fluid overload as a biomarker of heart failure and acute kidney injury-1
DESCRIPTION
aTRANSCRIPT
REFRAT
KELEBIHAN BEBAN CAIRAN SEBAGAI BIOMARKER GAGAL
JANTUNG DAN ACUTE KIDNEY INJURY
Oleh:
Ivan Aristo G99141146
Dwi Septiadi Badri G99141147
Dimas Alan Setiawan G99141148
Yudhistira Permana G99141149
Pembimbing
dr. Arifin, Sp.PD-KIC,FINASIM
KEPANITERAAN KLINIK SMF ILMU PENYAKIT DALAM
FAKULTAS KEDOKTERAN UNS/RSUD DR MOEWARDI
S U R A K A R T A
2015
HALAMAN PENGESAHAN
Laporan Refrat Ilmu Penyakit Dalam dengan judul:
KELEBIHAN BEBAN CAIRAN SEBAGAI BIOMARKER GAGAL
JANTUNG DAN ACUTE KIDNEY INJURY
Oleh :
Ivan Aristo G99141146
Dwi Septiadi Badri G99141147
Dimas Alan Setiawan G99141148
Yudhistira Permana G99141149
Telah disetujui untuk dipresentasikan pada tanggal :
Pembimbing
dr. Arifin, Sp.PD-KIC,FINASIM
Kelebihan Beban cairan sebagai Biomarker Gagal Jantung dan Luka Ginjal
Akut
Abstrak
Latar Belakang/Tujuan: Gagal jantung akut (HF) dan luka ginjal akut (AKI)
adalah hal yang umum. Sindrom-sindrom ini masing-masing terkait dengan
banyak morbiditas, mortalitas (kematian), dan pemanfaatan sumberdaya kesehatan
dan semakin banyak ditemui. Penumpukan cairan dan kelebihan beban adalah
tema umum pada patofisiologi dan perjalanan klinis HF maupun AKI.
Metode: Tinjauan literatur ini memberikan sebuah gambaran tentang patofisiologi
penumpukan cairan dengan sebuah fokus terhadap HF dan AKI, bersama-sama
dengan pembahasan tentang pentingnya penilaian keseimbangan cairan dalam
sindrom-sindrom ini dan bagaimana hal ini berkorelasi dengan hasil klinis. Hasil:
Dalam HF, penumpukkan cairan, yang diartikan sebagai keseimbangan cairan
kumulatif positif maupun sebagai pendistribusian ulang cairan akut,
menggambarkan sebuah mekanisme inti timbulnya dekompensasi akut dan terkait
dengan memburuknya gejala, perawatan di rumah sakit, dan kematian.
Menentukan keseimbangan cairan dalam HF mungkin kompleks dan sebagian
besar tergantung kepada patofisiologi pokok; akan tetapi, selain pengukuran
keseimbangan cairan sederhana (asupan dikurangi keluaran), biomarker yang
lebih baru (yaitu natriuretik peptida tipe-B) dan teknologi baru (yaitu kardiografi
impedansi) terbukti bermanfaat untuk pendeteksian dan identifikasi resiko untuk
HF dekompensasi akut yang dapat membiarkan intervensi terdahulu dan
diterjemahkan kedalam peningkatan hasil klinis. Data terkini juga muncul yang
menunjukkan pentingnya keseimbangan cairan baik pada pasien dewasa maupun
anak-anak penderita AKI. Secara umum, sebuah keseimbangan cairan
menandakan morbiditas yang lebih tinggi dan peningkatan resiko untuk hasil
klinis yang buruk. Keseimbangan cairan seharusnya diakui sebagai biomarker
yang mungkin dapat dimodifikasi dan faktor penentu hasil klinis pada pasien-
pasien ini. Kesimpulan: Sekarang ini, dampak dari keseimbangan cairan dalam
kedua sindrom ini, terutama pada AKI, mungkin kurang dipahami. Belum banyak
atau tidak data khususnya mengenai keseimbangan cairan dalam sindrom
cardiorenal, dimana penyakit jantung akut/kronis turut membuat fungsi ginjal
memburuk secara akut/kronis yang mungkin memperburuk homeostasis cairan.
Penelitian-penelitian lain diperlukan.
Gagal jantung (HF) dan luka ginjal akut (AKI) adalah dua sindrom yang
umum ditemui dalam praktek klinis. Sindrom-sindrom ini masing-masing terkait
dengan banyak morbiditas, mortalitas, dan pemanfaatan sumberdaya kesehatan
dan keduanya akhir-akhir ini telah diketahui meningkat angka kejadian dan
prevalensinya [1-5]. Lagipula, penyakit jantung dan ginjal ada secara bersama-
sama [6,7]. Data pengamatan dan percobaan klinis telah bertambah hingga
menunjukkan bahwa penyakit jantung akut/kronis dapat secara langsung turut
membuat fungsi ginjal memburuk secara akut/kronis dan sebaliknya – yang
disebut sindrom cardiorenal (CRS). Akhir-akhir ini, sebuah definisi kesepakatan
dan skema klasifikasi untuk CRS telah dikemukakan [8]. CRS dan sub-sub
tipenya dikelompokkan menurut interaksi yang signifikan antara jantung dengan
ginjal, yang memiliki prinsip-prinsip dasar sama dalam memberikan
kecenderungan patofisiologi [9-12]. Penumpukan cairan dan kelebihan beban
adalah tema yang umum dalam patofisiologi dan perjalanan klinis HF dan AKI.
