jurnal natur indonesia i1
TRANSCRIPT
Jurnal Natur Indonesia I1 (1): 1 - 11 (1999)
TELAAH BEBERAPA FUNGSI TITIK-UJI SIKLUS
PEMBELAHAN SEL FASE G1 DAN S DARI INHIBITOR
KINASE-BERGANTUNG-SIKLIN SIC1
Oleh:
Titania Tjandrawati Nugroho
Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau
Diterima : 2 Agustus 1999 Disetujui : 13 September 1999
ABSTRACT
Before division, cells must ensure that they finish DNA replication, DNA reparation
and spindle assembly, as well as certain size growth. This is done by feedback
controls at points in the cell cycle called checkpoints. Because Sic1 can inhibit Cdc28
and loss of Sic1 causes a high rate of chromosomal loss and breakage, an obvious
role for Sic1 is as a checkpoint protein that monitors the successful completion of
certain cell cycle events and halts the cell cycle before other events can begin. In this
paper several checkpoint functions of Sic1 in G1 and S phase of the cell cycle are
tested. Results show that Sic1 is not required for cell cycle arrest in response to DNA
damage or incomplete DNA synthesis, response to mating pheromones or nitrogen
starvation. Attemps at slowing down the cell cycle at early G1 or S phase does not
rescue Dsic1 cells from chromosomal loss and breakage.
Key words: Sic1, Inhibitor kinase-bergantung-siklin, Titik-uji siklus pembelahan
sel, fase G1 dan S.
1
PENDAHULUAN
Pemahaman pengaturan siklus pembelahan sel (seterusnya akan disingkat
sebagai siklus sel) memiliki implikasi penting bagi bidang kedokteran maupun
pertanian, dan dapat membuka jalan untuk penemuan cara-cara baru menginduksi
pembelahan sel, yang dalam bidang kedokteran dibutuhkan untuk merekonstruksi
atau merehabilitasi jaringan yang rusak, terutama jaringan yang setelah dewasa tidak
tumbuh lagi, misalnya jaringan syaraf. Dalam bidang kedokteran, pengetahuan ten-
tang pengaturan siklus sel juga sangat penting untuk dapat menghentikan pembelahan
sel yang tak terkontrol, seperti yang dijumpai pada reproduksi dari sel kanker
(Murray & Kirschner, 1991; Hartwell & Kastan, 1994).
Pengetahuan untuk menginduksi pembelahan sel juga berguna dalam bidang
pertanian, misalnya untuk mempercepat pertumbuhan suatu kultur jaringan tanaman.
Berbagai komponen yang berperanan dalam siklus sel sangat terkonservasi mulai dari
sel ragi hingga sel manusia. Sebagai contoh, protein kinase yang memegang peranan
sangat penting untuk pengaturan pembelahan sel terkonservasimulai sel ragi hingga
sel
manusia. Protein kinase ini yang dikenal dengan nama Kinase-Bergantung- Siklin
(Cyclin-Dependent- Kinase = CDK), di dalam sel ragi dikenal sebagai Cdc28, dan di
sel manusia dikenal sebagai CDK1 (yang disebut juga Cdc2) hingga CDK7 (Hartwell
dkk., 1974; Lee & Nurse, 1987). Ternyata CDK1 (Cdc2) sel manusia bukan saja
homolog struktural dari Cdc28 sel ragi, tetapi juga homolog fungsional, artinya
fungsi Cdc28 dapat digantikan CDK1, dan sebaliknya (Lee & Nurse, 1987). Dengan
demikian mempelajari siklus sel dengan menggunakan sel ragi akan memberi banyak
jawaban mengenai pengaturan siklus pembelahan berbagai sel eukariot, termasuk sel
manusia. Keuntungan mempelajari siklus sel eukariot atau sel manusia menggunakan
model sel ragi, bukan saja disebabkan terkonservasinya siklus sel mulai dari sel ragi
hingga sel manusia, tetapi juga karena sel ragi lebih mudah dipropagasi dari sel
manusia, karena memiliki waktu belah yang hanya 90 menit (sel manusia 24 jam),
2
mudah diamati secara visual di bawah mikroskop, dan memerlukan bahan media
yang relatif lebih murah dibandingkan media untuk kultur sel manusia. Hingga kini,
berdasarkan temuan yang diperoleh dari mempelajari siklus sel ragi, diperoleh
analogi dan diklon gen-gen homolognya pada sel manusia (Nasmyth, 1993; Reed dan
Maller, 1996).
