kelompok 3_anfis small intestinal, colon dan rectum
DESCRIPTION
anfis usus halus, usus besar, rektumTRANSCRIPT
ANATOMI FISIOLOGI SMALL INTESTINAL, COLON DAN RECTUM
MAKALAH
Oleh
KELOMPOK 3
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2015
ANATOMI FISIOLOGI SMALL INTESTINAL, COLON DAN RECTUM
MAKALAH
disusun sebagai pemenuhan tugas mata kuliah Ilmu Dasar Keperawatan 1Adengan dosen: Ns. Nurfika Asmaningrum, M.Kep
Oleh
PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATANUNIVERSITAS JEMBER
2015
Dhara Ayu P NIM 112310101013
Dicky Andriansyah NIM 112310101027
Delly Awallia NIM 112310101054
Ria Novitasari NIM 122310101022
Zulfa Makhatul Ilmi NIM 122310101024
Yulfa Intan Lukita NIM 122310101034
Sintara Ekayasa NIM 122310101036
Dwi Nida Dzusturia NIM 122310101045
Indra Sarosa NIM 122310101073
Mega Rani Wulandari NIM 142310101086
Septiyana Milla Arifin NIM 142310101089
Candra Widhi K S NIM 142310101116
ANATOMI FISIOLOGI SMALL INTESTINAL, COLON DAN RECTUM
A. Usus Halus
Usus halus adalah bagian dari system pencernaan makanan yang
berpangkal pada pirolus dan berakhir pada seikum panjangnya kurang lebih 6 m,
merupakan saluran paling panjang tempat proses pencernaan dan absorpsi hasil
pencernaan. Usus halus di bagi menjadi beberapa bagian, yaitu:
1. Duodenum
Disebut juga usus 12 jari, panjangnya sekitar 25 cm, berbentuk sepatu
kuda melengkung, pada lengkungan ini terdapat pancreas. Bagian kanan
duodenum terdapat selaput lendir yang membukit disebut papilla vateri
yang didalamnyabermuara saluran empedu. Dinding duodenum
mempunyai lapisan mukosa yang banyak mengandung kelenjar, kelenjar
ini di sebut kelenjar-kelenjar brunner, berfungsi untuk memproduksi getah
intestinum.
2. Yeyunum dan ileum
Yeyunum dan ileum mempunyai panjang sekitar 6 m. dua per lima bagian
atas adalah yeyunum yang panjangnya kira-kira 2-3 m. sedangkan ileum
panjangnya 4-5 m. ujung bawah ileum berhubungan dengan seikum
dengan perantara lubang yang bernama orifisium ileosekalis. Orifisium ini
diperkuat oleh spinter oleosekalis dan pada bagian ini terdapat katup
valvula selkalis/valvula baukini yang berfungsi untuk mencegah cairan
dalam kolon asendens tidak masuk kembali kedalam ileum.
Gambar 1. Anatomi Duodenum-Rectum
Gambar 2. Anatomi small intestinal
Fungsi usus halus antara lain menerima zat-zat makanan yang sudah
dicerna untuk diserap melalui kapiler-kapiler darah dan saluran-saluran limfe.
Menyerap protein dalam bentuk asam amino dan karbohidrat diserap dalam dalam
bentuk emulsi lemak. Di dalam usus halus terdapat kelenjar yang menghasilkan
getah usus yang menyempurnakan makanan yaitu enterokinase yang
mengaktifkan enzim proteolitik dan eripsin yang menyempurnakan pencernaan
protein menjadi asam amino. Lactose mengubah latase menjadi monosakarida,
maltose mengubah maltose menjadi monosakarida, sukrosa mengubah sukrosa
menjado monosakarida. Usus halus mempunyai epitel khusus yang mempunyai
daerah permukaan yang luas, strukturnya seperti vi dan pada mukosa dapat
mengoptimalkan absorpsi baik dibawah kendali aktif maupun pasif.
1. Sel endokrin
Sel endokrin ditemukan di antara sel-sel proliferasi (enteroblas) dari kripta
intestinum. Di sini banyak di temukan sel endokrin berupa enterokromafin
dan memproduksi serotin yang mempunyai peranan penting dalam
pengendalian usus dan pasokan darah.
2. Sel paneth
Keberadaanya pada epitel metaplastik member petunjuk kemungkinan
memproduksi factor local yang meregulasi sel poliferasi dan
berdeferensiasi.
3. Kelenjar brunner
Berupa kumpulan asinus yang mensekresi banyak mucus yang berfungsi
untuk melindungi mukosa terhadap serangan asam pada duodenum
proksimal.
4. Jaringan limfoid
Jaringan ikat mukosa yang mengandung banyak limfatik (laktaso), kapiler
darah, sel limfosit yang infiltrative, sel plasma, eosinofil dan sel mast. Sel
limfoid membentuk lengan imunitas mukosa yang penting, dikenal sebagai
assoceiated lymphoid tissue (MALT).
B. Appendix
Appendix adalah kantong tipis seukuran 2 sampai 4 inci (5-10 cm) yang
terletak di dekat persimpangan usus besar dan kecil. Appendix adalah tonjolan
seperti cacing dengan panjang sampai 18 cm dan membuka pada caecum pada
sekitar 2,5 cm di bawah katup ileosekal. Appendiks memiliki lumen yang sempit.
