faktor faktor yang mempengaruhi merger dan …eprints.undip.ac.id/30900/1/jurnal_pdf.pdf · and dp...
TRANSCRIPT
1
FAKTOR – FAKTOR YANG MEMPENGARUHI MERGER DAN AKUISISI
(Studi Perusahaan Publik Pada BEI tahun 2000-2009)
ALI RIZA FAHLEVI
Dr.H.Abdul Rohman, M.Si, Akt
Universitas Diponegoro
ABSTRACT
The object of this research is to know of factors that influence the policy of
merger and acquisition (M&As) of companies on the Stock Exchange. Appraisal
(valuation) of the company measured by Tobins'q and momentum return (MR), Four
proxies used for Controls are cash flow, dividend payout, new debt (HB), and the
issuance of new equity (PEB).
In this study the data used are secondary data, while the population in this
research that companies that do or do not do policy strategy and M & As are listed
on the Stock Exchange immersion period 2000 to 2009. Sampling methods used in
this study was purposive sampling, in this study using the 88 companies, consisting of
44 companies that make M & As, and 44 companies that do not do M & As with the
characteristics of the same business with companies doing M & As. Test analysis
used in this study using logistic regression with the dependent variable and dummy
companies that do not do M & As, and multiple regression with the dependent
variable is performance company, two proxies used for performance company are
operational performance and market performance (CAR).
The results of logistic regression test showed that the variables Tobins'Q, CF,
and DP that significantly influence the decision of M & As, whereas the test results of
multiple regression, only dummy variables (stock and cash) that affect the
operational performance and market performance (CAR).
Key words: Mergers and Acquisitions, Corporate Performance, and CAR
2
I. PENDAHULUAN
Era globalisasi yang semakin berkembang belakangan ini, membuat
perusahaan semakin terpacu untuk mengembangkan bisnisnya. Globalisasi akan
semakin mendorong ketatnya persaingan diantara perusahaan – perusahaan lain, dan
hanya perusahaan yang mempunyai strategi dan kemampuan bisnis yang baiklah
yang mampu bertahan dan mengembangkan bisnis share nya. Serta di tengah iklim
dunia usaha yang kurang mendukung dewasa ini dan dengan semakin ketatnya
persaingan baik di tingkat nasional, regional maupun internasional, pengusaha
dituntut untuk dapat meningkatkan daya saing perusahaan untuk mampu bertahan
dalam persaingan yang ketat tersebut (Prasetyo, 2004).
Dengan adanya persaingan yang begitu ketat, setiap perusahaan akan
dituntut untuk bisa menghadapi tantangan dan hambatan yang timbul dari adanya
persaingan tersebut. Sehingga perusahaan diharapkan dapat menggunakan strategi
yang tepat untuk mempertahankan kelangsungan bisnisnya, serta penggunaan strategi
bisnis yang tepat oleh perusahaan dapat dijadikan sebagai alat untuk meningkatkan
nilai (value) bagi perusahaan, terutama dalam hal peningkatan laba perusahaan.
Pada dasarnya perusahaan dibentuk untuk jangka waktu yang tidak terbatas,
dan di harapkan memperoleh profit / keuntungan yang maksimal. Banyak cara atau
strategi yang digunakan perusahaan untuk mengembangkan bisnis usahanya demi
menjaga kelangsungan hidup perusahaan itu sendiri. Salah satu usaha untuk
meningkatkan pertumbuhan dan menjaga kelansungan hidup perusahaan dapat
dilakukan dengan melalui strategi eksternal merger dan akuisisi (M&As). M&As
diangap merupakan strategi yang handal yang dapat dilakukan perusahaan untuk
lebih mengembangkan bisnis perusahaan, yang pada akhirnya di harapkan dapat
meningkatkan nilai perusahaan. Dalam hal ini meningkatnya laba atau keuntungan
yang didapat perusahaan.
3
Merger dan Akuisisi (M&As) merupakan bentuk penggabungan usaha antara
perusahaan yang satu, dengan perusahaan yang lain yang bertujuan meningkatkan
nilai perusahaan, sehingga akan memperoleh hak kendali (contol) atas perusahaan
tersebut. Di Indonesia sendiri, perkembangan M&As terus mengalami peningkatan,
hal ini dapat dilihat dari semakin banyaknya perusahaan yang melakukan M&As.
Perkembangan M&As di Indonesia di awali pada tahun 1980an, di mana pada masa
itu banyaknya perbankan di Indonesia yang melakukan M&As, walaupun M&As itu
sendiri mulai merambah di Indonesia pada tahun 1960an.
Dalam pelaksanaan strategi Merger dan Akuisi (M&As), perusahaan
mengharapkan reward atau pengembalian yang dapat diterima perusahaan atas
pelaksanaan strategi tersebut. Reward yang diharapkan perusahaan atas pelaksanaan
strategi tersebut dapat berupa meningkatnya laba perusahaan, meningkatnya harga
saham perusahaan, semakin banyaknya investor yang menanamkan modalnya pada
perusahaan, serta semakin dikenalnya perusahaan oleh masyarakat. Di beberapa
negara, termasuk Indonesia, pelaksanaan M&As banyak dipengaruhi oleh beberapa
faktor yang secara langsung maupun tidak langsung akan mendorong keberhasilan
pelaksanaan keputusan M&As tersebut. Faktor tersebut berupa faktor eksternal
(external factor) dan faktor internal (internal factor). Dalam fakor eksternal dapat
berupa pembiayaan M&As, yang berhubungan dengan modal perusahaan yang
digunakan dalam pelaksanaan strategi tersebut (cash atau penerbitan saham baru
dalam pembiayaan M&As), serta faktor internal yang berhubunggan dengan
kemampuan manager dalam mengambil dan melaksanakan keputusan M&As.
Alasan utama perusahaan lebih memilih melakukan Merger dan Akuisisi
(M&As) sebagai strategi utama perusahaan dalam pengembangan perusahaannya
adalah karena dengan strategi M&As perusahaan tidak perlu memulai awal bisnis
yang baru karena bisnis share perusahaan telah terbentuk sebelumnya, sehingga
tujuan perusahaan akan dapat dengan cepat terwujud. Selain itu M&As memberikan
banyak keuntungan lain yaitu peningkatan SDM perusahaan, peningkatan
4
kemampuan dalam hal pemasaran, skill manajerial, riset, perpindahan atau transfer
teknologi, dan akan adanya efisiensi biaya produksi perusahaan.
Bagi pihak manajemen, keputusan akuisisi yang tepat, akan mampu
meningkatkan harga saham perusahaan juga akan memberikan kesejahteraan bagi
pemegang saham. Atas hal tersebut manajemen akan memperoleh insentif atau bonus
atas keputusan akuisisi tersebut. Hal tersebut dikarenakan manager yang bertindak
sebagai pengambil keputusan dapat mempengaruhi perilaku dan kinerja perusahaan
(Bertrand dan Schoar, 2003; Adams et al, 2005; Dow dan Raposo,2005 ).
Salah satu penyebab terjadinya M&As antara lain adalah karena adanya
deregulasi, persaingan usaha, memperluas ukuran perusahaan dan persaingan
ekonomi hingga global, meningkatkan teknologi yang dimiliki suatu perusahaan dan
keinginan perusahaan untuk mengalihkan bisnisnya ke bisnis baru (Yudyatmoko &
Naim, 2000). Martin dan Mc Connel (1991) mengidentifikasikan dua motif M&As,
yaitu (1) mendorong sinergi antar perusahaan pengakuisisi (bidder) dan perusahaan
yang terakuisisi (target) dalam bentuk efisiensi karena adanya kombinasi operasi atau
fisik sehingga dapat berkompetisi di pasar, (2) untuk mendisiplinkan atau mengontrol
kinerja manajer dari perusahaan terakuisisi agar dapat menciptakan keunggulan
produk. Diantara kedua alasan tersebut, alasan sinergilah yang paling dominan.
