fraud laporan keuangan dalam perspektif fraud …
TRANSCRIPT
FRAUD LAPORAN KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF ………………………………..…. (Pasaribu & Kharisma)
53
FRAUD LAPORAN KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF
FRAUD TRIANGLE
Rowland Bismark Fernando Pasaribu
Fakultas Ekonomi Universitas Gunadarma
Angrit Kharisma
Jurusan Akuntansi FE Universitas Gunadarma
ABSTRACT
This research aims to obtain empirical evidence of the effectiveness of the fraud triangle in detecting
fraudulent financial statement. The variables of the fraud triangle are used a proxy external pressure
with LEV, financial stability pressure by ACHANGE, nature of industry by RECEIVABLE effective
monitoring by BDOUT proxy and change in auditor by CPA. Detecting of fraudulent financial
statement in this research uses a proxy earnings management. The population of this research is the
manufacturing companies listed on Indonesia Stock Exchange in 2008 - 2016. Statistical data
analysis method used is linear regression. The result of this research indicate that the nature of
indutry influence the financial statement fraud. Meanwhile, the external pressure, financila stability,
ineffective monitoring and change in auditor has no significant impact on financial statement fraud.
Keywords: Financial statement fraud, external pressure, nature of industry, financial stability,
ineffective monitoring, change in auditor, earnings management.
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk memperoleh bukti empiris mengenai efektivitas dari fraud triangle
dalam mendeteksi kecurangan laporan keuangan. Variabel-variabel dari fraud triangle adalah
external pressure yang diproksikan dengan LEV, financial stability yang diproksikan dengan
ACHANGE, nature of industry yang diproksikan dengan RECEIVABLE, ineffective monitoring yang
diproksikan dengan BDOUT dan chabnge in auditor yang diproksikan dengan CPA. Pendeteksian
kecurangan laporan keuangan dalam penelitian ini menggunakan manajemen laba. Populasi dari
penelitian ini adalah perusahaan manufaktur yang terdaftar pada Bursa Efek Indonesia tahun 2008-
2016. Metode analisis data statistik yang digunakan adalah regresi berganda. Hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa hanya nature of industry yang berpengaruh signifikan terhadap kecurangan
laporan keuangan. Sementara itu, external pressure, financial stabiliy, ineffective monitoring dan
change in auditor tidak berpengaruh signifikan terhadap kecurangan laporan keuangan.
Kata Kunci: Kecurangan laporan keuangan, external pressure, nature of industry, financial stability,
ineffective monitoring, change in auditor, manajemen laba.
PENDAHULUAN
Berkembangnya industri manufaktur tidak
terlepas dari peran penting suatu laporan
keuangan dalam setiap perusahaan. Dimana
laporan keuangan akan digunakan oleh pihak-
pihak berkepentingan untuk membuat suatu
keputusan ekonomi. Tertuang dalam Statement
of Financial Accounting Concept (SFAC)
No.1 dalam Diany dan Ratmono (2014)
mengenai tujuan dari pelaporan keuangan,
salah satunya adalah menyediakan informasi
yang berguna untuk para investor dan kreditor
yang sudah ada maupun para investor dan
kreditor potensial dalam membuat suatu
keputusan yang rasional mengenai investasi,
kredit, serta keputusan lain yang sejenis. Maka
dari itu laporan keuangan haruslah disusun
dengan baik berdasarkan Standar Akuntansi
JRAK, Volume 14, No 1 Pebruari 2018
54
Keuangan (SAK) yang telah ditetapkan oleh
Ikatan Akuntan Indonesia (IAI). Serta
informasi yang disajikan dalam laporan
keuangan tersebut haruslah faktual, objektif
dan tidak menyesatkan bagi para pemakainya.
Laporan keuangan yang tidak memberikan
informasi dengan benar, maka akan
menyesatkan para pengguna laporan keuangan
tersebut dalam membuat suatu keputusan.
Disinilah terjadi celah bagi pihak manajemen
untuk melakukan kecurangan, karena pihak
manjemen ingin selalu berusaha menampilkan
kondisi perusahaan dalam keadaan sebaik
mungkin dimata para pengguna laporan
keuangan tersebut.
Tindakan pemanipulasian laporan keuangan
ini adalah salah satu bentuk tindakan
kecurangan atau fraud. Dimana kecurangan
pelaporan keuangan merupakan suatu usaha
yang dilakukan dengan sengaja oleh
perusahaan untuk mengecoh dan menyesatkan
para pengguna laporan keuangan, terutama
investor dan kreditor, dengan menyajikan dan
merekayasa nilai material dari laporan
keuangan (Sihombing dan Rahardjo, 2014).
Menurut Association of Certified Fraud
Examiners (ACFE), kecurangan adalah
tindakan penipuan atau kekeliruan yang dibuat
oleh seseorang atau badan yang mengetahui
bahwa kekeliruan tersebut dapat
mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak
baik kepada individu atau entitas atau pihak
lain. Statement of Auditing Standards No.99
mendefinisikan fraud sebagai suatu Tindak
kesengajaan untuk menghasilkan salah saji
material dalam laporan keuangan yang
merupakan subyek audit. Ada berbagai jenis
kecurangan dan ada banyak cara untuk
mengenalinya lewat pengalaman
pengungkapan kecurangan sebelumnya. Para
akuntan membedakan kecurangan dalam
beberapa kategori yaitu penyelewengan aset
yang terdiri atas pencurian uang tunai atau
persediaan, skimming (pencurian uang lewat
peng-captur-an nomor rekening orang lain),
kecurangan dan penggelapan gaji. Adapun
kecurangan dalam laporan keuangan yang
ditandai dengan kesengajaan untuk membuat
laporan keuangan menjadi salah saji atau
kesalahan jumlah dalam pengungkapan
pelaporan keuangan, dengan maksud menipu
pengguna laporan keuangan.
Skousen et al., (2009) dalam Diany dan
Ratmono (2014) mengajukan teori bahwa
terdapat tiga kondisi yang selalu hadir saat
terjadi kecurangan laporan keuangan. Ketiga
kondisi tersebut adalah tekanan (pressure),
kesempatan (opportunity), dan rasionalisasi
(rationalization) yang kemudian dikenal
dengan istilah fraud triangle. Tekanan adalah
dorongan yang menyebabkan seseorang
melakukan kecurangan. Pada umumnya yang
mendorong terjadinya kecurangan adalah
kebutuhan finansial tapi banyak juga yang
hanya terdorong oleh keserakahan.
Kesempatan adalah peluang yang
memungkinkan kecurangan terjadi. Biasanya
disebabkan karena pengendalian internal suatu
organisasi yang lemah, kurangnya
pengawasan, atau penyalahgunaan wewenang
Gagola (2011) dalam Diany dan Ratmono
(2014). Rasionalisasi menjadi elemen penting
dalam terjadinya kecurangan karena pelaku
mencari pembenaran atas tindakannya.
Pembenaran ini bisa terjadi saat pelaku ingin
membahagiakan keluarga dan orang-orang
yang dicintainya, pelaku merasa berhak
mendapatkan sesuatu yang lebih (posisi, gaji,
promosi) karena telah lama mengabdi pada
perusahaan, atau pelaku mengambil sebagian
keuntungan karena perusahaan telah
menghasilkan keuntungan yang besar.