Sebelum pembelahan, sel harus memastikan telah menyelesaikan proses
replikasi DNA, proses reparasi DNA, proses pertumbuhan sel hingga suatu ukuran
tertentu dan proses penghimpunan gelen-dong sel (cell spindle assembly). Hal ini
dilakukan dengan kontrol balikan (feedback) yang dapat men-deteksi kegagalan
penyelesaian pro-sesproses tersebut, ataupun proses lainnya yang semestinya
diselesaikan pada fase tertentu siklus sel. Sistem kontrol balikan ini dapat
menghentikan siklus sel pada titiktitiktertentu yang disebut titik-uji (checkpoints)
siklus sel bila menemukan proses yang dipantaunya tidak tuntas atau mengalami
hambatan/ kerusakan (Hartwell, 1992; Hartwell dan Weinert, 1989; Muray, 1992).
Diteruskannya siklus sel secara prematur sebelum penyelesaian tahap-tahap
tertentu siklus sel dapat menyebabkan ketidak stabilan genetik dan kerusakan pada
kromosom (Hartwell & Weinert; 1989, Hartwell, 1992; Hartwell & Kastan, 1994).
Inhibitor kinasebergantung- siklin (Cyclin dependent kinase inhibitor = CKI), Sic1,
dapat menghambat kerja Cdc28 (Mendenhall, 1993) dan pelesapan gen SIC1 yang
menghasilkan protein Sic1 menyebabkan sel-sel dengan kerusakan kromosom
meningkat (Nugroho & Mendenhall, 1994). Sifat-sifat Sic1 yang demikian,
menunjukkan kemungkinan peranan Sic1 sebagai suatu protein titik-uji yang
memonitor penyelesaian suatu proses dalam siklus sel dan menghentikan siklus sel
bila proses yang dipantau tersebut belum tuntas atau mengalami hambatan, yakni
dengan menghambat kerja CDK yang berperanan dalam menggerakkan siklus sel.
Proses yang dimonitor oleh suatu protein titik-uji dapat diidentifikasi dari
peningkatan kematian sel bila sel-sel yang telah kehilangan protein titik-uji tersebut
dikenakan perlakuan yang merusak atau menginhibisi proses yang dimonitor
3
termaksud. Sebagai contoh adalah Rad9, yakni protein yang memonitor kerusakan
DNA dan menghent ikan siklus sel pada fase
G2 akibat penyinaran gamma. Ternyata kematian sel-sel yang telah kehilangan
protein titik-uji Rad9, akan meningkat 1000 kali pada penyinaran gamma
dibandingkan sel yang protein Rad9-nya masih berfungsi dengan baik. Peningkatan
kematian sel yang telah kehilangan protein titik-uji tersebut disebabkan gagalnya
protein titik-uji menghentikan siklus sel sebelum peristiwa yang dimonitor
dituntaskan atau diperbaiki, dengan akibat sel “bunuh diri” dengan terlalu dini
memasuki fase siklus sel berikutnya (Weinert & Hartwell, 1988; Weinert & Hartwell,
1990). Fase siklus sel (G1, S, G2 dan M) yang biasa dihentikan oleh protein titik-uji
bila peristiwa yang dimonitor mendapat kendala, dapat juga diketahui dengan
penurunan kematian sel bila fase termaksud diperlambat secara buatan dari luar sel,
sehingga mencegah sel yang telah kehilangan protein titik uji terlalu dini melanjutkan
siklus sel ke fase berikutnya. Sebagai contoh, alel negatif dapat diselamatkan dari
kematian pada penyinaran gamma, jika siklus sel dihentikan pada G2 menggunakan
racun mikrotubula metilbenzimid- 2il-karbamat (Weinert & Hartwell, 1988).
Dalam makalah ini ditelaah beberapa fungsi titik-uji yang mungkin dimiliki oleh
Sic1 dengan mengamati respon sel yang telah kehilangan fungsi Sic1 (sel Δsic1)
terhadap: a) kerusakan DNA akibat penyinaran UV atau gamma; b) penghambatan
sintesis DNA oleh hidroksiurea, c) penambahan feromon perjodohan (mating
pheromones) pada media; dan d) kekurangan nitrogen. Di samping itu, ditelaah pula
kemampuan perlambatan fase G1-awal dan S untuk dapat menyelamatkan sel-sel
Δsic1 dari kematian dan kerusakan kromosom.
