hermeneutika nilai moral jawa dalam naskah …

14
ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online) , Vol. 33, No. 1, Juni 2021 57 HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH TASHRIHAH AL- MUHTAAJ DAN RELEVANSINYA DALAM PENDIDIKAN THE HERMENEUTIC OF JAVANESE MORAL VALUES IN TASHRIHAH AL-MUHTAAJ MANUSCRIPT AND THEIR RELEVANCE IN EDUCATION Arifatul Anisa a , Sutrisna Wibawa b a,b Program Pascasarjana, Universitas Negeri Yogyakarta Jalan Colombo No.1, Yogyakarta, Indonesia Telepon (0274) 550836, Faksimile (0274) 520326 Pos-el: [email protected]; [email protected] Naskah diterima: 14 Desember 2019; direvisi: 12 Agustus 2020; disetujui: 27 Desember 2020 Permalink/DOI: 10.29255/aksara.v33i1.491.hlm. 5770 Abstrak Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj merupakan salah satu cerminan kebudayaan masyarakat Jawa pada masa lampau yang berisi nilai-nilai sebagai sumber kedamaian dalam bermasyarakat. Pengkajian terhadap naskah tersebut dianggap penting mengingat adanya krisis moral di kalangan siswa-siswi di sekolah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap nilai-nilai moral Jawa dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan relevansi nilai-nilai tersebut dalam pendidikan karakter di sekolah. Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis konten dengan pendekatan hermeneutik. Sumber data penelitian adalah naskah Tashrihah Al-Muhtaaj yang berisi 25 teks, tetapi hanya 8 teks yang bisa mewakili nilai-nilai moral Jawa dalam naskah. Adapun pengesahan data dengan cara validitas semantik dan reliabilitas intrarater. Hasil penelitian menunjukkan adanya relevansi nilai-nilai moral dalam naskah dengan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa. Nilai moral dalam naskah berupa nilai kejujuran, tanggung jawab, kerukunon, keadilan, dan hati nurani. Nilai-nilai tersebut relevan dengan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu pada nilai jujur, tanggung jawab, toleransi dan cinta damai, demokratis, dan peduli sosial. Dengan demikian, nilai-nilai moral dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dapat diterapkan sebagai acuan atau contoh pendidikan karakter di sekolah. Kata kunci: naskah kuno, nilai moral Jawa, pendidikan, Tashrihah Al-Muhtaaj Abstract The Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript is one of the manifestation of Javanese culture in the past which consists of many values as the peace and society sources. The study of this manuscript is very significant. It is caused by the moral crisis happened to the students in the school. The aim of this study is to unravel Javanese moral values in Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript and the relevance of these values in character education at school. The research method used was content analysis technique with hermeneutic approach. The data source in this study is Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript, which originally contains 25 texts, but only 8 texts represent Javanese moral values. The data validation was done by applying semantic validity and intra-rater reliability. In brief, the result shows that there is relevance of moral values in Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript with the values of cultural education and national character. The moral values in Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript comprise honesty, responsibility, harmony, justice, and conscience. Moreover, these values are relevant to the values of cultural education and national character; they are the values of honesty, responsibility, tolerance and love for peace, democratic, and social care. Therefore, the moral values in Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript can be applied as references or examples of character education at school.

Upload: others

Post on 18-Apr-2022

11 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202157

HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH TASHRIHAH AL- MUHTAAJ DAN RELEVANSINYA DALAM PENDIDIKAN

THE HERMENEUTIC OF JAVANESE MORAL VALUES IN TASHRIHAH AL-MUHTAAJ MANUSCRIPT AND THEIR RELEVANCE IN EDUCATION

Arifatul Anisaa, Sutrisna Wibawab

a,b Program Pascasarjana, Universitas Negeri YogyakartaJalan Colombo No.1, Yogyakarta, Indonesia

Telepon (0274) 550836, Faksimile (0274) 520326 Pos-el: [email protected]; [email protected]

Naskah diterima: 14 Desember 2019; direvisi: 12 Agustus 2020; disetujui: 27 Desember 2020

Permalink/DOI: 10.29255/aksara.v33i1.491.hlm. 57—70

Abstrak Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj merupakan salah satu cerminan kebudayaan masyarakat Jawa pada masa lampau yang berisi nilai-nilai sebagai sumber kedamaian dalam bermasyarakat. Pengkajian terhadap naskah tersebut dianggap penting mengingat adanya krisis moral di kalangan siswa-siswi di sekolah. Tujuan penelitian ini adalah untuk mengungkap nilai-nilai moral Jawa dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan relevansi nilai-nilai tersebut dalam pendidikan karakter di sekolah. Metode penelitian ini menggunakan teknik analisis konten dengan pendekatan hermeneutik. Sumber data penelitian adalah naskah Tashrihah Al-Muhtaaj yang berisi 25 teks, tetapi hanya 8 teks yang bisa mewakili nilai-nilai moral Jawa dalam naskah. Adapun pengesahan data dengan cara validitas semantik dan reliabilitas intrarater. Hasil penelitian menunjukkan adanya relevansi nilai-nilai moral dalam naskah dengan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa. Nilai moral dalam naskah berupa nilai kejujuran, tanggung jawab, kerukunon, keadilan, dan hati nurani. Nilai-nilai tersebut relevan dengan nilai pendidikan budaya dan karakter bangsa, yaitu pada nilai jujur, tanggung jawab, toleransi dan cinta damai, demokratis, dan peduli sosial. Dengan demikian, nilai-nilai moral dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dapat diterapkan sebagai acuan atau contoh pendidikan karakter di sekolah.

Kata kunci: naskah kuno, nilai moral Jawa, pendidikan, Tashrihah Al-Muhtaaj

AbstractThe Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript is one of the manifestation of Javanese culture in the past which consists of many values as the peace and society sources. The study of this manuscript is very significant. It is caused by the moral crisis happened to the students in the school. The aim of this study is to unravel Javanese moral values in Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript and the relevance of these values in character education at school. The research method used was content analysis technique with hermeneutic approach. The data source in this study is Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript, which originally contains 25 texts, but only 8 texts represent Javanese moral values. The data validation was done by applying semantic validity and intra-rater reliability. In brief, the result shows that there is relevance of moral values in Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript with the values of cultural education and national character. The moral values in Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript comprise honesty, responsibility, harmony, justice, and conscience. Moreover, these values are relevant to the values of cultural education and national character; they are the values of honesty, responsibility, tolerance and love for peace, democratic, and social care. Therefore, the moral values in Tashrihah Al-Muhtaaj manuscript can be applied as references or examples of character education at school.

Page 2: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202158

Halaman 57 — 70Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

Keywords: ancient script, Javanese moral value, education, Tashrihah Al-Muhtaaj

How to cite: Anisa, A. & Wibawa, S. (2021). Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendidikan. Aksara, 33(1), isi hlm. 57—70 DOI: https://doi.org/10.29255/aksara.v33i1.491.hlm. 57—70

PENDAHULUANNaskah Tashrihah Al-Muhtaaj (selanjutnya disingkat TM) tergolong naskah kuno karena merupakan naskah yang sudah berumur 169 tahun. Naskah tersebut membahas transaksi-transaksi yang lazim dilakukan dalam kehidupan sehari-hari sehingga menciptakan kedamaian dalam bermasyarakat. Oleh karena itu, tentu dalam naskah tersebut juga memuat nilai-nilai moral sebagai landasan terciptanya kedamaian dalam masyarakat. Berdasarkan pengamatan langsung, naskah tersebut ditulis oleh H. Ahmad Rifa’i, seorang kiai pembaharu Islam pada abad ke-19 di pesisir utara pulau Jawa. Naskah tersebut berisi 25 teks yang semuanya ditulis menggunakan aksara Arab Pegon dalam bentuk syair. Hal ini karena adanya pengaruh penyebaran agama Islam di Jawa. Meskipun naskah tersebut bercorak Islam, naskah tersebut tetap menjunjung tinggi nilai kearifan lokal yang merupakan sistem kebudayaan masyarakat Jawa.