Sebuah keseimbangan cairan positif telah ditunjukkan terkait dengan hasil klinis
yang buruk dalam berbagai lingkup klinis, termasuk operasi colorectum elektif,
luka paru-paru akut, syok septik, dan penyakit kritis serta pada populasi anak dan
dewasa [13-18]. Data baru telah muncul yang menunjukkan keseimbangan cairan
positif pada pasien yang sakit kritis dan menderita AKI yang secara umum
menandakan meningkatnya resiko untuk hasil klinis yang buruk [19, 20]. Tinjauan
ini memberikan sebuah gambaran singkat tentang patofisiologi penumpukkan
cairan dengan sebuah fokus terhadap HF dan AKI, bersama-sama dengan sebuah
pemahaman tentang pentingnya penilaian keseimbangan cairan dalam sindrom-
sindrom ini dan bagaimana hal ini berkorelasi dengan hasil klinis.
Gagal Jantung
Epidemiologi
HF akut menjadi masalah kesehatan masyarakat yang semakin besar.
Lebih dari 5 juta orang dewasa di AS dan 10 juta orang dewasa di Eropa memiliki
diagnose HF [2,4]. Angka kejadian HF baru meningkat tajam dengan
bertambahnya usia, yang melebihi 8-15 per 1.000 penduduk pada orang-orang
yang berusia ≥ 65 tahun. HF paling umum dikaitkan dengan penyakit jantung
koroner yang sudah ada, hipertensi, dan diabetes mellitus, dan saat ini menyatakan
alasan paling umum atas perawatan di rumah sakit (sekitar 20% dari semua
penerimaan) untuk orang-orang yang berusia ≥ 65 tahun [2]. Lagipula, perawatan
di rumah sakit dan angka masuk kembali rumah sakit karena HF naik terus, yang
turut menimbulkan beban ekonomi yang diperkirakan hamper 35 milyar dollar AS
di Amerika saja [2, 21]. Kematian di rumah sakit akibat HF akut berkisar antara 4
sampai 8% [22-25]; akan tetapi, pada orang-orang yang selamat saat pulang dari
rumah sakit, angka kematiannya adalah 8-15% dalam 3 bulan [22, 26, 27]. Dalam
3 bulan indeks perawatan di rumah sakit, perkiraan angka perawatan ulang di
rumah sakit berkisar antara 30 sampai 38% [10, 24-26]. Secara keseluruhan,
meskipun prognosis untuk orang-orang penderita HF telah membaik dengan
kemajuan-kemajuan dalam terapi, sebaiknya diketahui bahwa angka kematian
yang diakibatkannya masih tetap tinggi, dan bahwa angka kematian mutlak akibat
HF terus bertambah [28].
Patofisiologi
Banyak faktor yang berinteraksi dan turut mempengaruhi patofisiologi HF
akut. Penumpukan cairan mungkin merupakan salah satu mekanisme yang paling
penting dalam HF dekompensasi akut (ADHF). Penumpukan cairan secara
langsung turut mengakibatkan memburuknya gejala klinis ADHF yang mencapai
puncaknya saat perawatan di rumah sakit [29]. HF adalah penyakit progresif yang
terjadi dalam respon akut dan/atau kronis, kondisi menimbulkan kerusakan otot
jantung (yaitu infarksi miokardial, ventrikuler kiri, LV, kelebihan beban
tekanan/volume, familial cardiomyopathy). Hal ini diterjemahkan kedalam
hilangnya fungsi miosit jantung dan/atau gangguan kontraktilitas miokardial
normal [30]. Penurunan pada fungsi pompa LV ini menggambarkan penyebut
umum dalam patofisiologi HF. Akibatnya, sekumpulan mekanisme kompensasi
diaktivasi yang mengatur dan memulihkan fungsi LV menjadi didalam jangkauan
homeostasis normal, tetapi dari waktu ke waktu menjadi maladaptif. Perubahan-
perubahan maladaptif ini turut mengakibatkan penumpukkan cairan dan gejala
klinis. Peningkatan tekanan end-diastolic LV, pembengkakan LV dan hipoperfusi
organ akhir relatif mengaktivasi sistem syaraf simpatik, renin-angiotensin-
aldosteron axis dan merangsang pelepasan arginine vasopressin nonosmostik. Hal
ini secara langsung turut menyebabkan dan memperburuk penumpukkan cairan
yang ada dengan penahanan sodium yang sangat besar dan terganggunya ekskresi
air bebas guna mempertahankan cardiac output. Kelebihan tekanan/volume
diastolik akhir selanjutnya turut mengakibatkan hipoperfusi dan subendocardial
ischemia. Selain itu, peningkatan pelepasan sitokin inflamasi (yaitu faktor
