kedudukan hukum perawat dalam ... - jurnal.untad.ac.id
TRANSCRIPT
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
82
KEDUDUKAN HUKUM PERAWAT DALAM MELAKSANAKAN
TINDAKAN MEDIS SETELAH BERLAKUNYA UNDANG-UNDANG
NOMOR 38 TAHUN 2014 TENTANG KEPERAWATAN
Maman Hermana
Email: [email protected]
Sekretariat Daerah Provinsi Sulawesi Tengah
Abstrak
This research uses normative or doctrinal legal research with the research approach used is
statute approach and historical approach. The statute approach is carried out by examining
all laws and regulations relating to the legal issues being addressed. Historical approach is
carried out by examining the background of what is learned and the development of
arrangements regarding the issues at hand, this action is needed when researchers really
want to uncover philosophical thoughts and mindsets that give birth to something that is
being studied, which has relevance to the present. The results showed that the
implementation of medical actions by nurses, legally have been in accordance with statutory
regulations, and do not violate the provisions contained in normative instruments of medicine
and nursing, the nursing profession has a legal position carrying out medical actions which
must be in accordance with the type of nurse. In the implementation of medical actions
performed by nurses who are not in accordance with the type, to this matter has
consequences for accountability both criminal, civil and administrative law.
Kata Kunci: Doctors and Nurses; Legal standing; Medical Action
PENDAHULUAN
Sebelum lahirnya Undang-Undang
Nomor 38 Tahun 2014 tentang Keperawatan
(selanjutnya disebut UU Keperawatan),
profesi perawat masih kurang diakui dan
kurang mendapat perhatian dalam dunia
kesehatan, kondisi tersebut dapat
digambarkan sebagai berikut :
1. Kesejahteraan dan hak-hak perawat belum
sepenuhnya memadai, padahal peran
perawat sangat dibutuhkan, mengingat
terbatasnya jumlah dokter dengan
kebutuhan pelayanan kesehatan oleh
masyarakat tidak sebanding.
2. Tuntutan hukum banyak ditujukan kepada
perawat, karena pelayanan yang diberikan
dianggap melampaui kewenangannya, hal
ini disebabkan pengaturan kewenangan
dan pelimpahan serta pembagian
wewenang yang tidak jelas, banyak
perawat bekerja dalam grey area.
3. Pekerjaan perawat dalam grey area
meliputi menetapkan diagnosis penyakit,
membuat resep obat, melakukan tindakan
pengobatan di dalam maupun di luar
tempat layanan kesehatan, melakukan
pemeriksaan kehamilan, melakukan
pertolongan persalinan, melakukan
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
83
tindakan invasi (seperti memasang infus,
memasang kateter, dan menyuntik), serta
tindakan-tindakan kegawat daruratan,
termasuk pula pelaksanaan tugas
kebersihan, dan tugas administrasi. Hal ini
terjadi akibat belum adanya job
decriptions yang jelas.
4. Perawat ditetapkan pada posisi yang
secara hukum tidak mempunyai tanggung
jawab mandiri karena harus bergantung
pada tenaga kesehatanlain.
5. Masalah pendidikan keperawatan,
khususnya mengenai jenjang pendidikan
yang masih beragam dan belum ada
standarisasi pendidikan, Tidak diatur
secara tegas mengenai perlindungan
hukum bagi seluruh aktivitas yang
dilakukan oleh perawat termasuk
didalamnya memberikan tindakan
keperawatan, pendidikan, nasehat, dan
konseling dalam rangka penyelesaian
masalah kesehatan.
6. Regulasi yang masih sebatas pada
Peraturan Pemerintah/ Peraturan Menteri
Kesehatan, yang hanya mengatur tentang
tenaga kesehatan, registrasi tenaga
kesehatan, dan penyelenggaraan izin
praktik perawat.
Berdasarkan uraian-uraian tersebut,
disertai perjuangan seluruh elemen
keperawatan melalui organisasi perawat dari
daerah sampai pusat, maka Dewan
Perwakilan Rakyat telah memasukan
Rancangan Undang-Undang Keperawatan
sebagai salah satu prioritas Program
Legislasi Nasional Tahun 2012 dan pada
tanggal 25 September 2014, disahkan
menjadi undang-undang.
Ruang lingkup pengaturan secara
umum dalam UU Keperawatan meliputi jenis
perawat, pendidikan keperawatan, registrasi,
izin praktik, dan registrasi ulang, praktik
keperawatan mencakup tugas dan
wewenang, hak dan kewajiban mencakup
hak dan kewajiban Perawat serta hak dan
kewajiban Klien, organisasi profesi perawat,
kolegium keperawatan, dan konsil
keperawatan, dengan demikian dapat
memberikan gambaran sebagai berikut :
1. Latar belakang perawat menjadi lebih
jelas dan terstruktur. Pada UU
Keperawatan diatur mengenai pendidikan
perawat (perawat vokasional dan perawat
profesional).