Naskah ini juga tergolong naskah yang masih eksis hingga saat ini karena warga Rifa’iyah yang merupakan penganut naskah-naskah yang ditulis oleh H. Ahmad Rifa’i masih menyimpan dan mengamalkan isi yang terkandung di dalam naskah tersebut. Selain itu, ada pula pesantren-pesantren yang bercorak Rifa’iyah masih mengkaji dan menyalin naskah-naskah karangan H. Ahmad Rifa’i. Seperti halnya Pondok Pesantren Al-Insap di Kedungwuni Pekalongan, Pondok Pesantren Roudlotul Ri’ayah di Pemalang, Pondok Pesantren Apik di Kendal, Pondok Pesantren Miftahul Ulum di Pati, Pondok Pesantren Manba’ul Anwar di Wonosobo, dan Pondok Pesantren Riyadlotussholihin Wassholikha di Temanggung.

Agar nilai moral yang termuat dalam naskah karya H. Ahmad Rifa’i tidak berhenti di kalangan para penganutnya saja, perlu dilakukan penelitian terhadap naskah tersebut. Karena nilai moral yang terdapat dalam

naskah merupakan sesuatu yang baik yang dapat dijadikan sebagai pedoman tingkah laku manusia di dalam kehidupan bermasyarakat. Selain itu juga merupakan upaya dalam menjaga eksistensi nilai-nilai yang terkandung dalam naskah sehingga dapat diwariskan pada generasi selanjutnya.

Hasil penelitian ini dapat memberikan sumbangsih dalam pendidikan di Indonesia. Hal ini sejalan dengan keadaan pendidikan saat ini. Moralitas remaja dan siswa-siswi saat ini semakin krisis yang ditandai dengan banyaknya penyimpangan, seperti berlaku semena-mena terhadap guru, tawuran, konsumsi minuman keras, video porno dan sejenisnya. Hal ini terjadi karena dampak negatif dari adanya arus globalisasi yang menimbulkan pergulatan antara nilai-nilai budaya lokal dan nilai-nilai budaya global (modern) yang semakin tinggi intensitasnya (Suwardani, 2015, hlm. 249) sehingga nilai-nilai yang mejadi panutan hidup selama ini kini kehilangan otoritasnya (Suhardi & Thahirah, 2018, hlm. 115). Hal itu tentu menjadikan nilai-nilai budaya lokal semakin tergerus karena dianggap kuno dan ketinggalan zaman.

Sebagai sesuatu yang baik, nilai-nilai moral selalu diwariskan dari generasi ke generasi. Upaya pewarisan nilai-nilai pada masa lalu kepada generasi mendatang dapat dilakukan melalui proses pendidikan, meskipun hal ini bertolak belakang dari paradigma pendidikan modern yang berpaham bahwa pendidikan untuk perubahan. Namun, upaya pewarisan moral pada generasi-generasi selanjutnya merupakan solusi perbaikan moralitas bangsa meskipun dianggap kuno atau konservatif (Muchson, 2009, hlm. 20). Hal ini sejalan dengan pendapat (Koesoema, 2018a, hlm. 18–19) yang menjelaskan bahwa pendidikan sebagai bagian dari komunitas sehingga dari aspek budaya lembaga pendidikan berfungsi untuk mewariskan nilai-nilai luhur, baik itu nilai-nilai keagamaan, sosial, maupun nilai-

Page 3: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202159

Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

Halaman 57 — 70

berjudul “Moral Philosophy In Serat Centhini: Its Contribution For Character Education In Indonesia” yang mengkaji filsafat moral dalam Serat Centhini dan kontribusinya untuk pendidikan karakter di Indonesia. Penelitian lain adalah penelitian Suharsono, Mustansyir, dan Murtiningsih yang berjudul “Moral Dimension of Javanese Forgiveness in Serat Wedhatama and Serat Nitiprana”(Suharsono et al., 2019). Selain penelitian nilai moral dalam naskah kuno, ada pula penelitian terkait nilai moral dalam karya sastra modern, di antaranya adalah penelitian yang dilakukan oleh Hasanah (2018) dengan judul “Nilai Moral dalam Sāq Al-Bambū karya Saʻūd Al-Sanʻūsī”. Penelitian tersebut menyimpulkan akibat dari berjudi, hubungan suami istri yang dilakukan di luar pernikahan yang sah, kepercayaan terhadap takhayul, dan menjaga harga diri dengan berbuat aniaya terhadap orang lain. Selain itu, ada juga penelitian oleh Solihati, Hikmat, & Elmikasari (2017) dengan judul “Nilai Moral dalam Antologi Cerpen Filosofi Kopi dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra”. Penelitian tersebut memberikan pengetahuan bahwa antologi cerpen Filosofi Kopi berisi nilai moral positif dan negatif yang dapat dijadikan pembelajaran dalam kehidupan bagi pembacanya, dan berpotensi menghasilkan siswa yang mempunyai nilai-nilai moral yang baik.

Uraian tersebut memberikan pengertian bahwa nilai-nilai moral banyak terkandung dalam karya sastra, baik karya sastra modern maupun karya sastra lama yang termuat dalam naskah kuno. Karya sastra dalam naskah kuno merupakan cerminan hasil kebudayaan masa lampau yang sering kita sebut sebagai kearifan lokal. Oleh karena itu, pendidikan yang berdasarkan atas kebudayaan tentu sangat relevan dengan menilik kembali nilai-nilai masa lampau yang terdapat dalam naskah kuno.

Selanjutnya, penggolongan nilai moral dalam penelitian ini mengacu pada ciri nilai moral dan prinsip dasar moral. Ciri nilai moral, yaitu (1) berkaitan dengan tanggung jawab, (2) berkaitan dengan hati nurani, (3) mewajibkan, dan (4) bersifat formal (Bertens, 2013, hlm. 114–117). Adapun prinsip dasar moral terdiri atas (a) prinsip bersikap baik; (b) prinsip keadilan; dan (c) prinsip menghormati diri sendiri (Suseno,

nilai kebudayaan yang dianggap memiliki kemanfaatan bagi kehidupan pribadi, komunitas, dan berbangsa.

Pendidikan berfungsi sebagai sarana mengembangkan nilai-nilai budaya dan prestasi masa lalu menjadi nilai-nilai budaya bangsa yang sesuai dengan kehidupan masa kini dan masa yang akan datang, serta mengembangkan prestasi baru yang menjadi karakter baru bangsa (Kemendiknas, 2010, hlm. 6). Berdasarkan pengertian tersebut, nilai-nilai budaya yang di dalamnya juga memuat nilai moral tidak hanya sekadar diwariskan, tetapi juga dikembangkan. Hasil pengembangan nilai-nilai budaya selanjutnya mewujudkan karakter baru bangsa yang selaras dengan nilai-nilai leluhur bangsa meskipun dalam era global yang semakin modern.

Melalui proses pendidikan, pewarisan nilai moral dapat berlangsung minimal melibatkan tiga pelaku yang dikenal dengan sebutan tripusat pendidikan, yaitu sekolah, orang tua, dan masyarakat (Koesoema, 2018a, hlm. 65). Ketiga pelaku tersebut merupakan pendidik dalam hal pendidikan nilai-nilai moral. Pendidikan moral tidak mungkin berhasil bila para pendidik tidak menjadi panutan dalam memenuhi hukum moral (Bertens, 2013, hlm. 51). Oleh karena itu, tripusat pendidikan tersebut sangatlah berpengaruh dalam pewarisan moral bangsa. Orang tua merupakan lingkar awal dalam upaya pewarisan moral sehingga sangatlah efektif untuk menumbuhkan perasaan-perasaan mendasar tentang moralitas. Namun, sekolah mempunyai peranan besar dalam perkembangan moral peserta didik karena sekolah merupakan lembaga yang dibangun dengan tujuan untuk mendidik anak supaya dapat memenuhi tuntutan-tuntutan masyarakat (Muchson, 2009, hlm. 20).

