Download - Antipsikosis tipikal
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
1/37
1
BAB I
PENDAHULUAN
Masalah yang paling sukar dalam membicarakan pikiran adalah bahwa
sampai saat ini kita belum banyak mengetahui mekanisme saraf-saraf pikiran.
Sejauh ini, hanya diketahui bahwa setiap pikiran hampir selalu melibatkan sinyal-
sinyal yang menjalar secara bersamaan di dalam otak yang diduga menentukan
sifat-sifat umum dari pikiran sehingga menimbulkan rasa senang, rasa tidak
senang, rasa sakit, rasa tidak enak, dan lainnya.1
Keadaan yang mengganggu setiap proses penjalaran sinyal-sinyal
tersebut akan menimbulkan gangguan jalan pikiran, gangguan isi pikiran, dan
bentuk pikiran. Keadaan terganggunya proses berpikir dapat kita jumpai pada
seseorang yang mengidap sindroma psikosis. Istilah psikosis ini menunjukkan
berbagai gangguan mental. Skizofrenia adalah salah satu psikosis yang ditandai
dengan sensorium normal dan gangguan berat dalam pemikiran.2
Psikosis adalah suatu gangguan fungsi mental dalam menilai realitas,
hubungan, persepsi, tanggapan perseptif dan efektif seseorang sampai taraf
tertentu sehingga tidak mampu menjalankan fungsi kehidupan dan norma-norma
yang berlaku. 3
Prevalensi psikosis di masyarakat menurut penelitian WHO berkisar satu
sampai tiga permil penduduk. 10%dari penderita perlu pelayanan perawatan
psikiatrik dan harus dirawat. 4
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
2/37
2
Saat ini dopamin dipercaya sebagai kemungkinan penyebab psikosis
secara tidak langsung karena banyak pasien dengan penyakit parkinson
mengalami gejala-gejala psikosis ketika diobati dengan obat L-dopa. Obat ini
melepaskan dopamin dalam otak, yang bermanfaat untuk mengobati parkinson,
tetapi dalam waktu yang bersamaan obat ini juga menyebabkan penekanan
berbagai bagian lobus prefrontalis dan area lain di otak. 1
Telah diduga bahwa psikosis terjadi kelebihan dopamin yang diskresi
oleh sekelompok neuron penyekresi dopamin. Neuron-neuron ini menghasilkan
sistem dopaminergik ke pusat pengatur tingkah laku yang sangat berpengaruh. 1
Dengan alasan tersebut, maka obat-obat yang dapat mengurangi dopamin
pada ujung-ujung saraf dopaminergik atau mengurangi efek dopamin pada neuron
berikutnya sering digunakan sebagai salah satu pilihan untuk menghilangkan
gejala psikosis. Obat-obat ini biasa disebut sebagai obat antipsikotik tipikal. Obat
antipsikotik tipikal ini merupakan salah satu golongan obat psikotropik atau biasa
disebut psikofarmaka dimana banyak terjadi kesalahan persepsi mengenai obat-
obat ini.5
Sejak dekade 1980-1990an banyak sekali perkembangan baru di bidang
psikofarmakologi. Kebutuhan akan obat psikotropik juga meningkat dengan
meningkatnya kasus-kasus gangguan jiwa. Tetapi di pihak lain, banyak dokter
yang tidak siap dengan pengetahuan dan keterampilan menggunakan obat-obat
tersebut. Disamping itu, kenyataan dalam masyarakat yang menyalahgunakan
obat psikotropik untuk kepentingan sendiri yang menyertai masalah sosial, seperti
tindakan kriminal dan kenakalan remaja menyebabkan timbul pandangan yang
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
3/37
3
mengkhawatirkan manfaat obat psikotropik dan menimbulkan citra buruk
sehingga timbul keinginan pihak berwenang untuk mengendalikan secara ketat
pemakaian obat psikotropik.5
Selain itu, masalah yang timbul dalam penggunaan obat antipsikotik
tipikal sendiri mulai mengurangi kepatuhan berobat pasien psikiatri. Afinitas obat
antipsikotik tipikal yang memblokade reseptor D2 menyebabkan gangguan
pergerakan. Sebenarnya hal ini dapat diatasi dengan memiliki pengetahuan yang
baik mengenai obat-obat antipsikotik, sehingga pasien tidak mengalami ketakutan
dan stigma yang buruk dalam menjalani pengobatan jangka panjang
menggunakan antipsikotik.6
Beberapa stigma yang buruk mengenai penggunaan obat antipsikotik
membawa banyak sekali kerugian dan dampak negatif, baik terhadap taraf
kesehatan masyarakat yang membutuhkan maupun kualitas profesional praktek
kedokteran. Untuk mengatasi hal tersebut diperlukan keterampilan dan
pengetahuan yang baik dalam bidang psikofarmakologi serta perkembangannya.5
Untuk meningkatkan pengetahuan dan keterampilan dalam bidang
psikofarmakologi, mengingat terus meningkatnya jumlah kasus psikosis
diperlukan adanya pembahasan secara spesifik mengenai obat psikotropik,
khususnya antipsikotik yang akan dipaparkan dalam referat ini.
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
4/37
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Neurotransmiter Sistem Saraf Pusat
2.1.1 Aktivasi Sistem Saraf Pusat
Setiap sel berkomunikasi dengan sel lainnya dengan cara mengirimkan
pesan dalam bentuk kimia yang dapat merubah aktivitas target sel. Yang terjadi
dalam sel-sel saraf adalah sistem komunikasi melalui zat kimia yang disebut
neurotransmiter yang berdifusi melepati celah sinaps dan mengaktifkan sel saraf
berikutnya.7 Meskipun ilmuwan selalu tertarik atas cara kerja SSP, deskripsi
mendasar tentang transmisi sinaps baru dapat dijelaskan setelah ditemukan
mikroelektroda kaca yang dapat mencatat secara intraseluler. 2
Membran sel saraf mengandung dua jenis saluran, dinamakan
berdasarkan mekanisme kontrol bukaannya (buka tutup). Mekanisme pertama
adalah membran dengan pintu sensitif voltase, yang kedua adalah pintu yang
diaktifkan zat kimia. Saluran natrium yang sensitif voltase terdapat pada sistem
konduksi jantung. Dalam sel saraf, saluran ini banyak terdapat pada segmen
inisial dan akson, berfungsi untuk potensial kerja cepat, memancarkan sinyal dari
badan sel ke terminal saraf. Pada badan sel, dendrit dan segmen inisial terdapat
berbagai jenis saluran kalsium dan kalsium sensitif voltase, yang bekerja lebih
lambat dan mengadakan modulasi kecepatan pelepasan muatan saraf. 2
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
5/37
5
Saluran-saluran yang diaktifkan secara kimia disebut juga saluran yang
diatur reseptor, terbuka karena pengaruh neurotransmiter dan zat kimia. Saluran
ini merupakan bagian integral dari protein reseptor. Saluran tersebut tidak sensitif
atau lemah terhadap potensial membran. Reseptor neurotransmiter dengan saluran
ionnya mengumpul pada membran subsinaptik yaitu reseptor neuromuskular
nikotinik dari motorend plate otot skelet. 2
Telah dibuktikan bahwa konsep lama tentang saluran dengan pengaturan
listrik terpisah dan pengaturan kimia, pada waktu ini memerlukan pemikiran
modifikasi baru. Hal ini penting terutama untuk reseptor neurotransmiter yang
terkait pda saluran voltase sensitif melalui sistem massengerkedua. 2\
2.1.2 Sinaps dan Potensial Sinaps
Gambar 1. Sinaps
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
6/37
6
Telah diketahui bahwa sebagian besar komunikasi antar saraf dalam SSP
terjadi melalui sinaps kimia. Peristiwa ini menyangkut lepasnya neurotransmiter
dari terminal presinaptik telah dipelajari secara luas pada sambungan akhir saraf .
