Download - Isi Jurnal Edisi Perdana (14-02-2014)
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
1
Konstribusi Penguasaan Teori
Terhadap Kemampuan Keterampilan Siswa
Pada Siswa Kursus Tata Kecantikan Rambut di DKI Jakarta
Burhan Miftah1
Abstract: The purpose of this research is to obtain empirical data about the
relationship of learning outcomes in theory (mastery theory) towards student's
skills in the basic classes of hair beauty courses in DKI Jakarta. The
population of this research was students of the basic classes of hair beauty
courses in DKI Jakarta, who had completed theoretical lessons and have
completed or were completing practical lessons. The sample consisted of 133
persons which was taken by using cluster random sampling technique on 11 of
hair beauty courses in DKI Jakarta.
The instruments used to collect the data were; (1) a test to measure learning
outcomes in theory (mastery theory), (2) and a rating scale to measure student's
skills. The method used in this research was survey with simple regression and
correlation technique to analyze the data obtained and t and F test were used
to test the hypotheses at the level of significance = 0.05 The result of simple correlation analysis reviewed that there is a significant
correlation found between learning outcomes in theory and student's skills (r =
0.58), and a coefficient determination of 0.3329. Which means that 33.29 % of
variance of student's skills is determinated by learning outcomes in theory. So
that, contribution learning outcomes in theory (mastery theory) towards
student's skills is 33.29 %. The result of simple regression analysis showed that
learning outcomes in theory (mastery theory) could predict student,s skills
with a regression equation of = 65.99 + 1.20 X.
Kata kunci: Kontribusi penguasaan teori, keterampilan siswa
Perkembangan industri dan pertumbuhan perusahaan-perusahaan menuntut
tersedianya tenaga ahli yang mempunyai kemampuan untuk dapat menyelenggarakan
kegiatan tertentu. Pendidikan formal pada umumnya tidak menghasilkan lulusan
yang siap kerja, tetapi hanya lulusan yang siap latih. Oleh sebab itu, pendidikan
nonformal juga merupakan jembatan antara pendidikan sekolah dan dunia kerja.
Berbagai kursus dan bentuk latihan kerja lain memungkinkan lulusan sekolah-sekolah
1 Dr. Burhan Miftah, M.Pd., adalah Kabid PNFI Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowos, E-mai l: [email protected]. Alamat: Jl. S Parman No, 21 RT 01 RW 01 Badean Bondowoso
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
2
jenis tertentu memperoleh kemampuan kerja yang diperlukan di dunia kerja. Peluang
amat luas tersedia di jalur pendidikan nonformal untuk memperoleh pendidikan yang
tidak dapat diperoleh di jalur pendidikan formal melalui kursus, kelompok belajar dan
pelatihan keterampilan.
Salah satu jenis kursus yang populer di tengah masyarakat adalah kursus tata
rias rambut. Tujuan kursus tata rias rambut menurut Direktorat Pendidikan Masyarakat
adalah meningkatkan pengetahuan, keterampilan dan sikap warga belajar, agar mampu
melaksanakan kegiatan tata rias rambut dalam rangka memperoleh kesempatan kerja
sebagai bekal kehidupan dan penghidupannya. Dalam penyelenggaraan kursus tata rias
rambut terdapat beberapa komponen yang saling kait-mengkait dan menunjang dalam
pencapaian tujuan penyelenggaraan kursus. Komponen-komponen Kursus tata risa
rambut adalah pamong kegiatan belajar, warga belajar (siswa), sumber belajar (guru),
prasarana belajar, sarana belajar, dana, program kegiatan belajar (kurikulum), metode
belajar, motivasi belajar, dan hasil belajar.
Dalam kenyataan terdapat aneka ragam keberhasilan dalam penyelenggaraan
kursus tata rias rambut, baik dilihat dari hasil belajar, maupun programnya.
Keanekaragaman tersebut dipengaruhi oleh: keaneka-ragaman latar belakang siswa
baik dari segi umur, pendidikan, inteligensi, kedudukan sosial maupun ekonominya,
dan motivasi belajarnya, dan keanekaragaman, berbagai komponen program
penyelenggaraan lainnya, seperti media, tenaga pendidik, proses belajar mengajar baik
teori maupun praktik, sarana dan prasarana, alat bantu, dan lain-lain. Akan tetapi
kurikulum yang dipergunakan dalam kursus tata rias rambut sama yaitu berpedoman
pada kurikulum yang dikeluarkan oleh Depdikbud
Pada kursus tata rias rambut aspek keterampilan (psikomotorik) merupakan
aspek utama yang harus dikuasai oleh siswa, di samping aspek teori (kognitif)
dan sikap (afektif). Hal ini sesuai dengan tujuan dari penyelenggaraan kursus tata rias
rambut yang mementingkan aspek keterampilan siswa. Untuk mengukur hasil belajar
pada kursus tata rias rambut baik pelajaran teori maupun keterampilan (psikomotorik)
diadakan ujian atau uji kompetensi.
Teori menurut Kerlinger adalah serangkaian konsep, sistematis tentang suatu
fenomena. Curzon mengatakan bahwa teori adalah suatu sistem ide-ide (kognisi) yang
berusaha menjelaskan sekelompok gejala. Berdasarkan pengertian di atas, maka dapat
disimpulkan bahwa penguasaan teori berarti hasil belajar di ranah kognitif, berkenaan
dengan hasil belajar di bidang pengetahuan dan kemampuan intelektual. Tujuan ranah
kognitif bermaksud mengarahkan siswa untuk mengembangkan kemampuan
intelektual, mulai dari mengingat kembali informasi-informasi yang didapat melalui
pengalaman belajarnya sampai kemampuan menilai kejadian, peristiwa, dan pendapat
melalui akalnya yang berupa konsep, definisi, prinsip-prinsip, dan proposisi yang
saling berkaitan dan bertujuan untuk memberikan gambaran yang sistematis tentang
apa yang dipelajari. Hasil belajar keterampilan menurut Aronson dan Bringgs adalah
perilaku siswa yang dapat diamati dari cara siswa tersebut menunjukkan kemampuan
yang telah dipelajarinya. Ranah psikomotorik berkenaan dengan kemampuan sesorang
secara motorik. Hasil belajar psikomotorik menekankan pada otot dan motorik,
manipulasi, atau obyek serta koordinasi neuromuskular. (Bloom dan kawan-kawan)
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
3
Proses pengajaran keterampilan menurut Curzon adalah (a) menjelaskan
kepada siswa tentang jenis, bentuk, dan signifikansi dari keterampilan yang akan
diajarkan, (b) memformulasikan peranan dan aturan yang akan dilaksanakan dalam
kegiatan yang akan ditampilkan hingga siswa memper oleh dasar-dasar teoritis, (c)
menyajikan model kegiatan sehinngga esensi dan nilai peranan dan aturan itu dapat
dikenal, (d) siswa berusaha melakukan tindakan sesuai dengan tugas dibawah
bimbingan dan secara terus-menerus dilakukan perbaikan-perbaikan terhadap tindakan
yang keliru, (e) siswa dapat melakukan tugas secara sistematis, mandiri, dan tanpa
bimbingan sehingga dapat membentuk kebiasaan.
METODE PENELITIAN
Pelaksanaan penelitian ini menggunakan metode survey, yaitu melakukan
pengumpulan data pada siswa di lembaga kursus Tata Rias Rambut yang ada DKI
Jakarta. Populasi penelitian ini adalah seluruh siswa Kursus Tata Rias Rambut
Tingkat Dasar pada lembaga-lembaga kursus tata rias rambut di DKI Jakarta.
Pengambilan sampel menggunakan Cluster Random Sampling.
Untuk memperoleh data tentang penguasaan teori dan keterampilan,
maka disusun instrumen sebagai berikut: (1) Tes penguasaan teori, data tentang hasil
belajar teori digunakan Tes sebagaimana pendapat Gronlund dan Popham. Validitas
butir dengan melakukan analisis butir soal yaitu mencari tingkat kesukaran dan daya
pembeda. Tingkat kesukaran untuk melihat apakah soal tersebut untuk populasi
penelitian, sedangkan daya pembeda digunakan untuk melihat apakah soal tersebut
dapat membedakan antara yang menguasai materi dengan yang tidak. Hasil analisis
butir soal untuk tingkat kesukaran diperoleh: Mudah 18 (30 %) butir, Sedang 28 (47
%) butir, dan Sukar 14 (23 %) butir, sedangkan hasil perhitungan daya pembeda adalah
layak dipakai 50 butir dan dibuang 10 butir. Reliabilitas instrumen tes ini digunakan
rumus KR21, dinyatakan reliabel apabila perhitungan sama atau lebih dari 0,70 seperti
yang disarankan Fraenkel & Wallen. Hasil perhitungan KR21= 0,71 sehingga dapat
dikatakan reliabel.
Skala penilaian (rating scale). Skala penilaian (rating scale) yang digunakan
untuk mendapatkan data tentang keterampilan sebagaimana disarankan Gronlund
dan Popham. Lembar penilaian (rating scale) ini menggunakan skala penilaian 1
s.d. 5 mulai dari tidak baik sampai dengan sangat baik. Untuk mengetahui validitas
instrumen rating scale pengukur keterampilan ini menggunakan pendekatan content
validity yaitu mengacu pada kurikulum kurikulum tata rias rambut tingkat dasar yang
memiliki 5 aspek kemampuan/tugas belajar/kompetensi dasar dan 30 sub aspek
kemampuan belajar/kompetensi. Di samping itu juga digunakan pendekatan face
validity yaitu mengadakan kajian terhadap instrumen melalui sebuah forum diskusi
dengan mengundang para penguji/guru tata rias rambut yang membahas, mengkritik,
menambah atau mengurangi materi-materi yang ada dalam instrumen.
Reliabilitas instrumen rating scale ini digunakan korelasi product moment
dengan cara mengkorelasikan hasil penilaian penilai 1 dengan penilai 2. Dalam
melaksanakan praktik menata/merias rambut setiap siswa dinilai oleh dua orang guru
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
4
dengan menggunakan lembar penilaian. Instrumen ini dinyatakan reliabel apabila
korelasi antara hasil penilaian dua orang tersebut mempunyai harga r-hitung > r tabel
pada = 0,05. Hasil perhitungan rxy (r hitung) = 0,725, sedangkan r tabel pada taraf siginifikansi 0,05 dengan n= 32 r-tabel= 0,349. Dengan demikian, instrumen pengukur
yang berbentuk lembaran penilaian keterampilan memenuhi persyaratan reliabilitas.
Teknik analisis data: pertama, gambaran umum mengenai hasil penelitian
diperoleh dari hasil analisis frekuensi masing-masing variabel. Deskripsi data tersebut
meliputi penyebaran data dalam bentuk pengelompokan data, rata-rata hitung, median,
modus, dan simpangan baku. Kedua, selanjutnya adalah melakukan pengujian hipotesis.