4
BAHAN DAN METODE
Bahan :
Galur sel ragi: Enam galur sel ragi digunakan untuk penelitian ini, yaitu:
1. EY957 (MATa bar1Δ can1-100his3-11,15 leu2-3,112 trp1-1 ura3-1 GAL+ )
hadiah dari E. Elion, Harvard Medical School.
2. MDMy676 (MATa bar1Δ can1-100 his3-11,15 leu2-3,112 trp1-1 ura3-1
GAL+ sic1-Δ1::HIS3)hadiah dari Michael. D.Mendenhall, Dept. of
Biochemistry& Lucille Parker-Markey Cancer Center, University of
Kentucky.
3. TTNX1-3A (MATα sic1-Δ1::HIS3 ade2-101o his3-Δ200 leu2-Δ1 lys2-801a
trp1-Δ1 ura3-52) (Nugroho dan Mendenhall, 1994; Nugroho dan Mendenhall,
1996).
4. TTNX1-3B (MATa sic1-Δ1::HIS3 ade2-101o his3-Δ200 leu2-Δ1 lys2-801a
trp1-Δ1 ura3-52)
5. TTNX1-3C (MATa ade2-101o his3-Δ200 leu2-Δ1 lys2-801a trp1-Δ1 ura3-
52).
6. TTNX1-3D (MATα ade2-101ohis3-Δ200 leu2-Δ1 lys2-801a trp1-Δ1 ura3-52)
(Nugroho dan Mendenhall, 1994; Nugroho dan Mendenhall, 1996).
Media:
Sel ragi ditumbuhkan pada media YPD (1% ekstrak ragi, 2% bactopeptone dan 2%
dextrosa) atau media minimum (0.8% yeast nitrogen base ditambah asam amino yang
dibutuhkan dan 2% dextrosa).
5
Metode:
Kepekaan sel terhadap sinar UV ditentukan dengan menggunakan lampu 254-
nm Westinghouse. Dosis ditentukan dengan radiometer UVX digital. Seluruh proses
penyinaran dilakukan di bawah sinar kuning untuk menghindari perbaikan cahaya
nampak (photorepair) pada dimer timin. Sebelum penyinaran UV, berbagai
konsentrasi suspensi sel yang akan disinari terlebih dahulu disebar pada media agar
YPD di cawan petri. Selama penyinaran UV cawan Petri dibuka. Setelah penyinaran,
cawan diinkubasi dalam keadaan gelap selama tiga hari, dan jumlah koloni yang
tumbuh dihitung serta dibandingkandengan sel kontrol yang tidak disinari.
Kepekaan sel terhadap sinar gamma ditentukan dengan menyinari suspensi sel
dengan irradiator 137Cs Mark I. Jumlah sel yang bertahan hidup setelah penyinaran
ditentukan dengan metode penyebaran pada cawan YPD suspensi sel yang telah
diencerkan secara serial,kemudian dihitung koloni yang tumbuh selang tiga hari.
Respon terhadap feromon perjodohan dianalisis dengan meletakkan kertas filter bulat
yang telah dibubuhi 5; 10; 20 dan 40 μg feromon- α pada cawan yang telah
diinokulasi sel ragi fase log. Cawan diinkubasi pada suhu 30oC. Diameter daerah
bening di sekitar kertas filter yang terbentuk bila sel telah tumbuh merupakan ukuran
kemampuan respon sel terhadap faktor-α. Pengaruh berbagai sumber karbon pada
pertumbuhan sel ditentukan dengan menumbuhkan kultur fase log semalam dalam
media cair yang menggunakan berbagai sumber karbon.
Kultur cair ini kemudian diencerkan dengan media bersumber karbon sama
hingga O.D.600nm menjadi 0,1, diinkubasidan dibiarkan membelah dua kali,
sebelum disebarkan pada cawan YPD. Efisiensi pertumbuhan pada cawan (Plating
efficiency) diukur dengan membagi jumlah koloni ragi yang tumbuh pada cawan
dengan jumlah sel yang dihitung dengan ruang hemacytometer dari biakan cair yang
disebarkan pada cawan. Perlambatan siklus sel menggunakan konsentrasi sub-letal
hidroksiurea dilakukan dengan menambahkan hidroksiurea 0,05M pada kultur sel
fase log. Sel dibiarkan tumbuh semalam, kemudian diencerkan hingga O.D.600nm
menjadi 0,05, dengan media yang juga mengandung hidroksiurea dengan konsentrasi
6
yang sama. Setelah sel membelah lima kali, sel diencerkan serial dan disebar pada
cawan YPD. Efisiensi pertumbuhan pada cawan ditentukan sebagai persen koloni
yang tumbuh dari jumlah sel yang disebar.