Suatu gerak potensial dalam presinaptik bergerak maju pada terminal sinaptik dan
mengaktifkan saluran kalsium sensitif voltase di membran terminal. Kalsium
mengalir ke dalam terminal, dan peningkatan konsentrasi kalsium intraterminal
memacu fusi antar vesikel sinaptik dengan membran presinaptik. Transmiter yang
terdapat dalam vesikula dilepaskan ke celah sinaps dan berdifusi ke reseptornya
menyebabkan perubahan selintas dala konduksi membran sel pascasinaps.
Tenggang waktu antara kedatangan kerja potensial pada presinaps sampai
terjadinya respon pascasinaps kira-kira 0,5 milidetik. Keterlambatan ini sebagian
besar karena proses pelepasan, terutama waktu yang diperlukan untuk pembukaan
saluran kalsium. 2
Analisa sistematis pertama tentang potensial sinaps di SSP telah
dilakukan sejak awal tahun 1950. Angka potensial membran saraf dalam keadaan
istirahat adalah kira-kira -70 mV. Pada motor saraf tersebut terdapat dua jenis alur
yaitu eksitasi dan inhibisi. Jika alur eksitatif dirangsang, terjadi depolarisasi kecil
atau eksitasi potensial pascasinaptik (EPSP). Potensial ini dikarenakan adanya
transmiter eksitasi yang menimbulkan permeabelitas natrium dan kalium.
Perubahan potensial biasanya kurang dari 20 milidetik. Pengalihan sejumlah
serabut presinaptik menyebabkan perubahan besaran depolarisasi secara bertahap.
Ini membuktikan bahwa pengaruh serabut tunggal pada EPSP sangat kecil. Jika
serabut eksitator dipacu secukupnya, EPSP akan menimbulkan depolarisasi sel
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
7/37
7
pascasinaptik sampai pada ambang, dan terjadilah potensial semua atau tidak
sama sekali.2
Jika alur inhibitor dipacu, membran pascasinaptik mengalami
hiperpolarisasi dan terjadi pascasinaptik potensial yang inhibitif (IPSP). Sejumlah
sinaps inhibitif perlu diaktifkan serempak untuk mengubah potensial membran.
Hiperpolarisasi ini disebabkan peningkatan selektif permeabilitas membran
terhadap ion klorida yang masuk sel selama EPSP. Jika suatu EPSP dalam kondisi
istirahat perlu untuk menimbulkan kerja potensial pada sel pascasinaps dipacu
selama EPSP, maka stimuli itu tidak lagi menimbulkan kerja potensial karena
IPSP telah memindahkan membran potensial itu jauh dari nilai ambang yang
dapat menimbulkan kerja potensial. Penghambatan jenis kedua disebut inhibisi
presinaptik. Dalam SSP ini terbatas pada serabut sensoris yang masuk sambungan
otak dan sumsum tulang belakang. Terminal sinaps eksitator dari serabut sensoris
ini, menerima sinaps yang disebut sinaps aksoaksonik sinaps menurunkan jumlah
transmiter yang dilepaskan dari sinaps serabut sensoris. Penghambatan sinaps dari
subjek yang tidak dianestesi berlangsung puluhan milidetik. 2
2.1.3 Tempat Kerja Obat SSP
Obat-obat yang bekerja di SSP sebagian besar menimbulkan efek dengan
mengubah beberapa tahapan transmisi sinaps kimia. Kerja yang bergantung pada
transmiter ini dapat dibagi dalam kelompok presinaptik dan pascassinaptik. 2
Dalam kategori presinaptik termasuk obat-obat yang bekerja untuk
sintesis, penyimpanan, metabolisme dan penglepasan neurotransmiter. Transmisi
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
8/37
8
sinaptik dapat ditekan dengan penghambatan sintesis atau penyimpanan
transmiter. Penghambatan katabolisme transmiter dan juga jumlah transmiter yang
dilepaskan per impuls. Obat-obatan juga dapat mengubah jumlah pelepasan
transmiter. Setelah transmiter dilepaskan ke celah sinaps, kerjanya berakhir oleh
ambilan atau mengalami degradasi. Sebagian besar neurotransmiter menjalani
mekanisme ambil kembali ke terminal sinaps dan juga ke neuroglia sekitar. 2
Di daerah pascasinaptik, reseptor transmiter merupakan tempat pertama
obat bekerja. Obat-obat dapat berfungsi sebagai agonis neurotransmiter atau
menghambat fungsi reseptor. Antagonis pada reseptor merupakan mekanisme
kerja yang biasa dari obat-obat di SSP. Umumnya reseptor tergabung pada 1 atau
2 macam mekanisme tranduksi. Reseptor yang terdapat pada bagian besar sinaps
di SSP terikat pada saluran ion, dan reaktivasi reseptor yang khusus akan
menyebabkan pembukaan saluran dalam periode yang sangat cepat. Obat-obatan
juga dapat mempengaruhi saluran ion secara langsung. Dalam hal lain, reseptor
tergabung pada enzim, dan aktivasi reseptor akan menimbulkan perubahann
metabolik sel pascasinaptik. Perubahan itu akan merubah fungsi saraf dengan
menghambat saluran ion yang sensitif voltase. Efek ini masih tetap berlangsung
setelah transmiter meninggalkan reseptor.
2
Selektivitas kerja obat didasrkan pada kenyataan bahwa transmiter yang
berlainan dapat digunakan oleh kelompok-kelompok saraf yang berlainan.
Selanjutnya, pelbagai transmiter itu sering dipisahkan atas sistem saraf yang
melaksanakan fungsi SSP yang berbeda-beda. 2
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
9/37
9
2.2 Hipotesa Dopamin pada Sindrom Psikosis
Penelitian klinis terhadap berbagai pasien dengan sindroma psikosis,
telah menunjukkan bahwa kebanyakan kondisi tersebut disebabkan oleh
penurunan fungsi neuron yang menyekresikan neurotransmiter spesifik. Obat-
obatan tertentu dikembangkan untuk mengatasi kurangnya neurotransmiter yang
bersangkutan.Dari banyak bukti yang telah dikumpulkan, terlihat bahwa psikosis
mungkin disebabkan oleh berkurangnya pembentukan norepinefrin atau serotonin
atau keduanya di otak. Sekarang telah ada bukti yang menunjukkan secara tidak
langsung bahwa masih ada neurotransmiter lain yang juga terlibat. 1
Psikosis dapat timbul dalam banyak variasi. Pada salah satu tipe
tersering, seseorang merasa mendengar suara-suara dan memiliki waham
kebesaran, rasa takut yang sangat hebat, atau jenis perasaan lain yang tidak nyata.
Kebanyakan orang yang mengalami psikosis dapat bersifat sangat paranoid,
disertai dengan perasaan tersakiti akibat hal-hal di luar dirinya, atau dapat
mengalami kemampuan bicara yang inkoheren, disosiasi pikiran, dan urutan
berpikir yang abnormal. Selain itu dapat juga menarik diri, kadang-kadang dengan
sikap tubuh yang abnormal dan bahkan kaku. 1
Terdapat beberapa alasan bahwa psikosis disebabkan oleh salah satu atau
lebih dari tiga kemungkinan berikut ini : 1
1. Hambatan terhadap sinyal-sinyal saraf di berbagai area padalobus prefrontalis korteks serebri atau kegagalan fungsi
pengolahan sinyal karena banyak sinaps yang tereksitasi oleh
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
10/37
10
neurotransmiter glutamat, kehilangan responnya terhadap
neurotransmiter ini
2. Perangsangan yang berlebihan terhadap sekelompok neuron yangmenyekresi dopamin di pusat-pusat perilaku otak termasuk lobus
frontalis
3. Abnormalitas fungsi di bagian-bagian penting pada sistempengatur perilaku limbik yang terpusat di hipokampus.
Dopamin telah diduga sebagai kemungkinan penyebab psikosis secara
tidak langsung karena banyak pasien dengan penyakit parkinson mengalami
gejala-gejala psikosis ketika diobati dengan obat L-dopa. Obat ini melepaskan
dopamin dalam otak, yang bermanfaat untuk mengobati parkinson, tetapi dalam
waktu yang bersamaan obat ini juga menyebabkan penekanan berbagai bagian
lobus prefrontalis dan area lain di otak. 1
Telah diduga bahwa psikosis terjadi kelebihan dopamin yang diskresi
oleh sekelompok neuron penyekresi dopamin yang badan selnya terletak di
tegmentum ventral di mesensefalon, sebelah medial dan superior substansia nigra.
