dsp 4 case 3 tutor 6 (edited by dhani aristyawan)
TRANSCRIPT
INFECTION OF ORAL DISEASES: GINGIVITIS
MAKALAH
DSP 4 KASUS 3
disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dental Science Program 4
disusun oleh:
Tutorial 6 DSP 4
Editor:
Dhani Aristyawan (160110130070)
Bebby Putri (160110130078)
FAKULTAS KEDOKTERAN GIGI
UNIVERSITAS PADJADJARAN
BANDUNG
2015
Daftar Nama Anggota Tutorial 6 DSP 4 Infection of Oral Diseases
1. Lailatul Rahmi 160110130067
2. Sintia Saputra 160110130068
3. M. Arfianto Nur 160110130069
4. Dhani Aristyawan 160110130070
5. Putri Bella Kharisma 160110130071
6. Yuriesty Azalia 160110130072
7. Aulia Bayu Fitri 160110130073
8. Muthia Belladina S. 160110130074
9. Vania Izmi S. 160110130075
10. Mashita Dyah C. 160110130076
11. Fitria Rahmah 160110130077
12. Bebby Putri 160110130078
13. Ririn Fitri 160110130079
Editor:
1. Dhani Aristyawan 160110130070
2. Bebby Putri 160110130078
i
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, karena
berkat rahmat dan karunia-Nya penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik
dan tepat waktu. Makalah ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Dental
Science Program 4, Infection of Oral Diseases pada Fakultas Kedokteran Gigi
Universitas Padjajaran.
Dalam proses penyusunan makalah ini, tentu tak lepas dari bantuan dalam
bentuk saran, pengarahan maupun dukungan dari berbagai pihak. Oleh karena itu,
penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak yang telah membantu penyusunan
makalah ini, khususnya kepada dosen pembimbing mata kuliah blok ini.
Apabila terdapat kesalahan penyusunan maupun isi dari makalah ini, penulis
mengucapkan mohon maaf. Kritik dan saran yang bersifat membangun dari para
pembaca sangat penulis harapkan untuk perbaikan di masa yang akan datang.
Harapan penulis semoga makalah ini bermanfaat dan menambah pengetahuan
penulis pada khususnya dan pembaca pada umumnya.
Jatinangor, 9 Maret 2015
Penulis
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ............................................................................................. i
BAB I PENDAHULUAN ....................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang........................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ...................................................................................... 1
1.3 Tujuan Penelitian ....................................................................................... 2
BAB II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................ 3
2.1 Proses Terjadinya Inflamasi Gusi ............................................................... 3
2.2 Tanda dan Gejala Inflamasi Gusi ............................................................... 5
2.3 Gingivitis ................................................................................................... 7
2.4 Faktor Etiologi Gingivitis .........................................................................15
2.5 Tanda dan Gejala Klinis Gingivitis ...........................................................20
2.6 Patogenesis ...............................................................................................22
2.7 Periodontitis .............................................................................................28
2.8 Pencegahan dan Perawatan Gingivitis .......................................................35
BAB III STUDI KASUS .......................................................................................37
3.1 Kasus ........................................................................................................37
3.2 Identitas Pasien .........................................................................................37
3.3 Identifikasi Masalah ..................................................................................37
3.4 Hipotesis ...................................................................................................38
3.5 Mekanisme ...............................................................................................38
Daftar Pustaka ......................................................................................................39
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1.1 Perbandingan Pembuluh Darah Normal dengan Pembuluh Darah yang
Mengalami Inflamasi ............................................................................................... 5
Gambar 2.3.1 Gingivitis .......................................................................................... 8
Gambar 2.5.2 a. Histologi Gingiva Sehat ............................................................... 21
Gambar 2.5.2 b. Histologi Gingiva yang Mengalami Gingivitis ............................. 22
Gambar 2.7 Perbandingan antara Gingivitis dengan Periodontitis .......................... 28
Gambar 2.7.1 a. Chronic Periodontitis .................................................................. 30
Gambar 2.7.1 b. Tipe Periodontitis ........................................................................ 30
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Gingiva merupakan salah satu bagian jaringan periodonsium yang dalam
keadaan normal mempunyai warna merah muda. Gingiva terletak disekitar servikal
dari gigi geligi, memanjang secara apical diatas tulang alveolar, dan berakhir di
mucogingival junction. Secara klinis gingiva dibagi atas tiga bagian yaitu gingiva
bebas (free gingiva atau unattached gingiva), gingiva cekat (attached gingiva) dan
gingiva interdental (interdental gingiva).
Gingivitis merupakan peradangan gingiva yang paling sering terjadi dan
merupakan respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung (Caranza dan
Newman, 1996; Jenkins dan Allan, 1999). Ciri-ciri klinis dari gingivitis ditandai
dengan adanya perdarahan yang mudah terjadi, perubahan juga terjadi pada warna,
konsistensi dan tekstur permukaan gingiva. Umumnya setiap individu mengalami
peradangan gusi dengan keparahan dan keberadaannya yang bervariasi sesuai dengan
umur, jenis kelamin, status social ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya
(Forrester dkk, 1981; Mathewson dan Primosch, 1995).
Ada dua faktor penyebab terjadinya gingivitis yaitu faktor lokal dan faktor
sistemik. Akan tetapi, penyebab yang paling sering adalah faktor lokal, karena iritasi
lokal yang mengawali terjadinya akumulasi plak bakteri. Faktor sistemik dan
kesehatan umum merupakan faktor predisposisi yang mempengaruhi reaksi jaringan
terhadap iritasi lokal. Respon jaringan gingiva terhadap bakteri, rangsangan kimia,
serta fisik dapat diperberat oleh keadaan sistemik. Metabolisme jaringan
membutuhkan material-material seperti hormon, vitamin, mineral, nutrisi, dan
oksigen. Bila keseimbangan dari material ini terganggu dapat menyebabkan atau
memperhebat kerusakan jaringan periodontal.
1.2 Rumusan Masalah
1. Jelaskan tentang mekanisme terjadinya inflamasi!
2. Jelaskan tentang definisi dan klasifikasi gingivitis!
2
3. Bagaimana etiologi dan faktor predisposisi dari penyakit gingivitis?
4. Bagaimana tanda dan gejala klinis, histologis, dan radiologis dari gingivitis?
5. Bagaimana pathogenesis dari gingivitis?
6. Jelaskan perbandingan diagnosis dengan diagnosis banding pada kasus tersebut!
7. Bagaimana perawatan dan pencegahan dari gingivitis?
1.3 Tujuan Penelitian
1. Untuk mengetahui tentang mekanisme terjadinya inflamasi.
2. Untuk mengetahui tentang definisi dan klasifikasi gingivitis.
3. Untuk mengetahui etiologi dan faktor predisposisi dari penyakit gingivitis.
4. Untuk mengetahui tanda dan gejala klinis, histologis, dan radiologis dari
gingivitis.
5. Untuk mengetahui pathogenesis dari gingivitis.
6. Untuk mengetahui perbandingan diagnosis dengan diagnosis banding pada kasus
tersebut.
7. Untuk mengetahui perawatan dan pencegahan dari gingivitis.
3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Proses Terjadinya Inflamasi Gusi
Inflamasi atau peradangan merupakan suatu respon fisiologis tubuh terhadap
suatu gangguan dari faktor eksternal. Respon inflamasi berhubungan erat dengan
proses penyembuhan, karena inflamasi menghancurkan agen penyebab jejas dan
menyebabkan rangkaian kejadian yang bertujuan untuk menyembuhkan atau
memperbaiki jaringan yang rusak (Kumar et al., 2002).
Inflamasi terbagi menjadi dua pola dasar. Inflamasi akut adalah radang yang
berlangsung relatif singkat, dari beberapa menit sampai beberapa hari, dan ditandai
dengan eksudasi cairan dan protein plasma serta akumulasi neutrofil yang menonjol.
Inflamasi kronis berlangsung lebih lama, berhari-hari sampai bertahun-tahun, dan
ditandai dengan influks limfosit dan makrofag disertai proliferasi pembuluh darah dan
pembentukan jaringan parut (Kumar et al., 2002).
2.1.1. Inflamasi Akut
Inflamasi akut merupakan respon segera dan dini terhadap jejas. Proses
inflamasi akut terdiri dari dua komponen utama, yaitu perubahan penampang
dan struktural dari pembuluh darah serta emigrasi dari leukosit. Perubahan
penampang pembuluh darah akan mengakibatkan meningkatnya aliran darah
dan terjadinya perubahan struktural pada pembuluh darah mikro dan akan
memungkinkan protein plasma dan leukosit meinggalkan sirkulasi darah.