2. Kepastian dan perlindungan hukum untuk
perawat sebagaimana tujuan pengaturan
keperawatan tertulis di dalam Pasal 3 UU
Keperawatan
3. Pembentukan konsil keperawatan
4. Kejelasan dalam memberikan pelayanan
kepada pasien sebagaimana tercantum
dalam Bagian Kedua, Pasal 29 s/d Pasal
35 UU Keperawatan
5. Perawat diizinkan melakukan praktik
keperawatan mandiri di Indonesia dengan
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
84
syarat yang ditentukan oleh Konsil
Keperawatan.
Penjabaran wewenang perawat dalam
tatanan pelayanan kesehatan, yang tercantum
dalam Pasal 30 sampai dengan Pasal 35 UU
Keperawatan, secara umum terlaksana dalam
tiga ruang lingkup, yaitu :
1. Pelaksananaan tindakan mandiri perawat
berupa asuhan keperawatan;
2. Pelaksanaan tindakan medis berdasarkan
pelimpahan tugas;
3. Pelaksanaan tindakan medis dalam
keadaan keterbatasan tertentu dan/ atau
dalam keadaan darurat tanpa adanya
pelimpahan tugas dari dokter.
Kejelasan dan ketepatan dalam
pelimpahan tindakan medis sangat
dibutuhkan antara lain tentang jenis tindakan
medis yang dilimpahkan, jenis tenaga
kesehatan dengan kualifikasi yang
dibutuhkan, batas waktu penggunaan
pelimpahan, serta dalam kondisi bagaimana
dibutuhkan adanya pelimpahan tindakan
medis, serta pengaturan-pengaturan lainnya
yang tujuannya memperjelas khususnya
dalam pertanggungjawaban hukum, jika
terjadi hubungan hukum yang menimbulkan
kerugian masyarakat penerima jasa
pelayanan kesehatan.
Di samping itu, kenyataan
menunjukkan bahwa dengan semakin
terdidiknya masyarakat umum dan semakin
banyaknya beredar buku-buku pengetahuan
populer tentang tentang penyakit dan
kesehatan, maka masyarakat awam juga
semakin kritis terhadap pelayanan kesehatan
yang diterimanya. Kesenjangan pengetahuan
yang secara klasik telah menyebabkan
ketidak seimbangan hubungan antara tenaga
kesehatan dengan pasien saat ini semakin
mengecil. Selain itu bahwa pembagian tugas
dalam bidang kedokteran kepada berbagai
jenis tenaga kesehatan semakin besar,
sehingga menyebabkan berkurangnya
wewenang dokter dan makin terbuka
terhadap penilaian dan kritik.
Oleh karena itu dapat dikatakan bahwa
mengecilnya kesenjangan pengetahuan
antara pasien dan tenaga kesehatan dan
semakin terbaginya otonomi profesi dokter
kepada pihak lain, akan banyak berpengaruh
dalam penilaian dan pengendalian profesi
kesehatan, sehingga memberikan dampak
bagi tenaga kesehatan maupun pasien
terhadap kedudukan hukumnya yang
menjadi seimbang dan sederajat, mempunyai
hak dan kewajiban yang dilindungi oleh
undang-undang.
Berdasarkan latar belakang yang telah
diuraikan diatas, maka penulis tertarik untuk
melakukan penelitian berkaitan dengan
“Kedudukan hukum perawat dalam
melaksanakan tindakan medis setelah
berlakunya Undang-Undang Republik
Indonesia Nomor 38 Tahun 2014 tentang
Keperawatan”.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
85
METODE
Jenis Penelitian
Penelitian ini menggunakan jenis
penelitian hukum normatif atau doktrinal.
dilakukan dengan cara meneliti bahan-bahan
pustaka atau data sekunder yang terdiri dari
bahan hukum primer, bahan hukum
sekunder, dan bahan tertier.
Bahan Hukum
Dalam penelitian hukum, dikenal
beberapa jenis bahan hukum,
pengklasifikasian bahan hukum tersebut
sebagaimana peneliti maksud dan gunakan
dalam penelitian ini ialah bahan hukum
primer, bahan hukum sekunder dan bahan
non hukum. Bahan hukum primer
merupakan bahan hukum yang bersifat
autoratif artinya mempunyai otoritas. Bahan
hukum primer merupakan bahan hukum
yang bersifat mengikat dan resmi, meliputi
peraturan perundang-undangan. Bahan
hukum sekunder adalah bahan hukum yang
memberikan penjelasan lebih lanjut tentang
bahan hukum primer yang merupakan semua
publikasi tentang hukum. Sedangkan bahan
non hukum adalah bahan hukum yang
memberikan petunjuk dan penjelasan
terhadap bahan hukum primer dan bahan
hukum sekunder.