Neuron-neuron ini menghasilkan sistem dopaminergik mesolimbik yang
menjulurkan serabut-serabut saraf dan sekresi dopamin ke bagian medial dan
anterior dari sistem limbik. Khususnya ke dalam hipokampus amigdala, nukleus
kaudatus anterior, dan sebagian lobus prefrontalis. Semua ini merupakan pusat
pengatur tingkah laku yang sangat berpengaruh. 1
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
11/37
11
Baru-baru ini telah ditemukan kemungkinan keterlibatan hipokampus
pada psikosis, karena dari penelitian yang telah dilakukan bahwa pada psikosis,
ukuran hipokampus seringkali berkurang, terutama pada hemisfer yang dominan.1
Selain itu dipercayai bahwa lobus frontalis juga terlibat dalam psikosis dengan
alasan bahwa pola aktivitas mental yang menyerupai psikosis dapat dicetuskan
pada binatang percobaan dengan membuat lesi-lesi kecil di area yang luas pada
lobus frontalis. 1
Menurut kepustakaan lain mengenai skizofrenia yang merupakan salah
satu dari sindrom psikosis, umumnya dengan adanya penelitian yang dipacu oleh
penemuan-penemuan obat antipsikotik, dikatakan predisposisi genetik perlu ada
walaupun tidak cukup bukti yang mendukung gangguan psikotik. Dalam berbagai
hal, asumsi ini didukung dengan adanya skizofrenia dalam satu keluarga.
Penetapan gugus kromosom lebih sulit ditetapkan, karena fenotip seseorang tidak
dapat diketahui secara cepat. Hingga sekarang, dasar molekuler untuk skizofrenia
selalu digunakan untuk definisi, tetapi telah banyak usaha telah dilakukan untuk
menghubungkan penyakit ini dengan kelainan fungsi neurotransmiter amin,
terutama dopamin. Kelemahan hipotesis ini cukup besar dan menunjukkan pula
bahwa gangguan ini lebih kompleks dari yang diperkirakan.
2
Faktor tambahan yang menunjukkan heterogenitas di antara penderita
skizofrenia ialah ada atau tidaknya bukti anatomi. Sejumlah penelitian dengan
menggunakan CT scan atau MRI orang hidup memperlihatkan atrofi berbagai
struktur otak pada penderita skizofrenia dibandingkan dengan orang normal yang
berumur sama. Pasien-pasien ini umumnya memperlihatkan gejala negatif yang
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
12/37
12
tidak terpengaruh dengan pengobatan. Dengan pemeriksaan positron emission
tomography (PET) terlihat bagian-bagian otak pasien dengan metabolisme
rendah.2
Namun, sejauh ini hipotesis dopamin dalam skizofrenia merupakan yang
paling baik di antara berbagai hipotesis yang ada dan sebagai dasar dari sebagian
besar terapi obat yang rasional. Beberapa bukti menunjukkan bahwa aktivitas
dopaminergik yang berlebihan menjadi penyebab gangguan ini : 2
1. Sebagian besar obat antipsikotik menghambat dengan kuatreseptor D2 pascasinaptik dalam SSP, terutama dalam sistem
mesolimbik frontal.
2. Obat-obat yang meningkatkan aktivitas dopaminergik sepertilevodopa, amfetamin, atau apomorfin juga memperberat
skizofrenia atau menimbulkannya pada pasien.
3. Kepadatan reseptor dopamin pada otak penderita skizofrenia,pasca kematian, lebih tinggi dibandingkan yang tidak mendapat
antipsikotik
4. PET memperlihatkan peningkatan kepadatan reseptor dopaminpenderita skizofrenia baik yang dapat ataupun yang tidak
mendapat obat dibandingkan dengan orang sehat.
5. Pengobatan pasien skizofrenia yang berhasil dilaporkan dapatmengubah jumlah asam homovanilat (HVA), suatu metabolit
dopamin, dalam cairan serebrospinal, plasma, dan urin.
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
13/37
13
Salah satu ketidaksempurnaan lain dari hipotesis ini adalah seandainya
kelainan fisiologi dopamin memang menyebabkan patogenesis skizofrenia, obat
antipsikotik akan bekerja lebih baik dalam pengobatan pasien. Kloning dan
karakteristik tipe-tipe reseptor dopamin multipel, baru-baru ini memperbolehkan
penerimaan hipotesis lebih luas jika obat dapat dikembangkan yang bekerja
selektif pada tiap tipe reseptor. 2
Antipsikotik tradisional mengikat D2 50 kali lebih kuat dari reseptor D1
dan D3. Sampai sekarang, tujuan utama pengembangan obat adalah menemukan
yang lebih kuat dan selektif dalam menghambat D2 reseptor. Kenyataan bahwa
obat antipsikotik yang atiik kurang berpengaruh pada reseptor D2 dan efektif
dalam pengobatan skizofrenia telah membawa perhatian lain pada peranan
reseptor dopamin lain dan reseptor non dopamin, terutama 5-HT2. Beberapa
penelitian menunjukkan bahwa walaupun diantara fenotiazin yang tradisional,
korelasi efikasi klinik dengan potensi penghambat -adrenoseptor lebih baik
dibanding potensi penghambat dopamin. 2
2.3 Dopamin
Gambar 2. Rantai Kimia Dopamin
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
14/37
14
2.3.1 Sintesis Dopamin
Dopamin merupakan salah satu dari jeni katekolamin yang disintesa
dalam tubuh. Sintesa dopamin berasal dari tirosin yang dibawa ke aksoplasma
kemudian dengan bantuan tirosin hidroksilase, dopamin diubah menjadi
dihidroksil fenilalanin (DOPA), kemudian mengalami dekarboksilase menjadi
dopamin dan dibawa ke vesikel sinaptik.8
Dopamin yang telah disintesis akan mengalami reuptake, atau
mengalami metabolisme. Metabolisme dopamin berlangsung atas bantuan enzim
monoamin oksidase (MAO) dan yang lebih sedikit pengaruhnya yaitu katekol-O-
metiltransferase (COMT). MAO berada di luar membran mitokondria terminal
sinaps, bekerja mengubah dopamin yang telah di reuptake tetapi belum masuk
kembali ke vesikel menjadi asam homovanilik (HVA). Sedangkan COMT adalah
enzim yang larut air, didapatkan di sitosol post sinaps, sel glia, bahkan di
ekstraseluler. Hal ini memungkinkan COMT melakukan metabolisme di luar
neuron. Hasil metabolit oleh COMT dibawa kembali ke intraneuron untuk
dimetabolisme kembali oleh MAO.9
Lebih dari 50 substansi kimia telah dibuktikan atau dinyatakan berfungsi
sebagai transmiter sinaptik. Substansi tersebut terbagi dalam dua kelompok yaitu
transmiter molekul kecil yang bekerja cepat dan neuropeptida yang bekerja
lambat. 1
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
15/37
15
Tabel 1. Substansi Kimia yang Berfungsi sebagai Transmiter Sinaptik1
Transmiter molekul yang bekerjacepat
Neuropeptida, transmiter atau faktor pertumbuhan yangbekerja lambat
Golongan I
Asetilkolin
Golongan II : amina
NorepinefrinEpinefrin
Dopamin
Serotonin
Histamin
Golongan III : asam amino
GABA
GlisinGlutamat
Aspartat
Golongan IV :
Nitrit Oxyde
Hypothalamic releasing hormone :
Thyrotropin releasing hormone
LH-releasing hormone
Somatostasin
Peptida Hipofisis :
ACTH
Beta endorfin
Alfa melanocyte stimulating hormone
Prolaktin
LH
ThyrotropinGH
Vasopresin
Oksitosin
Peptida yang bekerja pada usus dan otak :
