NEPHROLITHIASIS IN ECTOPIC KIDNEYDwimantoro Iman P. 1, Soetojo1
1 Departemen Urologi, Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, RS Dr Soetomo, Surabaya
Abstract
A 53 years old male had suffered from dull pain in lower umbilical region, which was
accompanied by anorexia, fatigue and dysuria since 4 month before admission. Vital sign is
within normal limit. On physical examination, there was tenderness at the lower umbilical area.
Laboratory findings showed kidney function within normal limit. The sonographic examination
showed normal right kidney and bladder, but there is no left kidney appearance. The intravenous
urography showed an ectopic pelvic nephrogram in the left aspect of the midline. There was
opaque stone appearance on the pelviocaliceal system of left kidney. The stone measures about
1,5 x 1,5 x 1 cm. Either computerized tomography (CT) abdomen showed ectopic pelvic kidney in
the left aspect of sacro-illiac join.
The stone was treated with pyelolithotomy through midline infra umbilical incision.
One week after surgery, the patient recovered with no complications encountered
Key words: dull pain, pyelolithotomy, midline infraumbilical incision, ectopic kidney stones, pelvic
kidney
Abstrak
Seorang laki-laki usia 53 tahun mengeluhkan nyeri tumpul pada regio infra umbilicus, serta
keluhan mudah lelah dan disuria sejak 4 bulan lalu. Vital sign dalam batas normal, pada
pemeriksaan fisik didapatkan nyeri tekan di bawah umbilikus. Laboratorium menunjukkan
fungsi ginjal dalam batas normal Pada USG urologi didapatkan gambaran ginjal kanan serta buli-
buli yang normal, namun tidak ditemukan gambaran ginjal kiri pada regio flank kiri. Telah
dilakukan pemeriksaan IVP dan menunjukkan gambaran ginjal ektopik kiri yang terletak pada
kavum pelvis dengan gambaran batu opague di pyelum. Ukuran batu 1,5 x 1,5 x 1 cm. CT scan
abdomen juga menunjukkan ginjal ektopik di sisi kiri dari sacro-illiac join.
Dilakukan operasi pyelolithotomi dengan insisi midline infra umbilikus.
Satu minggu paska operasi, pasien membaik tanpa didapatkan komplikasi yang berarti.
Key words: nyeri tumpul, pyelolithotomi, insisi midline infra umbilikus, batu pyelum, ginjal
ektopik pelvis
PENDAHULUAN
Angka kejadian ginjal ektopik sekitar
1:500 sampai 1:110; yang diantaranya 1:13000
adalah ectopic thoracic kidney, 1:1000 ginjal
soliter, 1:22000 ginjal pelvis soliter, 1:3000
adalah satu ginjal normal dengan ginjal pelvis,
serta 1:7000 adalah crossed renal ectopia. 1,2
Studi yang dilakukan oleh sentra urologi
pediatri di Itali menyebutkan bahwa ginjal
ektopik lebih banyak ditemukan pada autopsy
postmortem dibandingkan pada praktek klinik
(pada autopsy sekitar 1:1000, sedangkan pada
skrining klinik 1:5000); sebagian besar kasus
adalah tanpa keluhan, sedangkan bila ada
keluhan dan membutuhkan pengobatan hanya
sekitar 1:10000. 1,3
Anomali traktus urinarius mempunyai
daftar panjang dan bersifat kompleks.
Kelainan bawaan dari traktus urinarius ini juga
dapat mendasari patologi suatu penyakit.
Menurut Guiterrez, sekitar 40% kondisi
patologis pada traktus urinarius disebabkan
oleh kelainan bawaan. Anomali ini
menyebabkan variasi dalam jumlah, posisi,
bentuk dan ukuran serta rotasi pada ginjal,
kaliks, ureter maupun buli-buli. Kadang
anomali ini juga disertai kelainan anatomi
pada vertebra, traktus gastrointestinal, organ
genitalia, sumsum tulang belakang maupun
meningen/ selaput sumsum tulang belakang. 1,2,4
Ginjal ektopik mungkin berada pada
sisi dia berasal (simple ectopic) atau
menyeberang garis tengah menuju sisi
kontralateral (crossed ectopic). Pada sisi
kontralateral ini ginjal mengadakan fusi atau
tetap terpisah. Pada umumnya ektopik terletak
pada pelvis sebagai pelvic kidney atau sebagai
ginjal abdominal.
Gejala yang didapatkan biasanya infeksi
saluran kemih, nyeri, dan mual-mual yang
mirip kelainan pada system pencernaan.