Analisis Bahan Hukum
Mengenai tehnik analisis bahan hukum
yang diterapkan dalam penelitian ini di awali
dengan pengumpulan dan sistematisir bahan-
bahan hukum yang diperoleh untuk
kemudian dianalisis, analisis dilakukan
dalam rangka untuk menyelesaikan
permasalahan yang ada dengan
menggambarkan apa yang menjadi masalah
(deskripsi), menjelaskan masalah
(eksplanasi), mengkaji permasalahan dari
bahan-bahan hukum yang terkait (evaluasi)
dan memberikan argumentasi dari hasil
evaluasi tersebut, sehingga didapat
kesimpulan mengenai persoalan yang
dibahas pada penelitian ini.
HASIL DAN PEMBAHASAN
A. Kedudukan Hukum Pelaksanaan
Tindakan Medis Oleh Perawat
Tenaga kesehatan sesuai dengan
pengertiannya yang tercantum dalam UU
Tenaga Kesehatan adalah “setiap orang yang
mengabdikan diri dalam bidang kesehatan
serta memiliki pengetahuan dan/atau
keterampilan melalui pendidikan di bidang
kesehatan yang untuk jenis tertentu
memerlukan kewenangan untuk melakukan
upaya kesehatan”.1 Ketentuan tersebut
memberikan penjelasan bahwa tenaga
kesehatan dalam hal ini perawat, diberikan
kedudukannya oleh undang-undang sebagai
subjek hukum yang mempunyai kewenangan
melaksanakan pelayanan kesehatan dalam
bidang keperawatan.
1 Lihat Pasal 1 angka 1, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014 tentang
Tenaga Kesehatan.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
86
Mengenai sumber kewenangan Pada
Pasal 11 Undang Undang Nomor 30 Tahun
2014 tentang Administrasi Pemerintahan
(selanjutnya disebut UU Administrasi
Pemerintahan) menyebutkan bahwa
kewenangan diperoleh melalui atribusi,
delegasi, dan/atau mandat.
a. Kewenangan Atribusi
Atribusi adalah pemberian
Kewenangan kepada Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan oleh Undang-Undang Dasar
Negara Republik Indonesia Tahun 1945 atau
Undang-Undang.2
Kewenangan seorang perawat dalam
melakukan pelayanan kesehatan secara
mandiri sesuai dengan ruang lingkup dan
tingkat kompetensinya dimana perawat
memiliki kewenangan untuk melakukan
asuhan keperawatan secara mandiri dan
komperehensif serta tindakan kolaborasi
keperawatan dengan tenaga kesehatan lain
sesuai dengan kualifikasinya dalam UU
Tenaga Kesehatan pada Pasal 62 berbunyi:
(1) Tenaga kesehatan dalam menjalankan
praktik harus dilakukan sesuai dengan
kewenangan yang didasarkan pada
Kompetensi yang dimilikinya.
(2) Jenis Tenaga Kesehatan tertentu yang
memiliki lebih dari satu jenjang
pendidikan memiliki kewenangan
2 Lihat Pasal 1 angka 22, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan
profesi sesuai dengan lingkup dan
tingkat Kompetensinya.
(3) Ketentuan lebih lanjut mengenai
kewenangan profesi sebagimana
dimaksud pada ayat (1) diatur dengan
Peraturan Menteri.
Didalam keadaan tertentu seorang
tenaga kesehatan yaitu perawat yang
memberikan pelayanan kedokteran dan/atau
kefarmasian dalam batas tertentu, serta tidak
adanya tenaga kesehatan yang memiliki
kewenangan untuk melakukan tindakan
pelayanan kesehatan yang dibutuhkan serta
tidak dimungkinkan untuk dirujuk, perawat
dapat memberikan pelayanan diluar
kewenangannya di jelaskan dalam UU
Tenaga Kesehatan pada Pasal 63 berbunyi:
(1) Dalam keadaan tertentu Tenaga
Kesehatan dapat memberikan pelayanan
diluar kewenangannya.
(2) Ketentuan lebih lanjut mengenai
menjalankan keprofesian diluar
kewenangannya sebagaimana dimaksud
ayat (1) diatur dalam Peraturan Menteri.
b. Kewenangan Delegatif
Delegasi adalah pelimpahan
Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang lebih tinggi kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
lebih rendah dengan tanggung jawab dan
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
87
tanggung gugat beralih sepenuhnya kepada
penerima delegasi.3
Berkaitan dengan tugas perawat yang
tercantum dalam UU Keperawatan Pasal 29
huruf g, yaitu sebagai pelaksana tugas
berdasarkan pelimpahan wewenang,
dijelaskan dalam Permenkes 26/2019 pada
Pasal 27 dan Pasal 28. Pada Pasal 27
disebutkan bahwa tugas sebagai pelaksana
tugas berdasarkan pelimpahan wewenang
dilaksanakan berdasarkan :
a. Pelimpahan wewenang untuk melakukan
tindakan medis dari dokter dan evaluasi
pelaksanaannya, atau
b. Dalam rangka pelaksanaan program
pemerintah.