Leukosit yang berasal dari mikrosirkulasi akan melakukan emigrasi dan
selanjutnya berakumulasi di lokasi cedera (Kumar et al., 2002).
Setelah vasokonstriksi singkat, terjadi vasodilatasi arteriol yang
mengakibatkan peningkatan aliran darah dan penyumbatan lokal (hiperemia)
pada aliran darah kapiler. Pelebaran pembuluh darah ini merupakan penyebab
timbulnya warna merah (eritema) dan rasa hangat yang khas pada inflamasi.
Selanjutnya, mikrovaskulatur menjadi lebih permeabel, mengakibatkan
masuknya cairan kaya protein ke dalam jaringan ekstravaskular. Hal ini
4
menyebabkan sel darah merah menjadi lebih terkonsentrasi dengan baik
sehingga meningkatkan viskositas darah dan memperlambat sirkulasi. Secara
mikroskopik perubahan ini digambarkan oleh dilatasi pada sejumlah pembuluh
darah kecil yang dipadati oleh eritrosit. Proses tersebut dinamakan stasis
(Kumar et al, 2002).
Saat terjadi stasis, leukosit (terutama neutrofil) mulai keluar dari aliran
darah dan berakumulasi di sepanjang endotel pembuluh darah. Setelah melekat
pada sel endotel, leukosit menyelip di antara sel endotel tersebut dan
bermigrasi melewati dinding pembuluh darah menuju jaringan interstisial
(Kumar et al., 2002).
Pada tahap paling awal inflamasi, vasodilatasi arteriol dan aliran darah
yang bertambah meningkatkan tekanan hidrostatik intravaskular dan
pergerakan cairan dari kapiler. Cairan ini disebut transudat, merupakan
ultrafiltrat plasma darah dan mengandung sedikit protein. Namun demikian,
transudasi segera menghilang dengan meningkatnya permeabilitas vaskular
yang memungkinkan pergerakan cairan kaya protein, bahkan sel ke dalam
interstisium (disebut eksudat). Hilangnya cairan kaya protein ke dalam ruang
perivaskular menurunkan tekanan osmotik intravaskular dan meningkatkan
tekanan osmotik cairan interstitial. Hasilnya adalah mengalirnya air dan ion ke
dalam jaringan ekstravaskular; akumulasi cairan ini dinamakan edema (Kumar
et al., 2002).
Leukosit yang mulanya didominasi oleh neutrofil, melekat pada endotel
melalui molekul adhesi, kemudian meninggalkan mikrovaskular dan
bermigrasi ke tempat cedera di bawah pengaruh agen kemotaktik. Kemudian,
diikuti dengan fagositosis, pembunuhan, dan degradasi agen penyerang. Proses
ini menyebabkan adanya perluasan mediator dan kerusakan yang diperantarai
leukosit. Hal tersebut mengakibatkan adanya dua gambaran kardinal tambahan
pada inflamasi akut, yaitu nyeri (dolor) dan hilangnya fungs (functio laesa)
(Kumar et al., 2002).
5
Gambar 2.1.1 Perbandingan pembuluh darah normal dengan pembuluh darah
yang mengalami inflamasi. (Kumar et al., 2002)
2.1.2. Inflamasi Kronis
Inflamasi kronis dapat dianggap sebagai inflamasi berkepanjangan
(berminggu-minggu hingga berbulan-bulan), dan terjadi inflamasi aktif, jejas
jaringan, dan penyembuhan secara bersamaan. (Kumar et al., 2002).
Inflamasi kronis dapat berkembang dari inflamasi akut. Perubahan ini
terjadi ketika respon akut tidak teratasi karena agen pencedera (mikroba) yang
menetap atau karena gangguan proses penyembuhan normal. Kemungkinan
lain, beberapa bentuk jejas (misal infeksi virus) menimbulkan respons, yaitu
inflamasi kronis yang pada dasarnya terjadi sejak awal. Walaupun agen
berbahaya yang memerantarai inflamasi dapat bersifat kurang berbahaya
daripada agen penyebab inflamasi akut, seluruh kegagalan untuk memperbaiki
proses itu dapat menyebabkan cedera yang berlangsung lebih lama. Proliferasi
fibroblas dan akumulasi matriks ekstraseluler yang berlebihan merupakan
gambaran umum banyak penyakit inflamasi kronis dan merupakan penyebab
penting disfungsi organ (Kumar et al., 2002).
2.2 Tanda dan Gejala Inflamasi Gusi
Pada bentuk akut, inflamasi ditandai oleh tanda klasik, yaitu nyeri (dolor), panas
(kalor), kemerahan (rubor), bengkak (tumor), dan hilangnya fungsi (function laesa).
Secara histologis, menyangkut rangkaian kejadian yang rumit, mencakup dilatasi
6
arteriol, kapiler, dan venula, disertai peningkatan permeabilitas dan aliran darah;
eksudasi cairan, termasuk protein plasma; dan migrasi leukositik ke dalam fokus
peradangan (Kumala et al., 1998; Spector, 1993).
Tanda-tanda kardinal inflamasi:
2.2.1. Kemerahan (Rubor)
Rubor atau kemerahan merupakan hal pertama yang terlihat di daerah
yang mengalami peradangan. Saat reaksi peradangan timbul, terjadi pelebaran
arteriola yang mensuplai darah ke daerah peradangan. Dengan demikian, lebih
banyak darah mengalir ke mikrosirkulasi lokal dan kapiler meregang dengan
cepat terisi penuh dengan darah. Keadaan ini disebut hiperemia atau kongesti,
menyebabkan warna merah lokal karena peradangan akut. Timbulnya
hiperemia pada permulaan reaksi peradangan diatur oleh tubuh baik secara
neurogenik maupun secara kimia, melalui pengeluaran zat seperti histamine
(Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
2.2.2. Panas (Kalor)
Kalor atau panas terjadi bersamaan dengan kemerahan dari reaksi
peradangan hanya terjadi pada permukaan tubuh, yang dalam keadaan normal
lebih rendah dari 37oC yaitu suhu di dalam tubuh. Daerah peradangan pada
kulit menjadi lebih panas dari sekelilingnya sebab darah disalurkan tubuh ke
permukaan daerah yang inflamasi lebih banyak daripada yang disalurkan ke
daerah normal. Fenomena panas lokal ini tidak terlihat pada daerah yang
terkena radang jauh di dalam tubuh, karena jaringan-jaringan tersebut sudah
mempunyai suhu ini 37oC, hiperemia lokal tidak menimbulkan perubahan suhu
(Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
2.2.3. Nyeri (Dolor)
Dolor atau rasa sakit dari reaksi peradangan dapat dihasilkan dari
berbagai cara. Perubahan pH lokal atau konsentrasi lokal ion-ion tertentu dapat
merangsang ujung-ujung saraf. Pengeluaran zat seperti histamine atau zat
7
bioaktif lainnya dapat merangsang saraf. Rasa sakit disebabkan pula oleh
tekanan yang meningkat akibat pembengkakan jaringan yang meradang.
Pembengkakan jaringan yang meradang mengakibatkan peningkatan
tekananlokal yang tanpa diragukan lagi dapat menimbulkan rasa sakit
(Abrams, 1995; Rukmono, 1973).
2.2.4. Pembengkakan (Tumor)
Pembengkakan sebagian disebabkan hiperemi dan sebagian besar
ditimbulkan oleh pengiriman cairan dan sel-sel dari sirkulasi darah ke jaringan-
jaringan interstitial. Campuran dari cairan dan sel yang tertimbun di daerah
peradangan disebut eksudat meradang. Pada keadaan dini reaksi peradangan
sebagian besar eksudat adalah cair, seperti yang terjadi pada lepuhan yang
disebabkan luka bakar ringan. Kemudian sel-sel darah putih atau leukosit
meninggalkan aliran darah dan tertimbun sebagai bagian dari eksudat (Abrams,
1995; Rukmono, 1973).
2.2.5. Hilang Fungsi (Functio Laesa)
Berdasarkan asal katanya, functio laesa adalah fungsi yang hilang
(Dorland, 2002). Functio Laesa merupakan reaksi peradangan yang telah
dikenal. Akan tetapi belum diketahui secara mendalam mekanisme
terganggunya fungsi jaringan yang meradang (Abrams, 1995).
2.3 Gingivitis
2.3.1. Pengertian
Gingivitis merupakan peradangan gusi yang paling sering terjadi dan
merupakan respon inflamasi tanpa merusak jaringan pendukung (Carranza, F.
A., Newman, M. G. 2002. Clinical Periodontology. 10th ed. Tokyo: W.