Beberapa kasus mengenai kecurangan
laporan keuangan di BEI juga telah terjadi,
seperti kasus kecurangan yang dilakukan oleh
PT Kimia Farma Tbk. Kasus ini bermula dari
bukti yang ditemukan oleh Ludovicus Semsi
W selaku partner dari KAP HTM yang
diberikan tugas untuk mengaudit laporan
keuangan PT Kimia Farma Tbk untuk masa 5
bulan yang berakhir pada 31 Mei 2002,
menemukan dan melaporkan adanya kesalahan
dalam penilian persediaan barang jadi dan
kesalahan pencatatan penjualan untuk tahun
yang berakhir per 31 Desember 2001. Dari
hasil pemeriksaan Bapepam diperoleh bukti
bahwa terdapat kesalahan penyajian dalam
laporan keuangan PT Kimia Farma Tbk.
Adapun dampak kesalahan tersebut
mengakibatkan overstated laba pada laba
bersih untuk tahun yang berakhir 31 Desember
2001 sebesar Rp 32,7 miliar yang merupakan
2,3% dari penjualan dan 24,7% dari laba
bersih PT Kimia Farma Tbk. Kesalahan
tersebut timbul pada Unit Industri Bahan Baku
yaitu kesalahan berupa overstated pada
penjualan sebesar Rp 2,7 miliar, pada Unit
Logistik Sentral yaitu kesalahan berupa
FRAUD LAPORAN KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF ………………………………..…. (Pasaribu & Kharisma)
55
overstated pada persediaan barang sebesar Rp
23,9 miliar, dan pada Unit Pedagang Besar
Farmasi (PBF) yaitu berupa kesalahan berupa
overstated pada persediaan barang sebesar Rp
8,1 miliar dan kesalahan berupa overstated
pada penjualan sebesar Rp 10,7 miliar (Siaran
Pers Badan Pengawas Pasar Modal, 2002)
dalam Rachmawati dan Marsono (2014)
Selain itu pada tahun 2005 PT Sari
Husada diduga telah melakukan pelanggaran
pasal 91 dalam perdagangan saham. Pasal
tersebut berisi tentang setiap pihak dilarang
melakukan tindakan, baik langsung maupun
tidak langsung, dengan tujuan menciptakan
gambaran semu atau menyesatkan mengenai
kegiatan pihak perdagangan, keadaan pasar
atau harga efek di Bursa Efek. Selain itu
ditemukan pelanggaran Peraturan Bapepam
berkaitan dengan transaksi share buy back
oleh manajemen dan orang dalam PT. Sari
Husada Tbk. Akhirnya Bapepam melakukan
tindakan tertentu berupa denda kepada
komisaris dan direksi PT. Sari Husada Tbk
(Annual report Bapepam, 2005). Pada tahun
2011 Bapepam menangani kasus investasi PT
Askrindo, secara garis besar kasus ini terkait
dengan adanya rekayasa keuangan yang
dilakukan oleh PT Askrindo dengan cara
melakukan investasi di pasar modal melalui
empat Manajer Investasi/ Perantara Pedagang
Efek, namun sebenarnya investasi tersebut
digunakan untuk menutupi investasi
sebelumnya yang tidak terbayar. Pada
akhirnya rekayasa ini merugikan PT Askrindo.
Kasus ini melibatkan dua industri yaitu pasar
modal dan perasuransian. Untuk itu, kasus ini
ditangani secara komprehensif dengan
koordinasi yang intens antara pemeriksa di
bidang pasar modal dan pemeriksa di bidang
perasuransian. Di samping itu, mengingat
kasus ini juga merupakan pelanggaran tindak
pidana korupsi yang ditangani oleh penyidik
Polri, maka Bapepam-LK juga memberikan
bantuan penuh kepada penyidik, yang antara
lain adalah pemberian keterangan ahli, saksi,
maupun dokumen-dokumen dalam rangka
membantu proses Penyidikan dimaksud
(Annual Report Bapepam 2011).
Penggunaan analisis fraud triangle
untuk mendeteksi adanya kecurangan dalam
laporan keuangan sebelumnya pernah
dilakukan oleh Martantya dan Daljono (2013),
Sihombing dan Raharjo (2014), Fimanaya dan
Syafruddin (2014), serta Rachmawati dan
Marsono (2014). Martantya dan Daljono
(2013) meneliti mengenai pendeteksian
kecurangan laporan keuangan menggunakan
segitiga kecurangan (fraud triangle) dengan
variabel tekanan dan peluang. Berdasarkan
hasil analisis yang telah dilakukan,
disimpulkan bahwa variabel stabilitas
keuangan dengan proksi tingkat pertumbuhan
aset dan variabel target keuangan dengan
proksi return on asset terbukti berpengaruh
secara signifikan terhadap kemungkinan
terjadinya kecurangan laporan keuangan.
Variabel tekanan eksternal dengan proksi rasio
leverage, variabel kepemilikan manajerial
dengan proksi ada tidaknya kepemilikan
saham oleh orang dalam, dan variabel
efektivitas pengawasan dengan proksi proporsi
komisaris independen terbukti tidak
berpengaruh secara signifikan terhadap
kemungkinan terjadinya kecurangan laporan
keuangan. Variabel ukuran perusahaan yang
dilihat dari total aset tidak dapat dijadikan
kontrol dalam mendeteksi kemungkinan
adanya kecurangan laporan keuangan.
Sihombing dan Raharjo (2014) dalam
penelitiannya mengenai analisis fraud
diamond yang merupakan perkembangan dari
fraud triangle menyimpulkan hasil
penelitiannya yaitu pressure yang diproksikan
dengan leverage ratio, variabel nature of
industry yang diproksikan dengan rasio
perubahan piutang dan variabel rationalization
yang diproksikan dengan rasio perubahan total
akrual terbukti berpengaruh terhadap financial
statement fraud. Namun, penelitianya tidak
membuktikan bahwa variabel financial target
yang diproksikan dengan ROA, variabel
innefective monitoring yang diproksikan
dengan rasio dewan komisaris independen,
change in auditor, dan Capability yang
diproksikan dengan perubahan direksi
memiliki pengaruh terhadap financial
statement fraud.
Fimanaya dan Syafruddin (2014) dalam
penelitiannya mencoba meneliti kecurangan
laporan keuangan dengan menggunakan
segitiga kecurangan (fraud triangle). Hasil
analisisnya menunjukkan bahwa variabel
profitabilitas berpengaruh negatif terhadap
kemungkinan kecurangan laporan keuangan.
Sedangkan variabel leverage keuangan, rasio
perputaran modal, transaksi pihak istimewa,
JRAK, Volume 14, No 1 Pebruari 2018
56
ukuran perusahaan audit, rasio persediaan per
total aset, pergantian auditor, opini audit, dan
kemampuan Going Concern tidak berpengaruh
signifikan. Selain itu Rachmawati dan
Marsono (2014) dalam penelitiannya
menyimpulkan bahwa yang berpengaruh
terhadap kecurangan pelaporan keuangan
(fraudulent financial reporting) adalah
multijabatan dewan direksi dan pergantian
auditor. Variabel lain yaitu kepemilikan asing,
kemampuan perusahaan dalam memenuhi
kewajibannnya, target keuangan, efektivitas
pengawasan, dan transaksi pihak istimewa
terbukti tidak berpengaruh terhadap
kecurangan pelaporan keuangan (fraudulent
financial reporting).