Ada beberapa penelitian terhadap nilai moral yang bersumber dari naskah, antara lain penelitian yang berjudul “The Moral Values in Serat Darma Sejati Manuscript” (Pramasvati & Holil, 2018) yang menguraikan nilai-nilai moral dalam Serat Damarjati. Selain itu, penelitian yang berjudul “Moral Values of Javanese Leader in Serat Wedhatama” (Sudrajat et al., 2018) mengkaji nilai moral kepemimpinan Jawa dalam Serat Wedhatama. Selanjutnya, penelitian (Wibawa, 2013) yang

Page 4: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202160

Halaman 57 — 70Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

ada delapan teks yang bisa mewakili nilai-nilai moral Jawa terkait dengan pendidikan. Judul teks yang diteliti, yakni teks Bai’ (B), Utang (U), Wong gêgadhé (G), Mahjur (M), Suluh (S), Shirkah (Sh), Wikalah (W), Ariyah (A), Safa’at (Sp), Kirad (K), Ihya’ (Ih), dan Wadi’ah (Wd).

Langkah-langkah penelitian yang dilakukan terhadap kedelapan teks tersebut. Pertama, pengadaan data. Data terkait dengan nilai moral Jawa dikumpulkan sebagai data primer, yaitu naskah Tashrihah Al-Muhtaaj. Karena naskah masih berupa tulisan beraksara Arab pegon, bagian ini dilakukan melalui tahap transliterasi dan suntingan teks. Selanjutnya, ditemukan enam belas data berupa cuplikan teks yang memuat nilai-nilai moral Jawa. Kedua, validitas dan reliabilitas, untuk mengartikan setiap kata dalam bahasa Jawa ke dalam bahasa Indonesia dan ketepatan dalam memaknai korelasi nilai-nilai moral Jawa dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj. Validitas yang dimaksud adalah validitas semantik dan reliabilitas yang dilakukan adalah reliabilitas intrarater. Ketiga, analisis terhadap isi dan pemaknaan kata-kata yang berkorelasi dengan nilai-nilai moral Jawa dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj. Dalam hal ini, metode yang dimanfaatkan adalah hermeneutik dengan dua tahapan, yakni pemahaman secara gramatikal dan kejiwaan. Pemahaman secara gramatikal dilakukan dengan cara menafsirkan kalimat-kalimat yang menjadi data penelitian menggunakan pengetahuan bahasa. Adapun pemahaman secara kejiwaan dilakukan dengan cara pemaknaan hasil penafsiran gramatikal dengan cara menghubungkannya dengan konteks yang memuat kata atau kalimat yang ditafsirkan.

HASIL DAN PEMBAHASANHasil PenelitianHasil penelitian menunjukkan bahwa nilai-nilai moral dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj (TM) meliputi nilai kejujuran, tanggung jawab, kerukunon, keadilan, dan hati nurani. Distribusi nilai moral dalam naskah TM adalah sebagai berikut.1. Nilai kejujuran, terdapat dalam teks B

sebanyak 2, dan masing-masing 1 dalam teks M, A, K, dan Ih.

2. Nilai tanggung jawab, terdapat dalam teks

1987, hlm. 130–135). Berdasarkan keduanya, nilai-nilai moral yang akan diteliti, meliputi nilai kejujuran, tanggung jawab, kerukunon, keadilan, dan hati nurani. Nilai-nilai moral tersebut direlevansikan dengan nilai budaya dan karakter bangsa yang merupakan nilai-nilai pedoman pendidikan karakter di Indonesia.

Adapun nilai-nilai budaya dan karakter bangsa berdasarkan agama, Pancasila, budaya, dan tujuan pendidikan nasional terdiri atas nilai religius, jujur, toleransi, disiplin, kerja keras, kreatif, mandiri, demokratis, rasa ingin tahu, semangat kebangsaan, cinta tanah air, menghargai prestasi, bersahabat, cinta damai, gemar membaca, peduli lingkungan, peduli sosial, dan tanggung jawab (Kemendiknas, 2010, hlm. 8–10).Kajian nilai moral terhadap naskah Tashrihah Al-Muhtaaj bukan hanya untuk mengungkap nilai-nilai moral Jawa yang termuat dalam naskah, tetapi juga memiliki relevansi terhadap praktik pendidikan karakter di sekolah. Urgensi pengkajian moral dalam naskah dan relevansinya dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa adalah karena adanya degradasi moral dalam kultur sekolah yang meliputi kultur ketidakjujuran, ketidakpercayaan, dan kekerasan pendidikan (Koesoema, 2018b, hlm. 39–62). Oleh karena itu, nilai-nilai moral yang termuat dalam naskah sekiranya dapat menjadi sumbangsih dalam pendidikan budaya dan karakter bangsa. Karena dasar manusia bermasyarakat adalah moral, manusia dapat menciptakan harmonisasi kehidupan sesama manusia, alam lingkungan, bahkan harmonisasi (sebagai wujud ketaatan) dengan Tuhan pencipta alam semesta (Yusuf, 2016, hlm. 61).

METODEPenelitian ini menggunakan metode penelitian kualitatif dengan teknik analisis isi (content analysis) dan pendekatan hermeneutik. Penelitian hermeneutik yang dimaksud adalah menafsirkan simbol dalam teks untuk dicari arti dan maknanya. Sumber data yang digunakan dalam penelitian ini adalah naskah Tashrihah Al-Muhtaaj karya K.H. Ahmad Rifa’i. Naskah ini tergolong naskah kuno karena naskah tersebut selesai ditulis pada tahun 1850 M. Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj ini berisi 25 teks. Berdasarkan studi awal ditemukan bahwa

Page 5: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202161

Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

Halaman 57 — 70

Muhtaaj (TM) sangatlah variatif. Namun, tidak ada teks yang berisi semua dari nilai moral yang dikaji. Adapun nilai moral yang paling banyak distribusinya dalam naskah TM tersebut adalah nilai kejujuran. Selanjutnya nilai-nilai moral tersebut diuraikan sebagai berikut.

KejujuranDalam naskah TM ditemukan kalimat yang mengandung nilai kejujuran, sebagaimana tampak pada cuplikan teks A berikut.

… / iku mukalap wajib ati nêjå jujur / … (A, hlm. 89)Terjemahan… / hati mukalaf itu harus senantiasa jujur / (A, hlm. 89)

Pada cuplikan teks di atas terlihat bahwa kejujuran harus senantiasa ditanamkan pada setiap hati orang mukalaf. Mukalaf adalah orang yang sudah dewasa dan wajib menjalankan hukum agama. Hal ini berarti bahwa setiap mukalaf haruslah sadar dan peka terhadap hukum agama. Ketika mukalaf memang belum mengerti dalam hukum mengenai halal atau haram, seyogyanya bersikap jujur untuk mengakui ketidaktahuannya. Tidak menghukum suatu hal secara sembarangan. Hal ini tertulis dalam cuplikan teks B berikut.

/o/ barang åpå kêlakuan arêp kabênêran / halal lan haramé bédané kinawêruhan / nalikå durung paham ngèlmu rinêtènan / iku bêcik tawaquf åjå haram linakonan // (B, hlm. 16—17)./o/ iku dadi sabab lakuné jujur/ngalindhung ing Allah saking sasar kêbanjur/… (B, hlm.17).

Terjemahan/o/setiap perbuatan akan dinilai benar /jika diketahui perbedaan halal dan haramnya/ketika belum paham dan mengerti ilmunya / lebih baik berdiam diri sampai menemukan penjelasan yang benar, jangan justru melakukan hal haram // (B, hlm. 16—17)./o/ inilah menjadi sebab berlaku jujur/ dalam rangka berlindung kepada Allah dari perbuatan yang menyesatkan/ … (B, hlm.17).