nekrosis tumor) telah diamati pada pasien HF. Secara bersama-sama, mekanisme
kompensasi ini turut mengakibatkan perubahan bentuk LV, perentangan
miokardia, pemuntahan valvula, dan selanjutnya mengakibatkan gangguan hilir
pada fungsi LV. Mekanisme-mekanisme ini juga memberikan kecenderungan
terhadap AKI dan dapat mengakibatkan penyakit ginjal kronis. Penurunan pada
angka filtrasi glomerulus (GFR) merupakan faktor penting yang memperburuk
pada HF dengan semakin mengurangi kapasitas seorang pasien untuk menangani
homeostasis cairan, mengurangi responsivitas terhadap terapi-terapi kunci (yaitu
loop diuretics) dan turut mengakibatkan penumpukkan cairan. Mekanisme HF
yang telah disebutkan sebelumnya juga dijelaskan secara lebih umum pada pasien
HF kronis penderita dekompensasi akut, dimana penumpukkan cairan mungkin
telah terjadi secara perlahan-lahan. Pada pasien ini mungkin berada dalam
keseimbangan cairan positif. Belakangan ini, sebuah sub-tipe tambahan HF akut,
yang disebut kegagalan vaskuler akut, telah dijelaskan [31, 32]. Patofisiologi
pokok gagal vaskuler akut ditandai dengan hipertensi akut, peningkatan resistensi
vaskuler sistemik dan impedansi aorta. Penumpukan cairan di lingkungan ini lebih
akut, dan mungkin merupakan hasil dari pendistribusian ulang cairan dari
sirkulasi perifer (tepi) ke sirkulasi paru-paru, yang muncul sebagai edema paru-
paru akut [31, 32]. Para pasien ini mungkin atau mungkin tidak berada dalam
keseimbangan cairan yang positif. Penumpukan cairan, yang diartikan baik
sebagai keseimbangan cairan positif maupun sebagai redistribusi cairan akut,
menggambarkan sebuah mekanisme pokok dari dekompensasi dalam HF yang
mengakibatkan perawatan di rumah sakit. Penanganan pasien HF memerlukan
pemahaman tentang pentingnya keseimbangan cairan sebagai biomarker dari
tingkat keparahan dan/atau perkembangan penyakit.
Penumpukkan Cairan dalam HF
Penumpukkan cairan dapat dideteksi dan dipantau pada pasien HF dengan
menggunakan sejumlah metode, termasuk temuan-temuan klinis disamping
tempat tidur, biomarker, dan teknologi baru, dimana banyak diantaranya yang
telah terbukti berkorelasi dengan dekompensasi klinis. Sebuah ringkasan tentang
gejala/tanda klinis tentang penumpukkan cairan pada pasien HF ditunjukkan pada
tabel 1. Gejala penumpukkan cairan pada HF dapat meliputi sebuah riwayat
kelelahan, dyspnea, orthopnea, paroxysmal nocturnal dyspnea, dan kenaikan berat
badan. Akan tetapi, perubahan-perubahan pada berat badan itu sendiri merupakan
sebuah prediktor yang relatif tidak sensitif tentang penumpukkan cairan dan
dekompensasi akut berikutnya. Pada pemeriksaan fisik, setiap bukti mengenai
ronkhi basah halus paru, pembengkakan jugular venous, suara jantung ketiga (S3),
pleural effusions, ascites, peripheral edema, dan penyumbatan vena paru-paru
pada sinar-X dada semuanya menunjukkan pentingnya penumpukan atau
redistribusi cairan secara klinis. Dalam sebuah tinjauan sistematis yang terfokus
kepada evaluasi terhadap para pasien yang datang ke unit gawat darurat dengan
dyspnea, Wang dkk [33] menemukan lima faktor klinis yang meningkatkan
peluang ADHF, termasuk riwayat HF sebelumnya, gejala paroxysmal nocturnal
dyspnea, bunyi jantung ketiga, foto rontgen dada yang menunjukkan kongesti
vena dan bukti elektrokardiogram tentang atrial fibrilasi. Meskipun ciri-ciri klinis
ini sangat menyiratkan penumpukkan cairan, namun pengukuran ‘keseimbangan
cairan’ pada pasien penderita ADHF pada waktu penyajian mungkin menantang,
dan di lingkungan rawat jalan, dokumentasi yang akurat tentang asupan dan
keluaran cairan tidak tersedia. Keseimbangan cairan sebagai biomarker (penanda
biologis) tentang tingkat keparahan HF dan/atau respon terhadap terapi mungkin
lebih terpercaya apabila dipantau di lingkungan ‘rawat jalan’.