Berdasarkan beberapa penelitian diatas,
terdapat beberapa perbedaan pendapat yaitu
penelitian yang telah dilakukan oleh
Sihombing dan Raharjo (2014) menunjukkan
hasil bahwa beberapa proksi variabel dalam
laporan keuangan seperti External Pressure
(LEV) berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan pelaporan keuangan. Berbeda
dengan penelitian yang dilakukan oleh
Fimanaya dan Syafruddin (2014), Martantya
dan Daljono (2013), dan Rachmawati dan
Marsono (2014) yang menyimpulkan bahwa
variabel External Pressure (LEV) tidak
berpengaruh terhadap kecenderungan
kecurangan pelaporan keuangan. Selanjutnya
untuk variabel Change in Auditor (ΔCPA)
dalam penelitian Rachmawati dan Marsono
(2014) menunjukan hasil yang berbeda
dengan Sihombing dan Raharjo (2014) serta
Fimanaya dan Syafruddin (2014), dimana
Rachmawati dan Marsono (2014)
menyimpulkan Change in Auditor (ΔCPA)
berpengaruh terhadap kecenderungan
pelaporan keuangan. Berlatar belakang dari hal
tersebut di atas, maka penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis dan menguji secara
empiris pengaruh financial stability, external
pressure, nature of industry, ineffective
monitoring, dan change in auditor terhadap
financial statement fraud pada emiten
manufaktur di bursa efek Indonesia periode
2008-2016
KAJIAN LITERATUR
Jensen dan Meckling (1976) dalam
Racmawati dan Marsono (2014),
mendefinisikan teori agensi sebagai sebuah
kontrak di mana satu atau lebih pemegang
saham (principal) melibatkan manajemen
(agent) untuk melakukan beberapa jasa atas
nama mereka. Manajemen adalah pihak yang
dikontrak oleh pemegang saham untuk bekerja
demi kepentingan pemegang saham dan agen
akan selalu bertindak yang terbaik bagi
kepentingan pemegang saham. Oleh karena itu
manajer harus bertanggungjawab kepada
pemegang saham. Dengan adanya perbedaan
kepentingan antara agen dan principal inilah
yang menyebabkan adanya konflik yang dapat
memicu terjadinya asimetri informasi diantara
kedua belah pihak tersebut. Agen sebagai
pihak internal yang memiliki informasi lebih
banyak jika dibandingkan dengan principal
bisa memanfaatkan keadaan tersebut untuk
mencari celah dalam melakukan kecurangan.
Fraud triangle theory merupakan suatu
gagasan yang meneliti tentang penyebab
terjadinya kecurangan. Gagasan ini pertama
kali diciptakan oleh Donald R. Cressey (1953)
yang dinamakan fraud triangle atau segitiga
kecurangan. Fraud triangle menjelaskan tiga
faktor yang hadir dalam setiap situasi fraud
yaitu:
Tekanan (Pressure). Pressure
merupakan suatu dorongan orang untuk
melakukan fraud. Dimana tekanan dapat
diakibatkan oleh berbagai hal termasuk
tekanan yang bersifat finansial dan non
finansial. Faktor finansial muncul karena
keinginan untuk memiliki gaya hidup yang
berkecukupan secara materi. Sedangkan faktor
non finansial bisa mendorong seseorang
melakukan fraud, yaitu tindakan untuk
menutupi kinerja yang buruk. Selain itu sifat
dasar manusia yang serakah bisa jadi
memberikan tekanan secara internal sehingga
mendorong seseorang melakukan tindakan
kecurangan Sukirman dan Sari (2013). Dalam
SAS No. 99, terdapat empat jenis kondisi
umum terjadi pada pressure yang dapat
mengakibatkan kecurangan. Kondisi tersebut
adalah stabilitas keuangan, tekanan eksternal,
kebutuhan keuangan individu, dan target
keuangan.
Peluang (Opportunity). Opportunity
merupakan peluang atau kesempatan yang
memungkinkan terjadinya fraud. Terbukanya
kesempatan ini dikarenakan si pelaku percaya
bahwa aktivitas mereka tidak akan terdeteksi.
Bahkan andaikan aksi seseorang itu diketahui,
maka tidak ada tindakan yang serius yang akan
FRAUD LAPORAN KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF ………………………………..…. (Pasaribu & Kharisma)
57
diambil. Peluang ini terjadi biasanya terkait
dengan lingkungan dimana kecurangan
memungkinkan untuk dilakukan. Sistem
pengendalian internal yang lemah, manajemen
pengawasan yang kurang memadai serta
prosedur yang tidak jelas ikut andil dalam
membuka peluang terjadinya kecurangan
Sukirman dan Sari (2013). SAS No. 99
menyebutkan bahwa peluang pada kecurangan
laporan keuangan dapat terjadi pada tiga
kategori. Kondisi tersebut adalah kondisi
industri, ketidakefektifan pengawasan, dan
struktur organisasional.
Rasionalisasi (Rationalization).
Rationalization yaitu adanya sikap, karakter,
atau serangkaian nilai-nilai etis yang
membolehkan pihak-pihak tertentu untuk
melakukan tindakan kecurangan, atau orang-
orang yang berada dalam lingkungan yang
cukup menekan yang membuat mereka
merasionalisasi tindakan fraud. Rasionalisasi
merupakan salah satu elemen penting
terjadinya fraud. Dimana pelaku mencari
pembenaran atas perbuatannya. Rasionalisasi
merupakan bagian dari fraud triangle yang
paling sulit diukur Skousen et al., (2009)
dalam Rachmanti dan Marsono (2014). Sikap
atau karakter adalah apa yang menyebabkan
satu atau lebih individu untuk secara rasional
melakukan fraud.
Financial Statement Fraud.
Association of Certified Fraud Examiners
(ACFE) mendefinisikan kecurangan (fraud)
sebagai tindakan penipuan atau kekeliruan
yang dibuat oleh seseorang atau badan yang
mengetahui bahwa kekeliruan tersebut dapat
mengakibatkan beberapa manfaat yang tidak
baik kepada individu atau entitas atau pihak
lain Ernst & Young LLP (2009) dalam
Kusumawardhani (2013). Financial statement
fraud sebagai salah saji yang disengaja atau
kelalaian dalam jumlah atau pengungkapan
dalam laporan keuangan yang didesain untuk
merugikan pengguna laporan keuangan.
Penelitian ini akan memproksikan financial
statement fraud dengan earning management
didasarkan oleh pernyataan Razaee (2002)
dalam Sihombing (2014) yang menyatakan
bahwa: ”Suatu financial statement fraud sering
diawali dengan salah saji atau manajemen laba
dari laporan keuangan kuartal yang dianggap
tidak material tetapi akhirnya berkembang
menjadi fraud secara besar-besaran dan
menghasilkan laporan keuangan tahunan yang
menyesatkan secara material”.
