jurnal natur indonesia i1

20
Jurnal Natur Indonesia I1 (1): 1 - 11 (1999) TELAAH BEBERAPA FUNGSI TITIK-UJI SIKLUS PEMBELAHAN SEL FASE G1 DAN S DARI INHIBITOR KINASE-BERGANTUNG-SIKLIN SIC1 Oleh: Titania Tjandrawati Nugroho Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau Diterima : 2 Agustus 1999 Disetujui : 13 September 1999 ABSTRACT Before division, cells must ensure that they finish DNA replication, DNA reparation and spindle assembly, as well as certain size growth. This is done by feedback controls at points in the cell cycle called checkpoints. Because Sic1 can inhibit Cdc28 and loss of Sic1 causes a high rate of chromosomal loss and breakage, an obvious role for Sic1 is as a checkpoint protein that monitors the successful completion of certain cell cycle events and halts the cell cycle before other events can begin. In this paper several checkpoint functions of Sic1 in G1 and S phase of the cell cycle are tested. Results show that Sic1 is not required for cell cycle arrest in response to DNA damage or incomplete DNA synthesis, response to mating pheromones or nitrogen starvation. Attemps at 1

Upload: shifu-pion

Post on 04-Jul-2015

182 views

Category:

Documents


6 download

TRANSCRIPT

Page 1: Jurnal Natur Indonesia I1

Jurnal Natur Indonesia I1 (1): 1 - 11 (1999)

TELAAH BEBERAPA FUNGSI TITIK-UJI SIKLUS

PEMBELAHAN SEL FASE G1 DAN S DARI INHIBITOR

KINASE-BERGANTUNG-SIKLIN SIC1

Oleh:

Titania Tjandrawati Nugroho

Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam Universitas Riau

Diterima : 2 Agustus 1999 Disetujui : 13 September 1999

ABSTRACT

Before division, cells must ensure that they finish DNA replication, DNA reparation

and spindle assembly, as well as certain size growth. This is done by feedback

controls at points in the cell cycle called checkpoints. Because Sic1 can inhibit Cdc28

and loss of Sic1 causes a high rate of chromosomal loss and breakage, an obvious

role for Sic1 is as a checkpoint protein that monitors the successful completion of

certain cell cycle events and halts the cell cycle before other events can begin. In this

paper several checkpoint functions of Sic1 in G1 and S phase of the cell cycle are

tested. Results show that Sic1 is not required for cell cycle arrest in response to DNA

damage or incomplete DNA synthesis, response to mating pheromones or nitrogen

starvation. Attemps at slowing down the cell cycle at early G1 or S phase does not

rescue Dsic1 cells from chromosomal loss and breakage.

Key words: Sic1, Inhibitor kinase-bergantung-siklin, Titik-uji siklus pembelahan

sel, fase G1 dan S.

1

Page 2: Jurnal Natur Indonesia I1

PENDAHULUAN

Pemahaman pengaturan siklus pembelahan sel (seterusnya akan disingkat

sebagai siklus sel) memiliki implikasi penting bagi bidang kedokteran maupun

pertanian, dan dapat membuka jalan untuk penemuan cara-cara baru menginduksi

pembelahan sel, yang dalam bidang kedokteran dibutuhkan untuk merekonstruksi

atau merehabilitasi jaringan yang rusak, terutama jaringan yang setelah dewasa tidak

tumbuh lagi, misalnya jaringan syaraf. Dalam bidang kedokteran, pengetahuan ten-

tang pengaturan siklus sel juga sangat penting untuk dapat menghentikan pembelahan

sel yang tak terkontrol, seperti yang dijumpai pada reproduksi dari sel kanker

(Murray & Kirschner, 1991; Hartwell & Kastan, 1994).

Pengetahuan untuk menginduksi pembelahan sel juga berguna dalam bidang

pertanian, misalnya untuk mempercepat pertumbuhan suatu kultur jaringan tanaman.