Beberapa penanda, khususnya natrioretic peptide atrial (yaitu ANP) dan
tipe B (yaitu BNP, NT-proBNP) [34], telah ditunjukkan memiliki manfaat untuk
diagnosis HF, pengelompokkan resiko, pendeteksian awal terhadap dekompensasi
akut dan untuk mengarahkan dan menyesuaikan terapi untuk HF menurut
pengukuran serial [35]. Kadar natriuretic peptide plasma berkorelasi positif
dengan volume dan tekanan diastolik akhir LV, berbanding terbalik dengan fungsi
sistolik LV, dan berkorelasi erat dengan hasil klinis. Dalam sebuah tinjauan
sistematis terhadap 19 penelitian terhadap pasien HF dengan menggunakan BNP
untuk memperkirakan resiko kejadian atau kematian akibat HF, Doust dkk [36]
menemukan bahwa setiap kenaikan sebesar 100 pg/ml pada BNP terkait dengan
kenaikan sebesar 35% pada resiko kematian relatif. Pengujian titik perawatan
untuk BNP (dan NT-proBNP) sekarang tersedia secara luas untuk digunakan di
lingkungan rawat inap dan rawat jalan. Biomarkers ini menunjukkan janji yang
signifikan untuk memperbaiki hasil apabila dibandingkan dengan penyesuaian
terapi HF menurut evaluasi klinis samping tempat tidur saja [37]. Dalam sebuah
percobaan klinis acak kecil terhadap 69 pasien yang mengalami gangguan fungsi
sistolik LV, terapi HF yang diarahkan dengan pengukuran BNP serial, jika
dibandingkan dengan algoritma klinis yang diterapkan dengan tepat, terkait
dengan berkurangnya angka kejadian dan kematian akibat HF secara signifikan
[37]. Meskipun data dari percobaan-percobaan yang lebih besar selanjutnya telah
bercampur, beberapa diantaranya telah menunjukkan penanganan HF yang
diarahkan oleh BNP terkait dengan penilaian dokter yang lebih sering, titrasi obat-
obatan HF yang lebih sering, dan berkurangnya perawatan di rumah sakit untuk
HF, khususnya untuk para pasien yang berusia <75 tahun [38-40]. Yang terakhir,
dalam sebuah kelompok yang terdiri atas 182 pasien yang secara berurutan
diterima di rumah sakit karena ADHF, Bettencourt dkk [41] mengelompokkan
pasien kedalam tiga kelompok berdasarkan perubahan relatif pada nilai-nilai NT-
proBNP sejak masuk hingga pulang dari rumah sakit (penurunan sebesar ≥ 30%;
tidak ada perubahan yang signifikan; kenaikan sebesar ≥30%). Dengan analisis
multivariate, bukti klinis tentang kelebihan beban cairan dan perubahan pada NT-
proBNP merupakan satu-satunya faktor bebas yang terkait dengan kematian atau
perawatan kembali di rumah sakit dalam waktu 6 bulan. Pengukuran BNP
memainkan peran adjuvant yang penting untuk diagnose, identifikasi resiko dan
pemantauan terapi pada pasien HF; akan tetapi, nilai BNP mungkin akan bersifat
kontek spesifik dan memerlukan penyesuaian individual karena keragaman antar
pasien yang relatif lebar. Penelitian-penelitian lain diantisipasi untuk memperluas
pemahaman kita tentang peran BNP dalam HF.
Belakangan ini, teknologi baru, seperti peralatan yang dapat ditanam dan
kardiografi impedansi noninvasif (ICG), telah dikembangkan untuk lebih baik
memantau status cairan, redistribusi cairan dan untuk mendeteksi penumpukkan
cairan permulaan awal pada pasien HF, dan untuk mengarahkan terapi dan
mengurangi perawatan di rumah sakit. Dalam sebuah penelitian pendahuluan
prospektif terhadap 32 pasien HF kronis, Adamson dkk., [42] menanam sebuah
pacemaker single-lead pada ventrikel kanan (RV) sebagai pemantau
hemodinamika terus menerus (IHM) untuk mengkorelasikan apakah perubahan-
perubahan pada hemodinamika RV dapat mengarahkan terapi HF dan
memprediksikan kemerosotan klinis. Peningkatan-peningkatan pada tekanan RV
yang diukur dengan alat IHM memprediksikan episode-episode ADHF sekitar 4
hari sebelum kejadian [42]. Lebih khusus lagi, dalam 36 kejadian kelebihan beban
volume, tekanan sistolik RV meningkat sebesar 25% (p < 0,05), dan denyut
jantung naik sebesar 11% (p < 0,05) jika dibandingkan dengan basal. Pada 33
pasien NYHA stadium III dan IV, Yu dkk [43] menanam sebuah alat pacemaker
yang mampu mengukur impedansi intrathoracic sebagai pengganti untuk
penumpukan cairan paru-paru. Pasien yang dipantau secara serial, dan dalam
status cairan selama perawatan di rumah sakit dan tekanan baji arteri paru-paru
(PAWP) diukur. Pada 10 pasien yang memerlukan perawatan di rumah sakit
karena kelebihan beban cairan, impedansi intrathoracic ditunjukkan berkurang
sebesar 12% pada rata-rata 18 hari sebelum dekompensasi akut jelas dan
perawatan di rumah sakit. Perubahan dalam impedansi ini berbanding terbalik
dengan PAWP dan keseimbangan cairan [43]. Dalam sebuah studi observasi
prospektif terhadap 212 pasien HF yang stabil kronis, Packer dkk., [44]
melakukan evaluasi klinis serial dan ICG yang dibutakan sebagai pengganti
penumpukan cairan paru-paru, setiap 2 minggu selama 26 minggu, dan diikuti
untuk mengetahui kejadian ADHF, perawatan di rumah sakit karena HF atau
kematian. Mereka menemukan bahwa tiga parameter ICG (yaitu indeks
kecepatan, waktu pengeluaran LV, indeks cairan thoraks) yang digabungkan
kedalam sebuah nilai gabungan adalah sebuah prediktor yang kuat tentang sebuah
kejadian yang terjadi pada 14 hari berikutnya (p < 0,001). ‘Keseimbangan cairan’
dan redistribusi, seperti yang diukur dan ditentukan oleh alat-alat ini,
menunjukkan potensi diagnostik dan terapetik serial dan/atau pemantauan dinamis
pada HF.