Lapisan submukosanya mengandung banyak jaringan limfe. Fungsi appendix
(usus buntu) tidak diketahui. Satu teori adalah bahwa appendix sebagai gudang
untuk bakteri baik, “reboot” sistem pencernaan setelah penyakit diare.
Appendix berhubungan dengan mesenteriun ileum oleh mesenterium
pendek berbentuk segitiga yang di dalamnya berjalan pembuluh darah dan
pembuluh limfe appendicular. Posisisnya bervariasi. Berdasarkan frekuensi
letaknya di belakang caecum, dibawah caecum atau menggantung ke dalam
pelvis, di depan atau belakang ujung ileum, di depan caecum.
Gambar 3. Anatomi Appendix
C. Sekum
Usus buntu atau sekum dalam istilah anatomi adalah suatu kantung yang
terhubung pada usus penyerapan serta bagian kolon menanjak dari usus besar.
Panjang sekum sekitar 6cm dan lebar 7,5 cm. Kantong atau struktur seperti tabung
di dalam rongga perut bagian bawah yang menerima bahan makanan yang
tercerna dari usus kecil dan dianggap sebagai wilayah pertama dari usus besar.
Sekum dipisahkan dari ileum (bagian akhir dari usus kecil) oleh katup ileosekal
(juga disebut katup Bauhin), yang membatasi laju bagian makanan ke sekum dan
dapat membantu mencegah bahan dari kembali ke usus kecil. Organ ini ditemukan
pada mamalia, burung, dan beberapa jenis reptil. Sebagian besar herbivora
memiliki sekum yang besar, sedangkan karnivora eksklusif memiliki sekum yang
kecil, yang sebagian atau seluruhnya digantikan oleh umbai cacing.
Fungsi utama dari sekum adalah untuk menyerap cairan dan garam yang
masih tersisa setelah selesai pencernaan usus dan penyerapan dan untuk
mencampur isinya dengan zat pelumas, lender dan untuk membantu dalam
pencernaan makanan nabati . Dinding internal sekum terdiri dari selaput lendir
tebal di mana air dan garam diserap. Di bawah lapisan ini adalah lapisan dalam
jaringan otot yang menghasilkan gerakan berputar dan meremas.
Gambar 4. Letak Sekum
D. Colon
Usus besar atau kolon dalam anatomi adalah bagian usus antara usus buntu
dan rektum. Panjang usus besar atau kolon kira-kira satu setengah meter yaitu
sumbangan dari usus halus dan mulai di katup ileokolik atau ileosekal, yaitu
tempat sisa makanan lewat. Reflek gastrokolik terjadi ketika makanan masuk
lambung dan menimbulkan peristaltik di dalam usus besar.
Kolon mulai sebagai kantong yang mekar dan terdapat apendiks
vermiformis atau umbai cacing. Apendiks terdiri atas empat lapisan dinding yang
sama seperti usus lainnya, hanya lapisan submukosanya berisi sejumlah besar
jaringan limfe, yang dianggap mempunyai fungsi serupa dengan tonsil yaitu
pertahanan tubuh. Sebagian terletak dibawah sekum dan sebagian di belakang
sekum atau disebut retrosekum.
Sekum terletak di daerah iliaka kanan dan menempel pada otot iliopsoas.
Kolon naik melalui daerah sebelah kanan lumbal dan disebut kolon asendens. Di
bawah hati berbelok pada tempat yang disebut fleksura hepatika, lalu berjalan
melalui tepi daerah epigastrik dan umbilikal sebagai kolon tranversus. Di bawah
limpa membelok sebagai fleksura sinistra atau fleksura lienalis dan kemudian
berjalan melalui daerah kanan lumbal sebagai kolon desendens. Di daerah kanan
iliaka terdapat belokan yang disebut fleksura sigmoid dan dibentuk kolon
sigmoideus atau kolon pelvis, dan kemudian masuk pelvis besar dan menjadi
rektum.
Kolon terdiri atas keempat lapisan dinding yang sama seperti usus halus.
Serabut longitudinal pada dinding berotot tersusun dalam tiga jalur yang memberi
rupa berkerut-ker’ut dan berlubang-lubang. Dinding mukosa lebih halus daripada
yang ada pada usus halus, dan tidak memiliki vili. Di dalamnya terdapat kelenjar
serupa kelenjar tubuler dalam usus halus dan dilapisi epitelium silinder yang
memuat sel cangkir.
Usus besar tidak ikut serta dalam pencernaan atau absorpsi makanan. Bila
isi usus halus mencapai sekum, semua zat makanan telah diabsorpsi dan isinya
cair. Selama perjalanan di dalam kolon isinya menjadi makan padat karena
absorpsi dan ketika mencapai rektum feses bersifat paday-lunak. Peristaltik dalam
kolon sangat lamban. Diperlukan waktu kira-kira enam belas sampai dua puluh
jam bagi isinya untuk mencapai fleksura sigmoid. Fungsi kolon dapat disimpulkan
sebagai berikut absorpsi air, garam, dan glukosa; sekresi musin oleh kelenjar
didalam lapisan dalam; penyiapan selulosa; serta defekasi.