Berbagai komponen yang berperanan dalam siklus sel sangat terkonservasi mulai dari

sel ragi hingga sel manusia. Sebagai contoh, protein kinase yang memegang peranan

sangat penting untuk pengaturan pembelahan sel terkonservasimulai sel ragi hingga

sel

manusia. Protein kinase ini yang dikenal dengan nama Kinase-Bergantung- Siklin

(Cyclin-Dependent- Kinase = CDK), di dalam sel ragi dikenal sebagai Cdc28, dan di

sel manusia dikenal sebagai CDK1 (yang disebut juga Cdc2) hingga CDK7 (Hartwell

dkk., 1974; Lee & Nurse, 1987). Ternyata CDK1 (Cdc2) sel manusia bukan saja

homolog struktural dari Cdc28 sel ragi, tetapi juga homolog fungsional, artinya

fungsi Cdc28 dapat digantikan CDK1, dan sebaliknya (Lee & Nurse, 1987). Dengan

demikian mempelajari siklus sel dengan menggunakan sel ragi akan memberi banyak

jawaban mengenai pengaturan siklus pembelahan berbagai sel eukariot, termasuk sel

manusia. Keuntungan mempelajari siklus sel eukariot atau sel manusia menggunakan

model sel ragi, bukan saja disebabkan terkonservasinya siklus sel mulai dari sel ragi

hingga sel manusia, tetapi juga karena sel ragi lebih mudah dipropagasi dari sel

manusia, karena memiliki waktu belah yang hanya 90 menit (sel manusia 24 jam),

2

Page 3: Jurnal Natur Indonesia I1

mudah diamati secara visual di bawah mikroskop, dan memerlukan bahan media

yang relatif lebih murah dibandingkan media untuk kultur sel manusia. Hingga kini,

berdasarkan temuan yang diperoleh dari mempelajari siklus sel ragi, diperoleh

analogi dan diklon gen-gen homolognya pada sel manusia (Nasmyth, 1993; Reed dan

Maller, 1996).

Sebelum pembelahan, sel harus memastikan telah menyelesaikan proses

replikasi DNA, proses reparasi DNA, proses pertumbuhan sel hingga suatu ukuran

tertentu dan proses penghimpunan gelen-dong sel (cell spindle assembly). Hal ini

dilakukan dengan kontrol balikan (feedback) yang dapat men-deteksi kegagalan

penyelesaian pro-sesproses tersebut, ataupun proses lainnya yang semestinya

diselesaikan pada fase tertentu siklus sel. Sistem kontrol balikan ini dapat

menghentikan siklus sel pada titiktitiktertentu yang disebut titik-uji (checkpoints)

siklus sel bila menemukan proses yang dipantaunya tidak tuntas atau mengalami

hambatan/ kerusakan (Hartwell, 1992; Hartwell dan Weinert, 1989; Muray, 1992).

Diteruskannya siklus sel secara prematur sebelum penyelesaian tahap-tahap

tertentu siklus sel dapat menyebabkan ketidak stabilan genetik dan kerusakan pada

kromosom (Hartwell & Weinert; 1989, Hartwell, 1992; Hartwell & Kastan, 1994).

Inhibitor kinasebergantung- siklin (Cyclin dependent kinase inhibitor = CKI), Sic1,

dapat menghambat kerja Cdc28 (Mendenhall, 1993) dan pelesapan gen SIC1 yang

menghasilkan protein Sic1 menyebabkan sel-sel dengan kerusakan kromosom

meningkat (Nugroho & Mendenhall, 1994). Sifat-sifat Sic1 yang demikian,

menunjukkan kemungkinan peranan Sic1 sebagai suatu protein titik-uji yang

memonitor penyelesaian suatu proses dalam siklus sel dan menghentikan siklus sel

bila proses yang dipantau tersebut belum tuntas atau mengalami hambatan, yakni

dengan menghambat kerja CDK yang berperanan dalam menggerakkan siklus sel.

