evaluasi program kesehatan ibu dan anak di
TRANSCRIPT
Evaluasi Program Kesehatan Ibu dan Anak di Puskesmas28 July 2010 — Prima Almazini
5 Votes
Puskesmas merupakan unit terdepan dalam mengembangkan kesehatan
masyarakat, salah satunya dalam bidang kesehatan ibu dan anak.
Abstract
Evaluation of Mother and Child Health Program at Community Health Center in
Pisangan Timur 1 Subdistrict, period January to December 2009
Prima Almazini,* Safira Fannissa,* Judilherry Justam**
*Profession Program, Faculty of Medicine University of Indonesia
**Department of Community Medicine, Faculty of Medicine University of Indonesia
In 2015, Indonesia hopes can reduce maternal mortality rate, infant mortality rate,
and toddler mortality rate to achieve the target of Millenium Development Goals.
Currently, mother and child health program at community health center become one
of the health development priority in Indonesia. Therefore, it is important to evaluate
the mother and child program in community health center continuously in order to
enable community health center to provide a better health care. This was program
evaluation using system approach as a problem solving method. Data were collected
from annual report of mother and child program at community health center in
Pisangan Timur 1 Subdistrict and by interview with program coordinator and head of
community health center. Problems which have been identified were unmet target in
early detection of women with high-risk pregnancy by community (only 2,6% of 5%),
active participants of Family Planning Program (33,3% of 87%), and baby visited by
health care provider (12,4% of 88%). The main problem was unmet target of early
detection woman with high risk pregnancy by community. Therefore, program
implemented to solve the problem will be giving counseling to husband or family of
pregnancy women, caretaker, and community about detection of high risk
pregnancy.
Key words: community health center, program evaluation, mother and child health
Kesehatan Ibu dan Anak telah dijalankan oleh pemerintah, namun berdasarkan data
Survei Demografi Kesehatan Indonesia (SDKI) 2007, angka kematian ibu, bayi dan
balita masih tinggi. Walaupun pencapaian telah begitu menggembirakan, tingkat
kematian bayi di Indonesia masih tertinggi jika dibandingkan dengan negara-negara
anggota ASEAN, yaitu 4,6 kali lebih tinggi dari Malaysia, 1,3 kali lebih tinggi dari
Filipina, dan 1,8 kali lebih tinggi dari Thailand.
Angka kematian ibu di Indonesia bahkan lebih buruk dari negara Vietnam. Angka
kematian ibu di negara tetangga itu tahun 2003 tercatat 95 per 100.000 kelahiran
hidup. Negara anggota ASEAN lainnya, Malaysia tercatat 30 per 100.000 dan
Singapura 9 per 100.000. Angka kematian balita (AKBA) telah berhasil diturunkan
dari 79 kematian per seribu kelahiran (1988-1992) menjadi 46 pada periode 1998-
2002 (SDKI 2002-2003), namun angka tersebut masih tinggi. Tingkat kematian balita
Thailand dan Malaysia pada tahun 2004 masing-masing hanya 12 per 1000
kelahiran.
Puskesmas sebagai pelaksana pelayanan kesehatan primer memegang peranan
penting dalam hal tersebut. Hal inilah yang mendorong penulis merasa perlu untuk
melakukan evaluasi terhadap program-program kesehatan ibu di Puskesmas. Hasil
evaluasi program ini diharapkan dapat menjadi masukan dalam perbaikan program
tersebut.
Metode
Metode yang digunakan ialah metode pemecahan masalah melalui pendekatan
sistem. Data diperoleh dari laporan kegiatan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas
Kelurahan Pisangan Timur 1 dan wawancara dengan tenaga pelaksana dan kepala
puskesmas. Indikator dan tolak ukur yang dipakai pada evaluasi ini berasal dari
Target Indikator KIA Dinas Kesehatan DKI Jakarta yang dikeluarkan oleh Dinas
Kesehatan DKI Jakarta.
Hasil
Selama periode Januari-Desember 2009 tidak ada ibu melahirkan yang meninggal
serta tidak ada kasus bayi dengan berat badan lahir rendah di wilayah Puskesmas
Kelurahan Pisangan Timur I. Tidak terdapat neonatus maupun ibu hamil dengan
komplikasi selama periode Januari-Desember 2009. Jumlah kunjungan ibu hamil K1
yang dicapai sebesar 100,9% dan kunjungan ibu hamil K4 sebesar 95,6%. Jumlah
deteksi ibu hamil risiko tinggi oleh tenaga kesehatan sebesar 29,1% dan deteksi dini
ibu hamil risiko tinggi oleh masyarakat sebesar 2,6%. Jumlah kunjungan neonatal
yang terlaksana sebesar 97,8%. Banyaknya persalinan oleh tenaga kesehatan yang
dicapai sebesar 93,2%. Pencapaian kunjungan bayi sebesar 12,4% dan pelayanan
anak balita sebesar 113,8%. Cakupan peserta KB aktif sebesar 33,3% dan jumlah
kunjungan ibu nifas yang dicapai sebesar 93,2%.
Diskusi
Identifikasi masalah dilakukan dengan mencari adanya kesenjangan antara
pencapaian program pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas Kelurahan
Pisangan Timur I dengan tolak ukur yang telah ditetapkan. Masalah yang ditemukan
pada pelaksanaan program pelayanan kesehatan ibu dan anak di Puskesmas
Kelurahan Pisangan Timur I adalah deteksi kehamilan risiko tinggi oleh masyarakat
(2,6% dari target 5%), peserta KB aktif (33,3% dari target 87%), dan kunjungan bayi
(12,4% dari target 88%).
Prioritas masalah pada evaluasi ini ditetapkan melalui kriteria matriks. Variabel yang
digunakan antara lain pentingnya masalah/Importancy (I), yang berdasarkan
besarnya masalah/Prevalence (P), beratnya masalah/Severity (S), kenaikan besarnya
masalah/Rate of Increase (RI), derajat keinginan masyarakat yang tidak
terpenuhi/Degree of Unmet Need (DU), keuntungan yang diperoleh masyarakat atas
terselesaikannya masalah/Social Benefit (SB), kepedulian masyarakat/Public
Concern (PB),dan kondisi sosial politik dan dukungan pemerintah/Political
Climate (PC). Selain itu, variabel lainnya yang digunakan adalah sumber daya
manusia yang tersedia/Resources Availability (R),dan teknologi yang memungkinkan
untuk membantu pelaksanaan program/Technical Feasibility (T). Setiap variabel
diberi nilai berkisar antara 1 (tidak penting) sampai nilai 5 (sangat penting). Setelah
diberi nilai, seluruh komponen dari variabel I dijumlahkan terlebih dahulu, lalu
setelah didapatkan jumlah I dikalikan dengan T dan R (I x T x R). Prioritas masalah
adalah masalah yang memiliki nilai I x T x R yang tertinggi. Berdasarkan hasil
perhitungan, urutan prioritas masalah dalam program KIA di puskesmas Kelurahan
Pisangan Timur 1 berturut-turut sesuai urutan prioritas adalah deteksi kehamilan
risiko tinggi oleh masyarakat (skor 75), peserta KB aktif (skor 69), dan kunjungan
bayi (skor 57).
Untuk membantu penetapan penyebab masalah di atas, diperlukan kerangka konsep
masalah. Hal ini bertujuan untuk menentukan faktor-faktor penyebab masalah yang
berasal dari unsur sistem lainnya. Kerangka konsep yang berhasil disusun untuk
masalah tersebut tertera pada gambar dibawah.