B.Saunders Company.). Faktor lokal penyebab gingivitis adalah akumulasi
plak. Gingivitis mengalami perubahan warna gusi mulai dari kemerahan
sampai merah kebiruan, sesuai dengan bertambahnya proses peradangan yang
terus-menerus. Umumnya setiap individu mengalami peradangan gusi dengan
8
keparahan dan keberadaannya yang sangat bervariasi sesuai dengan umur, jenis
kelamin, status sosial ekonomi, tingkat pendidikan, dan lain sebagainya
(Forrester, D. J., dkk. 1981. Pediatric Dental Medicine. Philadelphia: Lea &
Febiger. Healthnotes. 2004. Gingiv itis. Available
on.http://www.evitamins.com/healthnotes.asp?ContentID=1021004. Accessed
on. March 26th, 2008.).
Gambar 2.3.1 Gingivitis
(http://medicastore.com/penyakit/143/Gingivitis_radang_gusi.html)
2.3.2. Klasifikasi
Menurut Carranza dan Glickman’s Clinical Periodontology (2002)(
Carranza, F. A., Newman, M. G. 2002. Clinical Periodontology. 10th ed. Tokyo:
W. B.Saunders Company.), gingivitis dibedakan berdasarkan perjalanan dan
lamanya serta penyebarannya. Berdasarkan perjalanan dan lamanya
diklasifikasikan atas empat jenis yaitu :
1. Gingivitis akut (rasa sakittimbul secara tiba-tiba dan dalam jangka waktu
pendek),
2. Gingivitis subakut (tahap yang lebih hebat dari kondisi gingivitis akut),
9
3. Gingivitis rekuren (peradangan gusi yang dapat timbul kembali setelah
dibersihkan dengan perawatan atau hilang secara spontan dan dapat
timbul kembali,
4. Gingivitis kronis (peradangan gusi yang paling umum ditemukan, timbul
secara perlahan-lahan dalam waktu yang lama, dan tidak terasa sakit
apabila tidak ada komplikasi dari gingivitis akut dan subakut yang
semakin parah).
Berdasarkan penyebarannya gingivitis diklasifikasikan atas lima jenis
yaitu:
1. localized gingivitis (membatasi gusi pada satu daerah gigi atau beberapa
daerah gigi),
2. generalized gingivitis (meliputi gusi di dalam rongga mulut secara
menyeluruh),
3. marginal gingivitis (meliputi margin gusi tetapi juga termasuk bagian
batas gusi cekat),
4. papillary gingivitis (meliputi papila interdental, sering meluas sampai
batas margin gusi, dan gingivitis lebih sering diawali pada daerah papila,
5. diffuse gingivitis (meliputi margin gusi, gusi cekat, dan papila
interdental).
Klasifikasi penyakit periodontal berdasarkan International Workshop for
a Classification of Periodontal Disease and Conditions (1999)
1. Penyakit Gingiva
Penyakit gingiva yang disebabkan oleh dental plaque:
1. Gingivitis yang hanya berhubungan dengan dental plaque saja,
2. Tanpa adanya kontribusi faktor lokal lainnya,
3. Disertai dengan kontribusi faktor local
2. Penyakit Gingiva yang dimodifikasi oleh Faktor Sistemik
Berhubungan dengan sistem endokrin:
1. Gingivitis yang berhubungan dengan masa pubertas,
10
2. Gingivitis yang berhubungan dengan siklus menstruasi,
3. Berhubungan dengan keadaan hamil
4. Gingivitis
5. pyogenic granuloma
3. Gingivitis yang Berhubungan dengan Diabetes Mellitus
Berhubungan dengan penyakit darah
1. Gingivitis yang berhubungan dengan leukemia
2. Penyakit gingiva lainnya
4. Penyakit Gingiva yang dimodifikasi oleh Obat
penyakit gingiva yang dipengaruhi oleh obat
1. Pembesaran gingiva karena pengaruh obat
2. Gingivitis oleh karena pengaruh obat
gingivitis yang berhubungan dengan kontrasepsi oral
penyakit gingiva lainnya
5. Penyakit Gingiva yang dimodifikasi oleh Malnutrisi
gingivitis karena defisiensi asam askorbat
penyakit gingiva lainnya
Lesi gingiva yang bukan disebabkan oleh plak:
6. Penyakit Gingiva yang disebabkan oleh Bakteri Spesifik
1. Lesi yang berhubungan dengan Neisseria gonorrhea
2. Lesi yang berhubungan dengan Treponema pallidum
3. Lesi yang berhubungan dengan spesies Streptococcus
4. Lesi lainnya
7. Penyakit Gingiva yang disebabkan oleh Virus
Infeksi Virus Herpes
1. primary herpetic gingivostomatitis
11
2. recurrent oral herpes
3. infeksi varicella-zoste
4. infeksi lainnya
8. Penyakit Gingiva yang disebabkan oleh Jamur
Infeksi spesies candida
1. generalized gingival candidosis
linear gingival erythema
histoplasmosis
penyakit lainnya
9. Lesi Gingiva yang disebabkan oleh Genetic
1. hereditary gingival fibromatosis
2. penyakit lainnya
Manifestasi gingiva karena keadaan sistemik:
10. Penyakit Mukokutaneus
1. lichen planus
2. pemphigoid
3. pemphigus vulgaris
4. erythema multiforme
5. lupus erythematosus
6. penyakit yang disebabkan oleh obat
7. penyakit lainnya.
11. Reaksi Alergi
1) Bahan Restorasi Gigi
Mercury
Nickel
Acrylic
bahan lainnya
12
2) Reaksi yang diakibatkan oleh
pasta gigi
obat kumur
bahan aditif penmen karet
makanan dan bahan aditif
3) penyakit lainnya
12. Lesi Traumatik (tidak wajar, iatrogenic, kecelakaan)
1. Trauma Kemikal
1. Familial and cyclic neutropenia
2. Down syndrome
3. Leukocyte adhesion deficiency syndromes
4. Papillon-Lefevre syndrome
5. Chediak-Higashi syndrome
6. Histiocytosis syndrome
7. Glycogen storage disease
8. Infatile genetic agranulocytosis
9. Cohen syndrome
10. Ehlers-Danlos syndrome ( types IV, VIII )
11.Hypophosphatasia
12.Penyakit lainnya
2. Trauma Fisika
3. Trauma Termal
13. Reaksi Tubuh terhadap Benda Asing
14. Penyakit Gingiva lainnya yang tidak Spesifik
I. Periodontitis Kronik
1. Localized
2. Generalized
13
1I. Periodontitis Aggresif
1. Localized
2. Generalized
III. Periodontitis Sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik
A. Berhubungan dengan kelainan hematologic
1. Acquired neutropenia
2. Leukemias
3. Penyakit lainnya
B. Berhubungan dengan kelainan genetic
IV. Necrotizing Periodontal Disease
A. Necrotizing ulcerative gingivitis (NUG)
B. Necrotizing ulcerative periodontitis (NUP)
VI. Abses Periodontal
A. Abses gingival
B. Abses periodontal
C. Abses perikoronal
VII. Periodontitis Yang Berhubungan Dengan Lesi Endodontik
A. Lesi gabungan periodontik-endodonti
VIII. Developmental or Acquired Deformities and Conditions
A. Penyakit gingiva / periodontitis karena plak yang dimodifikasi
atau diperparah oleh faktor keadaan lokal gigi.
1. Faktor anatomi gigi
2. Restorasi / alai gigi
3. Fraktur akar
4. Resorbsi akar bagian servikal dan cemental tears
14
B. Deformitas mukogingival dan keadaan di sekeliling gigi
1. Resesi gingiva jaringan lunak
2. Kurangnya keratinisasi gingiva
3. Berkurangnya kedalaman vestibular
4. Letak frenulum / otot yang salah
5. Gingival excess
a. Pseudopocket
b. Inconsistent gingival margin
c. Excessive gingival display
d. Gingival enlargement (pembesaran gingival)
6. Warna yang abnormal
C. Deformitas mukogingival dan keadaan ridge edentulous
1. Rendahnya ridge dalam arch vertikal dan / atau horizontal
2. Kurangnya gingiva / jaringan yang berkeratinisasi
3. Pembesaran gingiva / jaringan lunak
4. Letak frenulum / otot yang salah
5. Berkurangnya kedalaman vestibular
6. Warna yang abnormal
D. Trauma oklusal
1. Primary trauma occlusal
2. Secondary trauma occlusal
Dental Plak Induced
Terjadi pada periodontium dengan tidak ada attachment loss.
a. Gingivitis associated with dental plaque only
Disebabkan karena interaksi antara mikroorganisme pada dental
plak biofilm, jaringan, dan host.