Pengujian hipotesis penelitian digunakan analisis regresi dan korelasi
sederhana beserta uji keberartiannya. Digunakannya teknik tersebut karena analisis
regresi menyangkut hubungan satu arah antara variabel bebas dengan variabel terikat.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Sesuai dengan tujuan penelitian yang telah dirumuskan, diperoleh dua macam
data yang harus dianalisis, yaitu data tentang penguasaan teori (X), dan keterampilan
siswa (Y). Data tersebut diperoleh melalui 2 macam instrumen penelitian yang
meliputi tes untuk menjaring data Penguasaan teori, dan lembar penilaian (rating scale)
untuk menjaring data hasil belajar dalam bentuk keterampilan. Sampel penelitian yang
diambil secara acak berukuran 133 subyek dari keseluruhan siswa yang telah
menyelesaikan pelajaran teori dan telah/sedang menyelesaikan pelajaran praktik pada
kursus tata rias rambut tingkat dasar di DKI Jakarta. Setelah dilakukan pengecekan dan
penskoran terhadap instrumen tersebut, maka diperoleh data mengenai penguasaan
teori, dan keterampilan siswa kursus tata rias rambut tingkat dasar di DKI Jakarta dapat
disajikan berikut ini.
1. Data Penguasaan Yeori
Data tentang penguasaan teori menunjukkan skor tertinggi adalah 48, skor
terendah 21, nilai rata-rata 37, simpangan baku 4,98, modus 39, dan median 38.
Tabel 1 Distribusi Frekuensi Skor Penguasaan Teori Siswa Kursus Tata Rias
Rambut Tingkat dasar.
Kelompok Penguasaan Teori Fabs frel.
1
2
3
4
5
6
7
8
19 - 22
23 - 26
27 - 30
31 - 34
35 - 38
39 - 42
43 - 46
47 - 50
1
4
10
15
47
41
13
2
1
3
7
11
35
32
9
2
133 100
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
5
Apabila diperhatikan distribusi frekuensi dan histogram skor penguasaan teori,
diketahui bahwa skor penguasaan teori ini kebanyakan menyebar pada kelas interval
35-38 sebanyak 47 orang, dan kelas interval 39-42 sebanyak 41 orang.
Gambar 1 Distribusi Frekuensi Skor Penguasaan Teori Siswa Kursus Tata Rias Rambut
Tingkat Dasar.
Penyebaran sebagian besar skor tersebut memperlihatkan bahwa prestasi siswa
dalam penguasaan teori cukup memuaskan
2 . Data tentang Keterampilan siswa.
Data terahir yang didapat dalam penelitian ini adalah data tentang keterampilan
siswa. Data ini terdiri atas skor tertinggi adalah 135, skor terendah adalah 87, nilai
rata-rata 110, simpangan baku 10,37, modus 104, dan median 107, (lampiran D-3).
Untuk memperjelas keterangan di atas distribusi frekuensi dan
histogramnya dapat dilihat pada tabel 2 dan gambar 2 .
Tabel 2 Distribusi Frekuensi Skor Keterampilan Siswa Kursus Tata rias Rambut
tingkat Dasar.
Kelompok Hasil Belajar
Keterampilan
fabs frel.
1
2
3
4
5
6
7
8
85 - 91
92 - 98
99 - 105
106 - 112
113 - 119
120 - 126
127 - 133
134 - 140
2
11
32
41
20
15
8
4
2
8
24
31
15
11
6
3
133 100
Memperhatikan distribusi frekuensi relatif dan histogramnya, dapat dijelaskan
sebagian besar skor keterampilan siswa menyebar secara berturut-turut pada kelas
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
6
interval 99-105 terdapat sebanyak 32 orang, kelas interval 106-112 sebanyak 41 orang,
dan kelas interval 113-119 sebanyak 20 orang.
Gambar 2 Histogram untuk Distribusi Frekuensi Skor Keterampilan Siswa Kursus
Tata Rias Rambut Tingkat Dasar.
Sama halnya dengan data sebelumnya, penyebaran sebagian besar skor
keterampilan siswa pada kelas interval kelompok menengah tersebut memperlihatkan
bahwa keterampilan siswa juga cukup memuaskan.
Pengujian Hipotesis Penelitian
Melalui analisis regresi sederhana Y atas X, diperoleh persamaan regresi = 65,99 + 1,20 X. Untuk mengetahui apakah persamaan regresi Y atas X signifikan
atau tidak, maka perlu dilakukan pengujian signifikansinya dengan menggunakan uji
F. Setelah diketahui signifikansi persamaan regresi Y atas X tersebut, juga perlu
diketahui kelinearannya dengan menggunakan uji F pula.
Tabel 3 Daftar Analisis Varians untuk Uji Signifikansi dan Kelinearan Regresi Y atas X Sumber varias dk JK KT Fi Ft
Total 133 1632598 - - -
Koefisien (a) 1 1620098 1620098 64,72 3,91
Regresi (b/a) 1 4693 4693
Sisa 131 9499 72,51
Tuna Cocok 22 1494 41,52 0,57 1,59
Galat 109 8005 72.77
Berdasarkan analisis varians di atas untuk uji kelinearan regresi Y atas X
diperoleh harga F-hitung sebesar 0,57. Daftar distribusi F (22,109) = 1,59 pada taraf
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
7
nyata = 0,05. Dengan demikian F-hitung< F-tabel pada taraf nyata = 0,05, sehingga persamaan regresi Y atas X adalah linear.
Selanjutnya analisis varians di atas untuk uji signifikansi persamaan
regresi ini diperoleh harga F sebesar 64,72. Daftar distribusi F (1,131) = 3,91 pada taraf
nyata = 0,05. Dengan demikian F-hitung > F-tabel pada taraf nyata = 0,05, sehingga hipotesis nol yang menyatakan bahwa koefesian arah regresi tidak signifikan
ditolak. Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa koefesien arah regresi =65,99+1,20X sangatlah signifikan. Dengan memperhatikan hasil-hasil di atas, dapatlah
dilakukan pengujian terhadap hipotesis yang berbunyi "terdapat hubungan antara
penguasaan teori dengan keterampilan siswa", digunakanlah teknik korelasi Pearson
Product Moment. Dari hasil perhitungan koefisien korelasi sederhana antara X2
dengan Y diperoleh r = 0,58, besar koefesien determinasi r2 = 0,3329 atau kontribusi
sebesar 33,29 %. Untuk mengetahui apakah koefesien korelasi ini signifikan atau tidak,
maka perlu dilakukan pemeriksaan melalui uji t. Analisis statistik untuk uji ini
menghasilkan harga t-hitung sebesar 8,08. Dari daftar distribusi t dengan dk = 131, pada
taraf = 0,05 didapatkan harga t-tabel sebesar 1,96. Ternyata harga t-hitung > harga t-tabel pada taraf nyata = 0,05, sehingga dapat diambil kesimpulan adalah bahwa koefesien korelasi r = 0,58 signifikan.
Hasil pengujian tersebut dapatlah dibuat kesimpulan bahwa "hubungan
antara penguasaan teori dengan keterampilan siswa" signifikan. Hasil pengujian
ini juga memperlihatkan adanya hubungan berbanding lurus antara penguasaan teori
dengan keterampilan siswa. Hal ini dapat ditafsirkan bahwa makin tinggi penguasaan
teori seorang siswa, makin tinggi pula keterampilan siswa. Hal ini berarti 33,29 %
meningkatnya atau menurunnya penguasaan teori dapat dijelaskan oleh keterampilan
siswa melalui persamaan regresi linear sederhana = 65,99 + 1,20 X. Mengingat uji signifikansi regresi ini telah membuktikan bahwa persamaan
regresi linear sederhana = 65,99 + 1,20 X adalah signifikan. Hal ini dapat disimpulkan bahwa hasil belajar teori dapat memprediksi keterampilan siswa". Jadi,
regresi Y atas X secara berarti dapat digunakan untuk memprediksi rata-rata
keterampilan siswa (Y) apabila rata-rata penguasaan teori (X) diketahui.
Hasil pengujian hipotesis bahwa terdapat hubungan positif antara penguasaan
teori dengan keterampilan siswa, di peroleh r sebesar 0,58 dan koefesien determinasi r2
= 0,3329. Dengan hasil pengujian ini dapat disimpulkan bahwa penguasaan teori
memiliki pengaruh yang signifikan terhadap keterampilan siswa sebesar 33,29 % dan
selebihnya pengaruh dari faktor-faktor lain. Diduga faktor-faktor lain tersebut adalah
kreativitas, bakat, minat, aspirasi kerja, motivasi kerja, banyaknya (frekuensi)
latihan (praktik), kualitas dan kuantitas sumber-sumber belajar yang tersedia, kualitas
dan kemampuan guru mengajar praktik (keterampilan), dan lain-lain yang tidak
termasuk dalam penelitian ini. Dengan demikian besarnya koofisien determinasi
tersebut menggambarkan keeratan hubungan antara penguasaan teori dengan
keterampilan siswa telah dibuktikan dalam penelitian. Penemuan ini sejalan dengan apa
yang dikemukakan Smith & Ragan dan Fitts seperti dikutip Curzon bahwa dalam
mempelajari keterampilan ada 3 phase. Pertama, fase kognitif, selama fase permulaaan
ini (kognitif), siswa memperoleh informasi verbal tentang prosedur dan tata cara
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
8
setiap komponen dari keterampilan yang dipelajarinya. Kedua, fase assoasiasi, siswa
mulai mempelajari secara fisik keterampilan itu, gerakan nyata diperlukan selama fase
ini. Ketiga, fase otomatis, siswa melakukan praktik dan umpan balik, sehingga siswa
mencapai kemajuan dari gerakan yang kasar (kaku) menjadi gerakan
yang halus (terampil) . Sebagaimana dijelaskan di dalam kerangka teori dan kerangka
berfikir bahwa penguasaan teori tak lain adalah hasil belajar di ranah kognitif,
maka asumsi-asumsi yang menjelaskan adanya kaitan sangat erat antara hasil belajar
teori dengan keterampilan siswa, hal ini sudah dibuktikan dalam penelitian.
Hasil pengujian signifikansi telah membuktikan bahwa persamaan regresi
linear sederhana = 65,99 + 1,20 X adalah signifikan, maka dapat digunakan untuk memprediksi rata-rata keterampilan siswa apabila rata-rata penguasaan teori sudah
diketahui. Misalnya, bila seorang siswa memperoleh skor rata-rata penguasaan teori
sebesar 42, maka skor rata-rata keterampilan siswa yang akan diperoleh dapat
diprediksikan sebesar = 65,99 + 1,20 (42) = 116. Dengan demikian dapat
disimpulkan bahwa bila sesorang memiliki hasil belajar teori yang tinggi, maka ia
akan memiliki keterampilan siswa yang tinggi pula dan sebaliknya.
KESIMPULAN
Berdasarkan hasil analisis statistik data yang telah dilakukan diperoleh; skor
rata-rata Penguasaan teori siswa sebesar 37, dan skor rata-rata keterampilan sebesar
10. Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa penguasaan teori, dan keterampilan
siswa cukup memuaskan.