Menurut SAS No.99 dalam
Kusumawardhani (2013) terdapat beberapa
jenis kondisi yang umum terjadi pada tekanan,
peluang, dan rasionalisasi, yaitu:
External Pressure. Tekanan eksternal
merupakan tekanan yang berlebihan bagi
manajemen untuk memenuhi persyaratan atau
harapan dari pihak ketiga. Contoh faktor
risiko: ketika perusahaan menghadapi adanya
tren tingkat ekspektasi para analis investasi,
tekanan untuk memberikan kinerja terbaik
bagi investor dan kreditor yang signifikan bagi
perusahaan.
Financial Stability. Stabilitas keuangan
merupakan keadaan yang menggambarkan
kondisi keuangan perusahaan dalam kondisi
stabil. Contoh faktor risiko: perusahaan
mungkin memanipulasi laba ketika stabilitas
keuangan atau profitabilitasnya terancam oleh
kondisi ekonomi.
Nature of Industry. Nature of industry
adalah berkaitan dengan munculnya risiko
bagi perusahaan yang berkecimpung dalam
industri yang melibatkan estimasi dan
pertimbangan yang signifikan jauh lebih besar.
Contoh faktor risiko: penilaian persediaan
mengandung risiko salah saji yang lebih besar
bagi perusahaan yang persediaannya tersebar
di banyak lokasi. Risiko salah saji persediaan
ini semakin meningkat jika persediaan itu
menjadi usang.
Ineffective Monitoring. Ineffective
monitoring adalah keadaan dimana perusahaan
tidak memiliki unit pengawas yang efektif
memantau kinerja perusahaan. Contoh faktor
risiko: adanya dominasi manajemen oleh satu
orang atau kelompok kecil, tanpa kontrol
kompensasi, tidak efektifnya pengawasan
dewan direksi dan komite audit atas proses
pelaporan keuangan dan pengendalian internal
dan sejenisnya.
Change in Auditor. Change in Auditor
adalah penggantian kantor akuntan publik
yang dilakukan perusahaan dan dapat
mengakibatkan masa transisi bagi perusahaan.
Studi yang dilakukan oleh Stice (1991) dan St
Pierre dan Anderson (1984) dalam Sihombing
dan Rahardjo (2014), menunjukkan bahwa
perubahan auditor dapat terjadi karena alasan
yang sah, risiko kegagalan audit dan litigasi
berikutnya akan lebih tinggi dibandingkan
JRAK, Volume 14, No 1 Pebruari 2018
58
tahun-tahun berikutnya. Loebbecke et al.
(1989) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014)
menemukan bahwa sejumlah besar fraud
dalam sampel mereka dilakukan dalam dua
tahun pertama masa jabatan auditor.
Pengaruh External Pressure terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan.
Tekanan eksternal (External Pressure)
merupakan tekanan yang berlebihan bagi
manajemen untuk memenuhi persyaratan atau
harapan dari pihak ketiga. Tekanan eksternal
diproksi dengan menggunakan leverage ratio,
yaitu rasio antara total hutang dan total aset.
Dimana kondisi financial leverage suatu
perusahaan menjadi tekanan bagi pihak
manajemen, ketika perusahaan memiliki rasio
leverage yang besar maka direksi dan
manajemen perusahaan akan memilih untuk
menggunakan metode akuntansi yang akan
mengecilkan rasio leverage perusahaan dengan
cara menggeser laba periode mendatang ke
periode saat ini (Watts dan Zimmerman, 1986)
dalam Ansar (2011). Beberapa studi yang
dilakukan oleh Fimanaya dan Syafruddin
(2014), Rachmawati dan Marsono (2014),
Martantya dan Daljono (2013), dan Ansar
(2011) menyimpulkan bahwa tekanan
eksternal tidak berpengaruh terhadap
kecurangan pelaporan keuangan. Sedangkan
penelitian yang dilakukan oleh Sihombing dan
Rahardjo (2014), dan Kurniawati dan Raharja
(2012) menyatakan pendapat sebaliknya
bahwa tekanan eksternal dalam proksi
leverage ratio berpengaruh terhadap
kecurangan laporan keuangan. Dari uraian
diatas, maka dirumuskan hipotesis:
H1: External Pressure tidak berpengaruh
signifikan terhadap kecurangan laporan
keuangan.
Pengaruh Financial Stability terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan.
Stabilitas keuangan (Financial Stability)
adalah keadaan dimana perusahaan
menggambarkan kondisi keuangan dalam
kondisi stabil. Stabilitas keuangan diproksi
dengan menggunakan persentase perubahan
total aset. Penelitian yang dilakukan oleh
Skousen et al. (2009) dalam Sihombing dan
Rahardjo (2014) membuktikan bahwa semakin
besar rasio perubahan total aset suatu
perusahaan maka probabilitas dilakukannya
tindak kecurangan pada laporan keuangan
perusahaan tersebut semakin tinggi. Dalam
penelitian Kusumawardhani (2013),
Sihombing dan Rahardjo (2014), dan Molida
dan Chariri (2011)menyimpulkan dalam
penelitian bahwa stabilitas keuangan dengan
proksi rasio perubahan total aset berpengaruh
signifikan terhadap kecurangan laporan
keuangan.
Dari uraian diatas, maka dirumuskan hipotesis:
H2: Financial Stability berpengaruh signifikan
terhadap kecurangan laporan keuangan.
Pengaruh Nature of Industry terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan.
Nature of industry berkaitan dengan
munculnya risiko bagi perusahaan yang
berkecimpung dalam industri yang melibatkan
estimasi dan pertimbangan yang signifikan
jauh lebih besar. Summers dan Sweeney
(1998) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014)
mencatat bahwa akun piutang dan persediaan
memerlukan penilaian subjektif dalam
memperkirakan tidak tertagihnya piutang dan
obsolete inventory. Mereka menyarankan
bahwa karena adanya penilaian subjektif
dalam menentukan nilai dari akun tersebut,
manajemen dapat menggunakan akun tersebut
sebagai alat untuk manipulasi laporan
keuangan. Dalam penelitian Sihombing dan
Rahardjo (2014) dan Hutomo dan Sudarno
(2012) menyimpulkan bahwa nature of
industry dengan proksi rasio piutang terhadap
penjualan adalah berpengaruh signifikan
terhadap kecurangan laporan keuangan. Dari
uraian diatas, maka dirumuskan hipotesis :
H3 : Nature of Industry berpengaruh signifikan
terhadap kecurangan laporan keuangan.
Pengaruh Ineffective Monitoring terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan.
Ineffective monitoring adalah keadaan
dimana perusahaan tidak memiliki unit
pengawas yang efektif memantau kinerja
perusahaan. Terjadinya praktik kecurangan
atau Fraud merupakan salah satu dampak dari
pengawasan atau monitoring yang lemah
sehingga memberi kesempatan kepada agen
atau manajer untuk berperilaku menyimpang
dengan melakukan manajemen laba Andayani
(2010) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014).
FRAUD LAPORAN KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF ………………………………..…. (Pasaribu & Kharisma)
59
Praktik kecurangan atau Fraud dapat
diminimalkan salah satunya dengan
mekanisme pengawasan yang baik.
Kusumawardhani (2013) menyimpulkan
bahwa Ineffective Monitoring dengan proksi
rasio dewan komisaris independen
berpengaruh terhadap kecurangan laporan
keuangan, sedangkan penelitian yang
dilakukan oleh Sihombing dan Rahardjo
menyimpulkan sebaliknya. Dari uraian diatas,
maka dirumuskan hipotesis:
H4: Ineffective monitoring berpengaruh
signifikan terhadap kecurangan laporan
keuangan.