Proses yang dimonitor oleh suatu protein titik-uji dapat diidentifikasi dari

peningkatan kematian sel bila sel-sel yang telah kehilangan protein titik-uji tersebut

dikenakan perlakuan yang merusak atau menginhibisi proses yang dimonitor

3

Page 4: Jurnal Natur Indonesia I1

termaksud. Sebagai contoh adalah Rad9, yakni protein yang memonitor kerusakan

DNA dan menghent ikan siklus sel pada fase

G2 akibat penyinaran gamma. Ternyata kematian sel-sel yang telah kehilangan

protein titik-uji Rad9, akan meningkat 1000 kali pada penyinaran gamma

dibandingkan sel yang protein Rad9-nya masih berfungsi dengan baik. Peningkatan

kematian sel yang telah kehilangan protein titik-uji tersebut disebabkan gagalnya

protein titik-uji menghentikan siklus sel sebelum peristiwa yang dimonitor

dituntaskan atau diperbaiki, dengan akibat sel “bunuh diri” dengan terlalu dini

memasuki fase siklus sel berikutnya (Weinert & Hartwell, 1988; Weinert & Hartwell,

1990). Fase siklus sel (G1, S, G2 dan M) yang biasa dihentikan oleh protein titik-uji

bila peristiwa yang dimonitor mendapat kendala, dapat juga diketahui dengan

penurunan kematian sel bila fase termaksud diperlambat secara buatan dari luar sel,

sehingga mencegah sel yang telah kehilangan protein titik uji terlalu dini melanjutkan

siklus sel ke fase berikutnya. Sebagai contoh, alel negatif dapat diselamatkan dari

kematian pada penyinaran gamma, jika siklus sel dihentikan pada G2 menggunakan

racun mikrotubula metilbenzimid- 2il-karbamat (Weinert & Hartwell, 1988).

Dalam makalah ini ditelaah beberapa fungsi titik-uji yang mungkin dimiliki oleh

Sic1 dengan mengamati respon sel yang telah kehilangan fungsi Sic1 (sel Δsic1)

terhadap: a) kerusakan DNA akibat penyinaran UV atau gamma; b) penghambatan

sintesis DNA oleh hidroksiurea, c) penambahan feromon perjodohan (mating

pheromones) pada media; dan d) kekurangan nitrogen. Di samping itu, ditelaah pula

kemampuan perlambatan fase G1-awal dan S untuk dapat menyelamatkan sel-sel

Δsic1 dari kematian dan kerusakan kromosom.

4

Page 5: Jurnal Natur Indonesia I1

BAHAN DAN METODE

Bahan :

Galur sel ragi: Enam galur sel ragi digunakan untuk penelitian ini, yaitu:

1. EY957 (MATa bar1Δ can1-100his3-11,15 leu2-3,112 trp1-1 ura3-1 GAL+ )

hadiah dari E. Elion, Harvard Medical School.

2. MDMy676 (MATa bar1Δ can1-100 his3-11,15 leu2-3,112 trp1-1 ura3-1

GAL+ sic1-Δ1::HIS3)hadiah dari Michael. D.Mendenhall, Dept. of

Biochemistry& Lucille Parker-Markey Cancer Center, University of

Kentucky.

3. TTNX1-3A (MATα sic1-Δ1::HIS3 ade2-101o his3-Δ200 leu2-Δ1 lys2-801a

trp1-Δ1 ura3-52) (Nugroho dan Mendenhall, 1994; Nugroho dan Mendenhall,

1996).

4. TTNX1-3B (MATa sic1-Δ1::HIS3 ade2-101o his3-Δ200 leu2-Δ1 lys2-801a

trp1-Δ1 ura3-52)

5. TTNX1-3C (MATa ade2-101o his3-Δ200 leu2-Δ1 lys2-801a trp1-Δ1 ura3-

52).

6. TTNX1-3D (MATα ade2-101ohis3-Δ200 leu2-Δ1 lys2-801a trp1-Δ1 ura3-52)

(Nugroho dan Mendenhall, 1994; Nugroho dan Mendenhall, 1996).

Media:

Sel ragi ditumbuhkan pada media YPD (1% ekstrak ragi, 2% bactopeptone dan 2%

dextrosa) atau media minimum (0.8% yeast nitrogen base ditambah asam amino yang

dibutuhkan dan 2% dextrosa).