Hasil analisis korelasi sederhana juga menunjukkan bahwa terdapat
hubungan positif antara hasil belajar teori dengan keterampilan siswa kursus tata rias
rambut (r = 0,58), dan koefisien determinasi 0,3329 atau sumbangannya (kontribusi)
sebesar 33,29 %. Hal ini berarti bahwa meningkat dan menurunnya siswa kursus
tata rias rambut dalam keterampilan 33,29 % dapat dijelaskan oleh penguasaan
teori mereka. Dengan demikian dapat dinyatakan bahwa keterampilan siswa kursus
tata rias rambut dipengaruhi faktor penguasaan teori mereka.
Hasil analisis regresi sederhana menunjukkan bahwa penguasaan teori dapat
memprediksi keterampilan siswa melalui persamaan regresi linear sederhana = 65,99 + 1,20 X, sehingga model regresi tersebut dapat digunakan untuk memprediksi rata-
rata keterampilan siswa apabila rata-rata penguasaan teori sudah diketahui. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa bila sesorang memiliki penguasaan teori yang
tinggi, maka ia akan memiliki keterampilan yang tinggi pula dan sebaliknya.
DAFTAR RUJUKAN
Aronson , Dennis T and Leslie J. Brings. Contribution of Gagne and Brings to A
Prescriptive Models of Instruction, Instructional-design Theories and
Models. An Overview of Their Current Status , ed. Charles M. Reigeluth.
Hillsdale, N.J. : Lawrence Erbaum Associate, Publisher, 1983
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
9
Bloom, Benjamin S. David R. Krathwohl, Bertram B. Masia. Taxonomy of Educational
Objectives. The Classification of Educational Goals, Handbook I: Cognive
Domain. London: Logman Group Ltd., 1964.
---------- Taxonomy of Educational Objectives. The Classification of Educational Goals,
Handbook III: Pschomotoric Domain. London: Logman Group Ltd., 1964.
Curzon, LB. Teaching in Further Education. An Outline of Principles and Practice,.
London : Holt Education, 1985
Dikmas, Buku Petunjuk Teknis Pelaksanaan Diklusemas
Jenis Tata Rias Rambut, Jakarta: Ditjen PLS Depdikbud, 2002
Fraenkel, Jack. R. & Norman. E. Wallen. How To Design and Evaluate Research In
Education. New York : McGraw-Hill Inc, 1993.
Gronlund, Norman E. Measurement and Evaluation in Teaching. New York
: Macmillan Publishing Company, 1985
Kerlinger , Fred N. Foundations of Behavioral Research (New York: Holt, Rinehart
and Winston, 1986
Popham. James W. Modern Educational Measurement. Englewood Cliffs, NJ:
Prentice Hall, Inc, 1981
Sudjana, Teknik Analisis Korelasi dan Regresi. Bandung: Tarsito, 1992
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
10
Internalisasi Nilai Karakter Dalam
Membangun Kultur Organisasi Pendidikan Studi Kasus pada Sekolah Tinggi Agama Islam Bondowoso
Juharyanto2
Abstract: This study describes charracters value integration in developing
organizational culture in education which has got various significance changes
in all aspect. This obviously can be seen from the lecturers professionalism programs, students output as well as the ongoing physical development. This is a qualitative research based on emic procedure through a case study design.
The data is collected by observation, documentation, and deep interview
techniques, and then analyzed through (1) data reduction, (2) data presentation,
and (3) conclusion. From data analyzed, shows that the integration of
charracters based on Islamic values in constructing organization culture in
STAI shows more effective impact. The values involve: (1) love, (2) sincerity,
(3) patient, (4) professional activities, (5) Gods Blessing, and (6) The awareness of previous history.
Kata Kunci: Nilai-nilai karakter berbasis Islam; Kultur Organisasi
Pendidikan nasional berfungsi mengembangkan kemampuan dan membentuk
watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan
bangsa, bertujuan untuk berkembangnya potensi peserta didik agar menjadi manusia
yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat,
berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta
bertanggung jawab (UU No. 20 tahun 2003). Lima dari delapan tujuan yang
dikehendaki oleh tujuan pendidikan nasional lebih dekat dengan nilai-nilai karakter.
Terciptanya generasi masa depan yang berkarakter merupakan sebuah kewajiban yang
harus dilakukan dan dikuatkan oleh semua lapisan dan institusi, khususnya pendidikan,
lebih-lebih pendidikan berbasis agama Islam, dimana agama merupakan satu-satunya
sumber (basis) utama nilai karakter yang secara universal diakui dan diyakini.
Eksistensi pendidikan Islam dalam kancah pendidikan nasional di Indonesia
memiliki urgensi yang sangat besar, utamanya sebagai pilar bagi bangunan pendidikan
Islam secara keseluruhan. Pendidikan Islam memiliki misi sebagai center of excellent
2 Dr. Juharyanto, MM., M.Pd. adalah pegawai Dinas Pendidikan Kabupaten Bondowoso, yang saat ini juga
bertugas sebagai Pembina Pusat MBS pada Direktorat Pembinaan Sekolah Dasar di Kementerian Pendidikan dan
Kebudayaan Jakarta. Email: [email protected] / juharyanto.blogspot.com
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
11
untuk menghasilkan generasi sujana yang bermanfaat bagi keseluruhan stakeholders
(rahmatan lil alamiin). Pendidikan Islam, tidak saja berfungsi sebagai garda terdepan
penegak tujuan pembangunan manusia, tetapi penyelamat bagi keseluruhan ciptaan
Tuhan. Tentu bergantung pada kemampuan melakukan eksplorasi nilai-nilai karakter
dan komitmen melakukan integrasi nilai-nilai tersebut ke dalam setiap denyut nadi
sistem organisasi pendidikannya, sehingga membudaya ke dalam perilaku (budaya)
organisasinya.
Muatan pendidikan karakter secara psikologis mencakup dimensi moral
reasoning, moral feeling, dan moral behaviour (Lickona:1991), atau dalam arti utuh
sebagai morality yang mencakup moral judgment and moral behaviour baik yang
bersifat prohibition-oriented morality maupun pro-social morality (Piager, 1967;
Kohlberg; 1975; Eisenberg-Berg; 1981). Secara pedagogis, pendidikan karakter
seyogyanya dikembangkan dengan menerapkan holistic approach, dengan pengertian
bahwa Effective character education is not adding a program or set of programs. Rather it is a tranformation of the culture and life of the school (Berkowitz: ... dalam goodcharacter.com: 2010): Sementara itu Lickona (1992) menegaskan bahw: In character education, its clear we want our children are able to judge what is right, care deeply about what is right, and then do what they believe to be right-event in the
face of pressure form without and temptation from within.
Menurut Muhadjir (1988:22) nilai dapat dibagi menjadi dua, yaitu: nilai hirarki
dan nilai instrumental. Nilai hirarki bersifat universal dan abadi, sedangkan nilai
instrumental dapat bersifat lokal, pasang surut dan temporal. Milton dan Robbins
(1996:31) membagi perangkat nilai menjadi dua bagian yaitu: (1) Nilai terminal,
merujuk ke keadaan akhir eksistensi yang sangat diinginkan sebagai suatu tujuan yang
ingin dicapai sesorang selama hidupnya; (2) Nilai instrumental, merujuk ke modus
perilaku yang lebih disukai atau cara mencapai nilai-nilai terminal.
Sistem nilai mendasar dari sebuah organisasi yang berdaya guna adalah nilai-
nilai yang dibangun dan dikuatkan melalui bentuk kepemimpinan berbasis nilai yang
kuat dan benar-benar dipraktekkan oleh pemimpin dengan bentuk keteladanan,
sehingga mengikat seluruh sistem organisasi ke dalam satu homogenitas karakter yang
menguatkan organisasi itu sendiri. Dalam hal ini pemimpin organisasi dapat
memulainya dengan membuat visi yang dapat dipercaya kebenarannya oleh para
anggota, mengkomunikasikan visi tersebut kesemua warga organisasi dan kemudian
melembagakan visi tersebut melalui berbagai perilaku, ritual, upacara, dan simbol,
begitu pula melalui sistem dan kebijakan organisasi (Wisnu dan Nurhasanah,
2005:263). Pemimpin berbasis nilai karakter akan meraih kepercayaan dan rasa hormat
dari seluruh anggota organisasinya tatkala pemimpin mampu secara kongkrit
mendemonstrasikan adanya semangat, kegigihan, perjuangan dan berkorban dalam
menjalankan nilai-nilai karakter organisasi. Seorang pemimpin dengan gaya dan
perilakunya dapat menciptakan nilai-nilai, aturan-aturan kerja yang dipahami dan
disepakati bersama serta mampu memengaruhi dan mengatur perilaku individu yang
ada didalamnya sehingga nilai-nilai tersebut menjadi sebuah perilaku anutan bersama,
yaitu yang disebut dengan budaya organisasi (Mohyi, 1999:199), yang berfungsi
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
12
sebagai pengikat formal dan non formal perilaku pimpinan, dosen, dan staf administrasi
dalam melaksanakan tugas sesuai dengan visi, misi, dan strategi organisasi pendidikan.
Dalam hal ini, budaya organisasi mempunyai pengaruh penting terhadap
motivasi (Anthony dan Darden, 1992: 67). Budaya organisasi dengan nilai karakter kuat
diyakini oleh semua anggota organisasi dan yang dipelajari, diterapkan, dan
dikembangkan secara berkesinambungan, berfungsi sebagai perekat, dan dapat
dijadikan acuan berperilaku dalam organisasi untuk mencapai tujuan organisasi. Upaya
tersebut menjadikan organisasi lebih berkembang dan dapat dijadikan pembeda
(karakteristik) dengan organisasi lainnya.
Ahli antropologi pendidikan Theodore Brameld menyatakan bahwa pendidikan
dan kebudayaan mempunyai hubungan yang sangat erat dalam arti keduanya berkenaan
dengan suatu hal yang sama yaitu nilai-nilai. Sementara itu sistem nilai merupakan
konsepsi-konsepsi hidup dalam alam pikiran sebagai warga masyarakat mengenai hal-hal yang harus mereka anggap sangat bernilai dalam hidup (Koentjaraningrat, 1982:2), sedangkan perilaku merupakan fungsi interaksi orang dengan lingkungan (Owens,1991:178). Produk dari interaksi itu bisa berbentuk perilaku baik yang
mendatangkan rasa aman, puas dan lain-lain dan perilaku buruk yang dapat
mendatangkan rasa ketakutan, kebencian dan lain-lain. Dalam organisasi, menurut teori
tersebut dapat berupa pemegang jabatan (Owens, 1991: 69), karyawan dan pelanggan (Robbins, 2002:17), dan keduanya berinteraksi dengan lingkungannya.
Denison (2000:42) menyatakan bahwa kultur dapat memengaruhi kinerja
organisasi, model budaya organisasi tersebut didasarkan pada sifat-sifat budaya yaitu
involvement, consistency, adaptability dan mission. Wijanarko (2006:63) menyatakan
nilai dan norma mengendalikan perilaku anggota organisasi, sehingga budaya
organisasi akan membentuk pola perilaku tertentu anggotanya.
