Jurnal Hukum & Pembangunan 49 No. 3 (2019): 710-742
ISSN: 0125-9687 (Cetak) E-ISSN: 2503-1465 (Online)
Tersedia versi daring: http://jhp.ui.ac.id
DOI: http://dx.doi.org/10.21143/jhp.vol49.no3.2196
TINJAUAN YURIDIS PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM KARTU
KREDIT PEMERINTAH DI INDONESIA
Shandy Aditya Pratama*, Abdul Salam**
* Mahasiswa Program Sarjana Fakultas Hukum Universitas Indonesia
** Staf Pengajar Hukum Perdata Fakultas Hukum Universitas Indonesia
Korespondensi: [email protected]
Naskah dikirim: 13 Agustus 2019
Naskah diterima untuk diterbitkan: 20 September 2019
Abstract
Government credit cards are new products whose applications are currently being piloted by
the Directorate General of State Treasury to a number of work units and government
institutions. This credit card is intended for government employees as a means of payment in
order to use inventory money. Based on the Regulation of the Director General of Treasury
No. PER-17/PB/2017, sanctions imposed on misuse of government credit cards are only by
giving a warning letter and revocation of the credit card. By examining the elements of legal
liability, this paper shows what sanctions can actually be imposed for misuse of government
credit cards. This study is carried out by paying attention to the elements of legal
accountability from the perspective of civil law, criminal law, and state administrative law.
This paper found that a government credit card is in principle the same as a corporate credit
card, but the specific thing is that in its accountability. With regard to government cards, there
is administrative legal liability. Keywords: credit card, government, abuse, sanctions, liability.
Abstrak
Kartu kredit pemerintah merupakan produk baru yang penerapannya saat ini sedang
diujicobakan oleh Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara kepada sebagian satuan
kerja dan lembaga pemerintah. Kartu kredit ini ditujukan kepada pegawai pemerintah
sebagai alat pembayaran dalam rangka penggunaan uang persediaan. Berdasarkan
Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. PER-17/PB/2017, sanksi yang dikenakan atas
penyalahgunaan kartu kredit pemerintah adalah hanya dengan pemberian surat
peringatan dan pencabutan kartu kredit tersebut. Dengan menelaah unsur-unsur
pertanggungjawaban hukum, tulisan ini menunjukkan sanksi-sanksi apa saja yang
sebenarnya dapat dikenakan atas penyalahgunaan kartu kredit pemerintah. Telaah ini
dilakukan dengan memperhatikan unsur pertanggungjawaban hukum dari perspektif
hukum perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi negara. Tulisan ini
menemukan, Kartu Kredit pemerintah secara prinsip adalah sama dengan kartu kredit
korporat, namun kekhasnya adalah bahwa dalam pertanggungjawabannya. Terhadap
kartu pemerintah terdapat pertanggungjawaban hukum administrasi. Kata kunci: Kartu kredit, pemerintah, penyalahgunaan, sanksi, pertanggungjawaban.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 711
I. PENDAHULUAN
Kartu kredit (credit card) tidak hanya bisa digunakan oleh individu saja,
melainkan juga bisa digunakan oleh Pemerintah. Kartu kredit pemerintah adalah alat
pembayaran dengan menggunakan kartu yang dapat digunakan untuk melakukan
pembayaran atas belanja yang dapat dibebankan pada APBN, dimana kewajiban
pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh Bank Penerbit Kartu Kredit
Pemerintah, dan satuan kerja (Satker) berkewajiban melakukan pelunasan kewajiban
pembayaran pada waktu yang disepakati dengan pelunasan secara sekaligus.
Penerbitan Kartu Kredit Pemerintah bertujuan digunakan hanya untuk membayar
biaya-biaya yang berkaitan dengan belanja negara yang terpisah dari pengeluaran
pribadi.1
Kartu Kredit Pemerintah mulai muncul di Indonesia semenjak diterbitkannya
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-17/PB/2017 tertanggal 28
September 2017 tentang Uji Coba Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka
Penggunaan Uang Persediaan 2 beserta peraturan pelaksanaannya, yaitu Keputusan
Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor KEP-494/PB/2017 tertanggal 29 September
2017 tentang Pelaksanaan Uji Coba Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka
Penggunaan Uang Persediaan.3
Peraturan terkini yang mengatur tentang kartu kredit pemerintah ini adalah
Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 tertanggal 31 Desember 2018
Tentang Tata Cara Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah4 beserta
dengan peraturan pelaksanaannya, yaitu Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan
Nomor 653/PB/2018 Tentang Perubahan Keenam Atas Keputusan Direktur Jenderal
Perbendaharaan Nomor 494/PB/2017 tentang Pelaksanaan Uji Coba Pembayaran
Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan.5
Penerapan Kartu Kredit Pemerintah ini merupakan usaha pemerintah untuk
membantu mengembangkan konsep less cash society (Gerakan Non-Tunai), karena
akan mendorong satker6 dan lembaga negara untuk tidak menggunakan uang tunai
dalam transaksi. Hal ini bertujuan untuk membantu perbankan dalam mengurangi
pengelolaan kas. Selain itu, Kementerian Keuangan sengaja mengganti transaksi
belanja tunai menjadi non-tunai agar menghindari penyalahgunaan dana (fraud) serta
transparansi dalam penggunaannya.7
Gagasan untuk mengimplementasikan Kartu Kredit Pemerintah ini pertama kali
dilontarkan oleh Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati. Sri mengatakan bahwa
1 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan, No. 196/PMK.05/2018 tentang Tata Cara
Pembayaran dan Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, Pasal 1 angka (1). 2 Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. PER-17/PB/2017 tanggal 28
September 2017. 3 Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. KEP-494/PB/2017 tanggal 29
September 2017. 4 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018. 5 Indonesia, Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 653/PB/2018 tanggal 21
Desember 2018 6 Satker adalah singkatan dari Satuan Kerja, yaitu unit organisasi lini kementerian
negara/lembaga atau unit organisasi pemerintah daerah yang melaksanakan kegiatan kementerian
negara/lembaga dan memiliki kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran. Lihat: Satuan
Kerja, <www.djpbn.kemenkeu.go.id>, diakses tanggal 15 Maret 2018. 7 Ranto Rajagukguk, “Pemerintah Belanja Pakai Kartu Kredit, BI Tingkatkan Akuntabilitas”,
<http://www.inews.id/finance/read/pemerintah-belanja-pakai-kartu-kredit-bi-tingkatkan-akuntabi-
litas?sub_slug=makro>, diakses 3 Maret 2018.
712 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
pelaksanaan pembayaran belanja di setiap Kementerian atau Lembaga (K/L) akan
menggunakan kartu kredit. Hal tersebut diharapkan akan mengurangi transaksi
pembayaran yang selama ini menggunakan kuitansi. Berikut pernyataan Sri Mulyani
mengenai pengimplementasian kartu kredit pemerintah:
Jadi saya harapkan seluruh satker, K/L telah memegang kartu kredit
korporat sehingga jadi cash less,8 akuntabel. Kita semua tahu waktu digesek
dipakai untuk apa, di mana. Anda tidak perlu lagi bikin kuitansi dan itu akan jadi
bentuk studi yang paling bagus.9
Kebijakan tersebut menunjukkan pemerintah mendukung transaksi Gerakan
Non-Tunai (Less Cash Society). Selain itu, tujuan penggunaan kartu kredit adalah
meningkatkan keamanan dalam bertransaksi, mengurangi potensi fraud 10 dari
transaksi secara non-tunai, dan penggunaan uang persediaan guna mengurangi cost of
fund/idle cash.
Dibalik segala manfaat tersebut, terdapat beberapa kekurangan dari penerapan
kartu kredit pemerintah, salah satunya adalah potensi penyalahgunaan yang cukup
tinggi.11 Salah satu contoh kasus penyalahgunaan kartu kredit pemerintah terjadi di
Amerika Serikat, dimana audit yang dilakukan oleh Inspektur Jenderal Departemen
Pertahanan (Departemen of Defense Inspector General) di Pentagon menghasilkan
fakta bahwa para pegawai Pentagon menghabiskan dana sebesar lebih dari satu Juta
Dollar Amerika Serikat di kasino dan hiburan malam dalam setahun, yang mana terdiri
dari penyalahgunaan kartu kredit pemerintah sebanyak 4.437 transaksi senilai US$
957.258 di kasino dan 900 transaksi tambahan senilai US$ 96.576 untuk hiburan
malam.12
Melihat contoh kasus diatas, kartu kredit pemerintah pun masih rawan untuk
disalahgunakan. Seringkali para pihak yang terlibat dalam penggunaan/penerbitan/
pemakaian kartu kredit tidak melaksanakan prestasi seperti yang diperjanjikan, baik
karena kesengajaan, kelalaian maupun karena berbagai alasan lainnya. kartu kredit
pemerintah pun tak luput mengandung kelemahan-kelemahan dan rawan terhadap
penyelewengan.
8 Cashless adalah kata yang secara harfiah berarti tidak menggunakan uang tunai. Saat ini
cashless mengacu pada penggunaan bentuk pembayaran digital, bukan uang tunai untuk pembayaran
berbagai biaya atau transaksi yang dilakukan oleh individu. Lihat: Siti Hadijah, “Plus dan Minus
Cashless di Indonesia dan Upaya Perbaikan yang Perlu Ditingkatkan”,
<https://www.cermati.com/artikel/plus-dan-minus-cashless-di-indonesia-dan-upaya-perbaikan-yang-
perlu-ditingkatkan>, diakses 10 Juni 2019. 9 Anggun P. Situmorang, “Menteri Sri Mulyani Terapkan Penggunaan Kartu Kredit Dalam
Pembayaran Belanja K/L”,<https://www.merdeka.com/uang/menteri-sri-mulyani-terapkan-penggunaan-
kartu-kredit-dalam-pembayaran-belanja-kl.html>, diakses 15 Maret 2018. 10 Fraud (Kecurangan) adalah: tindakan curang, yang dilakukan sedemikian rupa, sehingga
menguntungkan diri sendiri / kelompok atau merugikan pihak lain (perorangan, perusahaan atau
institusi). Lihat: Hima (Himpunan Mahasiswa) Akuntansi Binus University Faculty of Economic and
Communication, “Fraud (Kecurangan) Dalam Akuntansi” https://accounting.binus.ac.id/
2015/03/09/fraud-kecurangan-dalam-akuntansi/, diakses 15 Maret 2018. 11 Federal Reserve Bank of Philadelphia, “Government Use of the Payment Card System:
Issuance, Acceptance, and Regulation”, By Susan Herbst-Murphy, 11-12 July 2011,
<https://www.philadelphiafed.org/-/media/consumer-finance-institute/payment-cards-
center/publications/conference-summaries/2012/C-2012-Government-Use-of-the-Payment-Card-
System.pdf>, diakses 11 Juni 2019, hal.21. 12Jim Miklaszewski and Courtney Kube, “Pentagon Workers Jackpot Over Casino Strip Card
Charges”, <https://www.nbcnews.com/news/us-news/pentagon-workers-jackpot-over-casino-strip-
card-charges-n355336>, diakses 4 Maret 2018.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 713
Tulisan ini bermaksud untuk menunjukkan adanya sanksi hukum yang dapat
dikenakan atas penyalahgunaan kartu kredit pemerintah di Indonesia. Lebih lanjut,
dalam tulisan ini dibahas pula pembelajaran penerapan kartu kredit pemerintah di
Amerika Serikat untuk Indonesia.
Setelah bagian pendahuluan, bagian kedua tulisan ini membahas kartu kredit
pemerintah secara umum dan pengaturan terkait ujicoba penerapan kartu kredit
pemerintah di Indonesia. Bagian ketiga akan membahas hubungan hukum diantara
para pihak yang terlibat dalam kartu kredit pemerintah. Pertanggungjawaban hukum
yang dapat dikenakan atas penyalahgunaan kartu kredit pemerintah dipaparkan di
bagian selanjutnya. Hal ini bertujuan untuk menunjukkan sanksi-sanksi yang bisa
dikenakan kepada pelaku penyalahgunaan kartu kredit pemerintah.
II. TINJAUAN UMUM MENGENAI KARTU KREDIT PEMERINTAH
Kartu kredit merupakan alat pembayaran pengganti uang tunai yang dapat
digunakan oleh konsumen untuk ditukarkan dengan barang dan jasa yang
diinginkannya di tempat-tempat yang dapat menerima pembayaran dengan
menggunakan kartu kredit (merchant).13
Kartu kredit memiliki beberapa pengertian. Menurut Black’s Law Dictionary,
kartu kredit adalah:
Any card, plate, or other like credit device existing for the purpose of
obtaining money, property, labor or services on credit. The term does not
include a note, check, draft, money order or other like negotiable instrument. 14
Bank Indonesia juga memberikan pengertian kartu kredit dalam Peraturan Bank
Indonesia tentang Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, yaitu:
Kartu Kredit adalah APMK 15 yang dapat digunakan untuk melakukan
pembayaran atas kewajiban yang timbul dari suatu kegiatan ekonomi, termasuk
transaksi pembelanjaan dan/atau untuk melakukan penarikan tunai, dimana
kewajiban pembayaran pemegang kartu dipenuhi terlebih dahulu oleh acquirer
atau penerbit, dan pemegang kartu berkewajiban untuk melakukan pembayaran
pada waktu yang disepakati baik dengan pelunasan secara (charge card) ataupun
dengan pembayaran secara angsuran.16
Dahlan Siamat, didalam buku “Manajemen Lembaga Keuangan” juga
memberikan definisi kartu kredit sebagai berikut: “Kartu Kredit adalah jenis kartu
yang dapat digunakan sebagai alat pembayaran transaksi jual beli barang atau jasa
dimana pelunasan atau pembayarannya kembali dapat dilakukan dengan sekaligus atau
dengan cara mencicil sejumlah minimum tertentu.”17
13 Subagyo, Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ed.2, cet.2, (Yogyakarta: Bagian Penerbitan
Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2005), hal.39. 14 Henry Campbell Black, Black's Law Dictionary: Definitions of the Terms and Phrases of
American and English Jurisprudence, Ancient and Modern, 6th ed, hal 369. 15 Alat Pembayaran dengan Menggunakan Kartu (APMK) adalah alat pembayaran yang berupa
Kartu Kredit, kartu Automated Teller Machine (ATM) dan/atau kartu debit. Lihat: “Metadata APMK”
<https://www.bi.go.id/id/statistik/metadata/sistem-pembayaran/Documents/MetadataAPMK.pdf>,
diakses 1 April 2018. 16 Indonesia, Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan atas Peraturan Bank
Indonesia No. 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran dengan
Menggunakan Kartu, PBI No. 14/2/PBI/2012, LN No. 11 Tahun 2012, TLN No. 5275, pasal 1 angka 4. 17 Dahlan Siamat, Manajemen Lembaga Keuangan, (Jakarta: Intermedia, 1995), hal 257.