Pengaruh Change in Auditor terhadap
Kecurangan Laporan Keuangan.
Auditor adalah pengawas penting dalam
laporan keuangan. Perusahaan yang
melakukan fraud lebih sering melakukan
pergantian auditor. Hal ini dikarenakan untuk
mengurangi kemungkinan pendeteksian tindak
kecurangan laporan keuangan oleh
perusahaan. (Rachmawati dan Marsono,
2014). Schewartz dan Menon (1985) dalam
Fimanaya dan Syafruddin (2014) berpendapat
bahwa perusahaan yang gagal dalam
pengelolaannya, memiliki kecenderungan yang
lebih besar untuk mengganti auditor daripada
perusahaan yang lebih sehat. Lebih lanjut,
Rachmawati dan Marsono (2014), serta
Kurniawati dan Raharja (2012) menyimpulkan
bahwa variabel pengaruh pergantian audit
berpengaruh terhadap kecurangan laporan
keuangan, namun Fimanaya dan Syafruddin
(2014) dan Sihombing dan Rahardjo (2014)
menyatakan sebaliknya. Dari uraian diatas,
maka dirumuskan hipotesis :
H5: Change in Auditor berpengaruh signifikan
terhadap kecurangan laporan keuangan.
METODA PENELITIAN
Populasi dan Sampel
Populasi dalam penelitian ini adalah
laporan keuangan perusahaan manufaktur
periode 2008-2016 di Bursa Efek Indonesia.
Metode pengambilan sampel yang akan
digunakan dalam penelitian ini adalah metode
purposive sampling. Dalam purposive
sampling, dilakukan pengambilan sampel
dengan tujuan yang sudah ada dan sudah
terencana sebelumnya.
Adapun kriteria-kriteria yang digunakan dalam
penelitian sampel adalah:
a. Perusahaan manufaktur yang terdaftar di
Bursa Efek Indonesia (BEI) selama
periode 2008-2016.
b. Perusahaan yang mempublikasikan
laporan keuangan tahunan dalam website
BEI atau website perusahaan selama
periode 2008-2016 yang dinyatakan
dalam rupiah (Rp).
c. Perusahaan yang menyajikan laporan
tahunannya dan memiliki data yang
lengkap dalam website perusahaan atau
website BEI selama periode 2008-2016.
d. Laporan keuangan perusahaan yang tidak
mengalami kerugian dari tahun 2008-
2016.
e. Laporan tahunan perusahaan memiliki
data-data yang berkaitan dengan variabel
penelitian.
Berdasarkan kriteria tersebut, maka dipilih 20
perusahaan yang dijadikan sampel dengan
enam tahun pengamatan (2008-2016).
Teknik Pengumpulan Data. Pada
penelitian ini, data-data yang diperlukan
adalah data sekunder berupa laporan keuangan
yang dikumpulkan dengan teknik browsing
pada website emiten yang menjadi sampel
penelitian.
Definisi Operasional Variabel
Variabel Dependen. Variabel dependen
dalam penelitian ini adalah kecurangan
laporan keuangan (financial statement fraud).
Kecurangan laporan keuangan disebabkan
karena adanya keinginan dari pembuat laporan
keuangan untuk memanipulasi laporan
keuangan sehingga mengandung salah saji
material. Penelitian ini memproksikan
Financial Statement Fraud dengan earnings
management yaitu: Nilai Discretionary
Accrual dari Modified Jones Model. Rezaee
(2002) dalam Sihombing dan Rahardjo (2014)
yang menyatakan bahwa: ”Suatu Financial
Statement Fraud sering kali diawali dengan
salah saji atau manajemen laba dari laporan
keuangan kuartal yang dianggap tidak material
tetapi akhirnya tumbuh menjadi Fraud secara
JRAK, Volume 14, No 1 Pebruari 2018
60
besar-besaran dan menghasilkan laporan
keuangan tahunan yang menyesatkan”.
Manajemen laba (DACC) diukur melalui
discretionary accrual yang dihitung dengan
cara menyelisihkan total accruals (TACC) dan
nondiscretionary accruals (NDACC).
Discretionary accruals (DACC) merupakan
tingkat akrual yang tidak normal yang berasal
dari kebijakan manajemen untuk melakukan
rekayasa terhadap laba sesuai dengan yang
mereka inginkan. Dalam menghitung DACC,
digunakan Modified Jones Model. Alasan
penggunaan model ini karena Modified Jones
Model dapat mendeteksi manajemen laba lebih
baik dibandingkan dengan model-model
lainnya sejalan dengan hasil penelitian
Dechow et al. (1995) dalam Ujiyantho dan
Pramuka (2007). Untuk mengukur
discretionary accruals, terlebih dahulu
menghitung total akrual tiap perusahaan i di
tahun t dengan metode modifikasi Jones yaitu:
TAC it = NIit – CFOit ……………….…(1) Dimana,
TAC it = Total akrual
Niit = Laba Bersih
CFOit = Arus kas Operasi
Nilai total accrual (TAC) diestimasi dengan
persaman regresi OLS sebagai berikut:
TACit/Ait-1=β1(1/Ait-1)+β2(ΔRevt/Ait-1-
ΔRect/Ait-1)+β3(PPEt/Ait-1)+e ...........(2)
Dengan menggunakan koefisien regresi diatas,
nilai non discretionary accrual
(NDA) dapat dihitung dengan rumus :
NDAit=β1(1/Ait-1)+β2(ΔRevt/Ait-1-
ΔRect/Ait-1)+β3(PPEt/Ait-1)…... …....…(3)
Selanjutnya discretionary accrual (DA) dapat
dihitung sebagai berikut:
DAit = TACit/Ait-1-NDAit …….…….…(4) Dimana,
Dait= Discretionary Accruals perusahaan i pada
periode ke t
NDAit = Non Discretionary Accruals perusahaan
i pada periode ke t
TACit = Total akrual perusahaan i pada periode ke
t
Niit = Laba bersih perusahaan i pada periode ke t
CFOit = Aliran kas dari aktivitas operasi
perusahaan i pada periode ke- t
Ait-1= Total aktiva perusahaan i pada periode ke t-
1
ΔRevt = Perubahan pendapatan perusahaan i pada
periode ke t
PPEt = Aktiva tetap perusahaan pada periode ke t
ΔRect = Perubahan piutang perusahaan i pada
periode ke t
e = error
Variabel Independen.
Variabel independen merupakan variabel yang
menjelaskan atau mempengaruhi variabel lain.
Variabel independen pada penelitian ini terdiri
dari External Pressure, Financial Stability,
Nature of Industry, Ineffective Monitoring dan
Change in Auditor. Variabel External Pressure
diproksi dengan rasio leverage (LEV),
financial stability diproksi dengan persentase
perubahan asset (ACHANGE), Nature of
Industry dengan proksi rasio perubahan
piutang (RECEIVABLE), Ineffective
Monitoring dengan proksi rasio jumlah dewan
komisaris independen (BDOUT) dan Change
in Auditor (△CPA). Pengukuran variabel
independen dalam penelitian ini menggunakan
analisis regresi linear dengan metode analisis
data menggunakan uji asumsi klasik.