Berdasarkan kerangka konsep di atas, ditemukan beberapa penyebab masalah,
yaitu dari unsur input, proses, umpan balik dan lingkungan. Berdasarkan analisis
data, penyebab masalah rendahnya angka pencapaian deteksi dini kehamilan
berisiko tinggi oleh masyarakat di Puskesmas Kelurahan Pisangan Timur I dari sisi
masukan, proses, umpan balik, dan lingkungan adalah dari segi tenaga kerja, jumlah
tenaga pelaksana pelayanan KIA masih kurang. Dari segi metode dan pelaksanaan
penyuluhan, belum ada penyuluhan secara rutin kepada ibu hamil suami, dan
keluarga. Selain itu, belum ada jadwal penyuluhan rutin kepada masyarakat tentang
deteksi dini kehamilan berisiko tinggi dan belum terdapat pelatihan kepada
pelaksana penyuluhan mengenai materi deteksi dini kehamilan risiko tinggi. Dari
segi lingkungan, pengetahuan masyarakat tentang pentingnya deteksi dini
kehamilan berisiko tinggi masih rendah.
Prioritas penyebab masalah ditentukan menggunakan sistem matriks, sama seperti
matriks yang digunakan dalam penentuan prioritas masalah. Berdasarkan
perhitungan matriks, prioritas penyebab masalah adalah masalah metode dan
pelaksanaan penyuluhan tentang deteksi dini kehamilan risiko tinggi oleh
masyarakat di Puskesmas Kelurahan Pisangan timur I, sehingga alternatif
pemecahan masalah akan lebih difokuskan terhadap faktor ini.
Pemecahan masalah yang dapat dilakukan adalah dengan membuat penyuluhan
kepada ibu hamil, suami, dan keluarga, kader serta masyarakat tentang deteksi dini
kehamilan risiko tinggi, membuat media informasi berkala berupa buletin mengenai
deteksi dini kehamilan risiko tinggi dan dibagikan kepada suami dan keluarga ibu
hamil dan masyarakat, dan kunjungan rumah ke keluarga ibu hamil.
Dari alternatif cara pemecahan masalah yang telah dibuat maka akan dipilih scara
pemecahan masalah yang dianggap paling mampu laksana. Pemilihan prioritas cara
pemecahan masalah ini dengan memakai teknik kriteria matriks. Dua kriteria yang
lazim digunakan adalah efektifitas dan efisiensi. Di dalam efektifitas terdapat
variabel M (Magnitude) yang artinya semakin banyak masalah yang dapat
diselesaikan, makin terpilih jalan tersebut. Lalu ada variabel I (Importancy), yang
artinya semakin lama jalur tersebut membuat masa bebas masalah semakin terpilih
jalur tersebut. Dan yang terakhir V (Vulnerability) yang berarti semakin terpilih jalur
tersebut bila penyelesaian masalah semakin cepat. Faktor lain yang turut
diperhitungkan adalah efisiensi, dalam hal ini yang menyangkut biaya (Cost/C), yang
berbanding terbalik dengan faktor efektifitas. Prioritas yang terpilih adalah yang
memiliki nilai (MxIxV)/C terbesar. Sama seperti matriks sebelumnya diatas, setiap
variabel diberi nilai 5 untuk efektifitas tertinggi dan 1 untuk efektifitas terendah.
Sebaliknya, untuk variabel efisiensi diberi nilai 5 untuk yang paling tidak
efisien/paling mahal, dan nilai 1 untuk yang paling efisien/paling murah.
Setelah ditelaah dari besaran masalah yang dapat diselesaikan, kepentingan
pemilihan masalah, kecepatan penyelesaian masalah dan biaya yang diperlukan
maka penyuluhan rutin berupa seminar sehari kepada suami/keluarga, kader dan
masyarakat dapat menjadi pemecahan masalah yang mampu laksana.
Kesimpulan
Program kesehatan ibu dan anak (KIA) periode Januari-Desember 2009 telah
dilaksanakan di puskesmas Kelurahan Pisangan Timur 1 dan ditemukan beberapa
masalah pada kegiatan KIA yang dilakukan oleh puskesmas di wilayah tersebut.
Masalah yang ditemukan adalah deteksi kehamilan risiko tinggi oleh masyarakat
sebesar 2,6% dari target yang seharusnya 5%, cakupan peserta KB aktif sebesar
33,3% dari target seharusnya 87%, dan cakupan kunjungan bayi sebesar 12,4% dari
target seharusnya 88%. Masalah yang terpilih untuk dilakukan intervensi adalah
deteksi kehamilan risiko tinggi oleh masyarakat. Penyebab masalah yang didapatkan
antara lain kurangnya jumlah tenaga kesehatan di puskesmas tersebut, belum ada
jadwal rutin penyuluhan kepada suami/keluarga, kader dan masyarakat, dan
rendahnya pengetahuan masyarakat mengenai pentingnya deteksi kehamilan risiko
tinggi. Penyebab masalah yang terpilih adalah belum ada jadwal rutin penyuluhan
kepada suami/keluarga, kader, dan masyarakat. Alternatif penyelesaian masalah
yang diusulkan adalah penyuluhan kepada ibu hamil, suami, dan keluarga, kader
serta masyarakat tentang deteksi dini kehamilan risiko tinggi, membuat media
informasi berkala berupa buletin deteksi dini kehamilan risiko tinggi dan dibagikan
kepada suami dan keluarga ibu hamil dan masyarakat, dan kunjungan rumah ke
keluarga ibu hamil. Prioritas penyelesaian masalah yang didapatkan adalah
penyuluhan rutin berupa seminar sehari kepada suami/keluarga, kader dan
masyarakat.[primz, safira]
PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN
BAB I
KESEHATAN LINGKUNGAN
1. PENDAHULUAN, PENGERTIAN, TUJUAN
a. PENDAHULUAN
Keadaan lingkungan baik fisik dan biologis pemukiman penduduk Indonesia belum baik, baru
sebagian kecil penduduk yang menikmati air bersih dari fasilitas penyehatan lingkungan. Hal ini
berakibat masih tingginya angka kesakitan dan kematian karena berbagai penyakit. Peningkatan
kesehatan lingkungan dimaksudkan untuk perbaikan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin
kesehatan, melalui kegiatan peningkatan sanitasi dasar serta pencegahan dan penanggulangan
kondisi fisik dan biologis yang tidak baik, termasuk berbagai akibat sampingan pembangunan. Semua
kegiatan penyehatan lingkungan dan pemukiman yang dilakukan oleh staf puskesmas, sebaiknya
dilaksanakan dengan mengikutsertakan masyarakat secara bergotong-royong.
b. PENGERTIAN
Upaya penyehatan lingkungan pemukiman adalah upaya untuk meningkatkan kesehatan lingkungan
pemukiman melalui upaya sanitasi dasar, pengawasan mutu lingkungan dan tempat umum,
termasuk pengendalian pencemaran lingkungan dengan meningkatkan peran serta masyarakat dan
keterpaduan pengelolaan lingkungan melalui analisis dampak lingkungan.
c. TUJUAN
1) UMUM:
Kegiatan peningkatan kesehatan lingkungan dan pemukiman bertujuan berubahnya, terkendalinya
atau hilangnya semua unsur fisik dan lingkungan yang terdapat di masyarakat, yang dapat memberi
pengaruh jelek terhadap kesehatan mereka.
2) KHUSUS:
a) Meningkatkan mutu lingkungan hidup yang dapat menjamin masyarakat mencapai derajat
kesehatan masyarakat yang optimal.
b) Terwujudnya kesadaran dan keikut sertaan masyarakat, dan sektor lain yang berkaitan serta
bertanggung jawab atas upaya peningkatan dan pelestarian lingkungan hidup.
c) Terlaksananya peraturan perundang, tentang penyehatan lingkungan dan pemukiman yang
berlaku.
d) Terselenggaranya pendidikan kesehatan guna menunjang kegiatan dalam peningkatan kesehatan
lingkungan dan pemukiman.
e) Terlaksananya pengawasan secara teratur pada sarana sanitasi pemukiman, kelompok
masyarakat, tempat pembuatan/penjualan makanan, perusahaan dan tempat-tempat umum.