714 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
Kartu kredit memungkinkan pemegang kartu meminjam dana yang digunakan
untuk membayar barang dan jasa. Kartu kredit memberlakukan ketentuan dimana
pemegang kartu harus membayar kembali uang yang dipinjam, ditambah bunga dan
biaya tambahan yang telah disepakati sebelumnya.18
Mengimplementasikan salah satu Inisiatif Strategis Program Reformasi
Birokrasi dan Transformasi Kelembagaan Kementerian Keuangan, yakni pengelolaan
likuiditas keuangan negara dengan instrumen keuangan modern, serta untuk
meminimalisasi uang tunai yang beredar, maka dipandang perlu untuk menggunakan
kartu kredit pemerintah sebagai alat pembayaran belanja barang atas beban Anggaran
Pendapatan Belanja Negara (APBN)19, yang penggunaannya sebagai alat pembayaran
adalah khusus dalam rangka penggunaan Uang Persediaan.20 Yang dimaksud dengan
Uang Persediaan adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu yang diberikan
kepada Bendahara Pengeluaran untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari
Satker, atau membiayai pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin
dilakukan melalui mekanisme pembayaran langsung.21
Kartu Kredit Pemerintah sendiri terdiri dari dua macam kartu kredit, yaitu
kartu kredit untuk keperluan belanja barang operasional serta belanja modal dan kartu
kredit untuk keperluan belanja perjalanan dinas jabatan.22 Kartu Kredit Pemerintah
untuk keperluan belanja barang operasional serta belanja modal dipegang oleh pejabat
pengadaan barang/jasa, pejabat struktural, pelaksana, dan/atau pegawai lainnya yang
ditugaskan oleh KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) 23 /PPK (Pejabat Pembuat
Komitmen) 24 untuk melaksanakan pembelian/pengadaan barang/jasa. Sedangkan
Kartu Kredit Pemerintah untuk keperluan belanja perjalanan dinas jabatan dipegang
oleh pelaksana perjalanan dinas.25
Pejabat/Pegawai Pemerintah yang berhak memegang Kartu Kredit Pemerintah
ditetapkan oleh KPA. Adapun tugas dan wewenang Pemegang Kartu Kredit
Pemerintah adalah: a) Membuat Surat Perjanjian Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah
(KKP) dengan KPA; b) Menandatangani Berita Acara Serah Terima KKP dan Surat
Perjanjian Penggunaan KKP; c) Menggunakan KKP sesuai dengan kewenangannya;
d) Melakukan aktivasi KKP dan request/aktivasi PIN KKP; e) Membubuhkan tanda
tangan pada kolom tanda tangan; f) Merahasiakan nomor kartu, PIN, CVV, dan masa
berlaku KKP; g) Secara aktif memeriksa kondisi dan rincian transaksi KKP; h)
Dilarang memberikan informasi mengenai data diri dan transaksi KKP kepada
siapapun; i) Memilih merchant Transaksi Perdagangan Melalui Sistem Elektronik
yang menyediakan fasilitas keamanan untuk transaksi secara daring; j) Dapat
18Andrew Bloomenthal, “Credit Card”, <https://www.investopedia.com/terms/c/creditcard.asp>,
diakses 4 Maret 2018. 19 Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) adalah rencana keuangan tahunan
pemerintah negara yang disetujui oleh Dewan Perwakilan Rakyat. Lihat: Indonesia, Peraturan Direktur
Jenderal Perbendaharaan No. 17/PB/2017, Pasal 1 angka 1. 20 Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, No. 17/PB/2017, Bagian menimbang
huruf (b). 21 Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, No. 17/PB/2017, Pasal 1 angka 13. 22 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 25 ayat (1). 23 KPA (Kuasa Pengguna Anggaran) adalah pejabat yang memperoleh kuasa dari Pengguna
Anggaran (PA) untuk melaksanakan sebagian kewenangan dan tanggung jawab penggunaan anggaran
pada Kementerian Negara/ Lembaga yang bersangkutan. Lihat: Peraturan Menteri Keuangan No.
196/PMK.05/2018, Pasal 1 angka 7 24 PPK (Pejabat Pembuat Komitmen) adalah pejabat yang melaksanakan kewenangan PA/KPA
untuk mengambil keputusan dan/atau tindakan yang dapat mengakibatkan pengeluaran atas beban
APBN. Lihat: Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 1 angka 8. 25 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 28.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 715
mengajukan permohonan penonaktifkan kepada Administrator KKP; k)
Mengumpulkan dokumen berupa e-billing (Daftar Tagihan Sementara), Surat
Tugas/Surat Perjalanan Dinas/Perjanjian/Kontrak, dan bukti-bukti pengeluaran; l)
Membuat Daftar Pengeluaran Riil Kegiatan Operasional Dan Belanja Modal Dengan
KKP dan/atau Daftar Pengeluaran Riil Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan Dengan
KKP; m) Menyampaikan Daftar Pengeluaran Riil Kegiatan Operasional Dan Belanja
Modal Dengan KKP dan/atau Daftar Pengeluaran Riil Kegiatan Perjalanan Dinas
Jabatan Dengan KKP kepada PPK; dan n) Dapat menyampaikan pengaduan secara
lisan dan/atau tertulis kepada Bank Penerbit KKP.26
Bank Penerbit Kartu Kredit27 Pemerintah adalah bank-bank yang ditunjuk oleh
Pemerintah, yakni yang dikenal dengan sebutan HIMBARA (Himpunan Bank Milik
Negara). Bank-bank yang tergabung dalam HIMBARA adalah PT. Bank Rakyat
Indonesia (Persero) Tbk, atau disebut dengan BRI, PT. Bank Mandiri (Persero) Tbk,
atau disebut dengan Bank Mandiri, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk, atau
disebut dengan BNI, dan PT. Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk, atau disebut
dengan BTN. Adapun tugas dan wewenang Bank penerbit Kartu Kredit adalah: a)
Melakukan pembahasan rancangan/draft perjanjian kerjasama Satker dengan KPA; b)
Menandatangani perjanjian kerja sama Satker; c) Mengirimkan rangkap 1 (satu) asli
perjanjian kerja sama Satker kepada KPA melalui sarana pengiriman tercepat; d)
Melakukan verifikasi atas Surat Permohonan Penerbitan Kartu Kredit Pemerintah dan
dokumen pendukung termasuk juga verifikasi atas persetujuan pemberian batasan
belanja (limit) kartu kredit pemerintah; e) Menerbitkan Kartu Kredit Pemerintah,
rekapitulasi penerbitan Kartu Kredit Pemerintah, dan tanda terima Kartu Kredit
Pemerintah untuk diserahkan kepada KPA dalam hal hasil verifikasi atas Surat
Permohonan Penerbitan Kartu Kredit Pemerintah dan dokumen pendukung terpenuhi;
f) Menolak sebagian/seluruh permohonan penerbitan Kartu Kredit Pemerintah dengan
menyampaikan surat pemberitahuan penolakan kepada KPA dalam hal hasil verifikasi
atas Surat Permohonan Penerbitan Kartu Kredit Pemerintah dan dokumen pendukung
tidak terpenuhi; g) Melakukan kenaikan batasan belanja (limit) Kartu Kredit
Pemerintah secara sementara atau permanen dalam hal informasi permintaan kenaikan
batasan belanja (limit) Kartu Kredit Pemerintah secara sementara atau permanen telah
terpenuhi; h) Menolak permintaan kenaikan batasan belanja (limit) Kartu Kredit
Pemerintah dalam hal informasi permintaan kenaikan batasan belanja (limit) Kartu
Kredit Pemerintah secara sementara atau permanen tidak terpenuhi; i) Melakukan
pengembalian batasan belanja (limit) Kartu Kredit Pemerintah ke batasan belanja
(limit) awal; j) Menyampaikan laporan tunggakan tagihan Kartu Kredit Pemerintah
kepada Satker dan ditembuskan ke KPPN dalam hal terdapat tagihan Kartu Kredit
Pemerintah yang belum dibayarkan oleh Satker paling singkat 1 (satu) bulan sejak
tanggal jatuh tempo pembayaran; k) Melakukan penyetoran kembali atas keterlanjuran
pembayaran ke rekening BP (Bendahara Pengeluaran)28/BPP (Bendahara Pengeluaran
26 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Buku Pintar Kartu Kredit Pemerintah, Jilid 2,
<https://drive.google.com/open?id=1SXpnQ5OP9KNRPRmTXsqpKUOyRwTn5BfA>, diakses pada 26
Agustus 2019, hal. 177 27 Bank Penerbit Kartu Kredit adalah Bank yang menerbitkan Alat Pembayaran Menggunakan
Kartu (APMK). Lihat: Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. 17/PB/2017, Pasal 1 angka 11. 28 Bendahara Pengeluaran yang selanjutnya disingkat BP adalah orang yang ditunjuk untuk
menerima, menyimpan, membayarkan, menatausahakan, dan mempertanggungjawabkan uang untuk
keperluan Belanja Negara dalam pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara pada Kantor/
Satuan Kerja Kementerian Negara/Lembaga. Lihat: Peraturan Menteri Keuangan No.
196/PMK.05/2018, Pasal 1 angka 10.
716 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
Pembantu) 29 ; l) Melakukan penyetoran kembali ke rekening BP/BPP dalam hal
informasi permintaan penyetoran kembali atas keterlanjuran pembayaran telah
terpenuhi; m) Memberitahukan kepada Administrator Kartu Kredit Pemerintah untuk
memperbaiki permintaan penyetoran kembali dalam hal informasi permintaan
penyetoran kembali atas keterlanjuran pembayaran tidak terpenuhi; n) Menutup Kartu
Kredit Pemerintah berdasarkan surat penarikan; o) Membebaskan Satker dari biaya
penggunaan Kartu Kredit Pemerintah, yang meliputi biaya keanggotaan, biaya
pembayaran tagihan melalui Teller 30 , ATM (Automated Teller Machine), dan e-
banking, biaya permintaan kenaikan batasan belanja (limit), biaya penggantian kartu
kredit karena hilang/dicuri atau rusak, biaya penggantian PIN (Personal Identification
Number), biaya copy Billing Statement, biaya pencetakan tambahan lembar tagihan,
biaya keterlambatan pembayaran, biaya bunga atas tunggakan/tagihan yang terlambat
dibayarkan, dan biaya penggunaan fasilitas airport lounge yang berkerjasama dengan
Kartu Kredit Pemerintah; p) Mengenakan biaya materai dalam penggunaan Kartu
Kredit Pemerintah; dan q) Melakukan penurunan batasan belanja (limit) Kartu Kredit
Pemerintah Satker secara permanen berdasarkan perubahan surat persetujuan besaran
Uang Persediaan (UP)31 Kartu Kredit Pemerintah Satker dari KPPN.32
Penggunaan Kartu Kredit Pemerintah ditetapkan berdasarkan Peraturan
Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor PER-17/PB/2017 tentang Uji Coba
Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan
tertanggal 18 September 2017. Uji coba pelaksanaan dan pembayaran dengan Kartu
Kredit dalam rangka penggunaan Uang Persediaan dilakukan secara bertahap
sebagaimana yang ditetapkan dalam Surat Keputusan Direktur Jenderal
Perbendaharaan.33
Pembayaran dengan kartu kredit dilaksanakan dengan mempertimbangkan
proporsi Uang Persediaan (UP), yang terdiri dari UP Tunai dan UP Kartu Kredit
Pemerintah dengan persentasi penggunaan UP Tunai sebesar 60% (enam puluh
persen) dari besaran UP sebagaimana diatur dalam Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan atas Peraturan Menteri Keuangan
Nomor 190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan
29 Bendahara Pengeluaran Pembantu yang selanjutnya disingkat BPP adalah orang yang ditunjuk
untuk membantu BP untuk melaksanakan pembayaran kepada yang berhak guna kelancaran
pelaksanaan kegiatan tertentu. Lihat: Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 1
angka 11. 30 A bank teller is an employee of a bank who deals directly with customers. In some places, this
employee is known as a cashier or customer representative. (Teller bank adalah pegawai bank yang
berurusan langsung dengan nasabah. Di beberapa tempat, pegawai ini dikenal dengan sebutan kasir
maupun customer representative). Lihat: Scotia Bank, “Customer Representative”,
<http://jobs.scotiabank.com/ca/alberta/retail-banking/jobid8239992-customer-representative-(part-
time)-jobs>, diakses 4 Maret 2018 31 Uang Persediaan yang selanjutnya disingkat UP adalah uang muka kerja dalam jumlah tertentu
yang diberikan kepada BP untuk membiayai kegiatan operasional sehari-hari Satker atau membiayai
pengeluaran yang menurut sifat dan tujuannya tidak mungkin dilakukan melalui mekanisme
pembayaran langsung. Lihat: Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 1 angka 19. 32 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 18. 33 Indonesia, Keputusan Direktur Jendral Perbendaharaan No. KEP-494/PB/2017 tanggal 29
September 2017 tentang Pelaksanaan Uji Coba Pembayaran dengan Kartu Kredit Dalam Rangka
Penggunaan Uang Persediaan, yang telah diubah dengan Keputusan Direktur Jendral Perbendaharaan,
No. KEP-653/PB/2018 tentang Perubahan Atas Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. KEP-
494/Pb/2017 Tentang Pelaksanaan Uji Coba Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka
Penggunaan Uang Persediaan tertanggal 21 Desember 2018.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 717
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara34, dan UP Kartu Kredit Pemerintah sebesar
40% (empat puluh persen) dari besaran UP sebagaimana diatur dalam Peraturan
Menteri Keuangan Nomor 178/PMK.05/2018 tentang Perubahan atas PMK Nomor
190/PMK.05/2012 tentang Tata Cara Pembayaran dalam rangka Pelaksanaan
Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara35.