With local contributing factor
Faktor local yaitu plaque-retentive calculus formation pada
permukaan mahkota dan akar yang memiliki kemampun untuk tempaat
15
melekatnya mikroorganisme dan menghalangi self cleaning dengan
teknik controlplak
b. Associated with Endocrine system
1) Puberty associ
2) Menstrual-cycle associated
3) Pregnancy associated
c. Gingival disease modified by medication (drug influenced gingival
disease)
1) Drug influenced gingival enlargement Systemic medication :-
Anticonvulsant : phenytoin- Ca channel blocker : nivedipine,
verapamil, diltializem, sodiumvalporat.- Imunosupresant :
cyclosporine- Adanya plak akan memperburuk kondisi.
2) Drug influenced gingivitisOral contraceptive associated
gingivitisYaitu yang dikonsumsi oleh wanita premenopause
d. Gingival disease modified by malnutrition
1) Ascorbic acid deficiency gingivitisYaitu kekurangan asam askorbat
(vitamin C) yang kronis. Manifestasi :bengkak, ulcer, mudah berdarah.
2) Lainnya
- Deficiency nutrisi spesifik :
vitamin a untuk menjaga kesehatan epitel sulkus
vitamin b untuk menjaga kesehatan mukosa
- Kelaparan mengeliminasi semua nutrient yang dibutuhkan
untukkesehatan periodonsium.
2.4 Faktor Etiologi Gingivitis
Materia Alba
Materi alba adalah deposit lunak pada permukaan gigi yang terlihat oleh mata
berwarna kekuningan atau agak putih, strukturnya amorfus terdiri dari partikelpartikel
16
makanan, mikroorganisme, leukosit, protein saliva, serta sel-sel epitel deskaumasi.
Sebagaimana halnya plak gigi, material alba berakumulasi pada permukaan gigi,
gingiva, protesa gigi dalam mulut, dan peratatan ortodonsi lepasan maupun cekat.
Berbeda dan plak gigi, materia aba tidak begitu melekat dan dapat hilang dengan
berkumur-kumur keras atau semprotan air.
Mikoorganisme yang terdapat di dalam material alba tidak sama dengan struktur
mikroorganisma plak, dan tidak dikategorikan sebagai mikroorganisme yang potensial
menyebabkan inflamasi gingiva.
Food Debris (Food Retention & Food Impaction)
Disebut juga food impaction atau food retention, adalah sisa-sisa makanan dalam
rongga mulut yang biasanya terselip di antara gigi geligi atau menumpuk pada daerah
cekungan di lehergigi dekat gingival terutama pada gigi-gigi yang berjejal. Meskipun
berisi mikorganisme namun food debris tidak menimbulkan intasi pada gingival. Food
debris lebih mudah diberikan daripada material alba, apalagi plak. Biasanya cukup
dengan gerakan fungsionl dari organ rongga mulut, food debris sudah bisa
dihilangkan. Food impaction lebih spesifik Ietaknya, yaitu diantara gigi-gigi yang
kontak areanya tidak baik atau bahkan tidak terdapat kontak area.
Terbukanya daerah interproksimal menyebabkan bolus makanan selalu
menyelip di daerah tersebut, sehingga menjadikan iritasi mekanis dan merupakan
tempat yang ideal untuk akumulasi plak.
Stain Gigi
Stain gigi adalah deposit pada permukaan gigi yang merupakan suatu pigmentasi
dari acquired pellicle oleh bakteri kromogenik, makanan, serta bahan kimia tertentu.
Asap rokok, minum teh, atau bahan minuman/minuman berwarna lainnya dapat
menimbulkan stain gigi. Penggunakan chiorhexidin sebagai obat kumur diketahui
dapat menimbulkan efek samping berupa staining pada permukaan gigi.
Stain menyebabkan iritasi pada jaringan gingiva karena menyebabkan kekasaran
permukaan gigi, sehingga menjadi predisposing faktor dan akumulasi plak sebagai
pencetus terjadinya penyakit periodontal. Stain dapat dihilangkan dengan scaling, atau
17
brushing yang dikombinasik dengan pengolesan cairan kimia tertentu seperti TSR
(Tooth Stain Removal). Pada anak-anak stain sering berwarna hijau yang merupakan
pigmentasi partikel saliva oleh bakteri kromogenik.
Kalkulus
Kalkulus adalah endapan keras pada permukaan gigi yang merupakan bakteri
plak yang telah mengalami mineralisasi dan kalsifikasi. Oleh karena kalkulus
merupakan kelanjutan dari plak yang yang terkaslifikasi, maka pemberitahukan
kalkulus sebetulnya diawali oleh pembentukan plak. Dengan demikian untuk
mencegah adanya kalkulus, sebaiknya dimulai dan pencegahan akumulasi plak pada
permukaan gigi. Kalkulus umumnya lebih banyak dijumpai pada permukaan lingual
gigi-gigi depan rahang bawah, dan permukaan bukal gigigigi geraham rahang atas.
Menurut letaknya kalkulus dibagi 2 yaitu; 1. Kalkulus supragingiva, dimana
kalkulus terletak di atas margin gingiva. 2. Kalkulus subgingiva bila kalkulus terletak
di bawah margin gingival masuk ke dalam sulkus gingival. Kalkulus supra gingival
disebut juga salivary calculus, pembentukannya bersumber dan saliva dan sisa-sisa
makanan, berwarna agak kekuningan kecuali bila terkontaminasi faktor lain misalnya
asap tembakau, pinang, atau anggur. Kalkulus supra gingival biasanya cukup keras
dan rapuh sehingga mudah dilepas dengan alat-alat scaling manual maupun ultrasonic.
Kalkulus subgingiva disebut juga serumnal calculus, melekat erat pada permukaan
akar gigi atau daerah cemento enamel junction dan distribusinya tidak berhubungan
dengan glandula salivarius, melainkan dengan adanya inflamasi gingival dan
pembentukan poket periodontal. Kalkulus subgingiva biasanya berwarna hijau tua atau
hitam, lebih keras daripada kalkulus supragingva. Untuk menghilangkan kalkulus
subgingiva lebih sulit dibandingnya kalkulus supragingiva karena letaknya masuk ke
dalam sulkus atau poket. Maka lebih disarankan agar pembersihannya menggunakan
scaling ultrasonik.
18
Karies Gigi
Karies gigi merupakan kerusakan patologis pada permukaan gigi. Terhadap
keberadaan gigi dalam rongga mulut, karies merupakan masalah tersendiri karena
menyebabkan kerusakan struktur keras gigi sampai struktur lunak di dalam pulpa gigi.
Pengaruh karies terhadap jaringan periodontal, bukan semata-mata oleh karies
itu sendiri melainkan karena adanya kavitas patologis dapat menyebabkan akumulasi
dan retensi makanan. Jika letak karies berdekatan dengan jaringan gingiva, maka akan
menjadi predisposing faktor kelainan jaringan periodontal oleh karena menyebabkan
akibat akumulasi plak atau retensi makanan dan gigi yang berlubang.
Faktor Predisposisi
Umur
Studi menunjukkan bahwa orang tua memiliki tingkat tertinggi gingivitis. Data
dari Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit menunjukkan bahwa lebih dari 70%
orang Amerika 65 dan lebih tua memiliki Gum Disease.
Merokok / Penggunaan Tembakau
Penggunaan tembakau dihubungkan dengan banyak penyakit serius seperti
kanker, penyakit paru-paru dan penyakit jantung, serta berbagai masalah kesehatan
lainnya. Pengguna tembakau juga akan meningkatkan risiko penyakit periodontal.
Penelitian telah menunjukkan bahwa penggunaan tembakau dapat menjadi salah satu
faktor risiko yang paling signifikan dalam pengembangan dan perkembangan penyakit
periodontal.
Genetika
Penelitian telah menunjukkan bahwa beberapa orang mungkin secara genetik
rentan terhadap penyakit gusi. Meskipun kebiasaan perawatan mulut yang agresif,
orang-orang ini mungkin lebih mungkin untuk mengembangkan penyakit periodontal.
Mengidentifikasi orang-orang dengan tes genetik sebelum mereka bahkan
menunjukkan tanda-tanda penyakit dan membuat mereka menjadi pengobatan
intervensi dini dapat membantu mereka menjaga gigi mereka untuk seumur hidup.
19
Stres
Stres terkait dengan banyak kondisi serius seperti hipertensi, kanker, dan
berbagai masalah kesehatan lainnya. Stres juga merupakan faktor risiko untuk
gingivitis. Penelitian menunjukkan bahwa stres dapat membuat lebih sulit bagi tubuh
untuk melawan infeksi, termasuk penyakit periodontal.