Leusin enkefalin
Metionin enkefalin
Substansi P
Gastrin
Kolesistokinin
VIPFaktor pertumbuhan saraf
Brain-derived neurotropic factor
NeurotensinInsulin
Glukagon
Dari jaringan lain :Angiotensin II
Bradikinin
Karnosin
Peptida tidur
Kalsitonin
Golongan molekul kecil yaitu transmiter bekerja cepat adalah salah satu
yang menyebabkan sebagian besar respon cepat dari sistem saraf seperti
penjalaran sinyal sensorik ke otak dan sinyal motorik kembali ke otot. Yang
termasuk dalam golongan ini di antaranya adalah asetilkolin, norepinefrin,
epinefrin, dopamin, dan serotonin. Neuropeptida, seperti prolaktin, endorfin,
vasopresin, kolesistokinin, dan gastrin biasanya menyebabkan kerja yang lebih
lambat seperti perubahan jangka panjang jumlah reseptor, penutupan atau
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
16/37
16
pembukaan jangka panjang kanal ion tertentu, an mungkin perubahan jangka
panjang jumlah dan ukuran sinaps.1
Pada sebagian besar kasus, transmiter molekul kecil disintesis di sitosol
pada ujung presinaptik dan diabsorbsi melalui cara transpor aktif ke dalam banyak
vesikel transmiter di ujung sinaps. Kemudian setiap kali potensial aksi mencapai
ujung sinaps, beberapa vesikel segera melepaskan transmiternya ke dalam celah
sinaptik. Hal ini biasanya terjadi dalam waktu milidetik. 1
Kerja transmiter ini selanjutnya pada reseptor membran pada neuron post
sinaps. Efek yang paling sering adalah meningkatkan atau menurunkan hantaran
melalui kanal ion. 1
Vesikel yang menyimpan dan melepaskan transmiter terus mengalami
daur ulang dan dapat dipakai lagi. Setelah vesikel tersebut bersatu dengan
membran sinaptik dan membuka untuk melepaskan substansi transmiternya,
mula-mula vesikel membran menjadi bagian dari membran sinaptik. Namun,
dalam beberapa detik sampai beberapa menit, bagian vesikel dari membran asuk
kembali ke bagian dalam ujung presinaptik dan terlepas untuk membentuk vesikel
baru. Membran vesikel yang baru ini berisi enzim atau protein transport yang
sesuai untuk menyintesis dan/atau mengonsentrasikan substansi transmiter baru di
bagian dalam vesikel. 1
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
17/37
17
2.3.2 Sistem Dopaminergik
Gambar 3. Sistem Dopamin
Pengaturan aktivitas otak dilakukan melalui penjalaran sinyal saraf
spesifik secara langsung dari area otak bagian bawah ke regi kortikal otak, dan
mekanisme pengaturan fisiologis neurohormonal. Mekanisme neurohormonal ini
adalah untuk melepaskan bahan-bahan neurotransmiter inhibisi atau eksitasi ke
dalam substansi otak. Neurohormon ini seringkali menetap selama beberapa menit
atau beberapa jam, dan dengan demikian menghasilkan masa pengendalian yang
panjang, tidak hanyak aktivasi atau inhibisi yang sekejap. 1
Empat sistem neurohormonal yang dipetakan secara rinci di dalam otak
adalah sistem norepinefrin, sistem dopamin, sistem serotonin, dan sistem
asetilkolin. Beberapa fungsi spesifik dari keempat sistem tersebut adalah sebagai
berikut : 1
1. Lokus seruleus dan sistem epinefrin. Norepinefrin umumnyamerangsang otak untuk melakukan peningkatan aktivitas. Namun,
norepinefrin memiliki efek inhibisi pada beberapa area otak
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
18/37
18
akibat adanya reseptor-reseptor inhibitor pada sinaps neuronal
tertentu. Sistem ini berperan penting dalam menyebabkan mimpi,
dan menghasilkan tidur REM.
2. Substansia nigra dan sistem dopamin. Dopamin diduga sebagaitransmiter inhibitor di ganglia basalis, tetapi pada beberapa area
otak yang lain malah mengeksitasi.
3. Nuklei rafe dan sistem serotonin. Serotonin yang disekresikanpada ujung serabut medula memiliki kemampuan untuk menekan
rasa nyeri. Serotonin yang dilepaskan daam diensefalon dan
serebrum hampir pasti berperan sebagai inhibitor penting untuk
membantu menghasilkan tidur yang normal.
4. Neuron gigantoselular pada area eksitatotik retikular dan sistemasetilkolin. Asetilkolin pada kebanyakan tempat merupakan
neurotransmiter eksitasi. Aktivasi neuron asetilkolin
menyebabkan kewaspadaan pikiran dan terangsangnya sistem
saraf.
Kepustakaan lain menyebutkan mengenai sistem dopaminergik bahwa
saampai tahun 1959, dopamin belum dikenal sebagai neurotransmiter dalam SSP
tetapi hanya sebagai prekusor norepinefrin. Sekarang lima sistem atau jalur
dopaminergik telah diketahui ada dalam otak. Jalur pertama, yang erat kaitannya
dengan tingkah laku adalah jalurmesolimbik mesokortikalyang muncul dari sel-
sel dekat substansia nigra menuju sistem limbik dan neokorteks. Jalur kedua,
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
19/37
19
jalur nigrostriatal, terdiri dari saraf-saraf yang keluar dari substansia nigra ke
kuadatum dan putamen, berfunsi dalam koordinasi gerakan sadar. Jalur ketiga,
sistem tuberoinfundibular yang menghubungkan nukleus arkuatum dan saraf
periventrikular ke hipotalamus dan pituitari posterior. Pelepasan dopamin oleh
saraf ini secara fisiologis akan menghambat sekresi prolaktin. Sistem
dopaminergik yang keempat adalah jalur medullary-periventricular yang terdiri
atas saraf-saraf dalam nukleus motorik vagus yang batas-batsnya tidak begitu
jelas. Sistem ini mungkin ada hubungannya dengan kebiasaan makan. Jalur
kelima, yaitu jalur incertohypothalamic yang membentuk hubungan dalam
hipotalamus dan ke nukleus septal lateralis, fungsinya belum diketahui. 2
Sesudah dopamin dikenal sebagai neurotransmiter, berbagai percobaan
menunjukkan bahwa efeknya dalam aktivitas listrik dalam sinaps sentral dan atas
produksi cAMP oleh adenil siklase dapat dihambat oleh sebagian besar
antipsikotik. Bukti membawa kesimpulan pada awal 1960-an bahwa obat-obat ini
dapat dianggap sebagai antagonis dpamin. Kerja antipsikotik sekarang dianggap
terjadi karena kemampuannya menghambat dopamin dalam sistem mesolimbik
dan mesofrontal. Selanjutnya, antagonis dopamin dalam sistem nigrostriata
menjelaskan terjadinya efek parkinson yang tidak dikehendaki sebagai akibat
obat. Hiperprolaktinemia dan perubahan kebiasaan makan juga didapatkan
sebagai efek dari penggunaan obat antipsikosis. 2
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
20/37
20
2.3.3 Reseptor Dopamin dan Efeknya
Pada waktu ini, lima reseptor dopamin yang berbeda telah ditemukan,
terdiri atas dua kelompok yang terpisah, yaitu kelompok reseptor D1 dan
kelompok reseptor D2. Reseptor D1 terdapat dalam kode genetik dalam
kromosom 5, meningkatkan cAMP dengan mengaktifkan adenilsiklase, dan
dijumpai terutama di putamen, nukleus akumben, dan tuberkulus olfaktorius.