Dalam pengamatan penulis, Sekolah Tinggi Agama Islam (STAI) At Taqwa
Bondowoso akhir-akhir ini menunjukkan perkembangan yang cukup signifikan. Penulis
berasumsi bahwa perkembangan tersebut disebabkan oleh sistem nilai karakter yang
diterapkan dalam rangka membangun sebuah budaya organisasi, khususnya berbasis
nilai-nilai karakter berbasis Islam, yang dikembangkan ke dalam visi dan misi lembaga.
Membangun dan mengembangkan visi dan misi berarti membangun dan
mengembangkan budaya yang berisi nilai-nilai budaya yang dapat mendukung
terwujudnya visi dan misi tersebut. Dan tentunya dibarengi dengan perubahan sikap,
nilai, persepsi, dan motivasi tinggi seluruh civitas akademikanya.
Selama ini aktivitas kampus sebagai tradisi yang dibangun adalah merupakan
implementasi nilai-nilai karakter yang dinternalisasi ke dalam budaya akademik, hal ini
tercermin dengan banyaknya kegiatan-kegiatan pengembangan yang bersifat ilmiah dan
professional mulai dari pengembangan SDM baik yang bersifa in-service training
maupun pre sevice training, sampai kepada menjalin hubungan kerjasama dengan
institusi internal dan eksternal sebagai wujud dari kepekaan kampus terhadap
lingkungan sosial organisasi.
Sedangkan aktivitas lain yang merupakan tradisi kampus sebagai implementasi
dari budaya mahad tercermin pada kegiatan shalat berjamaah, kultum harian, istighotsah, khotmil Quran, pengajian kitab kuning yang menambah suasana kampus
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
13
menjadi sangat agamis dan sarat dengan nilai-nilai karakter berbasis Islam. Melalui
mahad diharapkan berkembang suasana batin yang lebih halus yang kemudian melahirkan budaya berbasis nilai karakter (Islam).
METODE
Penelitian ini menggunakan jenis penelitian kualitatif dengan pendekatan
fenomenologi. Dalam bidang pendidikan, penelitian kualitatif seringkali disebut dengan
penelitian naturalistik. Dengan jenis tersebut, internalisasi nilai karakter dalam
membangun kultur organisasi pendidikan di STAI At Taqwa diamati dalam
keutuhannya dan sebagaimana terjadi secara alamiah (natural) di lokasi penelitian.
Penelitian ini tergolong dalam pendekatan fenomenologis. Peneliti bertujuan
untuk memahami fenomena-fenomena yang terjadi secara emic dalam subyek
penelitian, dimana peneliti akan mendeskripsikan hasil penelitian yang berupa kata-kata
yang diperoleh selama mengadakan pengamatan dan wawancara dengan sejumlah
informan.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode Verstehen, peneliti
dapat memahami konsep-konsep, pandangan-pandangan, nilai-nilai, ide-ide dan norma-
norma yang menjadi karakter utama dalam membangun budaya organisasi di STAI At
Taqwa, sehingga tidak terjadi kekeliruan penafsiran atas makna obyek yang diteliti.
Penelitian ini juga menggunakan rancangan studi kasus melalui tahapan pra
lapangan, tahap kegiatan lapangan dan penelitian yang sesungguhnya.
Penelitian ini berusaha menganalisa tentang proses dan dampak dari
internalisasi nilai-nilai karakter dalam membangun kultur organisasi di Sekolah Tinggi
Agama Islam At Taqwa Bondowoso.
Beberapa pertimbangan penetapan lokasi penelitian, antara lain; keunikan
masalah sangat menonjol sehingga sangat menarik untuk diteliti, kehidupan akademis
yang terlihat dinamis serta adanya kerjasama dengan mahad sebagai ciri khusus yang pada umumnya tidak dimiliki Perguruan Tinggi Agama Islam lainnya. Lokasi penelitian
mudah dijangkau. Disamping itu peneliti telah mengikuti perkembangan Sekolah
Tinggi Agama Islam At Taqwa Bondowoso sejak awal pendiriannya.
Sebagai instrumen kunci, peneliti berusaha melakukan pertemuan dengan
seluruh civitas akademika STAI At Taqwa secara langsung dengan subyek penelitian,
sekaligus melakukan observasi lapangan secara terus-menerus guna mengumpulkan
keseluruhan data yang dibutuhkan secara utuh. Proses penetapan subyek penelitian
menggunakan metode purposive sampling dengan teknik: extreme or deviant sampling,
Intensity sampling, Maximum variety sampling, dan Critical cases sampling. Dan
penentuan informan berikutnya menggunakan teknik Snowball Sampling.
Dalam mengumpulkan data, peneliti menggunakan tiga pendekatan, yaitu: (a)
pengamatan berperan serta, (b) Wawancara mendalam dan (c) dokumentasi. Sedangkan
untuk mengecek keabsahan data peneliti melakukan uji kredibilitas, transferabilitas,
dependabilitas, dan konfirmabititas.
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
14
HASIL dan PEMBAHASAN
Internalisasi Nilai-nilai karakter berbasis Islam di STAI At Taqwa Bondowoso.
Salah satu aspek yang ditekankan dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter
berbasis Islam yang ada di STAI At Taqwa Bondowoso dalam proses pengembangan
kultur organisasi Perguruan Tinggi Islam adalah nilai profesionalitas dan kesadaran.
Hal ini sebagaimana dikatakan oleh Rokeach dalam (Toha, 1996) yang menyatakan
bahwa nilai merupakan suatu tipe kepercayaan yang ada di dalam ruang lingkup sistem
kepercayaan dimana seseorang bertindak atau menghindari suatu tindakan, atau
mengenai suatu yang pantas atau tidak pantas dilakukan.
Hal ini yang menjadi aspek prioritas dalam pendidikan di STAI At Taqwa,
yaitu penanaman nilai-nilai pendidikan yang selalu berupaya untuk mendewasan
manusia secara utuh. Seperti yang katakan oleh Ki Hajar Dewantara, pendidikan adalah
tuntunan didalam tumbuhnya anak-anak, adapun maksudnya pendidikan yaitu
menuntun segala kekuatan kodrat yang ada pada anak-anak itu, agar mereka sebagai
manusia dan sebagai anggota masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan
setinggi-tingginya. (Suwarno, 1985:2)
Karenanya pengertian pendidikan menurut Islam adalah keseluruhan
pengertian yang terkandung didalam istilah ta'lim (mencakup pengetahuan teoritis serta
ketrampilan yang dibutuhkan dalam berprilaku sehari-hari), tarbiyah (menyampaikan
sedikit demi sedikit sehingga sempurna) dan ta'dib (usaha agar orang mengenali dan
mengakui tempat Tuhan dalam kehidupan ini).
Penanaman nilai-nilai karakter berbasis Islam di STAI At Taqwa Bondowoso
terlihat pada upaya menggerakkan kemampuan civitas akademika dalam berperilaku
yang sesuai dengan ajaran-ajaran Islam. Artinya pendidikan agama harus disikapi
bukan hanya mengajarkan pengetahuan tentang agama saja, melainkan dapat
membentuk sikap dan kepribadian warga kampus.
Dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam ternyata
berpengaruh terhadap perkembangan kultur organisasi STAI At Taqwa yang berakibat
terjadinya perubahan perilaku dan cara pandang warga kampus sebagai komunitas
intelektual. Terlebih lagi dengan adanya kerjasama dengan pesantren disekitar kampus
mahasiswa harus mengikuti keseluruhan proses pendidikan pesantren. Suasana religi di
STAI At Taqwa Bondowoso mengisyaratkan bahwa lembaga pendidikan ini memiliki
khas pendidikan yang mengacu pada nilai-nilai karakter berbasis Islam yang diterapkan.
Inovasi Kultur Organisasi di STAI At Taqwa Bondowoso
Bentuk konkrit inovasi kultur organisasi di STAI At Taqwa adalah munculnya
kesadaran akan pentingnya keterlibatan pondok pesantren dalam menguatkan nilai-nilai
karakter berbasis Islam pada mahasiswa, bahkan juga untuk menampung mahasiswa
mengabdi di pondok pesantren tersebut.
Pelaksanaan kerja sama dengan berbagai pondok pesantren pun tampaknya
perlu mendapat perhatian yang lebih serius dari pihak pengelola. Khususnya ketegasan
pembagian peran dan definisi koordinasi antar keduanya, mulai dari bentuk
koordinasinya, sistem monitoring dan evaluasinya, serta kejelasan bangunan karakter
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
15
dan nilai-nilai integratif dari internalisasi nilai karakter yang dikehendaki.
Menurut Mulkhan, belum tersusun sebuah konsep ilmu integral ilmiah yang
mampu mengatasi dikotomi ilmu umum dan ilmu agama itu sendiri. Dan jika tetap
dipaksakan, bisa saja mengakibatkan ambivalensi pada peserta didik yang akan
berpengaruh terhadap perkembangan jiwanya. Selain integrasi tersebut semakin
menambah berat beban peserta didik, akibat lebih lanjut adalah pengembangan
kemampuan peserta didik dalam menguasai ilmu akan terkesan lebih lambat dan hasil
belajar pun cenderung rendah (over load). Akhirnya, out-put yang dihasilkan lembaga
pendidikan Islam akan dipandang "rendah kualitasnya" dan kualitasnya dianggap di
bawah lembaga-lembaga pendidikan non keislaman. (Mulkan, 2002:188)
Kemampuan Membangun Kultur Organisasi dengan Internalisasi Karakter
Berbasis Nilai Islam
Bila didasarkan permasalahan budaya organisasi yang dikaji di atas, maka
budaya perguruan tinggi dan keberhasilan perguruan tinggi dalam rangka pencapaian
tujuan mempunyai hubungan yang sangat erat. Sebagaimana dikemukakan oleh Kotter
dan Heskett (1992: 6), dan Moeljono (2003: 102). Kotter dan Heskett menempatkan
budaya organisasi diurutan pertama dari faktor-faktor yang menetukan perilaku
manajemen, yaitu: (1) budaya organisasi, (2) struktur, system, rencana, kebijakan
formal (3) kepemimpinan, dan yang ke (4) lingkungan yang teratur dan bersaing.
Penempatan budaya organisasi diurutan pertama menunjukkan bahwa budaya dapat
mengkondisikan faktor-faktor diurutan berikutnya.
Sementara itu Moeljono (2003: 1002) dalam penelitiannya membuktikan
bahwa budaya organisasi berpengaruh pada produktivitas pelayanan terhadap
pelanggan. Dari dua penelitian tersebut diatas menunjukkan bahwa budaya organisasi
mempunyai hubungan yang erat dengan keberhasilan suatu organisasi/ lembaga
pendidikan.
Dalam proses internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam di STAI, konsep
keterpaduan agama dan ilmu yang dibangun bukanlah semata-mata pada tataran
kurikulum atau kerangka keilmuan semata, melainkan pada tataran perilaku warga
kampus yang akan terbentuk sebagai budaya. Untuk selalu berkembang secara terus
menerus, budaya harus dimiliki oleh seluruh komponen dalam organisasi Slater (2001).
Untuk itu individu dalam sebuah organisasi harus menjadi manusia pembelajar
sehingga memudahkan organisasi untuk selalu melakukan perubahan dan mampu
melakukan perkembangan.
