inforwas edisi iii final

Upload: sari-hendriastuti

Post on 05-Jul-2018

219 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    1/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   1

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    2/44

     INFORWAS   Edisi III Th 20122

    Pengantar :Beranda dan Surat Pembaca

    Laporan :Launching e-Regalkes dan Single SignOn (SSO)di Kementerian Kesehatan RI 

    Tulisan :Beradaptasi DenganLingkungan Kerja Baru

    Penguatan Peran SPI Dalam Mewujudkan AkuntabilitasPengelolaan Keuangan danPeningkatan Kinerja BLU 

    Liputan :Komitmen RSCM Meraih WTP 

    Tulisan :Profesionalisme Auditor Dalam ReviuLaporan Keuangan

    Pengawasan Program PengendalianPenyakit Kusta di Indonesia

     Awas Anda Memasuki Zone Integritas

    Itjen Kemenkes diantara Penjamin Kualitas (Quality Assurance) dan Layanan Jaminan (Assurance Services)

    Etika Adalah Tanggung Jawab& Urusan Kita Bersama

     Anugrahpun Datang Setelah KerjaKeras dan Pengabdian ProfesiTanpa Pamrih

    3

    6

    10

    19

    21

    24

    26

    31

    35

    38

    40

    Daftar IsiBerdasarkan SK Inspektur Jenderal

    Kementerian Kesehatan RI

    NO: 01T.PS.12.00.211.064.2012

    Tgl: 4 Januari 2012Susunan Dewan Redaksi

    Pelindung Yudhi Prayudha Ishak Djuarsa

    PenasehatDrs. Wiyono Budihardjo, MMdr. Zusy Arini Widyati, MMDra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.KesDrs. Mulyanto, MM

    Drs. Wayan Rai Suarthana, MM

    Penanggungjawab : drg. S.R. Mustikowati, M.Kes

    Pemimpin Redaksi Irwansyah, SE, M.Kes., M.Ak.

    Wakil Pemimpin Redaksi Sunaedi Pradja, SP, M.Kes.

     Anggota Dewan Redaksi drg. Mirna Putriantiwi, M.QIH.Dede Sunardi, SH, MM.

    dr. Doli Wilfried H. S., M.Kes.Dede Mulyadi, SKM, M.Kes.Eko Sanova, SKM, MM.Retno Budiarti, SST, MM.R. Sjaefudin, SKM, MKM.Rudi Supriatna N. S., S.Kp., M.Kep.

    Penyunting/Editor  Hendro Santoso, S.Kp, M.Kep, Sp.Kom.drg. Lia Leita Kania AmaliaHotmedi Listia Doriana, SKM, M.Epid.dr. Merki Rundengan, MKM.Oong Rusmana, SKM.Tafsir Hanafi, SKM, M.Ak.Eka Widianti, SKM, MM.

    Desain Grafis & Fotografer Wahono, ST, MM.Adhitya Andy Widyatmono, SE.Ario Agung Bramanthi, S.Kom.Rudiyanto, SE.Andri Rubiana, S.Kom.RD. Yandri Achmad Sariffudin, Apt.

    SekretariatHidayanti, S.Sos,MM.Eko Haryanto, SE, M.AkWiji Lestari, SE.Rico Edra Saputra, SIP.

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    3/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   3

    Pengantar 

    Pada edisi ini di

    penghujung tahun 2012

    yang akan segera berlalu,

    berganti dengan tahun

    yang baru, demikianlah

    perputaran waktu. Kita

    hidup dalam kerangka

    dan  frame waktu, ikut

    berputar dan pasti ikut berganti, ada yang

    datang dan ada yang pergi, hal ini juga terjadi

    dalam dunia kerja, perubahan ini menuntut

    kita untuk beradaptasi, untuk lebih pandai

    membawa diri dan bersinergi, mempercepat

    tercapainya tujuan organisasi.

      Buletin Inforwas kali ini

    menyampaikan tulisan tentang Capacity

    Building dalam rangka meningkatkan

    dan membangun sumber daya manusia dilingkungan Inspektorat Jenderal dimana

    salah satunya untuk lebih pandai beradaptasi

    dan membangun diri sebagai bagian dari

    organisasi.

      Ibu Rahmaniar sebagai salah satu

    pimpinan di Itjen, menyempatkan menulis

    untuk mengulas dan berbagi dengan para

    pembaca Inforwas dan khususnya dengan paraauditor yang dalam menjalankan profesinya

    selalu berpindah dan berubah dari auditee

    satu ke auditee lainnya, dari satker satu ke

    satker lainnya, hal ini menuntut keterampilan

    auditor untuk beradaptasi guna mencapai

    tujuan penugasan dari organisasi.

    Pembaca Inforwas yang budiman,

      Keterampilan ini dapat diperoleh

    salah satunya dengan menata persepsi kita

    tentang lingkungan baru kita dengan menata

    diri, mempersiapkan mental, maka mari

    mulailah beradaptasi menyongsong tahun

    baru untuk lebih berprestasi.

      Kami Redaksi Inforwas berharap

    seluruh jajaran pimpinan dan keluarga besar

    Kementerian Kesehatan, khususnya keluarga

    besar itjen untuk berpartisipasi aktif dengan

    mengirimkan tulisan-tulisan yang memberikan

    motivasi, dan berbagi pengalaman untuk

    pencerahan dalam pelaksanaan pekerjaan

    sehari-hari.

    Salam Inforwas........

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    4/44

     INFORWAS   Edisi III Th 20124

    PENILAIAN KINERJA

     

    Tim Redaksi Inforwas, perkenalkan saya

    adalah salah satu staf keuangan di Dinkes

    Provinsi Gorontalo, sebagai pengelola

    keuangan melalui surat pembaca Buletin

    Inforwas ini saya ingin mendapatkan informasi

    apakah hasil pemeriksaan yang dilakukan

    Itjen dipakai juga sebagai penilaian kinerjaSatuan Kerja dalam penetapan Unit Kerja

    dengan WBK?

    Ati, Dinkes Provinsi Gorontalo.

    Jawab:

    Betul, hasil pemeriksaan Itjen dapat

    saja digunakan sebagai salah satu penilaian

    kinerja Satker tetapi bukan sebagai indikator

    mutlak/indikator utama karena terdapat

    keterbatasan dari hasil laporan penugasan

    audit/pemeriksaan tersebut. Audit

    dilakukan tidak hanya semata-mata menilai

    kinerja keuangan, namun bisa dilakukan

    juga misalnya untuk audit kepatuhan.

    Disamping hal lainnya seperti metode audit

    yang dipakai, kebijakan pimpinan (auditorinternal), kompetensi/kemampuan auditor

    itu sendiri.

      Indikator lainnya di unit kerja adalah

    hasil temuan Itjen, BPK dan BPKP, dimana

    di dalam Indikator penilaian disebutkan

    bahwa persentase kerugian negara (KN) yang

    belum diselesaikan dalam 2 tahun terakhir

    berdasarkan penilaian APIP, BPK atau

    Keputusan Aparat penegak Hukum (APH)

    harus 0%.

    ZONA INTEGRITAS

     

    Saya adalah staf di Dinkes Provinsi

    Maluku, selama ini Kementerian Kesehatan

    baik Pusat maupun daerah sedang gencar-gencarnya mencanangkan Zona Integritas,

    namun sampai saat ini saya belum mengerti

    apa sesungguhnya Zona Integritas itu,

    kepada Tim Buletin Inforwas mohon kiranya

    dijelaskan apa itu Zona Integritas?

    Lamba, Dinkes Provinsi Maluku

      Saya staf di Dinkes Provinsi Bengkulu

    mohon penjelasannya apakah Pakta

    Integritas yang telah ditanda tangani oleh

    seluruh pegawai dapat digunakan sebagai

    kriteria membangun Zona Integritas dalam

    mewujudkan WBK?

    Neli, Dinkes Provinsi Bengkulu

    Jawaban.

      Terima kasih atas perhatian saudara

    Lamba dan Neli, perlu kami jelaskan memang

    di tahun 2012 ini, Kementerian Kesehatan

    sedang gencar-gencarnya melakukan

    Reformasi Birokrasi, salah satunya adalah

    dengan pencanangan Zona Integritas, yang

    dimaksud dengan Zona Integritas adalah

    Pengantar 

    Surat Pembaca

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    5/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   5

    sebutan atau predikat yang diberikan

    kepada K/L dan Pemda yang pimpinan dan

    jajarannya mempunyai niat (komitmen)

    untuk mewujudkan Wilayah Bebas dari

    Korupsi (WBK)/ Wilayah Birokrasi Bersih dan

    Melayani (WBBM).

    Sedangkan Pakta integritas yang telah

    ditandatangani oleh seluruh pegawai

    merupakan pernyataan tertulis atas komitmen

    dan pernyataan sikap anti korupsi. Sedangkan

    Wilayah Bebas Korupsi (WBK) merupakan

    gambaran suatu lingkungan dengan perilaku

    anti korupsi. Kedua hal tersebut terlihatberada pada tataran yang berbeda. Namun

    demikian kedua hal tersebut merupakan

    urutan tahapan untuk merubah perilaku yang

    tentunya didahului dengan perubahan sikap.

    TAHAPAN SPIP

      Setelah mendapatkan sosialisasi tentang

    SPIP, apa tahapan yang harus dilakukan agar

    SPIP dapat diterapkan di Unit Kerja?

    Hendra Hendrawan, Dinkes Cianjur

    Jawab:

      Menerapan SPIP dilakukan secara tone

    from the top, dengan tahapan sebagai

    berikut:a. Menetapkan Visi, Misi dan Tujuan

    organisasi

    yang saling menunjang/ berkaitan

    b. Menyusun pogram kegiatan untuk

    mewujudkan visi dan misi organisasi.

    c. Menyusun juknis/juklak pelaksanaan

    kegiatan.

    d. Menyusun SOP kegiatan.

    e. Melakukan identifikasi risiko pada setiap

    kegiatan dalam bentuk daftar risiko

    f. Melakukan klasifikasi risiko.

    g. Menetapkan pengelolaan risiko.

    h. Evaluasi pelaksanaan pengelolaan risiko

    sebagai bahan perbaikan.

      Penjelasan SPIP dapat dilakukan

    dan disampaikan secara singkat, namun

    penerapannya tidak dapat semudah

    penjelasaannya. SPIP adalah suatu sistim

    yang harus dibangun dikembangkan secaraberkelanjutan dan berkesinambungan

    dimana SPIP hanya salah satu tools untuk

    mencapai tujuan organisasi, namun

    harus juga dipertimbangkan juga hal-

    hal sepertinya kolusi, dan pengabaian

    manajemen dan salah menterjemahkan

    perintah.

    Pengantar 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    6/44

     INFORWAS   Edisi III Th 20126

    ebagai penutup tahun 2012, Kementerian

    Kesehatan RI membukukan prestasi

    yang cukup membanggakan melalui

    Direktorat Bina Produksi dan Alat Kesehatan

    Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat

    Kesehatan, hari Jumat tanggal 21 Desember

    2012 Kementerian Kesehatan menjadi

    Institusi ke 3 dari 18 institusi di Republik

    Indonesia yang meluncurkan e-Regristrasi

    Alat Kesehatan dan PKRT (Sistim On -Line) 

    dan SSO (Single Single On) yang merupakan

    bagian terintegrasi dari Indonesia National

    Single Window.

    Dalam Laporan penyelenggaran launchinge-Regalkes  yang disampaikan oleh Ibu Dra.

    Maura Linda Sitanggang,Apt., P.hD, Dirjen

    Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan, bahwa

    Kementerian Kesehatan sebagai salah satu

    institusi pelayan publik telah berubah dari

    paradigmanya dari yang bersifat direktif dan

    birokratif menjadi pelayanan publik yang

    terfokus dan berorientasi pada kepuasan

    pengguna layanan (customer driven

     government).

    Sementara Prof. DR. Dr. Ali Ghufron Mukti,

    selaku Wakil Menteri Kesehatan pada

    kesempatan yang sama menyatakan, bahwa

    sebagaimana kita ketahui, dalam era

    reformasi dan demokrasi sekaligus kemajuan

    Iptek dan globalisasi sekarang ini, tuntutan

    masyarakat terhadap transparansi dan

    akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan

    yang baik atau Good Governance  dan

    Pemerintahan yang bersih dan bebas KKN

    atau Clean Goverment akan terus meningkat.