Strategi yang digunakan perusahaan (M&As) dalam hal pencapaian tujuan
sangat mempengaruhi keputusan investor dalam menanamkan modalnya pada suatu
perusahaan. Hal tersebut sangat berkaitan dengan feedback yang nantinya akan
diterima investor. Pada dasarnya, strategi perusahaan dengan menggunakan M&As
dalam meningkatkan nilai perusahaan akan memberikan sinyal yang baik bagi
investor, sehingga akan membuat investor menanamkan modalnya pada perusahaan
tersebut.
Dalam perkembanganya, tujuan M&As bagi perusahaan, yang dalam hal ini
meningkatkan nilai perusahaan, mengalami perubahan tujuan. Jika M&As dilakukan
5
secara efisien, meningkatnya nilai perusahaan tidak hanya dialami oleh perusahaan
bidder, tetapi juga oleh perusahaan target. Hal ini ditunjukkan oleh penelitian yang
dilakukan oleh Kymaz dan Baker (2008), yang menjelaskan bahwa secara
keseluruhan abnormal return bagi perusahaan target menunjukan angka positif. Hal
tersebut menunjukan bahwa return yang diterima oleh perusahaan target lebih baik
dari perusahaan bidder. Kiymaz dan Baker (2008) juga menyatakan bahwa terdapat
pengaruh antara keterkaitan industri dan abnormal return, sehingga hal tersebut
memungkinkan terjadinya sinergi yang baik.
Fung et al (2009) secara lebih rinci menjelaskan bahwa keputusan M&As
tidak lagi dianggap sebagai strategi peningkatan nilai perusahaan, tetapi pada
beberapa hal malah mengabaikan kepentingan perusahaan dan meningkatkan konflik
agensi. Hal tersebut dikarenakan adanya perbedaan tujuan yang hendak dicapapai
antara agent (manajer) dan principal (pemegang saham) dalam keputusan M&As
yang diambil, sehingga apabila kegiatan perusahaan yang tidak diperbaiki dalam
keputusan akuisisi, keputusan tersebut akan dapat menghancurkan nilai bagi
pemegang saham (shareholder) perusahaan bidder (Fung et al.,2009).
Disamping itu, di banyak negara, termasuk di Indonesia, keputusan M&As
sangat dipengaruhi oleh pasar saham di mana pasar saham memainkan peran yang
berpengaruh pada keputusan M&As, dan pasar saham akan memiliki dampak yang
signifikan dalam dilakukan tidaknya keputusan M&As (Shleifer dan Visny, 2003). Di
samping itu adanya peran CEO atau manager perusahaan yang memainkan peranan
penting dalam keputusan M&As, sehingga relevansi atau keterbukaan atas informasi
perusahaan pada pasar saham, dapat dijadikan dasar atas keberhasilan M&As itu
sendiri.
Sejalan dengan hal di atas, beberapa penelitian mengungkapkan akuisisi
yang berbasis pada pasar umumnya berdasarkan pada alasan-alasan teoritis. Hal itu
senada atau konsisten dengan perspektif Neoklasik yang didukung oleh Jovanovic
dan Rousseau (2002). Jovanovic dan Rousseau (2002) menyatakan bahwa M&As
memiliki nilai (keuntungan) yang lebih besar pada saat pasar pada penilaian yang
6
tinggi. Ketika pasar saham menjadi faktor yang sangat berpengaruh dalam segala
keputusan M&As, hal tersebut juga berkaitan dengan informasi yang terkandung
dalam pasar itu sendiri. Informasi yang mencerminkan atas harga saham, serta hal
lain yang berkaitan dengan hal itu, akan mempengaruhi manager dalam pengambilan
keputusan M&As.
Ketika harga saham mengalami kenaikan (overvalued), dan perusahaan
cenderung menerbitkan saham baru, hal itu akan menjadi daya tarik sendiri bagi
perusahaan lain untuk melakukan M&As. Hal tersebut senada dengan Stein (1996)
dan Loughran dan Vijh (1997) yang mengungkapkan manager cenderung menjual
saham ketika overvalued, dan akan membeli saham ketika undervalued. Ketika harga
saham perusahaan mengalami peningkatan, hal tersebut akan menjadikan investor
tertarik dalam menanamkan modalnya pada perusahaan tersebut, karena akan
dianggap investor akan mendapat pengembalian (return) atas investasi tersebut.
Bahkan ketika harga saham mengalami kenaikan (overvalued), hal tersebut
mengindikasikan kinerja perusahaan tesebut baik, dan akan mendorong perusahaan
bidder dalam melakukan akusisi terhadap perusahaan target.
Pelaksanaan keputusan M&As itu sendiri secara langsung maupun tidak
langsung akan memberikan dampak bagi bidding firm maupun bagi perusahaan
target. Dampak tersebut dapat berupa meningkatnya volume perdagangan
perusahaan, return saham, serta kinerja perusahaan itu sendiri. Dalam pelaksanaan
M&As, para pelaku pasar akan memperoleh informasi yang terkait atas adanya
strategi perusahaan tersebut, informasi tersebut mengenai metode pembayaran yang
dilakukan oleh bidding firm pada perusahaan target. Kesalahan yang terjadi oleh
bidding firm dalam menilai perusahaan target dalam pelaksanaan M&As, maka hal
tersebut akan menjadikan keputusan M&As menjadi tidak optimal.
Dalam hal itu, Jensen (2005) berpendapat bahwa keputusan M&A yang
overvalued akan menghancurkan nilai perusahaan dalam keputusan akuisisi. Moeller
et al (2006) juga menyatakan hal yang serupa yang menyatakan bahwa penilaian
yang lebih tinggi dapat meningkatkan kemungkinan bahwa manager akan membuat
7
akuisisi yang buruk. Sehingga, dalam perkembangannya M&As mengalami
diversifikasi tujuan. Keputusan strategi M&A dilakukan perusahaan bidder dengan
tujuan utama dalam peningkatan nilai bagi perusahaan jarang sekali tercapai.
Keputusan pelaksanaan M&As malah dapat memberikan keuntungan bagi pihak-
pihak tertentu saja. Dalam hal ini, manajer (agent) akan lebih mendapat keuntungan
atas adanya keputusan tersebut. Dan sebaliknya, keuntungan bagi pihak prinsipal
(pemegang saham), dalam hal ini meningkatnya kesejahteraan akan semakin
terhambat. Hal tersebut berkaitan dengan adanya agency problem dalam keputusan
tersebut, sehingga keputusan M&As yang dilakukan akan memiliki nilai yang dapat
menghancurkan bagi perusahaan.
Disamping itu, metode pembayaran yang dilakukan perusahaan dalam
keputusan M&As akan memberikan informasi kepada pelaku pasar. Metode
pembayaran yang dilakukan dalam proses pelaksanaan M&As akan menggambarkan
tingkat kemampuan atau kapabilitas perusahaan pengakuisisi (bidding firm) dalam
melakukan akuisisi, di pihak lain hal tersebut juga menunjukkan ekspektasi pasar
terhadap sinergi yang dihasilkan oleh keputusan M&As yang dilakukan.
Banyak penelitian yang telah dilakukan dengan tujuan untuk meneliti
pengaruh keputusan merger dan akuisisi (M&As) terhadap kinerja perusahaan dengan
hasil yang beragam. Bamber dan Cheon (1995), melakukan penelitian terhadap
keputusan M&As perusahaan. Penelitian tersebut menyimpulkan bahwa perubahan
harga merefleksi perubahan prediksi rata-rata pasar secara agregat, sebaliknya
volume perdagangan merupakan jumlah tindakan atau perdagangan investor
individual. Reaksi pasar yang ditunjukkan dengan adanya perubahan harga dari
sekuritas yang bersangkutan diukur dengan menggunakan abnormal return, sehingga
bila suatu pengumuman mengandung informasi yang positif maka investor akan
mendapatkan abnormal return. Halil Kiymaz dan H.Kent Baker (2008) mengatakan
bahwa secara keseluruhan abnormal return bagi pengakuissi adalah negatif.