Batasan belanja (Limit) dari Kartu Kredit Pemerintah ini sendiri adalah paling
banyak Rp50.000.000,00 (Lima Puluh Juta Rupiah) untuk keperluan belanja
operasional dan belanja modal. 36 Sedangkan limit kartu kredit pemerintah dalam
rangka keperluan belanja dinas jabatan diberikan paling banyak sebesar
Rp20.000.000,00 (dua puluh juta Rupiah).37
Instansi pemerintah yang pertama kali menerima Kartu Kredit Pemerintah
adalah Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) cabang Tanjungpandan
pada tanggal 21 November 2017. Pada waktu itu, Kartu Kredit Pemerintah yang
diterbitkan adalah sebanyak tujuh kartu yang akan digunakan oleh kepala kantor,
empat pejabat eselon 3, bendahara, dan pejabat pengadaan.38
Berdasarkan Keputusan Dirjen Perbendaharaan Nomor KEP-
653/PB/2018 Tanggal 22 Desember 2018, Pelaksanaan Uji Coba Pembayaran Dengan
Kartu Kredit Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan, tahapan ujicoba kartu
kredit dibagi atas 7 (tujuh) tahapan, yang dilaksanakan pada ratusan satuan kerja K/L,
yang mana semua tahap ujicoba akan dilaksanakan hingga 31 Desember 2019.39
III. HUBUNGAN HUKUM DIANTARA PARA PIHAK YANG TERLIBAT
DALAM PERJANJIAN KARTU KREDIT PEMERINTAH.
Hubungan hukum para pihak dalam perjanjian kartu kredit pemerintah dimulai
dari penerbitan kartu kredit pemerintah itu sendiri. Mekanisme penerbitan kartu kredit
pemerintah berbeda dengan kartu kredit pada umumnya, dimana proses penerbitan
dimulai dari Kuasa Pengguna Anggaran (KPA) menerbitkan surat referensi yang
memuat keterangan mengenai calon pemegang kartu kredit. Pejabat Pembuat
Komitmen (PPK) menyampaikan surat permohonan penerbitan kartu kredit kepada
bank penerbit kartu kredit dilampiri: a) Surat referensi; b) Formulir aplikasi KKP dari
bank; c) Fotokopi Kartu Tanda Penduduk (KTP) yang masih berlaku; d) Fotokopi
Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP); e) Fotokopi Surat Persetujuan Besaran Uang
Pangkal (UP) dari KPPN (Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara) 40 ; dan f)
Fotokopi surat keputusan penunjukkan KPA. 41 Bank penerbit kartu kredit akan
34 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 178/PMK.05/2018, Pasal 46 ayat (2a). 35 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 178/PMK.05/2018, Pasal 46 ayat (2b). 36 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 29 ayat (1). 37 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 29 ayat (2). 38 Bambang Priyo Jatmiko, “Ini Rincian Tagihan Kartu Kredit Pemerintah”, <https://ekonomi.
kompas.com/read/2018/03/15/153024126/ini-rincian-tagihan-kartu-kredit-Pemerintah>, diakses 9 Maret
2018. 39 Indonesia, Keputusan Dirjen Perbendaharaan No. KEP-653/PB/2018 Tanggal 22 Desember
2018, Pelaksanaan Uji Coba Pembayaran Dengan Kartu Kredit Dalam Rangka Penggunaan Uang
Persediaan, Pasal 1. 40 Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara yang selanjutnya disingkat KPPN adalah instansi
vertikal Direktorat Jenderal Perbendaharaan yang berada di bawah dan bertanggung jawab langsung
kepada Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Perbendaharaan, yang memperoleh kewenangan
sebagai Kuasa Bendahara Umum Negara (Kuasa BUN). Lihat: Peraturan Direktur Jenderal
Perbendaharaan No. Per-13/PB/2018, Pasal 1 angka (7). 41 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 35 ayat (1).
718 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
melakukan verifikasi. Apabila verifikasi berhasil, bank penerbit kartu kredit
menerbitkan kartu kredit disertai rekapitulasi penerbitan kartu kredit dan tanda terima
kartu kredit untuk diserahkan kepada PPK. Dalam hal bank penerbit kartu kredit tidak
menyetujui permohonan, bank penerbit kartu kredit menyampaikan surat
pemberitahuan penolakan kepada PPK. Ketentuan mengenai penerbitan dan
penyampaian KKP berlaku mutatis mutandis dalam hal permohonan penerbitan KKP
disetujui sebagian.42
Berikut merupakan bagan yang menjelaskan proses penerbitan kartu kredit
pemerintah:
Gambar 1
Proses Penerbitan Kartu Kredit Pemerintah Sumber: Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara, Buku Pintar Kartu Kredit Pemerintah.
Setelah melakukan transaksi, pemegang kartu kredit perlu
mempertanggungjawabkan transaksi tersebut dengan mengumpulkan dokumen
berupa: a) Tagihan (e-billing)/Daftar Tagihan Sementara; b) Surat Tugas/Surat
Perjalanan Dinas/Perjanjian/Kontrak; dan c) Bukti-bukti pengeluaran.43 Berdasarkan
dokumen tersebut, pemegang kartu kredit pemerintah membuat a) Daftar Pengeluaran
Riil Kegiatan Operasional Dan Belanja Modal Dengan Kartu Kredit Pemerintah; dan/
atau b) Daftar Pengeluaran Riil Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan Dengan Kartu
Kredit Pemerintah. 44 Pemegang Kartu Kredit Pemerintah menyampaikan Daftar
Pengeluaran Riil Kegiatan Operasional Dan Belanja Modal Dengan Kartu Kredit
Pemerintah dan/atau Daftar Pengeluaran Riil Kegiatan Perjalanan Dinas Jabatan
Dengan Kartu Kredit Pemerintah dilampiri dokumen pendukung tersebut diatas
kepada PPK paling lambat 2 (dua) hari kerja setelah Tagihan (e-billing)/Daftar
Tagihan Sementara diterima dari Bank Penerbit Kartu Kredit Pemerintah.45
42 Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Buku Pintar Kartu Kredit Pemerintah, Jilid 2,
hal. 193. 43 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 178/PMK.05/2018, Pasal 46 ayat (1). 44 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 178/PMK.05/2018, Pasal 46 ayat (5). 45 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 178/PMK.05/2018, Pasal 47 ayat (1).
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 719
Setelah menerima dokumen dari pemegang kartu kredit pemerintah, PPK
melakukan pengujian berupa: a) Kebenaran data pihak yang berhak menerima
pembayaran atas beban APBN; b) Kebenaran materiil dan perhitungan bukti-bukti
pengeluaran; c) Kebenaran perhitungan Tagihan (e-billing)/Daftar Tagihan Sementara
termasuk memperhitungkan kewajiban penerima pembayaran kepada negara; d)
Kesesuaian perhitungan antara bukti pengeluaran dengan Tagihan (e-billing)/Daftar
Tagihan Sementara; e) Kesesuaian jenis belanja yang dapat dibayarkan dengan Kartu
Kredit Pemerintah; dan f) Kesesuaian spesifikasi teknis dan volume barang/jasa dalam
perjanjian/kontrak, dokumen serah terima barang/jasa, dan barang/jasa yang
diserahkan oleh penyedia barang/jasa. 46 Berdasarkan hasil pengujian, PPK
mengesahkan sebagian/seluruh bukti-bukti pengeluaran. PPK dapat menolak
sebagian/seluruh bukti-bukti pengeluaran untuk disahkan apabila tidak memenuhi
ketentuan. Apabila telah disahkan, PPK atas nama KPA menerbitkan dan
menyampaikan SPBy (Surat Perintah Bayar) 47 dilampiri: a) Surat tugas/Surat
Perjalanan Dinas/Perjanjian/Kontrak; b) Kuitansi/bukti pembelian yang telah disahkan
PPK; c) Faktur pajak dan/atau Surat Setoran Pajak (SSP)48 sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan; d) Nota/bukti penerimaan
barang/jasa atau dokumen pendukung lainnya yang diperlukan yang telah disahkan
PPK; e) DPT49 Kartu Kredit yang telah ditetapkan oleh PPK; dan f) Tagihan (e-
billing)/Daftar Tagihan Sementara. PPK kemudian menyampaikan SPBy kepada
BP/BPP paling lambat 1 (satu) hari kerja setelah diterbitkan.50
Berdasarkan SPBy, BP/BPP melakukan pengujian atas SPBy, pengujian
ketersediaan dana UP kartu kredit pemerintah, dan melakukan penyusunan daftar
pungutan/potongan pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy. Dalam hal pengujian
SPBy telah memenuhi persyaratan, BP/BPP mengajukan permintaan penggantian UP
Kartu Kredit Pemerintah kepada PPK dengan menyampaikan SPBy, daftar pungutan/
potongan pajak/bukan pajak atas tagihan dalam SPBy, beserta dokumen pendukung.
Namun apabila pengujian SPBy tidak memenuhi persyaratan untuk dibayarkan,
BP/BPP menolak SPBy yang diajukan dan mengembalikan kepada PPK paling lambat
2 (dua) hari kerja sejak SPBy diterima.51Berdasarkan permintaan penggantian UP
Kartu Kredit Pemerintah yang disampaikan oleh BP/BPP, PPK menerbitkan
SPP·GUP 52 kartu kredit pemerintah kepada PPSPM. 53 PPSPM melakukan
46 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 178/PMK.05/2018, Pasal 47 ayat (2). 47 Surat Perintah Bayar yang selanjutnya disebut dengan SPBy adalah bukti perintah PPK atas
nama KPA kepada BP untuk mengeluarkan UP yang dikelola oleh BP sebagai pembayaran kepada
pihak yang dituju. Lihat: Lihat: Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 1 angka 1. 48 Surat Setoran Pajak yang selanjutnya disebut dengan SSP adalah bukti pembayaran atau
penyetoran pajak yang telah dilakukan dengan menggunakan formulir atau telah dilakukan dengan cara
lain ke kas negara melalui tempat pembayaran yang ditunjuk oleh Menteri Keuangan. Lihat: Indonesia,
Peraturan Direktur Jenderal Pajak No. Per-38/PJ/2009 Tentang Bentuk Formulir Surat Setoran Pajak,
Pasal 1 ayat (1). 49 Daftar Pembayaran Tagihan Kartu Kredit Pemerintah yang selanjutnya disebut DPT Kartu
Kredit Pemerintah adalah daftar hasil verifikasi PPK yang memuat informasi nama Pemegang Kartu
Kredit Pemerintah, No. Kartu Kredit Pemerintah, jenis belanja barang, rincian pengeluaran,
pembebanan anggaran, dan jumlah tagihan yang harus dibayar kepada Bank Penerbit Kartu Kredit
Pemerintah. Lihat: Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 1 angka 17. 50 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 49. 51 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 50. 52 Surat Permintaan Pembayaran Penggantian Uang Persediaan Kartu Kredit Pemerintah yang
selanjutnya disebut SPP-GUP Kartu Kredit Pemerintah adalah dokumen yang diterbitkan oleh PPK,
yang berisi pertanggungjawaban dan permintaan kembali pembayaran UP Kartu Kredit Pemerintah.
Lihat: Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 1 angka 26.
720 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
pemeriksaan dan pengujian SPP·GUP beserta dokumen pendukung yang disampaikan
oleh PPK. Dalam hal pemeriksaan dan pengujian SPP beserta dokumen pendukung
memenuhi ketentuan, PPSPM menerbitkan SPM-GUP Kartu Kredit Pemerintah paling
lambat 5 (lima) hari kerja setelah SPP-GUP Kartu Kredit Pemerintah diterima. Dalam
hal SPP-GUP Kartu Kredit Pemerintah belum sesuai dengan ketentuan, PPSPM
mengembalikan SPP-GUP Kartu Kredit Pemerintah kepada PPK paling lambat 2 (dua)
hari kerja sejak SPP-GUP Kartu Kredit Pemerintah diterima oleh PPSPM.54
Berikut merupakan bagan yang menggambarkan mekanisme pengujian dan
pembayaran kartu kredit pemerintah:
Gambar 2
Proses Mekanisme Pengujian dan Pembayaran Kartu Kredit Pemerintah Sumber: Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara, Buku Pintar Kartu Kredit Pemerintah.