5

Page 6: Jurnal Natur Indonesia I1

Metode:

Kepekaan sel terhadap sinar UV ditentukan dengan menggunakan lampu 254-

nm Westinghouse. Dosis ditentukan dengan radiometer UVX digital. Seluruh proses

penyinaran dilakukan di bawah sinar kuning untuk menghindari perbaikan cahaya

nampak (photorepair) pada dimer timin. Sebelum penyinaran UV, berbagai

konsentrasi suspensi sel yang akan disinari terlebih dahulu disebar pada media agar

YPD di cawan petri. Selama penyinaran UV cawan Petri dibuka. Setelah penyinaran,

cawan diinkubasi dalam keadaan gelap selama tiga hari, dan jumlah koloni yang

tumbuh dihitung serta dibandingkandengan sel kontrol yang tidak disinari.

Kepekaan sel terhadap sinar gamma ditentukan dengan menyinari suspensi sel

dengan irradiator 137Cs Mark I. Jumlah sel yang bertahan hidup setelah penyinaran

ditentukan dengan metode penyebaran pada cawan YPD suspensi sel yang telah

diencerkan secara serial,kemudian dihitung koloni yang tumbuh selang tiga hari.

Respon terhadap feromon perjodohan dianalisis dengan meletakkan kertas filter bulat

yang telah dibubuhi 5; 10; 20 dan 40 μg feromon- α pada cawan yang telah

diinokulasi sel ragi fase log. Cawan diinkubasi pada suhu 30oC. Diameter daerah

bening di sekitar kertas filter yang terbentuk bila sel telah tumbuh merupakan ukuran

kemampuan respon sel terhadap faktor-α. Pengaruh berbagai sumber karbon pada

pertumbuhan sel ditentukan dengan menumbuhkan kultur fase log semalam dalam

media cair yang menggunakan berbagai sumber karbon.

Kultur cair ini kemudian diencerkan dengan media bersumber karbon sama

hingga O.D.600nm menjadi 0,1, diinkubasidan dibiarkan membelah dua kali,

sebelum disebarkan pada cawan YPD. Efisiensi pertumbuhan pada cawan (Plating

efficiency) diukur dengan membagi jumlah koloni ragi yang tumbuh pada cawan

dengan jumlah sel yang dihitung dengan ruang hemacytometer dari biakan cair yang

disebarkan pada cawan. Perlambatan siklus sel menggunakan konsentrasi sub-letal

hidroksiurea dilakukan dengan menambahkan hidroksiurea 0,05M pada kultur sel

fase log. Sel dibiarkan tumbuh semalam, kemudian diencerkan hingga O.D.600nm

menjadi 0,05, dengan media yang juga mengandung hidroksiurea dengan konsentrasi

6

Page 7: Jurnal Natur Indonesia I1

yang sama. Setelah sel membelah lima kali, sel diencerkan serial dan disebar pada

cawan YPD. Efisiensi pertumbuhan pada cawan ditentukan sebagai persen koloni

yang tumbuh dari jumlah sel yang disebar.

HASIL

Untuk menentukan apakah Sic1 merupakan protein titik-uji yang memonitor

kerusakan DNA, sel dengan Sic1 yang berfungsi baik (sel SIC1+) dan sel yang telah

kehilangan fungsi Sic1 (sel Δsic1) disinari dengan sinar UV dan gamma, dan fraksi

sel yang hidup setelah penyinaran dihitung. Ternyata kepekaan sel Δsic1 terhadap

sinar UV setara dengan sel SIC1+, bahkan sel Δsic1 lebih tahan terhadap sinar-g

daripada sel SIC1+ (Gambar 1 dan 2). Hasil ini menunjukkan bahwa Sic1 tidak

dibutuhkan untuk memantau kerusakan pada DNA. Untuk menentukan apakah Sic1

berperan sebagai protein titikuji yang memantau sintesis DNA yang tak tuntas, sel

SIC1+ dan Δsic1 ditahan dan dilepaskan pada waktuwaktu berbeda dari pengaruh

0,2M hidroksiurea, yaitu konsen-trasi hidroksiurea yang mengham-bat sintesis DNA

dengan mengham-bat aktivitas reduktase ribonukleo-tida. Baik sel SIC1+ maupun

Δsic1 dapat tumbuh kembali setelah lepas dari pengaruh hidroksiurea tanpa

perbedaan nyata (Gambar 3).