Selanjutnya, Pasal 28 Ayat (1)
sampai dengan Ayat (8) menyebutkan
sebagai berikut :
(1) Pelimpahan wewenang untuk melakukan
tindakan medis dari dokter sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 27 huruf a dapat
berupa pelimpahan wewenang delegatif
atau mandat.
(2) Pelimpahan wewenang untuk melakukan
tindakan medis sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) harus dilakukan secara
tertulis.
(3) Pelimpahan wewenang secara mandat
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh tenaga medis kepada
3 Lihat Pasal 1 angka 23, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan
perawat untuk melakukan suatu tindakan
medis di bawah pengawasan tenaga
medis yang melimpahkan wewenang.
(4) Pelimpahan wewenang secara delegatif
untuk melakukan sesuatu tindakan medis
sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
diberikan oleh tenaga medis kepada
perawat dengan disertai pelimpahan
tanggung jawab.
(5) Pelimpahan wewenang secara delegatif
sebagaimana dimaksud ayat (1)
dilakukan sesuai dengan kompetensinya.
(6) Pelimpahan wewenang untuk melakukan
tindakan medis sebagaimana dimaksud
ayat (1) dilakukan sesuai dengan
kompetensinya.
(7) Jenis tindakan medis dalam pelimpahan
wewenang secara mandat meliputi
tindakan :
1) Memberikan terapi parenteral
2) Menjahit luka dan tindakan medis
lainnya sesuai dengan kompetensi
perawat
(8) Jenis tindakan medis dalam pelimpahan
wewenang secara delegatif meliputi
tindakan :
1. Memasang infus
2. Menyuntik
3. Imunisasi dasar, dan
4. Tindakan medis lainnya yang
dilakukan sesuai dengan kompetensi
perawat.
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
88
Pengaturan tersebut memberikan
gambaran terhadap jenis-jenis tindakan
medis yang dapat dilaksanakan secara
delegatif dan mandat.
c. Kewenangan Mandat
Mandat adalah pelimpahan
Kewenangan dari Badan dan/atau Pejabat
Pemerintahan yang lebih tinggi kepada
Badan dan/atau Pejabat Pemerintahan yang
lebih rendah dengan tanggung jawab dan
tanggung gugat tetap berada pada pemberi
mandat.4
Dalam melaksanakan tugas
berdasarkan pelimpahan kewenangan
delegatif dan mandat sebagaimana yang telah
dijelaskan dalam Permenkes 26/2019 pada
Pasal 27 dan Pasal 28, ketentuan tentang
kategori perawat yang dapat menjalankan
kewenangan tindakan medis, diatur tersendiri
dalam UU Keperawatan pada Pasal 32 ayat
(4) dan ayat (7) berbunyi:
(4) Pelimpahan wewenang secara delegatif
sebagimana dimaksud pada ayat (3)
hanya dapat diberikan kepada perawat
profesi atau perawat vokasi terlatih yang
memiliki kompetensi yang diberikan.
(7) Dalam melaksanakan tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang sebagimana
dimaksud ayat (1), perawat berwenang:
a. Melakukan tindakan medis yang
sesuai dengan kompetensinya atas
4 Lihat Pasal 1 angka 24, Undang-Undang
Republik Indonesia Nomor 30 Tahun 2014 tentang
Administrasi Pemerintahan
pelimpahan wewenang delegatif
tenaga medis.
b. Melakukan tindakan medis dibawah
pengawasan atas pelimpahan
wewenang mandat; dan
c. Memberikan pelayanan kesehatan
dengan program pemerintah.
Hasil penelitian diketahui bahwa
pelimpahan kewenangan tindakan medik.
d. Analisa jenis tindakan medis yang
diimpahkan
Dalam ketentuan umum Peraturan
Menteri Kesehatan Nomor
290/MENKES/PER/III/2008 tentang
Persetujuan Tindakan kedokteran
(Selanjutnya disebut Permenkes 290),
dijelaskan bahwa tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi yang selanjutnya disebut
tindakan kedokteran adalah suatu tindakan
medis berupa preventif, diagnostik,
terapeutik atau rehabilitatif yang dilakukan
oleh dokter atau dokter gigi terhadap pasien.
Dengan demikian tindakan medis
dapat dilakukan dengan tiga cara yaitu :
a. Penegakan diagnosa
b. Melakukan terapi (Pengobatan)
c. Melakukan tindakan invasif
Sesuai dengan yang telah dijelaskan
sebelumnya, Konsil Kedokteran Indonesia
telah mengeluarkan peraturan tentang
Standar Kompetensi Dokter Indonesia,
Penerapan Kode Etik Kedokteran Indonesia
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
89
yang memuat lafal sumpah kedokteran, serta
terbitnya Permenkes 1438 tentang Standar
Pelayanan Kedokteran. menjadi instrumen
normatif dalam melaksanakan pelayanan
kedokteran.