Gambar 5. Anatomi Colon
E. Rektum
Rektum (Bahasa Latin: regere, “meluruskan, mengatur”) adalah sebuah
ruangan yang berawal dari ujung usus besar (setelah kolon sigmoid) dan berakhir
di anus. Rektum terbentang dari vertebre sakrum ke-3 sampai garis anorektal.
Letaknya dalam rongga pelvis di depan os sakrum dan os koksigius.Sruktur
rektum serupa dengan yang ada pada kolon, tetapi dinding yang berotot lebih
tebal dan membran mukosanya memuat lipatan lipatan membujur yang disebut
kolumna morgagni. Semua ini menyambung ke dalam saluran anus.
Struktur rektum
a. Bagian sepertiga atas dari rectum, sisi samping dan depannya diselubungi
peritoneum. Di bagian tengah, Hanya sisi depannya yang diselubungi
peritoneum. Di bagian bawah, tidak diselubungi peritoneum sama sekali.
b. Terbagi menjadi dua bagian: sfingter dan ampula
c. Memiliki panjang 10-15 cm
d. Ampula pada rectum memiliki bentuk seperti balon atau buah pir
e. Dikelilingi oleh visceral pelvic fascia
f. Memiliki empat lapisan: Mukosa, Submukosa, Muskular, dan Serosa
g. Kolumnalrektal
h. Membantu dalam kontraksi dan dilatasi pada saluran anal dan otot sfingter
rectum
i. Terdiri atas sel-sel otot bermukosa yang cukup padat, dan mengandung
lebih banyak pembuluh limfa, pembuluh darah, dan jaringan saraf daripada
sel-sel penyusun dinding rectum di sekitarnya.
Rektum berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara feses. Biasanya
rektum ini kosong karena tinja disimpan di tempat yang lebih tinggi, yaitu pada
kolon desendens. Jika kolon desendens penuh dan tinja masuk ke dalam rektum,
maka timbul keinginan untuk buang air besar (BAB). Mengembangnya dinding
rektum karena penumpukan material di dalam rektum akan memicu sistem saraf
yang menimbulkan keinginan untuk melakukan defekasi. Jika defekasi tidak
terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke usus besar, di mana penyerapan
air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak terjadi untuk periode yang lama,
konstipasi dan pengerasan feses akan terjadi.
Gambar 6. Anatomi Rektum dan Anus
F. Anus
Anus adalah bukaan pada bagian akhir dari usus besar. Saluran anal
merupakan pipa kosong yang menghubungkan rectum (bagian bawah akhir dari
usus besar) dengan anus dan luar tubuh. Letaknya di abdomen bawah bagian
tengah di dasar pelvis setelah rektum. Anus manusia terletak di bagian tengah
pantat, bagian posterior dari periotoneum.
Dinding otot anus diperkuat oleh 3 sfingter yaitu:
a. Sfingter ani internus (tidak mengikuti keinginan);
b. Sfingter levator ani (tidak mengikuti keinginan);
c. Sfingter ani eksternus (mengikuti keinginan).
Struktur anus yaitu terdiri atas:
a. Saluran anal memiliki panjang sekitar 2-4,5 cm;
b. Saluran anal dikelilingi oleh otot yang berbentuk seperti cincin yang
disebut internal anal sphincters dan external anal sphincters;
c. Saluran anal dilapisi oleh membrane mukosa;
d. Bagian atas saluran anal memiliki sel yang menghasilkan mucus yang
membantu memudahkan ekskret keluar tubuh;
e. Bagian bawah saluran anal terdiri dari sel epitel berbentuk kubus;
f. Saluran anal memiliki bagian berbentuk lipatan yang disebut anal colums
(kolumnal anal);
g. Bagian atas kolumnal anal membentuk garis anorectal yang merupakan
perbatasan antara rectum dengan anus;
h. Bagian bawah kolumnal anal memiliki garis dentate yang menjadi penanda
dari daerah dimana terdapat sel-sel saluran anal yang bisa berubah dari sel
penghasil mucus menjadi sel epitel kubus;
i. Sel-sel epitel anus lebih tebal dari yang di saluran anal dan memiliki
rambut;
j. Ada area perianal yang merupakankulit di sekeliling anus sejauh 5 cm.
Feses dibuang dari tubuh melalui proses defekasi (buang air besar BAB),
yang merupakan fungsi utama anus. Setelah dicerna di usus halus, makanan
kemudian dibawa ke usus besar yang terdiri dari sekum, kolon, rectum, dan anus.
Di usus besar,terjadi penyerapan air dan sisa-sisa hasil pencernaan yang
melewatiusus besar disebut feses. Feses disimpan di rectum, dan ketika rectum
penuh, otot sfingter eksternal dan internal di saluran anal dan anus akan relaksasi
sehingga feses bisa keluar dari tubuh melalui anus.