Pengobatan
Beberapa obat, seperti kontrasepsi oral, anti-depresan, dan obat-obatan jantung
tertentu, dapat mempengaruhi kesehatan mulut Anda. Sama seperti Anda memberitahu
apoteker Anda dan penyedia layanan kesehatan lain dari semua obat yang kita pakai
dan perubahan dalam kesehatan Anda secara keseluruhan, Anda juga harus
menginformasikan penyedia perawatan gigi Anda.
Teeth Grinding
Mengepalkan atau grinding gigi Anda dapat menempatkan kekuatan berlebih
pada jaringan pendukung gigi dan bisa mempercepat tingkat di mana jaringan-jaringan
periodontal hancur.
Penyakit Sistemik Lainnya
Penyakit sistemik lain yang mengganggu sistem inflamasi tubuh dapat
memperburuk kondisi gusi. Ini termasuk penyakit jantung, diabetes, dan rheumatoid
arthritis.
Gizi Buruk dan Obesitas
Diet rendah nutrisi penting dapat membahayakan sistem kekebalan tubuh dan
membuat lebih sulit bagi tubuh untuk melawan infeksi. Karena penyakit periodontal
dimulai sebagai infeksi, gizi buruk dapat memperburuk kondisi gusi Anda. Selain itu,
penelitian telah menunjukkan bahwa obesitas dapat meningkatkan risiko penyakit
periodontal.
20
2.5 Tanda dan Gejala Klinis Gingivitis
2.5.1 Tanda Klinis
Penampakan gingiva yang berbeda (Birmingham Periodontal and Implant
Centre 2014)
Gusi pasien penderita gingivitis akan berbeda dari gusi orang normal dalam
aspek warna, bentuk, ukuran, konsistensi, dan karakteristik permukaannya.
(Birmingham Periodontal and Implant Centre 2014)
Gusi yang sehat berwarna merah muda pucat, marginnya berbentuk tajam,
konsistensinya kenyal. Sedangkan pada gingivitis, warna gusi menjadi merah
karena ada infeksi, bentuknya juga menjadi lebih besar karena ada
pembengkakan, bentuk margin yang tadinya tajam bisa menjadi membulat,
konsistensi lembut, dan detail pada gingiva pun hilang sehingga permukaan
gingiva menjadi halus dan terlihat mengkilap. (Birmingham Periodontal and
Implant Centre 2014)
Gingiva berdarah (Birmingham Periodontal and Implant Centre 2014)
Beberapa orang menganggap gusi berdarah ini merupakan hal yang wajar
sehingga tidak menanganinya dengan serius. (Birmingham Periodontal and
Implant Centre 2014) Pasien penderita gingivitis biasanya memiliki komplain
utama gusinya berdarah. Gusi yang berdarah ini menunjukkan bahwa bakteri
ada dan infeksi telah dimulai. (Birmingham Periodontal and Implant Centre
2014) Gusi bisa berdarah ketika menggosok gigi atau makan makanan keras
seperti apel.
2.5.2 Gejala Klinis
Halitosis – bau mulut dan rasa tidak enak (Birmingham Periodontal and
Implant Centre 2014)
Bau mulut sering dikeluhkan oleh para penderita gingivitis. (Birmingham
Periodontal and Implant Centre 2014) Bau ini berasal dari darah dan
kebersihan oral yang buruk. (Birmingham Periodontal and Implant Centre
2014) Halitosis harus bisa dibedakan dari bau lain dengan sumber lain.
(Birmingham Periodontal and Implant Centre 2014) Penyebab halitosis
21
antara lain: sisa makanan seperti bawang terserap ke usus kemudian dibawa
ke aliran darah dan akhirnya bau ini ikut keluar ketika mengehela nafas,
infeksi bakteri pada saluran pernapasan dan pencernaan juga dapat
menimbulkan bau tak sedap, ketika bangun tidur dan setelah makan bau mulut
sering terjadi karena makanan yang stagnan dan produksi saliva yang
berkurang, dll. (Birmingham Periodontal and Implant Centre 2014)
Rasa nyeri di mulut. (American Academy of Periodontology)
Histologi gingiva sehat
o Junctional Epithelium (JE) melekat pada permukaan gigi
o Neutrofil dan makrofag bermigrasi melewati JE menuju sulcus
o Serat kolagen menjaga bentuk jaringan dan membantu perlekatan pada
gigi
o GCF (Gingival Crevicular Fluid) mengalir keluar melewati sulcus gingiva
Gambar 2.5.2 a. Histologi Gingiva Sehat
(Sumber : www.bsperio.org.uk)
22
Gambar 2.5.2 b. Histopatologi Gingiva yang mengalami gingivitis
(Sumber : www.bsperio.org.uk)
Histopatologi Gingiva
1. Vasodilatasi dan peningkatan permeabilitas kapiler (gingiva terlihat merah dan
bengkak)
2. Peningkatan aliran CGF
3. Infiltrasi oleh sel-sel inflamasi (PMN, limfosit, makrofag) yang bermigrasi ke
dalam jaringan gingiva
4. Kerusakan kolagen pada jaringan gingiva
2.6 Patogenesis
Stage I Gingivitis: Inisial Lesion
Manifestasi pertama dari inflamasi ginggiva adalah perubahan vaskularisasi
yaitu dilatasi kapiler dan peningkatan aliran darah. Perubahan inflamasi awal ini
terjadi, dalam respon terhadap aktivasi mikroba dari resident leukosit dan stimulasi
dari sel endothelial. Secara klinis, respon awal ginggiva terhadap bakteri plak ini tidak
kelihatan.
23
Secara mikroskopik, beberapa ciri klasik inflamasi akut dapat dilihat pada
jaringan ikat dibawah epithelial junction. Ciri morfologi perubahan pembuluh darah
(pelebaran kapiler dan venula) dan adheren dari neutofil terhadap dinding pembuluh
(marginasi) terjadi dalam 1 minggu dan kadang-kadang lebih cepat 2 hari setelah plak
dapat terakumulasi. Leukosit, Polymorphonuclear Neutrophils (PMN`s) utama,
meninggalkan pembuluh darah kapiler dengan bermigrasi melewati dinding (
diapedesis, emigrasi ). Mereka dapat terlihat dalam jumlah banyak pada jaringan ikat,
epithelial junction, dan sulkus gusi. Eksudat dari cairan sulkus ginggiva dan protein
serum ekstravaskular terdapat disini.
Bagaimanapun, penemuan ini tidak diiringi dengan manifestasi dari kejelasan
kerusakan jaringan pada lampu mikroskop atau level ultrastruktural; mereka tidak
membentuk sebuah rembesan (infiltrate ); dan kehadirannnya tidak dipertimbangkan
dalam perubahan patologi.
Perubahan juga dapat terdeteksi dalam epithelial junction dan jaringan ikat
perivaskuler pada tahap awal ini. Limfosit segera terakumulasi. Peningkatan pada
migrasi leukosit dan akumulasinya sampai sulkus gusi dapat dikorelasikan dengan
peningkatan aliran cairan ginggiva dalam sulkus.
Karakter dan intensitas respon host menentukan apakah lesi inisial dapat
dipecahkan secara cepat, dengan restorasi jaringan kembali ke keadaan normal, atau
perlahan-lahan berkembang menjadi lesi inflamasi kronik. Jika hal ini terjadi, infiltrasi
makrofag dan sel limfoid muncul dalam beberapa hari.
Stage II Gingivitis: The Early Lesion
The early lesion berkembang dari initial lesion dalam 1 minggu setelah
permulaan akumulasi plak. Secara klinis, early lesion mugkin tampak seperti gingivitis
awal, yang berkembang dari inisial lesion. Seiring berjalannya waktu, tanda-tanda
klinis eritema dapat terlihat, terutama proliferasi kapiler dan peningkatan formasi loop
kapiler antara rete pegs atau ridges. Perdarahan pada pemeriksaan mungkin juga
terjadi. Aliran cairan gingiva dan jumlah dari leukosit yang bertransmigrasi mencapai
jumlah maksimum antara 6 sampai 12 hari setelah onset dari gingivitis klinik.
24
Pemeriksaan mikroskopik gusi memperlihatkan infiltrasi leukosit pada
jaringan ikat dibawah epithelial junction terdiri dari limfosit utama ( 75% dengan sel
T mayor ), tetapi juga membuat beberapa migrasi neutrofil, seperti makrofag, sel
plasma, dan mast sel. Semua perubahan terlihat dalam lesi inisial berlanjut ke
intensitas dengan early lesion. Epithelium junction menjadi infiltrasi padat dengan
neutrofil, seperti sulkus ginggiva, dan epithelium junction mulai menunjukkan
perkembangan rete pegs atau ridges.