Sedangkan abnormal return bagi perusahaan target menunjukan angka positif,
sehingga hal itu akan menunjukan bahwa return yang diterima pemegang saham
8
perusahaan yang melakukan M&As berbeda antara perusahaan target dan pengambil
alih.
II. TELAAH TEORI DAN PENGEMBANGAN HIPOTESIS
Teori keagenan merupakan teori yang menjelaskan hubungan yang terjadi
antara pihak agen (manager perusahaan), dan pihak prinsipal (pemegang saham).
Teori keagenan (agency theory) berusaha menjelaskan tentang penentuan kontrak
yang paling efisien yang bisa membatasi konflik atau masalah keagenan (Jensen dan
Meckling, 1976 dan Eisenhardt, 1980). Govindrajan (1998) juga menjelaskan bahwa
teori agensi adalah hubungan atau kontrak antara prinsipal dan agen. Dalam teori
yang pertama kali dipopulerkan oleh Janson dan Meckling tahun 1976, melihat
beberapa masalah yang terjadi diantara kedua pihak atau yang disebut sebagai
masalah keagenan (agency problem). Dalam masalah keagenan, dijelaskan adanya
kepentingkan lain dari pihak agen (manager), yaitu adanya tujuan – tujuan lain yang
hendak dicapai pihak manager, selain untuk meningkatkan nilai bagi perusahaan.
Adanya kepentingan individu (self- interest) dari manager yang mengorbankan
kepentingan dari pemegang saham yang menjadi faktor utama dalam timbulnya
masalah keagenan. Dalam suatu perusahaan, masalah keagenan harus dihindari, sebab
apabila hal ini terus terjadi akan menimbulkan biaya keagenan (agency cost) yang
tinggi yang harus dialami perusahaan.
Jensen dan Meckling (1976), menjelaskan ada 3 jenis biaya keaganan yaitu :
1. The monitoring Expenditure by the Principle. Biaya monitoring dikeluarkan oleh
principal untuk memonitor perilaku agen, termasuk juga untuk mengendalikan
(control) perilaku agen melalui budget restriction, dan compensation policies.
2. The bonding expenditure by the agent. The bonding cost dikeluarkan oleh
principal untuk menjamin bahwa agen tidak akan menggunakan tindakan tertentu
9
yang akan merugikan pemegang saham atau untuk menjamin bahwa agen akan
diberi kompensasi jika ia tidak mengambil banyak tindakan.
3. The residual loss yaitu merupakan penurunan tingkat kesejahteraan principal
maupun agen setelah terjadinya agency relationsip.
Menurut teori tersebut, adanya kepentingan manager untuk memaksimalkan
kepentingan dirinya sendiri, serta tidak adanya pengendalian (control) yang dapat
dilakukan prinsipal, akan semakin mendorong terjadinya agency problem. Masalah
keagenan juga terjadi karena adanya asimetri informasi atau ketimpangan informasi
yang dimiliki pihak agen dan principal yang juga mendorong masalah tersebut,
manager yang lebih mengerti dan menguasai atas informasi interrnal perusahaan,
(seperti manager akan lebih mengerti apakah mampu mencapai target yang telah
ditetapkan atau tidak, serta hal – hal lain yang mempengaruhi kinerja dan kualitas
perusahaan) akan cenderung melakukan kebijakan yang mementingkan kepentingan
dirinya, hal tersebut juga di latar belakangi atas insentif dan bonus yang diterima oleh
manager.
Asimetri informasi yang terjadi juga akan memudahkan pihak agen dalam
menyusun laporan keuangan dan mengggunakan metode akuntansi yang akan
digunakan. Hal tersebut akan semakin mendorong manager untuk memaksimalkan
kepentinganya. Dengan adanya kondisi ini menimbulkan tata kelola perusahaan yang
kurang sehat karena tidak adanya keterbukaan dari manajemen untuk
mengungkapkan hasil kinerjanya kepada prinsipal sebagai pemilik perusahaan
(Arifin,2005). Sehingga pada dasarnya adanya asimetri informasi tersebut akan
mendorong pihak agen melakukan keputusan yang bertentangan dengan keinginan
principal yang akan menyebabkan tujuan perusahaan menjadi terhambat.
Disamping adanya asimetri yang terjadi antara agent dan principal, gaji dan
bonus yang dianggap sebagai motivator eksternal (yang diterima secara langsung atas
10
kinerja), dianggap sangat berkaitan terhadap kinerja individu tersebut, hal tersebut
terlepas atas sifat dasar manusia yang tidak pernah merasa puas atas apa yang
didapatnya, individu juga memiliki hak untuk mendapatkan apa yang lebih dari yang
pernah didapatkannya. Gaji dan bonus yang diterima pihak agen akan mendorong
terjadinya masalah keagenan, apabila kedua hal tersebut yang diterima pihak agen
yang tidak dianggap sesuai juga akan semakin medorong terjadinya hal tersebut
(agency problem). Hal tersebut senada dengan Anthony dan Govindrajan (1998) yang
mengatakan bahwa kompensasi (yang diterima pihak agen) merupakan mekanisme
yang penting yang dapat mendorng dan memotivasi manajer untuk mencapai tujuan
perusahaan (value added).
Selain adanya asimetri informasi tersebut, Jensen dan Murphy (1990), serta
Smith dan Watts (1992) mengatakan kepemilikan managerial merupakan program
kebijakan remunerasi guna mengurangi masalah keagenan. Mereka juga menjelaskan
bahwa kompensasi tetap berupa gaji, bonus, dan tunjangan terbukti dapat digunakan
sebagai sarana untuk menyamakan kepentingan managemen dan pemegang saham.
Selain itu, kepemilikan manejerial juga menjadi faktor dalam terciptanya masalah
keagenan. Kepemilikan yang terkonsentrasi atau hanya dimiliki satu pihak saja, akan
menyebabkan pengendalian menjadi terpusat dan tidak efisien. Namun, sebaliknya
ketika kepemilikan perusahaan terpecah atau dimiliki beberapa pihak, termasuk
manager perusahaan maka hal tersebut akan meminimalkan terjadinya masalah
keagenan. Hal tersebut dikarenakan manajer juga akan memiliki peranan yang lebih
dalam meningkatkan nilai perusahaan, yang mereka sendiri ada di dalamnya.
Menurut Bushee (1998) kepemilikan institusional akan memiliki kemampuan untuk
mengurangi insentif manager yang mementingkan diri sendiri melalui tingkat
pengawasan yang intens. Kepemilikan perusahaan yang terpecah juga akan
mendorong agen dalam mengelola perusahaan karena adanya keselarasan tujuan yang
akan dicapai antara pihak agen dan prinsipal.
11
Dalam pengambilan suatu kebijakan perusahaan, adanya motif – motif lain
yang dilakukan manager dalam mengambil suatu kebijakan. Manajer perusahaan
cenderung mengambil suatu kebijakan yang juga akan membawa keuntungan
individu yang akan didapatkannya, hal ini akan mempengaruhi secara langsung
maupun tidak langsung kinerja dan kualitas kebijakan yang diambil. Sehingga dalam
kebijakan perusahaan dalam merger dan akuisisi (M&As), mengalami perubahan
dalam tujuan pelaksanaanya. M&As yang dilaksanakan sebagai keputusan strategis
yang dilaksanakan perusahaan untuk meningkatkan nilai perusahaan (dalam hal ini
kenaikan laba perusahaan), mengalami diversifikasi tujuan. Keputusan M&As yang
dlaksanakan kini hanya bertujuan untuk kepentingan pihak pengambil keputusan,
serta mengabaikan kepentingan perusahaann (agency theory).
