kesiapan assessor sdm aparatur dalam menerapkan fleile

15
Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA) (Virginia Ditya Ayu Ekaputri) 85 KESIAPAN ASSESSOR SDM APARATUR DALAM MENERAPKAN FLEXIBLE WORKING ARRANGEMENT (FWA) ASSESSORS’ READINESS IN IMPLEMENTING THE FLEXIBLE WORKING ARRANGEMENT (FWA) Virginia Ditya Ayu Ekaputri Badan Kepegawaian Negara Jl. Mayjen Soetoyo 12 Cililitan Jakarta Timur email: [email protected] Abstrak Flexible Working Arrangement (FWA) has been a discourse for a long time, but nothing has been operationalized. The Covid-19 pandemic situation has pushed everyone in Indonesia to Work from Home (WFH) since March 2020, including the Assessors. As the situation settled a little, people continued with Work from Office (WFO) in rotation. This can be a landmark for FWA in the Indonesian government system that also encourages the implementation of Virtual Assessment Center (VAC) in assessing civil servants’ potential and competencies. Survey result of 82 respondents has shown that solely the job nature is not enough to drive FWA. It requires staff, supports, and leaders having sufficient skill and relevant personality to work together in that context. Infrastructure, network, benefit and compensation system must be reinforced in order to motivate and to allow the employees to stay focused on their own roles to achieve the target. The most important thing is to start somewhere and move to the right direction. This study is expected to be a starting point that provides data for broader research and necessary policy making. Keyword: Assessor, Flexible Working Arrangement, Virtual Assessment Center Abstract Diskusi terkait Flexible Working Arrangement (FWA) telah lama bergulir, namun belum dioperasionalisasikan. Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 di Indonesia akhirnya memaksa seluruh pegawai tak terkecuali Assessor untuk bekerja dari rumah (Work from Home/WFH) secara penuh yang dilanjutkan dengan Bekerja dari Kantor (Work from Office/WFO) secara bergilir. Hal ini dapat menjadi cikal bakal FWA yang juga mendorong implementasi Virtual Assessment Center (VAC) dalam lingkup penilaian potensi dan kompetensi Aparatur Sipil Negara. Hasil survei terhadap 82 responden menunjukkan bahwa sifat pekerjaan saja tidak cukup untuk mendorong FWA. Dibutuhkan juga pelaksana, pendukung, hingga pimpinan yang memiliki keterampilan yang sesuai dan cukup nyaman bekerja dalam situasi itu. Hal itu masih perlu diperkuat infrastruktur, jaringan, maupun kompensasi yang sesuai sehingga pegawai lebih termotivasi dan fokus menjalankan perannya masing-masing dalam menyelesaikan target kerjanya. Terpenting adalah memulainya dari suatu titik dan bergerak ke arah yang benar. Diharapkan studi ini dapat menjadi langkah awal dalam memberikan data riil untuk digunakan dalam kajian yang lebih luas serta pengambilan kebijakan yang dibutuhkan. Kata Kunci: Assessor, Flexible Working Arrangement, Virtual Assessment center PENDAHULUAN Assessment center sejauh ini di- pandang sebagai metode yang paling valid (Byham, 2002; Lowry, 1994; Hermelin et al., 2007) dengan lebih dari 30 penelitian menunjukkan metode ini lebih superior dalam mengukur potensi manajerial (Byham, 1974). Sayangnya, metode ini juga dianggap yang paling mahal secara operasional, selain juga membutuhkan banyak waktu, SDM, ruangan, dan lain-lain (Pechova & Sisova, 2016). Saat ini, jumlah Assessor SDM Aparatur (Assessor) belum sebanding dengan kebutuhan penilaian potensi dan kompetensi yang ada. Hal ini tentu menimbulkan tantangan tersendiri (Del, 2020). Talent Pool yang sudah dimulai sejak 2015 masih belum dapat memetakan seluruh pegawai, baru sekitar 10.463

Upload: others

Post on 22-Nov-2021

8 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA)

(Virginia Ditya Ayu Ekaputri)

85

KESIAPAN ASSESSOR SDM APARATUR DALAM MENERAPKAN FLEXIBLE WORKING ARRANGEMENT (FWA)

ASSESSORS’ READINESS IN IMPLEMENTING THE FLEXIBLE WORKING ARRANGEMENT (FWA)

Virginia Ditya Ayu EkaputriBadan Kepegawaian Negara

Jl. Mayjen Soetoyo 12 Cililitan Jakarta Timuremail: [email protected]

Abstrak

Flexible Working Arrangement (FWA) has been a discourse for a long time, but nothing has been operationalized. The Covid-19 pandemic situation has pushed everyone in Indonesia to Work from Home (WFH) since March 2020, including the Assessors. As the situation settled a little, people continued with Work from Office (WFO) in rotation. This can be a landmark for FWA in the Indonesian government system that also encourages the implementation of Virtual Assessment Center (VAC) in assessing civil servants’ potential and competencies. Survey result of 82 respondents has shown that solely the job nature is not enough to drive FWA. It requires staff, supports, and leaders having sufficient skill and relevant personality to work together in that context. Infrastructure, network, benefit and compensation system must be reinforced in order to motivate and to allow the employees to stay focused on their own roles to achieve the target. The most important thing is to start somewhere and move to the right direction. This study is expected to be a starting point that provides data for broader research and necessary policy making.

Keyword: Assessor, Flexible Working Arrangement, Virtual Assessment Center

Abstract

Diskusi terkait Flexible Working Arrangement (FWA) telah lama bergulir, namun belum dioperasionalisasikan. Pandemi Covid-19 sejak Maret 2020 di Indonesia akhirnya memaksa seluruh pegawai tak terkecuali Assessor untuk bekerja dari rumah (Work from Home/WFH) secara penuh yang dilanjutkan dengan Bekerja dari Kantor (Work from Office/WFO) secara bergilir. Hal ini dapat menjadi cikal bakal FWA yang juga mendorong implementasi Virtual Assessment Center (VAC) dalam lingkup penilaian potensi dan kompetensi Aparatur Sipil Negara. Hasil survei terhadap 82 responden menunjukkan bahwa sifat pekerjaan saja tidak cukup untuk mendorong FWA. Dibutuhkan juga pelaksana, pendukung, hingga pimpinan yang memiliki keterampilan yang sesuai dan cukup nyaman bekerja dalam situasi itu. Hal itu masih perlu diperkuat infrastruktur, jaringan, maupun kompensasi yang sesuai sehingga pegawai lebih termotivasi dan fokus menjalankan perannya masing-masing dalam menyelesaikan target kerjanya. Terpenting adalah memulainya dari suatu titik dan bergerak ke arah yang benar. Diharapkan studi ini dapat menjadi langkah awal dalam memberikan data riil untuk digunakan dalam kajian yang lebih luas serta pengambilan kebijakan yang dibutuhkan.