External Pressure. External Pressure
merupakan tekanan yang berlebihan bagi
manajemen untuk memenuhi persyaratan atau
harapan dari pihak ketiga. Untuk mengatasi
tekanan ini kadangkala perusahaan
mendapatkan tambahan utang atau sumber
pembiayaan eksternal agar tetap kompetitif
Skousen et al., (2009) dalam Rachmawati dan
Marsono (2014). Variabel kemampuan
perusahaan dalam memenuhi kewajibannya
(LEV) ini digunakan untuk mengetahui
seberapa besar aktiva yang ada di perusahaan
yang berasal dari hutang. Oleh karena itu
external Pressure pada penelitian ini
diproksikan dengan rasio Leverage (LEV).
Rasio Leverage dihitung dengan rumus:
bLEV = Kewajiban / Total Aset
Financial Stability. Financial Stability
merupakan keadaan yang menggambarkan
kondisi keuangan suatu perusahaan yang
berada dalam kondisi stabil. Kondisi keuangan
perusahaan yang stabil dapat dilihat dari
FRAUD LAPORAN KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF ………………………………..…. (Pasaribu & Kharisma)
61
keadaan asetnya. Dimana aset suatu
perusahaan akan menggambarkan kekayaan
yang dimiliki oleh suatu perusahaan. Saat
stabilitas keuangan suatu perusahaan berada
dalam kondisi yang tidak baik maka pihak
manajemen akan berusaha untuk menjadikan
stabilitas keuangan tersebut dalam kondisi
yang baik kembali. Financial stability diproksi
dengan ACHANGE yang merupakan rasio
perubahan aset selama dua tahun ACHANGE
dihitung dengan rumus:
ACHANGE= (Total Aset t – Total Aset (t-1))
/ Total Aset (t-1)
Nature of Industry. Nature of Industry
merupakan keadaan ideal suatu perusahaan
dalam industri. Kondisi piutang usaha
merupakan suatu bentuk dari nature of
industry yang dapat direspon dengan reaksi
yang berbeda dari masing-masing manajer
perusahaan. Perusahaan yang baik akan
berusaha untuk memperkecil jumlah piutang
dan memperbanyak penerimaan kas
perusahaan. Summers dan Sweeney (1998)
dalam Sihombing dan Rahardjo (2014)
mencatat bahwa akun piutang dan persediaan
memerlukan penilaian subjektif dalam
memperkirakan tidak tertagihnya piutang dan
obsolete inventory. Mereka menyarankan
bahwa karena adanya penilaian subjektif
dalam menentukan nilai dari akun tersebut,
manajemen dapat menggunakan akun tersebut
sebagai alat untuk manipulasi laporan
keuangan. Maka penelitian ini menggunakan
Rasio Perubahan Piutang sabagai proksi dari
Nature of Industry.
RECEIVABLE = (Receivable t / Sales t) -
(Receivable t-1/ Salest-1)
Ineffective Monitoring. Ineffective monitoring
merupakaan keadaan dimana dalam
perusahaan tidak terdapat pengawasan yang
efektif memantau kinerja perusahaan. Hal
tersebut dapat terjadi terjadi karena adanya
dominasi manajemen oleh satu orang atau
kelompok kecil, tanpa kontrol kompensasi,
tidak efektifnya pengawasan dewan direksi
dan komite audit atas proses pelaporan
keuangan dan pengendalian internal dan
sejenisnya (SAS No.99) dalam Sihombing dan
Rahardjo (2014) . Kasus kecurangan atau
fraud dapat diminalkan dengan adanya
mekanisme pengawasan yang baik. Oleh sebab
itu, penelitian ini memproksikan ineffective
monitoring pada rasio jumlah dewan komisaris
independen (BDOUT).
BDOUT = Jumlah Dewan Komisaris
Independen / Jumlah total dewan komisaris
Change in Auditor. Change in auditor dalam
suatu perusahaan dapat dinilai sebagai cara
suatu perusahaan untuk menghilangkan jejak
dan mengurangi kemungkinan terdeteksinya
kecurangan dalam pelaporan keuangan yang
ditemukan oleh auditor sebelumnya. Semakin
sering perusahaan melakukan pergantian
auditor maka dugaan adanya praktik
kecurangan semakin besar pula. Dalam
penelitian ini apabila perusahaan melakukan
pergantian auditor maka dikodekan dengan 1,
sedangkan perusahaan yang tidak melakukan
pergantian auditor dikodekan dengan 0.
Teknik Analisis Data. Teknik analisis data
yang digunakan adalah metode multiregresi.
Pada penelitian ini hubungan antara
discretionary accruals dan proksi dari Fraud
Triangle diuji menggunakan model sesuai
dengan penelitian Skousen et al. (2009) dalam
Sihombing dan Rahardjo (2014), dengan
model regresi :
DACCit = ß0 + ß1LEV + ß2ACHANGE +
ß4RECEIVABLE + ß3BDOUT + ß5ΔCPA
+ εi
Keterangan: ß0 = Koefisien regresi konstanta
ß1,2,3,4,5= Koefisien regresi masing-masing proksi
DACCit = Discretionary accruals perusahaan i
tahun t
LEV = Rasio total kewajiban per total aset
ACHANGE= Rasio perubahan total aset tahun
2008 – 2013
BDOUT = rasio dewan komisaris independen
RECEIVABLE = Rasio perubahan piutang usaha
ΔCPA = Pergantian Auditor Independen
ε = error
HASIL PENELTIAN
Hasil analisis uji multikolinearitas dan
autokorelasi disajikan dalam tabel 1.
Berdasarkan tabel 1 dapat disimpulkan tidak
JRAK, Volume 14, No 1 Pebruari 2018
62
terjadi multikolinearitas dan autokorelasi pada persamaan yang terbentuk.
Tabel 1
Hasil Uji Multikolinearitas dan Autokorelasi
Variabel Tolerance VIF
External_pressure 0,950 1,052
Financial_stability 0,968 1,033
Nature_of_industry 0,961 1,040
Ineffective_monitoring 0,971 1,029
Change_in_auditor 0,988 1,013
DW 1.478
Sumber : Hasil olah data
Hasil analisis data disajikan dalam tabel
2. Dari tabel 2 diperoleh persamaan regresi
sebagai berikut:
DAcit = - 0,046 + 0,020 External pressure +
0,016 Financial stability + 0,662 Nature of
industry - 0,017 Ineffective monitoring - 0,001
Change in auditor
Berdasarkan tabel 2 diperoleh hasil, bahwa
ternyata hanya Nature of industry yang
berpengaruh signifikan terhadap kecurangan
laporan keuangan. Secara simultan, External
pressure, Financial stability, Nature of
industry, Ineffective monitoring, Change in
auditor berpengaruh signifikan terhadap
kecurangan laporan keuangan. Lebih lanjut,
model yang terbentuk ternyata hanya mampu
menjelaskan financial fraud sebesar 37,1%
sedangkan sisanya 62,9% dijelaskan oleh
variabel lainnya yang tidak digunakan dalam
penelitian.