Berdasarkan cuplikan teks di atas, hal

G, W, dan Wd masing-masing 1. 3. Nilai kerukunon, terdapat dalam teks S, Sp,

dan Wd, masing-masing 1. 4. Nilai keadilan, terdapat 1 dalam teks Sh. 5. Nilai hati nurani, terdapat 2 dalam teks U

dan 1 dalam teks S.

Distribusi keenam nilai moral dalam dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj, secara keseluruhan, yaitu nilai kejujuran disebutkan sebanyak 6 kali, nilai tanggung jawab sebanyak 3 kali, nilai kerukunon sebanyak 3 kali, nilai keadilan sebanyak 1 kali, dan nilai hati nurani sebanyak 3 kali. Dalam hal ini, pengarang naskah sangat mengutamakan nilai moral kejujuran. Nilai tersebut terbukti sebagai indikator penyebutan terbanyak.

PembahasanNaskah atau manuskrip merupakan hasil dari kebudayaan masyarakat, yang bersifat tertulis, nyata wujudnya dan berisi ide-ide tertentu. Ide-ide tersebut dijelaskan melalui tulisan dalam naskah. Tulisan dalam naskah biasanya sesuai dengan tempat naskah tersebut diciptakan dan siapa penciptanya. Begitu pula dengan naskah Jawa yang ditulis menggunakan Aksara Jawa. Namun, ada pula naskah Jawa yang ditulis menggunakan aksara Arab Pegon. Hal ini disebabkan oleh adanya pengaruh penyebaran agama Islam di Jawa. Naskah Jawa menyimpan hasil budaya masa lampau yang memuat jati diri masyarakatnya sehingga bisa disebut sebagai dokumenter kearifan lokal bagi masyarakatnya. Oleh karena itu, banyak nilai-nilai yang terkandung di dalamnya, tak terkecuali nilai moral. Upaya dalam menjaga eksistensi nilai-nilai yang terkandung dalam naskah sehingga dapat diwariskan pada generasi selanjutnya adalah dengan pengkajian terhadap naskah. Hal ini merupakan wujud dari preservasi teks dalam naskah. Penggunaan naskah sebagai sumber penelitian merupakan cara paling efektif untuk mengklaim orisinalitas di dunia akademik (Latiar, 2018, hlm. 81).

Nilai Moral Jawa dalam naskah Tashrihah Al MuhtaajBerdasarkan uraian hasil di atas, terlihat bahwa distribusi nilai moral dalam naskah Tashrihah Al

Page 6: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202162

Halaman 57 — 70Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

tersebut merupakan nilai moral kejujuran terhadap diri sendiri. Karena ketidaktahuan terhadap suatu hukum, bukan alasan untuk menghukum suatu hal secara sembarangan. Hal yang perlu dilakukan adalah berdiam diri dan mencari tahu kebenaran, baik dengan studi pustaka ataupun menggali informasi dengan ahlinya. Ketika sudah mendapatkan keyakinan atas kebenaran hukum, selanjutnya dapat diaplikasikan. Terkait nilai kejujuran dalam cuplikan teks tersebut, baik orang yang sudah dewasa ataupun belum, harus senantiasa menjadi orang yang jujur. Oleh karena itu, penanaman nilai kejujuran baik dari orang tua ataupun sekolah sangatlah perlu sebagai bekal dalam kehidupan. Sikap jujur merupakan dasar setiap tindakan supaya menjadi orang yang kuat dalam bidang moral. Hal ini sejalan dengan pendapat Suseno yang menjelaskan bahwa kejujuran diwujudkan dalam sikap terbuka, yakni bahwa kita harus menjadi diri kita sendiri, sesuai dengan apa keyakinan kita, tanpa dibuat-buat (Suseno, 1987, hlm. 142–143).

Jika hati sudah jujur dan menjadi dirinya sendiri, kejujuran akan tercermin dalam perkataannya sehingga berdampak dengan minimnya kebohongan yang terucap. Kebohongan diyakini sebagai perbuatan berdosa dalam agama dan keyakinan mana pun. Hal tersebut juga yang termaktub dalam teks K melalui cuplikan di bawah ini.

… /åjå pisan doså gêdhé ujar gorohan// (K, hlm. 114) Terjemahan… / jangan sekali-kali berbohong karena merupakan dosa besar// (K, hlm. 114).

Kebohongan merupakan suatu ketidakjujuran. Hal itu merupakan perbuatan yang merugikan. Tatkala perbuatan tersebut dilakukan akan menumbuhkan kebohongan-kebohongan yang lain sehingga dampak yang ditimbulkan juga semakin banyak. Dalam teks tersebut dianalogikan dengan adanya dosa yang ditanggung.

Kejujuran juga diwujudkan dengan menepati janji. Hal ini termuat dalam teks B pada aturan ketika melakukan jual beli. Kalimat-kalimat yang menggambarkan kejujuran tersebut terlihat pada cuplikan teks berikut.

… /ora sah sulåyå wong kang adol anané/nutur rêgan tuwin nutur wangên sêmayané // (B, hlm. 8).Terjemahan…/ tidak sah hukumnya orang yang berjualan ingkar / dalam mengucapkan harga atau tenggang waktu yang dijanjikan // (B, hlm. 8).

Berdasarkan cuplikan teks tersebut, dapat diketahui bahwa dalam melakukan jual beli harus senantiasa menepati janji. Orang yang menjadi subjek untuk menepati janji pada cuplikan teks di atas adalah penjual. Jika penjual mengingkari sesuatu yang diucapkan, baik dalam hal harga maupun tenggang waktu ketika memberikan barang dagangannya, jual beli yang dilakukan dihukumi tidak sah. Karena ingkar terhadap sesuatu yang diucapkan, berarti orang tersebut sudah mengingkari janjinya. Hal ini menjadikan penjual sulit, bahkan tidak lagi dipercaya oleh pembeli. Selain itu, nama baiknya juga tercemar sehingga dapat mengakibatkan barang dagangannya susah terjual karena dianggap sudah membohongi dan merusak kepercayaan pembeli.

Kejujuran selanjutnya diwujudkan dengan tindakan ketika memberikan batas kepemilikan tanah. Hal tersebut termuat dalam petikan teks Ih berikut.

… /wong kang pådhå ngurip – urip bumi wus lêbur/têtapi tan kênå ora arêp jujur/nggawéå têtêngêr uripé bumi kamashur// (Ih, hlm. 140).Terjemahan… / orang yang menghidupkan bumi yang sudah rusak/tetapi mau tidak mau harus dilandasi dengan jujur/buatlah tanda kehidupan bumi sesuai dengan kelayakannya// (Ih, hlm. 140).

Kutipan teks tersebut menggambarkan bahwa pembuatan tanda yang biasanya untuk menandai batas tanah harus dilandasi dengan kejujuran. Jangan sampai memakan tanah milik orang lain di sekelilingnya. Adapun yang dimaksud menghidupkan bumi dalam cuplikan teks di atas adalah memanfaatkan tanah sebagai sesuatu yang diharapkan dan dibutuhkan, baik itu dibuat rumah sebagai tempat tinggal, persawahan sebagai sarana menumbuhkan tanaman, maupun halaman.

Jika tanah dimanfaatkan untuk rumah

Page 7: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202163

Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

Halaman 57 — 70

sebagai tempat tinggal, disaratkan untuk membuat dinding sebagai pembatas, atap yang melindungi dari panas dan hujan, dan pintu sebagai akses keluar masuk rumah. Jika tanah dimanfaatkan sebagai persawahan untuk menanam berbagai macam tumbuhan, disaratkan untuk mencangkul tanahnya, sehingga tanah yang menjadi gumuk dapat diratakan, adapun yang berlubang dapat dirapatkan. Selanjutnya, dilengkapi pula dengan sumur atau sungai buatan sebagai aliran air. Jika tanah akan dimanfaatkan sebagai halaman, harus dipagar sesuai dengan kebiasaan pada zamannya.