Kata Kunci: Assessor, Flexible Working Arrangement, Virtual Assessment center

PENDAHULUAN

Assessment center sejauh ini di-pandang sebagai metode yang paling valid (Byham, 2002; Lowry, 1994; Hermelin et al., 2007) dengan lebih dari 30 penelitian menunjukkan metode ini lebih superior dalam mengukur potensi manajerial (Byham, 1974). Sayangnya, metode ini juga dianggap yang paling mahal secara

operasional, selain juga membutuhkan banyak waktu, SDM, ruangan, dan lain-lain (Pechova & Sisova, 2016). Saat ini, jumlah Assessor SDM Aparatur (Assessor) belum sebanding dengan kebutuhan penilaian potensi dan kompetensi yang ada. Hal ini tentu menimbulkan tantangan tersendiri (Del, 2020). Talent Pool yang sudah dimulai sejak 2015 masih belum dapat memetakan seluruh pegawai, baru sekitar 10.463

Page 2: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Civil Service VOL. 14, No.2, November 2020 : 1 - 10

86

Pejabat Administrator dan Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama dari total 4.121.176 PNS yang tercatat di Buku Statistik PNS pada pertengahan 2020 (Badan Kepegawaian Negara, 2020). Angka tersebut masih belum mendekati jumlah Pejabat Pimpinan Tinggi Pratama yang jumlahnya sebanyak 20.282 orang, serta Pejabat Administrator sebanyak 101.149 orang. Lokasi Assessor yang tersebar menjadikan banyak waktu terbuang di perjalanan untuk mendatangi Assessee atau kandidat yang dinilai. Proses integrasi data semi manual, hingga fleksibilitas waktu kerja dianggap masih menjadi hambatan dalam penilaian kompetensi secara masif. Anggaran besar yang dikeluarkan baru dapat digunakan untuk memetakan sekitar 2000 pejabat setiap tahunnya (Dewi, 2020), yang kebanyakan digunakan untuk biaya perjalanan.

Pengembangan Virtual Assessment Center (VAC) mulai diikuti pemerintah Indonesia sebagai salah satu respon atas kebutuhan manajemen talenta nasional serta Sistem Pemerintahan Berbasis Elektronik (SPBE). VAC memungkinkan Assessor dan Assessee tidak bertemu muka sehingga dapat lebih banyak yang berpartisipasi dari mana pun, sehingga metode assessment center dapat ditingkatkan untuk pelayanan yang lebih baik, lebih murah, dan lebih cepat. (Howland et al., 2015). Pengembangan VAC masih dalam tahap awal, namun dikarenakan adanya pandemi Covid-19 yang terjadi sejak Maret 2020 (Widyawati, 2020) memaksa hal ini diimplementasikan sepanjang tahun 2020. Data Pusat Penilaian Kompetensi ASN (Puspenkom) mencatat sebanyak 269 Assessee dari 24 kegiatan telah dinilai BKN secara daring (dalam jaringan/online).

Penerapan VAC membuka peluang bagi Assessor untuk meneruskan penerapan Work From Home (WFH) menjadi Flexible Working Arrangement (FWA) secara penuh ke depannya. FWA adalah alternatif pekerjaan yang memungkinkan pegawai untuk memiliki fleksibilitas dalam hal waktu bekerja, beban kerja, dan tempat kerja (Ashoush et al., 2015). FWA sendiri merupakan konsep lama yang mulai dipopulerkan oleh Stephen P.

Robbins hampir satu dekade lalu (Stephen P. Robbins, Martha I. Finney, James O’Rourke, 2013). Latar belakang FWA adalah untuk menjamin keseimbangan pekerjaan dan aspek kehidupan lain serta diiringi kesulitan di kota besar untuk mencapai kantor. Belum ada bentuk kebijakan Manajemen ASN yang mengatur FWA secara formal. Ada pun kebijakan disiplin yang ada mengatur secara rigid jam kerja PNS sebagaimana rujukannya pada Pasal 1 ayat (2) Keputusan Presiden Nomor 68 Tahun 1995 tentang Hari Kerja di Lingkungan Lembaga Pemerintah (KEPPRES 68/1995) dan menjadi kendala utama penerapan FWA karena tidak ada pilihan yang dapat dilakukan instansi atau pun pegawai untuk mengatur fleksibilitas, terutama fleksibilitas waktu dan tempat kerja (Irawati, 2019). Begitu pun Pasal 3 angka 11 Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 tentang Disiplin PNS (PP 53/2010) yang mewajibkan PNS masuk kerja dan menaati peraturan jam kerja dengan detil jam kerja yang diatur oleh masing-masing lingkungan pemerintah, misalnya Pasal 7 ayat (1) & (4) Peraturan Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia No. 48 Tahun 2015 tentang Pelaksanaan Pemberian Tunjangan Kinerja Bagi Pegawai di Lingkungan Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia (Permenkumham 48/2015) untuk lingkungan Kementerian Hukum & HAM; Pasal 3, 4, 5, & 6 Peraturan Menteri Keuangan (PMK 211/PMK.01/2014) untuk lingkungan Kementerian Keuangan; Pasal 4 & 5 Peraturan Gubernur Jawa Tengah No. 51 Tahun 2016 (PERGUB JATENG 51/2016) untuk lingkungan Pemprov Jateng; dan lain-lain. Rumusan yang paling fleksibel ada pada Keputusan Presiden No. 58 Tahun 1964 (KEPPRES 58/1964) karena dimungkinkan adanya penyimpangan terhadap jam kerja yang telah ditetapkan untuk kepentingan/kelancaran pekerjaan masing-masing kantor, dengan catatan – salah satunya – jam kerja dalam 1 minggu tidak boleh lebih dan tidak boleh kurang dari 37 jam 30 menit (lihat poin kedua KEPPRES 58/1964).

Menanggapi kembali gencarnya wacana FWA tahun 2019 lalu, mengutip

Page 3: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA)

(Virginia Ditya Ayu Ekaputri)

87

pernyataan M. Ridwan yang saat itu menjabat Kepala Biro Humas dan Protokol Badan Kepegawaian Negara (BKN) bahwa untuk mewujudkan FWA memerlukan persiapan sangat panjang, karena memiliki banyak prasyarat dan prakondisi yang perlu diperhatikan. Sekretaris Utama BKN saat itu, Supranawa Yusuf menjelaskan bahwa FWA yang berdasarkan output pegawai dapat mengurangi dampak global warming dan menciptakan work-life balance yang lebih baik untuk para pegawai (Wulandari, 2019). Ketentuan yang ada selama pandemi sebatas sistem kerja Work From Home (WFH) dan Work From Office (WFO) yang merupakan bagian dari FWA bagi Aparatur Sipil Negara telah dituangkan dalam Surat Edaran Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi Nomor 67 Tahun 2020 (SE Menpan RB 67/2020) berdasarkan peta zona risiko persebaran Covid-19 yang dikeluarkan oleh Satuan Tugas Penanganan Covid-19 (Fadhila & Wicaksana, 2020).