Agency problem yang terjadi dalam lingkungan internal perusahaan akan
menjadikan keputusan M&As yang dilakukan oleh perusahaan menjadi tidak optimal.
Manajer perusahaan yang berperan sebagai pembuat dan pelaksana keputusan M&As
akan cenderung bersifat oportunistik, yaitu akan melaksanakan keputusan yang
bertujuan untuk mementingkan kepentingan pribadinya serta mengabaikan tujuan
utama perusahaan dalam hal ini meningkatkan value perusahaan. Manajemen
perusahaan sebelum pengumuman M&As akan berusaha memberikan informasi yang
positif kepada pasar. Informasi positif tersebut dapat dilakukan oleh manajemen
dengan tindakan manajemen laba yang berguna untuk meningkatkan harga saham
perusahaan sebelum pengumuman M&As secara sesaat. Sehingga hal tersebut dalam
beberapa periode setelah di lakukannya M&As akan memberikan dampak yang buruk
bagi bidding firm.
Kegiatan perusahaan yang tidak diperbaiki dalam keputusan akuisisi, akan
dapat menghancurkan nilai bagi pemegang saham (shareholder) (Scpengarott Fung et
al.,2009), hal tersebut dikarenakan manajer memiliki peran yang penting dalam
menyebabkan terjadinya masalah keagenan. Perusahaan dapat memberikan motivasi
– motivasi internal maupun eksternal dalam mencegah terjadinya masalah keagenan.
12
Hal tersebut dikarenakan manager yang mengambil keputusan dan mempengaruhi
perilaku dan kinerja perusahaan (Bertrand dan Schoar, 2003; Adams et al, 2005; Dow
dan Raposo,2005). Serta adanya control (pengendalian) yang baik yang dilakukan
stakeholder juga akan mengurangi terjadinya masalah keagenan.
Perusahaan pada dasarnya dibentuk untuk jangka waktu yang lama. Dalam
menjaga kelangsungan hidup perusahaan, serta untuk menjaga perusahaan untuk
dapat terus berkembang dan bertahan dalam menghadapi suatu persaingan usaha
perusahaan memerlukan suatu startegi yang tepat untuk mewujudkan suatu tujuan
tersebut. M&As dianggap merupakan salah satu strategi yang tepat yang dapat
digunakan bagi perusahaan dalam meningkatkan value perusahaan. Perusahaan yang
memiliki tingkat keuangan yang relatif stabil atau baik akan dapat memilih strategi –
strategi eksternal yang tepat bagi perusahaannya, termasuk keputusan strategi M&As.
Sebaliknya perusahaan dengan tingkat keuangan yang relatif rendah akan cenderung
untuk melakukan keputusan strategi yang tidak maksimal dengan memperhatikan kas
atau dana yang dimiliki perusahaan tersebut.
Pelaksanaan keputusan strategi perusahaan yang tidak optimal akan dapat
menghasilkan value yang tidak optimal pula bagi perusahaan tersebut. Sehingga
pelaksanaan keputusan M&As yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dianggap
tepat bagi perusahaan apabila perusahaan menghasilkan value yang rendah,
sebaliknya strategi perusahaan untuk tidak melakukan keputusan M&As dapat
dianggap tepat apabila perusahaan mengalami kenaikan value yang dihasilkan oleh
perusahaan.
Tidak dapat diragukan lagi bahwa keputusan perusahaan dipengaruhi oleh
penilaian pasar saham. Ketika harga saham overvalued, manajer akan cenderung
untuk menerbitkan ekuitas, sebaliknya ketika harga saham undervalued, manajer akan
cenderung menahan diri untuk melakukan keputusan investasi. Hal itu dikarenakan
harga saham yang tinggi akan mencermminkan adanya peningkatan kinerja suatu
13
perusahaan, hal tersebut senada dengan Stein (1996) dan Vijh (1997) yang
mengatakan bahwa manajer akan cenderung menerbitkan saham ketika overvalued
dan akan membeli saham ketika undervalued.
Pada dasarnya M&As merupakan strategi yang digunakan perusahaan untuk
meningkatkan nilai / value perusahaan itu sendiri, dalam hal ini meningkatkan laba
perusahaan. Perusahaaan akan cenderung memaksimalkan sumber daya yang dimiliki
untuk mengoptimalkan strategi tersebut. Optimalisasi kerja manajemen perusahaan
akan menjadi faktor utama dalam keberhasilan strategi M&As yang dilakukan
peruahaan, serta adanya peran yang lebih aktif para pemeganga saham (principal)
akan semakin mendorong keberhasilan M&As tersebut. Meningkatan return yang
akan diterima investor merupakan salah satu faktor utama dilakukannya strategi
M&As, sehingga akan perusahaan akan menjadi daya tarik calon investor lain untuk
melakukan investasi pada perusahaan itu.
Pelaksanaan keputusan strategi perusahaan yang tidak optimal akan dapat
menghasilkan value yang tidak optimal pula bagi perusahaan tersebut. Sehingga
pelaksanaan keputusan M&As yang dilakukan oleh perusahaan tidak dapat dianggap
tepat bagi perusahaan apabila perusahaan menghasilkan value yang rendah,
sebaliknya strategi perusahaan untuk tidak melakukan keputusan M&As dapat
dianggap tepat apabila perusahaan mengalami kenaikan value yang dihasilkan oleh
perusahaan.
Sehingga, Organisasi akan cenderung melakukan M&As ketika organisasi
memiliki nilai yang tinggi (hipotesis keuangan).
Nilai organisasi dalam hal ini terdiri dari beberapa indikator, sehingga H1
diatas dapat dibagi kedalam beberapa sub-hipotesis seperti dibawah ini:
H1a : Organisasi akan cenderung melakukan M&As ketika organisasi memiliki
Tobinsq yang tinggi
14
H1b : Organisasi akan cenderung melakukan M&As ketika organisasi memiliki MR
(momentum Return) yang tinggi.
H1c : Organisasi akan cenderung melakukan M&As ketika organisasi memiliki PEB
(Penerbitan Ekuitas Baru) yang tinggi.
H1d: Organisasi akan cenderung melakukan M&As ketika organisasi memiliki HB
(Hutang Baru) yang tinggi.
H1e: Organisasi akan cenderung melakukan M&As ketika organisasi memiliki CF
(Cash Flow) yang tinggi.
H1f: Organisasi akan cenderung melakukan M&As ketika organisasi memiliki DP
(Divident Payout) yang tinggi
Ketika pasar menunjukan overvaluation saham, manajer dengan kemampuan
/ pandangan jangka panjang, akan membuat keputusan akusisi dengan modal yang
murah untuk meningkatkan nilai perusahaan pada jangka panjang. Jika manajer fokus
pada pandangan jangka pendek, dan membuat keputusan akusisi untuk kepentingan
mereka sendiri, mereka hanya dapat melayani pasar saham pada jangka pendek,
dengan menerima investasi proyek dengan nilai NPV yang negatif, meskipun hal ini
akan menyebabkan kerusakan atau kehancuran jangka panjang bagi perusahaan
(Moeller et al.,2005).
Dalam keputusan M&As perusahaan dapat menggunakan saham atau kas
sebagai alat pembayaran kepada perusahaana target. Alat pembayaran yang tepat
dalam pelaksanaan keputusan M&As akan meningkatkan kinerja perusahaan dalam
hal ini kinerja pasar dan kinerja operasional perusahaan, sebaliknya penggunaan
saham atau kas yang tidak tepat akan menjadikan keputusan M&As tidak optimal,
dan akan menghasilkan value destroyed (nilai menghancurkan) bagi perusahaan.