Pemanfaatan tanah tersebut harus didasarkan atas kejujuran. Upaya dalam menjunjung tinggi nilai kejujuran dalam pemanfaatan tanah tersebut, juga didasarkan pada kecermatan dan ketelitian sehingga tidak memakan tanah milik orang lain di sekelilingnya.

Orang yang jujur menjadikannya dapat dipercaya oleh orang lain. Artinya, kejujuran menjadi jalan pembuka bagi kehidupan yang lebih baik (Solihati et al., 2017, hlm. 269), dalam hal ini diwujudkan dengan adanya kepercayaan. Menurut keterangan dalam naskah, orang yang dipercaya disebut rasid. Penjabaran tentang rasid dapat diketahui melalui cuplikan teks M di bawah ini.

… /utawi partélané rasid kapêrcayaan // (M, hlm. 52)./o/yåiku bêcik agamané sarirané/nêtêpi wajib tinggal gêdhé dosané/lan bêcik artané bênêr marintahané/kåyåtå yèn ora gawé ing artané// (M, hlm. 52)./o/ kang diharåmkanên déné sarak hukuman / kang ngarusak ing adil kaparcayaan/lan tan agawé ing artané mubadiran/ … (M, hlm. 52).Terjemahan… /penjelasan tentang rasid adalah dapat dipercaya // (M, hlm. 52)./o/ yaitu dirinya baik agamanya, /memenuhi kewajiban, meninggalkan dosa besar/dan baik hartanya, benar dalam menggunakannya/seperti tidak menggunakan hartanya// (M, hlm. 52)./o/ pada hal yang diharamkan oleh hukum syara’ / yang dapat merusak pada adilnya kepercayaan / dan tidak menjadikan hartanya habis sia – sia / … (M, hlm. 52).

Berdasarkan cuplikan teks di atas, rasid

adalah orang yang dapat dipercaya. Adapun ciri-ciri rasid tersebut adalah: (1) baik agamanya, yaitu melaksanakan kewajiban dan meninggalkan perbutan dosa, dan (2) adil dalam mengalokasikan hartanya, artinya tidak menggunakan hartanya untuk hal yang diharamkan menurut hukum agama dan tidak menjadikan hartanya habis sia-sia. Hal yang melandasi tindakan rasid tersebut adalah menjunjung tinggi nilai kejujuran. Hal itu tercermin pada kebaikan dalam beragama yang melaksanakan kewajiban dan meninggalkan dosa. Selain itu, juga diwujudkan dengan kebijaksanaannya dalam mengalokasikan hartanya. Kedua hal tersebut mendasari kepercayaan orang lain kepada dirinya.

Tanggung JawabSelanjutnya, nilai tanggung jawab ditemukan dalam naskah TM adalah ketika dipercaya orang lain atas barang miliknya. Hal ini ditemukan dalam teks G, sebagaimana tampak pada cuplikan teks berikut.

/o/ lan ora katêmpuhan wong kang nariman / ing gadhéan anging sabab ilang katêksiran / … (G, hlm. 42)Terjemahan/○/dan tidak diwajibkan mengganti, orang yang menerima/barang gadaian kecuali hilang karena kelalaiannya/… (G, hlm. 42).

Cuplikan teks tersebut menjabarkan bahwa orang yang menerima barang gadaian kemudian menghilangkan barang tersebut diwajibkan untuk menggantinya. Adapun kewajiban mengganti jika hilangnya karena kelalaian orang tersebut, baik lalai dalam menyimpan maupun lalai saat memanfaatkannya. Namun, apabila hilangnya barang gadaian tersebut karena keadaan di luar kendali manusia, seperti halnya gempa bumi, banjir dan bencana lainnya, tidak menjadikan kewajiban orang yang menerima gadaian mengganti barang yang hilang.

Selanjutnya, barang yang hilang selama dipercayakan kepada wakil. Adapun yang disebut wakil dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj adalah orang yang dikuasakan menggantikan orang lain. Hal tersebut termuat dalam cuplikan teks berikut.

Page 8: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202164

Halaman 57 — 70Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

... /lan ora katêmpuhan wakil kapêrcayaan/anging kêlawan sabab taksir kinawêruhan/ing dalêm barang kang dipasrahakên ing jêronan // (W, hlm. 80—81).Terjemahan… / dan tidak diwajibkan mengganti atas wakil yang dipercaya / kecuali diketahui karena kelalaiannya / atas barang yang dipasrahkan selama dirinya menjadi wakil// (W, hlm. 80—81).

Data tersebut menjelaskan bahwa ketika seseorang menjadi wakil dan menghilangkan barang yang dipercayakan kepadanya, diwajibkan untuk mengganti. Hal tersebut dilakukan karena kelalaian orang tersebut dalam menjalankan amanahnya. Wujud tanggung jawab selanjutnya adalah ketika menghilangkan barang titipan. Data yang ditemukan dalam naskah terkait hal ini tertulis di bawah ini.

/○/ lan lamun dijaluk båndhå titipan / déné wong kang titip wus kinawêruhan / mångkå ora mêtokakên båndhå titipan / sartå kuwåså ing atasé tan kauduran // (Wd, hlm. 182—183)./○/ malah têmah ilang titipan kênyataan / mångkå katêmpuhan sabab kataksirané / … (Wd, hlm. 183). Terjemahan/○/ dan jika barang titipan diambil /adapun orang yang titip sudah diketahui/maka jika tidak mengeluarkan barang titipan/serta kuasa atas barang tersebut dan tanpa udur// (Wd, hlm. 182—183)./○/ justru barang tersebut hilang/maka wajib bertanggung jawab karena kelalaiannya/… (Wd, hlm. 183).

Berdasarkan cuplikan data di atas dapat diketahui bahwa orang yang dititipi adalah orang yang sudah dipercaya. Ketika barang yang dititipkan sampai tidak bisa dikembalikan, justru malah hilang karena kelalaiannya, wujud tanggung jawab orang yang dititipi adalah harus mengganti barang tersebut.

Ketiga wujud tanggung jawab adalah mengganti barang karena barang yang hilang atas kelalaian karena dalam “tanggung jawab” terkandung pengertian “penyebab”. Orang bertanggung jawab atas sesuatu yang disebabkan olehnya. Orang yang tidak menjadi penyebab dari suatu akibat tidak bertanggung

jawab juga (Bertens, 2013, hlm. 99). Dalam hal ini penyebab dari tanggung jawabnya karena orang tersebut dipercaya, dan atas kelalaiannya selama mengemban kepercayaan sehingga menyebabkan barang yang dipercayakan hilang dan harus diganti.

Ketika seseorang menerima barang gadaian, menjadi wakil, dan menerima barang titipan, orang tersebut adalah orang yang dipercaya. Dalam hal ini dirinya harus bertanggung jawab atas kepercayaan tersebut yang merupakan wujud tanggung jawab prospektif. Tanggung jawab prospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang akan datang. Jadi selama barang yang dipercayakan ada pada dirinya (Bertens, 2013, hlm. 100–101). Maka dirinyalah yang harus bertanggung jawab atas barang tersebut.

Dibanding tanggung jawab prospektif, tanggung jawab yang lebih menonjol dalam dalam ketiga kasus di atas adalah tanggung jawab retrospektif. Tanggung jawab retrospektif adalah tanggung jawab atas perbuatan yang telah berlangsung dan segala konsekuensinya (Bertens, 2013, hlm. 100–101). Hal ini diwujudkan ketika barang hilang selama digadai, dipercayakan kepada wakil, dan ketika dititipkan. Orang yang dipercayakan atas hal tersebut diwajibkan untuk menggantinya. Sejalan dengan uraian di atas, penggantian barang berupa tanggung jawab retrospektif tersebut karena didasarkan atas kelalaian orang yang diberi kepercayaan.