BAB II
URAIAN PROGRAM KESEHATAN LINGKUNGAN
PUSKESMAS KALIKOTES
1. Uraian Program Puskesmas Tentang Situasi Dan Kondisi di Puskesmas:
a. Masalah kesehatan masyarakat diwilayah Puskesmas
1) Kurangnya pengetahuan masyarakat tentang kesehatan lingkungan
2) Kurangnya kesadaran masyarakat tentang pentingnya atau dampak kesehatan lingkungan
b. Target dan sasaran :
1) Target :
Target pencapaian dan pemantauan kesehatan lingkungan di wilayah puskesmas Kalikotes
• Rumah: 33%
• TTU: 100%
• TPM: 100%
• TP3:100%
2) Sasaran :
Seluruh masyarakat di wilayah Kerja Puskesmas Kalikotes
c. Strategi :
Strategi yang dilakukan oleh petugas kesehatan lingkungan yaitu :
1) Membuka pelayanan klinik sanitasi setiap hari pada jam kerja
2) Kunjungan ke wilayah kerja puskasmas se kecamatan kalikotes
3) Membentuk JUMANTIK
d. Kegiatan:
Berbagai hal tentang Kesehatan Lingkungan yang dilaksanakan di Puskesmas Kalikotes antara lain:
1) Melakukan pendataan
2) Memberikan pelayanan Kesehatan Lingkungan pada masyarakat:
3) Melakukan penyuluhan kesemua desa sewilayah Kalikotes.
e. Peran serta masyarakat:
1) Kader kesehatan sebagai pelaku JUMANTIK
2) Masyarakat melakukan kegiatan gotong royong rutin
3) Masyarakat melakukan kegiatan jumat bersih atau minggu bersih
f. Lintas Sektor atau Program:
1) Lintas sektor:
a) Dinas Kesehatan
b) Pemerintahan Desa
c) PKK
2) Lintas program:
1) Petugas Kesehatan Lingkungan Puskesmas
2) Bidan desa
3) Penyuluhan kesehatan lingkungan
g. Sasaran:
Seluruh warga kalikotes
h. Implementasi:
a) Hambatan:
1) partisipasi masyarakat kurang
2) tidak ada stimulasi dana untuk tenaga kader
b) Pendukung:
1) Petugas Puskesmas
2) Instrumen Kesehatan Lingkungan
• Leafleat
• Bookleat
• Poster
i. Evaluasi:
a) Hasil:
terlampir
DATA DASAR KEGIATAN PKL PUSKESMAS KALIKOTES
NO DESA KEPENDUDUKAN JUMLAH SARANA SANITASI DASAR
Jml Penduduk Rumah KK Dukuh RT/RW SGL SPT PMA Ledeng PAH JAGA SPAL TTU TP3M TP3 IMR
IND0ST
1 Gemblegan 5.752 1185 1159 13 30/10 564 20 0 0 0 415 417 14 0 0 0 0
2 Jogosetran 4.364 804 979 16 34/12 441 15 0 0 0 434 440 11 0 0 0 0
3 Tambongwetan 3.822 578 846 11 26/8 367 20 0 0 0 264 269 7 0 0 0 0
4 Krajan 2.933 606 602 10 25/10 292 5 0 0 0 253 259 7 0 0 0 0
5 Kalikotes 4.132 822 786 12 27/8 413 20 0 0 0 391 398 14 0 0 0 0
6 Ngemplak 3.595 718 785 9 16/6 256 10 0 0 1 215 220 11 0 0 2 0
7 Jimbung 12.820 2054 2188 33 105/27 1756 30 0 0 0 598 608 32 0 0 0 0
JUMLAH 37688 6867 6345 104 263/81 4083 120 0 0 1 2570 2611 96 0 0 2 0
DATA SARANA AIR MINUM DAN SANITASI DI DESA
PUSKESMAS KALIKOTES
NO DESA JML.KK JML.RUMAH JML.SUMUR JML.WC JML.SPAL JML.TEMPAT SAMPAH KET
1 01 1.624 1.628 1.079 1.608 1.608 1.621
2 02 1.063 1.017 916 844 724 757
3 03 1.002 975 828 799 805 8
4 04 804 803 768 647 763 823
5 05 1.164 1.018 718 850 71 287
6 06 880 835 775 686 763 734
7 07 2.768 2.467 1.383 1.301 721 972
JUMLAH 9.305 8.743 6.467 6.735 5.455 5.202
b) Kekurangan:
Masyarakat masih banyak yang belum menyadari arti pentingnya kesehatan lingkungan
c) Kelemahan:
• Kurangnya tenaga pekerja kesehatan lingkungan
• Kurangnya anggaran
2. Analisa permasalahan/kesenjangan pada program tersebut:
a. Kesehatan lingkungan belum menjadi prioritas masalah bagi masyarakat
b. Kurangnya kesadaran masyarakat
3. Alternatif pemecahan masalah untuk mengatasi kesenjangan:
a. Memprioritaskan masalah bagi masyarakat
b. Menumbuhkan rasa kesadaran mayarakat
c. Pemberian pelayanan kepada masyarakat lebih optimal
d. Kerjasama lintas sektor lebih ditingkatkan
e. Penambahan tenaga
f. Pemberian dana
Posting Lebih BaruPosting Lama
richeese
RABU, 19 OKTOBER 2011
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian Imunisasi BCG
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI IBU DALAM
PEMBERIAN IMUNISASI BCG PADA BAYI DI PUSKESMAS KECAMATAN
JATINEGARA JAKARTA TIMUR
TAHUN 2010-2011
Oleh :
SETTIYAWATI
0701029
Program Studi Ilmu Keperawatan
Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan Istara Nusantara
Jakarta Timur
2011
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Di Indonesia TBCmasih merupakan masalah utama kesehatan masyarakat dan
penyebab utama kematian nomor satu untuk penyakit
infeksi (Suhardi. 2006). Di Indonesia, program imunisasi terdiri atas
Program Pengembangan Imunisasi (PPI). Selama ini program imunisasi wajib meliputi
BCG, imunisasi wajib ini telah dilaksanakan di unit-unit pelayanan kesehatan maupun
swasta (Burzi, Fransisco. 2006).
Imunisasi BCG wajib diberikan, seperti diketahui, di Indonesia termasuk negara
endemis TB dan satu negara dengan penderita TB tertinggi di dunia (Vina dan Vani. 2008).
Penyakit yang Dapat Dicegah Dengan Imunisasi (PD3I) merupakan salah satu
penyebab kematian bayi di Indonesia. Oleh karena itu, Depkes menganjurkan agar semua
anak sebelum berusia 1 tahun telah mendapatkan imunisasi lengkap yaitu antara lain 1 kali
imunisasi BCG (Cahyono, Kurniawan Dedi. 2003)
Laporan TB dunia oleh WHO yang terbaru (2006), masih menempatkan Indonesia
sebagai penyumbang terbesar nomor 3 di dunia setelah India dan Cina dengan jumla
h kasus baru sekitar 539.000 dan jumlah kematian sekitar 101.000 per tahun. (I
Nyoman Kandun,
2006). Penyakit TBC pada anak adalah fenomena yang sangat mencemaskan.
Jumlah Kasus TBC pada anak di Indonesia sekitar seperlima dari seluruh Kasus TBC.