Karena itu dengan proses internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam yang
ada di STAI At Taqwa Bondowoso tampil lebih menjadi pusat keunggulan pendidikan Islami sebagai proses internalisasi moralitas. Hal tersebut relevan dengan pernyataan Puspoprodjo (1999) bahwa moralitas adalah kualitas dalam perbuatan manusia yang
menunjukkan bahwa perbuatan itu benar atau salah. Moralitas mencakup pengertian
tentang baik buruknya perbuatan manusia.
Keterkaitan dengan penanaman nilai-nilai karakter berbasis Islam juga
dikemukakan oleh Harun Nasution, bahwa kemerosotan akhlak disebabkan
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
16
kesalahpahaman dalam interpretasi pendidikan agama. Di sana ada perbedaan antara
pengajaran agama dan pendidikan agama. Pengajaran agama bertujuan
mentransformasikan pengetahuan agama (akidah, fikih, ibadah) kepada anak didik,
akibatnya agama sebagai wacana dan khazanah intelektual belaka. Adapun pendidikan
agama bertujuan untuk menghasilkan manusia yang berjiwa agama dan mengamalkan
ajaran agamanya.
Maka sebagai solusi dibutuhkan beberapa hal: (1) Keteladanan atau
komunikasi perilaku yang profesional secara riil perlu diutamakan agar dapat
mengaktualisasikan nilai-nilai karakter yang disepakati; (2) Kegiatan profesional yang
religius para pendidik diharapkan mampu mensosialisasikan nilai-nilai karakter berbasis
Islam yang tercermin dalam tindakan rutinitas peserta didik; (3) Perlu peningkatan
pemahaman nilai-nilai karakter berbasis Islam dan diaktualisasikan di lembaga
pendidikan; (4) Kejelasan dan ketegasan batas kerjasama dengan pondok pesantren atau
instansi lain, sangat diperlukan, termasuk jabaran tugas dan kepersertaannya.
Sistem nilai mendasar di lembaga pendidikan STAI At Taqwa yang berdaya
guna adalah nilai-nilai yang dibangun dan dikuatkan melalui bentuk kepemimpinan
berbasis nilai yang kuat dan benar-benar dipraktekkan oleh pemimpin dengan bentuk
keteladanan.
Dari penjelasan di atas diketahui bahwa karakteristik kepemimpinan
mempunyai hubungan yang erat terhadap perilaku bawahan. Disamping itu pemahaman
nilai-nilai karakter berbasis Islam tidak timbul dengan sendirinya, salah satunya adalah
sejauh mana gaya kepemimpinan yang dilakukan dapat diterima anggota dalam
organisasi. Dasar yang dapat menjelaskan hubungan model kepemimpinan dengan
budaya organisasi yaitu: semangat kerja sama (profesionalitas dan kesabaran) dan
saling memahami (kecintaan, kesadaran sejarah dan hidayah Tuhan) adalah refleksi dan
sikap pribadi maupun sikap kelompok terhadap organisasi.
Aspek keterbukaan antara pimpinan dan anggotanya sangat dominan dalam
membangun kultur organisasi. Hal ini akan menumbuhkan saling kepercayaan dan
kecintaan antar anggota organisasi, karena komitmen atau loyalitas dalam organisasi
dapat dipakai sebagai dasar penentuan kebijakan organisasi guna meningkatkan kualitas
budaya dan pencapaian tujuan.
PENUTUP
Kesimpulan
1. Bahwa upaya internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam yang ada di Sekolah
Tinggi Agama Islam At Taqwa Bondowoso dalam proses pengembangan kultur
organisasi Perguruan Tinggi Islam lebih mengutamakan suasana: (1) Kegiatan
professional, (2) Ikhlas, (3) Kesabaran (4), Kecintaan (5) Petunjuk dari Tuhan yang
Maha Kuasa dan (6) Kesadaran sejarah. Oleh karenanya seorang pemimpin harus
menjadikan dirinya suri teladan (uswah) dan memberikan dorongan dan
menanamkan sifat keihlasan dan tanggung jawab yang kemudian akan menjadikan
dirinya untuk memiliki etos kerja yang tinggi. Di samping itu dalam proses
pengembangan kultur organisasi memiliki karakteristik seperti: (1) Berkualitas dan
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
17
sesuai dengan kebutuhan masyarakat yang semakin dinamis (2) Berpenampilan
modern (3) Memiliki leadership dan menegerial yang kokoh (4) Memiliki daya
dukung yang memadai, baik berupa SDM dan daya pendukung pendidikan lainnya.
(5) Dikenal masyarakat luas tentang orientasi pendidikannya. Untuk mengarahkan
pada kondisi lembaga setidaknya ada tiga hal yang harus dikembangkan sekaligus
diperkokoh: (1) Pengembangan leadership (2) Kurikulum dan (3) kultur
pendidikan yang sebenarnya.
2. Cara yang digunakan dalam menanamkan nilai-nilai karakter berbasis Islam adalah
menanamkan sikap perilaku dan motivasi dalam belajar dan mengajar yang secara
totalitas mengikuti pola menajemen Islami. Di samping itu aspek yang menjadi
sasaran pembaharuan memiliki karakter antara lain: 1, Mengutamakan
profesionalisme, 2. Bersifat fleksibel, 3. Mengambil keputusan oleh semua, 4.
Perencanaan disusun secara matang dan terukur, 5. Informasi selalu didistribusikan
secara luas, 6. Kompetisi diusahakan berkembang secara luas dan sehat, 7. Proaktif
dan berani mengambil resiko, 8. Berpegang teguh pada visi dan misi, dan 8)
konsistensi terhadap nilai karakter yang disepakati.
3. Proses pegembangan kultur organisasi STAI At Taqwa dimulai dari penciptaan
kondisi kerja yang professional yang kemudian merangsang tumbuhnya budaya
organisasi, yaitu budaya malu, disiplin, kerja keras yang didasari oleh nilai-nilai
karakter berbasis Islam, sebab amal atau kerja keras yang diyakini dengan rasa
keihlasan dan menganggap sebagai suatu hidayah akan terus dikerjakan dan
disikapi yang kemudian membentuk suatu budaya dalam kehidupan sehari-hari.
Saran
1. Parameter internalisasi nilai-nilai karakter berbasis Islam yang memunculkan terobosan inovatif dan tidak hanya sebatas konseptual dan simbolis sehingga perlu
dikembangkan dan diaktualisasikan oleh civitas akademika agar kualitas
pendidikan dan kepribadian warga kampus semakin baik dan Islami.
2. Kebijakan yang diberlakukan diharapkan lebih dilihat dan difahami secara detail
untuk menjadi kekuatan penggerak lembaga pendidikan yang inovatif.
3. Perlu pula bagi pihak pimpinan memberikan reward bagi mahasiswa maupun staf
pengajar yang menjunjung tinggi profesionalisme, dan sebaliknya bagi warga
kampus yang melakukan kesalahan atau sengaja melanggar aturan maka wajib
diambil tindakan tegas.
DAFTAR RUJUKAN
Anthony, RN. dan Darden, John. 1992, Sistem Pengendalian Manajemen, yang dialih
bahasakan oleh Ir. Agus Maulana, Binapura Aksara.
Denison, D: 2000. Organizational culture: Can it be a key lever for driving
organizational change?" in S. Cartwright and C. Cooper. (Eds.) The Handbook of
Organizational Culture. London: John Wiley & Sons.
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
18
Eisenberg, N. 1986. Altruistic emotion, cognition and behavior. Hillsdale, NJ: Erlbaum.
Koentjaraningrat, 1989a, Kebudayaan, Mentalitas, dan Pengembangan, Jakarta:
Gramedia
Kohlberg, L. 1984. The Psychology of Moral Development. San Francisco, CA: Harper
& Row.
Kotter dan Heskett , 1992, Peranan Budaya Terhadap Kinerja Dalam Perusahaan
(Corporate Culture And Performance).
Lickona, T. (1992). Educating for Character. How Our Schools Can Teach Respect and
Responsibility. NY: Bantam Doubleday.
Mochyi, A,1999, Teori dan Perilaku Organisasi, Malang: UMM Press.
Muhadjir.N.,1988, Metodologi Penelitian Kualitatif, Jogjakarta: Rake Sarasin
Muhadjir.N.,1993,Metodologi Penelitian Kualitatif, Bandung: Remaja Rosdakarya.
Owens, R. G., 1987, Organizational Behavior in Education, Thir edition New
Englewood Cliffs: Prentice-Hall, Inc.
Piaget,J. ,1967, The Moral Development of the Child. New York: Collier.
Rachmad, E., 2005, Budaya Kerja Perguruan Tinggi Swasta Studi Kasus di Universitas
Dieng Malang, Disertasi tidak dipublikasikan.
Rahardjo, M., (editor) 2006. Quo Vadis Pendidikan Islam, Pembacaan Realitas
Pendidikan Islam, Sosial dan Keagamaan, UIN Malang Press.
Robbins, S. P., 1996, Perilaku Organisasi Konsep Kontroversi Aplikasi, Jilid 2. Jakarta:
Prenhallindo.
Schwartz, S.H. 1977. Normative influences on altruism, in: L. BERKOWITZ (Ed.)
Advances in Experimental Social Psychology 10. New York, Academic Press.
Wijanarko, H., 2006, Slogan (online), http://ww, Jakarta consulting.com/art-01-45.htm
the Jakarta Consulting Group Partner In The Jakarta Consulting Group All Right
Reserved, diakses tgl 26 Agustus 2011.
Wisnu UR, Dicky dan Nurhasanah, S., 2005, Teori Organisasi Struktur dan Desain,
Malang: UMM Press.
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
19
Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Profesionalisme Guru
SD Daerah Terpencil Kabupaten Gunung Mas
Provinsi Kalimantan Tengah
Piter Joko Nugroho3
Abstract: The study was aimed at: 1) testing and describing the composition of
the factors influencing the professionalism of the elementary school teachers,
and 2) finding out and analyzing the factor (s) most influential to the
professionalism of the elementary school teachers remote areas. The sample of the study comprised 103 elementary school teachers working at the remote
areas in Gunung Mas Regency. The data were collected by using quistionnaire
and the analysis was conducted through descriptive, exploratory factors, and
multiple linier regression analysis, followed by F-test and t-test. The results of
the study were: 1) the composition of factors significantly influences the
teachers professionalism at the remote areas of Gunung Mas Regency includes
training, academic qualification, principal leadership, and the
prosperity/compensation; 2) Training is the most influential factor for the
professionalism, that is (t=2.820, B= .317, and = .006 (p
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
20
pemerataan pada daerah pelosok sehingga terjadi perluasan dan pemerataan pendidikan
secara nasional. Konsep pemerataan dalam pendidikan sendiri tidak bersifat tetap.
Belum ada satu konsep pun yang dapat dipakai sebagai dasar untuk perencanaan
kebijakan dalam segala keadaan. Coleman (1996) lebih menekankan mengenai
pentingnya pemerataan keefektifan unsur-unsur yang diperlukan untuk belajar di
sekolah. Unsur yang dianggap utama adalah karakteristik siswa, fasilitas, kurikulum,
dan guru. Lebih lanjut Lynch (2000) menjelaskan bahwa kesetaraan dalam pendidikan
secara umum dipandang sebagai masalah membagi pendidikan yang terkait dengan
peningkatan sumber daya yang lebih sama atau adil. (Lynch, 2000), secara keseluruhan
(Education for All).