KerukunonSelain nilai tanggung jawab, terdapat pula nilai moral kerukunon. Nilai tersebut terlihat pada teks S dalam cuplikan berikut.

… /iku sêdulur agama Islam kabêcikan/mångkå pådhå gawéå suluh rêrukunon/sirå kabèh ing antarané sêduluran// (S, hlm. 64).Terjemahan… /sebagai kebaikan sesama pemeluk agama Islam/maka lakukanlah suluh sebagai wujud kerukunon/antara kalian dengan sesama saudara kalian// (S, hlm. 64).

Pada kutipan teks tersebut dapat diketahui bahwa setiap muslim hendaknya saling menjaga kerukunon. Upaya menjaga kerukunon tersebut adalah dengan melakukan suluh. Adapun suluh

Page 9: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202165

Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

Halaman 57 — 70

menurut yang tertulis dalam naskah adalah akad melerai perselisihan setelah diketahui adanya kesepakatan. Hal ini bertujuan untuk merekatkan kembali persaudaraan sesama muslim. Adapun wujud suluh yang termuat dalam naskah ada dua, yaitu suluh ibra’ dan suluh lironan. Suluh ibra’termuat dalam cuplikan teks S berikut.

/o/mångkå partélané suluh ibra’ anané /iku anyêndhêk saking haké utangané/ atas sêtêngahé pêmbayaré artané/ ... (S, hlm. 59).Terjemahan/o/ penjelasan dari adanya suluh ibra’/yaitu meringkas dari hak utangnya/menjadi setengah pembayaran uangnya/ … (S, hlm. 59).

Kutipan teks tersebut menjelaskan bahwa salah satu upaya menjaga kerukunon adalah dengan memotong utang menjadi setengahnya. Hal ini disebabkan orang yang berutang tidak bisa melunasi sesuai dengan kesepakatan sebelumnya. Tujuan dari suluh ibra’ ini adalah supaya utang tersebut segera dapat dilunasi, sehingga tidak berlarut-larut. Adapun setengah dari utang yang tidak dibayarkan dianggap sebagai pemberian dari orang yang memberikan utang. Adapun Suluhlironan juga termuat dalam teks S. Selanjutnya, wujud kerukunon berupa suluh lironan dapat diketahui melalui cuplikan teks berikut.

/o/ utawi partélané suluh lironan/angalihakên saking haké artané/maring liyané ... (S, hlm. 60).Terjemahan/○/penjelasan suluh lironan yaitu/ mengalihkan dari hak uang/menjadi selain uang … (S, hlm. 60).

Kutipan tersebut memberikan pengertian bahwa suluh lironan adalah mengalihkan hak uang menjadi barang lainnya. Jika sebelumnya sudah disepakati bahwa transaksi dibayar dengan menggunakan uang, tetapi alasan tertentu sehingga kemudian transaksi tersebut tidak bisa dibayar menggunakan uang, hak atas uang tersebut dapat dialihkan dengan barang lainnya. Upaya pengalihan ini yang disebut dengan suluh lironan. Dalam pengalihan uang menjadi barang lainnya tentu atas dasar kesepakatan yang diperbarui oleh kedua belah

pihak karena selanjutnya akan berkaitan dengan besaran atau jenis pengganti uang tersebut.

Kedua hal tersebut merupakan wujud kerukunon dalam bermasyarakat yang berdasarkan asas tolong-menolong sehingga menciptakan kesejahteraan dan kebahagiaan bagi semua. Hal ini sesuai dengan pepatah Jawa yang menyebutkan bahwa, “rukun agawe santosa”, yang merupakan bukti bahwa pada konteks masyarakat Jawa sudah disadari arti pentingnya kerukunon dalam mewujudkan harmoni kehidupan. Sentosa dalam kosakata Jawa tidaklah semata-mata dipahami “kuat” dalam artifisik semata, tetapi juga memiliki makna jauh lebih dalam, yaitu kesejahteraan atau kebahagiaan bagi semua (Hasim, 2012, hlm. 309)).

Meskipun sudah ada kesepakatan antara kedua belah pihak, memang kondisi tidak memungkinkan untuk menepati kesepakatan tersebut, masih ada kelonggaran dengan adanya suluh ibra’ dan suluh lironan. Meskipun secara perhitungan matematika, hal tersebut merupakan suatu hal yang merugikan. Namun, bagi orang Jawa keuntungan tidak hanya didasarkan atas materi. Hal ini sesuai dengan prinsip orang Jawa yang berbunyi “tuna satak bathi sanak”, yang artinya bahwa walaupun rugi sedikit, tetapi persaudaraan sebagai keuntungannya. Hal ini membuktikan bahwa kerukunon bagi orang Jawa adalah satu pilar hidup yang tidak bisa ditawar(Hasim, 2012, hlm. 307).

Teks Sp dalam naskah TM juga memuat nilai kerukunon yang berdasarkan atas dasar keadilan. Hal ini tampak dalam kutipan teks berikut.

/o/ parkårå wong roro kang pådhå pêpatungan/amrih pêmbaginé hasil rêrukunon/… (Sp, hlm. 110).Terjemahan/○/perihal dua orang yang mengadakan patungan/supaya pembagian hasil dengan kerukunon/… (Sp, hlm. 110).

Kutipan teks tersebut menjelaskan bahwa ketika ada orang yang mengadakan patungan, pembagian hasil patungan tersebut harus berdasarkan pada prinsip kerukunon. Untuk mencapai kerukunon, harus menegakkan

Page 10: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202166

Halaman 57 — 70Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

nilai keadilan. Oleh karena itu, upaya dalam pembagiannya atas dasar sama rata dan sama rasa. Ketika beban iuran sama rata, hasil yang diterima juga demikian. Ketika beban iuran berbeda besaran, hasil yang diterima juga harus sesuai dengan presentase besaran iuran tersebut. Dalam hal ini tidak ada yang diuntungkan dan tidak ada yang dirugikan. Semua mempunyai kesamaan hak atas apa yang seharusnya diterima, keadilan ini disebut keadilan tukar menukar (Wibawa, 2013, hlm. 129). Keadaaan yang rukun akan menciptakan suasana harmoni, dalam semboyan Jawa disebut dengan istilah urip kanthi ayom ayem tentrem bagya mulya.

Keadaan rukun tersebut tentu tidak lepas dari perbuatan baik yang dapat diwujudkan dengan cara berbicara baik dengan orang lain. Karena asal bicara bisa menyakiti orang lain, menimbulkan perselisihan atau permusuhan dengan orang lain (Hasim, 2012, hlm. 313). Terlebih jika berbicara yang disertai dengan makian. Dalam naskah TM disebutkan larangan memaki. Hal ini tampak pada teks Wd dalam cuplikan teks berikut.

… /åjå mêmisuh sirå kabèh ing kadonyan/… (Wd, hlm. 186).Terjemahan… /jangan berkata kasar kalian semua di dunia/ … (Wd, hlm. 186).

Cuplikan teks tersebut memberikan pengertian bahwa misuh merupakan sebuah larangan. Kata misuh dalam istilah Jawa sama halnya dengan memaki. Hal tersebut merupakan perbuatan tercela yang dapat menyakiti hati orang lain. Selain itu, misuh merupakan penggambaran bahwa kualitas diri seseorang tidak mencirikan kualitas yang baik. Hal ini berkaitan dengan pepatah Jawa, ajining dhiri saka lathi, yang mana indikator kualitas diri manusia itu berasal dari apa yang diucapkan. Oleh karena, itu kata-kata bisa menumbuhkan simpati dan cinta kasih seseorang bisa memberikan kenyamanan dan ketenangan jiwa seseorang dan kata-kata juga bisa menjadi racun dan membunuh orang lain (Siswayanti, 2013, hlm. 217). Dalam bertutur kata harus melibatkan hati dan pikiran. Hal ini merupakan upaya kontrol diri dalam upaya menjadikan diri lebih baik, dengan harapan dapat menciptakan

keadaan yang rukun.

