion81

pada masa penjajahan Belanda, di mana pemerintah kolomal secaraharnpir membabi buta mengeksploitasi kekayaan alarn Indonesia,dengan sendiri~ya tanpa memperhitungkan kelestariannya, demikepentingan penjajah. Selarna tiga setengah abad dijajah, bangsa Indo­nesia sarna sekali tidak merasakan menikmati kekayaan alam yangdimilikinya.

Apabila pada masa penjajahan keterbelakangan pendidikan danpengajaran diakibatkan oleh politik kolomal, maka pada masa sesudahkemerdekaan faktor-faktornya sekaligus terkandung dalam: 1)pemerintah republik, dan 2) bangsa Indonesia itu sendiri. Sejakkemerdekaan diproklamasikan hingga sekarang, bidang pendidikanbelum pernah memperoleh perhatian yang memadai, baik dari segipembiayaan maupun dorongan dan semangat itu sendiri. Pemerintahsangat lemah dalam menopang sarana dan prasarana, dan sangat lambatdalam mengantisipasi berbagai kemajuan. Alasarmya karena pemerintahdiperhadapkan pada berbagai masalah yang harns dipecahkan terIebihdahulu, seperti politik dan ekonomi. Karena itu, masalah-masalah yangberkaitan dengan kultural, termasuk pendidikan, menj adi masalahsekunder.

Hal-hal yang berkaitan dengan bangsa Indonesia dengan sendiri­nya merupakan masalah yang lebih besar sekaligus lebih serius.Pertama, jumlah penduduk yang cukup besar dan tersebar di pelosok­pelosok tanah air, sangat sulit untuk dijangkau oleh sistem informasimodern, sehingga tidak mungkin untuk memberikan kesadaranyang memadai mengenai perlunya pendidikan dan pengajaran.Kedua, sebagai blmgsa yang sangat lama berada di bawahpemerintah kolonial, juga sangat sulit untuk memberikan kesadaranbahwa pendidikan dan pengajaran itu penting. Ketiga, kurangnyasarana dan prasarana informasi, khususnya media massa dan buku­buku bacaan, jelas juga mempersulit untuk memberikan kesadarantersebut.

391

Page 16: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

C,ktaWlII Pondld/k,n, November 2002, Th. XXI, NO.3

Taman Siswa telah menyadari kemungkinan-kemungkinan di atas.Sistem paguron, misalnya, diniaksudkan untuk menyesuaikan diridengan sistem pondok di satu pihak, dan menanggulangi kekuranagnbiaya di pihak yang lain. Sistem paguron, yang sesungguhnya sudahdikenal sejak zaman dahulu dengan sendirinya secara tidak langsungmembangkitkan minat untuk belajar. Artinya, masyarakat diperkenalkandengan sistem yang sudah diketahui sebelumnya, bukan dengan cara­cara modem, sehingga masyarakat merasakan seperti berada dilingkungannya sendiri. Dari segi pendanaan pun dapat diatasi sebabdengan sistem paguron teIjadi saling membantu antara masyarakat yangmampu dan yang tidak mampu. Karena itlllah, Taman Siswa dapatbeIjalan terus meskipun dalam keadaan ekonomi yang sulit.

Tujuan Taman Siswa, seperti telah disebutkan di atas, bukansemata-mata kemajuan bangsa dalam pendidikan. Sejak awal berdirinya,Taman Siswa telah menanarnkan kesadaran, baik terhadap para gurumaupun siswanya, bahwa Taman Siswa sekaligus beIjuang dalambidang pendidikan dan kemerdekaan, jadi sekaligus sebagai gerakankultural dan politis (Majelis Luhur Taman Siswa, Vol. lA, 1962: 196).Gerakan kultural dimaksudkan :ldalah mendidik bangsa, mengej arketertinggalan sebagai akibat penjajahan yang berkepanjangan. GerakanpoIitik jelas bertujuan untuk mempersatukan bangsa dap. Sabang hinggaMeraoke, menghapuskan disintegrasi sebagai akibat politik devide etimpera. Cita-cita tersebut merupakan akibat keterlibatan langsungDewantara dalam dunia politik, sebelum mendirikan Taman Siswa.