Di negara Indonesia,
TBC masih merupakan penyakit rakyat yang mudah menular.
Tidak tepat bila hanya mengharapkan perbaikan sosial ekonomi penduduk untuk
dapat menurunkan morbiditas dan mortilitas Tubercolusis.
Di negara yang sudah berkembang penyakit ini sudah jarang ditemukan karena
dilaksanakannya imunisasi BCG dengan luas, pengawasan ketat terhadap penderita TB
C, dan perbaikan keadaan sosial ekonomi. Akan tetapi beberapa laporan tentang mun
culnya kembali penyakit TBC di negara maju akhir-akhir ini telah menimbulkan
kekhawatiran serta telah dan antipisasi lebih lanjut, sehingga perlu dilakukan pengont
rolan atas penyakit ini. (DepKes RI, tahun, 2003).
Seseorang akan menderita TBC karena terhisapnya percikan udara yang
mengandung kuman TBC, yang berasal dari orang dewasa berpenyakit TBC. Mungkin j
uga bayi sudah terjangkit penyakit TBC waktu lahir. Ia terinfeksi kuman TBC sewaktu
masih dalam kandungan, bila ibu mengindap penyakit TBC. Tetapi hal ini jarang terja
di. Pada anak yang terinfeksi, kuman TBC dapat menyerang berbagai alat tubuh. Orga
n
yang diserangnya ialah paru (paling sering), kelenjar getah bening, tulang, sendi,
ginjal, hati, atau selaput otak. TBC selaput otak merupakan jenis TBC yang palin
berat. Salah satu dari sekian banyak upaya pemberantasan penyakit TBC ialah
imunisasi BCG. Dengan imunisasi BCG diaharapkan penyakit TBC dapat berkurang dan
kejadian TBC yang berat dapat dihindari. (Kartasasmita, 2003)
Dari grafik di atas dapat kita ketahui bahwa data TBC di Jakarta Timur tahun 2010, di
Kecamatan Jatinegara (93,99%), Cakung (82%), Cipayung (76,87%), Ciracas (72,43%), Duren
Sawit (51,63%), Kramat Jati 48,26(%), Makasar (42,25%), Matraman 38,95(%), Pulo Gadung
(33,31%) dan kecamatan Pasar Rebo (29,33%).
Dari grafik di atas menunjukkan bahwa angka kejadian TBC di Jakarta Timur yang tertinggi
terdapat pada daerah Kecamatan Jatinegara yaitu 93,99%. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul “Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Dalam
Pemberian Imunisasi BCG Pada Bayi di Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur.
Dapat kita lihat dari tabel di atas data imunisasi BCG di Puskesmas Kecamatan
Jatinegara tahun 2010 pada bulan Januari 20 bayi (36,8%), Februari 15 bayi
(27,6%), Maret 15 bayi (27,6%), April 10 bayi (18,4%), Mei 11 bayi (20,24), Juni 16
bayi (29,44%), Juli 12 bayi (22,08%), Agustus 22 bayi (40,48%), September 23 bayi (42
,32%), Oktober 27 bayi (49,68%), November 7 bayi (12,88%), dan Desember 6 bayi (1
1,04%). Hampir semua bayi di Kecamatan Jatinegara memberikan imunisasi BCG pada
bayi nya.
Data di atas adalah data terakhir yang peneliti ambil dari Puskesmas Kecamatan
Jatinegara di tahun 2011. Pada bulan Januari 2011 terdapat 27 bayi yg melakukan imunisasi
BCG, bulan Februari 20 bayi, Maret 23 bayi, dan bulan April 31 bayi. Dari data di atas dapat
kita simpulkan bahwa ibu yang memberikan imunisasi BCG pada bayi terdapat peningkatan
pada bulan April, hal ini besar kemungkinan ibu untuk mencegah terjadinya tubercolosis
dan mengurangi angka kejadian TB di indonesia secara dini. Oleh karena itu peneliti tertarik
untuk melakukan penelitian dengan judul faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam
pemberian imunisasi BCG pada bayi.
B. Rumusan Masalah
Sejauh mana faktor-faktor yang mempengaruhi ibu dalam pemberian imunisasi BCG
pada bayi di Puskesmas Kecamatan Jatinegara tahun 2010.
C. Tujuan
1. Tujuan Umum
Untuk mengetahui faktor-faktor yang berhubungan dengan pemberian imunisasi BCG pada
bayi .
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui pengaruh umur terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas
Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
b. Untuk mengetahui pengaruh pendidikan terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas
Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
c. Untuk mengetahui pengaruh pengetahuan terhadap imunisasi BCG pada bayi di
Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
d. Untuk mengetahui pengaruh motivasi terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas
Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
e. Untuk mengetahui pengaruh lingkungan terhadap imunisasi BCG pada bayi di Puskesmas
Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
f. Untuk mengetahui pengaruh sosial ekonomi terhadap imunisasi BCG pada bayi di
Puskesmas Kecamatan Jatinegara Jakarta Timur
D. Manfaat Penelitian
1. Bagi Pendidikan
Sebagai bahan masukan untuk pengembangan ilmu pengetahuan khususnya pemberian
imunisasi BCG pada bayi.
2. Bagi Pelayanan Kesehatan
Sebagai bahan masukan yang bermakna dalam rangka peningkatan mutu program
pemberian imunisasi BCG pada bayi.
3. Bagi Peneliti
Merupakan pengalaman yang sangat berharga dalam menambah wawasan tentang
pemberian imunisasi BCG pada bayi.
Hasil penelitian di harapkan dapat menambah sumber informasi dan sebagai bahan
bacaan untuk penelitian berikutnya.
BAB II
STUDI KEPUSTAKAAN
A. Imunisasi
1. Definisi
Kata imun berasal dari bahasa Latin (immunitas) yang berarti pembebasan
(kekebalan) yang diberikan kepada para senator Romawi selama masa jabatan mereka
terhadap kewajiban sebagai warganegara biasa dan terhadap dakwaan. Dalam sejarah,
istilah ini kemudian berkembang sehingga pengertiannya berubah menjadi perlindungan
terhadap penyakit, dan lebih spesifik lagi, terhadap penyakit menular (Theophilus,
2000; Mehl dan Madrona, 2001).
Imunisasi adalah upaya yang dilakukan dengan sengaja memberikan kekebalan
(imunitas) pada bayi atau anak sehingga terhindar dari penyakit (DepKes,2000). Pentingnya
imunisasi didasarkan pada pemikiran bahwa pencegahan penyakit merupakan upaya
terpenting dalam pemeliharaan kesehatan anak.
Imunisasi merupakan usaha memberikan kekebalan pada bayi dan anak dengan
memasukkan vaksin kedalam tubuh agar tubuh membuat zat anti untuk mencegah
terhadap penyakit tertentu. (Hidayat, A. Aziz alimun 2008).
Imunisasi adalah reaksi antara antigen dan antibody yang merupakan kuman atau
racun (toxin disebut sebagai antigen). Secara khusus antigen merupakan bagian dari
protein kuman atau racun protein. Racunnya bila antigen untuk pertama kalinya masuk
kedalam tubuh manusia, maka sebagai reaksinya tubuh akan membentuk zat anti terhadap
racun kuman yang disebut antibody. (Riyadi Sujono, 2009)
Pemberian imunisasi terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Imunisasi Aktif
Imunisasi aktif adalah kekebalan yang dibuat oleh tubuh dan membuat sendiri zat
anti setelah suatu rangsangan antigen dari luar tubuh, misalnya rangsangan virus yan
g telah dilemahkan pada imunisasi polio atau campak. Setelah rangsangan ini kadar z
at anti dalam tubuh anak akan meningkat, sehingga anak menjadi kebal.