KeadilanNilai keadilan juga termuat pada naskah TM. Hal ini ditemukan dalam teks Sh ketika dua atau beberapa orang melakukan serikat dagang. Keadilan tersebut tampak pada cuplikan teks berikut.

/o/atas kadaré artané wong roroné/ pådhå ugå såmå artané lan samané/nggoné marintahakên tuwin bédå– bédané/pon sah têtapi bathiné artané// (Sh, hlm. 77)./o/iku ingitung kêlawan artå pawitan/kang akèh pawitan iku akèh ingambilan/bathiné kang kêdhik pawitané kinawêruhan/iku angambil kêdhik panduman ingitungan// (Sh, hlm. 77).Terjemahan/○/kuasa atas uang terhadap kedua orang/sama halnya uang dan sama/dalam memerintah atau bahkan berbeda-beda/maka sah, tapi keuntungan hartanya // (Sh, hlm. 77)./○/dihitung berdasarkan harta modal/yang meberikan modal banyak, maka banyak pula mengambil/keuntungannya, yang sedikit memberikan modal/juga mengambil sedikit dari hitungan pembagiannya// (Sh, hlm. 77).

Kutipan teks tersebut mengandung arti bahwa presentase pembagian keuntungan berdasar pada seberapa besar modal yang ditanamkan. Hal tersebut merupakan wujud keadilan dalam melaksanakan perserikatan. Tidak ada pihak yang dirugikan meskipun menanam modal dalam jumlah sedikit. Kecermatan dan kehati-hatian perlu ditegakkan guna mencapai keadilan tersebut. Dengan adanya keadilan tersebut, diharapkan terhindar dari pertengkaran dan perselisihan.Menurut falsafah orang Jawa, bagi mereka yang berselisih, anugerah rezeki akan semakin jauh (Endraswara, 2003, hlm. 85).

Hati NuraniNilai lain yang ditemukan dalam dalam naskah TM adalah hati nurani, nilai hati nurani diwujudkan dengan kepedulian terhadap sesama dalam bentuk memberikan bantuan atau pertolongan. Hal ini termuat dalam teks U sebagaimana tampak pada cuplikan teks berikut.

Page 11: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202167

Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

Halaman 57 — 70

ada pada akad. Jika memberikan piutang harus disertai dengan akad karena kedepannya orang yang menerima piutang berarti mempunyai kewajiban untuk melunasinya sehingga perlu kesepakatan pada kedua belah pihak. Namun, orang yang memberi dan menerima bantuan tanpa akad pun tidak jadi masalah karena tidak ada kewajiban mengembalikan bantuan. Jika dari orang yang menerima bantuan ingin berbalas budi, hal tersebut bukanlah suatu kewajiban, melainkan merupakan gerakan dari hati nuraninya untuk berbalas budi.

Nilai hati nurani juga tampak pada kepedulian terhadap sesama untuk memberikan nasihat-nasihat kebaikan pada orang lain. Hal ini tampak pada teks S melalui cuplikan teks berikut.

…/pênggawéné sêkèh manuså mumpangat/awèh pitutur bênêr kang dihajat// (S, hlm. 67).Terjemahan… /pekerjaan yang bermanfaat pada sebagian manusia/yaitu memberikan nasihat yang benar dari kehendaknya sendiri// (S, hlm. 67).

Cuplikan teks di atas merupakan salah satu tindakan manusia yang bermanfaat kepada sesamanya, yaitu memberikan nasihat baik yang merupakan kehendaknya sendiri. Artinya, keinginan tersebut merupakan keinginannya dari hati nuraninya. Meskipun ini diyakini sebagai perbuatan terpuji, pada praktiknya harus dilakukan secara hati-hati dan menggunakan teknik yang tepat supaya tidak menimbulkan kesalahpahaman karena watak dan keadaan setiap manusia berbeda-beda.

Relevansi Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al–Muhtaaj dan Nilai Budaya dan Karakter Bangsa Nilai kejujuran merupakan landasan moral yang menjadikan manusia dapat dipercaya atau tidak di masyarakat. Kejujuran yang dimaksud dalam naskah TM adalah jujur terhadap diri sendiri, jujur dalam perkataan dan tindakan, dan menepati janji. Orang yang jujur menjadikannya selalu dipercaya oleh orang lain. Oleh karena itu, nilai kejujuran dalam naskah TM ini relevan dengan nilai jujur menurut Kementerian Pendidikan Nasional yang menjelaskan bahwa nilai jujur tersebut

/o/ iyå wong motangi iku sunah muakad/karånå satuhuné ing jêroné kahimat/iku têtulung atas bukakakên dihajat/kasusahané wong mukmin mêdåråt// (U, hlm. 32).Terjemahan/○/Iya orang yang memberikan utang merupakan sunah muakad/karena sesungguhnya dalam hal tersebut ada kemauan/yaitu pertolongan dalam membukakan/kesusahan orang mukmin yang membahayakan// (U, hlm. 32).

Dalam cuplikan teks tersebut terlihat bahwa memberikan piutang merupakan wujud dalam memberikan pertolongan kepada orang lain. Dapat disebut pertolongan, karena sebagai upaya memecahan kesusahan orang lain. Ditinjau dari segi agama (Islam), hal tersebut merupakan perbuatan sunah muakad, yakni sunah yang dianjurkan untuk dilakukan.

Selain memberikan piutang, pertolongan juga dapat diwujudkan dengan memberikan bantuan atas kebutuhan pokok yang belum bisa terpenuhi. Hal tersebut sebagaimana tampak pada teks serupa melalui cuplikan berikut.

… / lan awèh mangan ing wong kang luwé nyatané/lan awèh pênganggo ing wong kawudanané// (U, hlm. 33).Terjemahan… /dan memberikan makan kepada orang yang kelaparan/dan memberikan pakaian pada orang yang tidak berpakaian// (U, hlm. 33).

Cuplikan teks tersebut memberikan pemahaman bahwa wujud empati atas keadaan orang lain adalah dengan memberian bantuan sesuai dengan yang dibutuhkan. Ketika ada orang yang membutuhkan makanan, maka dapat diberi makanan. Begitu pula pada orang yang membutuhkan pakaian, hendaklah diberi pakaian. Pada bagian ini mengindikasikan bahwa memberikan sesuatu kepada orang lain berupa sesuatu yang sedang dibutuhkan sehingga tepat guna. Selain memberikan kebermanfaatan, tentu mendatangkan kebahagiaan dan kepuasan tersendiri bagi yang memberi dan yang menerima.

Meskipun keduanya sama-sama wujud empati kepada orang lain atas dasar hati nurani, tentu memiliki perbedaan. Perbedaan keduanya

Page 12: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202168

Halaman 57 — 70Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

bertindak yang menilai sama hak dan kewajiban dirinya dengan orang lain (Kemendiknas, 2010, hlm. 10). Keadilan tersebut diwujudkan dalam kesetaraan dalam pembagian hak atas kewajiban yang ditunaikan.

Nilai hati nurani dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj merupakan wujud empati kepada orang lain atas keadaan yang dialaminya. Hal ini relevan dengan nilai budaya dan karakter bangsa, yaitu nilai peduli sosial, yang mana merupakan sikap dan tindakan yang selalu ingin memberi bantuan pada orang lain dan masyarakat yang membutuhkan (Kemendiknas, 2010, hlm. 10). Wujud kepedulian tersebut seperti halnya memberikan bantuan berupa piutang, makanan, dan pakaian kepada yang membutuhkan, serta dengan memberikan nasihat yang baik. Dengan demikian, nilai moral dalam temuan penelitian ini dapat dijadikan contoh pelaksanaan pendidikan karakter.

SIMPULANBerdasarkan hasil penelitian, dapat disimpulkan bahwa nilai-nilai moral dalam naskah TM tidak hanya ditunjukkan dalam perintah secara eksplisit. Namun, juga ditunjukkan dengan larangan terhadap perilaku-perilaku yang dinilai negatif sehingga dapat dijadikan pembelajaran dalam kehidupan sehari-hari.