    Dalam mengelola perizinan alat kesehatan

    yang memerlukan konsistensi, efisiensi,

    akurasi, simplisitas dan koordinasi lintas

    sektor, Kementerian Kesehatan berkewajiban

    melaksanakan keduanya sekaligus.

    Indonesia National Single Window   adalah

    salah satu sistem yang dibangun untuk

    menjawab implementasi  ASEAN Single

    Window  dimana Indonesia merupakan salah

    satu anggotanya, yang dipimpin oleh BapakEdy Putra Irawady selaku Deputi Menko

    Perekonomian, Sistim ini sangat efektif

    dan efisien dalam melakukan penyaringan

    komoditi alkes dan PKRT yang masuk ke

    Indonesia, dimana Kementerian Kesehatan

    RI dapat terhubung dengan Kementerian/

    Lembaga Lainnya, khususnya Ditjen Bea dan

    Cukai yang menjadi lini pertama masuknya

    komoditi ekspor dan impor terutama produk

    yang masuk dalam Larangan Terbatas

    (LarTas).

     

    Selain itu penjelasan dari Ibu drg.

    Arianti Anaya, MKM sebagai Direktur Bina

    Pelayanan Kefarmasian; dan Distribusi Alat

    Kesehatanmengatakan Kemenkes telah

    berperan aktif di INSW  sejak tahun 2008 dan

    LAUNCHING e- REGALKES

    DAN SINGLE SIGN ON(SSO)

    DI KEMENTERIAN KESEHATAN RI

    Laporan 

    S

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    7/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   7

    sejak bulan Agustus 2012 telah melakukan

    soft launching e-Regalkes dan PKRT, sampai

    saat ini telah tercatat 3.410 dokumen aplikasi

    pemohon dari para produser, importir dan

    distributor alkes dan PKRT.

      Para produser, importir dan

    distributor alkes dan PKRT, dapat melakukan

    pendaftaran secara on line  pada sistim

    SSO, artinya mereka dapat mendaftarkan

    produknya, secara on line pada situs http://

    regalkes.depkes.go.id  maka mereka tidak

    perlu datang ke Kementerian Kesehatandi Jakarta, dan sekali mendapatkan user

    name serta password , pada system INSW  ini

    langsung dapat mengakses pada fitur-fitur

    lain yang dari institusi lain yang ada di INSW

    seperti fitur dari Ditjen Bea Cukai, BPOM.

    Launching e-Regalkes  dan SSO ditandaipenekanan tombol oleh Bapak Prof. Ali

    Gufron, Wakil Menteri Kesehatan, Dr. Ratna

    Rosita, MPH, Sekretaris Jenderal, Bapak Yudhi

    Prayudha Ishak Djuarsa, Inspektur Jenderal,

    Dra. Maura Linda Sitanggang,Apt.P.hD

    Direktur Jenderal Kementerian Kesehatan,

    dan Bapak Edy Putra Irawady Deputy Menko

    Perekonomian serta dihadiri oleh para

    pejabat publik dari beberapa kementerian

    dan para produser, importer dan distributor

    alat kesehatan.

      Hal ini menjadi salah satu moment

    penting di lingkungan Kementerian Kesehatan

    yang terus secara berkesinambungan

    meningkatkan kualitas dan pelayanannya

    dengan mengedepankan keterbukaan,

    konsistensi, efisiensi dengan lebih sederhana

    melalui penggunaan teknologi terkini,

    dan mengurangi terjadinya kemungkinan

    terjadinya penyimpangan dan kemungkinangratifikasi pada pejabat publik pemberi

    layanan dengan mengurangi frekwensi

    pertemuan antara pemberi layanan publik

    dan pengguna jasa.

      Seperti telah kita ketahui pada

    berdasarkan Survei Integritas Sektor Publik

    tahun 2012 yang dilakukan oleh Komisi

    Pemberantasan Korupsi (KPK) melalui Indeks

    Integritas Nasional (IIN) memberikan hasil

    Pelayanan Registrasi dan Sertifikasi Alat

    Kesehatan dan PKRT dalam urutan ke 5 dari

    20 instansi pusat dan Nomor 8 dalam skala

    Nasional dengan nilai integritas di atas 7,

    diharapkan dengan launching e- Regalkes dan

    PKRT akan memacu peningkatan pelayanan

    public di Kementerian Kesehatan, untuklebih baik lagi, semoga !

    (Liputan Tim Inforwas: Lia Leita dan Retno Budiarti)

    Laporan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    8/44

     INFORWAS   Edisi III Th 20128

    Laporan 

    Inspektorat Jenderal Kemenkes RI pada tanggal

    28 sampai dengan 31 Agustus 2012 yang berlokasidi Cipayung Cipanas, menyelenggarakan suatu

    kegiatan untuk dapat lebih meningkatkan

    kebersamaan diantara staf, Auditor dan Jajaran

    Pimpinan dilingkungan Inspektorat Jenderal

    Kemenkes RI.

    Untuk suatu organisasi seperti di Itjen Kemenkes

    Capacity building  ini merupakan suatu langkah

    untuk membangun kapasitas organisasi;mengembangkan kerangka konseptual;

    membentuk sikap organisasi; mengembangkan

    visi dan strategi; mengembangkan struktur

    organisasi; mendapatkan keterampilan dan

    sumber daya.

    Untuk lebih  fun  jajaran Sekretariat Itjen

    Kemenkes mengemas kegiatan capacity building

    ini dalam suatu acara di tempat yang nyaman

    We are big and very happy family Inspektorat Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

    berhawa sejuk dan indah di kawasan Cipanas

    dengan acara yang cukup menggelitik dansayang bila ditinggalkan, karena acara dikemas

    secara apik antara Itjen dan Kubik Leadership

    dengan instruktur outbond Yasmin Hotel yang

    seru…….

    Paaaaakkkkkk…. Lagi nahannn apa tuh ?

     MEMBANGUN KEBERSAMAAN

    CAPACITY BUILDING :

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    9/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   9

    Laporan 

    KubikLeadership mengusung tema Solusi Esensial

    Meraih Sukses dan Hidup Mulia yang disampaikanoleh motivator-motivator yang cukup inspiratif.

    yang mencoba menjawab pertanyaan umum

    disekitar pekerjaan dan kehidupan keseharian

    kita seperti; Kenapa karir saya tidak juga naik

    ? Kenapa saya tidak berkembang dengan lebih

    baik ? Kenapa kehidupan keluarga saya tidak

    kunjung harmonis ? Kenapa saya terus terjerat

    dalam permasalahan yang sama dalam hidup

    saya?

    Jawaban yang disampaikan seputar pertanyaan

    tersebut memberikan pencerahan dan solusi

    yang sangat menyentuh atas permasalahan yang

    mungkin ditemukan dalam perjalanan kehidupan

    pegawai di lingkungan Itjen Kemenkes RI.

    Kegiatan ini memberikan suatu pencerahan

    melalui sebuah inspirasi solusi yang lain.

    Sebuah solusi esensial yang langsung menyentuh

    permasalahan dan memberikan kenyamanan

    pada bathin pada diri kita masing-masing.

    Melalui ceramah interaktif dan insipiratif

    yang dilakukan oleh motivator-motivator

    ‘Kubik’ yang mampu mengeksplorasi pengaruh

    kekuatan pimpinan di jajaran keluarga besar

    Itjen, Kubik Leadership menguak rahasia alam

    dan kehidupan dengan menyajikannya untuk

    para pegawai itjen dalam sebuah rumusan yang

    sederhana dan mudah. Apapun peran kita saat

    ini, kita diajak untuk mampu menggunakannyauntuk meraih kehidupan yang lebih baik.Tidak

    seperti kegiatan capacity building kebanyakan

    yang banyak bicara tentang konsep dan ide,

    Kubik Leadership menuntun kita selangkah

    demi selangkah untuk dapat menggapai sukses

    dan hidup mulia.

    Ayo-ayo berlatih dan membangun kebersamaan untuk

    mencapai tujuan...

    Klimaks dari acara kebersamaan  ini, adalah

    dengan menampilkan aksi panggung dari setiap

    kelompok,dan yang sangat mengejutkan adalah

    ide dan aksi panggung dari seluruh pegawaikeluarga besar Itjen Kemenkes yang berupa

    parodi atau scene  kegiatan di kantor ataupun

    kegiatan sewaktu dinas di daerah, semuanya

    seru, memberikan darah baru menjelang tugas

    yang baru dalam mencapai tujuan bersama.

    (Liputan Tim Inforwas: Lia Leita, Hotmedi Lisdiana dan Eka

    Widiati.)

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    10/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201210

    kali, lingkungan baru

    dirasa cukup menakutkan

    sehingga perasaan cemas

    dan tidak nyaman menjadi

    faktor penghambat untuk

    bersosialisasi. Bagi mereka

    yang memiliki konsep

    hidup dan pola pikir yang

    positif, lingkungan baru bukanlah sesuatu

    yang perlu ditakuti. Apalagi bila orang

    tersebut sudah menguasai keterampilan

    berhubungan dan berkomunikasi dengan

    orang lain (Interpersonel and communicationskills) yang baik, beradaptasi dengan

    lingkungan baru bukanlah menjadi masalah

    lagi.

    Hal-hal lain yang tidak kalah pentingnya

    dalam beradaptasi adalah beradaptasi

    dengan orang-orang yang lebih dulu berada

    disana. Walaupun, kita berada pada posisi

    yang lebih tinggi dari orang-orang ini, kitaharus pandai bagaimana menempatkan diri

    pada posisi yang tepat. Mungkin ini adalah

    hal yang paling menyakitkan dan hal yang

    paling sulit jika lingkungan kerja baru

    tidak mau menerima kita. Hanya ada dua

    pilihan pada posisi ini, bertahan dengan

    berkonfrontasi dengan orang-orang lama

    yang lebih mengetahui medan, atau pindah. 

    Sikap maupun watak dari setiap individu

    sangat mempengaruhi proses adaptasi itu

    sendiri. Seringkali kita akan mengatakan, aku

    ditempatkan disini bukan keinginanku, tetapi

    pimpinan yang memilih aku ditempatkan

    disini, padahal Tugas Pokok dan Fungsi unit ini

    180 derajat, berbeda dari tempat kerja yang

    lama. Tetapi, hidup harus dilanjutkan, tidak

    ebagian orang menganggap bahwa hal

    yang tersulit dalam pekerjaan adalah

    beradaptasi dengan lingkungan kerja

    baru. Besarnya kesulitan beradaptasi

    pada beberapa orang terkadang dirasakan

    melebihi beratnya tantangan pekerjaan itu

    sendiri. Lingkungan pekerjaan yang baru akan

    selalu menanti, karena kita tidak lepas daripekerjaan yang berhubungan dengan mutasi,

    promosi jabatan, perpindahan tempat kerja

    atau seseorang yang baru memasuki dunia

    kerja.

    Kemampuan dasar manusia, selain

    kemampuan untuk menetapkan tujuan

    dan melakukan evaluasi diri, manusia juga

    memiliki kemampuan beradaptasi. Kekuatanmakhluk hidup yang bisa bertahan dengan

    lingkungannya, yang menyebabkan manusia

    hingga saat ini dapat bertahan hidup karena

    kemampuan mereka dalam beradaptasi

    dengan lingkungannya. Demikian juga saat

    manusia menemukan lingkungan baru,

    seperti pindah rumah, pindah kerja di

    kantor baru, atau pindah sekolah. Sering

    Dra. Rahmaniar Brahim, Apt, M.Kes.Inspektur III Itjen Kemenkes RI

    BERADAPTASI

    DENGAN

    LINGKUNGAN

    KERJA BARU

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    11/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   11

    Tulisan 

    ada pilihan, kerja keras dengan “learning

    by doing”, dan jadikan beradaptasi dengan

    lingkungan kerja yang baru tersebut sebagai

    tantangan.