Dalam sebuah percobaan klinis kecil terhadap pasien yang sakit kritis dan
menderita edema pulmo, yang diartikan sebagai cairam paru dengan
ekstravaskuler tinggi (>7 ml/kg) yang diukur dengan kateterisasi arteri paru-paru,
sebuah keseimbangan cairan positif yang lebih dari 1 l dalam 36 jam diketahui
terkait dengan angka kematian yang lebih tinggi, durasi ventilasi mekanik yang
lebih panjang dan lebih lamanya waktu tinggal di ICU dan rumah sakit [45].
Penelitian ini merupakan penelitian pertama yang menunjukkan bahwa
pengukuran keseimbangan cairan memiliki relevansi klinis dan bahwa
mengadopsi sebuah strategi cairan untuk mencapai sebuah keseimbangan cairan
netral atau negatif dalam populasi ini dapat meningkatkan hasil klinis tanpa
membahayakan profil hemodinamika pasien atau menimbulkan disfungsi organ
lain seperti AKI. Hal ini selanjutnya dipertegas pada penelitian yang lebih besar
terhadap para pasien yang sakit kritis dan mengalami luka paru-paru akut [14, 17].
Acute Kidney Injury
Epidemiologi
AKI juga merupakan sebuah permasalahan klinis umum dan biasanya
menandakan peningkatan yang besar pada morbiditas, mortalitas, dan
pemanfaatan sumberdaya kesehatan [46-51]. Banyak penelitian epidemiologi
yang telah memberikan berbagai macam perkiraan angka kejadian tentang AKI;
akan tetapi, kesimpulan telah seringkali dibatasi karena kekurangan definisi
terstandar sebelumnya dan populasi terpilih yang sedang diteliti [52-54]. Beberapa
penelitian kelompok multicenter besar terkini telah menggunakan kriteria RIFLE
untuk AKI (singkatan dari Risk (resiko), Injury (luka), Failure (kegagalan), Loss
(kehilangan), End-Stage Kidney Disease (penyakit ginjal stadium akhir), sebuah
definisi dan skema klasifikasi kesepakatan baru, dan telah melaporkan kejadian
AKI pada sebanyak 36-67% dari semua pasien yang dirawat di perawatan intensif
[47, 55-59]. Penelitian tambahan juga telah menemukan bahwa kejadian AKI
terus meningkat [1,3,5]. Beban AKI yang besar dan terus meningkat ini mungkin
sebagian dikaitkan dengan sebuah pergeseran dalam demografi (yaitu populasi
yang lebih tua, modifiksi resiko dengan penyakit komorbid secara bersama-sama),
presentasi dengan tingkat keparahan yang lebih besar (yaitu sindrom disfungsi
multiorgan), dan perkembangan AKI dalam kaitannya dengan intervensi yang
baru dan lebih komplek (yaitu bedah jantung, transplantasi organ) [60]. AKI
mengakibatkan gangguan homeostasis cairan dan elektrolit dan umumnya terkait
dengan penumpukkan dan kelebihan beban cairan.