HASIL
Untuk menentukan apakah Sic1 merupakan protein titik-uji yang memonitor
kerusakan DNA, sel dengan Sic1 yang berfungsi baik (sel SIC1+) dan sel yang telah
kehilangan fungsi Sic1 (sel Δsic1) disinari dengan sinar UV dan gamma, dan fraksi
sel yang hidup setelah penyinaran dihitung. Ternyata kepekaan sel Δsic1 terhadap
sinar UV setara dengan sel SIC1+, bahkan sel Δsic1 lebih tahan terhadap sinar-g
daripada sel SIC1+ (Gambar 1 dan 2). Hasil ini menunjukkan bahwa Sic1 tidak
dibutuhkan untuk memantau kerusakan pada DNA. Untuk menentukan apakah Sic1
berperan sebagai protein titikuji yang memantau sintesis DNA yang tak tuntas, sel
SIC1+ dan Δsic1 ditahan dan dilepaskan pada waktuwaktu berbeda dari pengaruh
0,2M hidroksiurea, yaitu konsen-trasi hidroksiurea yang mengham-bat sintesis DNA
dengan mengham-bat aktivitas reduktase ribonukleo-tida. Baik sel SIC1+ maupun
Δsic1 dapat tumbuh kembali setelah lepas dari pengaruh hidroksiurea tanpa
perbedaan nyata (Gambar 3).
Hasil ini menunjukan bahwa Sic1 tidak 5 memantau replikasi DNA yang
terhambat. Dalam penelitian ini juga ditelaah peranan Sic1 dalam memantau beberapa
proses yang menahan sel pada fase G1 seperti respon terhadap feromon perjodohan,
atau bila kekurangan nitrogen dalam media pertumbuhan. Ternyata sel Δsic1 masih
dapat tertahan di G1 bila diberi feromon perjodohan, seperti yang ditunjukkan
Gambar 4, sehingga dapat disimpulkan bahwa Sic1 tidak dibutuhkan untuk respon sel
terhadap feromon perjodohan. Begitu pula respon SIC1+ dan Dsic1 terhadap
kekurangan nitrogen dalam media pertumbuhannya menunjukkan bahwa Sic1 tidak
dibutuhkan untuk memantau kekurangan nitrogen di dalam media pertumbuhan sel
(Gambar 5). Usaha untuk menyelamatkan sel Δsic1 dari kematian, yang ditunjukkan
oleh efisiensi pertumbuhan sel pada cawan yang rendah, dengan melambatkan waktu
7
siklussel pada fase G1 awal menggunakan sumber karbon yang kurang baik (3%
gliserol/1,5% alkohol) telah dilakukan. Meskipun terjadi kenaikan dalam efisiensi
pertumbuhan sel pada cawan bagi sel-sel Δsic1, kenaikan yang sama juga ditemukan
bagi sel-sel SIC1+, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyelamatan yang terjadi
tidak spesifik untuk suatu fungsi titik-uji (Tabel 1). Perlambatan fase S dengan
penambahan hidroksiurea berkonsentrasi sub-letal (0,05M) tidak berhasil
menyelamatkan sel Δsic1 dari efisiensi pertumbuhan sel pada cawan yang rendah
(Tabel 2), sehingga dapat disimpulkan bahwa Sic1 tidak memantau proses pada fase
S.
PEMBAHASAN
Untuk dapat menentukan proses yang dipantau oleh fungsi titik-uji dari Sic1,
dalam penelitian ini telah dilakukan telaah terhadap pengaruh pelesapan gen SIC1
terhadap beberapa proses fase G1 dan S yang telah diketahui. Telaah ini dimulai
dengan meneliti respon sel Δsic1 terhadap kerusakan DNA akibat sinar UV dan sinar-
γ. Pada sel mamalia, sebagai respon terhadap kerusakan DNA akibat penyinaran-γ,
protein penghambat tumor p53 akan menginduksi transkripsi suatu CKI (=Cyclin
dependent kinase inhibitor = inhibitor kinase-bergantung-siklin) mamalia, yakni
p21CIP1. p21CIP1 yang terinduksi sintesisnya, akan menghentikan siklus sel,
sehingga memberi waktu bagi sel untuk memperbaiki kerusakan pada DNA, atau bila
kerusakan tak dapat diperbaiki, menyebabkan sel mengalami apoptosis (El-Deiry
dkk., 1994).