Anggota kedua dari golongan ini, D5 dikodekan dalam gen kromosom 4, juga
meningkatkan cAMP, serta dijumpai di hipokampus dan hipotalamus. Potensi
terapeutik oba antipsikotik tidak ada hubungannya dengan afinitas pengikatan
pada reseptor D1. Reseptor D2 dikodekan dalam kromosom 11, mengurangi
cAMP dan menghambat saluran kalsium tetapi membuka saluran potasium. Hal
ini dijumpai secara pre atau pasca sinaps pada saraf dalam putamen-kaudatum,
nukleus akumben, dan tuberkulus olfaktorius. Anggota kedua dari famili ini yaitu
reseptor D3 yang dikodekan oleh gen pada kromosom 11, diperkirakan
menurunkan cAMP, dan terdapat pada korteks frontal, medula, dan otak tengah.
Reseptor D4 yang terbaru dari golongan ini juga menurunkan cAMP. Semua
reseptor dopamin mempunyai tujuh daerah transmembran dan terikat dengan
protein G.
2
Aktivasi reseptor D2 oleh berbagai agonis secara langsung atau tidak
langsung menyebabkan peningkatan aktivitas motorik dan tingkat sstereotipik
serta memperburuk skizzofrenia. Obat antipsikotik menghambat reseptor D2
secara stereoselektif, dan afinitas pengikatannya sangat kuat yang berhubungan
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
21/37
21
dengan potensi antipsikotik klinik dan efek ekstrapiramidal, suatu observasi telah
menjurus kepada studi pengikatan reseptor secara profusi.2
Pengobatan jangka panjang dengan antipsikotik pada paasien-pasien
tertentu menyebabkan kenaikan sementara kadar metabolit dopamin, HVA dalam
cairan serebrospinal, plasma, dan urin. Sesudah 1-3 minggu kadar HVA menurun
lebih rendah dari kadar normal dan penurunan itu menetap. Perubahan ini dapat
diterangkan sebagai berikut. Pada tahap awal penghambatan reseptor terjadi
peningkatan metabolisme transmiter sebagai kompensasi, sehingga kadar HVA
juga bertambah. Pada terapi kronis, penghambatan umpan balik yang disebabkan
peningkatan kadar dopamin pada sinaps menimbulkan penurunan pengeluaran
dopamin dan bergantian.2
2.4 Obat Antipsikotik
2.4.1 Batasan
Istilah antipsikotik dan neuroleptik digunakan saling bergantian untuk
menunjukkan segolongan obat yang terutaa digunakan dalam pengobatan
skizofrenia tetapi juga efektif dalam psikosis lain dan keadaan agitatif.
2
Antipsikotik dibedakan menjadi dua golongan besar berdasarkan tempat
kerjanya. Golongan pertama, atau yang disebut dengan antipsikotik konvensional
adalah antipsikotik tipikal yang bekerja selektif terhadap reseptor D2. Sedangkan
golongan antipsikotik yang baru, disebut juga antipsikotik atipikal bekerja
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
22/37
22
memblokade reseptor D2 dan 5HT2. Disini akan dibahas lebih lanjut mengenai
antipsikosis tipikal yang bekerja spesifik terhadap reseptor D2.2
2.4.2 Sejarah
Obat antipsikotik tipikal telah dipakai di klkinik hampir 40 tahun.
Reserpin dan klorpromazin merupakan obat pertama yang berguna untuk
skizofrenia. Meskipun klorpromazin masih kadang-kadang digunakan untuk
pengobatan psikosis, obat-obat kuno ini sudah diungguli berbagai obat baru.
Namun dampaknya dalam psikiatri banyak sekali, sejumlah pasien yang
memerlukan rawat inap di institusi jiwa sudah sangat berkurang dan pendapat
tentang masalah psikiatrik ini telah bergeser lebih banyak pada dasar-dasar
biologik. Tidak satupun dari perkembangan ini, baik dari segi kemanusiaan
ataupun ekonomik kedokteran, menguntungkan seperti yang diharapkan.2
2.4.3 Farmakokinetik
2.4.3.1 Absorbsi dan Distribusi
Umumnya obat antipsikotik tipikal mudah diabsorbsi tetapi tidak
sempurna. Sebagian mengalami first pass metabolism. Ketersediaan hayati
klorpromazin dan tioridazin yang diberikan oral 25-35%, sedangkan haloperidol
yang kurang mengalami metabolisme, berjumlah 65%.2
Antipsikotik tipikal umumnya sangat larut lipid dan terikat protein (92-
99%). Mempunyai volume distribusi yang besar (biasanya 7l/kg). Barangkali
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
23/37
23
karena obat ini tersebar dalam kompartemen lipid tubuh secara luas, efek klinik
yang terjadi lebih lama dari yang diukur berdasarkan waktu paruh plasma.2
2.4.3.2 Metabolisme
Umumnya antipsikotik tipikal dimetabolisme sempurna dengan berbagai
proses. Meskipun beberapa metabolit tetap aktif, misalnya 7-
hidroksikloropromazin dan haloperidol yang direduksi, metabolit dianggap tidak
begitu penting dari kerja obat ini. Pengecualian adalah mesoridazin, metabolit
utama tioridazin, lebih kuat dari senyawa induk dan berpengaruh pada efek obat.
Senyawa ini dipasarkan sebagai obat yang terpisah.2
2.4.3.3 Ekskresi
Sedikit sekali dari obat-obat ini yang diekskresikan tanpa perubahan
karena hampir dimetabolisme sempurna menjadi substansi yang lebih polar.
Waktu paruh eliminasi berkisar antara 10-24 jam. 2
2.4.4 Farmakodinamik
Efek Psikologik : Umumnya obat-obat antipsikotik tipikal menyebabkan
efek subjektif yang tidak menyenangkan pada orang-orang sehat. Sebaliknya,
orang dengan sindrom psikosis menunjukkan perbaikan dalam penampilannya.2
Efek Neurofisiologik : Obat antipsikotik tipikal meningkatkan pola
frekuensi EEG, biasanya memperlambat dan meningkat sinkronisasinya.
Perlambatan kadang-kadang fokal atau unilateral, yang membuat interpretasi
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
24/37
24
diagnosis yang keliru. Perubahan EEG akibat obat muncul pertama kali pada
elektroda subkortikal.2
Efek Endokrin : obat antipsikotik tipikal menyebabkan efek samping
nyata pada sistem reproduksi. Amenorhea-galactorhea, tes positif palsu kehamilan
dan peningkatan libido pada wanita, sedangkan pada pria terjadi penurunan libido
dan ginekomastia. Efek ini bersifat sekunder terhadap penghambatan inhibisi
dopamin terhadap sekresi prolaktin, juga peningkatan perubahan perifer androgen
menjadi estrogen.9
Efek Kardiovaskular : Hipotensi ortostatik dan peningkatan pulsus
biasanya akibat penggunaan dosis tinggi golongan fenotiazin. Tekanan arterial
rata-rata, resistensi perifer dan isi sekuncup berkurang, dan kecepatan pulsus
meningkat. Efek ini diramalkan sebagai pengaruh obat terhadap kerja sistem saraf
otonom. EKG yang abnormal terutama dapat terjadi pada penggunaan
thioridazine. Perubahan termasuk perpanjangan interval QT dan konfigurasi
segmen ST serta gelombang T biasanya mudah kembali dengan penghentian
obat.9
2.4.5 Indikasi
Indikasi Psikiatri : Skizofrenia merupakan indikasi utama untuk obat-
obatan ini.Gagguan skizoafektif memrlukan obat ini, terutama tipe manik.