Patofisiologi
Beberapa mekanisme turut mengakibatkan penumpukan keseimbangan
cairan positif pada AKI, khususnya pada konteks sakit kritis. Sesuai dengan
kejadian yang mendasari yang mana dalam penyakit kritis seringkali bersifat
multifaktor (yaitu sepsis, nephrotoxins, hipertensi intra-abdominal), AKI timbul
dan ditandai dengan penurunan GFR secara cepat dan terus menerus. Hal ini
secara klinis muncul dengan kenaikan pada kreatinin serum dan penurunan output
urin secara progresif. Hal ini mengganggu homeostasis cairan dan elektrolit dan
mengurangi kapasitas untuk sekresi air bebas dan zat terlarut. Penahanan cairan
dan zat terlarut dapat semakin diperburuk oleh peningkatan aktivasi sistem syaraf
simpatik, renin-angiotensin-aldosteron dan perangsangan pelepasan arginin
vasopressin nonosmotik. Pada penyakit kritis, syok dan inflamasi sistemik turut
mengakibatkan berkurangnya sirkulasi yang efektif, berkurangnya gradient
tekanan onkotik (yaitu hipoalbuminemia) dan perubahan-perubahan pada
permeabilitas kapiler yang turut mengakibatkan asupan cairan wajib yang tinggi
(yaitu resusitasi aktif, obat-obatan intavena) dan kebocoran yang besar dari
kompartemen vaskuler. Data terkini juga menunjukkan bahwa Aki dapat turut
mengakibatkan inflamasi sistemik, dan mengakibatkan disfungsi organ yang jauh
[61, 62]. Dalam sebuah model percobaan atau luka reperfusi (IRI) AKI, Rabb dkk
[62] menunjukkan penurunan yang signifikan pada pelepasan reseptor saluran
sodium paru, Na-K-ATPase dan aquaporin pada AKI pada saat dibandingkan
dengan kontrol. Pada model IRI yang serupa, Kramer dkk [61] menemukan
bahwa AKI terkait dengan peningkatan permeabilitas vaskuler paru dalam 24 jam
sejak luka yang berkorelasi dengan perubahan pada fungsi ginjal. Kedua
penelitian tersebut memiliki implikasi penting untuk bagaimana AKI (dan terapi
cairan dalam AKI) dapat mendorong atau memperburuk luka paru akut dan turut
mengakibatkan penumpukan cairan paru ekstravaskuler. Dalam sebuah penelitian
kelompok kecil terhadap pasien sakit kritis sepsis yang menderita AKI, Van
Biesen dkk [63] menunjukkan bahwa pada pasien penderita hemodinamika
optimal yang tampak, mengembalikan volume intravaskuler dan angka
penggunaan diuretik tinggi, terapi cairan lebih lanjut gagal memperbaiki fungsi
ginjal tetapi mengakibatkan penumpukkan cairan yang tidak perlu dan gangguan
pertukaran gas. Penumpukan cairan dan kelebihan beban juga dapat
mempengaruhi fungsi ginjal dan memperburuk AKI. Sebagai contoh, kelebihan
beban cairan dapat turut menimbulkan atau memperburuk hipertensi intra-
abdominal, khususnya pasien trauma sakit kritis atau pasien yang mengalami luka
bakar, yang mengakibatkan penurunan lebih lanjut pada aliran darah ginjal, aliran
keluar vena, tekanan perfusi ginjal dan output urine [64]. Ventilasi mekanik dan
tekanan ekspirasi akhir positif, dengan meningkatkan tekanan intrathoraks, dapat
mengubah fungsi ginjal dan turut mengakibatkan penumpukkan cairan melalui
perangsangan sekumpulan respon hemodinamika, syaraf dan hormone yang
beraksi terhadap ginjal untuk mengurangi perfusi ginjal, mengurangi GFR dan
menghambat fungsi ekskresi [65, 66]. Demikian halnya, ventilasi mekanik yang
terluka (yaitu barotrauma, biotrauma, volutrauma, atelectrauma) telah ditunjukkan
menimbulkan apoptosis sel tubular renal dan AKI [67]. Yang terakhir, sebuah
keseimbangan cairan positif pada mereka yang beresiko dapat menimbulkan
penurunan akut pada fungsi jantung dan memperburuk HF [68].
Penumpukkan Cairan pada AKI
Beberapa studi klinis terhadap anak-anak yang sakit kritis dan menderita
AKI telah terus menerus mengidentifikasi kelebihan beban cairan sebagai faktor
bebas penting yang terkait dengan kematian [69-72] (tabel 2). Lagipula, tingkat
keparahan kelebihan beban cairan telah ditunjukkan berkorelasi dengan hasil
klinis yang lebih buruk. Goldstein dkk [71] mengevalusi 21 anak-anak penderita
AKI dan menemukan sebuah persentase kelebihan beban cairan (%FO) yang lebih
tinggi pada waktu inisiasi RRT yang terus menerus, terlepas dari tingkat
keparahan sakit, yang terkait secara bebas dengan survival yang lebih pendek.
Formula yang digunakan untuk menghitung persentase kelebihan beban cairan
adalah:
%FO = [(total cairan yang masuk – total cairan yang keluar)/ berat badan saat
masuk × 100]
Temuan ini telah lebih lanjut dipertegas dalam penelitian lain (sebuah
penelitian retrospektif single-center dan sebuah penelitian observasi retrospektif
multicenter) terhadap anak-anak yang sakit kritis dan menderita sindrom disfungsi
multiorgan dan AKI [69, 72]. Dalam sebuah tinjauan retrospektif lainnya,
Gillespie dkk [70] menunjukkan %FO > 10% pada inisiasi CRRT secara
independen terkait dengan kematian (rasio bahaya/resiko, HR, 3,02, CI 95% 1,5-
6,1, p = 0,002). Dalam sebuah surveilans terkini terhadap 51 anak yang menerima
transplantasi sel batang yang perjalanannya diperburuk oleh masuknya dirinya ke
ICU dan AKI, 88% memiliki CRRT yang diinisiasi untuk penanganan kelebihan
beban cairan (rata-rata %FO pada inisiasi adalah 12,4%) [73]. Data ini telah
menyajikan sebuah argumen yang kuat mendukung manfaat survival untuk
inisiasi CRRT awal bagi pencegahan penumpukan cairan dan kelebihan beban
pada anak-anak yang sakit kritis pada saat penanganan resusitasi cairan awal telah
dilakukan.