Gambar 7. Anatomi Anus
G. Proses Pencernaan Usus Halus, Colon, Rektum
1. Proses Pencernaan di Usus Halus
Gambar 8. Anatomi Usus Halus-Rektum
Di dalam usus halus terjadi proses pencernaan kimiawi dengan melibatkan
berbagai enzim pencernaan. Kimus yang berasal dari lambung mengandung
molekul-molekul pati yang telah dicernakan dimulut dan lambung, molekul-
molekul protein yang telah dicernakan di lambung, molekul-molekul lemak yang
belum dicernakan serta zat-zat lain. Selama di usus halus, semua molekul pati
dicernakan lebih sempurna menjadi molekul-molekul glukosa. Sementara itu
molekul-molekul protein dicerna menjadi molekul-molekul asam amino, dan
semua molekul lemak dicerna menjadi molekul gliserol dan asam lemak. Berbagai
macam enzim diperlukan untuk membantu proses pencernaan kimiawi ini. Hati,
pankreas, dan kelenjar-kelenjar yang terdapat di dalam dinding usus halus mampu
menghasilkan getah pencernaan. Getah ini bercampur dengan kimus di dalam usus
halus. Getah pencernaan yang berperan di usus halus ini berupa cairan empedu,
getah pankreas, dan getah usus.
Gambar 9. Anatomi Villi
Pada dinding usus penyerap terdapat jonjot-jonjot usus yang disebut vili.
Vili berfungsi memperluas daerah penyerapan usus halus sehingga sari-sari
makanan dapat terserap lebih banyak dan cepat. Dinding vili banyak mengandung
kapiler darah dan kapiler limfe (pembuluh getah bening usus). Agar dapat
mencapai darah, sari-sari makanan harus menembus sel dinding usus halus yang
selanjutnya masuk pembuluh darah atau pembuluh limfe. Glukosa, asam amino,
vitamin, dan mineral setelah diserap oleh usus halus, melalui kapiler darah akan
dibawa oleh darah melalui pembuluh vena porta hepar ke hati. Selanjutnya, dari
hati ke jantung kemudian diedarkan ke seluruh tubuh. Asam lemak dan gliserol
bersama empedu membentuk suatu larutan yang disebut misel. Pada saat
bersentuhan dengan sel vili usus halus, gliserol dan asam lemak akan terserap.
Selanjutnya asam lemak dan gliserol dibawa oleh pembuluh getah bening usus
(pembuluh kil), dan akhirnya masuk ke dalam peredaran darah. Sedangkan garam
empedu yang telah masuk ke darah menuju ke hati untuk dibuat empedu kembali.
Vitamin yang larut dalam lemak (vitamin A, D, E, dan K) diserap oleh usus halus
dan diangkat melalui pembuluh getah bening. Selanjutnya, vitamin-vitamin
tersebut masuk ke sistem peredaran darah. Umumnya sari makanan diserap saat
mencapai akhir usus halus. Sisa makanan yang tidak diserap, secara perlahan-
lahan bergerak menuju usus besar.
2. Proses Pencernaan di Usus Besar
Gambar 10. Anatomi Usus Besar
Usus besar atau kolon memiliki panjang ±1 meter dan terdiri atas kolon
ascendens, kolon transversum, dan kolon descendens. Di antara intestinum tenue
(usus halus) dan intestinum crassum (usus besar) terdapat sekum (usus buntu).
Pada ujung sekum terdapat tonjolan kecil yang disebut appendiks (umbai cacing)
yang berisi massa sel darah putih yang berperan dalam imunitas. Makanan yang
tidak dicerna di usus halus, misalnya selulosa, bersama dengan lendir akan
menuju ke usus besar menjadi feses. Di dalam usus besar terdapat bakteri
Escherichia coli. Bakteri ini membantu dalam proses pembusukan sisa makanan
menjadi feses. Selain membusukkan sisa makanan, bakteri E. coli juga
menghasilkan vitamin K. Vitamin K berperan penting dalam proses pembekuan
darah. Sisa makanan dalam usus besar masuk banyak mengandung air. Karena
tubuh memerlukan air, maka sebagian besar air diserap kembali ke usus besar.
Penyerapan kembali air merupakan fungsi penting dari usus besar.
Zat-zat sisa di dalam usus besar ini didorong ke bagian belakang dengan
gerakan peristaltik. Zat-zat sisa ini masih mengandung banyak air dan garam
mineral yang diperlukan oleh tubuh. Air dan garam mineral kemudian diabsorpsi
kembali oleh dinding kolon, yaitu kolon ascendens. Zat-zat sisa berada dalam
usus besar selama 1 sampai 4 hari. Pada saat itu terjadi proses pembusukan
terhadap zat-zat sisa dengan dibantu bakteri Escherichia coli, yang mampu
membentuk vitamin K dan B12. Selanjutnya dengan gerakan peristaltik, zat-zat
sisa ini terdorong sedikit demi sedikit ke saluran akhir dari pencernaan yaitu
rektum dan akhirnya keluar dengan proses defekasi melewati anus. Defekasi
diawali dengan terjadinya penggelembungan bagian rektum akibat suatu rangsang
yang disebut refleks gastrokolik. Kemudian akibat adanya aktivitas kontraksi
rektum dan otot sfinkter yang berhubungan mengakibatkan terjadinya defekasi. Di
dalam usus besar ini semua proses pencernaan telah selesai dengan sempurna.