Implikasi hasil penelitian ini adalah naskah yang berjudul Tashrihah Al-Muhtaaj mengandung nilai moral dalam kehidupan sehari-hari yang relevan dengan beberapa nilai budaya dan karakter bangsa menurut Kemendiknas. Nilai-nilai tersebut dapat diterapkan sebagai acuan atau contoh pendidikan karakter di sekolah.

DAFTAR PUSTAKA

Bertens, K. (2013). Etika. Yogyakarta: Kanisius.

Endraswara, S. (2003). Budi Pekerti dalam Budaya Jawa. Yogyakarta: Hanindita.

Hasanah, U. (2018). Nilai Moral dalam Sāq Al-Bambū Karya Saʻūd Al-Sanʻūsī. Adabiyyāt: Jurnal Bahasa dan Sastra, 1(1), 112. https://doi.org/10.14421/ajbs.2017.01106.

adalah perilaku yang didasarkan pada upaya menjadikan dirinya sebagai orang yang selalu dapat dipercaya dalam perkataan, tindakan, dan pekerjaan (Kemendiknas, 2010, hlm. 9). Berdasarkan nilai kejujuran yang diaplikasikan dalam setiap contoh dalam naskah TM, hal tersebut dapat dijadikan sebagai acuan dan contoh konteks dalam pelaksanaan pendidikan karakter.

Nilai tanggung jawab yang termuat dalam naskah merupakan wujud nilai moral prospektif dan retrospektif, yang mana nilai tanggung jawab harus senantiasa ditegakkan ketika mendapatkan tugas. Hal ini relevan dengan nilai tanggung jawab pada nilai budaya dan karakter bangsa menurut (Kemendiknas, 2010, hlm. 10), yang merupakan sikap dan perilaku seseorang untuk melaksanakan tugas dan kewajibannya, yang seharusnya dia lakukan terhadap diri sendiri, masyarakat, lingkungan (alam, sosial, budaya), negara, dan Tuhan Yang Maha Esa. Meskipun dalam hal ini pengertian tanggung jawab menurut Kemendiknas lebih menonjol pada tanggung jawab prospektif, sedangkan dalam naskah lebih menonjolkan tanggung jawab retrospektif. Meskipun demikian, hal ini dapat dijadikan sebagai contoh pelaksanaan pendidikan pada nilai karakter tanggung jawab.

Nilai kerukunan dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj diwujudkan dalam kerelaan berkorban dan senantiasa berbicara dengan baik/santun untuk menciptakan keadaan yang rukun. Hal ini relevan dengan nilai budaya dan karakter bangsa pada nilai toleransi dan cinta damai. Toleransi adalah sikap dan tindakan yang menghargai perbedaan agama, suku, etnis, pendapat, sikap, dan tindakan orang lain yang berbeda dari dirinya. Adapun cinta damai adalah sikap, perkataan, dan tindakan yang menyebabkan orang lain merasa senang dan aman atas kehadiran dirinya (Kemendiknas, 2010, hlm. 9–10). Keduanya merupakan nilai yang menciptakan kerukunon sesama manusia. Namun, kerukunon dalam naskah TM lebih spesifik pada sikap dan tindakan sesama manusia yang dapat dijadikan sebagai contoh pendidikan karakter.

Nilai keadilan dalam naskah Tashrihah Al-Muhtaaj relevan dengan nilai-nilai budaya dan karakter bangsa pada nilai demokratis, yang merupakan cara berfikir, bersikap, dan

Page 13: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202169

Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)

Halaman 57 — 70

Suhardi, & Thahirah, A. (2018). Nilai Pendidikan Karakter pada Cerpen Waskat Karya Wisran Hadi. Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra, 18(1), 114–122. https://doi.org/10.17509/bs_jpbsp.v18i1.12151.

Suharsono, S., Mustansyir, R., & Murtiningsih, R. (2019). Moral Dimension of Javanese Forgiveness in Serat Wedhatama and Serat Nitiprana. Proceeding of the 2nd International Conference Education Culture and Technology, ICONECT 2019, 20--21 August 2019, Kudus, Indonesia, 1, 1–11. https://doi.org/10.4108/eai.20-8-2019.2288088.

Suseno, F. (1987). Etika Dasar: Masalah-Masalah Pokok Filsafat Moral. Yogyakarta: Penerbit Kanisius.

Suwardani, N. (2015). Pewarisan Nilai-nilai Kearifan Lokal untuk Memproteksi Masyarakat Bali dari Dampak Negatif Globalisasi. Jurnal Kajian Bali (Journal of Bali Studies), 5(2), 247–264.

Wibawa, S. (2013). Filsafat Moral Jawa Seh Amongraga dalam Serat Centhini. Yogyakarta: UNY Press.

Wibawa, S. (2013). Moral Philosophy in Serat Centhini: Its Contribution for Character Education in Indonesia. Asian Journal of Social Sciences & Humanities, 2(4), 173–184. http://staffnew.uny.ac.id/upload/131570315/penelitian/Artikel+Jurnal+Internasional+Ajssh.pdf.

Yusuf, H. (2016). Urgensi Filsafat dalam Kehidupan Masyarakat Kontemporer: Tinjauan Filsafat Islam terhadap Fungsi Moral dan Agama. Jurnal Theologia, 27(1), 51. https://doi.org/10.21580/teo.2016.27.1.926

Hasim, M. (2012). Falsafah Hidup Jawa dalam Naskah Sanguloro. Jurnal Lektur Keagamaan, 10(2), 301–320. https://doi.org/10.31291/jlk.v10i2.184.

Kementerian Pendidikan Nasional. (2010). Pengembangan pendidikan budaya dan karakter bangsa pedoman sekolah. Jakarta: Kemdiknas.

Koesoema, D. (2018a). Pendidikan Karakter Berbasis Komunitas. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

Koesoema, D. (2018b). Pendidikan Karakter Berbasis Sekolah. Yogyakarta: Penerbit PT Kanisius.

Latiar, H. (2018). Preservasi Naskah Kuno Sebagai Upaya Pelestarian Budaya Bangsa. Al-Kuttab : Jurnal Perpustakaan Dan Informasi, 5(1), 67. https://doi.org/10.24952/ktb.v5i1.827.

Muchson, A.R. (2009). Dimensi Moral dalam Pendidlkan Kewarganegaraan. Jurnal Civics: Media Kajian Kewargaan, 6(1), Issue 1. https://doi.org/10.21831/civics.v6i1.5675

Pramasvati, S.K., & Holil, M. (2018). The Moral Values in Serat Darma Sejati Manuscript. IOP Conference Series: Earth and Environmental Science, 175(1). https://doi.org/10.1088/1755-1315/175/1/012124.

Siswayanti, N. (2013). Nilai-Nilai Etika Budaya Jawa dalam Tafsir Al-Huda. Jurnal Analisa, 20(2), 207–220.

Solihati, N., Hikmat, A., & Elmikasari, Y. (2017). Nilai Moral dalam Antologi Cerpen Filosofi Kopi dan Implikasinya dalam Pembelajaran Sastra. Jurnal Kependidikan, 1(2), 263–176.

Sudrajat, S., Suryo, D., & Siswoyo, D. (2018). Moral Values of Javanese Leader in Serat Wedhatama. Asian Social Science, 14(3), 49. https://doi.org/10.5539/ass.v14n3p49.

Page 14: HERMENEUTIKA NILAI MORAL JAWA DALAM NASKAH …

ISSN 0854-3283 (Print), ISSN 2580-0353 (Online), Vol. 33, No. 1, Juni 202170

Halaman 57 — 70Hermeneutika Nilai Moral Jawa dalam Naskah Tashrihah Al-Muhtaaj dan Relevansinya dalam Pendi-dikan (Arifatul Anisa, Sutrisna Wibawa)