Dalam sebuah analisis sekunder tentang penelitian Kejadian Sepsis pada
Pasien yang sakit akut, Payen dkk [20] telah menguji pengaruh dari keseimbangan
cairan terhadap survival pasien yang sakit kritis dan menderita AKI. Pada
penelitian ini, para pasien dibandingkan dengan apakah mereka menderita AKI,
yang ditetapkan oleh skor Penilaian Kegagalan Organ Ginjal Berurutan ginjal
sebesar ≥ 2 atau dengan urine output < 500 ml/hari. Dari 3.147 pasien yang
terdaftar, 1.120 (36%) menderita AKI dengan 75% yang terjadi dalam 2 hari sejak
masuk ICU. Angka kematian dalam 60 hari lebih tinggi bagi mereka yang
menderita AKI (36 vs. 16%, p < 0,01). Pada pasien penderita AKI permulaan
awal maupun akhir, rata-rata keseimbangan cairan harian hingga 7 hari di ICU
secara signifikan positif dibandingkan dengan pasien non-AKI (p < 0,05 untuk
setiap hari). Demikian halnya, rata-rata keseimbangan cairan harian secara
signifikan lebih positif untuk mereka yang menderita oliguria (620 vs. 270 ml, p <
0,01) dan mereka yang menerima RRT (600 vs. 390 ml, p < 0,001). Rata-rata
keseimbangan cairan harian secara signifikan lKeebih tinggi bagi non-survivor
dibandingkan dengan survivor (1.000 vs. 150 ml, p < 0,001). Dengan analisis
multivariable, sebuah keseimbangan cairan positif (per l/24 jam) menunjukkan
hubungan yang independen dengan angka kematian 60 hari (HR 1,21; CI 95%,
1,13-1,28; p < 0,001). Meskipun tidak ada data yang tersedia mengenai
keseimbangan cairan menurut waktu terapi penggantian ginjal (RRT), mereka
yang menerima RRT lebih awal (< 2 hari setelah masuk ICU) memiliki kematian
60-hari yang lebih rendah (44,8 vs. 64,6%, p < 0,01), meskipun oliguria dan
tingkat keparahan penyakit lebih besar. Penelitian ini memiliki keterbatasan;
terutama hal ini bukan merupakan sebuah percobaan acak, dan dengan demikian
hubungan yang diamati cenderung bias dari kesalahan pemilihan, factor perancu
dan kesalahan acak.
Dalam sebuah analisis lebih lanjut terhadap 610 pasien yang sakit kritis
dan menderita AKI yang terdaftar dalam database PICARD [48], Bouchard dkk.
[19] mengevaluasi hubungan antara kelebihan beban cairan dengan kematian dan
pemulihan ginjal. Data lengkap mengenai asupan cairan, output dan
keseimbangan dari 3 hari sebelum pendaftaran hingga kepulangan dari rumah
sakit tersedia pada 542 (88,9%) kelompok. Keseimbangan cairan kumulatif
distandarisasi untuk berat badan saat masuk rumah sakit dan ditentukan seperti
yang dijelaskan oleh Goldstein dkk. [71]. Kelebihan beban cairan diartikan
sebagai pencapaian sebuah prosentase penumpukan cairan > 10% pada berat
badan basal. Keterpaparan yang menarik adalah jumlah pasien yang
diklasifikasikan sebagai kelebihan beban cairan pada diagnose AKI, pada inisiasi
RRT bersama-sama dengan durasi (yaitu jumlah hari) kelebihan beban cairan.
Hasil primer yang dievaluasi adalah mortalitas 60-hari dan pemulihan fungsi
ginjal yang dikelompokkan menurut kelebihan beban cairan. Pasien yang
diklasifikasikan sebagai kelebihan beban cairan memiliki tingkat keparahan sakit
dan intensitas pengobatan yang lebih tinggi (yaitu ventilasi mekanik), memiliki
lebih mungkin terjadi pasca operasi dan memiliki kreatinin serum dan output urin
yang lebih rendah para waktu pendaftaran. Angka kematian kasar pada hari ke-60
secara signifikan lebih tinggi untuk pasien AKI yang memiliki kelebihan beban
cairan (48 vs. 35%, p = 0,006). Selisih kematian yang disesuaikan untuk kelebihan
beban cairan pada waktu diagnosis AKI adalah 3,1 (CI 95%, 1,2 – 8,3). Pada
pasien yang menerima RRT, rata-rata penumpukan cairan secara signifikan lebih
rendah pada survivor dibandingkan dengan non-survivor (8,8 vs. 14,2%, p = 0,01)
dan selisih yang disesuaikan untuk kematian karena kelebihan beban cairan pada
inisiasi RRT adalah 2,1 (CI 95%, 1,3-3-4). Lagipula, terdapat bukti mengenai
kenaikan mendekati linear pada angka kematian apabila dikelompokkan menurut
penumpukan cairan kumulatif pada lamanya perawatan di rumah sakit bersama-
sama dengan angka kematian yang lebih tinggi bagi pasien yang memiliki durasi
lebih tinggi yang diklasifikasikan sebagai kelebihan beban cairan (p < 0,0001).