Sindrom tourette dan gangguan tingkah laku demensia pada alzheimer juga
merupakan indikasi pemberian obat ini. Pada pasien depresi agitatif atau dengan
gejala psikosis dapat diberikan obat ini bersama dengan antidepresan.
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
25/37
25
Antipsikotik tipikal dalam dosis rendah juga dapat digunakan sebagai anti
ansietas.2,9
Indikasi Non-psikiatri : obat antipsikotik tipikal pada umumnya kecuali
tioridazin mempunyai efek antiemetik yang kuat. Fenotiazin dengan rantai
samping yang lebih pendek memiliki efektivitas dalam menghambat reseptor H1
dan dapat digunakan untuk pruritus. Butirofenon droperidol digunakan bersama
fentanil dalam neuroleptanestesia.2,9
2.4.6 Konsentrasi Plasma dan Efek Klinik
Usaha untuk menetapkan kisaran terapi konsentrasi plasma obat banyak
menemui kesulitan. Kisaran 2-20 nanogram/mL disebut untuk haloperidol,
meskipun angka ini secara klinik tidak banyak diperlukan. Monitoring klinik
konsentrasi plasma, meskipun dapat dikerjakan belum diperlukan waktu
sekarang2.
2.4.7 Kombinasi Obat
1. Antipsikosis dengan antipsikosis lain menimbulkan potensiasi efeksamping obat dan tidak ada bukti lebih efektif.
2. Antipsikosis dengan antidepresan trisiklik menyebabkan peningkatan efeksamping antikolinergik meningkat.
3. Antipsikosis dengan anti ansietas menyebabkan efek sedasi meningkat,bermanfaat untuk kasus gaduh gelisah yang sangat hebat
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
26/37
26
4. Antipsikosis dengan ECT tidak dianjurkan karena angka mortalitas yangtinggi
5. Antipsikosis dengan antikonvulsan menyebabkan penurunan ambangkonvulsi. Dosis anti konvulsi harus ditingkatkan. Efek paling minimal
untuk menimbulkan konvulsi adalah haloperidol.
6. Antipsikosis dengan antasid menjadikan gangguan absorbsi antipsikosis.5
2.4.8 Klasifikasi Antipsikotik Tipikal Berdasarkan Struktur Kimia
Gambar 4. Fenotiazin dan Butirofenon
Gambar 5. Difenil-Butil-Piperidin
Dari gambar 4 dan gambar 5 didapatkan tiga jenis rantai kimia yang
membedakan antipsikotik tipikal satu dengan yang lainnya. Nama-nama obat
antipsikotik tipikal yang telah diklasifikasikan berdasarkan jenis rantai kimia yang
dimilikinya disajikan dalam tabel berikut ini.
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
27/37
27
Tabel 2. Klasifikasi Antipsikotik Tipikal5
No Rantai Kimia Nama Obat1 Fenotiazin
-Rantai alifatik
-Rantai piperazin
-Rantai Piperidin
-Klorpromazin
-Perfenazin
-Trifluoperazin
-Flufenazin
-Thioridazin
2 Butirofenon Haloperidol
3 Difenil-butil-piperidin Pimozid
A . Klorpromazin10,11,12
Sediaan : Tablet, injeksi.
Mekanisme Kerja : Tidak begitu jelas, diduga menghambat reseptor dopamin
pada mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel mamtrofi hipofise
anterior.
Indikasi : Skizofrenia, mania, balisme, sindrom Tourette, korea, anak hiperaktif,
cegukan (hiccups).
Kontraindikasi : Koma, depresi SSP, wanita hamil dan menyusui. Hati-hati pada
penderita dengan gangguan fungsi hati.
Efek samping : Gejala ekstrapiramidal, akitisia, parkinsonisme, hipotensi
ortostatik, mulut kering, mengantuk, pandangan kabur, retensi urin.
Interaksi Obat : Alkohol dan obat-obat depresi SSP lain meningkatkan efek
sedasinya. Menurunkan efektivitas obat antiparkinson. Obat antikolinergik
meningktkan efek samping obat ini.
Dosis : Dewasa : 250-600 mg/hari, anak : 4-6 x 0,5 mg/kgbb/ha
http://obat.name/depresihttp://obat.name/ssphttp://obat.name/ekstrapiramidalhttp://obat.name/parkinsonhttp://obat.name/hipotensi-ortostatikhttp://obat.name/hipotensi-ortostatikhttp://obat.name/retensi-urinehttp://obat.name/sedasihttp://obat.name/sedasihttp://obat.name/retensi-urinehttp://obat.name/hipotensi-ortostatikhttp://obat.name/hipotensi-ortostatikhttp://obat.name/parkinsonhttp://obat.name/ekstrapiramidalhttp://obat.name/ssphttp://obat.name/depresi -
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
28/37
28
B. Perfenazin11
Sediaan : Tablet.
Mekanisme Kerja : Tidak begitu jelas, diduga menghambat reseptor dopamine
pada mesokortikal-mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel mamotropi
hipofise anterior.
Indikasi : Skizofrenia kronis atau akut, ansites berat, ansietas yang disertai
depresi, depresi karena penyakit organis, antiemetic terutama pasca operasi.
Kontraindikasi : Wanita hamil dan menyusui, depresi SSP atau koma, sindrom
Reye, anak-anak, MCI. Hati-hati pemberian pada penyakit hati.
Efek samping : Pandangan kabur, salivasi, hidung tersumbat, sakit kepala, reaksi
ekstrapiramidal, dikinesia tardif.
Interaksi Obat : Tidak boleh diberikan bersama penghambat MAO karena
menimbulkan hiperpiretik krisis. Epinefrin tidak boleh diberikan bersama karena
mengantagonis obat ini. Simetidin menurunkan metabolism perferazin. Paralitik
ileus dapat terjadi bila digabung dengan obat antikolinergik.
Dosis : Skizofernia: dewasa: 8-32 mg/hari dosis terbagi. Antiemetic: dewasa: oral:
4-6 x 2-4 mg/hari. IM: 5 mg atau 10 mg
C Trifluoperazin11
Sediaan : Tablet.
Mekanisme kerja : Tidak begitu jelas, tetapi diduga menghambat reseptor
dopamine di sistem mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel
mamotrofi hipofise anterior.
http://obat.name/depresihttp://obat.name/ssphttp://obat.name/mcihttp://obat.name/ekstrapiramidalhttp://obat.name/diskinesia-tardifhttp://obat.name/diskinesia-tardifhttp://obat.name/ekstrapiramidalhttp://obat.name/mcihttp://obat.name/ssphttp://obat.name/depresi -
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
29/37
29
Indikasi : Skizofrenia, mania, balisme, sindrom Taurette, depresi,ansietas non-
psikotik, antiemetik.
Kontraindikasi : Wanita hamil dan menyusui, depresi sumsum tulang, penyakit
hati, depresi SSP, gangguan atau kelainan darah.
Efek samping : Reaksi ekstrapiramidal, akatisia, parkinsonisme, mulut kering,
retensi cairan, pandangan kabur.
Interaksi obat : Mengantagonis kerja guanetidin. Tiazid meningkatkan efek
hipotensi.
Dosis : Dewasa : 2-4 mg/hari, Anak >6 tahun: 1-2 mg/hari
D Flufenazin5, 11
Sediaan : Tablet, injeksi.
Mekanisme Kerja : Tidak begitu jelas, diduga menghambat reseptor dopamin
pada mesokortikal mesolimbik otak depan, nigrostriatal, dan sel mamotropi
hipofise anterior.