Tabel 2
Hasil Uji Hipotesis
Variabel B Sig.t
(Constant) -0,046 0,064
External pressure 0,020 0,476
Financial stability 0,016 0,462
Nature of industry 0,662 0,000
Ineffective monitoring -0,017 0,728
Change in auditor -0,001 0,940
Sig.F .000b
Adj.R2 0.371
Sumber : Hasil olah data
PEMBAHASAN
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat signifikansi external pressure sebesar
0,476 yang lebih besar dari tingkat signifikan
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
external pressure tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial statement fraud. Hasil
penelitian ini mendukung beberapa hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Fimanaya dan Syafruddin (2014), Martantya
dan Daljono (2013) Rachmawati dan Marsono
(2014), Jao dan Pagalung (2011), Husni
(2013), Rosita dan Gudono (2014) dan
Hutomo dan Sudarno (2012). yang
menyatakan bahwa external pressure tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap
financial statement fraud. Namun penelitian
ini tidak sejalan dengan penelitian sebelumnya
yang dilakukan oleh Nugraha dan Henny
(2015), Sihombing dan Rahardjo (2014),
Astuti (2007), Naftalia dan Marsono (2013),
Agustia (2013) dan Kurniawati dan Raharja
(2012). External pressure tidak berpengaruh
FRAUD LAPORAN KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF ………………………………..…. (Pasaribu & Kharisma)
63
signifikan terhadap financial statement fraud
dapat dikarenakan tekanan eksternal bukan
faktor kuat bagi seseorang untuk melakukan
kecurangan pelaporan keuangan. Tidak
sepenuhnya manajemen mengalami tekanan
eksternal ketika memenuhi kewajibannya.
Mereka mempunyai kewajiban untuk
memenuhi hutangnya, namun manipulasi laba
bukan satu-satunya cara untuk memenuhi
kewajibannya tersebut. Mereka lebih berusaha
meningkatkan kinerjanya agar dapat
menghasilkan keuntungan yang baik untuk
memenuhi kewajibannya Rachmawati dan
Marsono (2014).
Dari table 2 diperoleh informasi bahwa
tingkat signifikansi financial stability sebesar
0,462 yang lebih besar dari tingkat signifikan
0,05 sehingga dapat disimpulkan bahwa
financial stability tidak berpengaruh
signifikan terhadap financial statement fraud.
Hasil penelitian ini mendukung beberapa hasil
penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh
Nugraha dan Henny (2015) dan Molida dan
Chariri (2011) yang menyatakan bahwa
financial stability tidak berpengaruh signifikan
terhadap financial statement fraud. Namun
penelitian ini tidak sejalan dengan
penelitiannya Martantya dan Daljono (2013),
Kusumawardhani (2013), Sihombing dan
Rahardjo (2014) dan Rosita dan Gudono
(2014). financial stability tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap financial
statement fraud yang berarti persentase
perubahan total aset dapat megindikasikan
terjadinya financial statement fraud pada
perusahaan dimana semakin tinggi persentase
perubahan total aset maka semakin tinggi pula
kemungkinan terjadinya financial statement
fraud.
Hasil penelitian juga menunjukkan
bahwa tingkat signifikansi nature of industry
sebesar 0,000 yang lebih kecil dari tingkat
signifikan 0,05 sehingga dapat disimpulkan
bahwa nature of industry berpengaruh
signifikan terhadap Financial Statement
Fraud. Hasil penelitian ini mendukung
beberapa hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Sihombing dan Rahardjo
(2014) yang menyatakan bahwa nature of
industry memiliki pengaruh signifikan
terhadap Financial Statement Fraud. Namun
penelitian ini tidaksejalan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Rosita dan
Gudono (2014) dan Hutomo dan Sudarno
(2012). Hal tersebut dapat dikarenakan
peningkatan jumlah piutang perusahaan dari
tahun sebelumnya dapat menjadi indikasi
bahwa perputaran kas perusahaan tidak baik.
Banyaknya piutang usaha yang dimiliki
perusahaan pasti akan mengurangi jumlah kas
yang dapat digunakan perusahaan untuk
kegiatan operasionalnya. Terbatasnya kas
dapat menjadi dorongan bagi manajemen
untuk memanipulasi laporan keuangan.
Kenaikan piutang usaha yang signifikan dapat
menjadi indikasi yang serius akan adanya
Financial Stability dalam suatu perusahaan.
Apabila perusahaan ingin menarik minat
investor, maka salah satu upaya dalam
mencapai tujuan tersebut yakni dengan
memanipulasi jumlah piutang dagang
Sihombing dan Rahardjo (2014).
Hasil penelitian menunjukkan bahwa
tingkat signifikansi ineffective monitoring
sebesar 0,728 yang lebih besar dari tingkat
signifikan 0,05 dapat disimpulkan bahwa
ineffective monitoring tidak berpengaruh
signifikan terhadap Financial Statement
Fraud. Hasil penelitian ini mendukung
beberapa hasil penelitian sebelumnya yang
dilakukan oleh Martantya dan Daljono (2013),
Nugraha dan Henny (2015), Sihombing dan
Rahardjo (2014) dan Rachmawati dan
Marsono (2014) yang menyatakan bahwa
ineffective monitoring tidak memiliki pengaruh
signifikan terhadap Financial Statement
Fraud. Namun penelitian ini tidak sejalan
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan
oleh Rosita dan Gudono (2014), Farida et.al
(2010) dan Kusumawardhani (2013).
Ineffective monitoring tidak memiliki
pengaruh signifikan terhadap Financial
Statement Fraud dapat menjelaskan bahwa
jumlah banyaknya dewan komisaris
independen dalam suatu perusahaan bukan
menjadi faktor yang signifikan dalam
pengawasan operasional perusahaan. Hal
tersebut dapat disebabkan karena fungsi
komisaris independen sebagai fungsi kontrol
terhadap tindakan manajemen yang belum
optimal. Dimana jika terjadi suatu intervensi
kepada dewan komisaris independen maka
akan menyebabkan pengawasan menjadi tidak
independen dan objektif.
Berdasarkan hasil olah data juga
diperoleh informasi bahwa tingkat signifikansi
JRAK, Volume 14, No 1 Pebruari 2018
64
change in auditor sebesar 0,940 yang lebih
besar dari tingkat signifikan 0,05 sehingga
dapat disimpulkan bahwa change in auditor
tidak berpengaruh signifikan terhadap
Financial Statement Fraud. Hasil penelitian
ini mendukung beberapa hasil penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Fimanaya
dan Syafruddin (2014), Sihombing dan
Rahardjo (2014) dan Kurniawati dan Raharja
(2012) yang menyatakan bahwa change in
auditor tidak memiliki pengaruh signifikan
terhadap Financial Statement Fraud. Namun
penelitian ini tidak sejalan dengan penelitian
sebelumnya yang dilakukan oleh Rachmawati
dan Marsono (2014). Change in auditor tidak
memiliki pengaruh signifikan terhadap
Financial Statement Fraud dapat menjelaskan
pergantian auditor belum sepenuhnya bisa
mengindikasikan terjadinya financial
statement fraud dapat dikarenakan perusahaan
yang memiliki motivasinya positif akan
menggunakan auditor independen yang benar-
benar independen dan objektif dalam
melakukan audit untuk kepentingan perbaikan
kinerja perusahaan di masa depan. Namun
apabila suatu perusahaan mulai tidak puas
dengan kinerja auditor yang tidak dapat
diintervensi atau dipengaruhi perusahaan agar
memanipulasi hasil auditan maka
kecenderungan fraud akan semakin tinggi
(Stice, 1991) dalam Sihombing dan Rahardjo
(2014).