Hubungan hukum antara penerbit dan pemegang kartu kredit dituangkan dalam
perjanjian tertulis yang diatur dalam Perjanjian Kerja Sama antara Direktorat Jenderal
Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia dengan HIMBARA
Tentang Koordinasi Pengembangan Pelaksanaan Pembayaran Dengan Kartu Kredit
Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan. Pihak DJPb dan HIMBARA selanjutnya
secara bersama-sama menindaklanjuti dan mengatur kerjasama tersebut dalam suatu
Perjanjian tentang Koordinasi Pengembangan Pelaksanaan Pembayaran dengan kartu
kredit dalam rangka Penggunaan Uang Persediaan yang selanjutnya disebut PKS
(Perjanjian Kerja Sama) Induk. Tujuan dari PKS Induk ini adalah menetapkan
mekanisme koordinasi, sinkronisasi, dan sinergi kebijakan untuk mendorong
53 Pejabat Penanda Tangan Surat Perintah Membayar yang selanjutnya disebut PPSPM adalah
pejabat yang diberi kewenangan oleh PA/KPA untuk melakukan pengujian atas permintaan pembayaran
dan menerbitkan perintah pembayaran. Lihat: Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018,
Pasal 1 angka 9. 54 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 52.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 721
pelaksanaan pembayaran dengan kartu kredit dalam rangka penggunaan Uang
Persediaan.55 Aturan main kedua belah pihak tersebut tertulis dalam PKS yang dibuat
oleh Direktorat Jendral Perbendaharaan bersama dengan bank penerbit secara
bersama-sama. Perjanjian adalah kesepakatan antara subjek hukum (orang atau badan
hukum) mengenai sesuatu perbuatan hukum yang memberikan suatu akibat hukum
yang sebagaimana dimaksud pada pasal 1313 KUHPerdata. Pasal 1313 KUHPerdata
menjelaskan bahwa suatu persetujuan adalah suatu perbuatan dimana satu orang atau
lebih mengikatkan diri terhadap satu orang lain atau lebih.56 Adapun suatu perjanjian
dapat menjadi sah dan mengikat para pihak maka perjanjian dimaksud
haruslah memenuhi syarat-syarat sebagaimana ditetapkan dalam Pasal 1320
KUHPerdata, yaitu: a) Adanya kesepakatan kedua belah pihak; b) Cakap untuk
membuat perikatan; c) Suatu hal tertentu; dan d) Suatu sebab atau kausa yang halal.57
Selain syarat sah perjanjian dimaksud terdapat juga syarat-syarat yang harus dipenuhi
didalam suatu perjanjian kerjasama yakni: a) Bahwa perjanjian kerjasama dilakukan
oleh minimal dua subjek hukum (orang/badan hukum); dan b) Bahwa atas dasar
perjanjian dimaksud terdapat akibat hukum atas para pihak karena adanya hak dan
kewajiban.58
Hubungan hukum antara pemegang kartu kredit pemerintah dengan bank
penerbit kartu kredit pemerintah dituangkan dalam perjanjian kerja sama standar (PKS
Standar). Tujuan dibuatnya perjanjian kerja sama ini adalah agar pelaksanaan uji coba
pembayaran dengan kartu kredit dalam rangka penggunaan Uang Persediaan dapat
berjalan dengan efektif dengan tetap memperhatikan prinsip kehati-hatian dan
manajemen risiko.59 Ruang lingkup dari perjanjian ini adalah antar pihak pertama
selaku pejabat negara (satker/kanwil) yang bekerja sama dengan pihak kedua selaku
bank penerbit untuk menerbitkan kartu kredit bagi para Pejabat atau Pegawai di salah
satu lingkungan Satker yang telah memenuhi persyaratan tertentu sesuai kriteria yang
telah disepakati oleh para pihak.60
Hubungan antara pemegang kartu dengan merchant adalah perjanjian yang
bersifat incidental, 61 yang mana perjanjian ini hanya berlangsung ketika transaksi
terjadi. Para pihak tidak saja mempunyai hak dan kewajiban sebagai pembeli dan
penjual sebagaimana diatur dalam KUHPerdata, tetapi juga hak dan kewajiban yang
terdapat dalam ketentuan yang disepakati dalam perjanjian pemegang kartu dan
perjanjian merchant pada saat terjadi transaksi.62
55 Direktorat Jenderal Perbendaharaan Republik Indonesia, “Perjanjian Kerja Sama Antara
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik Indonesia Dengan PT. Bank
Rakyat Indonesia (Persero) TBK, PT. Bank Mandiri (Persero) TBK, PT. Bank Negara Indonesia
(Persero) TBK, PT. Bank Tabungan Negara (Persero) TBK Tentang Koordinasi Pengembangan
Pelaksanaan Pembayaran Dengan Kartu Kredit Corporate Dalam Rangka Penggunaan Uang
Persediaan”, Pasal 2. 56 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], diterjemahkan oleh Subekti dan
R. Tjitrosudibio, (Jakarta: Pradnya Paramita, 2008), Pasal 1313. 57 Ibid., Pasal 1320. 58 Diana Novitasari, “Perjanjian Kerjasama”,
<https://jdih.kepriprov.go.id/artikel/tulisanhukum/29-perjanjian-kerjasama>, diakses 10 Maret 2018. 59 PT Bank Mandiri (Persero) TBK, “Perjanjian Kerjasama Tentang Penerbitan Kartu Kredit
Corporate Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan”, Pasal 2 ayat (2). 60 Ibid, Pasal 3. 61 Insidental berarti terjadi atau dilakukan hanya pada kesempatan atau waktu tertentu saja; tidak
secara tetap atau rutin; sewaktu-waktu. Lihat: KBBI, “Insidental”, <https://kbbi.web.id/insidental>,
diakses pada 11 Maret 2018 62 Gusniati, ”Perbandingan Hukum Kartu Kredit Konvensional Dengan Kartu Kredit Syariah”,
Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, 2005, hal. 92.
722 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
Hubungan hukum yang timbul antara penerbit kartu kredit dengan merchant
adalah dalam konteks perjanjian penggunaan kartu bersifat hubungan segitiga. Jadi
penerbitan kartu kredit (antara penerbit dengan pemegang) baru merupakan
permulaan/sebagian dari perjanjian segitiga tersebut. Perjanjian segitiga ini baru
sempurna berlaku jika jual beli telah dilakukan antara pemegang dengan penjual.
Perjanjian segitiga tersebut kemudian diperkuat setelah diberikan otorisasi terhadap
merchant dalam jual beli bersangkutan. Otorisasi tersebut dapat dikatakan pernyataan
persetujuan penerbit untuk membayar harga pembelian. Akan tetapi, tanpa otorisasi
artinya dengan penerbitan kartu kredit saja, pihak penerbit tersebut sudah terikat
secara hukum asal jual beli dilakukan dengan syarat-syarat batas maksimum
pembelian yang diperbolehkan.63
Hubungan hukum yang timbul antara pemegang kartu kredit pemerintah dan
pemerintah adalah hubungan berupa kewajiban hukum pemegang kartu kredit.
Berdasarkan Pasal 10 huruf (a) PMK No. 196/PMK.05/2019, pemegang kartu kredit
memiliki tugas dan wewenang untuk menggunakan kartu kredit untuk pembayaran
belanja barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3 ayat (1) sesuai dengan
kewenangannya.64
Berikut merupakan bagan yang menggambarkan hubungan hukum di antara para
pihak yang terlibat dalam perjanjian kartu kredit pemerintah:
Gambar 3.1 Hubungan Hukum Para Pihak Yang Terlibat Dalam Perjanjian Kartu
Kredit Pemerintah.
IV. PEMBELAJARAN ATAS PENERAPAN KARTU KREDIT PEMERINTAH
DI AMERIKA SERIKAT
1. Tinjauan Umum Kartu Kredit Pemerintah Amerika Serikat
Kartu kredit pemerintah di Amerika Serikat merupakan salah satu program
pemerintah yang dinamakan GSA SmartPay dan berada di bawah naungan GSA
(General Services Administration). GSA didirikan oleh Presiden Harry Truman pada
tanggal 1 Juli 1949 untuk menyelaraskan kinerja administratif dari pemerintah
63 Ibid, hal. 94. 64 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2019, Pasal 10 huruf (a).
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 723
federal. 65 GSA mengkonsolidasikan National Archives Establishment, the Federal
Works Agency, the Public Buildings Administration, the Bureau of Federal Supply
and the Office of Contract Settlement, dan the War Assets Administration ke dalam
satu lembaga federal yang ditugaskan untuk mengatur suplai dan menyediakan tempat
kerja bagi pegawai pemerintah. Misi awal GSA adalah untuk memusnahkan barang
surplus perang, mengelola dan menyimpan catatan pemerintah, menangani kesiapan
keadaan darurat, dan menyimpan persediaan strategis untuk masa perang.66
Didirikan pada tahun 1998, Program GSA SmartPay adalah program
pembayaran kartu kredit dan pembayaran komersial terbesar di dunia, memberikan
layanan kepada lebih dari 560 lembaga Federal, organisasi, dan pemerintah suku asli
Amerika (Native Tribe). Solusi pembayaran GSA SmartPay memungkinkan pegawai
pemerintah yang berwenang untuk melakukan pembelian atas nama Pemerintah
Federal untuk mendukung misi lembaga/organisasi mereka.67
Sebelum menggunakan solusi pembayaran GSA SmartPay, Pemerintah Federal
menggunakan proses pembayaran berbasis kertas tradisional untuk pesanan pembelian
dengan nominal kecil (di bawah ambang batas pembelian mikro).68 Dalam banyak
kasus, teknik pemrosesan transaksi berbasis kertas tradisional lebih mahal daripada
nilai transaksi itu sendiri. Ketidakefisienan biaya dan risiko dari proses ini merupakan
faktor kunci dalam pengimplementasian solusi pembayaran dengan kartu kredit
pemerintah.69
2. Keuntungan Program GSA SmartPay
Berikut merupakan beberapa keuntungan bagi pengguna GSA SmartPay sebagai
metode pembayaran yang dilakukan pemerintah: 70
a. Realisasi Penghematan Pengeluaran
Pengguna kartu kredit pemerintah memiliki kesempatan untuk mewujudkan
penghematan biaya administrasi melalui efisiensi pembayaran. Taksiran
penghematan administrasi untuk kartu pembelian (purchase card) saja adalah $
1,7 miliar per tahun ($ 70 per transaksi) bila digunakan sebagai pengganti
pesanan pembelian tertulis. Pengguna kartu kredit pemerintah juga tidak perlu
membayar biaya dan fitur langsung termasuk rekonsiliasi akun otomatis, audit
pengeluaran, dan opsi penambangan data, yang sesuai dengan Public Law 112-
194 tentang persyaratan penambangan data.71
b. Keuntungan atas pengembalian uang (Refund) bagi lembaga pemerintah
Lembaga pemerintah memiliki kesempatan untuk mendapatkan pengembalian
uang berdasarkan volume transaksi dolar dan kecepatan pembayaran. Sejak
dimulainya program ini pada tahun 1998, pengguna program GSA SmartPay
telah mendapatkan lebih dari $3 miliar dalam bentuk pengembalian uang
65 GSA, “A Brief History of GSA” https://www.gsa.gov/about-us/background-history/a-brief-
history-of-gsa , diakses 13 Desember 2018. 66 Ibid. 67 GSA SmartPay, “The GSA SmartPay Program”, <https://smartpay.gsa.gov/content/about-gsa-
smartpay#sa17> , diakses pada 14 Desember 2018. 68 Ibid. 69 Ibid . 70 GSA SmartPay, “SmartPay Benefit”, <https://smartpay.gsa.gov/content/about-gsa-
smartpay#sa26>, diakses pada 14 Desember 2018. 71 GSA, “Center for Charge Card Management and GSA Smartpay”,
<https://www.gsa.gov/about-us/organization/federal-acquisition-service/-office-of-professional-
services-and-human-capital-categories/center-for-charge-card-management-and-gsa-smartpay>, diakses
pada 14 Desember 2018.
724 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
bersih. 72 Pada Tahun Fiskal 2012, pengembalian dana bersih pemerintah
berjumlah $ 306 juta.73
c. Keamanan dan transparansi
Program GSA SmartPay memberikan solusi aman untuk proses transaksi
pembayaran yang efisien. Pengguna program ini juga memiliki akses ke alat
yang mendukung peningkatan transparansi melalui akses untuk penggunaan
dana dan data atas kinerja pengguna program tersebut.74
d. Akses elektronik ke data
Melalui sistem online bank kontraktor program GSA SmartPay, pengelola
akun dan pemegang akun GSA SmartPay memiliki akses langsung ke data
pada tingkat transaksi secara lengkap yang membantu mengurangi potensi
penipuan, pemborosan, dan penyalahgunaan.
e. Dapat digunakan di seluruh dunia
Melalui penggunaan infrastruktur pembayaran komersial, pengguna program
ini dapat menggunakan sarana pembayaran melalui GSA SmartPay kepada
merchant yang menerima pembayaran dengan kartu kredit di seluruh dunia.
f. Identifikasi atas program diskon
Program GSA SmartPay menyediakan deteksi Point of Sale75 otomatis yang
digunakan dalam banyak program diskon GSA, salah satu contohnya adalah
program GSA City Pair. Dalam program ini, metode pembayaran perjalanan
dengan menggunakan GSA SmartPay diperlukan untuk mendapatkan diskon
tiket pesawat melalui program GSA City Pair, yang menghemat miliaran dolar
dalam penghematan tahunan pemerintah.
g. Keuntungan Lainnya
Solusi pembayaran GSA SmartPay memberikan manfaat lain secara tidak
langsung, seperti asuransi perjalanan dan menghilangkan kebutuhan akan kas
kecil (petty cash)76 dalam anggaran lembaga negara.