Rhenald Kasa l i (Nan, 2020) menyatakan bahwa pandemi yang terjadi merupakan proses disrupsi digital yang dipercepat. Cara-cara baru birokrasi bekerja kedepannya perlu ditindaklanjuti sebagai suatu hal yang lebih menetap, konsep tatanan normal baru (new normal) akan berlanjut sampai pandemi berakhir bukannya kembali ke kebiasaan lama, sehingga perlu adanya konsep FWA yang lebih operasional untuk mewadahinya. Assessment center dianggap valid karena merupakan metode yang menyajikan simulasi kerja sesuai dengan situasi kerja nyata sehingga Assessee benar-benar menunjukkan sampel perilaku kerja, tidak sekadar melaporkan apa yang dipikirkan atau apa yang telah diperbuat dalam situasi tertentu (Byham, 1974). Ketika birokrasi telah beralih ke digital, maka VAC pun menjadi sangat relevan dalam mengukur kompetensi pegawai. Semakin tidak dibutuhkan Assessor yang harus ke kantor setiap harinya dalam jam kerja yang kaku karena butir kegiatan Assessor sendiri sangat fleksibel, lebih menekankan pada uraian kegiatan dan hasil kerja tugas, belum menyebut media yang

digunakan (pasal 8 dan 9) Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Sipil Negara dan Reformasi Birokrasi N0. 39 Tahun 2020 tentang Jabatan Fungsional Assessor SDM Aparatur (Permenpan 39/2020), dan VAC mampu memfasilitasinya agar kebutuhan Assessor dan Assessee dapat terpenuhi. VAC mampu menghemat waktu kerja Assessor, waktu pengambilan data dari Assessee yang kebanyakan pejabat dengan kesibukan luar biasa, kebutuhan ruangan/infrastruktur fisik, konsumsi, waktu dan biaya perjalanan, serta pembiayaan lain (Pechova & Sisova, 2016).

FWA sendiri membutuhkan persiapan yang matang untuk benar-benar dirasakan manfaatnya. FWA di beberapa kasus mampu dikatakan efektif berdasarkan respon pegawai yang merasa lebih leluasa mengatur jadwal kerja, lebih bahagia, lebih produktif, dan lebih dekat dengan keluarga (Fadhila & Wicaksana, 2020). Karenanya, dibutuhkan data mengenai kesiapan Assessor dalam melaksanakan tugas secara fleksibel, preferensi yang dimiliki, serta daya dukung infrastruktur maupun organisasi yang sesuai. FWA yang didasarkan atas inisiasi pegawai ternyata memberikan hasil kerja yang lebih produktif daripada FWA yang dirancang sendiri oleh organisasi (Klindžić & Marić, 2019).

Artikel ini menggunakan metode deskriptif untuk memberikan gambaran (deskripsi) terkait aspek-aspek yang dapat menjadi dasar dalam menentukan kebijakan FWA bagi Pejabat Fungsional Tertentu Assessor SDM Aparatur. Survei dalam jaringan (daring) disebarkan ke kelompok Assessor dan direspon oleh 82 orang yang tersebar di sekitar 13 Instansi Pusat dan 7 Pemerintah Daerah di seluruh Indonesia. Diharapkan data ini dapat menjadi dasar dalam menyusun kebijakan yang mempertimbangkan kesiapan penilaian kompetensi, Assessor, regulasi, dan faktor-faktor lain dalam menghadapi tantangan yang dimulai dengan ditetapkan status pandemi Covid-19 menuju diterapkannya VAC yang mengarahkan Assessor untuk dapat melaksanakan FWA seperti asumsi yang diarahkan Chung et.al. (2020) bahwa

Page 4: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Civil Service VOL. 14, No.2, November 2020 : 1 - 10

88

semua pekerjaan akan dapat dikerjakan secara fleksibel ke depannya. Dengan demikian, pengelolaan manajemen ASN dapat berlangsung lebih efektif dan efisien.

METODE PENELITIAN

Metode yang dilakukan penulis me-rupakan Metode Deskriptif (Suryana, 2010) sesuai tujuan penulis untuk mencari unsur-unsur, ciri-ciri, sifat-sifat dan men-deskripsikan secara sistematis, faktual, dan akurat mengenai kesiapan Assessor dalam melaksanakan FWA. Dalam pelaksanaannya dilakukan melalui teknik survei. Tautan alamat survei disebarkan secara daring melalui grup komunikasi Assessor yang di-miliki penulis maupun melalui organisasi profesi Ikatan Assessor SDM Aparatur Seluruh Indonesia (IASA), namun hanya 82 responden yang memberikan respon terhadap survei yang dilakukan sepanjang Agustus 2020.

Pengambilan data awal direncanakan untuk seluruh populasi, namun pada per-tengahan 2020 masih banyak Assessor yang belum terdaftar di grup IASA maupun basis data yang dimiliki Pusat Penilaian Kompetensi ASN BKN. Kendala tersebut membuat penulis untuk melakukan purposive sampling. Sejumlah 82 res-ponden sudah mewakili setiap jenjang Assessor yang ada, dari Assessor Pertama hingga Assessor Utama. Struktural yang merespon adalah pejabat di lingkungan Pusat Penilaian Kompetensi ASN BKN yang pernah menjadi Assessor. Adapun pada akhir tahun 2020, Pusat Pembinaan Jabatan Kepegawaian mencatat jumlah Assessor SDM Aparatur sebanyak 293 orang (belum termasuk Assessor dari jalur penyetaraan jabatan struktural Administrator dan Pengawas). Berikut sebaran sampel res-ponden berdasarkan Jenjang Jabatan dan Asal Instansi:

Chart 1Jenjang Jabatan Responden

Page 5: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA)

(Virginia Ditya Ayu Ekaputri)

89

Chart 2Asal Instansi Responden

PEMBAHASAN

Berdasarkan survei yang telah dilakukan, pembahasan berikut akan mendeskripsikan fenomena terkait Sifat Tugas Assessor (kemandirian tugas Assessor, pengalihan media, tempat pelaksanaan tugas, kerahasiaan data), Kebiasaan Kerja (jam kerja kantor, suasana kerja, konsentrasi kerja, kedekatan dengan keluarga, keterampilan Assessor untuk mendukung VAC), Dukungan Fasilitas Pribadi (di dalam kantor, di luar kantor), Produktivitas (di dalam kantor, di luar kantor), Kesiapan Unit Kerja untuk Bekerja Fleksibel (fasilitas, tim pendukung, pimpinan/tim kerja), Pertimbangan Cost dan Benefit (waktu perjalanan, biaya perjalanan, tanggungan biaya, kompensasi, work life balance, stress level). Berikut adalah data yang telah dikumpulkan:

A. Sifat Tugas Assessor1. Kemandirian tugas Assessor

Assessor SDM Aparatur sebagai jabatan fungsional memiliki karakteristik yang dalam pelaksanaan tugasnya didasarkan pada keahlian dan/atau ketrampilan tertentu serta bersifat mandiri, sebagai-mana dalam Pasal 5 ayat (1) dan Pasal 1

angka 4 PERMENPANRB 39/2020 dan Pasal 1 angka 1 Peraturan Pemerintah No. 16 Tahun 1994 (PP 16/1994). Beberapa aspek memang mewajibkan Assessor untuk bekerja secara ber-kelompok, namun banyak hal lain yang dapat dikerjakan secara mandiri. Sifat pekerjaan ini lebih memudahkan Assessor untuk mengatur sendiri waktu dan tempat bekerja yang dianggap nyaman dengan tetap memperhatikan target kelompok dan kerahasiaan data yang dikelola. Hal ini sejalan dengan persepsi yang dilaporkan 60% responden survei bahwa dengan pekerjaan yang lebih menekankan pada hasil kerja, maka Assessor menjadi lebih leluasa menentukan prosedur kerja, dengan dukungan pembagian tugas yang jelas. Terkait dengan kesiapan Assessor, lebih dari 93% melaporkan kesiapannya untuk melaksanakan tugas yang jelas secara mandiri.