Pada penelitian ini, ternyata sel Δsic1 tidak memberikan respon berbeda
dengan sel SIC1+ terhadap sinar UV, meskipun sel Δsic1 ternyata lebih tahan
terhadap sinar-γ dibandingkan sel SIC1+. Ketahanan yang meningkat terhadap sinar-
γ dari sel Δsic1 dibandingkan sel SIC1+ kemungkinan disebabkan bagian terbesar
(70%) dari sel Δsic1 dalam kultur yang digunakan berada pada fase G2 (Nugroho &
Mendenhall, 1994; Nugroho, 1998). Sel pada fase G2 lebih tahan terhadap sinar
ionisasi daripada sel pada fase G1 (Brunborg & Williamson, 1978). Berbeda dengan
8
kultur Δsic1, jumlah sel SIC1+ yang berada pada fase G1 dan G2 pada kultur sama
banyak (Nugroho & Mendenhall, 1994; Nugroho, 1998). Sel G2 lebih tahan terhadap
sinar-γ karena pemutusan rantai DNA dapat dengan mudah diperbaiki secara
rekombinasi dengan rantai kedua (Brunborg & Williamson, 1978). Penelitian lanjutan
dibutuhkan untuk memastikan bahwa Sic1 benar-benar tidak dibutuhkan untuk
memantau kerusakan DNA pada sel-sel khusus G1, dengan mensinkronkan kultur
Δsic1 sehingga semua sel dipaksa berada pada G1 sebelum penyinaran dengan sinar-
γ. Meskipun demikian, data sementara menunjukkan bahwa Sic1 tidak dibutuhkan
untuk memantau kerusakan DNA akibat sinar UV maupun sinar-γ. Salah satu sifat
dari mutan sel yang telah kehilangan suatu protein titik-uji adalah kemampuan
menyelamatkan sel tersebut dari kematianjika siklus sel dihentikan atau diperlambat
dengan pemaksaan dari luar, misalnya dengan penambahan suatu zat kimia yang
akan menghentikan siklus sel pada titik yang secara normal dihentikan oleh protein
titik-uji termaksud. Usaha penyelamatan sel Δsic1 dengan memperpanjang waktu
siklus sel menggunakan kadar rendah darihidroksiurea maupun menggunakan sumber
karbon yang kurang baik seperti gliserol/alkohol, gagal menurunkan angka kematian
sel-sel Δsic1.
Hal ini mungkin disebabkan hidroksiurea memperpanjang waktu fase S, dan
gliserol/alkohol memperpanjang fase awal G1 sebelum START, sedangkan Sic1
kemungkinan dibutuhkan pada fase akhir G1, antara START dengan fase S
(perbatasan G1-S). Hingga kini belum ditemukan metode yang dapat menghentikan
siklus sel khusus pada perbatasan G1/S, maupun memperlambat waktu akhir G1
setelah START (sebelum fase S), sehingga masih sukar untuk memastikan fungsi
Sic1 pada perbatasan G1/S. Penelitian ini belum berhasil mengidentifikasi proses
siklus sel yang dipantau fungsi titik-uji Sic1.
9
Akan tetapi dari telaah yang telah dilakukan di sini, ditambah telaah yang
dilakukan sebelumnya tentang peranan Sic1 dalam pembentukkan gelendong
mikrotubula (Nugroho & Mendenhall, 1994) membantu kita dalam mengeliminasi
proses-proses yang terbukti tidak dipantau olehSic1, yakni replikasi dan perbaikan
DNA, pembentukan gelendong mikrotubula, respon terhadap feromon perjodohan,
dan respon terhadap kekurangan nutrisi. Salah satu kunci dari proses yang mungkin
dipantau oleh Sic1 adalah analisis keturunan yang menunjukkan bahwa terdapat
ketidak simetrisan dalam kematian sel induk dengan sel turunan pada sel-sel Δsic1
(Nugroho & Mendenhall, 1994). Sic1 mungkin memantau keabsahan pembentukan
kuncup sel (budding) yang menghendaki pengaturan kerangka sel (cytoskeleton) dan
inti-sel (nucleoskeleton) yang kompleks. Pembentukan yang terlalu dini dari unsur-
unsur struktur sel ini dapat menyebabkan peningkatan kematian dan kerusakan
kromosom yang dijumpai pada sel turunan dalam kultur Δsic1. Hingga ditemukan
metode yang dapat khusus merusak proses pembentukan kuncup, teori ini belum
dapat dibuktikan.