3. Cara Kerja Kartu Kredit Pemerintah
Program GSA SmartPay menyediakan solusi pembayaran untuk lembaga
pemerintah dan organisasi lain. Melalui kontrak induk dengan banyak bank, program
72 Ibid. 73 Khi V. Thai, Internal Public Procurement: Innovation and Knowledge Sharing, (s.l: Springer
International Publishing, 2015), hal. 60. 74 GSA SmartPay, “SmartPay Benefit”, <https://smartpay.gsa.gov/content/about-gsa-
smartpay#sa26> , diakses pada 14 Desember 2018. 75 Point of sale (POS), a critical piece of a point of purchase, refers to the place where a
customer executes the payment for goods or services and where sales taxes may become payable. It can
be in a physical store, where POS terminals and systems are used to process card payments or a virtual
sales point such as a computer or mobile electronic device. (Point of sale (POS) merupakan poin
penting dalam pembelian, mengacu kepada tempat dimana pembeli melakukan pembayaran atas barang
atau jasa dan dimana pajak pembelian mungkin dapat dibayarkan. POS bisa terdapat di toko fisik,
dimana terminal POS dan sistem digunakan untuk memproses pembayaran dengan menggunakan kartu
atau virtual sales point seperti komputer maupun perangkat seluler.) Lihat: Adam Hayes, “Point of Sale
(POS)” < https://www.investopedia.com/terms/p/point-of-sale.asp>, diakses pada 14 Desember 2018. 76 Petty cash is a small amount of discretionary funds in the form of cash used for expenditures
where it is not sensible to make any disbursement by cheque, because of the inconvenience and costs of
writing, signing, and then cashing the cheque. (Petty cash adalah sejumlah kecil dana bebas dalam
bentuk uang tunai yang digunakan untuk pengeluaran, dimana pembayaran dengan menggunakan cek
tidak lazim digunakan karena ketidaknyamanan dan faktor biaya dalam penulisan, penandatanganan,
dan pencairan cek tersebut). Lihat: P. Hosein, Principles of Accounts, (Oxford: Heinemann Educational
Publishers, 1988), hal. 92.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 725
GSA SmartPay memungkinkan lembaga/organisasi di seluruh Pemerintah Federal
untuk mendapatkan solusi pembayaran dalam upaya mendukung kebutuhan misi di
tiap-tiap lembaga/organisasi.77
Agensi/Organisasi mengeluarkan perintah tugas di bawah kontrak induk GSA
SmartPay dan memberikan program mereka kepada salah satu bank kontraktor GSA
SmartPay (Citibank, JPMorgan Chase, atau US Bank). Bank-bank tersebut akan
menyediakan solusi pembayaran kepada agensi/organisasi pemerintah untuk
melakukan pembelian atas nama agensi/organisasi mereka.
Program GSA SmartPay menawarkan empat macam solusi pembayaran yang
meliputi kartu pembelian (purchase), perjalanan (travel), armada (fleet), dan
pembayaran terintegrasi (integrated payment). Solusi pembayaran inovatif ini dapat
disesuaikan untuk meningkatkan kontrol internal dan meningkatkan berbagai
pembayaran yang memenuhi syarat untuk mendapatkan pengembalian uang, sekaligus
meningkatkan arus kas vendor.
Persyaratan untuk memperoleh kartu ini tergantung pada jenis solusi
pembayaran dan agen/organisasi, mungkin terdapat persyaratan yang berbeda bagi
pendaftar untuk berpartisipasi dalam program ini, namun pada umumnya syarat
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Akun Pembelian (Purchase)
Untuk mendapatkan akun pembelian, seorang karyawan harus direkomendasikan
oleh atasan mereka untuk mengajukan permohonan melalui koordinator program
mereka. Pemegang akun pembelian yang potensial wajib menyelesaikan
pelatihan pemegang kartu pembelian sebelum menggunakan akun pembelian.
b. Akun Perjalanan (Travel)
Tergantung pada frekuensi perjalanan, kebijakan lembaga atau pemerintah
mungkin mengharuskan karyawan mendapatkan akun perjalanan pemerintah
untuk melakukan pembelian terkait perjalanan. Pemohon akun perjalanan dapat
dikenai pemeriksaan kredit dan wajib menyelesaikan pelatihan sebelum
menggunakan akun perjalanan.
c. Akun Armada (Fleet)
Solusi pembayaran armada umumnya ditetapkan untuk kendaraan, bukan
individu. Pengguna kendaraan dinas pemerintah harus menghubungi manajer
program armada mereka untuk mempelajari lebih lanjut tentang kebijakan
armada agen mereka.
Di bawah ini adalah ilustrasi tentang bagaimana transaksi GSA SmartPay bekerja,
dengan menyoroti pihak pemangku kepentingan yang terlibat dan metode efisiensi
pembayaran melalui program GSA SmartPay:
77 GSA SmartPay, “The GSA SmartPay Program”, <https://smartpay.gsa.gov/content/about-gsa-
smartpay#sa17>, diakses pada 14 Desember 2018.
726 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
Gambar 4.1
Alur Pembayaran Dengan Menggunakan GSA SmartPay Sumber: GSA, How SmartPay Works78
4. Contoh Kasus Penyalahgunaan Kartu Kredit di Amerika Serikat
Kartu kredit pemerintah seringkali disalahgunakan oleh para penggunanya.
Terdapat berbagai macam kasus terkait permasalahan penyalahgunaan kartu kredit
pemerintah di Amerika Serikat, yang mana akan penulis jabarkan dalam tabel berikut:
Daftar Penyalahgunaan Kartu Kredit Pemerintah dan Penyelesaiannya
Kasus Posisi Jenis Kartu Kredit
Pemerintah yang
Digunakan
Penyelesaian
Seorang tentara
menggunakan kartu kredit
pemerintah untuk membeli
televisi dan penggunaan
pribadi lainnya
Purchase Card Tentara tersebut
diberhentikan dengan tidak
hormat dan harus
membayar denda sebesar
$3.000 beserta restitusi
sebesar $1.400
Seorang anggota angkatan
laut menggunakan kartu
kredit pemerintah untuk
membeli 70 tiket
penerbangan yang tidak di
otorisasi dengan total
transaksi lebih dari $60.000.
Tiket tersebut dijual kepada
anggota angkatan laut yang
lain dan anggota keluarga
mereka.
Travel Card Pemegang kartu tersebut
diberhentikan dengan tidak
hormat, kehilangan seluruh
gajinya, dan dijatuhi pidana
penjara selama 5 tahun.
78GSA, “How SmartPay Works”, <https://smartpay.gsa.gov/content/about-gsa-smartpay#sa28>,
Diakses 16 Desember 2018.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 727
Pemegang kartu kredit
pemerintah yang merupakan
staf Joint Staff Supply
Service menerima suap
untuk membeli alat
perkantoran di salah satu
perusahaan tertentu dengan
menggunakan kartu kredit
pemerintah
Purchase Card Pemegang kartu kredit
tersebut dihukum penjara
selama 27 bulan, masa
percobaan selama 36 bulan,
dan membayar restitusi
sebesar $400.200
Seorang pegawai FAA
(Federal Aviation
Administration)
menggunakan kartu kredit
pemerintah untuk membeli
gift card dari beberapa
retailer sejumlah $123.774.
Pegawai tersebut
menggunakan sistem
komputer FAA untuk
mengotorisasi pembelian
yang ia lakukan.
Purchase Card Pegawai tersebut
diberhentikan dengan tidak
hormat dan dihukum
penjara selama empat bulan
dan empat bulan tambahan
kurungan.
Sumber: Hasil olahan penulis dari berbagai sumber.79 80
5. Perbandingan Konsep Kartu Kredit Pemerintah di Indonesia dan di
Amerika Serikat
Dalam penerapan kartu kredit pemerintah, terdapat beberapa perbedaan antara
kartu kredit pemerintah di Indonesia dan di Amerika Serikat. Berikut merupakan
beberapa perbedaan tersebut:
Tabel Perbandingan Penerapan Kartu Kredit Pemerintah di Indonesia dan
di Amerika Serikat
Poin Pembanding Di Indonesia Di Amerika Serikat
Dasar Hukum a. Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
196/PMK.05/2018
b. Keputusan Direktur
Jenderal Perbendaharaan
Nomor KEP-
494/PB/2017
a. OMB Circular No A-123
Appendix B
b. Public Law 105-264,
Travel and
Transportation Reform
Act (TTRA) of 1998
c. Government Charge
Card Abuse Prevention
79 Government Accountability Office, “Actions Needed to Strengthen Internal Controls to
Reduce Fraudulent, Improper, and Abusive Purchases”, <https://www.gao.gov/new.items/d08333.pdf>,
Diakses 25 Desember 2018. 80 Linda D. Kozaryn, “DoD Fights Government Credit Card Abuse”,
<https://www.navy.mil/submit/display.asp?story_id=1167>, Diakses 25 Desember 2018.
728 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
Act of 2012 (Public Law
112-194)
Macam Kartu Kredit a. Kartu Kredit Pemerintah
Untuk Belanja
Operasional
b. Kartu Kredit Pemerintah
Untuk Perjalanan Dinas
a. Purchase Card
b. Travel Card
c. Fleet Card
d. Integrated Card
Tindakan
Penyalahgunaan
a. Penggunaan Kartu Kredit
untuk pembayaran
belanja perjalanan dinas
jabatan di luar komponen
Pasal 25 ayat (1), ayat
(2), dan ayat (3)
Peraturan Menteri
Keuangan Nomor
196/PMK.05/2018
b. Penggunaan Kartu Kredit
dengan jumlah melebihi
batas tertinggi biaya
perjalanan dinas jabatan
yang dapat dibayarkan
atas beban APBN.
c. Penggunaan Kartu Kredit
Pemerintah untuk
pembayaran belanja
operasional dan belanja
modal tidak sesuai
dengan spesifikasi teknis
yang disebutkan dalam
dokumen penerimaan
barang/jasa dengan
spesifikasi teknis yang
disebutkan dalam
dokumen rencana
kegiatan.
d. Manipulasi data antara
Tagihan (e-billing)/
Daftar Tagihan
Sementara dengan bukti-
bukti pengeluaran
e. Penarikan uang secara
tunai.
a. Pembelian melebihi
plafon (limit) yang telah
ditetapkan.
b. Pembelian yang
dilakukan ketika tidak
ada alokasi dana yang
tersedia.
c. Pemegang kartu kredit
membiarkan orang lain
menggunakan kartu
kredit pemerintah.
d. Melakukan pembayaran
atas produk atau layanan
yang tidak memenuhi
persyaratan pemerintah.
e. Pembelian untuk
konsumsi pribadi.
f. Pembelian yang tidak
diperbolehkan oleh
instansi di tempat
pemegang kartu kredit
pemerintah bertugas.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 729
Penyelesaian
Penyalahgunaan
a. PPK melakukan
verifikasi dan pengujian
atas penyalahgunaan
Kartu Kredit.
b. Berdasarkan hasil
verifikasi dan pengujian,
KPA menerbitkan Surat
Peringatan kepada
Pemegang Kartu kredit
dalam hal terjadi
penyalahgunaan Kartu
Kredit.
c. PPK dapat memberikan
sanksi berupa penarikan
Kartu Kredit
a. Melakukan teguran
kepada pegawai tersebut
b. Membekukan kartu
kredit pegawai tersebut
c. Menginstruksikan
kepada bank penerbit
untuk membatalkan kartu
kredit, melakukan usaha
penagihan, atau
memberikan bunga atas
keterlambatan
pembayaran
d. Melakukan penyuluhan
kepada pegawai tersebut
e. Melakukan skorsing
kepada pegawai tersebut
f. Melakukan pemecatan
kepada pegawai tersebut
g. Penuntutan secara
pidana.
V. PERTANGGUNGJAWABAN HUKUM ATAS PENYALAHGUNAAN
KARTU KREDIT PEMERINTAH
1. Bentuk-Bentuk Penyalahgunaan Kartu Kredit Pemerintah
Berdasarkan Peraturan Menteri Keuangan Nomor 196/PMK.05/2018 Pasal 68,
terdapat beberapa bentuk penyalahgunaan dan kelalaian yang dapat terjadi dalam
penggunaan kartu kredit pemerintah, diantaranya adalah sebagai berikut:81
a. Penggunaan kartu kredit pemerintah untuk pembayaran selain belanja operasional
serta belanja modal dan belanja perjalanan dinas jabatan
Dalam hal kartu kredit pemerintah digunakan untuk pembayaran selain belanja
operasional serta belanja modal dan belanja perjalanan dinas jabatan, maka PPK
akan melakukan pengujian, yang mana apabila terbukti bahwa kartu kredit
pemerintah tersebut digunakan untuk pembayaran selain belanja operasional serta
belanja modal dan belanja perjalanan dinas jabatan, maka PPK tidak akan
menyetujui transaksi tersebut, dan tagihan tersebut menjadi tanggung jawab
pribadi pemegang kartu kredit pemerintah, yang mana pemegang kartu kredit
pemerintah tersebut harus membayarkan pengeluaran pribadi yang telah ia
lakukan.82
81 Indonesia, Peraturan Menteri Keuangan No. 196/PMK.05/2018, Pasal 68. 82 Direktur Jenderal Perbendaharaan Negara, Buku Pintar Kartu Kredit Pemerintah, hal. 114.