Dalam rangka proses peningkatan mutu pendidikan berbasis sekolah
diperlukan guru yang mampu merubah status quo terutama dalam peningkatan mutu
pendidikan di sekolah dasar yang bergantung kepada tingkat profesionalisme guru
(Bafadal, 2003); lebih-lebih guru yang unggul (the excellent teacher) merupakan
critical resources in any excellent teaching learning activities (Shapero, 1985).
Walaupun masih diperlukan kajian terus-menerus, berbagai upaya telah
ditempuh oleh pemerintah baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah melalui
stakeholders terkait dalam upaya meningkatkan profesionalisme guru baik melalui
pemberian kesempatan mengikuti non job training dan in service training,
menyediakan program pembinaan yang teratur, menyiapkan forum akademik,
disamping kegiatan supervisi dan masih banyak lagi kegiatan lainnya (Mulyasa, 2012;
Gaffar, 1989).
Kabupaten Gunung Mas adalah salah satu kabupaten pemekaran yang ada di
provinsi Kalimantan Tengah dengan luas wilayah 10.804 km dan jumlah penduduk
96.838 jiwa (Sensus, 2010). Perbandingan luas wilayah dengan jumlah penduduk yang
masih dapat dikatakan relatif sedikit dengan penyebaran penduduk yang belum merata
pada kantong-kantong pemukiman penduduk yang terpisah satu dengan lainnya karena
berbagai faktor antara lain beratnya kondisi geografis karena terbatasnya infrastruktur
jalan, tentu saja membuat pelaksanaan pembangunan termasuk pembangunan dalam
bidang pendidikan masih jauh dari yang diharapkan. Dalam laporan Tahunan Dinas
Pendidikan Kabupaten Gunung Mas tahun 2010 teridentifikasi beberapa permasalahan
pendidikan yang ada pada kabupaten baru ini, dan yang paling menonjol adalah
berkaitan dengan belum meratanya akses pendidikan dan juga kualitas tenaga pendidik,
terutama untuk daerah-daerah terpencil. Belum meratanya akses pendidikan dan upaya
peningkatan mutu tenaga pendidik ini memunculkan beberapa permasalahan-
permasalahan yang berhubungan dengan rendahnya profesionalisme dari tenaga
pendidik (guru), selain juga keterbatasan sarana dan prasarana sekolah yang belum
memadai, serta yang paling mendasar adalah belum efektif dan tepat sasarannya
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
21
kegiatan-kegiatan yang mengarah pada pengembangan profesionalisme guru yang
bertugas di daerah pedalaman. (Laporan Tahunan Disdik Kabupaten Gunung Mas,
2010)
Villegas-Reimers (2003:141) menyarankan bahwa pengembangan profesional
guru harus dianggap sebagai proses jangka panjang, yang dimulai dengan persiapan
awal dan hanya berakhir ketika guru pensiun dari profesinya. Akan tetapi, sayangnya
banyak pendidik, administrator dan para peneliti kurang berminat melakukan penelitian
pada konteks daerah terpencil padahal konteks keterpencilan tersebut merupakan
kendala nyata yang perlu diatasi. (Howley dan Howley, 2000)
Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Menguji dan menjelaskan komposisi faktor-
faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru SD daerah terpencil daratan
pedalaman kabupaten Gunung Mas provinsi Kalimantan Tengah, dan 2) Mengetahui
dan menganalisis faktor yang paling mempengaruhi (penentu) profesionalisme guru SD
daerah terpencil daratan pedalaman kabupaten Gunung Mas provinsi Kalimantan
Tengah. Hasil penelitian ini diharapkan akan memperoleh data tentang komposisi
faktor-faktor yang mempengaruhi profesionalisme guru SD daerah terpencil sehingga
akan diketahui faktor yang paling mempengaruhi (penentu) profesionalisme guru SD
daerah terpencil daratan pedalaman kabupaten Gunung Mas Provinsi Kalimantan
Tengah, yang selanjutnya dapat dijadikan sebagai bahan pertimbangan bagi pihak
pengambil kebijakan dalam memformulasikan kebijakan terkait dengan pengembangan
profesionalisme guru SD daerah tepencil, disamping pula dapat menjadi sajian data
awal/rujukan bagi peneliti berikutnya dalam mengembangkan sebuah penelitian model
pengembangan profesionalisme guru SD daerah terpencil daratan pedalaman yang
efektif dan tepat sasaran untuk kedepannya nanti.
METODE
Penelitian ini merupakan penelitian eksplanatori dengan pendekatan kuantitatif
yang dilakukan dengan menjelaskan hubungan kausal antara variabel-variabel melalui
pengujian hipotesa. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis deskriptif, analisis
faktor eksploratori dan analisis regresi berganda yang dilanjutkan dengan uji F dan uji t.
Populasi dan sampel dalam penelitian ini adalah guru-guru SD yang bertugas di daerah
terpencil daratan pedalaman kabupaten Gunung Mas provinsi Kalimantan Tengah
sebanyak 103 orang guru, yang kemudian dijadikan sebagai sampel jenuh karena
seluruh anggota populasi dijadikan sampel. Teknik pengumpulan data dilakukan dengan
menggunakan metode survey, yaitu pengambilan data melalui kuisioner dari responden.
Penyusunan kuisioner tersebut tentu beranjak dari ruang lingkup variabel yang diteliti
dimana variabel-variabel tersebut merupakan kegiatan yang pernah dan sedang
dirasakan oleh para guru SD yang bertugas di daerah terpencil daratan pedalaman
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
22
kabupaten Gunung Mas provinsi Kalimantan Tengah dalam meningkatkan
profesionalisme mereka. Variabel tersebut meliputi: training/pelatihan, kualifikasi
akademik, supervisi akademik, kepemimpinan kepala sekolah, motivasi,
kesejahteraan/kompensasi, dan kegiatan KKG/MGMP. Kuisioner yang digunakan untuk
menjaring data dalam penelitian ini adalah berupa daftar pertanyaan tertutup, dengan
menggunakan skala Likert.
Uji validitas instrumen penelitian dengan menggunakan teknik korelasi
Product Moment. Uji validitas dalam penelitian ini dilakukan dengan memasukkan data
yang sudah diolah ke dalam program SPSS 20 for windows dengan dasar pijakan rumus
korelasi Pearson Product Moment. Sedangkan untuk menguji tingkat reliabilitas dalam
penelitian ini menggunakan rumus Alpha Cronbach. Teknik analisis data diperlukan
dalam penelitian untuk menyusun dan mengintepretasikan data kuantitatif yang sudah
diperoleh, meliputi: a) analisis deskriptif untuk mendeskripsikan distribusi jawaban
responden berdasarkan kuisioner yang disebarkan yaitu untuk melihat variabel
training/pelatihan, kualifikasi akademik, supervisi akademik, kepemimpinan kepala
sekolah, motivasi, kesejahteraan/kompensasi, dan KKG/MGMP; b) analisis faktor
digunakan untuk menentukan suatu kelompok variabel yang layak disebut sebagai
faktor dengan kriteria berdasarkan besarnya prosentase varian yang lebih besar atau
sama dengan 5%. Untuk mengetahui peranan masing-masing variabel di dalam suatu
faktor dapat ditentukan dari besarnya factor loading dari variabel yang bersangkutan,
loading dengan nilai terbesar berarti mempunyai peranan utama pada variabel tersebut,
yang dilakukan dengan langkah melakukan uji interdependensi variabel-variabel dan
ekstraksi faktor; dan c) analisis regresi berganda yang kemudian dilanjutkan dengan uji
hipotesis dengan menggunakan uji F dan uji t.
HASIL DAN PEMBAHASAN
Hasil
Statistik Deskriptif Variabel Penelitian
Statistik deskriptif akan memberikan gambaran hasil pengamatan atas jawaban
responden pada delapan variabel yang diteliti.
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
23
Tabel 1. Statistik Deskritif Variabel Penelitian
Variabel Rata-
rata
Rata-rata butir dibawah rata-rata
variabel Rata-rata butir diatas rata-rata variabel
Y.Profesionalisme
Guru
2.51 (4) Guru memiliki komitmen
dan tanggung jawab yang
tinggi dalam melaksanakan
tugas
(1) Guru dapat mengidentifikasi
permasalahan dalam tugas
(2) Guru dapat memecahkan berbagai
macam persoalan yang dihadapi
dalam tugas
(3) Guru dapat merumuskan konsep
dalam pelaksanaan tugas
X1.Training/pelati
han
3.94 (1) In House Training
(6) Pendidikan Lanjut
(7) Diskusi Pendidikan
(9) Workshop pengembangan
silabus
(10) Penelitian Tindakan Kelas
(11) Membuat Media
Pembelajaran
(2) Program Magang
(3) Kursus Singkat
(4) Pelatihan
(5) Pembinaan Internal
(8) Seminar Pendidikan
(12) Membuat karya teknologi
X2.Kualifikasi
Akademik
2.53 (2) Latar belakang kualifikasi
akademik
(1) Kualifikasi akademik
X3.Supervisi
Akademik
3.41 (3) Kepala sekolah
menjelaskan strategi
pembelajaran
(4) Kepala sekolah
mengaplikasikan teknik
pembelajaran pada saat
melaksanakan pengawasan
(5) Kepala sekolah
menjelaskan fungsi RPP
(7) Kepala sekolah
memfasilitasi guru
melaksanakan proses
pembalajaran di kelas
(1) Kepala sekolah menjelaskan isi
kurikulum setiap mata pelajaran
(2) Kepala sekolah menjelaskan teknik
penyusunan silabus mata pelajaran
(6) Kepala sekolah menjelaskan
karakteristik pembelajaran di luar
kelas
(8) Kepala sekolah menunjukkan
kepada guru bagaimana
menggunakan media pembelajaran
X4.Kepemimpina
n Kepala
Sekolah
2.37 (1) Kepala sekolah berkata
jujur dan berlaku adil
terhadap guru
(2) Kepala sekolah memberi
contoh dalam bekerja dan
bertindak
(3) Kepala sekolah bersikap
arif dan bijaksana terhadap
guru yang melakukan
pelanggaran
(4) Kepala sekolah selalu
melibatkan guru dalam
berbagai kegiatan
(5) Kepala sekolah menumbuhkan rasa
percaya diri guru bahwa ia
mempunyai potensi kerja yang
tinggi
(6) Kepala sekolah menghargai guru
sebagai rekan kerja
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
24
Variabel Rata-
rata
Rata-rata butir dibawah rata-rata
variabel Rata-rata butir diatas rata-rata variabel
X5.Motivasi 1.83 (2) Guru melaksanakan tugas
dengan target yang jelas
(3) Guru memiliki tujuan yang
jelas dan menantang
(5) Guru menyenangi
pekerjaannya
(6) Guru termotivasi untuk
lebih giat dalam bekerja
(7) Guru mengutamakan
prestasi dalam bekerja
(1) Guru melaksanakan tanggung
jawabnya dalam pelaksanaan tugas
sehari-hari
(4) Guru berharap imbalan
X6.Kesejahteraan/
Kompensasi
3.33 (1) Tunjangan / tahun
(2) Mendapatkan standard gaji
guru / tahun
(3) Insentif / tahun
(4) Kompensasi cocok dengan gaji /
tahun
(5) Pengakuan / penghargaan prestasi
(6) Peluang mengembangkan karir
X7.KKG/MGMP 2.08 (3) Meningkatkan pengelolaan
proses pembelajaran yang
aktif, kreatif, dan
menyenangkan
(1) Membantu guru dalam mengatasi
masalah dan kesulitan yang dihadapi
guru dalam tugas
(2) Meningkatkan pemahaman,
keilmuan, keterampilan serta
pengembangan sikap profesional
berdasarkan kekeluargaan dan saling
mengisi (sharing)
Keterangan: Angka dalam kurung menunjukkan nomor butir
Berdasarkan gambaran di atas hasil pengamatan pada variabel penelitian
memberikan nilai rata-rata pada kisaran 1,83 3,94. Deskripsi ini menjelaskan bahwa
faktor-faktor penentu profesionalisme guru memang belum optimal dilakukan atau
didapatkan para guru. Beberapa variabel dengan nilai rata-rata tergolong rendah (di
bawah 3) antara lain: profesionalisme guru, kualifikasi akademik, kepemimpinan kepala
sekolah, motivasi dan KKG/MGMP. Sedangkan variabel dengan nilai rata-rata
tergolong tinggi (di atas 3) antara lain: training/pelatihan, supervisi akademik dan
kesejahteraan/kompensasi.