Kelebihan beban cairan pada waktu diagnosis AKI atau pada inisiasi RRT tidak
secara independen terkait dengan pemulihan ginjal. Penelitian ini juga telah
mengakui keterbatasan-keterbatasannya, yang meliputi analisis post-hoc sekunder
tentang data yang dikumpulkan secara prospektif dan mungkin cenderung bias
karena pemilihan dan pengacauan sisa. Selain itu, rumus untuk penghitungan
prosentase kelebihan beban cairan pada pasien dewasa dengan menggunakan berat
badan ‘saat masuk’ tidak terbukti divalidasi secara prospektif dan mungkin
memberi kecenderungan kesalahan pengklasifikasian. Yang terakhir, penelitian ini
tidak dapat membandingkan hubungan antara keseimbangan cairan dengan hasil
pada kontrol non-AKI yang sakit kritis. Akan tetapi, data dari kedua penelitian
observasi ini, bersama-sama dengan penelitian sebelumnya pada orang dewasa
yang sakit kritis dan pasien anak-anak, memberikan bukti yang mendesak bahwa
perhatian terhadap keseimbangan cairan dan pencegahan kelebihan beban volume,
khususnya pada AKI, mungkin merupakan sebuah faktor penentu survival yang
penting dan belum disadari.
Kesimpulan
HF dan AKI akut adalah hal yang umum dan semakin banyak ditemui
dalam praktek klinis. Penumpukan cairan dan kelebihan beban merupakan tema
yang umum dalam patofisiologi dan perjalanan klinis mereka. Keseimbangan
cairan menggambarkan sebuah ‘biomarker’ atau parameter yang penting untuk
mengukur secara serial pada pasien ini yang dapat memberikan informasi
diagnostik, terapi, dan prognosis. Penentuan keseimbangan cairan pada HF
mungkin bersifat kompleks dan sebagian besar tergantung kepada patofisiologi
pokok; akan tetapi, selain pengukuran keseimbangan cairan sederhana (asupan
dikurangi keluaran), biomarker yang lebih baru (yaitu BNP) dan teknologi baru
(yaitu IGC) terbukti bermanfaat untuk pendeteksian awal dan pengidentifikasian
resiko untuk ADHF yang mungkin membiarkan intervensi awal dan
diterjemahkan kedalam peningkatan hasil klinis. Beberapa studi observasi pada
anak dan orang dewasa terfokus kepada Aki sekarang telah menunjukkan data
yang mendukung pentingnya keseimbangan cairan sebagai biomarker yang dapat
dimodifikasi dan faktor penentu hasil klinis. Sekarang ini, dampak dari
keseimbangan cairan pada kedua sindrom ini, khususnya AKI, kurang dipahami.
Ada beberapa atau tidak ada data yang secara khusus tentang keseimbangan cairan
pada CRS, dimana penyakit jantung akut/kronis dapat secara langsung turut
memperburuk fungsi ginjal akit/kronis dan mungkin memperburuk homeostasis
cairan.
Ucapan Terimakasih
Dr. Bagshaw didukung oleh Penghargaan Peneliti Klinis dari Yayasan Alberta
Heritage untuk Beasiswa Klinis Penelitian Medis. Dr. Cruz didukung oleh
beasiswa dari Himpunan Nefrologi Internasional.
Study Year Patient Age Years Weight (kg) Prism Diagnose % Intervention
Mortality Percent FO at RRT initiation by mortality
Goldstein (71)
2001 21 8,8 (6,3)1 28,3 (20,8)1 13,1 (5,8)1 MODS (100) sepsis (52) cardiogenic (19)
CRRT 57 34,0 16,4
Foland (69)
2004 113 9,6 (2,5,14,3)2
31,2 ( 15,9 , 55,3 )2
13,0 (9,0 , 17,0)2
MODS (91) renal (26) cardiogenic (16)
CRRT 43 15,5 9,2
Gillespie ( 70)
2004 77 5,1(5,7)1 77%<10 Kg 12,2 (7,1)1 AKI (100) CRRT 50 For % FO>10% RR of death was 3,02 p=0,002
Goldstein (72)
2005 116 8,5 (6,8)1 11,1 (25,5)1 14,3-16,2 MODS (100) sepsis (39) cardiogenic (20 )
CRRT 48 25,4 14,2
Symons (77)
2007 344 80%(> 1 year)
10% <10 kg 122 Sepsis ( 23,5) BMT (15,9) cardiogenic (11,9)
CRRT 42 When RRT initiated primarily for FO : 49% mortality
Flores (73)
2008 51 11,2 (0,9)1 45,5 (6,1)1 12,7(0,9)1 SCT ( 100) CRRT 55 13,9 10,6
FO = fluid overload . MODS : Multi organ dysfunction syndrome, PRISM = Pediatric risk of mortality score
SCT = stem cell Transnplantion , BMT = Bone Marrow transplantion
1 = Mean (SD)
2= Median (IQR)
3= Subgroup of children with MODS ≥3 organs
3= Subgroup of children with MODS ≥3 organs