730 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
b. Penggunaan kartu kredit pemerintah melebihi batas tertinggi biaya perjalanan
dinas jabatan yang dapat dibayarkan atas beban APBN
Dalam hal penggunaan kartu kredit pemerintah melebihi batas tertinggi biaya
perjalanan dinas jabatan yang dapat dibayarkan atas beban APBN, harus dilihat
terlebih dahulu apakah pembayaran tersebut telah mendapat persetujuan dari
Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Perbendaharaan. Jika tidak mendapat
persetujuan, berdasarkan salah satu buku petunjuk penggunaan kartu kredit
korporat menyebutkan bahwa apabila karyawan/pengguna kartu kredit
menggunakan kartu kredit korporat melebihi pagu kredit kartu kredit korporat
tanpa mendapatkan persetujuan terlebih dahulu, maka karyawan pengguna kartu
kredit harus segera melunasi kelebihan tersebut dan atas kelebihan tersebut
dikenakan denda yang besarnya sebagaimana tercantum pada lembar tagihan.83
c. Penggunaan kartu kredit pemerintah untuk pembayaran belanja operasional dan
belanja modal tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam
dokumen penerimaan barang/jasa dengan spesifikasi teknis yang disebutkan dalam
dokumen rencana kegiatan
Apabila penggunaan kartu kredit pemerintah dilakukan untuk untuk pembayaran
belanja operasional dan belanja modal tidak sesuai dengan spesifikasi teknis yang
disebutkan dalam dokumen penerimaan barang/jasa dengan spesifikasi teknis yang
disebutkan dalam dokumen rencana kegiatan, maka hal ini termasuk ke dalam
penyalahgunaan kartu kredit, yang mana akan dilakukan verifikasi dan pengujian
atas penyalahgunaan kartu kredit oleh PPK. Berdasarkan hasil uji verifikasi dan
pengujian, KPA menerbitkan Surat Peringatan kepada pemegang kartu kredit
dalam hal terjadi penyalahgunaan kartu kredit.84
d. Manipulasi data antara tagihan (e-billing)/Daftar Tagihan Sementara dengan bukti-
bukti pengeluaran
Dalam Pasal 1 angka 7 Peraturan Bank Indonesia Nomor 14/2/PBI/2012 tentang
Perubahan Atas Peraturan Bank Indonesia Nomor 11/11/PBI/2009 Tentang
Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan Menggunakan Kartu (PBI
APMK) ditegaskan bahwa pemegang kartu adalah pengguna yang sah dari
APMK.85 Dengan demikian, meskipun pemegang kartu kredit pemerintah tidak
merasa menggunakan kartu kredit sesuai dengan tagihan yang diberikan oleh pihak
bank kepada pemegang kartu kredit, dari pihak bank hanya mengetahui bahwa
pemegang kartu kredit merupakan pengguna yang sah dari kartu kredit tersebut.
Hal ini menyebabkan pemegang kartu kredit harus membayar tagihan yang telah
terjadi meskipun transaksi tersebut tidak dilakukan oleh pemegang kartu kredit
sendiri.
2. Macam Pertanggungjawaban atas Penyalahgunaan Kartu Kredit Pemerintah
Kartu kredit pemerintah merupakan salah satu metode dalam memanfaatkan
anggaran belanja negara bagi pegawai negeri pemerintah. Namun, sanksi atas
penyalahgunaan dari tahap ujicoba belanja negara menggunakan kartu kredit
83 BII Maybank, Guidance Book BII Corporate Credit Card,
<https://www.maybank.co.id/sites/en/corporate/creditcard/corporate_card/Documents/Guidance%20Bo
ok%20BII%20Corporate%20Credit%20Card.pdf>, Pasal 6 ayat (2). 84 Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan, Perdirjen No. PER-17/PB/2017, Pasal
26. 85 Indonesia, Peraturan Bank Indonesia No. 14/2/PBI/2012 tentang Perubahan Atas Peraturan
Bank Indonesia No. 11/11/PBI/2009 Tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat Pembayaran Dengan
Menggunakan Kartu, Pasal 1 angka 7.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 731
pemerintah adalah hanya dengan melakukan penarikan kartu kredit tersebut dari
pejabat yang menyalahgunakannya. Padahal, menurut penulis, terdapat beberapa
sanksi yang dapat dikenakan atas penyalahgunaan tersebut. Sanksi atas
penyalahgunaan tersebut dapat dikenai pertanggungjawaban dari perspektif hukum
perdata, hukum pidana, dan hukum administrasi negara.
a. Pertanggungjawaban dari Perspektif Hukum Perdata
Pertanggungjawaban perdata yang dapat dikenakan kepada pemegang kartu
kredit pemerintah adalah perbuatan melawan hukum. Pengertian Perbuatan Melawan
hukum di Indonesia diterjemahkan dari istilah Belanda yaitu “Onrechmatige daad”
atau dalam bahasa Inggris disebut dengan istilah “Tort”. Pengertian Perbuatan
Melawan Hukum terdapat dalam buku III tentang Perikatan, yaitu Pasal 1365 KUH
Perdata, yang berbunyi sebagai berikut:
Tiap perbuatan melanggar hukum yang membawa kerugian kepada seorang
lain, mewajibkan orang yang karena salahnya menerbitkan kerugian itu,
mengganti kerugian tersebut.86
Beberapa definisi lain yang pernah diberikan terhadap perbuatan melawan
hukum adalah sebagai berikut:87
1) Tidak memenuhi sesuatu yang menjadi kewajibannya selain dari kewajiban
kontraktual atau kewajiban quasi kontraktual yang menerbitkan hak untuk
meminta ganti rugi;
2) Suatu perbuatan atau tidak berbuat yang mengakibatkan timbulnya kerugian
bagi orang lain tanpa sebelumnya ada suatu hubungan hukum, dimana
perbuatan atau tidak berbuat tersebut, baik merupakan suatu perbuatan biasa
maupun bisa juga merupakan suatu kecelakaan;
3) Tidak memenuhi suatu kewajiban yang dibebankan oleh hukum, kewajiban
mana ditujukan terhadap setiap orang pada umumnya, dan dengan tidak
memenuhi kewajibannya tersebut dapat dimintakan suatu ganti rugi;
4) Suatu kesalahan perdata (civil wrong) terhadap mana suatu ganti kerugian
dapat dituntut yang bukan merupakan wanprestasi terhadap kontrak, atau
wanprestasi terhadap kewajiban trust, ataupun wanprestasi terhadap kewajiban
equity lainnya;
5) Suatu kerugian yang tidak disebabkan oleh wanprestasi terhadap kontrak, atau
lebih tepatnya, merupakan suatu perbuatan yang merugikan hak-hak orang lain
yang diciptakan oleh hukum yang tidak terbit dari hubungan kontraktual;
6) Sesuatu perbuatan atau tidak berbuat sesuatu yang secara bertentangan dengan
hukum melanggar hak orang lain yang diciptakan oleh hukum, dan karenanya
suatu ganti rugi dapat dituntut oleh pihak yang dirugikan;
7) Perbuatan melawan hukum bukan suatu kontrak, seperti juga kimia bukan
suatu fisika atau matematika.
Hoffman, menerangkan bahwa untuk adanya suatu perbuatan melawan hukum harus
dipenuhi empat unsur, yaitu:88
1) Er moet een daad zijn verricht (harus ada yang melakukan perbuatan);
2) Die daad moet onrechtmatig zijn (perbuatan itu harus melawan hukum);
86 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], Pasal 1365. 87 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, cet. 1, (Bandung: Citra
Aditya Bakti, 2002), hal. 3-4. 88 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas Hukum
Universitas Indonesia, 2003), hal. 49.
732 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
3) De daad moet aan een ander schade heb bentoege bracht (perbuatan itu harus
menimbulkan kerugian pada orang lain);
4) De daad moet aan schuld zijn te wijten (perbuatan itu karena kesalahan yang
dapat ditimpakan kepadanya).
Sejalan dengan Hoffmann, menurut Mariam Darus Badrulzaman terdapat kriteria
untuk dapat mengatakan bahwa suatu perbuatan adalah perbuatan melawan hukum
yaitu sebagai berikut:89
1) Harus ada perbuatan, yang dimaksud dengan perbuatan ini baik yang bersifat
positif maupun yang bersifat negatif, artinya setiap tingkah laku berbuat atau
tidak berbuat.
2) Perbuatan itu harus melawan hukum.
3) Ada kerugian.
4) Ada hubungan sebab akibat antara perbuatan melawan hukum itu dengan
kerugian.
5) Ada kesalahan (schuld).
Dari kedua kriteria-kriteria yang disebutkan oleh kedua ahli di atas, terdapat
kesamaan unsur untuk menentukan suatu perbuatan melawan hukum. Unsur-unsur di
atas digunakan untuk menjabarkan suatu tindakan sebagai perbuatan melawan hukum
dalam kasus-kasus perdata.90
Perbuatan sebagai salah satu unsur perbuatan melawan hukum di sini diartikan
baik sebagai berbuat sesuatu (dalam arti aktif) maupun tidak berbuat sesuatu (dalam
arti pasif). 91 Misalnya, seseorang tidak berbuat sesuatu, padahal dia mempunyai
kewajiban untuk melakukan hal tersebut yang bersumber dari hukum yang berlaku.92
Dalam perbuatan melawan hukum harus ada perbuatan baik aktif maupun pasif yang
mengakibatkan kerugian bagi kepentingan orang lain.
Kata “tort” berasal dari kata latin “torquere” atau “tortus” dalam bahasa Prancis,
seperti kata “wrong” berasal dari kata Prancis “wrung” yang berarti kesalahan atau
kerugian (injury).93
Sebelum adanya Arrest Hoge Raad tanggal 31 Januari 1919, perbuatan melawan
hukum diartikan sebagai “Tiap perbuatan yang yang bertentangan dengan hak orang
lain yang timbul karena Undang-Undang (onwetmatig).”94
Sebelum tahun 1919, Pengadilan menafsirkan perbuatan melawan hukum
sebagai hanya pelanggaran dari pasal-pasal hukum tertulis semata (pelanggaran
terhadap perundang-undangan yang berlaku). Sehingga bagi perbuatan-perbuatan yang
pengaturannnya belum terdapat di dalam suatu peraturan perundang-undangan maka
tidak dapat dikatakan sebagai perbuatan melawan hukum, walaupun telah nyata
perbuatan tersebut menimbulkan kerugian orang lain, melanggar hak-hak orang lain.
Dengan kata lain di masa tersebut perbuatan melawan hukum diartikan sebagai suatu
perbuatan yang bertentangan hak dan kewajiban hukum menurut undang-undang.95
89 Ibid, hal. 50. 90 Rayhana S, “Pertanggungjawaban atas Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Tubuh dan Jiwa
Manusia dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus Putusan No: 04/Pdt.G/2013/PN.Psr)”, Skripsi
Sarjana Universitas Indonesia 2015, hal. 22. 91 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, hal. 10-11. 92 Ibid., hal. 11. 93 Ibid. 94 Rachmat Setiawan, Tinjauan Elementer Perbuatan Melawan Hukum, (Bandung: Bina Cipta,
2010), hal. 8. 95 Ibid., hal. 9.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 733
Dalam arti sempit, perbuatan melawan hukum diartikan bahwa "Orang yang
berbuat pelanggaran terhadap hak orang lain atau telah berbuat bertentangan dengan
suatu kewajiban hukumnya sendiri."96
Perbuatan pelanggaran terhadap hak orang lain, hak-hak yang dilanggar tersebut
adalah hak-hak yang diakui oleh hukum, termasuk tetapi tidak terbatas pada hak-hak
sebagai berikut, yaitu hak-hak pribadi (persoonlijkheidrechten), hak-hak kekayaan
(vermogensrecht), hak atas kebebasan dan hak atas kehormatan dan nama baik.97
Juga termasuk dalam kategori perbuatan melawan hukum jika perbuatan tersebut
bertentangan dengan suatu kewajiban hukum (rechtsplicht) dari pelakunya. Dengan
istilah “kewajiban hukum” ini, yang dimaksudkan adalah bahwa suatu kewajiban yang
diberikan oleh hukum terhadap seseorang, baik hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis. Jadi bukan hanya bertentangan dengan hukum tertulis (wettelijkplicht),
melainkan juga bertentangan dengan hak orang lain menurut undang-undang
(wetelijkrecht).98
Pada tahun 1919 terjadi suatu perkembangan yang luar biasa dalam bidang
hukum tentang perbuatan melawan hukum khususnya di negeri Belanda, sehingga
demikian juga di Indonesia. Perkembangan tersebut adalah dengan bergesernya makna
perbuatan melawan hukum, dari semula yang cukup kaku, kepada perkembangan yang
luwes. Perkembangan tersebut terjadi dengan diterimanya penafsiran luas terhadap
perbuatan melawan hukum oleh Hoge Raad (Mahkamah Agung) negeri Belanda,
yakni penafsiran terhadap Pasal 1401 BW Belanda, yang sama dengan ketentuan yang
terdapat dalam Pasal 1365 KUHPerdata Indonesia. Putusan Hoge Raad adalah
terhadap kasus Lindenbaum versus Cohen.99
Kasus Lindenbaum versus Cohen tersebut pada pokoknya berkisar tentang
persoalan persaingan tidak sehat dalam bisnis. Baik Lindenbaum maupun Cohen
adalah sama-sama perusahaan yang bergerak di bidang percetakan yang saling
bersaing satu sama lain.100
Dalam kasus ini, dengan maksud untuk menarik pelanggan-pelanggan dari
Lindenbaum, seorang pegawai dari Lindebaum di bujuk oleh perusahaan Cohen
dengan berbagai macam hadiah agar pegawai Lindenbaum tersebut mau
memberitahukan kepada Cohen salinan dari penawaran-penawaran yang dilakukan
oleh Lindenbaum kepada masyarakat, dan memberi tahu nama-nama dari orang-orang
yang mengajukan pesanan kepada Lindenbaum.
Tindakan Cohen itu akhirnya tercium juga oleh Lindenbaum. Lindenbaum
kemudian menggugat Cohen ke pengadilan Amsterdam dengan alasan bahwa Cohen
telah melakukan perbuatan melawan hukum (Onrechtmatige daad) sehingga
melanggar Pasal 1401 BW Belanda, yang sama dengan Pasal 1365 KUHPerdata
Indonesia.
Ternyata langkah Lindenbaum untuk mencari keadilan tidak berjalan mulus.