Kekebalan aktif dibagi menjadi dua yaitu :
1) Kekebalan aktif alamiah
Dimana tubuh anak membuat kekebalan sendiri setelah mengalami sembuh dari
penyakit, misalnya : campak. Setelah sembuh tidak akan terserang campak lagi karen
a membuat zat penolak terhadapa penyakit.
2) Kekebalan aktif buatan
Kekebalan yang dibuat tubuh setelah mendapat vaksin (imunisasi). Misalnya :
anak diberi vaksin BCG, DPT, Polio.
b. Imunisasi Pasif
Imunisasi pasif adalah imunisasi yang dilakukan dengan penyuntikan sejumlah zat
anti, sehingga proses cepat terjadi dengan dua hal yaitu :
1) Kekebalan Pasif Alamiah
Kekebalan yang diperoleh oleh bayi sejak lahir ibunya. Kekebalan ini tidak
berlangsung lama (kurang lebih hanya 5 bulan setelah bayi lahir) misalnya : difteri,
morbili, tetanus.
2) Kekebalan Pasif Buatan
Kekebalan ini diperoleh setelah mendapat suntikan zat penolakan, misalnya ATS
(Anti Tetanus Serum).
Jenis Vaksin Yang Digunakan Di Indonesia Ada Dua Yaitu :
a. Vaksin dari kuman hidup yang dilemahkan :
Virus campak dalam vaksin campak
Kuman TB dalam vaksin TB
Virus polio dalam jenis sabin pada vaksin polio
b. Vaksin dari kuman yang dimatikan
Bakteri pertusis dalam DPT
Virus polio jenis SALK dalam vaksin polio
Racun kuman seperti TT
Vaksin dibuat oleh protein.
Syarat Pemberian Vaksin
a. Pada bayi atau anak yang sehat
b. Vaksin harus baik, disimpan dalam kulkas dan belum kadaluarsa
c. Pemberian imunisasi dengan tehnik yang cepat
d. Mengetahui jadwal imunisasi dengan melihat umur dan jenis imunisasi yang telah
diterima
e. Meneliti vaksin yang akan diberikan
f. Memperhatikan dosis yang akan diberikan
Reaksi Yang Mungkin Terjadi Setelah Imunisasi :
a. Reaksi lokal
Pada tempat penyuntikan terjadi pembengkakan kadang disertai demamm, agak sakit.
Pada keadaan sperti ini ibu tidak usah panik sebab panas akan sembuh dan kekebala
n telah dimiliki bayi atau anak.
b. Reaksi Umum
Dapat terjadi kejang atau syok. Pada keadaan ini ibu harus konsultasi ke dokter atau
bidan.
2. Vaksinasi
Vaksinasi adalah pemberian vaksin kedalam tubuh seseorang untuk memberikan
kekebalan terhadap penyakit tertentu. Vaksinasi sering juga disebut imunisasi. (Wikipedia).
Vaksin berasal dari kata Vaccinia yaitu penyebab cacar sapi yang ketika diberikan
kepada manusia akan menimbulkan pengaruh kekebalan terhadap cacar. Pengertian vaksin
itu sendiri adalah bahan antigenic yang digunakan untuk menghasilkan kekebalan aktif
terhadap suatu penyakit sehingga dapat mencegah atau mengurangi pengaruh infeksi oleh
organisme alami atau liar.
Semua vaksin mempunyai 3 jenis bahan utama, antara lain :
a. Bahan kuman.
Bahan kuman adalah organisme hidup berupa virus dan bakteri yang telah dilemahkan atau
berupa virus dan bakteri yang telah dibunuh atau tidak aktif atau juga berupa toksoid yang
terbuat dari toksin (racun) yang sudah di non-aktifkan yang diproduksi oleh virus dan
bakteri.
b. Bahan-bahan yang ditambahkan untuk menjalankan berbagai fungsi.
Adapun bahan-bahan tambahan yang dimasukkan dalam vaksin, antara lain :
1) Aluminium
Aluminium berfungsi untuk mendorong fungsi antibodi. Logam ini dikenal sebagai
kemungkinan penyebab kejang, alzhaimer, kerusakan otak dan dementia (pikun).
Aluminium terdapat dalam vaksin DPT, DaPT dan hepatitis
2) Formaldehida (formalin).
Formaldehyde (formalin) digunakan untuk menon-aktifkan kuman. Formalin dikenal
sebagai bahan karsinoma (penyebab kanker).
3) Fenol.
Fenol dalam dosis tertentu sangat beracun dan lebih membahayakan daripada sekedar
merangsang imun, sehingga dianggap berlawanan dengan tujuan pembuatan vaksin. Fenol
antara lain digunakan dalam proses pembuatan vaksin tifoid.
4) Thimerosal
Thimerosal berfungsi sebagai pengawet. Bahan ini mengandung hamper 50 persen
etilmerkuri yang berarti mempunyai sifat seperti air raksa.
5) Gelatin
Gelatin merupakan bahan yang diperoleh dari hidrolisis kolagen yang terdapat pada tulang
dan kulit hewan terutama sapi dan babi. Gelatin antara lain digunakan dalam proses
pembuatan vaksin MMR dan varicella. Bahayanya sama seperti bahaya pada formalin.
6) Benzetonium klorida, glutamate, neomisin.
c. Biakan dimana vaksin dibuat.
Dalam proses pembuatan vaksin, bakteri yang beracun atau virus yang hidup akan
dilemahkan dengan cara berulang-ulang dilewatkan melalui suatu media biakan antara lain
jaringan otak kelinci, jaringan marmot, jaringan ginjal anjing, jaringan ginjal monyet,
embrio ayam, atau protein telur ayam atau bebek dan kerap kali menggunakan jaringan
janin manusia yang digugurkan.
Protein hewani yang berasal dari media biakan vaksin akan masuk ke dalam tubuh
manusia tanpa melalui proses pencernaan (melalui suntikan langsung ke dalam aliran
darah). Protein yang tidak dicerna adalah penyebab utama alergi dan juga bisa
menyerang jaringan pelindung sel-sel syaraf dan menimbulkan kerusakan dalam system
syaraf.
3. Vaksin BCG
Imunisasi BCG adalah vaksinasi hidup yang diberikan pada bayi untuk mencegah terjadinya
penyakit TBC. (Dirjen PPM dan PLP, 1989 : 71).
BCG berasal dari strain bovinum M. Tuberculosis oleh Calmette dan Guerin yang
mengandung sebanyak 50.000 – 1.000.000 partikel/ dosis. Bakteri ini menyebabkan TBC
pada sapi tapi tidak pada manusia. Vaksin ini dikembangkan pada tahun 1950 dari bakteri
M. tuberculosis yang hidup, karenanya bisa berkembang biak dalam tubuh dan diharapkan
bisa mengindus antibody seumur hidup. Selain itu, pemberian 2 atau 3 kali tidak
berpengaruh sehingga vaksinasi BCG hanya diperlukan sekali seumur hidup. (Hendrawan,
www.artikel.php.htm.com.id, 2003).
Penularan penyakit TBC terhadap seorang anak dapat terjadi karena terhirupnya
percikan udara yang mengandung kuman TBC. Kuman ini dapat menyerang berbagai o
rgan tubuh, seperti paru-paru (paling sering terjadi), kelenjar getah bening ,
tulang, sendi, ginjal, hati, atau selaput otak (yang terberat). Pemberian imunisasi BCG
sebaiknya dilakukan pada bayi yang baru lahir sampai usia 12 bulan, tetapi imunisasi
ini sebaiknya dilakukan sebelum bayi berumur 2 bulan.