Perjalanan makanan sampai di usus besar dapat mencapai antara empat sampai
lima jam. Namun, di usus besar makanan dapat disimpan sampai 24 jam. Di
dalam usus besar, feses di dorong secara teratur dan lambat oleh gerakan
peristalsis menuju ke rektum (poros usus). Gerakan peristalsis ini dikendalikan
oleh otot polos (otot tak sadar).
3. Proses Pencernaan di Rektum dan Anus
Rektum merupakan kantung yang berfungsi menampung tinja (faeces).
Organ ini berfungsi sebagai tempat penyimpanan sementara tinja. Jika rektum
telah penuh dengan tinja, maka menimbulkan rangsangan yang disebabkan adanya
peregangan pada dinding rektum sehingga timbul keinginan untuk buang air besar
(defekasi). Jika defekasi tidak terjadi, sering kali material akan dikembalikan ke
usus besar, di mana penyerapan air akan kembali dilakukan. Jika defekasi tidak
terjadi untuk periode yang lama, maka akan terjadi pengerasan tinja dan
konstipasi. Anus merupakan sebuah lubang yang menghubungkan rektum dengan
lingkungan luar tubuh yang terletak di bagian tengah bokong. Pada anus terdapat
otot polos yang berperan sebagai katup muskuler yang disebut sfingter ani yang
berfungsi mengatur pengeluaran tinja. Apabila feses sudah siap dibuang maka otot
spinkter rectum mengatur pembukaan dan penutupan anus. Otot spinkter yang
menyusun rektum ada 2, yaitu otot polos dan otot lurik. Jadi, proses defekasi
(buang air besar) dilakukan dengan sadar, yaitu dengan adanya kontraksi otot
dinding perut yang diikuti dengan mengendurnya otot sfingter anus dan kontraksi
kolon serta rektum. Akibatnya feses dapat terdorong ke luar anus.
Gambar 11. Anatomi Rektum-Anus
GANGGUAN PADA SISTEM PENCERNAAN SMALL INTESTINAL,
COLON DAN RECTUM
A. Apendisitis
Apendisitis merupakan penyebab paling umum inflamasi akut pada
kuadran bawah kanan dari rongga abdomen dan merupakan penyebab paling
umum untuk bedah abdomen darurat (Smeltzer C. Suzanne 2001).
Gambar 1. Apendiksitis
Klasifikasi
1. Appendiksitis akut
a. Appendisitis Akut Sederhana (Cataral Appendicitis)
Proses peradangan baru terjadi di mukosa dan sub mukosa disebabkan
obstruksi.
b. Appendisitis Akut Purulenta (Supurative Appendicitis)
Tekanan dalam lumen yang terus bertambah disertai edema
menyebabkan terbendungnya aliran vena pada dinding appendiks dan
menimbulkan trombosis. Mikroorganisme yang ada di usus besar
berinvasi ke dalam dinding appendiks menimbulkan infeksi serosa.
c. Appendisitis Akut Gangrenosa
Bila tekanan dalam lumen terus bertambah, aliran darah arteri mulai
terganggu sehingga terjadi infrak dan ganggren. Selain didapatkan
tanda-tanda supuratif, appendiks mengalami gangren pada bagian
tertentu.
2. Appendisitis Infiltrat
Appendicitis infiltrat adalah proses radang appendiks yang penyebarannya
dapat dibatasi oleh omentum, usus halus, sekum, kolon dan peritoneum.
3. Appendisitis Abses
Dapat terjadi bila massa lokal yang terbentuk berisi nanah (pus).
4. Appendisitis Perforasi
adalah pecahnya appendiks yang sudah ganggren yang menyebabkan pus
masuk ke dalam rongga perut sehingga terjadi peritonitis umum.
5. Appendisitis Kronis
proses radang yang persisten akibat infeksi mikroorganisme dengan
virulensi rendah, khususnya obstruksi parsial terhadap lumen.
Etiologi
Penyakit radang usus buntu ini umumnya disebabkan oleh infeksi bakteri,
namun faktor pencetusnya ada beberapa kemungkinan yang sampai sekarang
belum dapat diketahui secara pasti. Di antaranya faktor penyumbatan (obstruksi)
pada lapisan saluran (lumen) appendiks oleh timbunan tinja/feces yang keras
(fekalit), hyperplasia (pembesaran) jaringan limfoid, benda asing dalam tubuh,
cancer primer dan striktur, penyakit cacing atau parasit . Berikut akan dijelaskan
tentang hal-hal tersebut:
1. Obstruksi lapisan saluran lumen appendiks
Obstruksi lapisan saluran lumen appendiks dapat disebabkan oleh
beberapa factor antara lain : benda asing misalnya biji cabai, pembesaran
jaringan limfoid, kanker. Penyumbatan atau pembesaran inilah yang
menjadi media bagi bakteri untuk berkembang biak. Perlu diketahui bahwa
dalam tinja/feces manusia sangat mungkin sekali telah tercemari oleh
bakteri/kuman Escherichia Coli, inilah yang sering kali mengakibatkan
infeksi yang berakibat pada peradangan usus buntu.
2. Penyakit cacing atau parasit
Seseorang yang mengalami penyakit cacing (cacingan), cacing atau parasit
yangmasuk ke dalam sistem pencernaan melalui makanan yang
dikonsumsi. Cacing yang beternak didalam usus besar lalu tersasar
memasuki usus buntu maka dapat menimbulkan penyakit radang usus
buntu.