Adanya gejala obstruksi pada perbatasan
uretro-pelvik menimbulkan hidronefrosis.
Sering kali ginjal yang terletak pelvikal
mengalami hipoplasia, refluks, dan mengalami
obstruksi, sehingga fungsinya menjadi
menurun dan sulit dideteksi dengan USG. 1,4
Kasus ginjal ektopik yang terdeteksi
dan terdapat manifestasi klinis sangat jarang
ditemukan (prevalensi 1:3000 populasi
umum), khususnya di RSU Dr Soetomo, Dan
kasus ini mendapatkan perhatian khusus
dikarenakan adanya penatalaksanaan operatif.
Berdasarkan data tersebut, kami menjadikan
kasus ginjal ektopik pelvis dengan
nefrolithiasis ini sebagai laporan kasus.
LAPORAN KASUS
Laki – laki usia 53 tahun dengan
keluhan utama nyeri dibawah pusar. Pada
awalnya hanya dirasakan seperti nyeri tumpul
(kemeng) sejak 4 bulan yang lalu. Kemudian 2
bulan terakhir ini, dirasakan nyeri menusuk
yang hilang-timbul, tanpa disertai anyang-
anyangan maupun panas badan. Kadang
sembuh sendiri dan berulang lagi. Pasien juga
merasa badan mudah lelah serta nafsu makan
menurun. Riwayat kencing mengeluarkan batu
dan minum obat – obatan sebelumnya
disangkal. Riwayat kencing bercampur darah
juga disangkal. Riwayat keluarga dengan
penyakit yang sama tidak ada, riwayat
penyakit pada traktus urinarius disangkal.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan
keadaan umum baik, gizi: cukup, tensi:
130/80, nadi: 84 x/menit, pernafasan: 16
x/menit, suhu: 36,7 ° C. Status umum:
penderita tidak anemis, lain – lain dalam batas
normal. Status Urologi: tidak didapatkan masa
maupun nyeri ketok di daerah flank kanan
maupun kiri, perabaan daeRah suprasimfisis
tidak teraba buli maupun masa buli, namun
kadang terasa nyeri bila ditekan. Status
genetalia eksterna dalam batas normal.
Pemeriksaan laboratorium didapatkan
hemoglobin 15,2 g/dL; leukosit 7,26x103/µL;
trombosit 384x103/µL; BUN 4,81 mg/dL;
creatinin 0,43 mg/dL; Urinalisa: eritrosit
banyak, leukosit 3-5 dan epitel negatif. Faal
hemostasis serta fungsi hati dalam batas
normal. Pemeriksaan foto polos abdomen:
bayangan radioopague pada cavum pelvis
(Gambar 1). Ultrasonografi: tidak tampak
gambaran ginjal kiri, ginjal kanan dan buli-
buli normal (Gambar 2).
Intravenous urografi (IVU): kontras
mengisi PCS ginjal kanan, fungsi dan kontur
baik; nephrogram ginjal kiri terproyeksi di
cavum pelvis, mengesankan suatu pelvic
kidney dengan dilatasi PCS yang disebabkan
obstruksi batu pyelum dan curiga terdapat
uretero-pelvic junction (UPJ) stenosis
(Gambar 3).
Gambar 1. BOF
Gambar 2. USG
Gambar 3a. IVP
Gambar. 3b
Pemeriksaan diagnostik standar untuk
batu traktus urinarius telah dilakukan semua,
yaitu BOF, USG maupun IVP. Untuk
identifikasi vaskularisasi ginjal serta letak dan
panjang ureter dilakukan CT scan, sehingga
operator dapat menentukan approach serta
insisi yang mudah pada saat operasi.
Pada pemeriksaan CT scan didapatkan
gambaran ginjal kiri dengan posisi hilus di
ventral sehingga pyelum dan pedikel terletak
di anterior ginjal. Vaskularisasi mendapat
aliran darah arteri dari percabangan aorta
abdominalis serta percabangan iliaka komunis
sebelah kiri. Ureter kiri didapatkan panjangnya
hanya sekitar 10 cm, bermuara pada buli pada
tempat yang normal. Juga didapatkan
hidroureter kiri. Ginjal kanan dan ureter kanan
normal. (Gambar. 4)
Gambar 4a CT Scan
Gambar 4b. CT Scan
Gambar 4c. CT Scan 3D
Pasien diputuskan untuk dilakukan
operasi pyelolithotomi pada tanggal 15
Februari 2012. Operator melakukan insisi
midline infraumbilikus hingga supra simfisis
seperti pada insisi seksio alta. Pada saat
eksplorasi didapatkan posisi ginjal pada cavum
retroperitoneal di superior buli-buli. Tampak
ureter kiri yang pendek, kemudian ditelusuri
hingga pyelum, didapatkan uretero-pelvic
junction yang menyempit oleh karena jeratan
jaringan fibrotik, ginjal tidak dibebaskan
secara keseluruhan, karena terdapat
perlengketan dengan buli dan peritoneum.