Terdapat peningkatan jumlah destruksi kolagen; 70% kolagen dihancurkan
disekitar infiltrasi selular. Kelompok serat utama mengakibatkan kolagen terlihat
berbentuk sirkuler dan kumpulan-kumpulan serat dentoginggiva. Perubahan pada ciri
morfologi pembuluh darah juga dapat dilihat.
PMN`s yang telah meninggalkan pembuluh darah karena respon terhadap
stimuli kemotaktik dari komponen plak yang berjalan ke epithelium, menyebrangi
lamina basalis,dan ditemukan pada epithelium dan muncul di daerah poket.. PMNs
menarik bakteri dan terjadi fagositosis. PMN`s mengeluarkan lisosom berhubungan
dengan ingesti bakteri. Fibroblast menunjukkan perubahan sitotoksik dengan
penurunan kapasitas produksi kolagen.
25
Stage III Gingivitis: The Established Lesion
Established lesion karakteristiknya berupa predominan sel plasma dan limfosit
B dan kemungkinan berhubungan dengan pembentukan batas poket gingival kecil
dengan poket epithelial. Sel B yang ditemukan dalam established lesion predominan
oleh imunoglobin G1 (IgG1) dan G3 (IgG3).
Pada gingivitis kronis (stage III), yang terjadi 2 atau 3 minggu setelah
permulaan akumulasi plak, pembuluh darah menjadi engorged dan padat, vena
kembali dirusak, dan aliran darah menjadi lambat. Hasilnya adalah anoxemia ginggiva
local, yang ditandai dengan adanya corak kebiru-biruan pada gusi yang merah.
Ekstravasasi dari sel darah merah kedalam jaringan ikat dan terganggunya
haemoglobin dalam komponen pigmen dapat juga memperdalam warna kekronisan
inflamasi ginggiva. Established lesion dapat dijelaskan secara klinis selayaknya
inflamasi ginggiva pada umumnya.
Secara histology, reaksi inflamasi kronik dapat diobservasi. Beberapa
penelitian menunjukkan inflamasi gingival kronik. Ciri kunci yang membedakan
26
established lesion adalah peningkatan jumlah sel plasma. Sel plasma menyerbu
jaringan ikat tidak hanya dibawah epithelial junction, tetapi juga jauh didalam jaringan
ikat, sekitar pembuluh darah, dan antara kelompok-kelompok serat kolagen. Epithelial
junction menyingkap ruangan interselular diisi dengan debris granular sel, termasuk
lisosom diperoleh dari neutrofil, limfosit, dan monosit yang terganggu. Lisosom
mengandung asam hidrolase yang dapat menghancurkan komponen jaringan.
Epithelial junction berkembang menjadi rete pegs atau ridges yang menonjol dalam
jaringan ikat, dan lamina basalis dihancurkan pada beberapa area. Pada jaringan ikat,
serat kolagen dihancurkan disekitar perembesan dari plasma sel yang intact dan
terganggu.
Predomonan dari sel plasma menjadi karakteristik utama dari established
lesion. Bagaimanapun, beberapa penelitian dari eksperimen gingivitis pada manusia
telah gagal mendemonstrasikan predominansi sel plasma dalam mempengaruhi
jaringan ikat, termasuk satu penelitian dalam durasi 6 bulan. Peningkatan dari proporsi
sel plasma diperjelas dengan gingivitis yang tahan lama, tetapi waktu untuk
perkembangan established lesion mungkin melebihi 6 bulan.
Stage ini terlihat adanya hubungan terbalik antara jumlah kelompok kolagen
intact dan jumlah sel-sel inflamasi. Aktivitas kolagenolitik ditingkatkan dalam
jaringan gusi yang mengalami inflamasi melalui enzim kolagenase. Kolagenase secara
normal berada pada jaringan gusi dan dihasilkan melalui beberapa bakteri oral dan
PMN`s.
Penelitian menunjukkan bahwa inflamasi ginggiva kronik mengalami
peningkatan level asam dan alkaline fosfat, β-glukuronidase, β -glukosidase, β -
galaktosidase, esterase, aminopeptida, sitokrom oksidase, elastase, laktat
dehidrogenase, dan aril sulfatase, semuanya dihasilkan dari bakteri dan penghancuran
jaringan. Tingkat mukopolisakarida netral diturunkan, agaknya merupakan hasil dari
degradasi substansi dasar.
Established lesion terdapat 2 tipe: beberapa tetap stabil dan tidak mengalami
progress untuk beberapa bulan atau tahun dan yang lain menjadi lebih aktif dan
berubah untuk penghancuran lesi secara progresif. Established lesion juga tampak
reversible. Flora kembali dari karakteristik yang mendukung kerusakan lesi menjadi
27
asosiasi dengan kesehatan periodontal. Persentase sel plasma menurun drastic, dan
jumlah limfosit meningkat secara proporsional
Stage IV Gingivitis: The Advanced Lesion
Perluasan lesi kedalam tulang alveolar merupakan karakter dari stage ke empat
yang disebut advanced lesion. Untuk lebih jelasnya, akan dibahas pada chapter 27 dan
28.
Secara mikroskopik, terdapat fibrosis pada gingival dan manifestasi inflamasi
yang menyebar dan kerusakan jaringan imunopatologi. Pada dasarnya,dalam advanced
lesion, sel plasma berlanjut mendominasi jaringan ikat, dan neutrofil berlanjut
mendominasi epithelial junction dan celah gingival.
Gingivitis akan mengalami progress menjadi periodontitis hanya pada individu
yang rentan. Bagaimanapun, apakah periodontitis dapat terjadi tanpa didahului
gingivitis atau tidak, belum diketahui saat ini.
Tabel Stage of Gingivitis
STAGE TIME
(DAY
S
BLOOD
VESSEL
S
JUNCTIONA
L AND
SULCULAR
EPITELIUM
PREDOMI
NANT
IMUNE
CELL
COLLAGE
N
CLINICA
L
FINDING
S
I. Initial
Lesion
2-4 Dilatasi
vaskular
Infiltrasi oleh
PMN`s
PMN`s Kehilangan
perivaskula
r
Aliran
cairan
gingiva
II. Early lesion 4-7 Prolifera
si
vaskular
Sama seperti
stage I; rete
peg
formation;
area atropik
limfosit Kehilangan
meningkat
sekitar
infiltrasi
Erytema;
perdaraha
n dalam
pemeriksa
an
III.
Established
Lesion
14-21 Sama
seperti
stage
Sama seperti
stage II,tapi
Plasma sel Terus
kehilangan
Perubahan
warna,
28
II,ditamb
ah stasis
darah
tingkatnya
lebih tinggi
ukuran,
tekstur, dll
2.7 Periodontitis
Periodontitis didefinisikan sebagai “sebuah penyakit inflamasi dari jaringan
pendukung gigi yang disebabkan oleh mikroorganisme spesifik atau grup dari
mikroorganisme spesifik, menghasilkan kerusakan yang besar pada ligamen
periodontal dan tulang alveolar dengan pembentukan pocket, resesi, atau keduanya”.
Bentuk klinis yang membedakan periodontitis dari gingivitis adalah dapat
ditemukannya attachment loss. Hal ini sering ditemani dengan pembentukan pocket
dan perubahan pada kepadatan dan tinggi tulang alveolar. Pada beberapa kasus, resesi
marginal gingiva mungkin disertai attachment loss, perkembangan penyakit semakin
berlanjut jika pengukuran kedalaman pocket diambil tanpa pengukuran level
attachment secara klinis.
Gejala klinis inflamasi seperti perubahan pada warna, kontur, dan konsistensi
serta perdarahan pada probing mungkin tidak selalu menjadi indikator positif dari
kelanjutan attachment loss. Bagaimanapun, kehadiran perdarahan yang berlanjut saat
probing pada kunjungan berkelanjutan telah membuktikan untuk menjadi indikator
yang dapat dipercaya pada kehadiran inflamasi dan potensi untuk attachment loss yang
berikutnya pada daerah yang berdarah. Attachment loss berhubungan dengan
periodontitis telah menunjukkan untuk berkembang lebih lanjut atau kadang-kadang
muncul tiba-tiba dari aktivitas penyakit.
29
Gambar 2.7 Perbandingan antara Gingivitis dengan Periodontitis
(http://pharmacyvictoria.com/conditions/periodontitis.html)
2.7.1 Klasifikasi Periodontitis (AAP International Workshop for Classification of
Periodontal Diseases,1999) :
1. Chronic Periodontitis
Karakteristik yang pada umumnya terdapat pada pasien dengan periodontitis
kronis :
- Umumnya pada orang dewasa tapi dapat terjadi juga pada anak-anak
- Jumlah kerusakan sesuai dengan faktor lokal
- Berhubungan dengan pola variabel mikroba
- Kalkulus subgingival sering ditemukan
Perkembangannya ringan sampai sedang dengan periode yang mungkin dari
perkembangan yang cepat
Kemungkinan dimodifikasi oleh atau berhubungan dengan :
Penyakit sistemik seperti diabetes mellitus dan infeksi HIV.