Patofisiologi
Appendisitis biasanya disebabkan oleh penyumbatan lumen apendiks
olehhyperplasia folikel limfoid, fekalit, benda asing, striktur karena fibrosis akibat
peradangan sebelumnya, atau neoplasma. Obstruksi lumen yang tertutup
disebabkan oleh hambatan pada bagian proksimalnya dan berlanjut pada
peningkatan sekresi normal dari mukosa apendiks yang distensi. Obstruksi
tersebut menyebabkan mucus yang diproduksi mukosa mengalami bendungan.
Makin lama mucus tersebut makin banyak, namun elastisitas dinding appendiks
mempunyai keterbatasan sehingga menyebabkan peningkatan intralumen.
Tekanan yang meningkat tersebut akan menyebabkan apendiks mengalami
hipoksia, menghambat aliran limfe, terjadi ulserasi (luka) mukosa dan invasi
bakteri. Infeksi menyebabkan pembengkakan apendiks bertambah (edema) dan
semakin iskemik karena terjadi trombosis pembuluh darah intramural (dinding
apendiks). Pada saat inilah terjadi apendisitis akut fokal yang ditandai oleh nyeri
epigastrium. Gangren dan perforasi khas dapat terjadi dalam 24-36 jam, tapi
waktu tersebut dapat berbeda-beda setiap pasien karena ditentukan banyak faktor.
Bila sekresi mukus terus berlanjut, tekanan akan terus meningkat. Hal tersebut
akan menyebabkan obstruksi vena, edema bertambah, dan bakteri akan menembus
dinding.
Peradangan timbul meluas dan mengenai peritoneum setempat sehingga
menimbulkan nyeri didaerah kanan bawah (Mc.burney), keadaan ini disebut
dengan apendisitis supuratif akut. Bila arteri terganggu akan terjadi infark dinding
apendiks yang diikuti dengan gangren. Stadium ini disebut dengan apendisitis
gangrenosa. Bila dinding yang telah rapuh itu pecah, akan terjadi apendisitis
perforasi. Bila semua proses diatas berjalan lambat, omentum dan usus yang
berdekatan akan bergerak kearah apendiks hingga timbul suatu massa lokal yang
disebut infiltrate apendikularis. Peradangan apendiks tersebut dapat menjadi abses
atau menghilang. Infiltrat apendikularis merupakan tahap patologi apendisitis
yang dimulai dimukosa dan melibatkan seluruh lapisan dinding apendiks dalam
waktu 24-48 jam pertama, ini merupakan usaha pertahanan tubuh dengan
membatasi proses radang dengan menutup apendiks dengan omentum, usus halus,
atau adneksa sehingga terbentuk massa periapendikular. Di dalamnya dapat terjadi
nekrosis jaringan berupa abses yang dapat mengalami perforasi. Jika tidak
terbentuk abses, apendisitis akan sembuh dan massa periapendikular akan menjadi
tenang untuk selanjutnya akan mengurai diri secara lambat.
Apendiks yang pernah meradang tidak akan sembuh sempurna, tetapi akan
membentuk jaringan parut yang menyebabkan perlengketan dengan jaringan
sekitarnya. Perlengketan ini dapat menimbulkan keluhan berulang diperut kanan
bawah. Pada suatu ketika organ ini dapat meradang akut lagi dan dinyatakan
mengalami eksaserbasi akut.
Tanda Gejala
Apendisitis memiliki gejala kombinasi yang khas, yang terdiri dari mual,
muntahdan nyeri yang hebat di perut kanan bagian bawah. Nyeri bisa secara
mendadak dimulaidi perut sebelah atas atau di sekitar umbilikus. Hal ini
disebabkan oleh pembengkakan akibat inflamasi. Pada bayi dan anak-anak,
nyerinya bersifat menyeluruh, di semuabagian perut. Pada orang tua dan wanita
hamil, nyerinya tidak terlalu berat dan di daerahini nyeri tumpulnya tidak terlalu
terasa. Ruptura pada appendix bisa memicupeningkatan nyeri.
Mual dan muntah bisa mucul dalam apendisitis sebagai akibat dari nyeri
yangmuncul. Mual dan muntah umumnya muncul terutama bila terjadi nyeri
sekitarumbilikus. Sebagai hasil dari akumulasi bakteri di apendix terjadilah
inflamasi. Hal ini memicu peningkatan sel darah putih dan peningkatan suhu
hingga 38.8 celsius. Penurunan nafsu makan juga muncul akibat adanya nyeri,
mual, dan muntah tersebut. (Hurst, 2008)
B. Kanker Kolon
Kanker adalah pertumbuhan baru (atau tumor) massa yang tidak normal
akibat proliferasi sel-sel yang beradaptasi tanpa memiliki keuntungan dan tujuan.