15
Hutang dan cash flow yang tinggi yang dimiliki oelh perusahaan aakan
menjadi faktor pendukung dalam pengambilan keputusan strategi perusahaan, dalam
hal ini keputusan M&As. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tiinggi akan
cenderung untuk meningkatkan sumber daya yang dimiliki serta melaksanakan
strategi yang tepat bagi perusahaan guna mengurangi kewajiban yang harus
dibayarkan oleh perusahaan. Sedangkan perusahaan dengan tingkat kas (dana diam)
yang tinggi akan cenderung untuk melakukan investasi untuk terus meningkatkan
value perusahaan.
Perusahaan dapat melakukan beberapa strategi untuk memperoleh suatu
dana / kas bagi perusahaan diantaranya dengan hutang atau menerbitkan ekuitas
(saham) baru. Perusahaan dengan tingkat hutang yang tinggi akan cenderung untuk
meningkatkan sumber daya yang dimiliki serta melaksanakan strategi yang tepat bagi
perusahaan guna mengurangi kewajiban yang harus dibayarkan oleh perusahaan.
Sementara itu, perusahaan yang menerbitkan saham baru untuk memperoleh hot
money (dana segar) bagi perusahaan dapat digunakan untuk meningkatkan value
perusahaan.
Dalam masalah keagenan, melayani pasar dan pengembangan suatu
perusahaan, akan menjadi lebih parah selama periode penilaian pasar yang tinggi
ketika manajer cenderung menggunakan saham dengan premi tawaran yang tinggi
untuk keputusan akusisi tersebut (Fu dan Lin, 2008). Sehingga,
H2: Pengendalian dan pengawasan yang dimiliki oleh organisasi yang melakukan
Merger dan Akuisisi (M&As) berpengaruh terhadap optimal tidaknya
keputusan M&As tersebut, yang diukur dengan kinerja pasar dan kinerja
operasional.
Oleh karena variabel pengendalian dan pengawasan organisasi di
proksikan oleh beberapa variabel, maka H2 tersebut dapat di bagi kedalam sub-
hipotesis sebagai berikut:
16
H2a: Organisasi yang melakukan M&As dengan menggunakan saham sebagai alat
pembiayaan akan membuat keputusan M&As menjadi optimal dalam hal
kinerja pasarnya.
H2b: Organisasi yang melakukan M&As dengan menggunakan saham sebagai alat
pembiayaan akan membuat keputusan M&As menjadi optimal dalam hal
kinerja operasionalnya.
H2c: Organisasi yang melakukan M&A yang memiliki Hutang Baru (HB) yang
tinggi akan membuat keputusan M&As menjadi kurang optimal dalam hal
kinerja operasionalnya.
H2d: Organisasi yang melakukan M&A yang memiliki Hutang Baru (HB) yang
tinggi akan membuat keputusan M&As menjadi kurang optimal dalam hal
kinerja pasarnya.
H2e: Organisasi yang melakukan M&A yang memiliki PEB (Penerbitan Ekuitas
Baru) yang tinggi akan membuat keputusan M&As menjadi kurang optimal
dalam hal kinerja operasionalnya.
H2f: Organisasi yang melakukan M&A yang memiliki PEB (Penerbitan Ekuitas
Baru) yang tinggi akan membuat keputusan M&As menjadi kurang optimal
dalam hal kinerja pasarnya.
H2g: Organisasi yang melakukan M&A yang memiliki CF (Cash Flow) yang tinggi
akan membuat keputusan M&As menjadi optimal dalam hal kinerja
operasionalnya.
H2h: Organisasi yang melakukan M&A yang memiliki CF (Cash Flow) yang tinggi
akan membuat keputusan M&As menjadi optimal dalam hal kinerja pasarnya.
17
H2i: Organisasi yang melakukan M&A yang memiliki DP (Dividend Payout) yang
tinggi akan membuat keputusan M&As menjadi optimal dalam hal kinerja
operasionalnya.
H2j: Organisasi yang melakukan M&A yang memiliki DP (Dividend Payout) yang
tinggi akan membuat keputusan M&As menjadi optimal dalam hal kinerja
pasarnya.
III. METODE PENELITAN
Penelitian ini menggunakan data sekunder, yaitu berupa laporan keuangan
perusahaan yang melakukan maupun tidak melakukan keputusan M&As.
Pengumpulan data dalam penelitian ini menggunakan purposive sampling, dengan
melakukan analisis laporan keuangan publik perusahaan sampel dari tahun 2000
sampai tahun 2009, serta harga saham harian dan tahunan perusahaan sampel.
Penelitian ini menguji hipotesis dengan menggunakan 2 metode analisis,
yaitu metode analisis regresi logistik yang digunakan dalam pengujian Hipotesis 1,
dan regresi berganda yang digunakan dalam pengujian hipotesis 2. Model yang
digunakan dalam penelitian ini adalah :
Prob(M&Ait) = α + β Valuationit-1 + θ Controlit-1 + εit model (1)
Rit+1 = α + β Prob(M&Ait) + θ Controlit + εit model (2)
Periode pengamatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu 10 tahun
terhadap perusahaan go public yang melakukan kegiatan M&As dari tahun 2000
sampai 2009.
Penelitian ini dilakukan untuk mengetahui pengaruh atas kebijakan akuisisi
yang didorong atau dipengaruhi oleh penilaian pasar, serta juga untuk mengetahui
bagaimana implikasi manager (agent) atas kebijakan tersebut, serta juga akan melihat
18
pengaruh dan dampak setelah akuisisi dilaksanakan. Dalam penelitian ini, dilakukan
analisis secara vertikal, yang artinya membandingkan data dari hari ke hari sebelum
dan sesudah perusahaan melakukan M&As.
Melakukan uji analisis dengan regresi berganda dengan persamaan :
Prob(M&Ait) = α + β Valuationit-1 + θ Controlit-1 + εit (1)
Sehingga persamaan tersebut akan menjadi :
Prob(S(M&Ait)) = α +β Tobins’Q(it-1) +β MR it-1 + γPEBit-1 +γ HBit-1 +
γCFit-1 + γRPit-1 + ε it (1)
Keterangan :
Prob (M&Ait) : Perusahaan yang melakukan dan tidak melakukan M&As
MR : Momentum Return
PEB : Penerbitan Ekuitas baru
HB : Hutang Baru
CF : Log cash flow
DP :Devident payout
Rit+1 = α + β Prob(M&Ait) + θ Controlit + εit (2)
Persamaan regeresi model (2) digunakan dalam penelitian ini digunakan
untuk menguji Hipotesis 2, dan juga untuk mengetahui kinerja perusahaan setelah
terjadinya M&As.
19
Dimana Variabel Dependen ( ) dapat diukur dengan :
1. Persentase (%) perubahan laba perusahaan sebagai ukuran kinerja perusahaan.
2. CAR (Cumulative Abnormal Return) yang digunakan sebagai ukuran kinerja
saham perusahaan setelah terjadinya M&As.
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
Penelitian dalam penelitian ini menggunakan data sekunder yaitu laporan
keuangan perusahaan yang melakukan maupun tidak melakukan M&As, dan harga
saham harian perusahaan sampel. Tahun sampel yang digunakan dalam peneltian ini
adalah 10tahun, dari tahun 2000 sampai 2009.
Variabel Independen yang digunakan dalam penelitian ini adalah Valuation
dan Control. Di mana variabel independen digunakan untuk melihat seberapa besar
pengaruh valuation dan control terhadap variabel dependen. Dalam Model 1,
Valuation (penilaian perusahaan) pada penelitian ini diproksikan oleh Tobins’Q dan
MR (Momentum Return), dan mekanisme control yang diproksikan oleh DP
(Devident Payout), PEB (Penerbitan Ekuitas Baru), CF (Cash Flow), dan HB
(Hutang Baru). Sedangkan pada model 2, variabel independen terdiri atas mekanisme
control dan pembiayaan M&As berupa saham atau cash.