    Mungkin ada gunanya kita membahas

    beberapa hal yang sebaiknya dipersiapkan

    dalam menghadapi tantangan beradaptasi

    tersebut, antara lain:

    1. Menata Persepsi Kita Tentang

    Lingkungan Baru Kita

    Untuk menghindari persepsi yang salah,

    sebelumnya kita harus membekali diri dengan

    informasi yang benar dan terpercaya tentang

    lingkungan baru tersebut, dengan memahami

    Tugas Pokok dan Fungsinya, tata hubungan

    kerja di masing-masing unit yang ada di

    institusi tersebut, Anggaran belanjanya,

    Sumber Daya Manusianya baik jumlah dan

    distribusi latar belakang pendidikannya,

    fasilitas perangkat kerja yang dimiliki dansebagainya. Dengan demikian, sedikit banyak

    kita tahu dan mempunyai gambaran dengan

    lingkungan baru tersebut. Bagaimanapun,

    akan lebih nyaman berada di lingkungan

    baru yang kita sudah tahu dari pada sibuk

    menerka dan menjadikan lingkungan baru

    tersebut sebagai misteri.

    2. Menata Diri

    Persiapkan diri menghadapi lingkungan baru

    tersebut. Secara fisik, jika lingkungan baru

    kita membutuhkan persiapan ekstra, maka

    persiapkan fisik kita. Jika lingkungan baru

    kita sangat menghargai intelektualitas,

    persiapkan juga itu dengan mulai mempelajari

    berbagai rujukan yang sesuai dengan Tupoksi

    di unit tersebut.

    3. Persiapkan Mental

    Intinya adalah kita menanamkan kepada diri

    bahwa kita adalah orang baru, yang harus

    berlaku profesional dan memiliki komitmen

    kuat pada diri sendiri untuk membantu dan

    segera menyesuaikan diri dengan Tupoksi

    intitusi tersebut. Janganlah segan menyapa.

    Jangan pula takut bertanya. Apabila dirasakan

    canggung berbasa-basi, cukup tersenyum,

    simpel, dan menggunakan bahasa universal.

    Kita memiliki kelebihan yg tidak dimiliki

    orang lain, begitu pula orang lain memiliki

    kekurangan yang tidak kita ketahui, jadi bisasaja rasa memiliki kekurangan juga dirasakan

    oleh orang-orang yang akan kita kenali.

    4. Mulailah Beradaptasi

    Sebagus apapun persiapan yang kita lakukan,

    tetaplah kita harus beradaptasi dengan

    lingkungan. Bahkan ketika kita sudah masuk

    ke dalam lingkungan tersebut, adaptasi

    mutlak tetap dilakukan. Suasana lingkungan

    terus berubah, maka ikutlah berubah agar

    tidak terkena seleksi alam. Janganlah takut

    ditolak karena tantangan akan selalu ada

    di setiap lingkungan yang akan kita masuki.

    Rajin-rajinlah memulai pembicaraan, rajin-

    rajinlah menyapa atau mengobrol dengan

    teman-teman baru kita. Dengan membuka

    pembicaraan terlebih dahulu berarti kitasedang menunjukkan bahwa kita memiliki

    pribadi yang hangat dan terbuka terhadap

    lingkungan baru. Yang pasti kita harus

    jadi orang yang murah senyum dan senang

    menyapa orang-orang di sekitar lingkungan

    baru kita.

    5. Hargailah Budaya dan Aturan di

    Lingkungan Baru

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    12/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201212

    Jika kita memasuki suatu lingkungan, pastilah

    kita berhadapan dengan peraturan. Peraturan

    ini mutlak diperlukan agar kehidupan dalam

    lingkungan tersebut berjalan teratur.

    Oleh karena itu, kita harus bisa mengikuti

    peraturan yang ada di lingkungan baru

    tersebut. Baik peraturan yang sifatnya

    tertulis, maupun peraturan tidak tertulis

    tapi bersifat mengikat. Pada awalnya

    mungkin kita akan merasa canggung. Namun

    begitu, kita harus tetap mengikuti budaya

    dan aturan yang diterapkan di lingkungan

    yang baru itu.

    6. Open Mind

    Kita masih sangat banyak membutuhkan

    bantuan dan belajar dari para senior di

    lingkungan baru. Janganlah menutup

    diri, terima kritikan orang lain. Jika kita

    bekerja sebagai tim, cobalah untuk meraih

    kepercayaan di dalam tim. Dan akan lebihbaik lagi bila kita langsung mendapat

    kepercayaan untuk bertanggung jawab

    terhadap tugas tim.

    7. Jangan Malu Bertanya

    Segeralah bertanya bila ada sesuatu yang

    sekiranya kita rasa masih kurang jelas.

    Bertanya tidak harus pada orang yang

    lebih tua, akan tetapi bertanya juga dapatdilakukan pada yang staf yang lebih muda

    dan pada orang-orang yang sudah cukup

    berpengalaman di institusi tersebut.

    Setidaknya, untuk urusan teknis orang itu

    lebih berpengalaman daripada kita. Selain

    itu, hal yang terpenting adalah selalu

    meminta pengarahan kepada atasan langsung

    atau rekan satu level.

    8. Keingintahuan

    Rasa keingintahuan akan membuat kita

    bersemangat dalam bekerja. Bila dari awal

    saja kita sudah tidak memiliki rasa ingin tahuterhadap bidang pekerjaan yang menjadi

    tanggung jawab kita, bukan tidak mungkin

    kita pun akan malas untuk mengerjakan apa

    pun. Keingintahuan tentang pekerjaan yang

    menjadi tanggung jawab kita akan memotivasi

    untuk mengeksplorasi kemampuan kita lebih

    dalam.

    9. Mintalah Penilaian dari Orang-orang diSekitar Kita

    Cobalah minta penilaian terhadap apa yang

    sudah kita lakukan. Baik dan buruknya mesti

    kita terima, sehingga kita bisa meningkatkan

    kualitas diri kita di lingkungan baru.

    Organisasi yang besar dan maju, takkan

    melupakan roda sejarah yang lalu. Ia bukan

    terbius sejarah, namun ia harus belajar dari

    sejarah. Tidak ada kemajuan hari ini bila

    tidak ada kemarin, tidak akan ada masa

    depan, bila hari ini telah hancur berantakan.

    Orang-orang datang dan pergi adalah hal

    biasa. Bukan harus ditakuti apalagi di sesali.

    Orang-orang datang dan pergi juga bukanlah

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    13/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   13

    Tulisan 

    hal istimewa. Semuanya punya hak sama.

    Yang lama bisa pergi, yang baru apalagi.

    Yang punya sejarah bisa merasa susah ada

    di dalamnya, apalagi yang merasa punya

    masa depan yang cerah. Buat apa bergabung

    dengan sesuatu yang tak jelas, tak ada

    kombinasi menarik terlihat menyongsong

    masa depan, begitu pikir mereka yang baru

    datang dan tak tahan melihat perubahan yang

    terus terjadi. Di sinilah peranan adaptasi

    teruji. Bukan lama atau sebentar seseorang

    harus ada dalam lembaga. Tapi bagaimana ia

    mampu menyumbangkan karya terbaiknya.Yang lama atau baru hanyalah masalah

    waktu. Di dalam urusan ikhtiar dan karya

    amal nyata, bukan banyak atau sedikit yang

    akan menemani kita di alam kubur nanti,

    namun dari kualitas dan kesinambungan-lah

    amal itu akan dirasakan.

    Orang-orang datang dan pergi, bukan tabu.

    Apalagi harus malu. Mereka semua, termasuk

    kita, punya hak untuk juga datang dan pergi.

    Lembaga bukan milik pribadi, bukan pula

    warisan dari kakek dan nenek kita semua.

    Lembaga apapun, asal ia berkontribusi bagi

    umat dan bangsa, sesungguhnya ia

    milik masa depan.

    Umat berhak

    memiliki lembaga ini, ada atau tidak ada

    kita di dalamnya.

    Bersinergi berarti menyediakan diri dalam

    sejumlah perbedaan yang dileburkan. Bukan

    menuju satu bentuk, tapi merekatkan dan

    memfasilitasi agar menjadi satu arah dan

    tujuan. Bukankah kesediaan kita di lembaga

    adalah untuk bersatu dalam langkah?

    Kesediaan bersinergi berarti kesediaan untuk

    menyesuaikan dengan gerak dan dinamika

    internal maupun eksternal organisasi. Sinergi

    ada pada kesatuan, bukan pada kehebatan

    personal. Sinergi ada pada kesediaan

    adaptasi sekaligus berbagi.

    Dalam adaptasi, kita bukan saja harus

    banyak bergerak dan beraksi, saat yang sama

    kita juga harus mampu mendengar dengan

    peka. Tanpa pretensi dan tanpa praduga.

    Dengan mengasah kepekaan, akan muncul

    kesadaran utuh untuk memahami diri dan

    lingkungan organisasi. Dengan mendengar,

    kita menyerap sejumlah energi yang beredar

    di lingkaran demi lingkaran yang terjadi.

    Adaptasi bukan semata berorientasi pada

    kemampuan dan kapasitas diri. Adaptasi

    melatih kita untuk dengan santun merasa

    satu bagian diri. Yang satu merendah,yang lain harus mengalah. Yang satu butuh

    bantuan, yang lain membuka diri. Itulah

    indahnya sinergi. Ada kesadaran yang

    utuh bahwa tanpa kebersamaan,

    siapapun bukanlah apa-apa. Hingga

    tak perlu ancaman beredar dalam

    lingkaran-lingkaran aturan yang

    dipertontonkan. Hingga tak perlu

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    14/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201214

    memamerkan kehebatan di lingkungan

    dimana orang menghargai esensi daripada

    hal-hal yang sifatnya basa-basi.

    Adaptasi dalam kerangka sinergi ujungnya

    akan mengantarkan kita pada kesanggupan

    melihat masalah di hadapan, tanpa takut

    tanpa khawatir menemukan kegagalan.

    Adaptasi dalam sinergi juga, akan mendorong

    lahirnya prestasi yang sejati. Bukan sekedar

    artifisial dan normatif.

    Sebuah prestasi suatu organisasi yang

    terbangun dari kebersamaan dari para

    pemimpin dan staf yang dilandasi dengan

    kebersahajaan, akan jauh lebih indah

    daripada prestasi tinggi namun menyisakan

    konflik dan barisan sakit hati.

    Sebuah prestasi suatu organisasi yang lahir

    dari kebersahajaan akan mengantarkan kita

    semua melintasi kesulitan demi kesulitan

    yang terbentang di hadapan.

    Sebuah prestasi suatu unit, instansi

    atau lembaga yang diukir dari semangat

    kebersamaan adalah prestasi yang

    membanggakan para pelaku dan yang

    melihatnya, siapapun itu.

    Manusia pada dasarnya makhluk sosial, ia

    akan merasakan sentuhan yang amat dalam

    begitu dirinya ternyata bergabung dengan

    orang-orang yang mendorong siapapun untuk

    meraih prestasi secara bersama. Ia bukan

    saja akan bangga karena dianggap dirinya

    berharga, lebih dari sekedar itu, ia kini

    menjadi haus untuk menciptakan amal-amal

    terbaik lain dalam menghias dirinya.

    Tulisan 

    Mudah-mudahan dengan kekuatan adaptasi

    dibalut dengan kebersamaan dalam sinergi

    mampu terus melahirkan karya monumental

    yang bukan artifisial. Sebuah karya terbaik,

    yang di dalamnya penuh energi dan semangat

    mengabdi.

    Semoga Inspektorat Jenderal Kemenkes,

    dengan semangat Reformasi Birokrasi di

    Kementerian Kesehatan dapat menjadi

    pendamping unit utama di Kemenkes menuju

    Birokrat yang Bersih Kompeten dan Melayani.

    Semoga.

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    15/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   15

    Tulisan 

    untuhnya rezim orde baru pada

    tahun 1998 merupakan tonggak

    awal terjadinya reformasi sistem

    politik dan pemerintahan di

    Indonesia. Eporia reformasi sistem politik

    dan pemerintahan ini diikuti juga denganpelaksanaan reformasi di bidang keuangan

    Negara. Tahun 2003 dan 2004 adalah awal

    tahun reformasi keuangan, hal ini ditandai

    dengan dikeluarkannya 3 produk Undang-

    Undang yang menyangkut keuangan negara

    yaitu UU No.17 tahun 2003 tentang Keuangan

    Negara, UU No.1 tahun 2004 tentang

    Perbendaharaan Negara dan UU No. 15 tahun

    2004 tentang Pemeriksaan Keuangan Negara.Meskipun sudah hampir satu dasawarsa

    reformasi keuangan dilaksanakan namun

    sampai saat ini keinginan untuk menciptakan

     good governace and clean government masih

    terasa jauh dari harapan.