Faktor predisposisi lokal periodontitis
Faktor lingkungan seperti merokok dan stres
Periodontitis kronis lebih lanjut di subklasifikasikan menjadi bentuk lokal
dan general dan karakteristiknya seperti ringan, sedang atau parah
berdasarkan bentuk yang dideskripsikan diatas dan bentuk spesifik berikut :
30
Bentuk lokal : <30% daerah yang terlibat
Bentuk general : >30% daerah yang terlibat
Ringan : 1-2 mm attachment loss
Sedang : 3-4 mm attachment loss
Parah : ≥ 5 mm attachment loss
Gambar 2.7.1 a. Chronic Periodontitis
(http://www.3dk.cz/en/periodontology/chronic-periodontitis/)
Gambar 2.7.1 b. Tipe Periodontitis
(http://www.bearcanyonperio.com/patient-education/gumperiodontal-disease/)
31
2. Periodontitis Agresif
Periodontitis Agresif Lokal
Periodontitis Agresif Lokal biasanya terjadi pada saat pubertas.
Disebut local karena hanya ditemukan pada gigi molar pertama atau gigi
incisivus pertama. Hal ini disebabkan setelah Actinobacillus
actinomycetemcomitans menyerang gigi molar pertama dan gigi incisivus
pertama, system imun membentuk antibodi sehingga penyebaran ke daerah
lain dapat dicegah. Penyebab lainnya adalah adanya kelainan pada
pembentukan sementum.
Ciri menonjol dari periodontitis agresif lokal adalah minimnya
peradangan klinis meskipun pocket periodontal dalam. Selanjutnya, dalam
banyak kasus jumlah plak pada gigi yang terkena sangat minim, yang
tampaknya tidak sesuai dengan jumlah kerusakan periodontal. Plak yang
berbentuk biofilm tipis di gigi jarang termineralisasi membentuk kalkulus.
Perkembangan Periodontitis Agresif Lokal sangat cepat. Menurut
penelitian, kecepatan resorpsi tulang lebih cepat tiga hingga empat kali dari
pada periodontitis kronis. Gejala klinis lainnya adalah migrasi distolabial
incisivus maksila dengan adanya concomitant diastema, gigi molar pertama
goyang, sensitivitas akar terhadap rangsang termal dan taktil, menyebabkan
rasa sakit selama pengunyahan. Abses periodontal dapat terbentuk pada
tahap ini dan pembesaran kelenjar limfoid dapat terjadi.
Periodontitis Agresif General
Periodontitis agresif general biasanya menyerang orang di bawah usia
30, tetapi pasien yang lebih tua juga mungkin akan terserang. Berbeda
dengan periodontitis agresif lokal, bukti menunjukkan bahwa individu yang
terkena dengan periodontitis agresif general menghasilkan respon antibodi
yang buruk terhadap patogen ini. Secara klinis, periodontitis agresif general
ditandai dengan attachment loss interproksimal pada setidaknya tiga gigi
permanen selain molar pertama dan gigi insisivus. kerusakan tampaknya
terjadi secara episodik dengan periode kehancuran lanjutan diikuti oleh
32
tahap kepasifan dalam jangka waktu yang lama (minggu ke bulan atau
tahun). Radiografi sering menunjukkan resorpsi tulang yang semakin parah
sejak evaluasi sebelumnya.
Seperti yang terlihat dalam periodontitis agresif lokal, pasien dengan
periodontitis agresif general sering memiliki sejumlah kecil plak bakteri
yang menempel pada gigi. Secara kuantitatif, jumlah plak tampaknya tidak
konsisten dengan jumlah kerusakan periodontal. Secara kualitatif, P.
gingivalis, A. actinomycetemcomitans, dan Bacteriodes forsythus sering
terdeteksi dalam plak yang ada.
Dua respon jaringan gingiva dapat ditemukan pada kasus periodontitis
agresif general. Salah satunya adalah parah, jaringan meradang, sering
berproliferasi, ulserasi, dan merah menyala. Perdarahan dapat terjadi secara
spontan atau dengan rangsangan sedikit. Nanah mungkin menjadi gejala
penting. Respon jaringan ini dianggap terjadi pada tahap destruktif, di mana
attachment dan tulang secara aktif resorpsi. Dalam kasus lain, jaringan
gingiva mungkin terlihat merah muda, bebas dari inflamasi, dan kadang-
kadang dengan beberapa stippling, meskipun gejala terakhir mungkin tidak
ada. Namun, meskipun tampilan klinis tampaknya lembut, deep pocket
dapat dibuktikan dengan probing. Beberapa pasien dengan periodontitis
agresif general mungkin memiliki manifestasi sistemik seperti penurunan
berat badan, depresi mental, dan malaise.
Periodontitis Sebagai Manifestasi Penyakit Sistemik
Banyak kondisi sistemik yang berpengaruh pada attachment loss
mempunyai jumlah fungsi neutrofil yang tidak sempurna. Hal ini menegaskan
pentingnya neutrofil sebagai proteksi periodontium melawan infeksi.
Periodontitis parah telah diobservasi secara individu dengan penyakit neutrofil
primer termasuk agranulosit, neutropenia, Chediak-Higashi sindrome, dan
sindrome lazy leukocyte. Selain itu, banyak periodontitis berat/parah yang juga
telah diobservasi secara individu yang memperlihatkan kerusakan neutrofil
33
sekunder seperti yang terlihat pada down syndrome, Papillon-Lefevre syndrome,
dan penyakit inflamatori usus.
Papillon-Lefevre Syndrome
Papillon-Lefevre syndrome dikarakteristikkan sebagai adanya lesi kulit
hiperkeratotik, destruksi parah periodontium, dan pada beberapa kasus, adanya
kalsifikasi dura. Perubahan kutaneus dan periodontal biasanya muncul
bersamaan sebelum usia 4 tahun. Lesi kulit terdiri dari hiperkeratosis dan
ichtiosis dari area lokal pada telapak tangan, telapak kaki, lutut, dan siku.
Keterlibatan periodontal terdiri dari perubahan inflamatori secara cepat
yang mengakibatkan bone loss dan eksfoliasi gigi. Gigi sulung akan tanggal pada
usia 5 atau 6 tahun. Pertumbuhan gigi permanen kemudian bererupsi normal,
tetapi pada beberapa tahun gigi permanen itu akan tanggal karena penyakit
periodontal destruktif. Pada umur 15 tahun, pasien biasanya edentulous kecuali
pada molar ketiga.
Zona kaya Spirochete di bagian apikal poket, sama seperti perlekatan
spirochete ke sementum dan formasi mikrokoloni Mycoplasma spp, dilaporkan
ada pada Papillon-Lefevre syndrome. Kokus dan batang gram negatif terlihat di
bagian pinggir apikal plak. Tidak ada perubahan signifikan yang ditemukan di
bagian perifer limfosit dan PMN.
Papillon-Lefevre syndrome merupakan penyakit herediter dan muncul
dengan pola resesif autosomal. Orangtua tidak terinfeksi, dan keduanya harus
membawa gen autosomal agar sindrom tersebut muncul pada anak-cucunya. Hal
ini dapat terjadi pada hubungan kakak-beradik. Perkiraaan kasus terjadi sekali
dari 4 kasus per 1 juta individu.
Down Syndrome
Down syndrome merupakan penyakit kongenital yang disebabkan oleh
abnormalitas kromosom dan digambarkan sebagai defisiensi mental dan
retardasi pertumbuhan. Prevalensi penyakit periodontal pada down syndrome
adalah tinggi (terjadi di hampir 100% pasien yang kurang dari 30 tahun).
34
Walaupun plak, kalkulus, dan iritan lokal ada pada rongga mulut dengan oral
hygiene yang rendah, keparahan destruksi periodontal melampaui batas
normalnya oleh karena faktor lokal itu sendiri.
Penyakit periodontal pada down syndrome dikarakteristikkan sebagai
adanya pembentukan poket periodontal yang dalam, berhubungan dengan
akumulasi plak substansial dan gingivitis moderate (sedang). Penemuan ini
biasanya tergeneralisasi, walaupun biasanya penyakit ini cenderung lebih parah
di bagian anterior bawah gigi; resesi juga biasanya terlihat di bagian ini, terlihat
dengan adanya perlekatan frenum yang tinggi. Penyakit ini berjalan cepat. Lesi
nekrosis akut sering ditemukan.