2. Pengalihan media (daring vs luring)Perkembangan teknologi telah men-dorong pengalihan media ke daring, yang bermanfaat dalam menghadapi situasi pandemi. SHL yang pada Agustus 2020 memenangkan HR Tech

Page 6: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Civil Service VOL. 14, No.2, November 2020 : 1 - 10

90

Award untuk sistem VAC-nya (Iniguez, 2020) dalam homepage SHL Indonesia (SHL, 2019) menyatakan bahwa masa depan assessment center di Indonesia adalah VAC. Namun demikian, hasil survei menemukan beberapa tugas Assessor yang dianggap belum dapat secara langsung menyesuaikan dengan perkembangan teknologi, di antaranya persiapan dan koordinasi yang terkadang tetap membutuhkan Assessor untuk turun langsung ke lapangan atau bertemu dengan stakeholder terkait, serta pengambilan data tes psikologi tertentu. Tugas-tugas lain secara umum dapat dilaksanakan secara fleksibel menggunakan teknologi terkini, meskipun dibutuhkan persiapan, panduan, dan kesiapan dari para Assessor yang menjalankannya. Terkait dengan fleksibilitas tugas Assessor, walaupun 78% responden menjawab banyak tugas Assessor dapat dilakukan secara daring dan 60% menjawab tugas Assessor tidak banyak membutuhkan pertemuan fisik, namun hanya 40% yang merasa tidak perlu berdiskusi secara tatap muka. Masih ada sekitar 20% yang tetap membutuhkan media diskusi atau bekerja secara konvensional. Padahal, 70% responden merasa bahwa tugas Assessor yang membutuhkan pertemuan fisik pun dapat dilakukan secara daring. Respon terbuka menunjukkan penyebabnya adalah prosedur daring belum jelas, kebiasaan, maupun hal teknis seperti kekhawatiran kurang dapat menangkap bahasa nonverbal Assessee. Namun demikian, 60% melaporkan bahwa Assessor menunjukkan hasil kerja yang sama baiknya ketika dikerjakan secara daring maupun luar jaringan (luring) tanpa meninggalkan standar yang berlaku. Sebanyak 40% Assessor yang tetap datang ke kantor lebih disebabkan pekerjaan lain di luar tugas penilaian.

3. Tempat pelaksanaan tugasSecara konvensional, Assessor harus mendatangi Assessee untuk pengambilan data, dilanjutkan penulisan laporan di

kantor atau seringkali harus membawa pulang pekerjaannya. Kenyataannya, 85% responden memang mampu melaksanakan tugas di mana saja dengan dukungan aplikasi maupun jaringan (internet) yang baik, dengan 50% responden melaporkan sudah memiliki dukungan tersebut. Praktik assessment virtual selama pandemi juga mengubah pandangan bahwa Assessor dan Assessee harus berada di lokasi yang sama secara fisik (50%) dan hanya 10% yang masih menganggap sebaliknya. Hal itu juga berlaku terhadap pandangan bahwa para Assessor tidak perlu lagi berada di lokasi yang sama, Assessor dari berbagai instansi dapat tetap berkolaborasi dari kantor atau rumahnya masing-masing. Pun demikian, lebih dari 80% responden menekankan perhatian terhadap standar lokasi pelaksanaan penilaian kompetensi.

4. Kerahasiaan dataKerahasiaan data, baik secara fisik maupun teknologi, merupakan hal penting sebagaimana tercantum dalam Guidelines and Ethical Considerations for Assessment Center Operations baik secara fisik maupun teknologi (Rupp et al., 2015). Lebih dari 90% responden menyadari bahwa dokumen assessment bersifat rahasia dan perlu dijaga kerahasiaannya, serta 70% merasa yakin telah menerapkan prosedur keamanan terhadap dokumen assessment yang menjadi tanggung jawabnya. Walaupun responden terbagi dua dalam hal media penyimpanan yang lebih aman (dokumen fisik di kantor atau di cloud), namun lebih dari 90% juga menyadari bahwa semua dokumen dapat dialihkan ke bentuk digital.

B. Kebiasaan KerjaPekerjaan Assessor menuntutnya

untuk banyak menulis soal simulasi maupun laporan, mirip dengan penulis atau editor di dunia percetakan. Namun, industri kreatif telah mulai lebih dulu menggunakan FWA untuk mendorong kreativitas dan produktivitas. Bridges (2018) menulis bahwa

Page 7: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA)

(Virginia Ditya Ayu Ekaputri)

91

mereka menikmati fleksibilitas kerja yang ada, meskipun juga merasakan kesepian dari keseluruhan proses yang dijalankan. Maka, perlu ditelaah lebih lanjut tentang kebiasaan kerja Assessor.1. Jam kerja kantor

Lebih dari 60% responden memiliki ritme kerja yang sesuai dengan jam kerja kantor, sehingga tidak banyak kesulitan dalam mengejar jam kerja baku. Mereka bahkan menjadikannya dasar dalam melaksanakan pekerjaan rutin. Namun, ketika berbicara tentang beban kerja, walaupun 40% melaporkan tidak perlu bekerja lembur, sekitar 15% masih menyatakan perlu bekerja lembur dan lebih dari 40% lainnya bersikap moderat. Hal itu dikonfirmasi dengan 50% responden yang tidak memiliki waktu luang di kantor.

2. Suasana kerjaLebih dari 90% Assessor membutuhkan suasana yang nyaman sehingga lebih semangat bekerja. Sebanyak 11% sangat menyetujui suasana kantor membuatnya bersemangat; 24,2% setuju dan 50% agak setuju. Respon yang setara dilaporkan terkait kebebasan individu untuk mengatur suasana kerja agar menjadi lebih nyaman di kantor, serta bahwa lebih dari 50% sudah nyaman bekerja di meja kerjanya sendiri. Menariknya, sekitar 50% responden membutuhkan suasana kantor yang sepi, namun hanya kurang dari 10% yang cukup beruntung mendapatkannya. Respon lebih banyak tersebar di tengah kurva, menganggap suasana kantornya cukup sepi tapi tidak cukup sepi untuk mendorong produktivitas.

3. Konsentrasi kerja Assessor melaporkan bahwa bekerja di kantor maupun di luar kantor sama-sama tidak mengganggu konsentrasi. Bahkan 60% lebih responden menjawab lebih nyaman ketika menjalankan tugas di luar kantor. Dalam kaitannya dengan orang lain, 58,6% tidak kehilangan konsentrasinya ketika berada di antara pekerja lain serta lebih dari 60% lebih

senang dan mendapat dukungan dengan keberadaan rekan-rekan yang juga sibuk bekerja, pun demikian halnya ketika dukungan tersebut diberikan secara daring. Hal ini dapat dijelaskan dengan teori social facilitation yang diperkenalkan Allport sejak 1920 serta penelitian Strojny et.al. (2020) bahwa bahkan dengan kehadiran orang lain secara virtual pun dapat meningkatkan kinerja.

4. Kedekatan dengan keluargaPandemi yang mengembalikan pegawai ke rumah masing-masing dengan keluarganya memberikan respon survei yang menarik. Lebih dari 75% responden dapat membantu keluarga dengan bekerja di rumah. Hal tersebut dilaporkan kurang dapat dilakukan dengan bekerja di luar kantor (sedang berdinas). Responden terbagi hampir seimbang ketika ditanyakan tentang kemampuannya membantu keluarga ketika bekerja di kantor, dan lebih dari 50% menjawab lebih mudah membagi waktu dengan keluarga ketika bekerja di rumah. Yang terpenting adanya kejelasan pembagian waktu antara pekerjaan dan kehidupan lain, sebagaimana di-suarakan 70% responden. Hal ini sesuai dengan temuan (Chung, 2017) dimana ada pergeseran preferensi untuk bisa bekerja dekat dengan keluarga ke depannya. Dalam lingkup lebih umum, 80% responden dapat lebih termotivasi ketika berlokasi dekat dengan keluarga, mengingat adanya perbedaan tempat tinggal saat ini.