Memang di tingkat pengadilan pertama Lindenbaum dimenangkan, tetapi di tingkat
banding justru Cohen yang di menangkan, dengan alasan bahwa Cohen tidak pernah
melanggar suatu pasal apapun dari perundang-undangan yang berlaku.101 Pada tingkat
kasasi turunlah putusan yang memenangkan Lindenbaum.
96 H.F.A. Vollmar, Pengantar Studi Hukum Perdata, (Jakarta: Rajawali, 1984), hal. 184. 97 Ibid, hal. 185. 98 Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, hal. 15. 99 M.A. Moegni Djojodirdjo, Perbuatan Melawan Hukum, (Jakarta: Pradnya Paramitha, 2010),
hal. 33. 100 Ibid. 101 Ibid., hal. 34.
734 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
Rosa Agustina, berdasarkan perluasan penafsiran perbuatan melawan hukum
dari Arrest Hoge Raad Lindebaum vs. Cohen, berpendapat bahwa perbuatan melawan
hukum dalam arti luas adalah mencakup hal-hal sebagai berikut:102
1) Bertentangan dengan hak subjektif orang lain
Bertentangan dalam hal ini diartikan sebagai perbuatan yang melanggar hak
orang lain yang diberikan oleh hukum kepada orang tersebut. Yurisprudensi
memberikan arti hak subjektif sebagai berikut:
a. Hak-hak perorangan seperti kebebasan, kehormatan, nama baik;
b. Hak atas harta kekayaan, hak kebendaan, dan hak mutlak lainnya.
2) Bertentangan dengan kewajiban hukum pelaku
Kewajiban hukum diartikan sebagai kewajiban yang harus ditaati oleh
seseorang berdasarkan hukum, baik hukum tertulis maupun hukum tidak
tertulis (termasuk dalam arti ini adalah perbuatan pidana pencurian,
penggelapan, penipuan, dan perusakan).
3) Bertentangan dengan kaidah kesusilaan
Perbuatan tersebut bertentangan dengan kaidah moral yang ada dalam
masyarakat, sepanjang dalam kehidupan masyarakat diakui sebagai norma
hukum.
4) Bertentangan dengan kepatutan yang berlaku dalam lalu lintas masyarakat
terhadap diri dan orang lain.
Perbuatan yang termasuk dalam kategori ini adalah:
a. Perbuatan yang merugikan orang lain tanpa kepentingan yang layak;
b. Perbuatan yang menimbulkan bahaya bagi orang lain, yang berdasarkan
pemikiran normal perlu diperhatikan.
Dengan demikian dengan terbitnya putusan Hoge Raad dalam kasus
Lindenbaum versus Cohen tersebut, maka perbuatan melawan hukum tidak hanya
dimaksudkan sebagai yang perbuatan yang bertentangan dengan pasal-pasal dalam
perundang-undangan yang berlaku, tetapi juga termasuk perbuatan yang melanggar
kepatutan dalam masyarakat.
Perbuatan melawan hukum mensyaratkan adanya kerugian. Pasal 1365 Kitab
Undang-Undang Hukum Perdata menentukan kewajiban pelaku perbuatan melawan
hukum untuk membayar ganti rugi atas perbuatan yang ditimbulkannya. Antara
pengganti kerugian perbuatan melawan hukum dan pengganti kerugian karena tidak
dipenuhinya perikatan ada persamaan, yang diatur dalam pasal 1243 KUHPerdata
sampai dengan pasal 1252 KUHPerdata.103
Gugatan pengganti kerugian karena perbuatan melawan hukum dapat berupa:104
1) Uang dan dapat dengan uang pemaksa.
2) Pemulihan pada keadaan semula (dapat dengan uang pemaksa).
3) Larangan untuk mengulangi perbuatan itu lagi (dengan uang pemaksa)
4) Dapat minta putusan hakim bahwa perbuatannya adalah bersifat melawan
hukum.
102 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, hal. 53-56. 103 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek], hal. 324-326. 104 Mariam Darus Badrulzaman, KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan Penjelasan,
(Bandung: Alumni, 1996) hal. 148.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 735
Dalam kasus penyalahgunaan kartu kredit pemerintah, pelaku penyalahgunaan
kartu kredit pemerintah telah melakukan salah satu perbuatan melawan hukum, yaitu
perbuatan tersebut bertentangan denga kewajiban hukum si pelaku. Kewajiban hukum
diartikan sebagai kewajiban yang harus ditaati oleh seseorang berdasarkan hukum,
baik hukum tertulis maupun hukum tidak tertulis.105Dalam kasus ini, pelaku telah
melanggar pasal 10 huruf (a) Perdirjen Nomor 17/PB/2017, yang mana menyebutkan
bahwa pemegang kartu kredit memiliki tugas dan wewenang untuk menggunakan
kartu kredit untuk pembayaran belanja barang sebagaimana dimaksud dalam pasal 3
ayat (1) sesuai dengan kewenangannya. 106 Oleh karena perbuatannya, pelaku
penyalahgunaan kartu kredit pemerintah telah melanggar kewajiban hukumnya, yang
mana dapat dikenai tuntutan ganti kerugian berupa uang berdasarkan gugatan
perbuatan melawan hukum.
b. Pertanggungjawaban dari Perspektif Hukum Pidana
Dari sudut pandang hukum pidana, penyalahgunaan atas kartu kredit pemerintah
termasuk ke dalam tindak pidana korupsi, yang diatur oleh Undang-Undang No. 31
Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Pelaku atas tindakan
penyalahgunaan ini dapat dikenakan pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang No.
31 Tahun 1999, yang berbunyi sebagai berikut:
Pasal 2 ayat (1):
Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya
diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan
negara atau perekonomian negara, dipidana penjara dengan penjara seumur
hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20
(dua puluh) tahun dan denda paling sedikit Rp200.000.000,00 (dua ratus juta
rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).107
Pasal 3:
Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain
atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana
yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan
keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara
seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama
20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit Rp50.000.000,00 (lima puluh
juta rupiah) dan paling banyak Rp1.000.000.000,00 (satu milyar rupiah).108
Penyalahgunaan kartu kredit pemerintah memenuhi unsur-unsur tindak pidana
korupsi sebagaimana tercantum dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 diatas. Hal ini
dikarenakan dalam penyalahgunaan, orang tersebut secara melawan hukum 109
105 Rosa Agustina, Perbuatan Melawan Hukum, hal. 54. 106 Indonesia, Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan No. PER-17/PB/2017, Pasal 10 huruf
(a). 107 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan
Tindak Pidana Korupsi, Pasal 2 ayat (1). 108 Ibid, Pasal 3. 109 Yang dimaksud dengan “secara melawan hukum” dalam Pasal ini mencakup perbuatan
melawan hukum dalam arti formil maupun dalam arti materiil, yakni meskipun perbuatan tersebut tidak
diatur dalam peraturan perundang-undangan, namun apabila perbuatan tersebut dianggap tercela karena
tidak sesuai dengan rasa keadilan atau norma-norma kehidupan sosial dalam masyarakat, maka
perbuatan tersebut dapat dipidana. Dalam ketentuan ini, kata “dapat” sebelum frasa “merugikan
keuangan atau perekonomian negara” menunjukkan bahwa tindak pidana korupsi merupakan delik
formil, yaitu adanya tindak pidana korupsi cukup dengan dipenuhinya unsur-unsur perbuatan yang
736 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi
dengan cara menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada
padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau
perekonomian negara. Penyalahgunaan tersebut dapat dikenai sanksi pidana
sebagaimana tercantum pada pasal diatas, mengingat kartu kredit pemerintah
merupakan sarana yang diberikan kepada pegawai negeri sipil tersebut dan
disalahgunakan oleh yang bersangkutan, sehingga menyebabkan kerugian bagi
keuangan negara.110
c. Pertanggungjawaban dari Perspektif Hukum Administrasi Negara
Mengingat pemegang kartu kredit pemerintah merupakan pejabat/pegawai
pemerintah yang termasuk ke dalam aparatur sipil negara, maka perlu dibahas juga
mengenai pertanggungjawaban dari sisi hukum administrasi negara yang dapat
dikenakan atas penyalahgunaan yang dapat dilakukan atas kartu kredit pemerintah.
Muhammad Djafar Saidi berpendapat bahwa:
Ketika Pejabat Negara dan Pegawai Negeri dalam pelaksanaan tugas melakukan
kerugian negara, maka tepat bila diterapkan instrumen Administrasi. Hal ini
didasarkan bahwa Pejabat Negara atau Pegawai Negeri telah melakukan
penyalahgunaan wewenang (detournement de pouvoir) bahkan melakukan
kesewenang-wenangan (daad van willekeur) dalam rangka pelaksanaan tugas
yang bersumber dari jabatan itu.111
Pegawai negeri sipil akan diberikan sanksi apabila melakukan pelanggaran
disiplin. Definisi pelanggaran disiplin disebut dalam Pasal 1 angka 3 Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil, yang
berbunyi:
Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan, atau perbuatan PNS yang
tidak mentaati kewajiban dan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS,
baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.112
Sementara sanksi administrasi berupa hukuman disiplin diatur dalam Peraturan
Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil pada Pasal
7, yaitu:113
sudah dirumuskan bukan dengan timbulnya akibat. Lihat: Penjelasan pasal 2 ayat (1) Undang-Undang
No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 110 Keuangan negara yang dimaksud adalah seluruh kekayaan negara dalam bentuk apapun, yang
dipisahkan atau yang tidak dipisahkan, termasuk di dalamnya segala bagian kekayaan negara dan segala
hak dan kewajiban yang timbul karena: (a) Berada dalam penguasaan, pengurusan, dan
pertanggungjawaban pejabat lembaga Negara, baik di tingkat pusat maupun di daerah; (b) Berada dalam
penguasaan, pengurusan, dan pertanggungjawaban Badan Usaha Milik Negara/Badan Usaha Milik
Daerah, yayasan, badan hukum, dan perusahaan yang menyertakan modal negara, atau perusahaan yang
menyertakan modal pihak ketiga berdasarkan perjanjian dengan Negara. Sedangkan yang dimaksud
dengan Perekonomian Negara adalah kehidupan perekonomian yang disusun sebagai usaha bersama
berdasarkan asas kekeluargaan ataupun usaha masyarakat secara mandiri yang didasarkan pada
kebijakan Pemerintah, baik di tingkat pusat maupun di daerah sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku yang bertujuan memberikan manfaat, kemakmuran, dan
kesejahteraan kepada seluruh kehidupan rakyat. Lihat: Bagian penjelasan umum Undang-Undang No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 111 Muhammad Djafar Saidi, Hukum Keuangan Negara, (Jakarta: PT Raja Grafindo Persada,
2008), hal. 142. 112 Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai Negeri Sipil,
Pasal 1 angka 3.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 737
1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a) Hukuman disiplin ringan;
b) Hukuman disiplin sedang; dan
c) Hukuman disiplin berat
2) Jenis hukuman disiplin ringan terdiri dari;
a) Teguran lisan;
b) Teguran tertulis; dan
c) Pernyataan tidak puas secara tertulis
3) Jenis hukuman disiplin sedang terdiri dari;
a) Penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b) Penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
4) Jenis hukuman disiplin berat terdiri dari;
a) Penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b) Pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c) Pembebasan dari jabatan;
d) Pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai
PNS; dan
e) Pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Selanjutnya, dapat dilihat dari beberapa peraturan terkait pegawai negeri sipil
bahwa terdapat sanksi yang dapat dikenakan atas penyalahgunaan kartu kredit
pemerintah yang dilakukan pegawai negeri sipil. Berikut merupakan aturan yang
mengatur sanksi tersebut:
1) Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara.
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat karena:
a) Melakukan penyelewengan terhadap Pancasila dan Undang-Undang
Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945;
b) Dihukum penjara atau kurungan berdasarkan putusan pengadilan yang
telah memiliki kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana
kejahatan jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya
dengan jabatan dan/atau pidana umum;
c) Menjadi anggota dan/atau pengurus partai politik; atau
d) Dihukum penjara berdasarkan putusan pengadilan yang telah memiliki
kekuatan hukum tetap karena melakukan tindak pidana dengan pidana
penjara paling singkat 2 (dua) tahun dan pidana yang dilakukan dengan
berencana.114
2) Pasal 9 huruf (a) Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang
Pemberhentian Pegawai Negeri Sipil sebagaimana yang terakhir kali
diubah oleh Peraturan Pemerintah Nomor 19 Tahun 2013.
Pegawai Negeri Sipil diberhentikan tidak dengan hormat sebagai Pegawai
Negeri Sipil apabila dipidana penjara atau kurungan berdasarkan keputusan
Pengadilan yang telah mempunyai kekuatan hukum yang tetap, karena:
113 Ibid., Pasal 7. 114 Indonesia, Undang-Undang Republik Indonesia No. 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil
Negara, Pasal 87 ayat (4).
738 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
a) Melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau tindak pidana
kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan; atau
b) Melakukan suatu tindak pidana kejahatan sebagaimana dimaksud
dalam Pasal 104 sampai dengan Pasal 161 Kitab Undang-undang
Hukum Pidana.115
Berdasarkan pasal-pasal di atas dapat ditarik kesimpulan bahwa Pegawai Negeri
Sipil yang telah divonis bersalah oleh pengadilan karena melakukan tindak pidana
korupsi sebagaimana tertuang pada Pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-Undang No.
31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi dapat diberikan sanksi
administratif berupa pemberhentian dengan tidak hormat, dengan catatan bahwa:
1) Tindakan tersebut memenuhi unsur-unsur pidana dalam Pasal 2 ayat (1) dan
pasal 3 Undang-Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak
Pidana Korupsi;
2) Pidana penjara yang diputus hakim berdasarkan putusan berkekuatan hukum
tetap;
3) Tindak pidana korupsi yang dilakukan ada hubungannya dengan jabatan.