Peneliti mencermati bahwa
pelaksanaan tindakan medis oleh perawat,
secara yuridis telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dan tidak melanggar
ketentuan yang tercantum dalam instrumen
normatif kedokteran. Beberapa penjabaran
terkait tindakan medis yang dapat ditafsirkan
menjadi dasar dalam memberikan
pelimpahan pelaksanaan tindakan medis oleh
perawat, dijelaskan sebagai berikut
a. Dalam buku standar kompetensi dokter
indonesia, terdapat penjabaran
kompetensi yang harus dimiliki seorang
dokter, yang berkaitan dengan kerjasama
dengan profesi lain dalam tim pelayanan
kesehatan, beberapa diantaranya sebagai
berikut
1) Kompetensi profesionalitas yang luhur
: lulusan Dokter Mampu Berperilaku
profesional yaitu mampu bekerja
sama intra- dan interprofesional
dalam tim pelayanan kesehatan
demi keselamatan pasien
2) Kompetensi komunikasi efektif yaitu
mampu menggali dan bertukar
informasi secara verbal dan nonverbal
dengan pasien pada semua usia,
anggota keluarga, masyarakat, kolega,
dan profesi lain, lulusan dokter
mampu berkomunikasi dengan
mitra kerja (sejawat dan profesi
lain) antara lain melakukan
tatalaksana konsultasi dan rujukan
yang baik dan benar, membangun
komunikasi interprofesional dalam
pelayanan kesehatan
b. Kode Etik Kedokteran,
Kewajiban umum yaitu seorang dokter
harus senantiasa berupaya melaksanakan
profesinya sesuai dengan standar profesi
yang tertinggi, seorang dokter harus
menghormati hak-hak pasien, hak-hak
sejawatnya, dan hak tenaga kesehatan
lainnya, dan harus menjaga kepercayaan
pasien, setiap dokter dalam bekerja sama
dengan para pejabat di bidang
kesehatan dan bidang lainnya serta
masyarakat, harus saling menghormati.
Kewajiban dokter terhadap pasien yaitu
setiap dokter wajib melakukan
pertolongan darurat sebagai suatu tugas
perikemanusiaan, kecuali bila ia yakin
ada orang lain bersedia dan mampu
memberikannya.
c. Lafal sumpah kedokteran
“Saya akan senantiasa mengutamakan
kesehatan pasien dengan memperhatikan
kepentingan masyarakat”.
Dengan demikian secara normatif
dokter melakukan pelimpahan tindakan
medis kepada perawat tidak melanggar
ketentuan dalam peraturan perundang-
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
90
undangan sebagaimana yang telah dijelaskan
diatas, namun harus sesuai dengan
kemampuan atau kompetensi yang menerima
pelimpahan tindakan medis.
Dalam pejelasan Pasal 62 disebutkan
bahwa yang dimaksud dengan "kewenangan
berdasarkan kompetensi" adalah kewenangan
untuk melakukan pelayanan kesehatan secara
mandiri sesuai dengan lingkup dan tingkat
kompetensinya, poin b “perawat memiliki
kewenangan untuk melakukan asuhan
keperawatan secara mandiri dan
komprehensif serta tindakan kolaborasi
keperawatan dengan Tenaga Kesehatan lain
sesuai dengan kualifikasinya”
Sebagaimana telah disebutkan
sebelumnya dalam UU Keperawatan bahwa
tindakan medis yang dapat dilimpahkan
secara delegatif, antara lain menyuntik,
memasang infus dan memberikan imunisasi
dasar sesuai dengan program pemerintah,
tindakan ini dapat diberikan kepada perawat
profesi atau perawat vokasi terlatih yang
memiliki kompetensi yang diperlukan.
Pelimpahan dilakukan disertai dengan
pelimpahan tanggung jawab, selanjutnya
dalam Permenkes 26/2019 ditambahkan pula
satu norma pelaksanaan tindakan medis
secara delegatif oleh perawat yaitu
melakukan tindakan medis lainnya yang
sesuai dengan kompetensi perawat, sehingga
tidak terbatas pada beberapa tindakan medis
yang telah disebutkan di atas.
Kemudian pelimpahan yang
dilaksanakan secara mandat yaitu
pelimpahan wewenang tindakan medis
kepada perawat di bawah pengawasan,
tanggung jawab atas tindakan medis pada
pelimpahan wewenang mandat berada pada
pemberi pelimpahan wewenang. Dalam UU
Keperawatan disebutkan jenis tindakan
medis yang dilaksanakan secara mandat
yaitu memberikan terapi parenteral dan
penjahitan luka, selanjutnya dalam
Permenkes 26/2019 ditambahkan pula satu
norma pelaksanaan tindakan medis yaitu
pelaksanaan tindakan medis lainnya sesuai
dengan kompetensi perawat.
