journal reading jay
DESCRIPTION
juenalTRANSCRIPT
Journal Reading
Rajaya Frans Sinaga
Differentiation and Functions ofCD4+ Effector T Cells
Pembagian efektor imun dibagi dalam efektor humoral dan selular. Yang berperan dalam efektorhumoral adalah antibodi yang dapat ditemukan di permukaan sel dan rongga ekstraselular yang dapatmengikat dan menetralkan antigen. Wawasan primer proteksi antibodi terletak di luar sel. Oleh karenaitu, mikroba intraselular akan terhindar dari efek antibodi.
sel efektor berperan untuk menemukan dan menyingkirkan sel yang mengandung patogen. Selefektor selular terdiri atas sel efektor spesifik seperti sel CD8+ (Tc atau CTL) dan sel CD4+ Th (Th1 danTh2) yang melepas sitokin dan berperan dalam DTH, sel efektor selular nonspesifik seperti sel NK, selnonlimfoid dan esinofil yang semuanya berperan dalam eliminasi patogen. Sel efektor selular dapatmengenal dan menyingkirkan mikroba dalam sel, sel tumor yang menunjukkan modifikasi genetik dansering mengekspresikan antigen yang tidak khas untuk sel normal.
Pentingnya imunitas selular terlihat pada anak dengan sindrom DiGeorge yang dilahirkan tanpa timus dan tidak memiliki sel T yang pada umumnya dapat menangkal infeksi bakteri ekstraslular, tetapitidak dapat menyingkirkan mikroba intraseluler. Hal itu terlihat dari seringnya terjadi infeksi virus,bakteri intraseluler dan jamur, bahkan virus yang dilemahkan dalam vaksin dapat menimbulkan infeksiyang mengancam nyawa.
Sel-sel efektor yang berperan pada imunitas nonspesifik adalah neutrofil,makrofag dan pada imunitas spesifik adalah sel B, sel T dan NKT. Limfosit yang berperan pada respons imun spesifik
EFEKTOR SPESIFIK HUMORAL
• Pada respons humoral, sel B yang mengenal antigen yang dipresentasikan melalui molekul MHC oleh sel T, berdiferensiasi menjadi plasma yang melepas antibodi dan sel memori.
• Antibodi yang dilepas berukatan dengan antigen dan memudahkan pembersihannya dari tubuh.
• Sel B dapat pula nemberikan respons yang T independen. Fungsi efektor antibodi adalah netralisasi dan eliminasi mikroba yang menimbulkan infeksi atau toksikny. Antibodi terhadap mikroba dan toksinnya menetralkan agens tersebut, membantu opsobinasi untuk fagosit, berperan pada ADCC dan mengaktifkan sistem komplemen. Fungsi efektor yang bermacam - macam itu diperankan berbagai jebis antibodi.
• Antibodi diproduksi sel B dalam sumsum tulang dan organ limfoid, namun antibodi bekerja sebagai efektor ditempat yang jauh dari tempat produksinya. Antibodi yang berperan dalam imunitas protektif, dapat berasal dari sel plasma yang hidup lama dan dilepas pada berbagai pajanan dengan antigen, pada respons imun sekunder dan pada aktivasi sel B memori. Antibodi dapat menetralisasi, mengopsonisasi bakteri untuk difagositosis makrofag, berperan pada ADCC dan mengaktifkan sistem komplemen. Berbagai fungsi efektor tersebut dapat diperankan berbagai isotipe antibodi.
• A. Efektor sel CD4+ Antigen yang datang dari luar sel (ekstraselular) atau dari dalam (intraselular) diproses dalam APC menjadi peptida. Tempat proses tersebut menentukan presentasi peptida selanjutnya, yang masing-masing melalui MHC-II dan MHC-I.
2. Efektor Th2 dan eosinofil pada imunitas cacing • Respons imun terhadap cacing sebagian besar
diperankan Th2 yang melepas IL-4, IL-5 dan IL- 13. IL-4 dan IL-13 merangsang produksi IgE yang spesifik untuk cacing dan merupakan opsonin. IL-5 mengaktifkan eosinofil yang mengikat IgE yang melapisi permukaan cacing melalui Fce-R. Eosinofil yang diaktifkan melepas MBP dan MCP yang dapat merusak cacing
3. Efektor Th1 • Sel CD4+ berdiferensiasi menjadi sel efektor. Th1
yang mensekresi IFN-y yang dilepas Th1 untuk membunuh mikroba yang dimakan, memacu inflamasi dan memperbaiki jaringan yang rusak. Bila infeksi tidak dikendalikan sepenuhnya, makrofag yang diaktifkan dapat merusak jaringan yang terjadi melalui produknya seperti enzim hidrolotik, ROI, NO dan sitokin proinflamasi
Differentiation and Functions ofCD8+ Effector T Cells
Peran sel T dapat dibagi menjadi dua fungsi utama : fungsi regulator dan fungsi efektor. Fungsi regulator terutama dilakukan oleh salah satu subset sel T, sel T penolong (CD4). Sel-sel CD4 mengeluarkan molekul yang dikenal dengan nama sitokin (protein berberat molekul rendah yang disekresikan oleh sel-sel sistem imun) untuk melaksanakan fungsi regulatornya.