Hasil ini menunjukan bahwa Sic1 tidak 5 memantau replikasi DNA yang

terhambat. Dalam penelitian ini juga ditelaah peranan Sic1 dalam memantau beberapa

proses yang menahan sel pada fase G1 seperti respon terhadap feromon perjodohan,

atau bila kekurangan nitrogen dalam media pertumbuhan. Ternyata sel Δsic1 masih

dapat tertahan di G1 bila diberi feromon perjodohan, seperti yang ditunjukkan

Gambar 4, sehingga dapat disimpulkan bahwa Sic1 tidak dibutuhkan untuk respon sel

terhadap feromon perjodohan. Begitu pula respon SIC1+ dan Dsic1 terhadap

kekurangan nitrogen dalam media pertumbuhannya menunjukkan bahwa Sic1 tidak

dibutuhkan untuk memantau kekurangan nitrogen di dalam media pertumbuhan sel

(Gambar 5). Usaha untuk menyelamatkan sel Δsic1 dari kematian, yang ditunjukkan

oleh efisiensi pertumbuhan sel pada cawan yang rendah, dengan melambatkan waktu

7

Page 8: Jurnal Natur Indonesia I1

siklussel pada fase G1 awal menggunakan sumber karbon yang kurang baik (3%

gliserol/1,5% alkohol) telah dilakukan. Meskipun terjadi kenaikan dalam efisiensi

pertumbuhan sel pada cawan bagi sel-sel Δsic1, kenaikan yang sama juga ditemukan

bagi sel-sel SIC1+, sehingga dapat disimpulkan bahwa penyelamatan yang terjadi

tidak spesifik untuk suatu fungsi titik-uji (Tabel 1). Perlambatan fase S dengan

penambahan hidroksiurea berkonsentrasi sub-letal (0,05M) tidak berhasil

menyelamatkan sel Δsic1 dari efisiensi pertumbuhan sel pada cawan yang rendah

(Tabel 2), sehingga dapat disimpulkan bahwa Sic1 tidak memantau proses pada fase

S.

PEMBAHASAN

Untuk dapat menentukan proses yang dipantau oleh fungsi titik-uji dari Sic1,

dalam penelitian ini telah dilakukan telaah terhadap pengaruh pelesapan gen SIC1

terhadap beberapa proses fase G1 dan S yang telah diketahui. Telaah ini dimulai

dengan meneliti respon sel Δsic1 terhadap kerusakan DNA akibat sinar UV dan sinar-

γ. Pada sel mamalia, sebagai respon terhadap kerusakan DNA akibat penyinaran-γ,

protein penghambat tumor p53 akan menginduksi transkripsi suatu CKI (=Cyclin

dependent kinase inhibitor = inhibitor kinase-bergantung-siklin) mamalia, yakni

p21CIP1. p21CIP1 yang terinduksi sintesisnya, akan menghentikan siklus sel,

sehingga memberi waktu bagi sel untuk memperbaiki kerusakan pada DNA, atau bila

kerusakan tak dapat diperbaiki, menyebabkan sel mengalami apoptosis (El-Deiry

dkk., 1994).