    Dalam Undang Undang Nomor 1 tahun

    2004 tentang Pembendaharaan Negara,

    Pasal 58 ayat 1 mengamanatkan kepada

    seluruh kementerian negara atau lembaga

    pemerintahan untuk menerapkan sistem

    pengendalian intern. Secara rinci pasal

    tersebut berbunyi; “Dalam rangka

    meningkatkan kinerja, transparansi, dan

    akuntabilitas pengelolaan keuangan negara,

    Presiden selaku Kepala Pemerintahan

    mengatur dan menyelenggarakan sistem

    pengendalian intern di lingkungan

    pemerintahan secara menyeluruh”. Artinya

    UU tersebut mengamanahkan kepada seluruh

    lembaga pemerintah termasuk Kementerian

    Kesehatan untuk melaksanakan sistem

    pengendalian intern dalam pelaksanaan tata

    kelola organisasinya.

    Meskipun dalam pasal 58 ayat 2 UU

    Pembendaharaan Negara menyatakan bahwa

    Sistem Pengendalian Intern ditetapkan

    dengan Peraturan Pemerintah namun butuhwaktu hampir 4 tahun untuk keluarnya

    PP No.60 tahun 2008 tentang Sistem

    Pengendalian Internal Pemerintah (SPIP) ini

    Apa SPIP itu?

    Secara mendasar SPIP adalah sistem

    pengendalian internal yang diadopt dan

    diadapt dari teori Internal Control yang

    dikeluarkan oleh The Committee ofSponsoring Organizations (COSO) pada tahun

    1992.

    COSO sebuah organisasi nirlaba yang didirikan

    pada tahun 1985 ini disponsori bersama

    oleh lima assosiasi profesional besar yang

    berkantor pusat di Amerika Serikat. Lima

    perusahaan besar yang mensponsori COSO

    adalah; the American Accounting Association

    (AAA), the American Institute of Certified

    Public Accountants (AICPA), FinancialExecutives International (FEI), The Institute

    of Internal Auditors (IIA), and the National

    Association of Accountants (sekarang

    bernama the Institute of Management

    Accountants [IMA]). Selain focus pada kajian

    tentang kecurangan pelaporan keuangan

    yang terjadi di Amerika Serikat , COSO juga

    melakukan kajian tentang Internal control.

    Oleh : Kadek Pandreadi, S.Pd.,MM

    (Auditor Inspektorat V Itjen Kemenkes RI)

    MAMPUKAH SPIP MEMBAWA

    KEMENKES MERAIH WTP ?

    R

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    16/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201216

    Pada tahun 1992 COSO menerbitkan Internal

    Control – Integrated Framework. Kemudian,

    pada tahun 1996 COSO mengeluarkan

    Internal Control Issues in Derivatives Usage.

    Pada tahun 2006 COSO menerbitkan Internal

    Control over Financial Reporting – Guidance for Smaller Public Companies-, diikuti

    dengan Guidance on Monitoring Internal

    Control Systems yang diterbitkan pada tahun

    2009. Pada akhir 2010, COSO mengumumkan

    sebuah proyek untuk memperbarui

    Pengendalian Internal yang disusun pada

    tahun 1992.

    Pengertian Internal Control menurut

    COSO adalah suatu proses yang dilakukanoleh manajemen dan personil lain

    dalam organisasi, yang dirancang untuk

    mendapatkan keyakinan yang memadai

    bahwa akan terdapat perbaikan dalam

    pencapaian tujuan-tujuan: efektivitas dan

    efisiensi operasi, keandalan pelaporan

    keuangan, dan kepatuhan terhadap

    peraturan yang berlaku. 

    SPIP yang diambil dari teori COSO ini

    memiliki pengertian yang tidak jauh berbeda

    bahkan hampir sama dengan pengertian

    SPIP dalam PP 60 tahun 2008. Dalam PP

    60 tahun 2008 pada pasal 1 butir 1, Sistem

    Pengendalian Intern diartikan sebagai

    suatu proses yang integral pada tindakan

    dan kegiatan yang dilakukan secara terus

    menerus oleh pimpinan dan seluruh pegawai

    untuk memberikan keyakinan memadai

    atas tercapainya tujuan organisasi melaluikegiatan yang efektif dan efisien, keandalan

    pelaporan keuangan, pengamanan aset

    negara, dan ketaatan terhadap peraturan

    perundang-undangan. Jadi SPIP adalah

    suatu sistem yang berkelanjutan yang

    tidak berhenti dalam satu fase tertentu

    untuk menjamin bahwa tujuan organisasi

    dapat tercapai. Bisa diartikan bahwa SPIP

    merupakan produk “pabrikan” atau label

    yang diberikan pemerintah terhadap teori

    internal control yang dikembangkan oleh

    COSO.

    Apa Saja Unsur SPIP ?

    Dalam sistem Pengendalian Internal yangberdasarkan pada Peraturan Pemerintah

    No. 60 Tahun 2008, terdapat 5 unsur yang

    saling terkait satu sama lainnya. Kelima

    unsur tersebut adalah :

    1. Lingkungan Pengendalian

    2. Penilaian Resiko

    3. Aktifitas Pengendalian

    4. Informasi dan Komunikasi

    5. Pemantauan  Dari kelima unsur tersebut, unsur

    Lingkungan Pengendalian dan Penilaian resiko

    merupakan unsur yang paling mendasar yang

    membedakan antara SPIP dengan sistem

    pengendalian sebelumnya yang kita kenal

    dengan sistem pengawasan melekat yang

    sering disingkat menjadi waskat.

    Apa Tujuan SPIP ?

    Meskipun SPIP diambil dan kembangkan

    dari Internal control COSO, namun ada

    salah satu tujuan yang berbeda diantara

    keduanya. Dalam PP 60 Tahun 2008 tujuan

    SPIP adalah memberikan keyakinan yang

    memadai bagi tercapainya efektivitas dan

    efisiensi pencapaian tujuan penyelenggaraan

    pemerintahan negara, keandalan pelaporan

    keuangan, pengamanan asset negara, dan

    ketaatan terhadap peraturan perundang-undangan. Dalam Internal Control COSO

    tidak ada tujuan mengenai masalah

    pengamanan aset.

    Tujuan SPIP yang dituangkan dalam pasal

    2 ayat (3) tersebut hakikinya merupakan

    tujuan antara dan bukan tujuan akhir yang

    ingin dicapai. Tujuan akhir dari penerapan

    SPIP ini adalah terwujudnya tata kelola yang

    baik dan pemerintahan yang bersih ( good

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    17/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   17

     governace and clean government).

    Untuk meraih opini WTP (wajar tanpa

     pengecualian) terhadap laporan

    keuangannya, bukanlah suatu hal yang

    mudah bagi Kementerian Kesehatan. Bahkan

    beberapa kali laporan keuangan Kemenkes pernah dinyatakan disclaimer oleh BPK

    termasuk pada laporan keuangan tahun

    anggaran 2010, namun akhirnya di tahun

    2012 Kemenkes berhasil memperoleh opini

    WDP (wajar dengan pengecualian) untuk

    laporan keuangan tahuan anggaran 2011.

    Hal ini merupakan suatu kemajuan luar

    biasa dan bukti kesungguhan Kemenkes

    dalam memperbaharui kinerjanya dandalam menyajikan laporan keuangan sesuai

    dengan ketentuan yang ada. Tinggal satu

    langkah lagi dari opini WDP yang telah kita

    raih menuju opini WTP yang kita harapkan.

    Untuk itu perlu ditingkatkan lagi program

    atau kegiatan yang mendukung pencapaian

    target tersebut, salah satunya adalah

     pelaksanaan SPIP yang baik dan konsisten di

    lingkungan kementerian kesehatan baik di

    tingkat pusat maupun pada tingkat satuan

    kerja di daerah-daerah. Lalu apakah ada

    hubungan antara penerapan SPIP dengan

    opini WTP yang kemenkes harapkan ? 

    Hubungan antara penerapan SPIP dengan

    opini WTP 

    Kehandalan pelaporan keuangan merupakan

    bagian yang tidak terpisahkan dari

    penerapan SPIP. Seperti yang telah diuraikan

    di atas, dari 4 tujuan antara SPIP salahsatunya adalah memberikan keyakinan yang

    memadai terhadap keandalan pelaporan

    keuangan. Dengan kata lain, pelaksanaan

    pengendalian yang baik dan konsisten

    sesuai dengan muatan yang ada dalam

    SPIP akan mengarahkan secara langsung

    suatu organisasi dalam penyajian laporan

    keuangan yang handal. Meskipun SPIP tidak

    memberikan keyakinan mutlak, namun

    apabila seluruh satuan kerja yang ada di

    lingkungan Kementerian Kesehatan mulai

    saat ini melaksanakan SPIP secara baik dan

    konsisten, maka kita bisa berkeyakinan

    bahwa opini Laporan Keuangan Kemenkes

    TA 2012 dan selanjutnya akan memperolehOpini WTP.

    Masukan dan Saran

    SPIP merupakan konsep yang diambil dari

    teori pengendalian yang telah teruji dan

    terbukti dipakai di beberapa negara-

    negara maju. Hal ini memberikan keyakinan

    bahwa sistem pengendalian ini memiliki

    kehandalan yang tidak perlu diragukan lagi.Namun suatu sistem tidak akan ada artinya

    apabila pelaksana sistem tersebut tidak

    mau melaksanakannya dengan kemauan dan

    niat yang baik. Yang penting dari sebuah

    sistem adalah “ men behind the gun”, yaitu

    manusia yang menjalankan sistem tersebut.

    Salah satu prinsip dasar dari SPIP adalah

    “tone of the top”, meskipun tanggung jawab

     pelaksanaan sistem ini ada pada seluruh

    anggota organisasi, namun keberhasilan dari

    sistem ini tergantung dari contoh dan suri

    tauladan para pimpinannya.

     Kita berharap seluruh karyawan Kementerian

    Kesehatan baik di Pusat maupun Daerah

    mampu memerankan “men behind the gun”

    secara baik dan bertanggung jawab, dan

     para memimpinnya mampu member contoh

    dan suri tauladan yang baik pula seperti apa

    yang dituntut dalam sistem yang kita namaiSPIP. Adios…..

    Tulisan 

    Refrensi :

    1. Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2004

    tentang Perbendaharaan Negara.

    2. Peraturan Pemerintah Republik

    Indonesia nomor 60 tahun 2008 tentang

    sistem pengendalian intern pemerintah.

    3. Modul Diklat Penjenjangan Auditor Ketua

    Tim, TPSPM BPKP edisi V tahun 2008.

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    18/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201218

    alam era reformasi

    dewasa ini fungsipengawasan kerap

    menjadi perhatian

    masyarakat, terutama

    menyangkut peran lembaga-

    lembaga fungsional

    bidang pengawasan; baik

    pengawasan Internal maupun eksternal yang

    melaksanakan tugasnya dalam manajemen

    organisasi.

    Salah satu lembaga pengawasan Internal

    yang diatur secara formal yaitu Satuan

    Pengawasan Internal pada Satuan Kerja BLU

    Kementerian Kesehatan yang merupakan unit

    kerja yang berkedudukan langsung di bawah

    Direksi BLU.

    Menyimak kedudukannya sebagai Satuan

    Pengawasan Internal (SPI) pada Satuan Kerja

    BLU Kementerian Kesehatan dapat dikatakan

    bahwa SPI sangat diperlukan selain bertugas

    melakukan penilaian sistem pengendalian

    manajemen, SPI juga melakukan

    pemeriksaan internal pengelolaan keuangan

    dan operasional BLU Kementerian Kesehatan.

    Dengan dilaksanakannya fungsi pengawasan

    dalam manajemen oleh SPI, maka Direksi

    dapat berkonsentrasi mencurahkan

    perhatiannya dalam menjalankan tugas-

    tugas pengelolaan instansi.Untuk dapat menghasilkan laporan hasil

    pengawasan yang berkualitas dan memberikan

    saran yang perlu dilaksanakan oleh pimpinan

    Satker, maka unit SPI harus memiliki tenaga

    pengawas yang berpendidikan dan atau

    keahlian yang memenuhi persyaratan yang

    memadai sebagai pengawas Internal/Auditor,

    obyektif dan berdedikasi tinggi.