Indikasi : Skizofrenia kronik.
Kontraindikasi : Gangguan (rusak) area subkortikal di otak, wanita hamil dan
menyusui. Hati-hati pada penderita penyakit hati, koma, depresi SSP.
Efek samping : Gejala ekstrapiramidal, diskinesia tardif, mengantuk, hipotensi
ortostatik.
Interaksi Obat : Alkohol dan bersama obat depresi SSP (antidepresan,
antiansietas, antipsikotik) meningkatkan depresi SSP.
Dosis : Dewasa : dosis awal : 12,5 mg diikuti 25 mg setiap 2-3 minggu.
http://obat.name/depresihttp://obat.name/ssphttp://obat.name/ekstrapiramidalhttp://obat.name/parkinsonhttp://obat.name/hipotensihttp://obat.name/depresihttp://obat.name/ssphttp://obat.name/ekstrapiramidalhttp://obat.name/diskinesia-tardifhttp://obat.name/hipotensi-ortostatikhttp://obat.name/hipotensi-ortostatikhttp://obat.name/depresihttp://obat.name/depresihttp://obat.name/depresihttp://obat.name/hipotensi-ortostatikhttp://obat.name/hipotensi-ortostatikhttp://obat.name/diskinesia-tardifhttp://obat.name/ekstrapiramidalhttp://obat.name/ssphttp://obat.name/depresihttp://obat.name/hipotensihttp://obat.name/parkinsonhttp://obat.name/ekstrapiramidalhttp://obat.name/ssphttp://obat.name/depresi -
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
30/37
30
E Tioridazin5,11
Sediaan : Tablet
Mekanisme Kerja : Memblokade reseptor D2 di sistem saraf pusat. Kerja anti-
adrenergisnya lebih kuat, juga efek antihistamin, antikolinergis, dan anti-
serotoninnya. Resorpsinya di usus baik dan lengkap, tetapi BA-nya hanya 65%
akibat FPE besar. PP-nya di atas 95%, t1/2-nya 10-24 jam. Ekskresinya berupa
metabolit lewat tinja (50%) dan kemih (30%).
Indikasi : antipsikotis dan sedatif yang baik, sehingga sering digunakan pada
pasien yang sukar tidur. Obat ini digunakan pula pada neurose hebat dengan
depresi, rasa takut, dan ketegangan, serta depresi dengan kegelisahan.
Kontra Indikasi : Pasien yang memiliki aktivitas enzin CY2P6 yang rendah
Efek Samping : Efek samping yang terpenting adalah gejala antikolinergis kuat
dan hipotensi ortostatis, GEP dan hepatitis yang jarang terjadi.
Interaksi Obat : bila diberikan dengan antihipertensi, nitrat, dan alkohol akan
menambah potensiasi hipotensi. Depresi SSP bertambah jika digunakan dengan
alkohol, opioid, antihistamin, dan obat anestesi.efek antikolinergik bertambah jika
diberikan bersama atropin, antihistamin, dan antidepresan.
Dosis : Dosis: oral 2-4 dd 25-75 mg (garam-HCD maksimum 800 mg sehari,
sebagai tranquillizer 2-3 dd 15-30 mg.
F. Haloperidol12
Sediaan : Tablet, kapsul, injeksi
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
31/37
31
Mekanisme Kerja : Memblok reseptor dopaminergik D1 dan D2 di postsinaptik
mesolimbik otak. Menekan penglepasan hormon hipotalamus dan hipofisa,
menekan Reticular Activating System (RAS) sehingga mempengaruhi
metabolisme basal, temperatur tubuh, kesiagaan, tonus vasomotor dan emesis.
Onset kerja : sedasi :iv.: sekitar 1 jam, Durasi dekanoat : sekitar 3 minggu;
distribusi; melewati plasenta dan masuk ke ASI. Ikatan protein : 90%,
metabolisme: di hati menjadi senyawa tidak aktif, bioavailabilitas oral : 60%, T
eliminasi 20 jam, T maks serum : 20 menit, Ekskresi : urin, dalam 5 hari, 33-40%
sebagai metabolit, feses 15%.
Indikasi : Penanganan shcizofrenia, sindroma Tourette pada anak dan dewasa,
masalah perilaku yang berat pada anak.
Kontra Indikasi : Hipersensitif terhadap haloperidol atau komponen lain
formulasi, penyakit Parkinson, depresi berat SSP, supresi sumsum tulang,
penyakit jantung atau hati berat, koma.
Efek Samping : KV : takikardia, hiper/hipotensi, aritmia, gelombang T abnormal
dengan perpanjangan repolarisasi ventrikel, torsade de pointes (sekitar 4%). SSP :
gelisah, cemas, reaksi ekstrapiramidal, reaksi distonik, tanda pseudoparkinson,
diskinesia tardif, sindroma neurolepsi malignan, perubahan pengaturan temperatur
tubuh, akathisia, distonia tardif, insomnia, eforia, agitasi, pusing, depresi, lelah,
sakit kepala, mengantuk, bingung, vertigo, kejang. Kulit : kontak dermatitis,
fotosensitifitas, rash, hiperpigmentasi, alopesia Metabolik & endokrin : amenore,
gangguan seksual, nyeri payudara, ginekomastia, laktasi, pembesaran payudara,
gangguan keteraturan menstruasi, hiperglisemia, hipoglisemia, hiponatremia;
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
32/37
32
Saluran cerna : berat : mual muntah, anoreksia, konstipasi, diare, hipersalivasi,
dispepsia, xerostomia. Saluran genito-urinari : retensi urin, priapisme; Hematologi
: cholestatic jaundice, obstructive jaundice; Mata : penglihatan kabur, Pernafasan :
spasme laring dan bronkus; Lain-lain : diaforesis dan heat stroke.
Interaksi Obat : Efek haloperidol meningkat oleh klorokuin, propranolol,
sulfadoksin-piridoksin, anti jamur azol, chlorpromazin, siprofloksacin,
klaritromisin, delavirdin, diklofenak, doksisiklin, aritromisin, fluoksetin, imatinib,
isoniasid, mikonazol, nefazodon, paroksetin, pergolid, propofol, protease
inhibitor, kuinidin, kuinin, ritonavir, ropinirole, telitromisin, verapamil, dan
inhibitor CYP2D6 atau 3A4. Haloperidol dapat meningkakan efek amfetamin,
betabloker tertentu, benzodiazepin tertentu, kalsium antagonis, cisaprid,
siklosporin, dekstrometorfan, alkaloid ergot, fluoksetin, inhibitor HMG0CoA
reductase tertentu, lidokain, paroksetin, risperidon, ritonavir, sildenafil ,
takrolimus, antidepresan trisiklik, venlafaksin, dan sunstrat CYP2D6 atau 3A4.
Haloperidol dapat meningkatkan efek antihipertensi, SSP depresan, litium,
trazodon dan antidepresan trisiklik. Kombinasi haloperidol dengan indometasin
dapat menyebabkan mengantuk, lelah dan bingung sedangkan dengan
metoklopramid dapat meningkatkan resiko ekstrapiramidal. Haloperidol dapat
menghambat kemampuan bromokriptin menurunkan konsentrasi prolaktin.
Benztropin dan antikholinergik lainnya dapat menghambat respons terapi
haloperidol dan menimbulkan efek antikholinergik. Barbiturat, karbamazepin,
merokok, dapat meningkatkan metabolisme haloperidol. Haloperidol dapat
menurunkan efek levodopa, hindari kombinasi. Haloperidol dapat menurunkan
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
33/37
33
efek levodopa, hindari kombinasi. Haloperidol mungkin menurunkan efek substrat
prodrug CYP2D6 seperti kodein, hirokodon, oksikodon dan tramadol.