Variabel dependen pada model 1 dalam penelitian ini adalah perusahaan
publik yang melakukan maupun tidak melakukan keputusan M&As. Sedangakan
Variabel dependen pada model 2 adalah Kinerja Perusahaan yang diproksikan oleh
Kinerja Pasar yang diukur dengan CAR, dan Kinerja Operasional perusahaan yang
diukur dengan EAT (Earning After Tax) perusahaan pada periode yang telah
ditetapkan.
20
Tabel 1
Model Summary
Step
-2 Log
likelihood
Cox &
Snell R Square
Nagelkerke R
Square
1 69.849a .447 .596
Sumber : Analisi Data
Dari hasil uji terhadap model 1, dapat diketahui Nagelkerke R² adalah 0,596
yang berarti variabilitas dependen yang dapat dijelaskan oleh variabilitas variabel
independen sebesar 59,6%.
Tabel 2
Variables in the Equation
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step 1a Tobinsq .837 .295 8.048 1 .005 2.310
MR -.489 1.036 .223 1 .637 .613
PEB .000 .000 .000 1 .996 1.000
HB 1.847 1.085 2.899 1 .089 6.340
CF .673 .307 4.806 1 .028 1.959
DP -11.211 4.637 5.845 1 .016 .000
Constant -8.465 3.515 5.802 1 .016 .000
Sumber : Analisi Data
Pengaruh Valuation terhadap keputusan M&As
Dari hasil uji regresi logistik, di mana valuation dalam penelitian ini
diproksikan oleh variable Tobins’Q (0,005<0,05) dan momentum return (0,637<0,05)
21
diketahui hanya variabel Tobins’Q yang berpengaruh signifikan terhadap keputusan
M&As. Penelitian ini sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh Scott Fung
(2009), di mana Tobins’Q berpengaruh signifikan terhadap keputuan M&As, dan
sebaliknya pada Momentum return. Tobins’Q yang menggambarkan kinerja pasar
perusahaan secara khusus sakan memberikan pengaruh terhadap keputusan strategi
yang akan dilaksanakan perusahaan yang akan mendorong peningkatan value yang
akan diterima perusahaan. Darmawati, 2005 juga mengatakan tobins’Q lebih tinggi
untuk perusahaan yang memiliki kesempatan tumbuh tinggi, (Darmawati, 2005).
Pengaruh mekanisme control terhadap keputusan M&As
Berdasarkan pada hasil uji regresi logistik yang dilakukan dalam penelitian
ini, seperti terlihat pada tabel 4.2, variabel control yang diproksikan oleh variabel
PEB (0,996>0,05), HB (0,089>0,05), CF (0,026), dan DP (0,016) menunjukan bahwa
hanya varaiebel CF (cash flow) dan DP (devident payouti) yang berpengaruh
signifikan terhadap keputusan M&As. Penerbitran Ekuitas Baru (new equity issues)
yang dilakukan perusahaan tidak akan menjamin perusahaan akan melakukan
keputusan M&As, penerbitan saham baru yang dilakukan oleh perusahaan dapat
digunakan sebagai tambahan modal bagi perusahaan yang dapat digunakan dalan
kegiatan operasional perusahaan. Dengan didasari oleh keinginan jangka pendek,
pada dasarnya keputusan strategi yang dilakukan oleh perusahaan akan
menghasilkan nilai yang menghancurkan (value destroyed) bagi perusahaan tersebut,
atau akan menyebabkan kehancuran jangka panjang bagi perusahaan. (Moeller et
al.,2005).
Selain PEB, Hutang Baru (HB) yang dimiliki perusahaan pada dasarnya juga
dapat digunakan sebagai tambahan modal dalam peningkatan kinerja perusahaan,
dalam hasil uji regresi logstik yang ditunjukan pada tabil 4.2, variabel HB tidak
berpenngaruh signifikan terhadap keputuan M&As. HB yang dimiliki oleh
perusahaan tidak akan menjamin perusahaan akan melakukan keputusan stragtegi
M&As, hal ini dapat disebabkan pembiayaan M&As yang didasari oleh hutang akan
22
memberikan informasi yang negatif bagi calon investor yang akan memberikan
damka negatif bagi perkembangan perusahaan.
Variabel CF dan DP yang memiliki nilai sig lebih kecil dari 0,05, yaitu
masing – masing sebesar 0,026 dan 0,016. Hal ini menunjukan bahwa kedua variabel
tersebut berpengaruh signifikan terhadap keputusan M&As. Penelitian ini konsisten
dengan penelitian sebelumnya yang dilakukan oleh Scott Fung (2009), dimana CF
berpengaruh signifikan terhadap keputusan M&As, dan DP (Devident Payout)
berpengaruh signifikan dan negatif terhadap keputusan M&As. Hasil uji tersebut
mengindikasikan bahwa semakin besar DP yang dimiliki perusahaan akan cenderung
perusahaan untuk tidak melaksanakan keputusan M&As, dan sebaliknya perusahaan
dengan DP yang relatif kecil, akan cenderung untuk melakukan keputusan investasi
yang besar, seperti keputusan M&As. (Scott Fung et al., 2009).
Tabel 3
Hasil Uji T
Model
Unstandardized
Coefficients
Standardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) 3.519 4.461 .789 .435
Dummmy .932 .337 .616 2.761 .009
CF -.775 .185 -9.771 -4.189 .000
DP -.419 2.475 -.022 -.169 .866
PEB -.232 .080 -.412 -2.883 .007
HB -2.397 8.587 -.037 -.279 .782
a. Dependent Variabel: KO Variab
Sumber : Analisi Data
23
Tabel 4
Hasil Uji T
Model
Unstandardized
Coefficients
Stan
dardized
Coefficients
T Sig. B Std. Error Beta
1 (Constant) -.080 .107 -.749 .459
HB -.022 .205 .000 -.108 .915
CF 004 .004 .039 .795 .432
Dummy .026 .008 .015 3.227 .003
PEB -.003 .002 -.005 -1.513 .139
DP .000 .059 .000 -.014 .989
a. Dependent Variabel: CAR
Sumber : Analisis Data
Pengaruh pembiayaan M&As (saham atau cash) terhadap kinerja perusahaan
(Kinerja Operasional dan CAR)
Berdasarkan hasil uji t-test yang dilakukan dalam penelitian ini, yang seperti
terlihat pada tabel 4.3 dan 4.4. variabel dummy (saham atau cash) dengan variabel
terikat kinerja operasional (KO) dan kinerja pasar perusahaan (CAR) memiliki nilai
sig masing – masing sebesar 0,009 dan 0,003, sehingga dapat dikatakan variable
Dummy pembiayaan berpenguh signifikan terhadap KO dan CAR. Hasil uji ini dapat
diartikan pembiayaan M&As yang dilakukan dengan saham akan cenderung
menghasilkan nilai KO dan CAR yang relatif tinggi, sebaliknya perusahaan yang
menggunakan kas sebagai alat pembayaran keputusan M&As akan menghasilkan
nilai KO dan CAR yang kecil atau dapat disimpulkan bahwa saham dapat dijadikan
24
alat pembayaran yang tepat dalam menghasilkan suatu keputusan M&As yang
optimal. Hasil penelitian ini tidak mendukung penelitian Franks, Harris, dan Mayer
(1988), Travlos (1987) dalam Moeller, Schlingemann, Stulz (2002) yang menyatakan
bahwa perusahaan target akan memperoleh keuntungan yang lebih tinggi jika
penawaran dengan all cash (tunai) dari pada penawaran yang menggunakan ekuitas
atau campuran ekuitas dan jika penawar menggunakan saham, maka penawar akan
mengalami kerugian yang signifikan.
Pengaruh mekanisme control terhadap kinerja perusahaan (Kinerja
Operasional dan CAR).