     Kewajiban Direksi BLU untuk memberikan

    perhatian terhadap laporan hasil pengawasan

    SPI sebagaimana diatur dalam Peraturan

    Pemerintah No. 60 tahun 2008 yang

    menunjukkan pentingnya hasil pengawasan

    yang dilaporkan oleh SPI kepada Direksi BLU

    untuk ditindaklanjuti atau dimanfaatkan oleh

    manajemen BLU dalam rangka memperbaiki

    dan atau meningkatkan kinerja BLU yang

    bersangkutan.

    Dalam rangka memperkuat dan menunjang

    efektivitas penyelenggaraan pelayanan

    serta akuntabilitas pengelolaan keuangan

    di lingkungan Kementerian Kesehatan,

    terutama pada Satuan Kerja yang sudah

    ditetapkan sebagai Badan Layanan Umum

    Penguatan Peran SPI Dalam

    Mewujudkan Akuntabilitas 

    Pengelolaan Keuangan dan

    Peningkatan Kinerja BLU oleh : Retno Budiarti SST,MM(Auditor Inspektorat II Itjen Kemenkes RI)

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    19/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   19

    Tulisan 

    (BLU), maka diperlukan penguatan dan

    pemberdayaan peran Satuan Pengawas

    Internal BLU mengingat mereka sebagai

    “mata” dan “telinga” dan “ujung tombak”

    manajemen dalam menjamin tercapainyatujuan organisasi.

    Memberdayakan peran SPI dimaksudkan

    dalam upaya untuk membangun daya, yang

    berarti mengembangkan kemandirian,

    yang dilakukan dengan menimbulkan

    kesadaran, kemauan dan kemampuan, serta

    dengan mengembangkan kompetensi yang

    mendukung pengembangan kemandirian SPI.

    Sejalan dengan hal tersebut, maka Inspektorat

    Jenderal sebagai institusi pembina SPI, dalam

    rangka peningkatan kompetensi SDM SPI

    telah memfasilitasi melalui penyelenggaraan

    kegiatan Rapat Koordinasi Pengawasan

    yang diharapkan akan berdampak terhadap

    peningkatan kualitas pelaporan keuangan

    Kementerian Kesehatan sehingga dapat

    dicapai opini BPK Wajar Tanpa Pengecualian

    (WTP) sebagai salah satu indikator tata

    kelola pemerintahan yang baik.

    Rapat Koordinasi Pengawasan ini bertemakan

    “Penguatan Peran Satuan Pengawas Internal

    Dalam mewujudkan Akuntabilitas Pengelolaan

    Keuangan dan Peningkatan Kinerja BadanLayanan Umum” dan diselenggarakan di

    2 (dua) tempat yang berbeda. Rakorwas

    pertama diselenggarakan di Medan yang

    dihadiri oleh Satuan Pengawas Internal

    BLU dilingkungan Direktorat Jenderal Bina

    Upaya Kesehatan. Pada kesempatan ini,

    Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan

    berkesempatan membuka langsung

    Rakorwas yang dilaksanakan mulai 11

    September s/d 14 September 2012 tersebut.

    Sedangkan Rakorwas kedua diselenggarakan

    di Yogyakarta, dilaksanakan mulai 1 sd 4

    Oktober 2012, dan dihadiri oleh SatuanPengawas Internal BLU dilingkungan Badan

    Pemberdayaan Pengembangan Sumber Daya

    Manusia Kesehatan (BPPSDMK).

    Rapat koordinasi Pengawasan terlaksana

    atas dasar belum adanya hubungan

    kemitraan/kerjasama secara formil antara

    Inspektorat Jenderal dan SPI. Selain itu

    kenyataan di lapangan selama ini, bahwa SPI

    sudah dilibatkan dalam berbagai kegiatan

    Inspektorat Jenderal antara lain : dalam

    melaksanakan audit di satker dengan

    mengikutkan/melibatkan sebagian SPI dalam

    pendampingan, pemeriksaan Jamkesmas,

    pemetaan SPIP, dan kegiatan-kegiatan

    lain terkait peningkatan kompetensi SDM

    Auditor.

    Kesepakatan yang dihasilkan dari pertemuan

    Rakorwas di Medan dan Yogyakarta antara

    lain menyepakati adanya upaya peningkatan

    peran SPI guna mendorong peningkatan kinerja

    dan akuntabilitas keuangan satker yang

    diawali dengan identifikasi permasalahan,

    perumusan upaya dan langkah-langkah

    operasional antara SPI dengan InspektoratJenderal Kementerian Kesehatan.

    Identifikasi permasalahan yang terungkap

    dari Rakorwas di Medan dan Yogyakarta

    antara lain :

    1. Belum optimalnya dukungan dari pimpinan

    Satker BLU

    2. Potensi realisasi pembinaan dari

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    20/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201220

    Inspektorat Jenderal kurang optimal

    3. Kurangnya Anggaran untuk pemenuhan

    peningkatan kompetensi SDM SPI

    4. Belum adanya keseragaman SOP SPI

    5. Adanya keterbatasan pengetahuan dalamhal membuat program pemeriksaan

    (teknis dan adminstratif)

    6. Ketidakjelasan kewenangan dan

    tanggungjawab SPI dalam organisasi

    Rumusan kesepakatan terkait upaya

    peningkatan hubungan kerjasama/kemitraan

    antara Inspektorat Jenderal dan SPI pada

    Satker BLU di masa mendatang:

    1. Legalitas kemitraan / kerjasama antara

    Inspektorat Jenderal dan SPI pada Satker

    BLU dalam bentuk Permenkes;

    2. Adanya program pembinaan teknis

    SPI oleh Inspektorat Jenderal secara

    berkesinambungan;

    3. Penyusunan SOP dan IK SPI;

    4. Mewujudkan status jabatan fungsional

    SPI dan Grade Remunerasi;

    5. Mewujudkan Pemenuhan kompetensi SDM

    SPI;

    6. SPI memfasilitasi dan mendampingi

    Inspektorat Jendral dalam melakukan

    pemeriksaan di Satker BLU;

    7. SPI membantu Direktur dalam

    melaksanakan tindak lanjut LHP (Laporan

    Hasil Pemeriksaan) Inspektorat Jenderal;8. Perlunya SPI diangkat dan dilantik serta

    menadatangani pakta integritas.

    Langkah-langkah operasional (Plan of Action)

    antara SPI dengan Inspektorat Jenderal

    Kementerian Kesehatan:

    1. Melakukan kemitraan/kerjasama antara

    Inspektorat Jenderal dan SPI secara formil

    yang dituangkan dalam Peraturan Menteri

    Kesehatan;

    2. Inspektorat Jenderal melakukan

    pembinaan teknis secara

    berkesinambungan;

    3. Inspektorat Jenderal membantu kejelasanstatus SPI dalam hal jabatan fungsional

    auditor dan grading remunerasi;

    4. Adanya pertemuan koordinasi secara

    rutin antara Inspektorat Jenderal dengan

    SPI dalam rangka pembinaan;

    5. Adanya komitmen pimpinan dan

    jajarannya terhadap SPI difasilitasi

    oleh Eselon I terkait dan Inspektorat

    Jenderal.

    Dengan adanya rumusan kesepakatan antara

    Inspektorat Jenderal dan SPI pada Satker BLU

    dan Plan of Action (POA) di masa mendatang

    maka diharapkan keberadaan SPI dalam

    organisasi semakin kuat dan mendapatkan

    kewenangan penuh untuk melakukan

    kegiatan audit pada seluruh area audit sesuai

    kaidah dan relevansi pemeriksaan internal

    dan hasil kerjanya dimasukkan sebagai Key

    Performance Indicator  (KPI) BLU.

    Referensi :

    1. Peraturan Pemerintah RI No. 23 Tahun

    2005 tentang Pengelolaan Keuangan BLU;

    2. Peraturan Pemerintah RI No.60 Tahun2008 Tentang Sistem Pengendalian Intern

    Pemerintah;

    3. Laporan Hasil Rapat Koordinasi Pengawasan

    Bidang Kesehatan Inspektorat Jenderal

    Kementerian Kesehatan RI Tahun 2012 di

    Medan dan Yogyakarta.

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    21/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   21

    arapan masyarakat akan sebuah

    pelayanan publik yang berkualitas

    sepertinya sudah menjadi syarat mutlakyang harus dipenuhi oleh institusi publik

    di lingkungan Kementerian Kesehatan RI.

    Meskipun masih belum optimal namun

    berbagai langkah-langkah menuju perubahan

    untuk memberikan yang terbaik bagi

    masyarakat telah dilakukan oleh segenap

    jajaran pimpinan dan staf institusi publik

    Kementerian Kesehatan diantaranya RSUP

    tertua di Indonesia yaitu RSCM.

    Jajaran pimpinan RSCM dengan cepat dan

    tanggap melakukan beberapa kegiatan

    strategis secara komprehensif dalam

    rangka pemberian pelayanan yang cepat,

    tepat dan akurat kepada masyarakat yang

    membutuhkannya.

    Sejalan dengan telah ditetapkannya opini

    Wajar Dengan Pengecualian atau WDP untuk

    pencapaian kinerja Kementerian Kesehatan

    tahun 2012 maka selanjutnya menjadi tugas

    berat bersama seluruh anggota organisasi

    Kementerian Kesehatan menuju Wajar Tanpa

    Pengecualian/WTP tahun 2012.

    “Meraih status WTP tahun 2012 dan

    meninggalkan WDP merupakan impian yang

    harus diwujudkan bersama, meskipun tidak

    mudah untuk mencapainya, hal ini diakui

    Dr. Moh. Ali Toha,MARS salah satu pimpinan

    RSCM selaku Ketua Pelaksana Percepatan

    raih WTP dan Direktur Keuangan RSCM, saat

    ditemui redaksi Inforwas.

    Diungkapkan oleh Dr. Moh. Ali Toha lebih

    lanjut, bahwa jajaran pimpinan RSCM

    telah melakukan beberapa kegiatan yang

    bersinergi untuk meraih opini lebih baik dancepat dengan melakukan pemetaan atau

    mapping  kegiatan SPIP yang merupakan

    sistim pengendalian yang harus segera

    diterapkan diseluruh unit kerja di lingkungan

    RSCM. Untuk percepatan SPIP bahkan telah

    terbentuk Tim SPIP sesuai Surat Keputusan

    Direktur Utama tanggal 1 Agustus 2011,

    dengan Dr. Moh. Ali Toha selaku Penanggung

    Jawab Pelaksanaan SPIP dan dibantu oleh

    Nurhayati,SE.,MM selaku Kepala SPI Rumah

    Sakit.

    Dr. Moh. Ali Toha juga mengutarakan

    bahwa salah satu hambatan dan kendala

    yang dihadapi jajaran pimpinan RSCM

    dalam pelaksanaan SPIP adalah budaya

    kerja pegawai (habit/kebiasaan, perilaku)yang belum tertib. Hambatan dan kendala

    tersebutlah yang menjadi perhatian jajaran

    pimpinan dalam mengawal penerapan SPIP di

    lingkungan Rumah Sakit Cipto Mangunkusumo

    berupa pencanangan dan sosialisasi SPIP

    pada semua bagian terkait.

    Dalam kegiatan bisnisnya, RSCM membagi

    KOMITMEN

    R S C M

    MERAIH WTP 

    Oleh: Retno Budiarti,SST (Auditor Inspektorat II ItjenKemenkes) Drg.Lia Leita Kania Amalia (Auditor InspektoratIII Itjen Kemenkes)

    H

    Liputan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    22/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201222

    atau memetakan bisnisnya menjadi 3 jenis

    kegiatan yang harus berjalan bersama-

    sama/sinergi dan harus terstandarisasi serta

    terjaga pengendaliannya. Pengendalian

    Intern secara manajemen mengacu pada

    Peraturan Pemerintah Nomor 60 Tahun 2008

    tentang SPIP, sedangkan Untuk keamanan

    pasien disesuaikan dengan standar IPSG/

    International Patient Safety Goal  dan

    Keselamatan Rumah Sakit/Hospital Safety, 

    secara keseluruhan merupakan bentuk

    penerapan SPIP yang dilakukan oleh jajaran

    pimpinan RSCM.

    Dalam hal kepemimpinan yang kondusif,

    dimana segala sesuatu keputusan

    dipertimbangkan resikonya maka RSCM yang

    diproyeksikan sebagai Rumah sakit berstandar

    internasional, memilih acuan standar diatas

    telah sesuai pula dengan fungsi tertentu

    dalam penerapan SPIP.