Dosis :
Anak-anak 3-12 tahun Oral : Awal : 0,05 mg/kg/hari atau 0,25-0,5
mg/hari dibagi dalam 2-3 dosis; peningkatan 0,25-0,5 mg setiap 5-7 hari
maksimum 0,15 mg/kg/hari.
Dosis lazim pemeliharaan : Agitasi/hiperkinesia : 0,01-0,003 mg/kg/hari,
sehari satu kali.; Gangguan nonpsikosis : 0,05-0,075 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3
dosis; Gangguan psikosis : 0,05-15 mg/kg/hari dibagi dalam 2-3 dosis. Anak-anak
6-12 tahun: Gangguan psikosis/sedasi : i.im. sebagai laktat: 1-3 mg/dosis setiap 4-
8 jam ditingkatkan sampai maksimum 0,15 mg/kg/hari; ubah ke terapi oral
sesegera mungkin.
Dewasa : Psikosis : Oral : 0,5-5 mg, sehari 2-3 kali, maksimum
lazimnya 30 mg/hari. I.m. sebagai laktat : 2-5 mg setiap 4-8 jam sesuai kebutuhan;
Sebagai dekanoat : awal 10-20 x dosis harian oral, diberikan dengan interval 4
minggu. Dosis pemeliharaan : 10-15 kali dosis awal oral, digunakan untuk
menstabilkan gejala psikiatri. Delirium di unit perawatan intensif: iv.: 2-10 mg;
dapat diulang secara bolus setiap 20-30 menit sampai dicapai kondisi tenang,
kemudian berikan 25% dosis maksimum setiap 6 jam, monitor EKG dan interval
QT. IV intermiten : 0,03-0,15 mg/kg setiap 30 menit sampai 6 jam. Oral : Agitasi
: 5-10 mg; infus iv. 100mg/100 ml D5W (dextrosa 5%), kecepatan 3-25 mg/jam.
Agitasi berat : setiap 30-60 menit 5-10 mg oral atau 5 mg im., dosis pemeliharaan
total 10-20 mg. Orang tua : Awal 0,25-0,5 mg oral sehari 1-2 kali, tingkatkan
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
34/37
34
dosis 0,25-0,5 mg/hari setiap interval 4-7 hari, Naikkan interval pemberian sehari
2 kali, sehari 3 kali dan seterusnya bila diperlukan untuk mengontrol efek
samping.
G Pimozide5, 11, 13
Sediaan : Tablet
Mekanisme Kerja : Memblokade reseptor dopamin D2. Resorpsinya di usus
lambat dan variabel. Plasma t1/2-nya panjang: 55-150 jam; pada pasien
schizofrenia rata-rata 55-150 jam. Sifatnya sangat lipofil dan hanya sedikit dirom-
bak dalam hati. Ekskresinya sangat lambat, karena selalu diresorpsi kembali oleh
tubuli. Akhirnya ca 40% dikeluarkan lewat kemih terutama berupa metabolit dan
15% dengan tinja secara utuh.
Indikasi : Derivat-difenilbutilpiperidin ini diturunkan dari droperidol (1969) dan
memiliki khasiat antipsikotis kuat dan panjang. Efek terapi baru nyata sesudah
beberapa waktu, tetapi bertahan agak lama (1-2 hari). Pimozida khusus digunakan
pada psikose kronis jangka-panjang.
Kontra Indikasi : Obat ini tidak layak diberikan pada keadaan eksitasi dan
kegelisahan akut, yang memerlukan sedasi langsung. Lagi pula efek sedasinya
lebih ringan dibandingkan obat-obat lain.
Efek Samping : Efek sampingnya berupa umum, GEP sering terjadi, adakalanya
nampak perubahan jantung (ECG) dan aritmia.
Interaksi Obat : kontrasepsi oral dapat menurunkan atau meningkatkan efek,
penggunaan bersama supresan SSP lain, antihistamin, anti depresan,
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
35/37
35
antikonvulsan dapat mensupresi SSP. Penggunaan dengan simetidin
meningkatkan efek. Merokok dan kafein menurunkan efek, pemakaian bersama
digoksin menyebabkan toksisitas digoksin.
Dosis : Dosis: oral 1 dd 1-2 mg, dinaikkan secara berangsur-angsur setiap 2
minggu sampai maksimum 6 mg sehari.
2.4.9 Efek Samping Obat Anti Psikotik Tipikal
Sebagian besar efek samping antipsikotik adalah efek farmakologiknya
yang dikenal tetapi terjadi secara berlebihan, tetapi sebagian alergi dan
idiosinkrasi lainnya.2
Efek Tingkah Laku : antipsikotik merupakan obat yang tidak disenangi.
Semakin kuat perasaan tersebut, semakin kurang kelainan jiwa pasien tersebut.
Keadaan toxic-confusional terjadi bila menggunakan dosis sangat tinggi yang
mempunyai sifat antimuskarinik yang kuat. 2
Efek Neurologik : Reaksi ekstrapiramidal yang terjadi pada awal
pengobatan termasuk sindrom parkinson, akatisia, dan reaksi distonik akut.
Sindrom ini bersifat terbatas, sehingga perlu dipikirkan penghentian obat. 2
Tardiv Diskinesia : merupakan sindrom yang terjadi lambat dalam
bentuk gerakan koreoatenoid abnormal. Ini merupakan efek yang tidak
dikehendaki yang disebabkan oleh defisit kolinergik yang relatif akibat
supersensitif reseptor dopamin di putamen kaudatus. Terjadi sekitar 20-40% pada
pasien yang berobat lama. Pengurangan dosis atau penghentian antipsikotik dan
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
36/37
36
obat antikolinergik lain diperlukan untuk penanganan ini, bila masih gagal,
berikan 30-40 mg/hari diazepam.2
Efek Sistem Saraf Otonom : umumnya pasien toleran terhadap efek
antimuskarinik dari obat antipsikotik tipikal berupa retensi urin, hipotensi
ortostatik, dan gangguan ejakulasi. 2
Efek Metabolik dan Endokrin : hiperprolaktinemia dan infertilitasv
Reaksi Toksik atau Alergi : ikterus kolestatik dan erupsi kulit jarang
terjadi pada antipsikotik potensi tinggi. 2
Komplikasi Mata : deposit pada bagian anterior mata merupakan bagian
dari efek samping klorpromazin yang dapat mempercepat proses penuaan lensa. 2
Toksisitas Jantung : Tioridazin dengan dosis harian lebih dari 300mg
hampir selalu memperlihatkan kelainan gelombang T. 2
Sindroma maligna Neuroleptik : terjadi pada pasien yang sangat
sensitif terhadap efek ekstrapiramidal dari antipsikotik. Simptom awal berupa
kaku otot. Dapat timbul demam yang mencapai taraf berbahaya, leukositosis,
instabilitas otonom, kreatinin kinase isoenzim sangat meningkat menunjukkan
kerusakan otot. Sindrom ini terjadi akibat penghambatan dopamin pada
pascasinaptik yang berlebihan.
2
-
7/29/2019 Antipsikosis tipikal
37/37
BAB III
KESIMPULAN
Psikosis adalah gangguan kejiwaan yang diduga disebabkan oleh
aktivitas dopamin yang berlebihan di sistem saraf pusat. Obat anti psikotik tipikal
digunakan dalam penatalaksanaan sindrom psikosis atas dasar alasan tersebut.
Dalam pemberian pengobatan menggunakan antipsikotik tipikal dapat
ditemui berbagai kendala terutama dari efek samping ekstrapiramidal yang
kemungkinan terjadinya lebih tinggi dibandingkan dengan jenis antipsikotik
atipikal. Hal ini menimbulkan stigma yang buruk dalam masyarakat dan
mengurangi kepatuhan berobat pasien psikiatri. Tetapi dengan pengetahuan yang
baik mengenai efek samping dari anti psikotik tipikal serta penanganannya,
kendala ini dapat diatasi.