Neoplasma terbagi atas jinak atau ganas. Neoplasma ganas disebut juga sebagai
kanker (cancer). (SylviaA Price, 2005). Karsinoma atau kanker kolon ialah
keganasan tumbuh lambat yang paling sering ditemukan daerah kolon terutama
pada sekum, desendens bawah, dan kolon sigmoid. Kanker kolorektal adalah
tumbuhnya sel-sel ganas dalam tubuh di dalam permukaan usus besar atau
rektum. Kebanyakan kanker usus besar berawal dari pertumbuhan sel yang tidak
ganas yang disebut adenoma yang dalam stadium awal membentuk polip (sel
yang tumbuh sangat cepat).
Etiologi
Faktor-faktor berikut ini sangat berpengaruh terhadap timbulnya
karsinoma kolon yaitu:
1. tingginya konsumsi daging sapi dan lemak hewani;
2. meningkatnya kuman-kuman anaerobik pada kolon;
3. tumor yang memproduksi asam empedu sekunder;
4. diet rendah serat, dan
5. kemungkinan defisiensi bahan makanan protektif (yang mencegah
timbulnya kanker) dalam diet.
Diet dengan tinggi lemak hewani akan dapat meningkatkan pertumbuhan
kuman-kuman anaerobik pada kolon, terutama jenis clostridium dan bakteroides.
Organisme ini bekerja pada lemak dan cairan empedu sekunder, yang dapat
merusak mukosa kolon dengan aktivitas replikasinya dan secara simultan berperan
sebagai promotor untuk senyawa-senyawa lain yang potensial karsinogenik,
dengan pembentukan nitrosamida (suatu bahan karsinogen) dari amin dan amida
yang dilepaskan oleh diet yang mengandung daging dan lemak hewani.
Sedangkan secara simultan, bahwa kurangnya serat dalam diet akan memperkecil
volume tinja dan memperlambat waktu pengosongan usus. Keadaan ini
mengurangi proses dilusi dan proses pengikatan bahan-bahan karsinogen. Diet
rendah serat sering disebabkan oleh rendahnya konsumsi buah-buahan serta sayur-
sayuran yang mengandung vitamin A, C, dan E, yang diduga mempunyai efek
anti kanker.
Patofisiologi
Penyakit kanker mengenai sel sebagai unit dasar kehidupan. Sel akan
tumbuh dan membelah untuk mempertahankan fungsi normalnya, tetapi kadang-
kadang pertumbuhan ini diluar kontrol sehingga sel terus membelah meskipun sel-
sel baru tersebut tidak diperlukan. Pertumbuhan yang berlebihan ini dapat
merupakan suatu keadaan prekanker, contohnya adalah polip di daerah usus besar.
Setelah melalui periode panjang, polip ini dapat menjadi ganas. Pada keadaan
lanjut, kanker ini dapat menembus dinding usus besar dan menyebar melalui
saluran pembuluh getah bening.
Hampir semua karsinoma kolon rektum berasal dari polip, terutama polip
adenomatus. Ini disebut adenoma-carsinoma sequence. Menurut P. Deyle,
perkembangannya dibagi atas 3 fase. Fase pertama yaitu fase karsinogen yang
bersifat rangsangan. Fase kedua adalah fase pertumbuhan tumor, fase ini tidak
menimbulkan keluhan atau fase tumor asimtomatis. Kemudian fase ketiga dengan
timbulnya keluhan dan gejala yang nyata, karena keluhan dan gejala yang nyata.
Karena keluhan tersebut timbulnya perlahan-lahan dan tidak sering, biasanya
penderita merasa terbiasa dan baru memeriksakan dirinya ke dokter setelah
memasuki stadium lanjut.
Kanker kolon dapat menyebar melalui beberapa cara yaitu :
1. Secara infiltratif langsung ke struktur yang berdekatan, seperti ke dalam
kandung kemih.
2. Melalui pembuluh limfe ke kelenjar limfe perikolon dan mesokolon.
3. Melalui aliran darah, biasanya ke hati karena kolon mengalirakan darah ke
system portal.
4. Penyebaran secara transperitoneal.
5. Penyebaran ke luka jahitan, insisi abdomen atau lokasi drain. Pertumbuhan
kanker menghasilkan efek sekunder, meliputi penyumbatan lumen usus
dengan obstruksi dan ulserasi pada dinding usus serta perdarahan. Penetrasi
kanker dapat menyebabkan perforasi dan abses, serta timbulnya metastase
pada jaringan lain (Gale, 2000).
C. Hemoroid
Hemoroid adalah bagian vena yang berdilatasi dalam kanal anal.
Hemoroid sangat umum terjdadi. Pada usia 50-an, 50% individu mengalami
berbagai tipe hemoroid Berdasarkan luasnya vena yang terkena. Hemoroid di
klasifikasikan menjadi dua tipe. Hemoroid internal, yaitu hemoroid yang terjadi
diatas sfingter anal sedangkan yang muncul di luar sfingter anal disebut hemoroid
eksternal (Brunner & Smeltzer, 2001).
Plexus hemoroid merupakan pembuluh darah normal yang terletak pada
mukosa rektum bagian distal dan anoderm. Gangguan pada hemoroid terjadi
ketika plexus vaskular ini membesar. Sehingga kita dapatkan pengertiannya dari
“hemoroid adalah dilatasi varikosus vena dari plexus hemorrhoidal inferior dan
superior” (Dorland, 2002).