    Penerapan SPIP tersebut diantaranya di

    tingkat supervisor jaga melalui pertemuan

    ‘morning report” dihadiri para Kepala Bagian

    yang terkait dengan layanan

    pasien.Rapat Pimpinan Lintas

    Direktorat dilakukan seminggu

    sekali dihadiri seluruh Kepala

    Bagian dan Kepala Departemenmembahas segala permasalahan

    yang terjadi pada masing-masing

    Departemen dan mencari solusi

    pemecahan masalahnya. Terkait

    dengan monitoring dan supervisi

    laporan keuangan, pimpinan

    RSCM telah menetapkan adanya

    laporan berjenjang yaitu

    Kasir setiap hari harus membuat laporan

    realisasi penerimaan melalui Koordinator

    Kasir, laporan realisasi anggaran dilaporkan

    ke Direktur Keuangan sebulan sekali,

    sedangkan pertemuan ditingkat Direktorat

    Keuangan dilakukan seminggu sekali

    dipimpinolehDirekturKeuangan, dihadiri

    Kepala Bagian Keuangan dan Para Koordinator

    Dijelaskan oleh Dr. Moh. Ali Toha “Saat

    ini di instansi kami (RSCM) sedang

    dilakukan “transformasi budaya kerja”

    yang merupakan bagian dari LingkunganPengendalian (Control Environment) dengan

    cara menegakan integritas dan nilai etika,

    menyusun dan menerapkan aturan perilaku

    seperti membangun budaya kerja yang

    tertib, tertib administrasi untuk semua

    jajaran, dari pucuk pimpinan sampai dengan

    pegawai bawahan. Selain itu di RSCM saat ini

    juga ada kebijakan tertib waktu pada setiap

    rapat ataupun pertemuan, walaupun hanya

    2 orang yang hadir sesuai waktu undangan,

    rapat tetap dimulai tepat waktu”.

    Beberapa unit layanan di RSCM juga

    Liputan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    23/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   23

    telah meraih ISO  seperti layanan Rawat

    Inap,PelayananJantungTerpadu dan

    beberapa lainnya, sementara beberapa

    bagian penunjang dan manajemen sedang

    dalam persiapan.Dengan ISO diharapkan akan

    terbangun Sistim Pengendalian Internal yang

    lebihbaiklagi, karena dengan ISO pelaksanaan

    sehinggaakanmeningkatkankepuasanpasien.

    Pegawai yang diberikan tanggung jawab

    harus memahami bahwa wewenang yang

    diberikan terkait dengan pihak lainnyadalam organisasi, misalnya, bila terkait

    masalah manajemen rumah sakit, direksi

    melakukan pembinaan kepada para kepala

    bagian; sedangkan kepala bagian melakukan

    pembinaan kepada para koordinator.

    Demikian pula halnya terkait masalah

    Liputan 

    pelayanan terhadap pasien, prosedur

    pelayanan pasien dilakukan secara berjenjang.

    Saat ini dengan adanya transformasi budaya,

    semua prosedur administrasi harus dilakukan

    secara tertibdenganmenerapkanprinsip 5R

    (ringkas,rapi,resik,rawat, rajin).

    Pada akhir perbincangan dengan Direktur

    Keuangan selaku penanggungjawab

    pelaksanaan raih WTP dan SPIP tersebut,

    dapat disimpulkan adanya kerja keras yang

    sedang dilakukan oleh seluruh jajaran

    pimpinan dan pegawai di RSCM yangberkomitmen untuk meraih WTP Tahun

    2012, seperti yang telah dicanangkan dan di

    dengungkan di Kementerian Kesehatan.Selain

    itu sebagai perwujudan komitmen bersama

    maka Jajaran pimpinan RSCM mewajibkan

    semua direksi dan seluruh pegawai untuk

    memakai PIN Rencana Aksi Perbaikan ”RAIH

    WTP”.

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    24/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201224

    dan sesuai dengan Standar

    Akuntansi Pemerintahan.

    Menurut Peraturan

    Pemerintah Nomor: 8 tahun2006 mewajibkan laporan

    keuangan direviu oleh

     Aparat Pengawasan Intern

    Pemerintah (APIP) sebelum diserahkan

    kepada BPK untuk diaudit.  Reviu atas

    laporan keuangan kementerian dilakukan

    oleh Inspektorat Jenderal Kementerian yang

    bersangkutan, melalui para auditornya.

    Dalam pasal 33 Peraturan Pemerintah

    tersebut, dinyatakan bahwa reviu atas

    laporan keuangan oleh APIP dalam rangka

    meyakinkan keandalan informasi yang

    disajikan didalam laporan keuangan

    tersebut. Reviu tersebut dimaksudkan untuk

    memberikan keyakinan akurasi, keandalan,

    dan keabsahan informasi yang disajikan dalam

    laporan keuangan sebelum disampaikan oleh

    pejabat pengelola keuangan kepada Menteri

    yang selanjutnya Menteri menandatangani

    surat pernyataan tanggung jawab (Statement

    of Resposibility/ SOR).

    Dasar hukum yang menjadi acuan dalam

    pelaksanaan Reviu Laporan Keuangan adalah

    PMK No. 41/PMK.09/2010 tentang Standar

    Reviu Laporan Keuangan dan Perdirjen

    Oleh: drg. Lia Leita Kania Amalia,M.Ak(Auditor Inspektorat III Itjen Kemenkes RI)Homedi D.Listiana,SKM.,M.Kes(Auditor Inspektorat II Itjen Kemenkes RI)

    PROFESIONALISME AUDITOR

    DALAM REVIU LAPORAN

    KEUANGAN

    da beberapa macam

    terminologi reviu

    laporan keuangan,

    seperti pada StandarProfesional Akuntansi

    Publik (SPAP), tetapi karena

    Inspektorat Jenderal selaku

    APIP maka memakai terminologi ‘Reviu’

    berdasarkan Peraturan Direktur Jenderal

    Perbendaharaan Nomor PER-44/PB/2006,

    yaitu suatu:

    Prosedur penelusuran angka-angka dalam

    laporan keuangan, permintaan keterangan,dan analitik yang harus menjadi dasar

    memadai bagi Aparat Pengawasan Intern

    Pemerintah (APIP) untuk memberi keyakinan

    terbatas bahwa tidak ada modifikasi material

    yang harus dilakukan atas laporan keuangan

    agar laporan keuangan tersebut sesuai

    dengan Standar Akuntansi Pemerintahan.

    Laporan keuangan yang disajikan oleh Menteri

    Kesehatan sebagai pertanggungjawaban

    pelaksanaan anggaran merupakan tanggung

    jawab Menteri yang disusun oleh Sekretaris

    Jenderal melalui Biro Keuangan dimana

    secara tertulis Menteri Kesehatan harus

    membuat pernyataan bahwa laporan

    keuangan yang disajikan berdasarkan Sistem

    Pengendalian Internal yang memadai

     A 

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    25/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   25

    Perbendaharaan No. 65/PB/2010 tentang

    Pedoman Pelaksanaan Penyusunan Laporan

    Keuangan.

    Profesionalisme adalah tuntutan kemampuanserta kompetensi suatu profesi yang

    dilakukan seseorang dalam pekerjaannya.

    Profesionalisme auditor harus menjadi acuan

    dalam pelaksanaan fungsi internal audit

    termasuk reviu laporan keuangan.

    Untuk dapat mewujudkan profesionalisme,

    auditor Inspektorat Jenderal didorong baik

    secara sendiri-sendiri ataupun bersama-sama

    untuk terus mengembangkan:

    1. Pengetahuan yang memadai dalam

    pelaksanaan tugas-tugasnya seperti

    mengembangkan pengetahuan mengenai

    teknis audit dan disiplin ilmu lain yang

    berhubungan dengan latarbelakang

    pendidikan dan tugas yang diembannya;

    2. Berperilaku jujur, obyektif, tekun, loyal,

    serta memelihara independesinya;

    3. Meningkatkan kemampuan serta

    profesionalismenya melalui

    pendidikan profesi lanjutan yang

    berkesinambungan,

    4. Memiliki kemampuan dalam berinteraksi

    dan berkomunikasi secara lisan dan

    tulisan secara efektif.

    Auditor Inspektorat Jenderal harus memiliki

    sikap mental dan etika serta tanggung

    jawab profesi yang tinggi, sehingga kualitas

    kerjanya dapat dipertanggungjawabkan

    serta dapat digunakan untuk membantu

    terwujudnya perkembangan institusi untuk

    lebih baik. Auditor Inspektorat Jenderal

    juga harus memiliki sikap mental yang baik

    dapat dilihat dari komitmen, kejujuran,

    obyektivitas, ketekunan dan loyalitasnya

    kepada profesi.

    Auditor Inspektorat Jenderal harus mampu

    mengemukakan pendapat secara jujur danbijaksana, sesuai dengan hasil penugasannya

    dan juga harus selalu dapat mempertahankan

    sikap obyektif, dalam mengkomunikasikan

    serta mengemukakan hasil kerjanya

    berdasarkan bukti-bukti serta fakta-fakta

    yang lengkap serta sah.

    Dengan demikian hasil penugasannya menjadi

    lengkap dan didasarkan pada analisis yang

    obyektif sehingga merupakan suatu dokumen

    yang dapat dipertanggungjawabkan, baik

    oleh pimpinan maupun institusi.

    Profesionalisme inilah yang menjadi dasar

    dalam mencapai tujuan pelaksanaan Reviu

    Laporan Keuangan di Kementerian Kesehatan,

    dalam rangka pertanggung jawaban keuangan

    Kementerian Kesehatan serta bahan dan

    masukan untuk memperbaiki opini BPK

    terhadap Laporan Keuangan Kementerian

    Kesehatan pada tahun-tahun mendatang.

    Referensi:

    1. Standar Profesional Akuntansi

    Publik (SPAP).

    2. Peraturan Pemerintah Nomor: 8

    tahun 2006.

    3. Petunjuk teknis Reviu Laporan

    Keuangan yang terkini adalahPer 65/PB/2010 tentang Pedoman

    Pelaksanaan Penyusunan Laporan

    Keuangan 2010.

    4. Standar Akuntansi Pemerintahan,

    Peraturan Pemerintah RI Nomor 24

    Tahun 2005.

    5. Wikipedia Indonesia

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    26/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201226

    A. Pendahuluan

      Pembangunan kesehatan diarahkan

    untuk meningkatkan derajat kesehatan

    yang besar artinya bagi pengembangan

    dan pembinaan sumber daya manusia

    Indonesia, dan sebagai modal bagi

    pelaksana pembangunnan nasional yang

    pada hakekatnya adalah pebangunan

    manusia Indonesia.

    Derajat kesehatan di Indonesia saat ini

    telah mengalami kemajuan yang cukup

    bermakna, hal ini ditunjukkan dengan

    makin menurunnya angka kematian

    bayi dan kematiam ibu, menurunnyaprevalensi gizi buruk pada balita, serta

    meningkatnya umur harapan hidup.

      Namun demikian Indonesia masih

    menghadapi beban ganda, karena

    munculnya beberapa penyakit menular

    baru, sementara penyakit menular lain

    belum dapat dikendalikan sebagai contoh

    salah satunya adalah penyakit kusta.  Penyakit kusta merupakan salah satu

    penyakit menular yang menimbulkan

    masalah yang sangat kompleks. Masalah

    yang dimaksud bukan hanya dari segi

    medis, tetapi meluas sampai masalah

    sosial, ekonomi, budaya, keamanan dan

    ketahanan nasional.

    Oleh : Heni Hernawati, S.Si, M.Kes(Auditor Inspektorat IV Itjen Kemenkes RI)

    Penyakit kusta pada

    umumnya terdapat

    di negara-negara

    berkembang, sebagai

    akibat keterbatasan

    kemampuan negara

    tersebut dalam

    memberikan pelayanan

    yang memadai dalam bidang kesehatan,

    pendidikan dan kesejahteraan sosial

    ekonomi pada masyarakat.

      Berdasarkan laporan WHO pada tahun

    2005 Indonesia masih menempati urutan

    ketiga sebagai negara penyumbang

    penderita baru terbanyak, setelah India

    dan Brazil. Pada tahun 2006 jumlah

    penderita baru yang ditemukan sebanyak

    17.927 orang.