5. Keterampilan Assessor untuk men-dukung VACLebih dari separuh responden berusia tiga puluhan tahun. Hanya 1 dari 82 responden yang tidak mahir mengo-perasikan komputer karena tidak merasa itu penting, dan sebanyak 3 orang membutuhkan waktu untuk mem-pelajarinya. Dengan sebaran itu, 3% merasa kurang mampu secara cepat mengalihkan pekerjaan secara daring. Dari segi preferensi, 58% responden

Page 8: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Civil Service VOL. 14, No.2, November 2020 : 1 - 10

92

yang mampu mengoperasikan komputer juga merasa nyaman bekerja secara daring, menyisakan 28% agak ragu-ragu, dan kurang dari 5% yang lebih nyaman bekerja secara luring.

C. Dukungan Fasilitas Pribadi1. Di dalam kantor

Pekerjaan Assessor bagi 50% lebih responden membutuhkan dukungan fasilitas yang cukup, untungnya hanya kurang dari 10% responden yang belum mendapatkan dukungan fasilitas fisik pribadi dari kantor. Fasilitas penilaian kompetensi pun dianggap cukup dapat mendukung pelaksanaan tugas Assessor. Fasilitas merupakan salah satu komponen dalam penilaian kelayakan Lembaga penilaian kompetensi sesuai Peraturan Badan Kepegawaian Negara No. 26 Tahun 2019. Paryono (2020) dalam Siaran Pers BKN menyampaikan selama dua tahun terakhir, 15 lembaga yang diakreditasi telah mencapai predikat A atau B, berarti bahwa fasilitas yang dimiliki sudah cukup baik meskipun Peraturan tersebut belum menyesuaikan keadaan pandemi dan kebutuhan untuk VAC. Hasil survei juga melaporkan dukungan jaringan internet dibutuhkan untuk mengakses informasi maupun pertukaran data. Selain itu, lingkungan kerja kantor dianggap cukup sehat untuk bekerja, bersih, cukup cahaya, temperatur yang sesuai, serta aliran udara yang lancar. Hanya sekitar 15% yang melaporkan sebaliknya.

2. Di luar kantorDukungan fasilitas pribadi penting dipertimbangkan dalam mentransformasi cara kerja menjadi lebih fleksibel. Sebanyak 69,5% responden memiliki fleksibilitas penggunaan fasilitas kantor di mana saja serta lebih banyak yang mampu mengupayakan tempat kerja nyaman di luar kantor berkaitan dengan situasi pandemi dan Work from Home (WFH). Jaringan internet untuk memperlancar telekomunikasi

telah mampu dijangkau sebagian besar responden, hanya 13% yang masih kesulitan. Namun demikian, responden tetap menyatakan perlunya dukungan kantor untuk menyediakan fasilitas tersebut di rumah atau di luar kantor, maupun dukungan jaringan internet ketika berada di luar kantor.

D. Produktivitas1. Di dalam kantor

Situasi pandemi kurang ideal untuk mengukur produktivitas dalam bekerja fleksibel di rumah. Sekitar 70% responden merasa lebih produktif ketika bekerja di kantor, yang disebabkan kemudahan dalam beralih tugas satu dan lainnya, kemudahan koordinasi, dukungan yang memudahkan pencapaian target, maupun adanya pertemuan fisik untuk diskusi yang lebih intensif. Meskipun demikian, responden tersebut tetap membutuhkan penyegaran untuk bekerja di luar kantor.

2. Di luar kantorStudi oleh perusahaan di California bahwa ada peningkatan produktivitas WFH sebesar 47% (Westfall, 2020). Belum ada perhitungan produktivitas Assessor selama WFH, namun hasil survei FWA ini cukup menarik. Responden menyatakan kemampuannya untuk beralih tugas satu dan lainnya di mana saja serta berkoordinasi dari mana pun. Tiga perempat responden merasa lebih produktif saat bekerja di rumah atau di luar kantor, dan 80% lebih menikmati energi dari bekerja di luar kantor. Fleksibilitas yang diharapkan juga diharap mampu mengurangi kebisanan dengan lingkungan kerja (fisik) yang tetap, tidak pernah berubah. Diskusi dianggap lebih intensif dengan pertemuan fisik, tapi sebagian besar responden juga merasa diskusi secara daring menjadi lebih fokus dan efisien. Penelaahan lebih mendalam dilakukan dengan menanyakan durasi bekerja dan usaha untuk berkonsentrasi ketika bekerja di luar kantor. Sekitar 30% responden membutuhkan waktu kerja lebih lama

Page 9: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA)

(Virginia Ditya Ayu Ekaputri)

93

ketika bekerja di luar kantor, dan hanya 3 orang yang tidak terpengaruh. Sedangkan terkait konsentrasi, responden terbagi 2 hampir sama rata dalam usahanya berkonsentrasi bekerja di luar kantor.

E. Kesiapan Unit Kerja Untuk Bekerja Fleksibel

Perlu dilihat lebih jauh terkait kesiapan unit kerja dalam mendukung pegawai untuk bekerja fleksibel. 1. Fasilitas

Infrastruktur di kantor 53,6% responden dirasa masih belum memungkinkan untuk mendukung pelaksanaan FWA. Selain itu, 69,4% responden melaporkan bahwa unit kerjanya belum menemukan solusi kompensasi yang sesuai untuk mendukung FWA. Dari segi media daring sebagai wadah pelaksanaan tugas, 58,5% responden menyatakan unit kerjanya sudah membangun atau menyiapkan diri, hanya 1 responden yang unit kerjanya belum memulai, dan sisanya masih dalam pengembangan. Bentuk kesiapan yang dilakukan unit kerja di antaranya pemberlakuan e-office (aplikasi assessment dan juga dukungan administrasi lain), pengelompokkan waktu Work from Office (WFO) sesuai tim kerja, penyediaan internet atau insentif pulsa, absensi daring, dan pelaporan kinerja daring.

2. Tim pendukungBagaimanapun, pekerjaan tetap mem-butuhkan dukungan tim yang solid. Separuh responden melaporkan saat ini rekan kerja masih membutuhkan tatap muka dalam mendiskusikan pekerjaan, hanya 2 responden yang tidak perlu. 75% responden merasa mampu mengajarkan pelaksanaan tugas secara daring bagi rekan kerja. Namun demikian, lebih dari separuh responden menyetujui bahwa beberapa aspek kerja sama memang masih mengharuskan temu muka untuk saat ini.