VI. KESIMPULAN
Berdasarkan uraian dan analisis yang telah dipaparkan pada bab-bab
sebelumnya, penulis dapat mengambil kesimpulan sebagai berikut:
1. Kartu Kredit pemerintah memiliki jenis kartu kredit yang sama dengan kartu
kredit korporat. Hal yang membedakan keduanya adalah kartu kredit korporat
biasa digunakan oleh perusahaan swasta, sedangkan kartu kredit pemerintah
digunakan oleh badan/lembaga pemerintah untuk kepentingan belanja satker.
2. Terdapat hubungan hukum antara penerbit kartu kredit pemerintah, pemegang
kartu kredit pemerintah, dan penjual barang/jasa (merchant). Hubungan antara
penerbit kartu kredit pemerintah dan pemegang kartu kredit pemerintah
dituangkan dalam bentuk Perjanjian Kerja Sama Induk (PKS Induk) dan
Perjanjian Kerja Sama Standar (PKS Standar). Hubungan antara pemegang
kartu kredit pemerintah dengan merchant terjadi secara lisan sesuai ketentuan
yang disepakati antara pemegang kartu dan merchant. Sedangkan hubungan
hukum antara penerbit kartu kredit pemerintah dan merchant tertuang dalam
perjanjian merchant yang dibuat secara baku oleh pihak penerbit.
3. Pertanggungjawaban hukum yang dapat dikenakan atas penyalahgunaan kartu
kredit pemerintah dapat berupa sanksi perdata dengan dasar perbuatan
melawan hukum, sanksi pidana berupa hukuman atas tindak pidana korupsi
sebagaimana yang tercantum dalam pasal 2 ayat (1) dan pasal 3 Undang-
Undang No. 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi,
dan sanksi administratif berdasarkan Pasal 87 ayat (4) huruf b Undang-Undang
Nomor 5 Tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara dan Pasal 9 huruf (a)
Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai
Negeri Sipil sebagaimana yang terakhir kali diubah oleh Peraturan Pemerintah
Nomor 19 Tahun 2013 berupa pemberhentian tidak hormat karena pegawai
negeri sipil tersebut melakukan suatu tindak pidana kejahatan jabatan atau
tindak pidana kejahatan yang ada hubungannya dengan jabatan, dan/atau
115 Indonesia, Peraturan Pemerintah No. 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian Pegawai Negeri
Sipil, Pasal. 9.
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 739
dihukum Pidana penjara yang diputus hakim berdasarkan putusan berkekuatan
hukum tetap, yang merupakan sanksi pidana atas tindak pidana korupsi.
Saran
1. Diperlukan suatu peraturan tertulis di Indonesia yang mengatur secara tegas
sanksi-sanksi yang dapat diberikan kepada pegawai negeri sipil yang
menyalahgunakan kartu kredit pemerintah, misalnya melalui peraturan menteri
keuangan tentang kartu kredit pemerintah. Pengaturan ini diharapkan dapat
memperkecil penyalahgunaan kartu kredit pemerintah oleh pegawai negeri
sipil, sehingga memperkecil kebocoran anggaran keuangan negara.
2. Bank perlu melakukan suatu upaya kontrol untuk memperkecil potensi
penyalahgunaan kartu kredit pemerintah, misalnya melalui pembatasan
kategori pembelanjaan/merchant yang dikehendaki oleh pemerintah, sehingga
kartu kredit pemerintah tersebut hanya dapat digunakan atas
pembelanjaan/merchant yang kategorinya sesuai dengan keinginan pemerintah.
3. Perlu diadakan suatu pelatihan kepada pegawai negeri sipil yang akan diberi
kartu kredit pemerintah seperti yang dilakukan di Amerika Serikat. Hal ini
bertujuan agar pegawai negeri sipil pemegang kartu kredit pemerintah
mengetahui secara jelas bagaimana cara menggunakan kartu kredit pemerintah,
hak dan kewajiban yang diperoleh karena menggunakan kartu kredit
pemerintah, dan sanksi-sanksi yang dapat dikenakan atas penyalahgunaan
kartu kredit pemerintah tersebut.
DAFTAR REFERENSI
Buku
Agustina, Rosa. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Program Pascasarjana Fakultas
Hukum Universitas Indonesia, 2003.
Badrulzaman, Mariam Darus. KUH Perdata Buku III Hukum Perikatan Dengan
Penjelasan. Bandung: Alumni, 1996.
Djojodirdjo, M.A. Moegni. Perbuatan Melawan Hukum. Jakarta: Pradnya Paramitha,
2010.
Fuady, Munir. Perbuatan Melawan Hukum Pendekatan Kontemporer, cet. 1.
Bandung: Citra Aditya Bakti, 2002.
Hosein, P. Principles of Accounts. Oxford: Heinemann Educational Publishers, 1988.
Ibrahim, Johni. Teori & Metodologi Penelitian Hukum Normatif, cet. III. Malang:
Bayumedia Publishing, 2007.
Mamudji, Sri, Et al. Metode Penelitian dan Penulisan Hukum. Jakarta: Badan Penerbit
Fakultas Hukum Universitas Indonesia, 2005.
Saidi, Muhammad Djafar. Hukum Keuangan Negara. Jakarta: PT Raja Grafindo
Persada, 2008.
Siamat, Dahlan. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Intermedia, 1995.
Subagyo. Bank dan Lembaga Keuangan Lainnya, ed.2, cet.2. Yogyakarta: Bagian
Penerbitan Sekolah Tinggi Ilmu Ekonomi YKPN, 2005.
Thai, Khi V. Internal Public Procurement: Innovation and Knowledge Sharing. s.l:
Springer International Publishing, 2015.
Vollmar, H.F.A. Pengantar Studi Hukum Perdata. Jakarta: Rajawali, 1984.
740 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
Peraturan Perundang-Undangan
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Republik Indonesia. “Perjanjian Kerja Sama
Antara Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan Republik
Indonesia Dengan PT. Bank Rakyat Indonesia (Persero) TBK, PT. Bank Mandiri
(Persero) TBK, PT. Bank Negara Indonesia (Persero) TBK, PT. Bank Tabungan
Negara (Persero) TBK Tentang Koordinasi Pengembangan Pelaksanaan
Pembayaran Dengan Kartu Kredit Corporate Dalam Rangka Penggunaan Uang
Persediaan”
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgerlijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh
Subekti dan R. Tjitrosudibio. Jakarta: Balai Pustaka, 2014.
Indonesia. Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan, No. KEP-494/PB/2017
tanggal 29 September 2017.
________. Keputusan Direktur Jenderal Perbendaharaan, No. 653/PB/2018 tanggal
22 Desember 2018
________. Peraturan Bank Indonesia tentang Perubahan atasa Peraturan Bank
Indonesia nomor 11/11/PBI/2009 tentang Penyelenggaraan Kegiatan Alat
Pembayaran dengan Menggunakan Kartu, PBI nomor 14/2/PBI/2012, LN no.
11 tahun 2012, TLN no. 5275.
________. Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan. No. PER-17/PB/2017
tanggal 28 September 2017.
________. Peraturan Menteri Keuangan, No. 196/PMK.05/2018 tanggal 31 Desember
2018.
________. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 1979 tentang Pemberhentian
Pegawai Negeri Sipil.
________. Peraturan Pemerintah Nomor 53 Tahun 2010 Tentang Disiplin Pegawai
Negeri Sipil
________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 5 Tahun 2014 tentang
Aparatur Sipil Negara.
________. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang
Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
PT Bank Mandiri (Persero) TBK. “Perjanjian Kerjasama Tentang Penerbitan Kartu
Kredit Corporate Dalam Rangka Penggunaan Uang Persediaan”.
Skripsi, Tesis, dan Disertasi
Gusniati. ”Perbandingan Hukum Kartu Kredit Konvensional Dengan Kartu Kredit
Syariah”. Skripsi Sarjana Universitas Indonesia, 2005.
Rayhana, S. “Pertanggungjawaban atas Perbuatan Melawan Hukum Terhadap Tubuh
dan Jiwa Manusia dalam Kecelakaan Lalu Lintas (Studi Kasus Putusan Nomor:
04/Pdt.G/2013/PN.Psr)”. Skripsi Sarjana Universitas Indonesia 2015.
Publikasi Internet
Bank Indonesia. Metadata APMK. Tersedia dalam:
https://www.bi.go.id/id/statistik/metadata/sistem-
pembayaran/Documents/MetadataAPMK.pdf, diakses 1 April 2018.
BII Maybank. Guidance Book BII Corporate Credit Card. Tersedia dalam:
https://www.maybank.co.id/sites/en/corporate/credit-
card/corporate_card/Documents/Guidance%20Book%20BII%20Corporate%20C
redit%20Card.pdf, diakses pada 19 Desember 2018
Tinjauan Yuridis Pertanggungjawaban Hukum, Shandy Aditya Pratama, Abdul Salam 741
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Negara, Buku Pintar Kartu Kredit Pemerintah,
ftp://ftp1.djpb.kemenkeu.go.id/pengumuman/2018/Buku%20pintar%20KartuKre
dit%20Corporate_FIX%20140318.pdf, 14 Maret 2018.
Government Accountability Office. “Actions Needed to Strengthen Internal Controls
to Reduce Fraudulent, Improper, and Abusive Purchases”.
<https://www.gao.gov/new.items/d08333.pdf>, Diakses 25 Desember 2018
Kementerian Keuangan Republik Indonesia, Buku Pintar Kartu Kredit Pemerintah,
Jilid 2,
<https://drive.google.com/open?id=1SXpnQ5OP9KNRPRmTXsqpKUOyRwTn
5BfA>, diakses pada 26 Agustus 2019
Federal Reserve Bank of Philadelphia, “Government Use of the Payment Card System:
Issuance, Acceptance, and Regulation”, By Susan Herbst-Murphy, 11-12 July
2011, <https://www.philadelphiafed.org/-/media/consumer-finance-
institute/payment-cards-center/publications/conference-summaries/2012/C-
2012-Government-Use-of-the-Payment-Card-System.pdf>, diakses pada 11 Juni
2019
Internet
Bloomenthal, Andrew. “Credit Card”,
<https://www.investopedia.com/terms/c/creditcard.asp>, diakses 4 Maret 2018.
Direktorat Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI. “Satker (Satuan
Kerja)”.
<https://www.djpbn.kemenkeu.go.id/portal/id/datapublikasi/kamus/kamusspan/2
003-satker-satuan-kerja.html>, diakses 15 Maret 2018.
GSA. “How SmartPay Works”. <https://smartpay.gsa.gov/content/about-gsa-
smartpay#sa28>, Diakses 16 Desember 2018
____, “Center for Charge Card Management and GSA Smartpay”,
<https://www.gsa.gov/about-us/organization/federal-acquisition-service/-office-
of-professional-services-and-human-capital-categories/center-for-charge-card-
management-and-gsa-smartpay>, diakses 14 Desember 2018
GSA SmartPay. “The GSA SmartPay Program”,
<https://smartpay.gsa.gov/content/about-gsa-smartpay#sa17>, diakses 14
Desember 2018
Harrow, Robert. “Corporate Credit Cards: How They Work, and Differences vs.
Business Cards”. <https://www.valuepenguin.com/corporate-credit-cards-
explanation-comparison>, diakses 21 Desember 2018.
Hayes, Adam. “Point of Sale (POS)” < https://www.investopedia.com/terms/p/point-
of-sale.asp>, diakses 14 Desember 2018
Hadijah, Siti. “Plus dan Minus Cashless di Indonesia dan Upaya Perbaikan yang Perlu
Ditingkatkan”. <https://www.cermati.com/artikel/plus-dan-minus-cashless-di-
indonesia-dan-upaya-perbaikan-yang-perlu-ditingkatkan>, diakses 10 Juni 2019.
Hima (Himpunan Mahasiswa) Akuntansi Binus University Faculty of Economic and
Communication. “Fraud (Kecurangan) Dalam Akuntansi”.
<https://accounting.binus.ac.id/2015/03/09/fraud-kecurangan-dalam-
akuntansi/>, diakses 15 Maret 2018.
KBBI. “Insidental”. <https://kbbi.web.id/insidental>, diakses 11 Maret 2018
Kozaryn, Linda D, “DoD Fights Government Credit Card Abuse”.
<https://www.navy.mil/submit/display.asp?story_id=1167>, Diakses 25
Desember 2018
742 Jurnal Hukum & Pembangunan Tahun ke-49 No.3 Juli-September 2019
Miklaszewski, Jim dan Courtney Kube. “Pentagon Workers Jackpot Over Casino Strip
Card Charges”. <https://www.nbcnews.com/news/us-news/pentagon-workers-
jackpot-over-casino-strip-card-charges-n355336>, diakses 4 Maret 2018.
Novitasari, Diana. “Perjanjian Kerjasama”.
<https://jdih.kepriprov.go.id/artikel/tulisanhukum/29-perjanjian-kerjasama>,
diakses 10 Maret 2018.
Rajagukguk, Ranto. “Pemerintah Belanja Pakai Kartu Kredit, BI Tingkatkan
Akuntabilitas”. <http://www.inews.id/finance/read/pemerintah-belanja-pakai-
kartu-kredit-bi-tingkatkan-akuntabi-litas?sub_slug=makro>, diakses 3 Maret
2018.
Scotia Bank. “Customer Representative”. <http://jobs.scotiabank.com/ca/alberta/retail-
banking/jobid8239992-customer-representative-(part-time)-jobs>, diakses 4
Maret 2018
Situmorang, P. Anggun. “Menteri Sri Mulyani Terapkan Penggunaan Kartu Kredit
Dalam Pembayaran Belanja K/L”. https://www.merdeka.com/uang/menteri-sri-
mulyani-terapkan-penggunaan-kartu-kredit-dalam-pembayaran-belanja-kl.html,
diakses 15 Maret 2018.