    Pada tingkat nasional ada 15 provinsi yang

    belum mencapai eliminasi, yaitu Provinsi

    NAD, DKI Jakarta, Jawa Timur, Kalimantan

    Selatan, NTT, Sulawesi Selatan, SulawesiUtara, Sulawesi Tengah, Sulawesi Utara,

    Sulawesi Tenggara, Gorontalo, Sulawesi

    Barat, Papua, Maluku, Maluku Utara,

    Irianjaya Barat.

    Selain itu ada 2 Provinsi yang masih

    mempunyai penderita lebih dari 1000,

    yaitu Provinsi Jawa Barat dan Jawa

    Tengah dan masih 140 Kabupaten yang

    PENGAWASAN PROGRAM PENGENDALIAN

    PENYAKIT KUSTA DI INDONESIA

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    27/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   27

    belum mencapai eliminasi, dimana

    angka kesakitannya lebih dari 1/10.000

    penduduk.

    Sampai saat ini penyakit kusta masih

    merupakan salah satu masalah kesehatanmasyarakat di Indonesia, meskipun pada

    pertengahan tahun 2000 Indonesia sudah

    dapat mencapai eliminasi kusta.

    Eliminasi yaitu suatu kondisi dimana

    penderita kusta tercatat (angka

    prevalensi) kurang dari 1 per 10.000

    penduduk, diperkirakan penyakit

    tersebut akan hilang secara alamiah.

    Penyakit kusta sampai saat ini masih

    ditakuti masyarakat, keluarga,

    termasuk sebagian petugas kesehatan.

    Hal ini disebabkan masih kurangnya

    pengetahuan/pengertian, kepercayaan

    yang keliru terhadap kusta dan cacat

    yang ditimbulkannya.

    Dengan demikian tantangan yang

    dihadapi adalah bagaimana menjaga

    kesinambungan pelayanan kusta

    dimanapun berada mempunyai

    kesempatan yang sama untuk

    mendapatkan diagnosis dan pengobatan

    oleh petugas kesehatan yang kompeten,

    termasuk sistem rujukan yang efektif.

      Berdasarkan Peraturan Pemerintah

    Republik Indonesia Nomor 60 tahun 2008

    tentang Sistem pengendalian Intern

    Pemerintah dinyatakan bahwa :

    1. Sistem Pengendalian Intern

    Pemerintah, selanjutnya disingkat

    SPIP adalah sistem pengendalian

    intern yang diselenggarakan secara

    menyeluruh di lingkungan pusat dan

    pemerintah daerah

    2. Inspektorat Jenderal atau nama lain

    yang secara fungsional melaksanakan

    pengawasan intern adalah aparat

    pengawasan intern pemerintah yangbertanggung jawab langsung kepada

    Menteri/Pimpinan Lembaga.

    3. Instansi pemerintah adalah

    unsur penyelenggara pemerintah

    pusat atau unsur penyelenggara

    pemerintah daerah.

    Peraturan Menteri Kesehatan Republik

    Indonesia Nomor: 1144/Permenkes/XI/2010Bab VIII Bagian Pertama – bagian Sembilan

    pasal 628 s.d. 671 tentang Inspektorat

    Jenderal Kementerian Kesehatan RI.

    Tugas Inspektorat Jenderal (Itjen)

    Kementerian Kesehatan yang ditetapkan

    adalah melaksanakan pengawasan

    terhadap pelaksanaan tugas di lingkungan

    Kementerian Kesehatan RI. Sedangkan fungsi

    dari Inspektorat Jenderal adalah penyiapan

    perumusan kebijakan pengawasan,

    pelaksanaan pengawasan kinerja,

    operasional, keuangan dan pengawasan untuk

    tujuan tertentu atas petunjuk Menteri dan

    pelaksanaan urusan administrasi Inspektorat

    Jenderal.

    Tuntutan organisasi yang semakin tinggi

    mendorong dibuatnya pedoman pengawasan

    pelaksanaan program penanggulangan

    penyakit Kusta yang dapat dipergunakan

    oleh Aparat Pengawas Intern Pemerintah

    (Auditor) dalam melaksanakan pengawasan

    bagi para pelaksana program di tingkat pusat

    maupun daerah.

    Keuntungan lain yang dapat diperoleh

    adalah adanya pemahaman yang sama

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    28/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201228

    antara Pengawas dan Pengelola Program

    dalam pelaksanaan dan pengawasan agar

    tidak menimbulkan kesalahan persepsi

    didalam menentukan identifikasi masalah

    dan alternatif pemecahan masalah.

    Tujuan pengawasan adalah untuk

    mewujudkan hasil pelaksanaan program

    pengendalian penyakit kusta yang efektif dan

    efisien, sehingga penyakit kusta tidak lagi

    merupakan masalah kesehatan masyarakat

    Indonesia dan secara khusus adalah untuk

    memeriksa, menguji dan menilai teknis

    pengendalian penyakit kusta, apakah telahsesuai dengan buku pedoman nasional

    pengendalian kusta, memeriksa dan menguji

    kehematan penggunaan sumber daya yang

    dipergunakan dalam pengendalian penyakit

    kusta dan mengusut penyimpangan yang

    terjadi dalam pelaksanaan program

    Organisasi pelaksana program pengendalian

    penyakit Kusta, meliputi 4 (empat) tingkatan

    yaitu Pusat, Provinsi, Kabupaten/kota dan

    Unit pelayanan Kesehatan.

    B. Kegiatan-Kegiatan Pada Program

    Pengendalian kusta, antara lain :

    1. Pelatihan Pengendalian Penyakit Kusta

    bagi Pengelola Program/Wasor Kusta

    tingkat Provinsi dan Kabupaten/Kota

    2. Implementasi Pedoman RR Elektronik &

    Logistik Kusta

    3. Monev Ketersediaan & Pemanfaatan

    Obat Kusta MDT

    4. Pemetaan Penderita Cacat Kusta

    Tingkat-2

    5. Pertemuan Sentinel Surveilans Kusta

    6. Pemantauan dan Evaluasi Pengendalian

    Penyakit Kusta

    7. Pertemuan Aliansi Nasional Eliminasi

    Kusta (ANEK)

    8. Pertemuan Aliansi Daerah Eliminasi

    kusta (ADEK)

    9. Review Program Kusta10. Bimbingan Teknis dan Supervisi

    13. Survey Desa Cepat

    14. Survei Kontak Penderita

    C. Faktor Risiko Pada Pelaksanaan

    Pengawasan Program Pengendalian

    Penyakit kusta antara lain :

    1. Pelacakan ke rumah pasien yang

    Default2. Bimbingan Teknis dan Supervisi

    3. Pelatihan bagi Pengelola Program/

    Wasor Kusta

    4. Pelatihan bagi Petugas Kusta

    D. Ruang Lingkup Pengawasan

    Ruang lingkup pedoman pengawasan

    pelaksanaan program pengendalian

    penyakit kusta, mencakup seluruh aspek

    kegiatan yang pelaksanaannya terdapat

    di tingkat Pusat, Provinsi maupun

    Kabupaten/Kota dan Unit Pelayanan

    Kesehatan, antara lain pelaksanaan

    pengendalian kusta, hubungannya dengan

    mutu pelayanan, penggunaan obat yang

    rasional dan pemeriksaan manajerial yang

    menyangkut kepegawaian, keuangan,

    perlengkapan sesuai dengan tugas pokok

    dan peraturan yang berlaku.

    E. Persiapan Pengawasan

      Dengan memperhatikan gambaran umum

    Program Penanggulangan kusta, perlu

    dilakukan persiapan atau langkah awal

    yang mencakup penyusunan program

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    29/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   29

    pengawasan dan pengumpulan informasi

    umum agar pelaksanaan pengawasan

    dapat lebih terarah sesuai sasaran yang

    telah ditetapkan.

    Tentative Audit Objective (TAO), antara

    lain :

    a. Tidak dibuatnya laporan hasil

    bimbingan teknis/supervisi,

    sehingga tidak teridentifikasi

    permasalahan pada pelaksanaan

    program pengendalian kusta di

    daerah tersebut

    b. Belum dilatihnya PengelolaProgram Kusta/Wasor, karena

    Wasor Kusta yang telah mendapat

    pelatihan mutasi

    c. Belum dilatihnya petugas kusta,

    karena petugas kusta yang telah

    mendapat pelatihan mutasi

    d. Petugas tidak memantau dengan

    baik kasus gagal pengobatan

    kusta

    e. Tidak dilakukannya pelacakan

    terhadap pasien default,

    sehingga pasien menjadi kebal

    ganda terhadap obat

    F. INDIKATOR 

      Untuk menilai kemajuan atau

    keberhasilan program pengendalin Kusta

    digunakan beberapa indikator.

    Indikator pengendalian Kusta secara

    umum ada 3, yaitu :

    1. Indikator Utama

    2. Indikator lain yang bermanfaat

    3. Indikator tatalaksana penderita

    G. Pelaksanaan Pengawasan

    Pelaksanaan pengawasan meliputi

    pengujian sistem pengendalian

    manajemen dan program kerja

    pengawasan yang menjadi acuan minimal

    bagi Tim Pengawasan dalam melakukan

    pengawasan di lapangan dan dapatdikembangkan sesuai dengan keadaan di

    lapangan.

    1. Pengujian Sistem Pengendalian

    Intern

    Sistem pengendalian intern adalah

    proses yang integral pada tindakan

    dan kegiatan yang dilakukan secara

    terus menerus oleh pimpinan dan

    seluruh pegawai, untuk memberikankeyakinan yang memadai atas

    tercapainya tujuan organisasi

    melalui kegiatan yang efektif

    dan efisien, keandalan pelaporan

    keuangan, pengamanan aset negara

    dan ketaatan terhadap peraturan

    perundang-undangan.

    Untuk memperoleh informasi

    terhadap keandalan sistem

    pengendalian intern tersebut,

    perlu dilakukan pengujian untuk

    menentukan luasnya audit.

    Dalam hal ini metode pendekatan

    yang digunakan adalah metode

    pendekatanCommittee of Sponsoring

    Organizations of the Treadway

    Commission  (COSO), sebagaimana

    diatur dalam Peraturan pemerintah

    Nomor 60 Tahun 2008 tentang Sistem

    Pengendalian Intern Pemerintah.

    Pengujian sistem pengendalian

    intern dilakukan, untuk memperoleh

    informasi mengenai sistem

    pengendalian auditan, untuk

    menentukan kedalaman audit yang

    diperlukan.

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    30/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201230

    2. Aspek Pengawasan

    Aspek pengawasan Program

    Pengendalian Kusta, secara garis

    besar meliputi :

    a. Di Pusat, kegiatan pengawasandiutamakan pada perencanaan,

    daftar-daftar usulan kegiatan

    yang dibiayai oleh APBN dan

    PHLN, penetapan sasaran/target

    suspek, wasor dan petugas kusta,

    rencana kebutuhan obat kusta

    dan pendistribusiannya, rencana

    supervisi petugas beserta

    pelaksanaannya, masalah yangditemukan sudah ditindak

    lanjuti, laporan kegiatan

    pengendalian Kusta.

    b. Di Provinsi, kegiatan pengawasan

    diutamakan pada daftar-daftar

    usulan kegiatan yang dibiayai

    oleh APBN, APBD dan PHLN,

    usulan perencanaan kegiatan

    dari Kabupaten/Kota, rencana

    penetapan sasaran/target

    suspek di tiap Kabupaten/

    Kota, Wasor dan petugas Kusta,

    rencana kebutuhan obat Kusta

    dan pendistribusiannya, laporan

    kegiatan, proporsi penderita

    baru Kusta,

    c. Di Unit Pelayanan Kesehatan

    (UPK), kegiatan pengawasan

    diutamakan pada data

    ketenagaan dan jumlah tenaga

    yang mengelola program

    Kusta, pelatihan dalam rangka

    pengendalian program Kusta,

    penempatan tenaga yang telah

    dilatih, stock obat kusta,

    J. Penutup

      Untuk bisa melakukan pemeriksaan

    program pengendalian penyakit kustayang efektif dan efisien diperlukan

    Pedoman Pengawasan Pengendalian

    Kusta.

      Penyusunan pedoman pengawasan ini,

    seperti halnya penyusunan pedoman

    pengawasan program-program kesehatan

    lainnya, disusun bersama Pengawas

    dengan Pengelola Program,sehingga

    dapat diperoleh kesamaan pandangantara Pengelola Program dan Pengawas

    dalam upaya mengurangi kelemahan

    dan meningkatkan cakupan program.