Pada penelitian ini, ternyata sel Δsic1 tidak memberikan respon berbeda

dengan sel SIC1+ terhadap sinar UV, meskipun sel Δsic1 ternyata lebih tahan

terhadap sinar-γ dibandingkan sel SIC1+. Ketahanan yang meningkat terhadap sinar-

γ dari sel Δsic1 dibandingkan sel SIC1+ kemungkinan disebabkan bagian terbesar

(70%) dari sel Δsic1 dalam kultur yang digunakan berada pada fase G2 (Nugroho &

Mendenhall, 1994; Nugroho, 1998). Sel pada fase G2 lebih tahan terhadap sinar

ionisasi daripada sel pada fase G1 (Brunborg & Williamson, 1978). Berbeda dengan

8

Page 9: Jurnal Natur Indonesia I1

kultur Δsic1, jumlah sel SIC1+ yang berada pada fase G1 dan G2 pada kultur sama

banyak (Nugroho & Mendenhall, 1994; Nugroho, 1998). Sel G2 lebih tahan terhadap

sinar-γ karena pemutusan rantai DNA dapat dengan mudah diperbaiki secara

rekombinasi dengan rantai kedua (Brunborg & Williamson, 1978). Penelitian lanjutan

dibutuhkan untuk memastikan bahwa Sic1 benar-benar tidak dibutuhkan untuk

memantau kerusakan DNA pada sel-sel khusus G1, dengan mensinkronkan kultur

Δsic1 sehingga semua sel dipaksa berada pada G1 sebelum penyinaran dengan sinar-

γ. Meskipun demikian, data sementara menunjukkan bahwa Sic1 tidak dibutuhkan

untuk memantau kerusakan DNA akibat sinar UV maupun sinar-γ. Salah satu sifat

dari mutan sel yang telah kehilangan suatu protein titik-uji adalah kemampuan

menyelamatkan sel tersebut dari kematianjika siklus sel dihentikan atau diperlambat

dengan pemaksaan dari luar, misalnya dengan penambahan suatu zat kimia yang

akan menghentikan siklus sel pada titik yang secara normal dihentikan oleh protein

titik-uji termaksud. Usaha penyelamatan sel Δsic1 dengan memperpanjang waktu

siklus sel menggunakan kadar rendah darihidroksiurea maupun menggunakan sumber

karbon yang kurang baik seperti gliserol/alkohol, gagal menurunkan angka kematian

sel-sel Δsic1.

Hal ini mungkin disebabkan hidroksiurea memperpanjang waktu fase S, dan

gliserol/alkohol memperpanjang fase awal G1 sebelum START, sedangkan Sic1

kemungkinan dibutuhkan pada fase akhir G1, antara START dengan fase S

(perbatasan G1-S). Hingga kini belum ditemukan metode yang dapat menghentikan

siklus sel khusus pada perbatasan G1/S, maupun memperlambat waktu akhir G1

setelah START (sebelum fase S), sehingga masih sukar untuk memastikan fungsi

Sic1 pada perbatasan G1/S. Penelitian ini belum berhasil mengidentifikasi proses

siklus sel yang dipantau fungsi titik-uji Sic1.

9

Page 10: Jurnal Natur Indonesia I1

Akan tetapi dari telaah yang telah dilakukan di sini, ditambah telaah yang

dilakukan sebelumnya tentang peranan Sic1 dalam pembentukkan gelendong

mikrotubula (Nugroho & Mendenhall, 1994) membantu kita dalam mengeliminasi

proses-proses yang terbukti tidak dipantau olehSic1, yakni replikasi dan perbaikan

DNA, pembentukan gelendong mikrotubula, respon terhadap feromon perjodohan,

dan respon terhadap kekurangan nutrisi. Salah satu kunci dari proses yang mungkin

dipantau oleh Sic1 adalah analisis keturunan yang menunjukkan bahwa terdapat

ketidak simetrisan dalam kematian sel induk dengan sel turunan pada sel-sel Δsic1

(Nugroho & Mendenhall, 1994). Sic1 mungkin memantau keabsahan pembentukan

kuncup sel (budding) yang menghendaki pengaturan kerangka sel (cytoskeleton) dan

inti-sel (nucleoskeleton) yang kompleks. Pembentukan yang terlalu dini dari unsur-

unsur struktur sel ini dapat menyebabkan peningkatan kematian dan kerusakan

kromosom yang dijumpai pada sel turunan dalam kultur Δsic1. Hingga ditemukan

metode yang dapat khusus merusak proses pembentukan kuncup, teori ini belum

dapat dibuktikan.