Terhadap ketentuan tersebut, sesuai
pula dengan pelaksanaan tindakan secara
delegatif, sehingga dapat dipahami bahwa
jenis tindakan medis yang disebutkan secara
delegatif dan mandat, tidak membatasi jenis
tindakan medis tertentu, namun harus
disesuaikan dengan kompetensi yang
dimiliki perawat.
d. Analisis kedudukan perawat dalam
melakukan tindakan medis
Setelah diketahui kewenangan dokter
berdasarkan perundang-undangan terhadap
kompetensi tindakan medis yang
dimilikinya dan dalam rangka memberikan
pelimpahan kepada perawat memberikan
pemahaman bahwa :
a. Pelimpahan kewenangan tindakan medis
dilaksanakan berdasarkan keputusan
dokter;
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
91
b. Pelimpahan kewenangan tenaga medis
diberikan kepada perawat profesi atau
perawat vokasi terlatih yang memiliki
kompetensi diperlukan.
c. Pelimpahan kewenangan yang diberikan
oleh tenaga medis kepada perawat harus
secara tertulis, dengan instruksi yang jelas
pelaksanaanya serta petunjuk bila timbul
komplikasi;
d. Harus ada evaluasi dalam
pelaksanaannya;
e. Perawat berhak menolak bila ia merasa
tidak mampu.
Dengan demikian pelimpahan tindakan
medis yang bisa diberikan adalah dalam
bentuk kewenangan yuridis yaitu
kewenangan yang dibatasi norma-norma
yang merupakan ligkup dan wewenang
perawat. Kompetensi dan kewenangan
tersebut menunjukan kemampuan
profesional dan merupakan standar profesi
untuk tenaga kesehatan tersebut.
Kewenangan profesional tidak bisa
dilimpahkan, tiap-tiap profesi mempunyai
kompetensi masing-masing, dan kompetensi
tidak bisa dilimpahkan. Dalam hal ini,
kewenangan mandat dan delegasi yang
diberikan kepada perawat untuk melakukan
tindakan medis kepada pasien adalah sebagai
pelaksanaan menjalankan tugas (execution),
sedangkan pengambilan keputusan (decision)
adalah merupakan tetap tanggung jawab
dokter.
Selanjutnya batasan kewenangan
pelaksanaan tindakan medis berdasarkan
tugas pelimpahan yang disesuaikan dengan
jenis perawat, dijelaskan sebagai berikut :
a. Sesuai dengan kewenangan dokter yang
dijelaskan sebelumnya pada Pasal 35 UU
Praktik Kedokteran dan Pasal 30 sampai
dengan Pasal 37, jenis perawat yang dapat
melakukannya sebagai berikut :
- Perawat Ahli Madya memiliki
kompetensi untuk melakukan tindakan
medis berupa :
Memeriksa fisik dan mental pasien
Melakukan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi berupa tindakan pada
keadaan gawat darurat, pada keadaan
keterbatasan tertentu, dalam keadaan
darurat untuk memberikan
pertolongan pertama berupa tindakan
medis, memberikan terapi parenteral,
menjahit luka, memasang infus,
menyuntik, serta pemberian suntikan
imunisasi dasar.
Menyimpan bahan-bahan
pengobatan dengan memperhatikan
keamanan dan keselamatan pasien.
Memberikan dan mencatat obat
sesuai dengan yang didelegasikan.
- Ners memiliki kompetensi untuk
melakukan tindakan medis berupa :
Memeriksa fisik dan mental pasien
Melakukan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi berupa tindakan pada
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
92
keadaan gawat darurat, pada keadaan
keterbatasan tertentu, dalam keadaan
darurat untuk memberikan
pertolongan pertama berupa tindakan
medis dan pemberian obat,
memberikan terapi parenteral,
menjahit luka, memasang infus,
menyuntik, serta pemberian suntikan
imunisasi dasar.
Melakukan pengobatan untuk
penyakit umum dalam hal tidak
terdapat tenaga medis, penyakit
umum sebagaimana tercantum dalam
penjelasan Pasal 33 Ayat (4)
merupakan penyakit atau gejala yang
ringan dan sering ditemukan sehari
hari dan berdasarkan gejala yang
terlihat (simtomatik), antara lain, sakit
kepala, batuk pilek, diare tanpa
dehidrasi, kembung, demam, dan
sakit gigi.
Menjamin keamanan dan ketepatan
penyimpanan, pemberian dan
pencatatan bahan-bahan pengobatan.