    Keuntungan lain yang dapat diperoleh

    adalah adanya pemahaman yang sama

    antara Pengawas dan Pengelola Program

    dalam pelaksanaan dan pengawasan agar

    tidak menimbulkan kesalahan persepsi

    didalam menentukan identifikasi masalah

    dan alternatif pemecahan masalah.

     

    Referensi:

    1. BPKP, 2005 Buku Sistem Pengendalian

    Manajemen, Edisi Keempat Pusdiklat

    BPKP, Ciawi Bogor

    2. Universitas Indonesia, 2003 Kusta, Edisi

    Kedua, Fakultas Kedokteran Universitas

    Indonesia Jakarta.

    3. Departemen Kesehatan R.I, 2007 Buku

    Pedoman Nasional Pengendalian Penyakit

    Kusta, Ditjen P2PL Jakarta

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    31/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   31

    Pada tanggak 18 Juli 2012, Menteri

    Kesehatan Republik Indonesia secara

    resmi telah mencanangkan Zona Integitas,

    ditandai dengan penandatanganan Dokumen

    Pakta Integritas. Acara tersebut dihadiri

    secara langsung oleh Menteri PAN dan RB,

     perwakilan dari Ombusman serta pejabat

    struktural di lingkungan Kementrian

    Kesehatan. Kegiatan pencanangan Zone

    Integritas tersebut disiarkan secara live

    ke kebeberapa daerah dengan melibatkanbeberapa satuan kerja vertikal di lingkunagn

    Kementerian Kesehatan yang ada di

    daerah dengan menggunakan teknologi

    teleconference jaringan PT Telkom.

    Apa itu Zone Integritas ?

    Pemberantasan korupsi membutuhkan

    keberanian dan komitmen yang sungguh-

    sungguh dari seluruh aparatur negara di

    Pusat maupun di Daerah. Komitmen bersih

    dari korupsi harus dimulai dari pimpinan

    puncak di seluruh Kementerian, Lembaga

    Negara dan Pemerintahan Daerah. Keinginan

    untuk memberantas korupsi di lingkungan

    Kementerian, Lembaga dan Pemerintah

    Daerah sudah dicanangkan jauh-jauh hari,

    bahkan sejak era reformasi

    dimulai. Instruksi Presiden

    No 5 tahun 2004, Presiden

    telah memberikan 12

    instruksi kepada seluruh

    Menteri Kabinet Indonesia

    Bersatu dalam rangka

    percepatan pemberantasan

    korupsi. Namun sampai saat ini, instruksi

    tersebut belum diimplementasikan secara

    maksimal, khususnya instruksi ke 5 yaitu

    instruksi agar seluruh pimpinan instansi

    pemerintah di pusat dan daerah untukmelaksanakan program wilayah bebas dari

    korupsi (WBK).

    Dari hasil evaluasi yang dilakukan oleh

    Kementerian PAN&RB diketahui bahwa WBK

    hanya dapat terwujud apabila didahului

    dengan adanya komitmen pemberantasan

    korupsi oleh seluruh unsur dalam instansi

    pemerintah baik kementerian, lembaga

    maupun pemerintah daerah (K/L/Pemda).

    Adanya Komitmen pemberantasan korupsi

    itulah yang kemudian diwujudkan dalam

    bentuk Zona Integritas. Jadi Zone Integritas

    adalah sebutan atau predikat yang diberikan

    kepada Kementerian/Lembaga/Pemda yang

    pimpinan dan jajarannya mempunyai niat

    (komitmen) untuk mewujudkan birokrasiyang bersih dan melayani. Zona Integritas

    ini merupakan langkah awal untuk menuju

    terwujudkan Wilayah Bebas Korupsi maupun

    Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani

    (WBBM).

    Oleh :  Kadek Pandreadi, S.Pd.,MM.(Auditor Inspektorat V Itjen Kemenkes RI)

    A  WA SANDA

    MEMASUKI ZONEINTEGRITAS !!!

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    32/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201232

    Indikator WBK atau WBBM

    Meraih predikat WBK bukanlah pekerjaan

    mudah namun juga bukan sesuatu yang

    mustahil untuk kita raih. Komitmen bersama

    adalah kunci dari keberhasilan kita meraih

    predikat WBK tersebut. Pimpinan sesuai

    prinsip Tone of the Top merupakan factor

    utama dalam mewujudkan WBK dan WBBK,

    karena pimpinanlah yang memiliki otoritas

    dalam membuat dan mempengaruhi sebuah

    kebijakan. Namun demikian, kesadaran dan

    kemauan untuk hidup bersih dari korupsi juga

    harus menjadi kesadaran kolektif seluruhpersonal yang ada di sebuah organisasi

    termasuk di Kementerian Kesehatan.

    Keberhasilan Kementerian Kesehatan meraih

    opini WDP terhadap laporan keuangan TA

    2011 merupakan modal awal yang seharusnya

    bisa menjadi motivasi seluruh satuan kerja

    di lingkungan Kementerian Kesehatan dalam

    meraih predikat WBK maupun WBBM.

    Sesuai Permen PAN & RB Nomor 60 tahun 2012,

    yang dimaksud Wilayah Bebas Korupsi adalah

    sebutan atau predikat yang diberikan kepada

    suatu unit kerja (satker) yang memenuhi

    syarat Indikator Hasil WBK dan memperoleh

    hasil penilaian indikator proses diatas 75

    pada ZI yang telah memperoleh opini Wajar

    Dengan Pengecualian (WDP) dari BPK ataslaporan Keuangannya. Sedangkan WBBM

    adalah sebutan atau predikat yang diberikan

    kepada suatu unit kerja (satker) yang

    memenuhi syarat Indikator Hasil WBBM dan

    memperoleh hasil penilaian indikator proses

    diatas 75 pada ZI yang telah memperoleh

    opini Wajar Dengan Pengecualian (WDP) dari

    BPK atas laporan keuangannya.

    Jadi ada dua indikator yang dipakai dalam

    menilai satuan kerja untuk memperoleh

    predikat Satuan Kerja WBK atau WBBM, yaitu

    Indikator Hasil yang terdiri dari 8 Unsur dan

    indikator proses yang terdiri dari 20 Unsur.

    Indikator Hasil sifatnya wajib terpenuhi,

    karena salah satu saja dari 8 unsur yang

    tidak terpenuhi sesuai kriteria penilaian yang

    ada, maka satuan kerja tersebut langsung

    dinyatakan gugur atau tidak lulus.

    Indikator Hasil meliputi ;1. Nilai indeks integritas

    2. Nilai kinerja unit pelayanan publik

    3. Persentase kerugian negara yang

    belum diselesaikan

    4. Persentase temuan in-efektif

    5. Persentase temuan in-efisien

    6. Persentase pegawai yang dijatuhi

    hukuman disiplin;

    7. Persentase pengaduan masyarakat

    yang belum diselesaikan

    8. Persentase pegawai yang dijatuhi

    hukuman karena KKN

    Sedangkan Indikator Proses terdiri dari 20

    unsur, setiap unsur terdiri dari 3 subunsur,

    yaitu Subunsur Pemenuhan dengan bobot

    penilaian 20%, Subunsur Kualitas denganbobot 50% dan subunsur Implementasi

    dengan bobot 30%.

    Presedur Penilaian WBK/WBBM

    Penilaian untuk meraih predikat WBK/WBBM

    bisa dilakukan pada Kementerian yang telah

    mencanangkan Zone Integritas, dan telah

    memperoleh opini minimal Wajar Dengan

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    33/44

     INFORWAS   Edisi III Th 2012   33

    Pengecualian (WDP). Penilaian ini bisa

    dilakukan pada tingkat eselon I, eselon II

    atau satuan kerja setingkat eselon III.

    Satuan kerja yang akan dinilai layak atau

    tidaknya memperoleh predikat WBK/WBBM

    terlebih dahulu diusulkan oleh masing-

    masing eselon I. Satuan kerja yang diusulkan

    adalah satuan kerja yang dinilai memiliki

    peran strategis dalam penyelenggaraan

    fungsi pelayanan masyarakat. Peran strategis

    tersebut dapat dilihat dari besarnya jumlah

    asset yang dikelola oleh satker tersebut danjasa yang dihasilkan memiliki pengaruh besar

    terhadap kepentingan masyarakat.

    Satuan kerja yang diusulkan tersebut

    sebaiknya satuan kerja yang telah

    memperoleh bimbingan dan pembinaan

    dari Unit Penggerak Integritas (UPI) dan

    Unit Pembangun Integritas (UPbI), sehingga

    telah memiliki kesiapan untuk dilakukan

    penilaian.

    Prinsip dasar penilaian WBK adalah penilaian

    diri sendiri atau self assessment, yang

    dilakukan oleh Tim Penilai Internal (TPI) yang

    dibentuk oleh Menteri/Pimpinan Lembaga.

    TPI terdiri dari unsur-unsur yang ada dalam

    kementrian/lembaga sendiri, dan bekerja atastugas yang diberikan oleh menteri/pimpinan

    lembaga. TPI menilai semua indikator baik

    Indikator Hasil dan Indikator Proses dengan

    menggunakan perangkat penilaian atau

    template kertas kerja penilaian yang telah

    disusun dan disiapkan oleh Kementerian

    PAN&RB. Hasil self assessment tersebutlah

    yang kemudian direviu oleh Tim Penilai

    Nasional (TPN). TPN merupakan unsur di

    luar kementerian/lembaga yang dinilai yang

    dibentuk oleh Menteri PAN& RB yang terdiri

    dari unsur KemenPAN&RB, unsur KPK,

    unsur ORI dan lembaga negara yang terkait

    .TPN melakukan revieu terhadap hasil self

    assessment yang dilakukan oleh TPI dengan

    menelaah bukti-bukti yang ada tanpa harus

    menilai kebenaran materialnya. Dari hasil

    reviu TPN, TPI mengusulkan kepada menteri /

    pimpinan lembaga untuk menetapkan satuan

    kerja yang telah dinilai dan dianggap layak

    menjadi satuan kerja WBK. Selanjutnya,lewat Surat keputusan Menteri, satuan kerja

    tersebut ditetapkan menjadi Satuan Kerja

    dengan predikat WBK.

    Apa Peran Auditor Inspektorat Jenderal

    Kemenkes dalam ZI ?

    Pengejawantahan terhadap komitemen bebas

    dari korupsi yang tergambar dalam deklerasi

    Zona Integritas membutuhkan dorongan

    dan dukungan yang nyata dan konkrit agar

    bisa terujud sesuai harapan. Pendampingan

    satuan kerja dalam memperoleh predikat

    WBK/WBBM dilakukan oleh Unit Penggerak

    Integritas (UPI). UPI adalah unit kerja yang

    ditugaskan untuk memberikan dorongan

    dan dukungan administratif dan teknis

    kepada satuan kerja dalam melaksanakankegiatan pencegahan korupsi. Tugas UPI di

    Kementerian Kesehatan secara ex-officio 

    dilaksanakan oleh Aparat Pengawasan Intern

    Pemerintah (APIP), dalam hal ini adalah

    auditor Inspektorat Jenderal Kementerian

    Kesehatan. Bentuk konkrit pendampingan

    yang dilakukan oleh UPI adalah memberikan

    sosialisasi, pelatihan, coaching, kajian

    Tulisan 

  • 8/15/2019 Inforwas Edisi III Final

    34/44

     INFORWAS   Edisi III Th 201234

    sistem, fasilitasi, atau bentuk-bentuk

    pembinaan teknis lainnya. Pencanangan Zone

    Integritas ini juga merupakan momentum

    yang pas bagi auditor Itjen Kemenkes untuk

    mengembangkan fungsi dan perannya yang

    bukan lagi hanya sebagai watch dog, namun

    juga sudah dituntut untuk mampu berperan

    sebagai quality asurance  dan consulting.

    Pendekatan bukan lagi hanya pada aspek

    kuratif atau penanganan kasus-kasus yang

    telah terlanjur terjadi tetapi sudah mulai

    berorientasi pada pendekatan preventif atau

    pencegahan dengan meningkatkan peranpendampingan terhadap satuan wilayah

    kerja yang ada dilingkungan Kementerian

    Kesehatan.

    Semoga pen