Berdasarkan hasil uji regresi berganda yang dilakukan dalam penelitian ini,
seperti terlihat pada hasil uji t-test tabel 4.3 (variabel dependen KO), dari empat
variabel control yang digunakan dalam penelitian ini, hanya variabel CF (cash flow)
yang berpengaruh signifikan terhadap kinerja operasional perusahaan (p=0,000, B=-
0,775). Hasil uji tersebut dapat diartikan bahwa CF yang dimiliki perusahaan yang
melakukan M&As akan menghasilkan KO yang relatif rendah. Hal ini dapat
diakibatkan adanya tindakan opportunistic yang dilakukan oleh manager dalam
pelaksanaan M&As yang dilakukan guna mendapatkan reward dari owner
perusahaan serta untuk memberikan informasi yang positif bagi calon investor
(agency problem). Akibatnya informasi yang tidak didasari atas informasi yang
sesungguhnya akan menghasilkan kehancuran bagi perusahaan pada jangka panjang
(Moeller et al.,2005). Hasil penelitian ini kontradiksi terhadap penelitian yang
dilakukan oleh Scott Fung et al (2009) dimana CF berpengaruh signifikan dan positif
terhadap KO.
Selanjutnya, pada hasil uji t-test dengan variabel dependen CAR, seperti
terlihat pada tabel 4.4, variabel control yang diproksikan oleh variabel HB (p=0,915),
CF (p=0,432), PEB (p=0,139), dan DP (p=0,989) menunjukan bahwa ke empat
variabel tersebut tidak signifikan terhadap CAR. Sehingga hasil uji tersebut dapat
25
diartikan bahwa tingginya HB, CF, PEB, dan DP perusahaan yang melakukan
keputusan M&As, tidak akan menjamin ikut tingginya CAR yang dihasilkan oleh
perusahaan, begitu juga sebaliknya.
V. KESIMPULAN
Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor – faktor yang
mempengaruhi kebijakan Merger dan Akuisisi (M&As). Sampel yang digunakan
dalam penelitian ini yaitu perusahaan yang melakukan kegiatan M&As dan
perusahaan yang tidak melakukan M&As dari tahun 2000 sampai 2009, serta
terdaftar pada Bursa Efek Indonesia yang terdiri dari 44 perusahaan yang melakukan
M&As dan 44 perusahaan yang tidak melakukan M&As. Setelah dilakukan analisis
dengan menggunakan regresi logistik dan regresi linier berganda, maka dapat
disimpulkan sebagai berikut :
1. Variabel Tobins’q berpengaruh signifikan dan positif terhadap keputussan
M&As.
2. Variabel MR tidak signifikan dan negatif tehradap keputusan M&AS.
3. Variabel PEB tidak signifikan dan positif terhadpa keputusan M&As.
4. Variabel HB tidak signifikan dan positif terhadapa keputusan M&As.
5. Variabel CF berpengaruh signifikan dan positif terhadap keputusan M&As.
6. Variabel DP berpengaruh signifikan dan negatif terhadap keputusan M&As.
7. Variabel Dummy (saham atau Cash) berpengaruh signifikan dan positif terhadap
kinerja operasional (KO) dan CAR (Cumulative Abnormal Return).
8. Variabel HB tidak signifikan dan negatif terhadaap KO dan CAR.
26
9. Variabel PEB berpengaruh signifikan dan negatif terhadap KO, dan tidak
signifikan dan positif terhadap CAR.
10. Variabel CF berpengaruh signifikan dan negatif terhadap KO, dan tidak signifikan
dan positif terhadap CAR.
11. Variabel DP tidak signifikan dan negatif terhadap variabel KO dan CAR.
27
DAFTAR PUSTAKA
Activity: “The empirical Evidence”, Journal pf Financial Economics, Vol.77,
pp.561-603.
Adams, R., Almeida, H. and Ferreira, D. (2005), “ Powerful CEOs and Their
Impact on Corporate Performance”, The Review of financial Studies, Vol.
18,pp. 1403-32.
Agus Sartono, R., Drs., M.B.A. 2001. Manajemen Keuangan Teori dan Aplikasi.
Yogyakarta : BPFE
Aktas, N., Debodt, E. and roll, R.(2005), “Hubris, Learning and M&A Decisions”,
Anderson Graduate School of Management Working Paper in Finance,
Roverside, CA, pp.13-05.
Ang, J.S. and Cheng,Y. (2006), “Direct Evidence on the Market – Driven
Acquisitions Theory”, Journal of Financial Research, Vol.29 No.4, pp.623-
7.
Arifin, (2005), Peran Akuntan dalam Menegakan Prinsip GCG (Tinjauan Perspektif
Theory), Pidato Pengukuhan Guru Besar dalam Ilmu Akuntansi, Undip,
Semarang, 15 Desember.
Asyik, Nur fajrih. 2000. Ke3dsegtfrrrrrrrmampuan Rasio Keungan dalam
Memprediksi Laba. Jurnal Ekonomi & Bisnis Indonesia.
28
Baker, M., Stein, J.C. and Wurgler, J. (2003), “When Does the Market Matter?
Stock Prices and Investment of Equity – Dependent Firms”, Quarterly
Journal of Economics, Vol. 118, pp. 969-1006.
Baker, M. and Wurgler , J. (2002), “Market Timing and Capital Structure”,
Journal of Finance, Vol.57 No.1, pp. 1-32.
Beams, Floyd A. dan Amir Abadi Yusuf (2000). Akuntansi Keuangan Lanjutan di
Indonesia (Buku Satu). Salemba Empat. Jakarta.
Bertrand, M. and Schoar, A. (2003), “Managing with Style: the effect of managers
on firm policies”, Quarterly Journal of Economics, Vol.118, pp.1169-208.
Black, Bernard S.;H. Jang dan W kim. (2003). Does Corporate Governance Affect
Firm Value Evidence from Kores. http://papers.ssrn.com
Brigham, Eugene and Houston , Joel F. 2004. Fundamental of Financial
Management. Tenth Edition. The Dryden Press. New York.
Bushee, B., 1998. “the Influence of Institutional Investors on Myopic R&D
Investment Behavior”, The Accounting review, Vol.73, pp.305-333
Darmadji, Tjiptono, dan Hendy M. Fakhruddin. (2001). Pasar Modal Indonesia.
Penerbit PT : Salemba Empat Patria. Jakarta.
Darmawati, Deni, 2004. dalam Putri 2006. Hubungan Corporate Governance dan
Kinerja Perusahaan. Simposium Nasional Akuntansi VII.
29
Djarwanto Ps, Drs. Dan Subagyo, Pangestu, Drs. M.B.A. 2004. Statistik Indukttif.
Yogyakarta : BPFE.
Dong, M., Hirshleifer, D., Richardson, S. and Teoh, S.H. (2006), “Does Investor
Misevaluation Drive The Take Over Market?”, Journal of finance,
Vol.61, pp.725-62.
Dow, J. and Raposo, C.C. (2005), “CEO Compensation, Change, and corporate
Strategy”, Journal of Finance, Vol.60, pp: 2701-27.
Eisenhardt, Kathleen M. 1989. Agency Theory: An Assessment and Review.
Academy of Management Review, Vol. 14. No.1, pp: 57-74.
Faizal Noor, Henry. 2009. Investasi, Pengelolaaan Keuangan bisnis dan
Pengembangan Ekonomi Masyarakat. Jakarta: PT. Indeks.
Ferdinand, Agusty. 2006. Metode Penelitian manajemen. Edsi Kedua. Semarang:
BP UNDIP.
Fischer, S. and Merton, R.C. (1984), “Macro Economics and finance: The Role of
the Stock Market”, Carnegie-Rochester Conference Series on Public
policy, Vol.21. No.1, pp.57-108.
Fu, F. and Lin, L. (2008), “Mergers Driven by Stock Overvaluation: Are They
Good Deals?”, Available at: SSRN:http//ssrn.com/abstract=1099842.