Dua faktor telah dikemukakan untuk menjelaskan tentang destruksi
periodontal yang prevalensinya tinggi dan keparahannya yang meningkat,
berhubungan dengan down syndrome. Resistensi yang berkurang untuk
melawan infeksi dikarenakan sirkulasi yang buruk, terutama pada area
vaskularisasi terminal seperti jaringan gingiva, dan adanya defek pada
pematangan sel T dan kemotaksis leukosit PMN. Meningkatnya jumlah P.
Intermedia telah dilaporkan berada di dalam mulut anak kecil dengan down
syndrome.
Neutropenia
Lesi periodontal destruksif tergeneralisasi telah tergambar pada anak kecil
dengan neutropenia.
Chediak-Higashi syndrome
Chediak-Higashi syndrome merupakan penyakit tulang keturunan yang
jarang terjadi, dikarakteristikkan dengan adanya riketsia, pembentukan cranium
yang buruk, kraneostenosis, dan premature loss dari gigi sulung, terutama gigi
insisivus. Pasien mempunyai level fosfatase alkalin yang rendah, dan
fosfoethanolamin ditemukan di serum dan urin.
Gigi tanggal dengan tidak adanya bukti klinis dari inflamasi gingiva dan
menunjukkan adanya reduksi sementum. Pada pasien dengan abnormalitas
35
tulang yang minim, premature loss dari gigi sulung dapat merupakan satu-
satunya gejala dari hipofosfatasia. Pada anak kecil, penyakit ini menyerupai
periodontitis juvenile terlokalisasi.
Leukocyte Adhesion Deficiency (LAD)
Kasus LAD jarang terjadi dan dimulai saat erupsi gigi sulung selesai.
Ditemukan adanya inflamasi akut yang ekstrim dan proliferasi jaringan gingiva
dengan destruksi tulang yang berjalan cepat. Defek yang besar pada neutrofil
perifer dan monosit serta tidak adanya neutrofil di jaringan gingiva telah tercatat
ada pada pasien LAD; pasien ini juga mempunyai infeksi traktus respiratorius
yang sering terjadi dan terkadang otitis media. Semua gigi sulung terinfeksi,
tetapi bisa jadi pertumbuhan gigi permanen tidak.
2.8 Pencegahan dan Perawatan Gingivitis
Perawatan dan pencegahan gingivitis tergantung pada keberhasilan dan
pemeliharaan plak kontrol yang sesuai dengan kesehatan. Menyikat gigi adalah
metode prinsipal untuk menghilangkan plak dental, dan sekarang sikat gigi elektrik
memberikan alternatif untuk lebih nyaman dalam menyikat gigi.
Sikat gigi elektrik bermanfaat bagi kelompok tertentu: pasien dengan ortho fix,
sikat gigi ini efektif dalam mengurangi dekalsifikasi, anaka-anak, remaja, dan anak-
anak dengan kebutuhan khusus. Dibandingakn dengan sikat gigi manual, desain yang
berotasi pada sikat gigi elektrik mengurangi plak dan gingivitis 7-17% walaupun
perbedaan klinis dari hal tersebut tidak dapat ditentukan. Tidak ada percobaan klinis
yang melihat pada daya tahan dan harga relatif dari sikat gigi elektrik dan manual jadi
tidak mungkin memberi rekomendasi mengenai keunggulan sikat gigi secara umum.
Dalam pecegahan karies dan gingivitis, terdapat beberapa faktor yang harus
diubah, yaitu diet, kebersihan mulut, dan fluor. Flour merupakan bahan mineral yang
terdapat di dalam tanah. Penggunaaan flouride dapat dibagai menjadi dua, yaitu secara
sistemik dan secara lokal. Penggunaan secara sistemik bisa berupa tablet, obat tetes,
dan flouridasi obat minum. Sedangkan pemberian secara lokal dapat berupa topikal
aplikasi, penggunaan pasta gigi yang mengandung flour, dan obat kumur.
36
Perawatan utama yang dilakukan terhadapa gingivitis yaitu dengan
menghilangkan faktor etiologi dan faktor local, pemeliharaan kebersihan gigi dan
mulut dengan sebaik mungkin, serta melakukan tindakan profilaksis.
Selain itu, dapat dilakukan skeling yaitu usaha membersihkan semua deposit
pada gigi, kalkulus, subgingiva, kalkulus supra gingiva, plak dan stein pada perawatan
pasien gingivitis yang disertai dengan plak.
37
BAB III
STUDI KASUS
3.1 Kasus
Nina, seorang wanita berumur 28 tahun, datang ketempat praktik dokter gigi.
Dia mengeluhkan pembengkakan gusi yang terasa lunak dan sangat mudah berdarah.
Dia tidak merokok dan tidak memiliki riwayat penderita penyakit periodontal. Baru-
baru ini, Nina menggunakan pil kontrasepsi. Dokter gigi segera memeriksa keadaan
rongga mulut pasien.
Foto rontgen terakhir yang pernah dibuat adalah tiga tahun yang lalu saat Nina
terakhirkali memeriksakan diri ke dokter gigi, oleh karena itu pemeriksaan radiografis
dilakukan kembali sebelum dilakukan pemeriksaan klinis.
Pada pemeriksaan probing, sulkus gingiva sedikit lebih dalam dibanding normal.
Gingiva memperlihatkan tanda-tanda inflamasi seperti eritem, edema dan perdarahan.
Pada gambaran skala probe, warna perak atau hitam menunjukkan ukuran 3 mm,
berarti kedalaman sulkus yang terukur oleh probe adalah sebesar 3 mm. pada gingiva
yang tidak mengalami peradangan, kedalaman probing mendekati 2 mm. adanya
inflamasi menyebabkan poket terukur lebih dalam.
Plak dan kalkulus meliputi daerah subgingiva. Pemeriksaan radiografis
menunjukan bahwa jaringan tulang penyangga gigi berada dalam keadaan normal.
3.2 Identitas Pasien
Nama : Nina
Usia : 28 tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
3.3 Identifikasi Masalah
Berdasarkan hasil anamnesis yang telah dilakukan, pasien mengeluh adanya
pembengkakan gusi yang terasa lunak dan sangat mudah berdarah setelah
menggunakan pil kontrasepsi. Setelah dilakukan pemeriksaan secara intra oral oleh
dokter gigi, pada pemeriksaan probing, sulkus gingiva sedikit lebih dalam diabanding
38
normal. Gingiva memperlihatkan adanya tanda-tanda inflamasi seperti eritem, edema,
dan perdarahan. Adanya inflamasi menyebabkan poket terukur sedalam 3 mm pada
gambaran skala probe. Selain itu, plak dan kalkulus meliputi daerah gingiva.
Pemeriksaan radiografis menunjukkan bahwa jaringan tulang pendukung gigi berada
dalam keadaan normal.
3.4 Hipotesis
Berdasarkan anamnesis yang telah dilakukan disertai pemeriksaan intraoral dan
radiografi, dapat diduga bahwa Nina mengalami gingivitis yang ditandai dengan
adanya inflamasi pada gingiva seperti eritem, edema, dan perdarahan.
3.5 Mekanisme
Konsumsi Pil Kontrasepsi Plak dan Kalkulus pada Subgingiva
Hormon Progesteron dan Esterogen
Terganggu
Inflamasi Gingiva
False Pocket
GINGIVITIS
Treatment
39
DAFTAR PUSTAKA
1. Abrams G.D. 1995. Gangguan Pertumbuhan, Proliferasi dan Diferensiasi Sel (terj)
dalam: Price S.A., Wilson L.M., editor: Patofisiologi: Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit Edisi 4. Jakarta: EGC.
2. American Academy of Periodontology, Gum Disease Risk Factors,
http://www.perio.org/consumer/risk-factors. 07/03/2015.
3. Birmingham Periodontal and Implant Centre 2014. Signs and Symptoms of Gingivitis.
Diambil dari website: http://www.perioimplants.co.uk/signs-symptoms-of-gingivitis.
8 Maret 2015.
4. Carranza, F.A. 2002. Clinical Periodontology. 9th ed. Philadelphia: W.B. Saunders
Company.
5. Kamus Saku Kedokteran Dorland. Alih bahasa. Kumala P dkk. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC, 1998.
6. Kumar, et al. 2003.Robbins Basic Pathology 7th ed. New York: Elsevier Inc.
7. Manson, 1996. Buku Ajar Periodonti Edisi 2, Jakarta.
8. Rukmono. 1973. Radang. Patologi. Hirmawan S, editor. Jakarta: Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Hal: 46-55.
9. Syaify, Ahmad. 2004. Faktor Predisposisi Penyakit Periodontal (Periodonsia 1).
Fakultas Kedokteran Gigi Universitas Gadjah Mada.