3. Pimpinan/tim kerjaPimpinan juga dianggap mengambil peran penting dalam transformasi

pelaksanaan tugas. Lebih dari 43% responden survei menyatakan perlunya arahan yang jelas dari pimpinan (28% tidak setuju dan 18,3% agak tidak setuju). Arahan yang diberikan pimpinan ternyata tidak perlu diikuti dengan pengawasan untuk kenyamanan pegawai dalam melaksanakan tugas (hanya sekitar 22% yang memerlukan pengawasan ketat). Lebih dari 90% menyarankan pengawasan melalui media daring dengan kondisi pekerjaan Assessor yang sudah jelas. Dalam melaksanakan tugas di luar kantor, dukungan dari pimpinan/rekan kerja dibutuhkan 67% responden. Bekerja dengan tim juga dianggap dapat lebih cepat menyelesaikan target pekerjaan, hanya 12% responden yang tidak menyetujui hal tersebut. Sayangnya, persepsi responden terhadap dukungan pimpinan masih kurang berpihak untuk mendukung FWA. Respon terbanyak yaitu 26,8% responden merasa agak tidak setuju bahwa pimpinan unit kerja mendukung pelaksanaan FWA, diikuti 23,2% yang agak setuju, 18,3% yang sangat setuju, dan 15,9% yang setuju. Grafik yang masih berat di tengah diperkuat dengan lebih dari 75% responden yang menyatakan bahwa pimpinan masih mengharapkan kehadiran fisik di tempat kerja. Persepsi ini cukup disayangkan me-ngingat dalam penelitian (Patel, 2020) pimpinan dan organisasi di Inggris telah meningkatkan dukungan bagi pegawainya untuk bekerja di rumah hingga memperhatikan dampak bekerja di rumah terhadap kehidupan pribadi dan keluarganya. Penelitian itu lebih lanjut juga menekankan pentingnya peran pimpinan dalam mengkomunikasikan adaptasi yang perlu dilakukan dalam tranformasi ini dan bahwa tujuannya untuk menyeimbangkan pekerjaan dengan aspek kehidupan lainnya (Chung et al., 2020).

Page 10: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Civil Service VOL. 14, No.2, November 2020 : 1 - 10

94

F. Pertimbangan Cost dan BenefitHasil survei yang diterima cukup

menggambarkan situasi responden yang cukup mampu beradaptasi dengan pandemi dan kebutuhan untuk tetap dapat produktif bekerja di rumah atau di mana saja. Situasi pandemi masih belum jelas kapan berakhirnya, masih ada tantangan untuk terus melanjutkan dan lebih dari itu untuk mentransformasi pelaksanaan tugas ke arah virtual sehingga dapat mengakomodir pengaturan kerja secara fleksibel. Aspek pertimbangan cost dan benefit berikut diharapkan mampu memberikan gambaran yang lebih menyeluruh tentang kesiapan Assessor dalam menjalankan FWA.1. Waktu perjalanan

Pandemi dan WFH menyadarkan banyaknya waktu perjalanan yang bisa lebih bermanfaat untuk hal lain. 26,8% merasakan waktu perjalanan yang sangat lama untuk ke kantor, didukung 29,3% lain yang agak setuju. 40% lainnya tidak terlalu mempermasalahkan waktu perjalanan. Lebih dari 50% juga merasa cepat lelah jika harus menempuh perjalanan rumah - kantor yang panjang. Selama WFH, 57,3% telah mampu mengalihkan waktu perjalanan untuk hal lain yang lebih produktif. Dalam pertimbangan lain, penulis juga melihat adanya Assessor yang harus berada jauh dari keluarga saat ini, sebanyak 42,7% cukup dapat berada lebih dekat dengan keluarga jika pengaturan kerja fleksibel dapat dilaksanakan.

2. Biaya perjalananBiaya perjalanan ke kantor dapat dihemat pegawai dalam situasi WFH. Saat ini masih hampir terbagi rata mengenai persepsi besarnya biaya perjalanan yang perlu dikeluarkan dari rumah ke kantor dan sebaliknya. Pertanyaan selanjutnya adalah perbandingan biaya operasional dengan pemindahan lokasi kerja ke rumah. Ternyata 40,3% masih merasa biaya operasionalnya tidak terlalu besar, dibandingkan ketika perlu mencari lokasi bekerja lain di luar rumah yang lebih nyaman. Secara umum, 37,8% responden

tidak merasa biaya operasional untuk bepergian ke kantor lebih ringan daripada bekerja di rumah atau di luar kantor, ditemani 20,7% responden yang agak setuju. Selebihnya, 30% merasa biaya ke kantor masih lebih murah daripada harus bekerja di rumah dan menanggung biaya operasionalnya. Sehingga dengan demikian 70% responden pun tidak terlalu mempermasalahkan biaya operasional dalam bekerja.

3. Tanggungan biayaBiaya operasional merupakan hal sensitif yang perlu dipertimbangkan mendalam. Apalagi dengan kenyataan dimana 90,2% responden selama ini masih menanggung sendiri biaya operasional pelaksanaan tugas. Biaya operasional pelaksanaan tugas di kantor masih belum dapat dialihkan untuk mendukung WFH. Bahkan lebih dari 50% responden masih tetap mengeluarkan biaya operasional sendiri selama WFO seperti untuk menelepon, menjamin jaringan internet yang stabil, atau pengiriman dokumen fisik. Lebih dari 70% responden menyadari telah mendapat gaji dan tunjangan yang cukup untuk mendukung biaya operasional, namun seluruh responden juga senang jika kantor memberikan dukungan biaya operasional tambahan untuk pelaksanaan tugas di luar kantor.

4. KompensasiRisiko kerja masuk dalam pertimbangan, dibandingkan kompensasi yang didapat. WFH dianggap memberikan risiko perjalanan yang minim oleh lebih dari 90% responden. Biaya pelaksanaan tugas pun secara umum dipersepsi lebih kecil oleh 80% lebih responden survei. Kompensasi yang didapat Assessor masih berbeda-beda dengan pelaksanaan tugas daring; 28% menyatakan berkurang daripada sebelum pandemi, 9,8% sangat menyetujuinya, sekitar 30% masih ragu-ragu, dan sisanya tidak merasakan dampak negatif terhadap kompensasi yang didapat. Jika diperdalam lagi, 89% mengharapkan pelaksanaan tugas secara

Page 11: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA)

(Virginia Ditya Ayu Ekaputri)

95

daring dengan penyesuaian kompensasi sesuai kebutuhan. Dengan kondisi seperti itu, seluruh responden kecuali 1 orang menyatakan tidak keberatan untuk mendukung VAC dengan dukungan fasilitas dan kompensasi yang sesuai. Penelitian melaporkan perusahaan yang melaksanakan flexitime biasanya menyediakan kebijakan lain yang memotivasi pekerjanya untuk bekerja lebih keras, seperti insentif kinerja (Chung, 2017).

5. Work life balanceKeseimbangan hidup dan pekerjaan Assessor selama ini dianggap mampu dicapai tanpa masalah oleh sekitar 89% responden. Hal itu tidak banyak berubah dengan hadirnya pandemi yang memberikan kesempatan bagi semua untuk bekerja dari rumah. WFH dianggap tidak mengganggu work life balance.