Sitokin dari sel CD4 mengendalikan proses imun seperti pembentukan imunoglobulin oleh sel B, pengaktivan sel T lain dan pengaktifan makrofag. Fungsi efektor dilakukan oleh sel T sitotoksik (sel CD8). Sel-sel CD8 ini mampu mematikan sel yang terinfeksi oleh virus, sel tumor dan jaringan transplantasi dengan menyuntikkan zat kimia yang disebut perforin ke dalam sasaran ”asing”.
• Sel limfosit T pada umumnya berperan dalam imflamasi, aktifasi makrofag dalam fagositosis, aktifasi dan proliferasi sel B dalam membentuk antibodi. Sel T juga berperan dalam pengenalan dan penghancuran sel yang terinfeksi virus.
Sel T memiliki prekursor berupa sel punca hematopoietik yang bermigrasi dari sumsum tulang menuju kelenjar timus, tempat sel punca tersebut mengalami rekombinasi VDJ pada rantai-beta pencerapnya, guna membentuk protein TCR yang disebut pre-TCR, pencerap spesial pada permukaan sel yang disebut pencerap sel T.
B Cell Activation and Antibody Production
• Aktivasi limfosit T, khususnya limfosit Th dari interaksi antara reseptor sel T + kompleks antigen-MHC kelas II yang terdapat di permukaan APC. Selain menyajikan antigen, APC juga memproduksi interleukin-1 yang mampu merangsang pertumbuhan sel T. Interaksi ini merangsang berbagai reaksi biokimia di dalam sel T, diantaranya adalah perombakan fosfatidil-inositol dan peningkatan konsentrasi ion Ca++ serta aktivasi protein kinase-C yang diperlukan sebagai katalisator pada fosforilasi berbagai jenis protein.
• Reaksi-reaksi diatas mengakibatkan serangkaian reaksi-reaksi yang menghasilkan ekspresi reseptor IL-2 dan roduksi IL-2 yang diperlukan untuk proliferasi sel selanjutnya
• Sebagian dari sel T selanjutnya akan berfungsi sebagai sel T helper-inducer untuk membantu sel B, sebagian lagi akan kembali dalam keadaan istirahat menjadi sel memori.
• Aktivasi sel B dapat terjadi atas rangsangan antigen T-independen tipe Im antigen T-independen tipe II dan antigen T-dependen. Antigen T-dependen memerlukan bantuan sel Th.
• antigen T-independen tipe I dalam konsentrasi tinggi mampu merangsang sel B secara poliklonal tanpa mengindahkan spesifsitas reseptor permukaan sel B. Contoh antigen seperti ini adalah lipopolisakarida pada permukaan sel bakteri. Tetapi pada konsentrasi rendah sel B dengan sIg spesifik sebagai reseptor dapat menangkap antigen sehingga sel teraktivasi.
• Sel T yang diaktivasi oleh antigen akan memproduksi interleukin-2 (IL-2) yang diperlukan untuk proliferasi sel T sendiri, disampign itu sel T juga memproduksi berbagai faktor atau limfokin yang dapat merangsang perubahan pada berbagai jenis sel antara lain sel B, sel T sitotoksik, makrofag dan lain-lain karenanya sel itu disebut sel T inducer
Berbagai jenis limfokin yang diproduksi oleh sel T dan dipergunakan untuk merangsang sel B adalah:B-cell stimulatory factor (IL 4), B-cell growth factor (II-6), B-cell differentiation factor-µu(BCDF- µu) dan BCDF-gamma serta gamma interferon. Dengan rangsangan limfokin diatas sel B berproliferasi dan berdiferensiasi lebih lanjut menjadi sel plasma dan memproduksi imunoglobulin. BCDF- µu merangsang produksi IgM yang diproduksi menjadi IgG dan selanjutnya akan terjadi sintesa dan sekresi immunoglobulin oleh sel plasma
• Respon imun sekunder pada umumnya timbul lebih cepat dan lebih kuat dibandingkan dengan respon primer. Hal ini disebabkan oleh karena adanya sel T dan sel B memori seta antibodi yang tersisa. Antigen dapat dikenal oleh sel B spesifik secara lebih efisien. Dalam hal ini sel B bertindak sebgai APC. Karena jumlah sel T dan sel B spesifik lebih banyak, kemungkinan untuk berinteraksi dengan antigen lebih besar, sehingga titer antibodi juga cepat meningkat.