30
Fung Scott, Jo Hoje, and Tsai Chuan Shih.. 2009.“Agency Problems in Stocks
Market–Driven Acquisitions”.2009.Review of Accounting and Finance.
Vol.8. No.4. pp.388-430.
Ghozali, Imam, (2005),Aplikasi Analisis Multivariate dengan program SPSS,
Edisi 3, BP-UNDIP, Semarang.
Ghozali, Imam, (2006),Aplikasi Analisis Multivariate dengan Program SPSS,
Cetakan ke IV, BP-UNDIP, Semarang.
Gompers, P., Ishii, J. and Metrick, A.(2003). “Corporate Governance and Equity
Prices”, Working Paper, Harvard University, Cambridge, MA.
Grawal, Anup, Jeffrey F. Jaffe and Gershon N. Mandelker. 1992. The Post Merger
Performance of Acquiring Firm: A Re-Examination of an Anomaly.
Journal of finance. (September)
Harianto, Farid dan Siswabto Sudomo. 1998. Perangkat dan Teknik Analisa
Investasi. Bursa Efek Jakarta. Jakarta.
Haris Wibisono. (2004). Pengaruh Earning Management terhadap kinerja di
Seputar SEO. Tesis S2.magister Sains Akuntansi UNDIP. Tidak
dipublikasikan.
31
Healy, Paul M, Krishna G Palepu, and Richard S Ruback. 1992. Does Corporate
Performance Improve After Merger. Journal of Financial Economics. Vol
31, 135-175.
Hitt, Michael A. 1991. Effect of Acquisitions on R&D input and Output. Academy
of Management Journal.
Husnan, Suad dan Enny.1993. Dasar – Dasar Teori Portofolio dan Analisis
Sekuritas. Yogyakarta: AMK YKPN. Yogyakarta.
--------,2001. Dasar – dasar teori Portofolip dan Analisis Investasi: UPP AMP
YKPN.
--------,2003. Dasar – Dasar Teori Portofolio dan Analisis Sekuritas. Edisi III.
UUP. AMP-YKPN. Yogyakarta.
Jensen, M. (2005).“ Agency Costs of Over Valued Equity”. Financial
Management, Spring, pp.5-19.
Jensen, M. and Meckling, W.H. (1976), “Theory of the Firm: managerial
Behavior, Agency Costs and Ownership Structure”, Journal of Financial
Economics, Vol.3,pp. 305-60.
Jensen, M.C., Murphy., K.J. 1990. Performance Pay and Top Management
Incentives. Journal of Political economy.98: 225-264.
32
Jogiyanto,HM.,2000. Teori Pasar Modal dan Analisis Investasi. Yogyakarta :
BPFE.
Jogiyanto. 2008. Teori Portofolio dan Analisis Investasi. Edisi Kelima.
Yogyakarta: BPFE UGM.
Jovanovic, Boyan, and Surguey Braguinsky. 2002. Bidder Discount and Target
Premia In Takeovers. NBER Working Paper. No.9009. Cambridge,MA.
Kaplan, Steven N and Michael S. Weisbach. 1992. The Success of Acquisition
Evidence from Divestiture. Journal of Finance. March.
Kencanawaty, Ultpry. 2000. Analisis Pengaruh merger dan Akuisisi Terhadap
Kinerja Perusahaan Manufaktur Publik di Indonesia. Skripsi. UNS.
Kiymaz, Halili and baker,H. Kent. 2008. Short – Term Performance, Industry
Effects, and Motives: Evidence From Large M&As. Quarterly Journal Of
Finance and Accounting, 47(2): 17.
Klapper, Leora. F& I. Love. (2002). Corporate Governance, Investor Protection
and Performance in Emerging Market. World Bank Working Paper.
http://ssrn.com.
Lamont, A.O. and Stein, C.J. (2006), “Investor Sentiment and corporate
Finance:Micro and macro”, American economic review papers and
Proceedings, Vol.96,pp. 147-51.
33
Linmack, R.J. 1991. Corporate merger and Shareholder Wealth Effects: 1977-
1986. Accounting Busiiness Research., Vol.21. No.38: 239-251.
Malmeinder, U. and tate G. (2008), “Who makes Acquisitions? CEO
Overconfidence and the Market’s Reaction”, Journal of Financial
Economics, Vol.89.No.1, pp.20-43.
Martin, Kenneth J. 1996.The Method of payment in Corporate Acquisition.
Investment Opportunities and Management Ownership. Journal of
Finance. Vol.51, 1227-1246.
Moeller, Sara B, frederik P. Schlingemann, and Rene M.Stulz. 2002. Firm Size and
the Gains from Acquisitions. Journal of Financial Economics.
Moeller, S.B., Schlingemann, F.P. and Stulz, R.M. (2005), “Wealth Destruction on
a massive Scale?A Study of Acquiring – Firm returns in the Recent
Merger Wave”, Journal of Finance, Vol.60,pp.757-82.
Moeller, S.B., Schlingemann, R.M. and Stulz, R.M. (2006), “Does Investor
Diversity of Opinion, Information Asymmetry, or Uncertainty resolution
Affect Acquire Returns?”. Wake Forest University Working Paper,
Winston – Salem,NC.
Moin, Abdul. 2004. Merger, Akuisisi dan Divestasi. Yogyakarta: Ekonisia.
34
Morck, R. and A. Shleifer, and R.W. Vishny. (1998), Management Ownership and
Market Valuation: An Empirical Analysis. Journal of Financial
Economics, 20, 293-315.
Morellec, E. and Zhdanov, A. (2005),“The Dynamics of Merger and Acquisitions”,
Journal of Financial Economics, Vol.77.No.3, pp.649-72.
Payamta. 2001. Analisis Pengaruh Keputusan Merger dan Akuisisi Terhadap
Perubahan Kinerja Perusahaan Publik di Indonesia. Simposium Nasional
Akuntansi IV: 238-261.
Polk, C. and Sapienza, P. (2009), “The Stock Market and Corporate Investment:
a Test of Catering Theory”, The Review of Financial Studies, Vol.22.No.1,
pp. 187-217.
Rhodes-Krops, M. and Viswanathan, S. (2004), “Market Valuation and Merger
Waves”, Journal of Finance, Vol.59,pp.2685-718.
Rhodes-krops, M., Robinson,D.T. and Viswanathan, S. (2005),”Valuation Waves
and Merger”, Journal of Finance.
Roll, Richards. 1986. The Hubris Hypothesis of Corporate Takeover. The Journal
of Business. Vol.59, No.2.
Sartono, R. Agus. 2001. Management Keuangan Teori dan Aplikasi. Edisi 4.
BPFE. Yogyakarta.
35
Shleifer, A. and Vishny,R. (2003), “Stock Market Driven Acquisition”, Journal of
Financial Economics, Vol.70, pp.295-311.
Smith Jr., Clifford w., and Ross L. Watts, 1992, The Investment Opportunity Set
and Corporate Financing, Dividend an Compensation Policies, Journal of
Financial Economics: 32, pp.263-292.
Standar Akuntansi Keuangan 2009. Jakarta. Salemba Empat.
Stein, J.C. (1996), “Rational Capital Budgeting in an Irrational World”, Journal
of Business, Vol.69,pp.429-55.
Sunnariyah (1997). Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. UPP. AMP. YKPN.
Yogyakarta.
Suparwoto. 1997. Akuntansi Keuangan lanjutan. Laporan Keuangan Konsolidasi.
BPFE. Yogyakarta.
Tandelilin, Eduardus, Drs., M.B.A.2001. Analisis Investasi dan manajemen
Portofoilio, Edisi Pertama. Yogyakarta : BPFE.
Warfield, Terry D., J,J. Wild, dan K.L. Wild. (1995). Managerial ownership,
Accounting Choice, and In formativeness of Earnings. Journal of
Accounting and Economics 20,hal.61-91.