Imunisasi ini cukup diberikan satu kali saja. Bila pemberian imunisasi ini "berhasil,"
maka setelah beberapa minggu di tempat suntikan akan timbul benjolan kecil. Karena
luka suntikan meninggalkan bekas, maka pada bayi perempuan, suntikan sebaiknya di
lakukan di paha kanan atas. Biasanya setelah suntikan BCG diberikan, bayi tidak men
derita demam. Pemberian Imunisasi ini akan memberikan kekebalan aktif terhadap pe
nyakit Tuberkulosis ( TBC ), Imnunisasi ini diberikan hanya sekali sebelum bayi berumu
r dua bulan. Reaksi yang akan nampak setelah penyuntikan imunisasi ini adalah beru
pa perubahan warna kulit pada tempat penyuntikan yang akan berubah menjadi pust
ula kemudian pecah menjadi ulkus, dan akhirnya menyembuh spontan dalam waktu 8
–
12 minggu dengan meninggalkan jaringan parut, reaksi lainnya adalah berupa
pembesaran kelenjar ketiak atau daerah leher, bila diraba akan terasa padat dan bila
ditekan tidak terasa sakit.
Komplikasi yang dapat terjadi adalah berupa pembengkakan pada daerah tempat
suntikan yang berisi cairan tetapi akan sembuh spontan.
Vaksin BCG atau pemberian imunisasi BCG bertujuan untuk menimbulkan kekebalan
aktif terhadap penyakit Tuberculosis (TBC) vaksin BCG mengandung kuman BCG (Bacillus
calmet-Guerin) yang masih hidup. Jenis kuman TBC ini telah dilemahkan. Dimana
Tuberculosis merupakan penyakit rakyat yang mudah menular di Indonesia dan di Negara
yang sedang berkembang lainnya. Seorang anak menderita TBC karena terhisapnya
percikan udara yang mengandung kuman TBC, yang berasal dari orang dewasa
berpenyakit TBC. Mungkin juga bayi sudah terjangkit penyakit TBC sewaktu lahir. Ia
terinfeksi kuman TBC sewaktu masih dalam kandungan, bila ibu mengidap penyakit
TBC. Pada anak yang terinfeksi, kuman TBC dapat menyerang berbagai alat tubuh yang
diserangnya adalah paru ( paling sering ), kelenjar getah bening, tulang, sendi, ginjal, hati,
atau selaput otak. Salah satu upaya dari banyak upaya pemberantasan penyakit TBC ialah
imuniasi BCG. Dengan imunisasi BCG diharapkan penyakit TBC dapat berkurang dan
kejadian TBC yang berat dapat dihindari.
4. Cara Imunisasi BCG
Pemberian imunisasi BCG sebaiknya dilakukan ketika bayi baru lahir, sampai bayi
berumur 12 bulan, tetapi sebaiknya pada umur 0 – 2 bulan. Hasil yang memuaskan terlihat
apabila diberikan menjelang umur 2 bulan. Imunisasi BCG cukup diberikan 1 kali saja, pada
anak yang berumur lebih dari 2 bulan, dianjurkan untuk melakukan uji mantoux sebalum
imunisasi BCG, gunanya untuk mengetahui apakah untuk mengetahui apakah ia telah
terjangkit penyakit TBC. Seandainya hasil uji mantoux positive, anak tersebut selayaknya
tidak mendapatkan imunsasi BCG Tetapi bila imunisasi dilakukan secara masal, maka
pemberian suntikan BCG dilaksanakan secara langsung tanpa uji mantoux terlebih dahulu.
Hal ini dilakukan mengingat pengaruh beberapa factor, seperti segi teknis penyuntikan
BCG, keberhasilan program imunisasi, segi epidemiologis dan lain – lain.
Penyuntikan BCG tanpa dilakukan uji mantoux pada dasarnya tidaklah
membahayakan. Bila pemberian imunisasi BCG itu berhasil, setelah beberapa minggu
ditempat suntikan akan terdapat suatu benjolan. Tempat suntikan itu kemudian berbekas.
Kadang – kadang benjolan tersebut bernanah, tapi akan menyembuh sendiri meskipun
lambat. Sesuai kesepakatan maka biasanya penyuntikan BCG dilakukan di lengan kanan
atas. Karena luka suntikan meninggalkan bekas dan mengingat segi kosmetiknya, pada
bayi perempuan dapat diminta sutikan di paha kanan atas
5. Kekebalan
seperti telah diuraikan diatas, jaminan imunisasi tidaklah mutlak 100% bahwa
anak anda akan terhindar sama sekali
dari penyakit TBC. Seandainya bayi yang telah mendapat imunisasi terjangkit juga
penyakit TBC, maka ia akan terhindar dari kemungkinan mendapat TBC berat, seperti
TBC paru parah, TBC tulang, atau TBC selaput otak yang mengakibatkan cacat seumur
hidup dan membahayakan jiwa anak muda.
6. Reaksi Imunisasi
Biasanya setelah suntikan BCG bayi tidak akan menderita demam. Bila ia
demam setelah imunisasi BCG umumnya disebabkan oleh keadaan lain. Untuk hal ini
dianjurkan agar berkonsultasi dengan dokter.
a) Tanda Keberhasilan Vaksin
Tanda keberhasilan vaksinasi BCG berupa bisul kecil dan bernanah pada daerah
bekas suntikan yang muncul setelah 4-6 minggu. Benjolan atau bisul setelah vaksinasi
BCG memiliki ciri yang sangat khas dan berbeda dari bisul pada umumnya. Bisul ters
ebut tidak menimbulkan rasa nyeri, bahkan bila disentuhpun tidak terasa sakit. Tak h
anya itu, munculnya bisul juga tak diiringi panas. Selanjutnya, bisul
tersebut akan mengempis dan membnetuk luka parut.
b) Bila ada reaksi berlebih
Tingkat kewaspadaan bila ternyata muncul reaksi berlebih pasca
vaksinasi BCG. Misal, benjolan atau bisul itu lama tidak sembuh-sembuh dan menjadi
koreng. Atau, malah ada pembengkakan pada kelenjar di ketiak
(sekelan). Ini dapat merupakan pertanda si anak pernah terinfeksi TB sehingga
menimbulkan reaksi berlebih setelah divaksin. Sebaiknya segera periksakan kembali ke
dokter, setiap infeksi selalu diikuti oleh pembesaran kelenjar limfe setempat (regiona
l) sehingga bisa diraba. Jadi infeksi ringan akibat vaksinasi di lengan atas akan menye
babkan pembesaran kelenjar limfe ketiak. Jika terjadi pada pangkal paha, akan terjadi
pembesaran kelenjar limfe di lipatan paha. Namun efek samping ini tidak terjadi pad
a bayi. Yang brisiko apabila bayi tersebut sudah terinfeksi TB sebelum vaksinasi.
c) Bila tidak Timbul benjolan
Orang tua tak perlu khawatir bila ternyata tidak muncul bisul/benjolan di daerah
suntik. Jangan langsung beranggapan bahwa vaksinasinya gagal. Bisa saja itu terjadi
karena kadar antibodinya terlalu rendah, dosis terlau rendah, daya
tahan anak sedang menurun (misalnya anak dengan gizi buruk)
atau kualitas vaksinasinya kurang baik akibat cara penyimpanan yang
salah. Meski begitu, antibodi tertap terbentuk tetapi dalam kadar yang rendah.
Jangan khawatir, di daerah endemis TB (penyakit TB terus-
menerus ada sepanjang tahun) seperti Indonesia, infeksi alamiah akan selalu ada.