Sebagai gerakan kultural dan politis, Taman Siswa telah banyakbeIjasa, menginvestasikan kesadaran bahwa kemajuan suatu bangsadapat terwujud semata-mata melalui kemajuan dalam bidang pendidikandan pengajaran. Taman Siswa, bersama-sama denganperguruan swastalainnya, baik yang masih beIjalan hinga sekarang maupun yang sudahrnengakhiri masa bhaktinya,jelas telah memberikan sumbangan yangsangat berarti bagi perkembangan bangsa Indonesia. Generasi berikut-

392

Page 17: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

Ki H8dj., Dewanl.,.. PelofJOf Pendidilcan NllSionai

nya, khususnya generasi yag ada sekarang ini, wajib memberikanpenghargaan yang setinggi-tingginya, dengan cara meneruskan cita­cita tersebut, yaitu mencari dan mengembangkan ilmu pengetahuan,agar bangsa Ind6nesia sejajar dengan bangsa-bangsa lain di dunia.

Dikaitkan denganjasa Dewantara yang sudah mengabdikan dirinyasecara keseluruhan demi kemajuan bangsa, khususnya dalam bidangpendidikan, maka pemerintah telah menetapkan hari lahimya, yaitu 2Mei sebagai Hari Pendidikan Nasional. Dewantara dengan TamanSiswa-nya telah menjadi sejarah, tetapi cita-citanya masih hidup danakan terus hidup, menuntut pertanggungjawabannya kepada generasisekarang dan generasi seterusnya. Mampukah bangsa Indonesia untukmengatasinya? Jawabannya ada <iua kemungkinan, apabila mampu,berarti dunia pendidikan sekarang sudah baik, sebaliknya, apabila tidakmampu, berarti dunia pendidikan sekarang belum baik. Adakecenderungan bahwa yang teIjadi adalah yang terakhir.

KESIMPULAN

Ki Hadjar Dewantara telah menjadi mitos. Pergantian namanyamelambangkan perubahan sistem, dari Jawa ke Indonesia, dari birokrasike demokrasi, dari kolonial ke nasional, dan dari tradisi ke modernisasi.

Selama delapan dasawarsa sejak berdirinya hingga sekarang TamanSiswa telah memberikan sumbangan yang sangat berarti terhadap duniapendidikan di Indonesia. Sumbangan yang dirnaksudkan tidak terbatasdalam bentuk keluaran sumber daya manusia secara nyata, tetapi yanglebih pentingjustru sumbangan dalam bentuk moral dan spiritual, jiwadan semangat, ambisi dan motivasinya dalam menopang terbentuknyakebudayaan Indonesia modem.

Metode-metode pendidikandan pengajaran yang ditanamkan dalamTaman Siswa, dengan menggali melalui khazanah kebudayaan asli,dengan menggabungkannya dengan metode-metooe asing, ternyatajauh

393

Page 18: KIHADJARDEWANTARA PELOPORPENDIDIKAN NASIONAL

C.IuI..." P.ndid/kln. November 2002. Th. XXI. No.3

lebih berhasil dalam meningkatkan kualitas manusia Indonesia,terrnasuk dalam rangka mengantisipasi disintegrasi bangsa.

DAFTAR PUSTAKA

Dewantara, B. S. (1989). Ki Hadjar Dewantara: Ayahku. Jakarta:Pustaka Sinar Harapan.

Majelis Luhur Taman Siswa. (1962). Karya Ki Hadjar Dewantara.Vol. IA. Pendidikan: Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.

-----. (1967). Karya Ki Hadjar,Dewantara. Vol. II A.Kebudayaan: Yogyakarta: Maje1is Luhur Taman Siswa.

Nasution, S. (1995). Sejarah Pendidikan Indonesia. Jakarta: BumiAksara.

Tauchid, M. (1968). Ki Hadjar Dewantara: Pahlawan dan PeloporPendidikan Nasional. Yogyakarta: Majelis Luhur Taman Siswa.

Tsuchyiya, K. (1987). Democracy and Leadership: the Rise of theTaman Siswa. Movement in Indonesia.Honolulu: University ofHawaii Press.

394