KESIMPULAN DAN SARAN

Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa Sic1 tidak dibutuhkan untuk memantau

proses replikasi dan perbaikan DNA, serta pembentukan gelendong mikrotubula. Sic1

juga tidak dibutuhkan untuk memberikan respon terhadap feromon perjodohan, dan

kekurangan nutrisi. Karena Sic1 dapat menginhibisi aktivitas kompleks Cln1- dan

Cln2-Cdc28, maka disarankan untuk melakukan penelitian identifikasi substrat dari

kompleks-kompleks ini, yang selanjutnya akan dapat membantu identifikasi fungsi

titik-uji dari Sic1.

10

Page 11: Jurnal Natur Indonesia I1

DAFTAR PUSTAKA

1. Brunborg, G., Williamson, D.H. 1978. The relevance of the nuclear division

cycle to radiosensitivity in yeast. Mol. Gen. Genet. 162, 277-286.

2. El-Deiry, W.S., Harper, J.W., O'Connor, P.M., Velculescu, V., Canman, C.E.,

Jackman, J., Pietenpol, J., Burrell, M., Hill, D.E., Wiman, K.G., Mercer,

W.E., Kastan, M.B., Kohn, K.W., Elledge, S.J., Kinzler, K.W., Vogelstein, B.

1994: WAF1/CIP1 is induced in p53 mediated G1 arrest and apoptosis.

Cancer Res. 54, 1169-1174.

3. Hartwell, L. H., Culotti, J., Pringle, J. R., Reid, B. J. 1974. Genetic control of

the cell division cycle in yeast. Science 183, 46-51.

4. Hartwell, L.H., Weinert, T.A. 1989. Checkpoints: controls that ensure the

order of cell cycle events. Science 246, 629-634. Hartwell, L. 1992.

5. Defects in a cell cycle checkpoint may be responsible for the genomic

instability of cancer cells. Cell 71, 543-546. Hartwell, L.H., Kastan, M.B.

1994.

6. Cell cycle control and cancer. Science 266, 1821-1828. Lee, M.G., Nurse, P.

1987.

7. Complementation used to clone a human homologue of the fission yeast cell

cycle control gene CDC2. Nature 327, 31-35. Mendenhall, M.D. 1993.

8. An inhibitor of p34CDC28 proteinkinase activity from Saccharomyces

cerevisiae. Science 259, 216-219.

11

Page 12: Jurnal Natur Indonesia I1

9. Mendenhall, M.D., Al-Jumaily, W., Nugroho, T.T. 1995.

10. The Cdc28 inhibitor p40SIC1. dalam Progress in Cell Cycle Research, vol. 1

(L. Meijer, S. Guidet, H. Y. Lim Tung, peny.), Plenum Press, New York,

173-185.

11. Murray, A.W., Kirschner, M.W.1991.

12. What controls the cell cycle. Sci. Am. 264, 56-63. Murray, A.W. 1992.

13. Creative blocks: cell-cycle checkpoints and feedback controls. Nature 359,

599-604. Nasmyth, K. 1993.

14. Control of the yeast cell cycle by the Cdc28 protein kinase. Curr. Opin. Cell

Biol. 5, 166-179.

15. Nugroho, T.T., Mendenhall, M.D. 1994. An inhibitor of yeast cyclin-

dependent protein kinase plays an important role in ensuring the genomic

integrity of daughter cells. Mol. Cell. Biol. 14, 3320- 3328.

16. Nugroho, T.T. (1998). Hambatan mitosis akibat pelesapan gen inhibitor

protein kinase-bergantung-siklin. J. Penel. Univ.Riau VIII(1): 23-

29.Nugroho, T.T. dan Mendenhall, M.D. 1996.

17. Pelesapan gen inhibitor kinase pengontrol pembelahan sel dari kromosom sel

ragi dengan metode disrupsigen satu tahap. J. Penel. Univ. Riau VI(3): 158-

164. Reed, S.I., Maller, J.L. 1996.

12