Memberikan obat, mencatat,
mengkaji efek samping dan
mengukur dosis yang sesuai dengan
resep yang ditetapkan.
- Ners Spesialis memiliki kompetensi
untuk melakukan tindakan medis berupa
Memeriksa fisik dan mental pasien
Melakukan tindakan kedokteran atau
kedokteran gigi berupa tindakan pada
keadaan gawat darurat, pada keadaan
keterbatasan tertentu, dalam keadaan
darurat untuk memberikan
pertolongan pertama berupa tindakan
medis dan pemberian obat,
memberikan terapi parenteral,
menjahit luka, memasang infus,
menyuntik, serta pemberian suntikan
imunisasi dasar.
Melakukan pengobatan untuk
penyakit umum dalam hal tidak
terdapat tenaga medis, penyakit
umum sebagaimana tercantum dalam
penjelasan Pasal 33 Ayat (4)
merupakan penyakit atau gejala yang
ringan dan sering ditemukan sehari
hari dan berdasarkan gejala yang
terlihat (simtomatik), antara lain, sakit
kepala, batuk pilek, diare tanpa
dehidrasi, kembung, demam, dan
sakit gigi.
Menjamin keamanan dan ketepatan
penyimpanan, pemberian dan
pencatatan bahan-bahan pengobatan.
Memberikan obat, mencatat,
mengkaji efek samping dan
mengukur dosis yang sesuai dengan
resep yang ditetapkan.
Merespon situasi gawat darurat/
bencana secara cepat dan tepat,
mengambil peran kepemimpinan
dalam triage dan koordinasi asuhan
klien sesuai kebutuhan asuhan khusus
Mendelegasikan kepada orang lain,
kegiatan sesuai dengan kemampuan,
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
93
tingkat persiapan, keahlian dan
lingkup praktik legal, Menerima
kegiatan yang didelegasikan sesuai
dengan tingkat keahliannya dan
lingkup praktik legal
Menjamin keamanan dan ketepatan
penyimpanan, pemberian dan
pencatatan bahan-bahan pengobatan
Memberikan obat termasuk dosis
yang tepat, cara, frekuensi,
berdasarkan pengetahuan yang akurat
tentang efek farmakologis,
karakteristik klien dan terapi yang
disetujui, sesuai dengan resep yang
ditetapkan.
B. Tanggung Jawab Perawat Dalam
Melakukan Tindakan Medis
Pertanggungjawaban hukum terhadap
kesalahan yang menimbulkan kerugian dari
pelaksanaan tindakan medis yang dilakukan
perawat ditinjau berdasarkan hukum perdata
dan hukum pidana. Dalam bidang hukum
administrasi, pertanggungjawabannya lahir
karena adanya pelanggaran ketentuan hukum
administrasi terhadap penyelenggaraan
praktik perawat. UU Keperawatan telah
memberikan ketentuan administrasi yang
wajib ditaati perawat yakni:
a. Kewajiban perawat memiliki STR dan
SIPP dalam menyelenggarakan praktik
keperawatan
b. Menjalankan tugas dalam rangka
penyelenggaraan praktik keperawatan,
yaitu sebagai:
Pemberi asuhan keperawatan
Penyuluh dan konselor bagi klien
Pengelola pelayanan keperawatan
Peneliti keperawatan
Pelaksana tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang; dan/atau
Pelaksana tugas dalam keadaan
keterbatasan tertentu.
a. Pelaksanaan tugas berdasarkan
pelimpahan wewenang hanya dapat
diberikan secara tertulis oleh tenaga medis
kepada Perawat untuk melakukan sesuatu
tindakan medis dan melakukan evaluasi
pelaksanaannya.
Selanjutnya ketentuan administrasi
tersebut diatur lebih lanjut dalam Permenkes
No. 26/ 2019, sebagai berikut :
a. Surat izin Praktik Perawat bagi perawat
yang melakukan praktik keperawatan di
fasilitas pelayanan kesehatan antara lain :
Tempat praktik mandiri perawat
Klinik
Pusat kesehatan masyarakat, dan/ atau
Rumah sakit.
Dengan ketentuan hanya dapat memiliki
paling banyak 2 (dua) SIPP.
b. Penyelenggaraan pelayanan kesehatan
berdasarkan tugas dan kewenangan yang
telah diatur dalam Pasal 16 sampai
dengan Pasal 32, dengan pengecualian
pada Pasal 33 Ayat (1) sampai dengan
Ayat (7).
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
94
Izin adalah dokumen yang
dikeluarkan oleh pemerintah daerah
berdasarkan peraturan daerah atau peraturan
lainnya yang merupakan bukti legalitas,
menyatakan sah atau diperbolehkannya
seseorang atau badan untuk melakukan usaha
atau kegiatan tertentu.5 Izin merupakan
instrumen yuridis yang digunakan
pemerintah untuk mempengaruhi agar mau
mengikuti cara yang dianjurkan guna
mencapai suatu tujuan.