Analisis Faktor Eksploratori
Analisis faktor konfirmatori dilakukan dengan tujuan untuk mengenali struktur
data yang ada dalam masing-masing variabel. Deskripsi setiap variabel akan djelaskan
dari hasil ekstraksi item-item menjadi beberapa komponen penjelas keragaman.
Training/pelatihan
Pengukuran training/pelatihan yang dilakukan dengan 12 butir item dapat
diekstrak menjadi 4 komponen penting. Seluruh data training telah memenuhi syarat,
nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa ada
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
25
interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa
keragaman penilaian terhadap training/pelatihan lebih banyak dijelaskan oleh
komponen diklat kependidikan (32,516%). Komponen lain yang turut menjelaskan
training adalah studi lanjut (11,020%), kursus (10,050%) dan media pembelajaran
(9,334%). Ekstraksi menjadi 4 komponen ini mampu menjelaskan informasi yang
terkandung dalam training sebesar 62,92%. Training/pelatihan yang dinilai baik oleh
para guru adalah training/pelatihan yang mampu memberikan konten diklat
kependidikan secara optimal.
Kualifikasi Akademik
Pengukuran kualifikasi akademik yang dilakukan dengan 2 butir item diekstrak
menjadi 1 komponen penting. Seluruh data kualifikasi akademik telah memenuhi
syarat, nilai KMO sebesar 0,500 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa ada
interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa
keragaman penilaian terhadap kualifikasi akademik dijelaskan oleh komponen
kualifikasi akademik dan latar belakangnya (79,046%). Secara substansi, kualifikasi
akademik yang dinilai baik oleh para guru adalah berpendidikan tinggi dan mempunyai
latar belakang yang cocok dengan ilmu kependidikan.
Supervisi Akademik
Pengukuran supervisi akademik yang dilakukan dengan 8 butir item dapat
diekstrak menjadi 1 komponen penting. Seluruh data supervisi akademik telah
memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,908 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa
ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa
keragaman penilaian terhadap supervisi akademik lebih banyak dijelaskan oleh isi
kurikulum, fungsi RPP, aplikasi teknik pembelajaran dan strategi pembelajaran.
Ekstraksi menjadi satu komponen ini mampu menjelaskan informasi yang terkandung
dalam supervisi akademik sebesar 68,235%. Secara substansi, supervisi akademik yang
dinilai baik oleh para guru adalah supervisi akademik yang mengawasi secara optimal
pelaksanaan isi kurikulum, fungsi RPP, penerapan teknik dan strategi pembelajaran.
Kepemimpinan Kepala Sekolah
Pengukuran kepemimpinan kepala sekolah yang dilakukan dengan 6 butir item
dapat diekstrak menjadi 2 komponen penting. Seluruh data kepemimpinan kepala
sekolah telah memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50)
menerangkan bahwa ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi
menerangkan bahwa keragaman penilaian terhadap kepemimpinan kepala sekolah lebih
banyak dijelaskan oleh komponen pelaksanaan gaya kepemimpinan partisipatif
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
26
(47,625%). Komponen lain yang turut menjelaskan kepemimpinan kepala sekolah
adalah pemberian keteladanan dan penghargaan (16,671%). Ekstraksi menjadi 2
komponen ini mampu menjelaskan informasi yang terkandung dalam kepemimpinan
kepala sekolah sebesar 62,92%. Substansinya, kepemimpinan kepala sekolah yang baik
adalah kepala sekolah lebih banyak menerapkan gaya kepemimpinan partisipatif,
keteladanan dan memberikan penghargaan bagi guru yang berprestasi.
Motivasi
Pengukuran motivasi yang dilakukan dengan 7 butir item dapat diekstrak
menjadi 2 komponen penting. Seluruh data motivasi telah memenuhi syarat, nilai KMO
sebesar 0,660 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa ada interdependensi antar
butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa keragaman penilaian terhadap
motivasi lebih banyak dijelaskan oleh komponen kesukaan pada pekerjaan (38,633%).
Komponen lain yang turut menjelaskan motivasi adalah mengenal pekerjaan
(21,434%). Ekstraksi menjadi 2 komponen ini mampu menjelaskan informasi yang
terkandung dalam motivasi sebesar 60,067%. Secara substansi, guru yang bermotivasi
baik adalah para guru yang menyukai dan mengenal pekerjaan sebagai guru.
Kesejahteraan/kompensasi
Pengukuran kesejahteraan/kompensasi yang dilakukan dengan 6 butir item
dapat diekstrak menjadi 2 komponen penting. Seluruh data kesejahteraan/kompensasi
telah memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,725 (lebih besar dari 0,50) menerangkan
bahwa ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan
bahwa keragaman penilaian terhadap kesejahteraan/kompensasi lebih banyak dijelaskan
oleh komponen kompensasi finansial (41,380%). Komponen lain yang turut
menjelaskan kesejahteraan / kompensasi adalah kompensasi non finansial (17,573%).
Ekstraksi menjadi 2 komponen ini mampu menjelaskan informasi yang terkandung
dalam kesejahteraan/kompensasi sebesar 58,952%. Kesejahteraan/kompensasi yang
baik adalah kompensasi finansial berupa gaji dan tunjangan sesuai standar.
Kegiatan KKG/MGMP
Pengukuran kegiatan KKG/MGMP yang dilakukan dengan 3 butir item dapat
diekstrak menjadi 1 komponen penting. Seluruh data kegiatan KKG/MGMP telah
memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,751 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa
ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa
keragaman penilaian terhadap kegiatan KKG/MGMP dijelaskan oleh komponen
pengembangan profesi guru (87,652%). Substansi, kegiatan KKG/MGMP yang baik
adalah kegiatan KKG/MGMP yang mampu meningkatkan pengembangan profesi guru.
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
27
Profesionalisme guru
Pengukuran profesionalisme guru yang dilakukan dengan 4 butir item dapat
diekstrak menjadi satu komponen penting. Seluruh data profesionalisme guru telah
memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa
ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa
keragaman penilaian terhadap profesionalisme guru dijelaskan oleh komponen guru
sebagai problem solver (68,991%). Secara substansi, profesionalisme guru yang baik
adalah guru mampu memainkan peran sebagai problem solver.
Analisis Regresi
Hasil Pengujian Asumsi pada Analisis Regresi
Penaksiran koefisien regresi pada analisis ini menggunakan metode kuadrat
terkecil (ordinary least square). Asumsi yang mendasari pada analisis regresi antara
lain: tidak terjadi multikolinier, tidak terjadi heteroskedastisitas dan nilai residual
berdistribusi normal. Berikut merupakan penjelasan hasil pengujian ketiga asumsi
tersebut. Hasil pemeriksaan terhadap asumsi tidak terjadi multikolinier dilakukan
dengan menghitung nilai Variance Inflation Factor (VIF) pada variabel bebas. Gujarati
(1995) berpendapat bahwa sebuah variabel bebas akan dianggap memiliki
multikolinieritas yang tinggi dengan satu atau beberapa variabel bebas lainnya jika nilai
VIF > 10. Dari hasil perhitungan disimpulkan bahwa tidak terjadi multikolinieritas
karena seluruh nilai VIF kurang dari 10.
Pembuktian bahwa nilai residual (error) menyebar normal merupakan salah satu
indikasi persamaan regresi yang diperoleh adalah cukup baik. Pembuktian kenormalan
nilai residual dilakukan dengan menggunakan uji Kolmogorov-Smirnov. Dari hasil
perhitungan diperoleh nilai Zhitung sebesar 0,829 yang lebih kecil dari Ztabel = 1,96 dan p-
value = 0,498 yang lebih besar dari = 0,05.
Gambar 1. P-P Plot Uji Kenormalan Data Residual
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
28
Uji normalitas dilakukan dengan memperhatikan diagram pencar P-P plot.
Pemeriksaan distribusi normal pada data residual dengan menggunakan P-P plot
ditunjukkan dengan hasil pencaran data yang akan membentuk satu garis lurus
diagonal, dan ploting data residual akan dibandingkan dengan garis diagonal. Jika
distribusi data residual normal, maka garis yang menggambarkan data sesungguhnya
akan mengikuti garis diagonalnya. Pada gambar diatas tampak bahwa pencaran data
telah mendekati garis lurus.
Asumsi selanjutnya adalah pemeriksaan terhadap tidak terjadinya
heteroskedastisitas. Heteroskedastisitas akan mengakibatkan penaksiran koefisien-
koefisien regresi menjadi tidak efisien. Hasil penaksiran akan menjadi kurang dari
semestinya. Heteroskedastisitas bertentangan dengan salah satu asumsi dasar analisis
jalur, yaitu bahwa variasi residual adalah sama untuk semua pengamatan atau disebut
homoskedastisitas. Prosedur uji yang digunakan untuk mendeteksi gejala
heteroskedastisitas adalah dengan uji Glejser. Uji Glejser dilakukan dengan
meregresikan nilai mutlak residual terhadap seluruh variabel bebas. Jika nilai p-value
pada hasil uji-t terhadap koefisien regresi lebih besar dari =0,05, maka dapat dikatakan
bahwa tidak terjadi gejala heteroskedastisitas pada nilai residual. Hasil yang
ditunjukkan Tabel 2, dapat ditarik kesimpulan bahwa asumsi tidak terjadi
heteroskedastisitas dapat terpenuhi.