KESIMPULAN DAN SARAN
Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Sic1 tidak dibutuhkan untuk memantau
proses replikasi dan perbaikan DNA, serta pembentukan gelendong mikrotubula. Sic1
juga tidak dibutuhkan untuk memberikan respon terhadap feromon perjodohan, dan
kekurangan nutrisi. Karena Sic1 dapat menginhibisi aktivitas kompleks Cln1- dan
Cln2-Cdc28, maka disarankan untuk melakukan penelitian identifikasi substrat dari
kompleks-kompleks ini, yang selanjutnya akan dapat membantu identifikasi fungsi
titik-uji dari Sic1.
10
DAFTAR PUSTAKA
1. Brunborg, G., Williamson, D.H. 1978. The relevance of the nuclear division
cycle to radiosensitivity in yeast. Mol. Gen. Genet. 162, 277-286.
2. El-Deiry, W.S., Harper, J.W., O'Connor, P.M., Velculescu, V., Canman, C.E.,
Jackman, J., Pietenpol, J., Burrell, M., Hill, D.E., Wiman, K.G., Mercer,
W.E., Kastan, M.B., Kohn, K.W., Elledge, S.J., Kinzler, K.W., Vogelstein, B.
1994: WAF1/CIP1 is induced in p53 mediated G1 arrest and apoptosis.
Cancer Res. 54, 1169-1174.
3. Hartwell, L. H., Culotti, J., Pringle, J. R., Reid, B. J. 1974. Genetic control of
the cell division cycle in yeast. Science 183, 46-51.
4. Hartwell, L.H., Weinert, T.A. 1989. Checkpoints: controls that ensure the
order of cell cycle events. Science 246, 629-634. Hartwell, L. 1992.
5. Defects in a cell cycle checkpoint may be responsible for the genomic
instability of cancer cells. Cell 71, 543-546. Hartwell, L.H., Kastan, M.B.
1994.
6. Cell cycle control and cancer. Science 266, 1821-1828. Lee, M.G., Nurse, P.
1987.
7. Complementation used to clone a human homologue of the fission yeast cell
cycle control gene CDC2. Nature 327, 31-35. Mendenhall, M.D. 1993.
8. An inhibitor of p34CDC28 proteinkinase activity from Saccharomyces
cerevisiae. Science 259, 216-219.
11
9. Mendenhall, M.D., Al-Jumaily, W., Nugroho, T.T. 1995.
10. The Cdc28 inhibitor p40SIC1. dalam Progress in Cell Cycle Research, vol. 1
(L. Meijer, S. Guidet, H. Y. Lim Tung, peny.), Plenum Press, New York,
173-185.
11. Murray, A.W., Kirschner, M.W.1991.
12. What controls the cell cycle. Sci. Am. 264, 56-63. Murray, A.W. 1992.
13. Creative blocks: cell-cycle checkpoints and feedback controls. Nature 359,
599-604. Nasmyth, K. 1993.
14. Control of the yeast cell cycle by the Cdc28 protein kinase. Curr. Opin. Cell
Biol. 5, 166-179.
15. Nugroho, T.T., Mendenhall, M.D. 1994. An inhibitor of yeast cyclin-
dependent protein kinase plays an important role in ensuring the genomic
integrity of daughter cells. Mol. Cell. Biol. 14, 3320- 3328.
16. Nugroho, T.T. (1998). Hambatan mitosis akibat pelesapan gen inhibitor
protein kinase-bergantung-siklin. J. Penel. Univ.Riau VIII(1): 23-
29.Nugroho, T.T. dan Mendenhall, M.D. 1996.
17. Pelesapan gen inhibitor kinase pengontrol pembelahan sel dari kromosom sel
ragi dengan metode disrupsigen satu tahap. J. Penel. Univ. Riau VI(3): 158-
164. Reed, S.I., Maller, J.L. 1996.
12