Dengan demikian pada hakikatnya,
perangkat izin penyelenggaraan praktik
keperawatan menurut hukum admnistrasi
adalah :6
a. Mengarahkan aktivitas, artinya pemberian
izin (formal atau materil) dapat memberi
kontribusi dan standar pelayanan yang
harus dipenuhi oleh perawat dalam
pelaksanaan praktiknya.
b. Mencegah bahaya yang mungkin timbul
dalam pelaksanaan praktik dan mencegah
penyelenggaraan praktik pelayanan
kesehatan oleh orang yang tidak berhak.
c. Melakukan proses seleksi yakni penilaian
administrasi, serta kemampuan teknis
yang harus dipenuhi oleh setiap perawat.
d. Memberikan perlindungan terhadap warga
masyarakat dari praktik yang tidak
5 Pasal 1 Ayat (8) Peraturan Menteri Dalam
Negeri Nomor 24 Tahun 2006 Tentang Pedoman
Penyelenggaraan Pelayanan Terpadu Satu Pintu. 6 Rudi Yulianto, Analisa terhadap Tindakan
Perawat Dalam Melakukan Tindakan Khitan, Tesis,
Surabaya. 2017. hlm. 106
dilakukan oleh orang yang memiliki
kompetensi tertentu.
Ketiadaan Surat Izin Praktik Perawat
(SIPP) dalam menjalankan penyelenggaraan
pelayanan kesehatan merupakan sebuah
administratif malpraktek yang dapat dikenai
sanksi hukum. Bentuk sanksi administrasi
yang diancamkan pada pelanggaran hukum
administrasi dalam UU Keperawatan adalah
dapat berupa:
a. teguran lisan;
b. peringatan tertulis;
c. denda administratif; dan/atau
d. pencabutan izin.
PENUTUP
Kesimpulan
Berdasarkan uraian pada bab
sebelumnya, peneliti menyimpulkan bahwa
pelaksanaan tindakan medis oleh perawat,
secara yuridis telah sesuai dengan peraturan
perundang-undangan, dan tidak melanggar
ketentuan yang tercantum dalam instrumen
normatif kedokteran dan keperawatan,
profesi keperawatan memiliki kedudukan
hukum melaksanakan tindakan medis yang
disesuaikan dengan jenis perawat.
Rekomendasi
Dari penelitian ini, peneliti menyarankan
agar kiranya pemerintah dalam hal ini adalah
kekuasaan eksekutif dan legislatif,
menerbitkan suatu produk hukum baik
berupa peraturan perundang-undangan
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
95
maupun petunjuk pelaksanaan atau petunjuk
teknis terkait dengan batasan-batasan jenis
perawat yang melakukan tindakan medis
tertentu.
DAFTAR PUSTAKA
Daftar Buku
Aan Efendi, Hukum Administrasi, Sinar Grafika, Jakarta, 2019.
Peter Mahmud Marzuki, Penelitian Hukum, Kencana Prenada Media Group, Jakarta, 2011
Sri Praptianingsih, Kedudukan Hukum Perawat Dalam Upaya Pelayanan Kesehatan di
Rumah Sakit, PT. Raja Grafindo Persada, Jakarta, 2006.
Perundang-undangan
Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 29 Tahun 2004, tentang Praktik Kedokteran
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 25 Tahun 2009, tentang Pelayanan Publik
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun 2009, tentang Rumah Sakit
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2014, tentang Tenaga Kesehatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 38 Tahun 2014, tentang Keperawatan
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 36 Tahun 2009, tentang Kesehatan
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 2052/ Menkes/ Per/X/2011 tentang Izin Praktik dan
Pelaksanaan Praktik Kedokteran
Tadulako Master Law Journal, Vol 5 Issue 1, Februari 2021
96
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 17 Tahun 2013 tentang Perubahan
Atas Peraturan Menteri Kesehatan Nomor HK.02.02/ menkes/148/i / 2010 tentang Izin
dan Penyelenggaraan Praktik Perawat
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 26 Tahun 2019 tentang Peraturan
Pelaksanaan Undang-Undang Nomor 38 tahun 2014 tentang Keperawatan
Jurnal Dan Karya Ilmiah Lainnya
Hermana. M. (2014). Kedudukan Hukum Perawat Dalam Melakukan Tindakan Medis,
Skripsi, Fakultas Hukum Universitas Tadulako, Palu.
Bahan Internet
https://agusroniarbaben.wordpress. com /2017/06/03/ pengertian - kewenangan-sumber -
sumber-kewenangan-dan-kewenangan-membentuk-undang-undang. diakses tanggal
17 November
https: // www. pengertianmenurutparaahli.net/ pengertian-kompeten-dan-kompetensi/
diakses tgl 10 Desember 2019.