6. Stress levelPengukuran sederhana terhadap tingkat stress pegawai dilakukan melalui dua pertanyaan berikut:

Chart 3Pertanyaan stress level 1

Chart 4Pertanyaan stress level 2

Page 12: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Civil Service VOL. 14, No.2, November 2020 : 1 - 10

96

Berdasarkan data di atas, situasi pandemi dapat dianalogikan dengan situasi normal. Situasi WFH adalah situasi darurat yang memaksa setiap orang berubah secara cepat dan menyesuaikan segala aspek kehidupan untuk dapat dilakukan dari kenyamanan rumah masing-masing. Situasi WFO dalam situasi pandemi adalah situasi yang mendorong orang untuk kembali pada rutinitas awal dalam lingkungan yang sudah berubah sehingga dibutuhkan kewaspadaan lebih. Ternyata, situasi WFH di awal pandemi adalah yang paling banyak membuat stress dalam melaksanakan tugas (37,8%). Hal itu mungkin disebabkan perubahan mendadak dan kurang persiapan dalam segala bidang. Situasi WFO saat ini justru yang membuat paling sedikit responden merasa stress (28%), dimana mungkin persiapan telah dilakukan selama masa WFH. Menarik sekali bahwa lebih banyak orang yang bahkan memilih situasi sebelum pandemi (bekerja di kantor secara penuh) sebagai situasi kerja yang paling membuat stress. Jika dibandingkan dengan data berikutnya, responden juga ternyata paling banyak menjawab situasi WFO secara fleksibel saat ini sebagai situasi kerja yang paling tidak membuat stress (47,6%). Data itu diikuti dengan situasi WFH di awal pandemi (26,8%), dan kembali paling sedikit responden yang menganggap situasi bekerja normal dahululah yang paling tidak membuat stress (25,6%). Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa Assessor ternyata lebih merasa nyaman bekerja dalam situasi kerja yang fleksibel, ada kesempatan untuk bekerja di kantor dan di rumah atau di mana saja sesuai kebutuhan. Hasil ini sejalan dengan penelitian (Patel, 2020) dimana kebanyakan pekerja lebih memilih untuk bekerja fleksibel di masa depan setelah mendapatkan manfaat keseimbangan pekerjaan dan kehidupan lain, produktivitas yang meningkat, serta kesejahteraan yang bertambah selama

masa lockdown (kuncitara yang memaksa semua orang tetap di rumah). Beberapa mungkin akan tetap memilih bekerja dari kantor untuk mempertahankan interaksi dengan rekan kerja, kurangnya fasilitas di rumah, dan ingin membuat batasan yang jelas antara pekerjaan dan keluarga Chung et.al. (2020).

PENUTUP

FWA membutuhkan persiapan yang cermat dan mempertimbangkan berbagai aspek untuk dapat menghasilkan kinerja yang lebih produktif. Kondisi pandemi saat ini memang masih jauh dari gambaran kondisi terkontrol yang dimaksudkan Robbins dalam konsep FWA, namun hal ini dapat menjadi data awal untuk menyiasati FWA secara ideal ke depannya. Bagaimanapun, studi yang dilakukan Robbins terkait FWA melaporkan tingginya engagement atau keterikatan, komitmen, kebetahan, dan kinerja pegawai yang semakin optimal ketika pegawai memiliki kendali yang lebih besar dalam upaya menyeimbangkan waktu bekerja dan waktu pribadinya (Stephen P. Robbins, Martha I. Finney, James O’Rourke, 2013).

Sifat pekerjaan yang dapat dilasana-kan di mana saja, baik mandiri maupun kelompok, serta melalui berbagai media saja tidak cukup untuk mendorong dilaksana-kannya FWA, juga dibutuhkan pelaksana, pendukung, hingga pimpinan yang memiliki keterampilan yang cukup dan dapat nyaman bekerja dalam situasi itu. Hal itu juga perlu didukung infrastruktur, jaringan, maupun kompensasi yang sesuai sehingga pegawai merasa lebih termotivasi dan fokus dalam menjalankan perannya masing-masing dalam menyelesaikan target kerja yang telah ditetapkan. Terpenting adalah memulainya dari suatu titik dan bergerak ke arah yang benar.

Perkembangan penilaian kompetensi ke arah virtual yang dapat mendorong dilaksanakannya FWA bagi Assessor tidak hanya memberikan manfaat produktivitas

Page 13: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA)

(Virginia Ditya Ayu Ekaputri)

97

bagi pelaksana di lembaga penilaian kompetensi. Assessee atau peserta yang dinilai potensi dan kompetensinya pun ternyata mendapatkan manfaat dengan mengikuti assessment dari tempat kerjanya sehari-hari secara virtual. Dalam dunia Psikologi Kognitif hal itu dikenal sebagai Encoding Specificity (Tulving & Thomson, 1973) dimana situasi rutin dapat meningkatkan kemampuan Assessee dalam mengingat kembali pengalamannya sebagai masukan bagi Assessor dalam menilai kompetensi dan memprediksi kemampuannya di masa depan. Diperlukan penelitian lebih lanjut bagi para Assessee.

VAC sendiri merupakan topik yang masih didiskusikan lebih mendalam dalam perkembangannya di Indonesia. Isu kejujuran peserta, keamanan data, penggunaan pada komunitas disable, budaya, etika, dan profesionalitas dalam memindahkan tes ke dalam wadah digital harus terus dipertimbangkan (Naglieri et al., 2004). Perlu diingat bahwa simulasi dalam assessment center dikembangkan untuk menyerupai situasi pekerjaan aslinya, sehingga jika pelaksanaan tugas masih manual hal tersebut menjadi kurang relevan. Pekerjaan besarnya adalah untuk mentransformasi pola kerja di pemerintahan ke arah virtual sehingga VAC menjadi metode yang sesuai. Selain itu, pengembangan aplikasi atau sistem yang mendukung VAC bukan hal mudah dan membutuhkan data yang besar. Development Dimensions International (DDI) mengem-bangkan sistem Manager Ready yang telah diluncurkan sejak 2011 dengan meng-gunakan data assessment center yang di-lakukan 40 tahun terakhir (ATD-Staff, 2011) untuk dapat mengimplementasikan algoritma yang tepat dan itu pun diakui masih dalam versi beta. Aplikasi ini diakui mampu memprediksi maupun juga memberikan saran pengembangan yang sesuai (Toterhi, 2011).

Sebagai penelitian awal, penulis sebatas menampilkan data deskriptif, dan masih memberi kesempatan untuk pengolahan data lebih lanjut untuk melihat hubungan antar item yang ada untuk analisis

yang lebih mendalam. Disarankan untuk menyebarkan survei ke seluruh pejabat Assessor atau lebih banyak responden untuk mendapatkan gambaran statistik yang lebih jelas.

REFERENSI

Ashoush, M. A. A.-L., Elsayed, A. A., & Younis, R. A. (2015). Flexible Work Arrangements: Related Topics and Directions. Journal of Business Studies Quarterly, 7(1), 36–45.

ATD-Staff. (2011). DDI Announces Online Assessment System Manager Ready. Insights. https://www.td.org/insights/ddi-announces-online-assessment-system-manager-ready

Badan Kepegawaian Negara. (2020). Buku Statistik PNS Juni 2020.

Bridges, L. E. (2018). Flexible as freedom? The dynamics of creative industry work and the case study of the editor in publishing. New Media and Society, 20(4), 1303–1319. https://doi.org/10.1177/1461444816688920

Byham, W. C. (1974). Assessment Centers Selection Based on Simulation. Simulations, Games and Experiential Learning Techniques, 1, 300–303.

Byham, W. C. (2002). What Is an Assessment Center? In Development Dimensions International.

Chung, H. (2017). Work Autonomy, Flexibility and Work-Life Balance. In University of Kent. http://wafproject.org/wordpress/wp-content/uploads/BT_125709_WAF_report_v3.pdf

Chung, H., Seo, H., Forbes, S., & Birkett, H. (2020). Working from Home During the Covid-19 Lockdown: Changing Preferences and the Future of Work.