Booster-nya (ulangan vaksinasi) bisa didapat dari alam, asalkan anak pernah
divaksinasi sebelumnya.
d) Efeksi Samping
Umumnya pada imunisasi BCG jarang dijumpai akibat samping. Mungkin terjadi
pembengkakan kelenjar getah bening setempat yang terbatas dan biasanya menyembu
h sendiri walaupun lambat. Bila suntikan BCG dilakukan dilengan atas, pembengkakan
kelenjar terdapat di ketiak atau leher bagian bawah. Suntikan di paha dapat menimbu
lkan pembengkakan kelenjar di selangkakan. Komplikasi pembengkakan kelenjar ini bi
asanya disebabkan karena teknik penyuntikan yang kurang tepat, yaitu penyuntikan t
erlalu dalam. Dalam masalah komplikasi yang ringan ini, bila
terdapat keraguan dipersilahkan anda berkonsultisai dengan dokter.
e) Kontra Indikasi
Tidak ada larangan untuk melakukan imunisasi BCG, kecuali pada anak yang
berpenyakit TBC atau menunjukkan uji mantoux positif
1) Pemberian imunisasi BCG biasanya dilakukan sedini mungkin, dalam waktu beberapa
hari setelah bayi lahir.
2) Cara pembeian imunisasi BCG bagi perorangan berlainan dengan pemberian secara
masal.
3) Imunisasi BCG secara masal tanpa didahului uji mauntoux, tidak membahayakan.
4) Dengan imunisasi BCG anak anda diharapkan akan bebas terjangkit penyakit TBC.
Setidak-tidaknya ia terhindar dari penyakit TBC yang berat dan parah.
B. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberian Imunisasi BCG
Penyebaran masalah kesehatan berbeda untuk tiap individu, kelompok dan
masyarakat dibedakan atas tiga macam yaitu : Ciri-ciri manusia/karakteristik, tempat dan
waktu. salah satu faktor yang menentukan terjadinya masalah kesehatan di masyarakat
adalah ciri manusia atau karakteristik .Yang termasuk dalam unsur karakteristik manusia
antara lain: umur, jenis kelamin, pendidikan, status perkawinan,status sosial
ekonomi,ras/etnik,dan agama.Sedangkan dari segi tempat disebutkan penyebaran masalah
kesehatan dipengaruhi oleh keadaan geografis, keadaan penduduk dan keadaan pelayanan
kesehatan.Selanjutnya penyebaran masalah kesehatan menurut waktu dipenaguruhi oleh
kecepatan perjalanan penyakit dan lama terjangkitnya suatu penyakit. Begitu juga halnya
dalam masalah status imunisasi dasar bayi juga dipengaruhi oleh karakteristik ibu dan
faktor tempat,dalam hal ini adalah jarak rumah dengan puskesmas/tempat pelayanan
kesehatan. Pada penelitian ini ,karakteristik ibu yang peneliti diteliti adalah :
1. Umur
Umur adalah lamanya seseorang hidup sejak dilahirkan sampai saat ini. Dalam satuan
tahun dan juga merupakan periode terhadap pola-pola kehidupan baru demikian
bertambah pula umur semakin tinggi keinginan seseorang tentang kesehatan (Notoadmojo,
2003).
Usia dewasa (18-40 tahun) merupakan masa dimana seseorang secara maksimal dapat
mencapai prestasi yang memuasakan dalam karirnya pada usia tengah (41-60 tahun)
seseorang tinggal mempertahankan prestasi yanh telah dicapainya pada usia dewasa
sedangkan usia tua (> 60 tahun) adalah usia tidak produktif lagi dan hanya menikmati hasil
dari prestasi (Hurlock 1998).
Umur merupakan salah satu sifat karakteristik tentang orang yang sangat utama. Umur
mempunyai hubungan dengan tingkat keterpaparan, besarnya risk serta sifat resistensi.
Perbedaan pengalaman terhadap masalah kesehatan/penyakit dan pengambilan keputusan
dipengaruhi oleh umur individu tersebut (Noor,N.N,2000).
Beberapa studi menemukan bahwa usia ibu, ras,pendidikan, dan status sosial ekonomi
berhubungan dengan cakupan imunisasi dan opini orang tua tentang vaksin berhubungan
dengan status imunisasi anak mereka.( Ali, Muhammad, 2002) .
Dari penelitian Ali,Muhammad (2002) didapatkan bahwa usia ibu berhubungan dengan
pengetahuan dan perilaku mereka terhadap imunisasi (p < 0,05).Penelitian ini menunjukkan
hasil yang sama dengan penelitian Lubis (1990;dalam Ali,Muhammad,2002).Penelitian
Salma Padri,dkk (2000) juga menemukan bahwa faktor utama yang berhubungan dengan
imunisasi adalah umur ibu (OR 2,53 95% CI: 1.21 -5.27).Selanjutnya hasil penelitian Ibrahim
D.P.(2001) menunjukkan bahwa karakteristik ibu yang erat hubungannya dengan status
imunisasi umur ibu yaitu umur ibu yang dihitung sejak lahir sampai saat penelitian.
2. Pendidikan
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan
semakin diperhitungkan. faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang dan pendidikan
dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik, sehingga dapat memilih dan
membuat keputusan dengan lebih tepat.
Peran seorang ibu pada program imunisasi sangatlah penting. Karenanya suatu
pemahaman tentang program ini amat diperlukan untuk kalangan tersebut.Pemahaman ibu
atau pengetahuan ibu terhadap imunisasi sangat dipengaruhi oeleh tingkat pendidikan ibu.
(Ali,Muhammad,2002).
Semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan seseorang maka semakin
membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat berobat bagi dirinya dan
keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan pengatehuan semakin
bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan bagi kehidupan
sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan kesehatan
yang lebih baik. Sejalan dengan pendapat Slamet, Singarimbun , juga menyebutkan
kelengkapan status imunisasi anak tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP keatas
sebanyak 30,1%.Berdasarkan penelitian Idwar (2001) juga disimpulkan bahwa semakin
tinggi tingkat pendidikan seorang ibu maka makin besar peluang untuk mengimunisasikan
bayinya yaitu 2,215 kali untuk pendidikan tamat SLTA/ke atas dan 0,961 kali untuk
pendidikan tamat SLTP/sederajat. Ibu yang berpendidikan mempunyai pengertian lebih
baik tentang pencegahan penyakit dan kesadaran lebih tinggi terhadap masalah-masalah
kesehatan yang sedikit banyak telah diajarkan di sekolah.
Diantaranya menurut Singarimbu, menyebutkan kelengkapan status imunisasi anak
tertinggi pada ibu yang berpendidikan SLTP keatas sebanyak 30,1%. Syahrul,Fariani.,dkk
(2002) dalam kesimpulan penelitiannya juga mengemukakan bahwa ada hubungan yang
bermakna antara pengetahun ibu dan keterpaparan informasi dengan status
imunisasi,tingkat pengetahuan ibu tentang imunisasi sebagian besar (73,0%) sudah baik
Namun demikian juga masih didapat sebagian kecil (4%) yang tergolong kurang.