Identifikasi pyelum dan teraba batu, kemudian
dilakukan pyelolithotomi tandas batu, jeratan
pada UPJ juga dibebaskan, tidak didapatkan
UPJ stenosis (Gambar 5). Dikeluarkan 1 batu
pyelum berukuran diameter 1,5 cm dan batu
sekunder dengan diameter sekitar 0,5 cm.
Kemudian dilakukan spooling, tidak ada batu
sisa, sondase ureter distal lancar. Perdarahan
dapat dikontrol.
Penjahitan pyelum dengan benang
absorbable 4.0 dengan teknik simple
interrupted. Dilakukan pemasangan drain
retroperitoneal, kemudian jahit luka operasi
lapis demi lapis.
Gambar 5. (Panah kuning: ginjal kiri, panah
putih: UPJ dan ureter kiri)
Perawatan paskaoperasi, pemeriksaan
laboratorium dalam batas normal. Produksi
drain retroperitoneal minimal dan dilepas pada
hari ke-3. Enam hari setelah operasi pasien
dipulangkan. Hari ke-9 paska operasi pasien
kontrol ke poli bedah urologi dengan keadaan
kencing lancar warna kuning jernih, luka
operasi tidak ada pus dan kering.
PEMBAHASAN
Secara embriologis perkembangan
ginjal melalui 3 tahap; pronefros, mesonefros,
dan metanefros.
Tahap pronefros terbentuk oleh 7-10
kelompok sel padat di daerah leher. Kelompok
pertama membentuk nefrotom vestigium yang
menghilang sebelum nefrotom yang disebelah
kaudalnya terbentuk. Akhir minggu ke-4
semua tanda sistem pronefros menghilang. 1,2,4
Mesonefros berasal dari mesoderm
intermediet dari segmen dada bagian atas
hingga lumbal bagian atas. Pada akhir minggu
ke-4 ketika sistem pronefros mengalami
regresi, saluran ekskresi mesonefros tampak
memanjang membentuk glomerulus (bagian
medial) dan simpai bowman, yang keduanya
disebut korpuskulus mesonefrikus (renalis).
Bagian lateralnya, saluran berkumpul pada
duktus mesonefrikus (duktus wolfian). Pada
pertengahan bulan ke-2, mesonefros bagian
medial membentuk gonad dan rigi yang
terbentuk oleh kedua organ tersebut disebut
rigi urogenital. Saluran sebelah kaudal tetap
berdiferensiasi. Menjelang akhir bulan ke-2,
bagian kranial sebagian besar menghilang.
Bagian kaudal pada pria tetap ada dan ikut
membentuk sistem kelamin dan pada wanita
menghilang. 1,2,4
Pada tahap metanefros, blastema
metanefros mengalami diferensiasi menjadi
nefron ginjal, kemudian fungsi serta posisinya
menjadi sempurna. Blastema metanefros
memicu duktus wolfian dan membentuk
ureteric bud (UB), yang selanjutnya terjadi
fusi antara ureter dengan ginjal. Tahap
pronefros biasanya mulai terjadi pada minggu
ke 4-5 gestasi, dan tahap metanefros berakhir
saat minggu ke-8 gestasi.2,7,10 (Gambar 6).
Metanefros awalnya diposisikan di
pelvis berlawanan dengan sacral somites.