Del. (2020). Asesor SDM Aparatur , Penilai Kompetensi dan Potensi ASN Instansi Pemerintah. Humas Menpan RB. https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/asesor-sdm-aparatur-penilai-kompetensi-dan-potensi-asn-instansi-pemerintah#:~:text=Pamela

Page 14: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Civil Service VOL. 14, No.2, November 2020 : 1 - 10

98

mengungkapkan bahwa saat ini,sedikit%2C yaitu sekitar 197 orang.

Dewi, R. (2020). Talent Pool 2020 Targetkan Penilaian Kompetensi 2000 PNS. Badan Kepegawaian Negara. https://www.bkn.go.id/berita/talent-pool-2020-targetkan-penilaian-kompetensi-2000-pns

Fadhila, A. A., & Wicaksana, L. (2020). Sistematik Review : Fleksibel Working Arrangement (FWA) Sebagai Paradigma Baru ASN Di Tengah Pandemi Covid-19. Spirit Publik, 15(2), 111–130.

Hermelin, E., Lievens, F., & Robertson, I. T. (2007). The Validity of Assessment Centres for the Prediction of Supervisory Performance Ratings: A meta-analysis. International Journal of Selection and Assessment, 15(4), 405–411. https://doi.org/10.1111/j.1468-2389.2007.00399.x

Howland, A. C., Rembisz, R., Wang-Jones, T. S., Heise, S. R., & Brown, S. (2015). Developing a virtual assessment center. Consulting Psychology Journal: Practice and Research, 67(2), 110–126. https://doi.org/10.1037/cpb0000034

Iniguez, K. (2020). SHL’s Virtual Assessment and Development Center Receives HR Tech Award For Best Innovative Tech Solution. Newswire. https://www.newswire.ca/news-releases/s h l - s - v i r t u a l - a s s e s s m e n t - a n d -development-center-receives-hr-tech-award-for-best-innovative-tech-solution-877407970.html

Irawati, E. (2019). Menyongsong Flexible Working Arrangement Bagi ASN (Welcoming Flexible Working Arrangement for Civil Servant). Jurnal Analis Kebijakan, 3(1), 108–113.

Klindžić, M., & Marić, M. (2019). Flexible work arrangements and organizational performance – The difference between employee and employer--driven practices. Drustvena Istrazivanja, 28(1), 89–108. https://doi.org/10.5559/di.28.1.05

Lowry, P. E. (1994). Selection Methods: Comparison of Assessment Centers with Personnel Records Evaluations. Public Personnel Management, 23(3), 383–395. https://doi.org/10.1177/009102609402300303

Naglieri, J. A., Drasgow, F., Schmit, M., Handler, L., Prifitera, A., Margolis, A., & Velasquez, R. (2004). Psychological Testing on the Internet: New Problems, Old Issues. American Psychologist, 59(3), 150–162. https://doi.org/10.1037/0003-066X.59.3.150

Nan. (2020). Tatanan Normal Baru Jadi Momentum Pemerintah Terapkan Digital Living. Humas Menpan RB. https://www.menpan.go.id/site/berita-terkini/tatanan-normal-baru-jadi-momentum-pemerintah-terapkan-digital-living

Paryono. (2020). Akselerasi Talent Database Nasional, BKN Akreditasi Penyelenggara Penilaian Kompetensi Salah. Siaran Pers BKN No: 045/RILIS/BKN/X/2020, 45. https://www.bkn.go.id/wp-content/uploads/2020/10/Nomor_-045_RILIS_BKN_X_2020-Akselerasi-Talent-Database-Nasional-BKN-Akreditasi-Penyelenggara-Penilaian-Kompetensi-.pdf

Patel, H. S. (2020). The future of work is flexible. Press Office University of Birmingham. https://www.birmingham.ac.uk/news/latest/2020/07/future-of-work-is-flexible.aspx

Pechova, J., & Sisova, V. (2016). Virtual Assessment Centre. 10Th International Days of Statistics and Economics, 1416–1426.

Rupp, D. E., Hoffman, B. J., Bischof, D., Byham, W., Collins, L., Gibbons, A., Hirose, S., Kleinmann, M., Kudisch, J. D., Lanik, M., Jackson, D. J. R., Kim, M., Lievens, F., Meiring, D., Melchers, K. G., Pendit, V. G., Putka, D. J., Povah, N., Reynolds, D., … Thornton, G. (2015). Guidelines and Ethical Considerations for Assessment Center Operations. Journal of Management, 41(4), 1244–1273. https://doi.org/10.1177/0149206314567780

Page 15: Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Fleile

Kesiapan Assessor SDM Aparatur dalam Menerapkan Flexible Working Arrangement (FWA)

(Virginia Ditya Ayu Ekaputri)

99

SHL. (2019). Virtual Assessment and Development Centers. https://shl.co.id/virtual-assessment-development-centers/

Stephen P. Robbins, Martha I. Finney, James O’Rourke, W. S. K. (2013). The Truth About Engaged Culture. In The Truth About Winning at Work. http://library1.nida.ac.th/termpaper6/sd/2554/19755.pdf

Strojny, P. M., Dużmańska-Misiarczyk, N., Lipp, N., & Strojny, A. (2020). Moderators of Social Facilitation Effect in Virtual Reality: Co-presence and Realism of Virtual Agents. Frontiers in Psychology, 11(June), 1–12. https://doi.org/10.3389/fpsyg.2020.01252

Sulistiyani, A. T., & Sukmayeti, E. (2007). Pengembangan jabatan fungsional di lingkungan pemerintah daerah. Jurnal Kebijakan Dan Manajemen PNS, 1(2), 11–26.

Suryana. (2010). Metodologi Penelitian: Model Prakatis Penelitian Kuantitatif dan Kualitatif. In Universitas Pendidikan Indonesia. https://doi.org/10.1007/s13398-014-0173-7.2

Toterhi, T. (2011). Video Transcription : Quintiles’ Story. https://myddi.ddiworld.com/DDIWorld/media/v i d e o / Q u i n t i l e s - Ti m - To t e r h i _transcript.pdf?ext=.pdf

Tulving, E., & Thomson, D. M. (1973). Encoding specificity and retrieval processes in episodic memory. Psychological Review, 80(5), 352–373. https://doi.org/10.1037/h0020071

Westfall, C. (2020). New Survey Shows 47% Increase In Productivity: 3 Things You Must Do When Working From Home. Forbes. https://www.forbes.com/sites/chriswestfall/2020/05/20/new-survey-shows-47-increase-in-productivity-3-things-you-must-do-when-working-from-home/#35d3e84b80dc

Widyawati. (2020). Status wabah Corona di Indonesia ditetapkan sebagai bencana nasional. Sehat Negeriku! Sehatlah Bangsaku Kemenkes. http://sehatnegeriku.kemkes.go.id/baca/

rilis-media/20200315/3633379/status-wabah-corona-indonesia-ditetapkan-bencana-nasional/

Wulandari, I. (2019). Beberapa Hal Perlu Dipersiapkan sebelum Terapkan Flexible Working Arrangement pada PNS. Berita BKN. https://web.archive.org/web/20190919043307/http://www.bkn.go.id/berita/beberapa-hal-perlu-dipersiapkan-sebelum-terapkan-flexible-working-arrangement-pada-pns