Berdasarkan hasil penelitian Cahyono,K.D.,(2003) memberikan gambaran bahwa anak
mempunyai kesempatan lebih besar untuk tidak diimunisasi lengkap bagi yang ibunya
tinggal di perdesaan, berpendidikan rendah,kurang pengetahuan, tidak memiliki KMS
(Kartu Menuju Sehat), tidak punya akses ke media massa ( surat kabar/majalah, radio, TV),
dan ayahnya berpendidikan SD ke bawah. Semakin banyak jumlah anak, semakin besar
kemungkinan seorang ibu tidak mengimunisasikan anaknya dengan lengkap.Selanjutnya
Masykur (1983) dalam kesimpulan penelitiannya juga menyatakan ibu-ibu yang tahu
tentang imunisasi tertinggi pada ibu yang tamat SLTA yaitu 80,7% dan secara statistik
menunjukkan ada perbedaan yang bermakna antara tingkat pendidikan dengan
pengetahuan ibu tentang imunisasi. Menurut Lubis(dalam Ali,Muhammad,2002),dari suatu
penelitian yang dilakukan didapatkan bahwa kurangnya peran serta ibu rumah tangga
dalam hal ini disebabkan karena kurang informasi (60-75%),kurang motivasi (2-3%) serta
hambatan lainnya (23-37%).
Slamet (1999), menyebutkan semakin tinggi tingkat pendidikan atau pengetahuan
seseorang maka semakin membutuhkan pusat-pusat pelayanan kesehatan sebagai tempat
berobat bagi dirinya dan keluarganya. Dengan berpendidikan tinggi, maka wawasan
pengatehuan semakin bertambah dan semakin menyadari bahwa begitu penting kesehatan
bagi kehidupan sehingga termotivasi untuk melakukan kunjungan ke pusat-pusat pelayanan
kesehatan yang lebih baik.
Pendidikan seseorang merupakan salah satu proses perubahan tingkah laku, semakin
tinggi pendidikan seseorang maka dalam memilih tempat-tempat pelayanan kesehatan
semakin diperhitungkan. Menurut Azwar, merupakan suatu faktor yang mempengaruhi
perilaku seseorang dan pendidikan dapat mendewasakan seseorang serta berperilaku baik,
sehingga dapat memilih dan membuat keputusan dengan lebih tepat.
Pendidikan kesehatan dapat membantu para ibu atau kelompok masyarakat
disamping dapat meningkatkan pengetahuan juga untuk meningkatkan kemampuan
(perilakunya) untuk mencapai derajat kesehatan yang optimal. Tingkat pendidikan dan
pengetahuan ibu sangat mempengaruhi terlaksananya kegiatan pelaksanaan imunisasi
anak/ bayi, baik itu pendidikan formal maupun non formal. Tahap pendidikan sangat
menentukan kemampuan seseorang dalam mengatasi masalah dalam kehidupannya baik
dilingkungan sosial maupun dilingkungan kerjanya.
Peningkatan cakupan imunisasi melalui pendidikan orang tua telah menjadi strategi
populer di berbagai negara. Strategi ini berasumsi bahwa anak-anak tidak akan diimunisasi
secara benar disebabkan orang tua tidak mendapat penjelasan yang baik atau karena
memiliki sikap yang buruk tentang imunisasi.Program imunisasi dapat berhasil jika ada
usaha yang sungguh-sungguh dan berkesinambungan pada orang- orang yang memiliki
pengetahuan dan komitmen yang tinggi terhadap imunisasi.Jika suatu program intervensi
preventif seperti imunisasi ingin dijalankan secara serius dalam menjawab perubahan pola
penyakit dan persoalan pada anak dan remaja, maka perbaikan dalam evaluasi perilaku
kesehatan masyarakat dan peningkatan pengetahuan sangat diperlukan.
(Ali,Muhammad,2002).
3. Pengetahuan
Menurut Rahman (2003), pengetahuan adalah hasil dari aktivitas mengetahui, yakni
tersingkapnya suatu kenyataan ke dalam jiwa sehingga tidak ada keraguan terhadapnya.
Notoatmodjo (2003) berpendapaat bahwa, Pengetahuan adalah merupakan hasil
“Tahu” dan ini terjadi setelah orang melakukan penginderaan terhadap suatu objek
tertentu yang mana penginderaan ini terjadi melalui panca indera manusia yakni
indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa dan raba yang sebagian
besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telingah.
4. Motivasi
Menurut Handoko (1992) mengatakan bahwa motivasi merupakan suatu tenaga atau
faktor yang terdapat dalam diri manusia yang menimbulkan, mengarahkan dan
mengorganisir tingkah lakunya. Faktor yang dimaksud adalah kebutuhan, bila individu
merasakan suatu kebutuhan maka akan mendorong individu tersebut untuk memenuhi
kebutuhan tersebut.
Dari hasil penelitian ini gambaran motivasi responden terhadap imunisasi dikatakan
baik. Motivasi responden yg baik ini kemungkinan disebabkan oleh kuatnya ibu/keluarga
memotivasi responden untuk membeikan imunisasi terhadap anaknya.
Hasil penelitian dari Masykuri (1983) yang mengatakan bahwa yang menentukan ank nya di
imunisasi adalah ibu. Dari hasil uji statistik ditemukan bahwa motivasi dari diri ibu sendiri
sangat besar pengaruhnya terhadap pemberian imunisasi pada anaknya. Dah hal ini juga
menentukan kesehatan keluarga. Ini dapat dilihat 75% ibu memiliki motivasi yang kuat
mengimunisasikan bayi nya, sedangkan sisanya 25% tidak memiliki motivasi yang kuat
untuk mengimunisasikan bayi nya.
5. Lingkungan
Lingkungan adalah suatu kesehatan lingkungan yang mencakup perumahan,
pembuangan kotoran, penyediaan air bersih dan sebagainya. Lingkungan yang kurang
bersih dan tempat pemukiman yang padat penduduknya merupakan salah satu faktor
penularan TB paru yang paling cepat dan sangat sulit bagi pemerintah indonesia dan
petugas kesehatan untuk memutuskan rantai penularan karena tempat pemukiman yang
saling berdekatan. Dan kurangnya pengetahuan masyarakat dalam memodifikasi
lingkungan rumah seperti ventilasi yang kurang sehingga sinar matahari dan sirkulasi udara
tidak dapat masuk kedalam rumah yang mmengakibatkan basil dan kuman TB menetap
ditempat tersebut (DepKes, 2007).
6. Sosial Ekonomi
Terdapatnya penyebaran masalah kesehatan yang berbeda berdasarkan status sosial
ekonomi pada umumnya dipengaruhi oleh 2 (dua) hal, yaitu :
a) Karena terdapatnya perbedaan kemampuan ekonomis dalam mencegah penyakit atau
mendapatkan pelayanan kesehatan.
b) Karena terdapatnya perbedaan sikap hidup dan perilaku hidup yang dimiliki.
(Azwar,Azrul).
Menurut Noor,N.N (2000) menyebutkan berbagai variabel sangat erat hubungannya dengan
status sosial ekonomi sehingga merupakan karakteristik. Status sosial ekonomi erat
hubungannya dengan pekerjaan/jenisnya, pendapatan keluarga, daerah tempat
tinggal/geografis, kebiasaan hidup dan lain sebagainya. Status ekonomi berhubungan erat
pula dengan faktor psikologi dalam masyarakat.
C. Penelitian Terkait
Selama pembuatan skripsi ini peneliti menemukan skripsi peneliti lain yang
membahas masalah yang sama dengan penelitian yang akan peneliti lakukan yaitu tentang
”Hubungan Tingkat Pengetahuan, Sikap dan Perilaku Ibu dengan Waktu Pemberian
Imunisasi BCG”.
Diposkan oleh setiyawati di 07.22
Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke Facebook
Tidak ada komentar:
Poskan KomentarPosting Lebih Baru Beranda
Langganan: Poskan Komentar (Atom)
FEEDJIT
PENGIKUT
ARSIP BLOG
▼ 2011 (2)
o ▼ Oktober (2)
bisnis online kerja rumahan
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Ibu Dalam Pemberia... MENGENAI SAYA
setiyawatiLihat profil lengkapku
Template Simple. Diberdayakan oleh Blogger.