KESIMPULAN DAN SARAN
Kesimpulan
Penelitian ini bertujuan untuk
menganalisis dan menguji secara empiris
pengaruh terhadap Financial Statement Fraud
pada perusahaan manufaktur yang terdaftar
pada Bursa Efek Indonesia tahun 2008-2016.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hanya
nature of industry yang berpengaruh signifikan
terhadap financial statement fraud sedangkan
external pressure external pressure, financial
stability, ineffective monitoring, dan change in
auditor tidak berpengaruh signifikan.
Saran
Berdasarkan kesimpulan di atas, berikut
beberapa saran untuk dapat dijadikan sebagai
masukan atau rekomendasi: a) Penelitian
selanjutnya diharapkan dapat memperluas area
populasi penelitian yakni menggunakan
keseluruhan perusahaan baik manufaktur
maupun non manufaktur dan menggunakan
rentang waktu yang lebih lama agar hasil
pengujian lebih akurat; b) Penelitian
selanjutnya diharapkan dapat menambah
variabel proksi dari fraud triangle agar
cakupan variabel penelitian menjadi lebih luas;
c) Penelitian selanjutnya diharapkan dapat
menggunakan pengukuran yang lain
disamping discretionary accrual untuk
Financial Statement Fraud agar dapat
memberi alternatif serta perbandingan untuk
meningkatkan kualitas penelitian selanjutnya.
DAFTAR REFERENSI
Agustia, Dian. 2013. Pengaruh Faktor Good
Corporate Governance, Free Cash Flow,
dan Leverage Terhadap Manajemen Laba.
Jurnal Akuntansi dan Keuangan
Universitas Airlangga, 15(1).
Astuti, Dewi Saptantinah Puji. 2007. Analisis
Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi
Motivasi Manajemen Laba Di Seputar
Right Issue. Jurnal Ilmiah Akuntansi dan
Bisnis Universitas Slamet Riyadi
Surakarta. 2(2).
Diany, Yuvita Avrie dan Dwi Ratmono. 2014.
Determinasi Kecurangan Laporan
Keuangan: Pengujian Teori Fraud
Triangle. Diponegoro Journal of
Accounting, 3(2).
Farida, Yusriati Nur, Prasetyo, Y. dan
Herwiyanti, E. 2010. Pengaruh Penerapan
Corporate Governance Terhadap
Timbulnya Earnings Management Dalam
Menilai Kinerja Keuangan Pada
Perusahaan Perbankan Di Indonesia.
Jurnal Bisnis dan Akuntansi Universitas
Jendral Soedirman, 12(2).
Fimanaya, Fira dan Muchamad Syafruddin.
2014. Analisis Faktor-faktor Yang
Mempengaruhi Kecurangan Laporan
Keuangan (Studi empiris pada Perusahaan
Non Keuangan yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2008-2011).
Diponegoro Journal of Accounting.
Volume, 3(3).
FRAUD LAPORAN KEUANGAN DALAM PERSPEKTIF ………………………………..…. (Pasaribu & Kharisma)
65
Husni, Raudhatul. 2013. Pengaruh Mekanisme
Good Corporate Governance, Leverage
dan Profitabilitas Terhadap Manajemen
Laba (Studi Empiris Perusahaan Property
dan Real Estate yang Terdaftar di Bursa
Efek Indonesia Tahun 2008-2010). Jurnal
Ekonomi Universitas Andalas, 1(1).
Hutomo, Oki Suryo dan Sudarno. 2012. Cara
Mendeteksi Fraudulent Financial
Reporting Dengan Menggunakan Rasio-
rasio Financial (Studi Kasus Perusahaan
Yang terdaftar di Annual Report
BAPEPAM). Diponegoro Journal of
Accounting.
Jao, Robet dan Gagaring Pagalung. 2011.
Corporate Governance, Ukuran
Perusahaan dan Leverage Terhadap
Manajemen Laba Perusahaan Manufaktur
Indonesia. Jurnal Akuntansi dan Auditing
Universitas Hasanuddin, 8(1).
Kurniawati, Ema dan Surya Raharja. 2012.
Analisis Faktor-Faktor Yang
Mempengaruhi Financial Statement Fraud
Dalam Perspektif Fraud Triangle.
Diponegoro Journal of Accounting.
Kusumawardhani, Prisca. 2013. Deteksi
Financial Statement Fraud dengan
Analisis Fraud Triangle pada Perusahaan
Perbankan yang Terdaftar di BEI. e-
Jurnal Universitas Negeri Surabaya, 1(3).
Martantya dan Daljono. 2013. Pendeteksian
Kecurangan Laporan Keuangan Melalui
Faktor Risiko Tekanan dan Peluang
(Studi Kasus pada Perusahaan yang
Mendapat Sanksi dari Bapepam Periode
2002-2006). Diponegoro Journal of
Accounting, 2(2).
Molida, Resti dan Anis Chariri. 2011.
Pengaruh Fiancial Stability, Personal
Financial Need dan Ineffective
Monitoring Pada Financial Statement
Fraud dalam Perspektif Fraud Triangle.
Diponegoro Journal of Accounting.
Naftalia, Veliandina Chivan dan Marsono.
2013. Pengaruh Leverage terhadap
Manajemen Laba dengan Corporate
Governance sebagai Variabel
Pemoderasi. Diponegoro Journal of
Accounting, 2(3).
Nugraha, Noval Dwi Aditya dan Deliza
Henny. 2015. Pendeteksian Laporan
Keuangan Melalui Faktor Risiko,
Tekanan dan Peluang (Berdasarkan Press
Release OJK 2008-2011). e-Jurnal
Akuntansi Trisakti, 2(1).
Rachmawati, Kurnia Kusuma dan Marsono.
2014. Pengaruh Faktor-Faktor dalam
Perspektif Fraud Triangle Terhadap
Fraudulent Financial Reporting (Studi
Kasus pada Perusahaan Berdasarkan
Sanksi Bapepeam Periode 2008-2012).
Diponegoro Journal of Accounting, 3(2).
Rosita, Deviana dan Gudono. 2014. Analisis
Faktor Tekanan Dan Peluang Dalam
Fraud Triangle Terhadap Perilaku
Kecurangan Pelaporan Keuangan. e-
Jurnal Akuntansi Universitas Gajah
Mada, 10.
Sihombing, Kennedy Samuel dan Shiddiq Nur
Rahardjo. 2014. Analisis Pengaruh Fraud
Diamond dalam Mendeteksi Financial
Statement Fraud pada Perusahaan
Manufaktur yang Terdaftar di Bursa Efek
Indonesia (BEI) Tahun 2010-2012.
Diponegoro Journal of Accounting, 3(2).
Sukirman dan Maylia Pramono Sari. 2013.
Model Deteksi Kecurangan Berbasis
Faud Triangle (Studi Kasus pada
Perusahaan Publik di Indonesia). Jurnal
Akuntansi dan Auditing Universitas
Semarang, 9(2).