free speech theories

4
Free Speech Theories Benedict Spinoza Seorang filsuf belanda yang bukan hanya mendukung tentang kebebasan berekspresi, namun juga mendukung adanya kebebasan beragama. Spinoza mendesain teori sosialnya seperti yang digunakan oleh plato. Spinoza mengatakan bahwa jika manusia tetap tidak menyadari lingkungan asli mereka, dan hanya memperhatikan dirinya dan masalanya sendiri, mereka tidak akan pernah menyadari potensi mereka sebagai agen yang bebas dan otonom. Pandangan tersebut mengantarnya untuk merancang filosofi politik yang ia beri nama Theological-Political Treatise yang intinya mendukung kebebasan berbicara sebagai kontributor utama bagi kepentingan publik dan tatanan sosial. Dan dia percaya bahwa setiap orang mempunyai hak untuk berpikir apa yang mereka mau dan berbicara apa yang mereka pikirkan. John Milton and Marketplace of Ideas Pada tahun 1644 dia menerbitkan kritikan pedas mengenai sensor yang berjudul Areopagitica: A Speech for the Liberty of Unlicensed Printing, yang isinya Milton membela hak nya untuk menerbitkan pamphlet tentang perceraian

Upload: jeremy-christian

Post on 26-Sep-2015

213 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

teori dalam penelitian kualitatifsalah satu teori di kualitatifkebebasan berbicara dalam kualitatifdalam teori ini dijelaskan mengenai apa itu free speech teori

TRANSCRIPT

Free Speech Theories

Benedict Spinoza

Seorang filsuf belanda yang bukan hanya mendukung tentang kebebasan berekspresi, namun juga mendukung adanya kebebasan beragama. Spinoza mendesain teori sosialnya seperti yang digunakan oleh plato. Spinoza mengatakan bahwa jika manusia tetap tidak menyadari lingkungan asli mereka, dan hanya memperhatikan dirinya dan masalanya sendiri, mereka tidak akan pernah menyadari potensi mereka sebagai agen yang bebas dan otonom. Pandangan tersebut mengantarnya untuk merancang filosofi politik yang ia beri nama Theological-Political Treatise yang intinya mendukung kebebasan berbicara sebagai kontributor utama bagi kepentingan publik dan tatanan sosial. Dan dia percaya bahwa setiap orang mempunyai hak untuk berpikir apa yang mereka mau dan berbicara apa yang mereka pikirkan.

John Milton and Marketplace of Ideas

Pada tahun 1644 dia menerbitkan kritikan pedas mengenai sensor yang berjudul Areopagitica: A Speech for the Liberty of Unlicensed Printing, yang isinya Milton membela hak nya untuk menerbitkan pamphlet tentang perceraian tanpa sensor dari pemerintah. Namun hal itu membuat parlemen inggris dan gereja anglikan. Oleh karena itu Milton membayangkan sebuah dunia dimana kebenaran selalu menang atas kepalsuan, yang juga dikenal sebagai The self-righting principle. Dengan munculnya pemikiran itu, munculah konsep Pasar ide-ide (Marketplace of Ideas), yang menyatakan bahwa semua ide-ide itu dapat dan diharapkan bersaing dengan ide-ide lain dalam debat terbuka.

John Stuart Mill, yang juga memberi sumbangan terhadap teori milik Milton, juga menyatakan bahwa sebuah kebenaran itu lebih baik dinyatakan melalui debat terbuka. Mill juga menyatakan tentang beberapa pembenaran mengenai Marketplace, yaitu:

1. Jika sebuah statement mengandung kebenaran dan kita membungkamnya, kita kehilangan kesempatan untuk melihat inti dari kebenaran itu dan kehilangan kesempatan untuk melakukan pertukaran untuk mengetahui kekeliruan yang mungkin ada

2. Hasil dari bentrokan antara dua opini, kemungkinan besar akan memunculkan kebenaran yang melekat di keduanya

3. Bahkan, jika opini lawan itu benar-benar salah, dengan tidak berdebat dengan opini tersebut, maka pada akhirnya kebenaran menjadi tak terbantahkan

The Marketplace of Ideas in Modern Times

Saat ini, teori The Marketplace of Ideas masih digunakan oleh orang yang bekerja di media. Akan tetapi, kekuatan argument , kekuatan argument bertumpu pada beberapa asumsi yang dipertanyakan oleh konsumer dan para pengkritis media. Yang pertama adalah, rasionalitas mungkin tidak seperti yang para filsuf harapkan. Yang kedua adalah, bagaimanapun kepercayaan kita mengenai kebenaran selalu mengalahkan kepalsuan, kita tidak bisa selalu membedakan diantara keduanya, apalagi kebenaran itu dinilai subjektif. Dengan demikian, teori ini berkembang, dan penerimaan publik lebih dipentingkan daripada kebenaran itu sendiri. Beberapa kritikus yang mendalami teori ini menemukan nilai yang mendefinisikan tentang kebebasan berbicara, yaitu successful exchange of information. Konsep ini mengasumsikan bahwa Speech adalah sebuah komoditas dan keberhasilannya dalam marketplace bergantung semata-mata pada kemampuannya bersaing untuk mendapatkan penerimaan oleh publik, entah itu benar atau tidak. Neil Postman, seorang kritikus media, mengatakan bahwa efisiensi adalah sebuah pertanda dari masa modern (Technical Age). Menurut Postman, kemajuan teknologi bekerja secara efektif ketika orang dipahami sebagai konsumer. Dia berpendapat bahwa aku tidak mempunyai tanggung jawab terhadap konsekuensi dari keputusan saya (i have no responsibility for the consequences of my decisions), argumen tersebut menunjukan bahwa lebih penting menjadi efisien daripada bermoral. Implikasi dari hipotesis ini sangat jelas bagi para pekerja media, apalagi mereka yang bekerja untuk menciptakan sebuah berita atau pesan yang akan bersaing dengan berita-berita lainnya.