Tabel 2. Hasil Pemeriksaan Heteroskedastisitas
Variabel Koefisien
regresi p-value Kesimpulan
X1.Training 0.042 0.567 Tidak terjadi heteroskedastisitas
X2.Kualifikasi Akademik -0.039 0.238 Tidak terjadi heteroskedastisitas
X3.Supervisi Akademik 0.018 0.637 Tidak terjadi heteroskedastisitas
X4.Kepemimpinan Kepada Sekolah 0.023 0.671 Tidak terjadi heteroskedastisitas
X5.Motivasi -0.037 0.419 Tidak terjadi heteroskedastisitas
X6.Kesejahteraan / Kompensasi 0.024 0.563 Tidak terjadi heteroskedastisitas
X7.KKG/MGMP -0.055 0.056 Tidak terjadi heteroskedastisitas
Hasil Perhitungan Koefisien Regresi
Analisis regresi berganda digunakan untuk menggambarkan bentuk pengaruh
antara variabel independen (bebas) terhadap variabel dependen (terikat). Hal-hal
penting dalam analisis regresi antara lain: persamaan regresi, koefisien determinasi
terkorelasi (R2-adj), hasil uji-F dan uji-t. Dari persamaan regresi diketahui bahwa
variabel terikat profesionalisme guru (Y) nilainya akan diprediksi oleh kedelapan
variabel bebas. Koefisien regresi pada seluruh variabel bertanda positif, hal ini bisa
dimaknai bahwa semua unsur berpengaruh positif terhadap profesionalisme guru.
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
29
Tabel 3. Hasil Perhitungan Regresi
Variabel Koef.
Regresi Beta T P-value Keterangan
X1.Training 0.413 0.317 2.820 0.006 Signifikan
X2.Kualifikasi Akademik 0.186 0.227 2.840 0.006 Signifikan
X3.Supervisi Akademik 0.013 0.018 0.175 0.862 Tidak Signifikan
X4.Kepemimpinan Kepada Sekolah 0.287 0.222 2.605 0.011 Signifikan
X5.Motivasi 0.014 0.013 0.158 0.875 Tidak Signifikan
X6.Kesejahteraan / Kompensasi 0.202 0.226 2.420 0.017 Signifikan
X7.KKG/MGMP 0.009 0.013 0.157 0.875 Tidak Signifikan
R = 0,680
Adjusted R2 = 0,422
R2 = 0,534
F hitung = 11,648
P-value = 0,000
Berdasarkan hasil perhitungan analisis regresi pada Tabel 3 di atas, dapat
diperoleh persamaan regresi dengan standardized coefficient (beta) sebagai berikut:
Y = 0,317 X1 + 0,227 X2 + 0,018 X3 + 0,222 X4 + 0,013 X5 + 0,226 X6
+ 0,013 X7; R2 = 53,4%
Gambar 2. Pengaruh Langsung Faktor Penentu Profesionalisme Guru
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
30
Koefiesien Determinasi
Koefisien determinasi (R2) merupakan salah satu nilai yang dijadikan ukuran
kelayakan (goodness of fit), dengan melihat besarnya presentase pengaruh semua
variabel independen terhadap variabel dependen, dapat diketahui seberapa baik model
persamaan regresi yang digunakan. Koefisien determinasi (R2) mengukur proporsi
(bagian) atau prosentase total variasi dalam Y yang dijelaskan oleh model regresi.
Koefisien determinasi atau R2 mempunyai besaran yang batasnya adalah 0 R2 1.
suatu R2 sebesar 1 berarti suatu kecocokan sempurna, sedangkan R
2 yang bernilai nol
tidak ada hubungan antara variabel tak bebas dengan variabel yang menjelaskan.
Berdasarkan perhitungan dapat diperoleh koefisien determinasi (R2) sebesar
0,534, artinya kemampuan persamaan regresi dalam memprediksi nilai variabel terikat
adalah 53,4%. Lebih lanjut nilai 53,4% menunjukkan bahwa kontribusi gabungan dari
seluruh variabel bebas untuk menjelaskan profesionalisme guru (Y) adalah 53,4%
sedangkan sisanya 46,6% dijelaskan oleh variabel lain yang tidak diteliti.
Hasil Uji F
Pada Tabel 3 di atas menjelaskan hasil pengujian secara simultan pengaruh dari
kedua variabel bebas terhadap profesionalisme guru. Pada bagian uji F diperoleh nilai
Fhitung = 11,648 dan p-value = 0,000. Hasil uji ini menjelaskan bahwa secara simultan
diperoleh adanya pengaruh yang signifikan (p
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
31
Pengaruh secara parsial variabel supervisi akademik terhadap profesionalisme
guru adalah tidak signifikan. Variabel supervisi akademik dengan koefisien beta sebesar
0,018 berpengaruh tidak signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal ini terbukti dari
nilai t-hitung = 0,175 dan p-value = 0,862 (p>0,05), maka secara statistik koefisien
regresi dari supervisi akademik terhadap profesionalisme guru adalah tidak signifikan.
Peranan supervisi akademik bagi guru tidak dapat menjelaskan meningkatnya
profesionalisme guru.
Pengaruh secara parsial variabel kepemimpinan kepala sekolah terhadap
profesionalisme guru adalah signifikan. Variabel kepemimpinan kepala sekolah dengan
koefisien beta sebesar 0,222 berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal
ini terbukti dari nilai t-hitung = 2,605 dan p-value = 0,011 (p0,05), maka secara statistik koefisien regresi dari
motivasi terhadap profesionalisme guru adalah tidak signifikan. Peranan motivasi bagi
guru tidak dapat menjelaskan meningkatnya profesionalisme guru.
Pengaruh parsial variabel kesejahteraan/kompensasi terhadap profesionalisme
guru adalah signifikan. Variabel kesejahteraan/kompensasi dengan koefisien beta
sebesar 0,226 berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal ini terbukti
dari nilai t-hitung = 2,420 dan p-value = 0,017 (p0,05), maka secara statistik koefisien regresi dari
kegiatan KKG/MGMP terhadap profesionalisme guru adalah tidak signifikan. Peranan
kegiatan KKG/MGMP bagi guru tidak dapat menjelaskan meningkatnya
profesionalisme guru.
Pembahasan
Berdasarkan hasil analisis faktor eksploratori dan analisis regresi berganda yang
dilanjutkan dengan uji hipotesis menggunakan uji F dan uji t, diketahui bahwa dari
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
32
ketujuh faktor hanya empat faktor yang secara signifikan mempengaruhi
profesionalisme guru SD daerah terpencil daratan pedalaman kabupaten Gunung Mas
provinsi Kalimantan Tengah.
Pengukuran training/pelatihan yang dilakukan dengan 12 butir item dapat
diekstrak menjadi 4 komponen penting. Seluruh data training telah memenuhi syarat,
nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50) menerangkan bahwa ada
interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi menerangkan bahwa
keragaman penilaian terhadap training/pelatihan lebih banyak dijelaskan oleh
komponen diklat kependidikan (32,516%). Komponen lain yang turut menjelaskan
training adalah studi lanjut (11,020%), kursus (10,050%) dan media pembelajaran
(9,334%). Ekstraksi menjadi 4 komponen ini mampu menjelaskan informasi yang
terkandung dalam training sebesar 62,92%. Secara substansi, training/pelatihan yang
dinilai baik oleh para guru adalah training/pelatihan yang mampu memberikan konten
diklat kependidikan secara optimal.Variabel training/pelatihan dengan koefisien beta
sebesar 0,317 berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal ini terbukti
dari nilai t-hitung = 2,820 dan p-value = 0,006 (p
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
33
dianggap paling mendasar untuk kualitas seorang guru adalah latar belakang
pendidikannya. Windham (1988:27) menyatakan bahwa: the characteristics of
teachers that form the basis for the commonly used indicators of teachers quality are:
formal education attaintment, teacher training attainment, age/experience,
attrition/turnover, specialization, ethnic/nationality, subject/mastery, verbal ability,
attitudes, teacher availability measures. Lebih lanjut Windham (1988:27)
menambahkan bahwa ada dua karakteristik yang diperlukan untuk mempersiapkan diri
menjadi seorang guru. Dua hal tersebut adalah kualifikasi akademik dan training untuk
guru. Sagala (2010) mendefinisikan kualifikasi akademik guru sebagai persyaratan
minimal mengenai tingkat pendidikan formal dan keahlian/keilmuan, pangkat golongan,
jabatan, masa kerja, dan usia yang harus dipenuhi. Sedangkan kualifikasi akademik
adalah ijasah jenjang pendidikan akademik yang harus dimiliki oleh guru atau dosen
sesuai dengan jenis, jenjang, dan satuan pendidikan formal di tempat penugasan.
Kualifikasi akademik merupakan suatu hal yang sangat penting dan untuk disebut
sebagai guru profesional maka persyaratan tersebut merupakan suatu hal yang mutlak
adanya. Surya (2010:69) menambahkan bahwa syarat kualifikasi akademik seorang
guru dalam Undang-undang Guru dan Dosen yaitu minimal lulusan S-1 atau Diploma
IV dan adanya aturan kualifikasi akademik tersebut merupakan suatu upaya untuk
mewujudkan profesionalisme guru.
Pengukuran kepemimpinan kepala sekolah yang dilakukan dengan 6 butir item
dapat diekstrak menjadi 2 komponen penting. Seluruh data kepemimpinan kepala
sekolah telah memenuhi syarat, nilai KMO sebesar 0,747 (lebih besar dari 0,50)
menerangkan bahwa ada interdependensi antar butir yang terukur. Hasil ekstraksi
menerangkan bahwa keragaman penilaian terhadap kepemimpinan kepala sekolah lebih
banyak dijelaskan oleh komponen pelaksanaan gaya kepemimpinan partisipatif
(47,625%). Komponen lain yang turut menjelaskan kepemimpinan kepala sekolah
adalah pemberian keteladanan dan penghargaan (16,671%). Ekstraksi menjadi 2
komponen ini mampu menjelaskan informasi yang terkandung dalam kepemimpinan
kepala sekolah sebesar 62,92%. Secara substansi, kepemimpinan kepala sekolah yang
dinilai baik oleh para guru adalah kepala sekolah lebih banyak menerapkan gaya
kepemimpinan partisipatif, keteladanan dan memberikan penghargaan bagi guru yang
berprestasi. Variabel kepemimpinan kepala sekolah dengan koefisien beta sebesar 0,222
berpengaruh signifikan terhadap profesionalisme guru. Hal ini terbukti dari nilai t-
hitung = 2,605 dan p-value = 0,011 (p
-
JPL DINAS PENDIDIKAN KABUPATEN BONDOWOSO VOL. 1 NO. 1, 2355-1666 Pebruary 2014
34
pemimpin merupakan faktor yang mempengaruhi terhadap suatu organisasi karena akan
membawa ke arah mana organisasi tersebut menuju. Pemimpin yang baik memberi
contoh yang baik, berkomunikasi secara jelas, memperlakukan karyawan secara adil,
menetapkan tujuan dengan jelas dan menyampaikannya kepada karyawan, serta
memantau perkembangan karyawannya). Goleman (2000:9) juga menjelaskan bahwa
seorang pemimpin tidak hanya membimbing dan menuntun, tetapi juga