Hemoroid merupakan pelebaran dan inflamasi pembuluh darah vena di
daerah anus yang berasal dari plexus hemorrhoidalis. Di bawah atau diluar linea
dentate pelebaran vena yang berada di bawah kulit (subkutan) disebut hemoroid
eksterna. Sedangkan diatas atau di dalam linea dentate, pelebaran vena yang
berada di bawah mukosa (submukosa) disebut hemoroid interna (Sudoyo, 2006).
Etiologi
Menurut Villalba dan Abbas (2007), etiologi hemoroid sampai saat
ini belum diketahui secara pasti, beberapa faktor pendukung yang terlibat
diantaranya adalah:
1. Penuaan;
2. Kehamilan;
3. Hereditas;
4. Konstipasi atau diare kronik;
5. Penggunaan toilet yang berlama-lama;
6. Posisi tubuh, misal duduk dalam waktu yang lama;
7. Obesitas.
Faktor-faktor tersebut berkaitan dengan kongesti vaskular dan prolapsus
mukosa (Schubert dkk, 2009). Selain itu dikatakan ada hubungan antara hemoroid
dengan penyakit hati maupun konsumsi alkohol (Mc Kesson Health Solution
LCC, 2004).
Manifestasi klinis
Gejala klinis hemoroid dapat dibagi berdasarkan jenis hemoroid (Villalba
dan Abbas, 2007) yaitu:
a. Hemoroid internal
1. Prolaps dan keluarnya mukus
2. Perdarahan
3. Rasa tak nyaman
4. Gatal
b. Hemoroid eksternal
1. Rasa terbakar
2. Nyeri ( jika mengalami trombosis)
3. Gatal
Patofisiologi
Hemoroid timbul akibat kongesti vena yang disebabkan oleh gangguan
aliran balik dari vena hemoroidalis. Telah diajukan beberapa faktor etiologi yaitu
konstipasi, diare, sering mengejan, kongesti pelvis pada kehamilan, pembesaran
prostat, fibroid uteri, dan tumor rektum. Penyakit hati kronis yang disertai
hipertensi portal sering mengakibatkan hemoroid, karena vena hemoroidalis
superior mengalirkan darah ke sistem portal. Selain itu sistem portal tidak
mempunyai katup, sehingga mudah terjadi aliran balik.
Hemoroid dapat dibedakan atas hemoroid eksterna dan interna. Hemoroid
eksterna di bedakan sebagai bentuk akut dan kronis. Bentuk akut berupa
pembengkakan bulat kebiruan pada pinggir anus dan sebenarnya merupakan suatu
hematoma, walaupun disebut sebagai hemoroid thrombosis eksternal akut. Bentuk
ini sering terasa sangat nyeri dan gatal karena ujungujung saraf pada kulit
merupakan reseptor nyeri. Kadang-kadang perlu membuang trombus dengan
anestesi lokal, atau dapat diobati dengan “kompres duduk” panas dan analgesik.
Hemoroid eksterna kronis atau skin tag biasanya merupakan sekuele dari
hematom akut. Hemoroid ini berupa satu atau lebih lipatan kulit anus yang terdiri
dari jaringan ikat dan sedikit pembuluh darah (Price, 2005).
Hemoroid interna dibagi berdasarkan gambaran klinis atas derajat 1, bila
terjadi pembesaran hemoroid yang tidak prolaps keluar kanal anus, hanya dapat
dilihat dengan anorektoskop. Derajat 2, pembesaran hemoroid yang prolaps dan
menghilang atau masuk sendiri ke dalam anus secara spontan. Derajat 3,
pembesaran hemoroid yang prolaps dapat masuk lagi ke dalam anus dengan
bantuan dorongan jari. Derajat 4, prolaps hemoroid yang permanen. Rentan dan
cenderung untuk mengalami thrombosis dan infark (Sudoyo, 2006).
DAFTAR PUSTAKA
Brooker, C. 2001. Kamus Saku Keperawatan. edisi 31. Jakarta: EGC
Dorland, Newman. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. Edisi 29. Jakarta: EGC
Gale, dkk. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Onkologi. Jakarta: EGC
Gibson, John. 2003. Fisiologi dan Anatomi Modern untuk Perawat Edisi 2.
Jakarta: EGC
Hurst, Marlene. 2008. Pathophysiology Review. New York, USA: McGraw Hill
Pearce, Evelyn C. 2009. Anatomi dan Fisiologi untuk Paramedis. Jakarta:
Gramedia Pustaka Umum
Price & Wilson. 2005. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses penyakit.
Jakarta: EGC
Sloane, Ethel. 2003. Anatomi dan Fisiologi untuk Pemula. Jakarta: EGC
Smeltzer & Bare. 2001. Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Jakarta: EGC.
Sudoyo, A.W., dkk. 2006. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Ed 4. Jakarta: Pusat
Penerbitan Ilmu Penyakit Dalam FK UI
Tambayong, Jan. 2000. Patofisiologi Untuk Perawatan. Jakarta: EGC
Tambayong. 2001. Anatomi dan Fisiologi untuk Keperawatan. Jakarta: EGC
Villalba, & Abbas. 2007. Hemorrhoids: Modern Remedies for an Ancient
Disease. The Permanente Journal, 11 (2):74-76