Pertumbuhan cepat dari bagian caudal
menyebabkan migrasi dari ginjal yang
berkembang dari panggul ke fossa renalis
retroperitoneal, yang terletak di kedua sisi
tulang belakang yang berlawanan dengan
vertebra L2. Saat naik, ginjal berputar 90
derajat sehingga hilus ginjal mengarah ke
medial padaposisi akhir. Migrasi dan rotasi
selesai pada minggu kedelapan kehamilan.1,2,4
Gambar 6. Embriologi Ginjal (Waters, 2010)
Ginjal yang naik tersebut mendapatkan
pasokan vaskular secara lokal dari pembuluh
darah organ sekitar. Ketika ginjal mencapai
posisi permanen mereka, arteri renalis dan
vena berkembang dan memberikan dukungan
vaskular. Akibatnya, ginjal ektopik biasanya
mengandung banyak pembuluh darah kecil
dan mencerminkan perubahan yang
berkelanjutan dalam penyediaan darah dari
ginjal berkembang selama perjalanan naiknya
ginjal. 2,10
Malrotasi ginjal dapat disebabkan
karena: 1. Rotasi ginjal yang tidak sempurna,
2. Rotasi terbalik arah (reverse), dan 3. Rotasi
yang berlebih (excesive). Jenis yang terbanyak
adalah rotasi yang tidak sempurna/kurang
lengkap yaitu posisi ginjal menghadap diantara
posisi normal dan posisi sebelum rotasi.
Malrotasi tanpa keluhan (asymptomatic)
biasanya didapatkan secara kebetulan dari
pemeriksaan IVP. Kelainan ini bisa terjadi
pada satu atau kedua ginjal. Pasien sering kali
mengeluh nyeri tumpul pada abdomen atau
didapatkan massa pada abdomen karena
terdapat obstruksi yang menimbulkan
kaliektasis. 1,4
Patogenesis terbentuknya ginjal
ektopik dapat disebabkan banyak faktor
terutama yang mempengaruhi proses
embriologi, abnormalitas pertumbuhan dari
spinal cord dipercaya dapat memicu gangguan
pertumbuhan ginjal (Friedland G, 1975;
Guarino et al, 2004).3 Pemeriksaan penunjang
serta imaging yang telah dilakukan pada
pasien kami, tidak ditemukan kelainan anatomi
vertebra lumbal sampai dengan sacrum. Hal
ini sepertinya bertentangan dengan hipotesis
dari Mazels dan Stephens (1979) yang
menyebutkan ektopik ginjal sering disebabkan
oleh adanya deformitas trunkus pada embryo.
5,9,10,19
Faktor lain yang dapat mempengaruhi
malposisi dan malrotasi ginjal adalah ureteric
bud maldevelopment, gangguan metanefros
menginduksi asensus ginjal, abnormalitas
genetik (gen Lim 1, Pax 2/8, dan Gata 3),
teratogenic agent, serta infeksi saat
kehamilan.2
Insiden terjadinya ginjal ektopik
dengan anomali genitalia cukup tinggi pada
suatu penelitian di Itali yaitu sekitar 5%,
didapatkan hipospadia dan kriptorkidism pada
pria dan agenesis uterus serta vagina pada
wanita (Guarino, 2004; D’Alberton, 1981),
sedangkan menurut Campbell sekitar 30%. 2,3
Malek dan Thompson melaporkan insiden
ektopik ginjal bersamaan dengan agenesis
ginjal kontra lateral cukup tinggi, hidronefrosis
sekunder yang disebabkan obstruksi ataupun
oleh karena refluks sekitar 25%. Ginjal
ektopik biasanya juga disertai malrotasi atau
anomali vaskular di sekitar ginjal.8,19
Diagnosis ginjal ektopik dapat
ditegakkan sejak dalam kandungan dengan
USG prenatal, biasanya didapatkan gambaran
fosa renalis yang kosong, atau polihydramnion
serta kelaian bawaan lain yang mengarah pada
multiple congenital anomaly. Suatu penelitian
di Turkey, USG prenatal dilakukan pada
13.705 fetus pada usia kehamilan trimester 2
dan 3, didapatkan 40 fetus dengan fosa renalis
yang kosong, 24 diantaranya adalah ginjal
ektopik. Kemudian dilakukan monitoring
sampai 30 bulan pascanatal, hampir semua
tidak memerlukan tindakan khusus, hanya 1
bayi dengan cross ectopic kidney yang
membutuhkan hemodialisis.5,8
Pemeriksaan USG cukup sensitif untuk
mendeteksi ektopik ginjal, pada kasus tertentu
dibutuhkan pemariksaan IVP ataupun CT scan,
serta radionuclide imaging untuk melihat
fungsi ginjal dengan akurat (Conrad and Loes,
1987). 4
Diagnosa banding ginjal ektopik pelvis
antara lain agenesis ginjal, ginjal abdominal,
ginjal lumbal, atau ginjal pada thorak. Namun
semuanya dapat di eksklusi melalui
pemeriksaan klinis serta penunjang yang baik.
Hampir semua kasus ginjal ektopik
tanpa keluhan, kecuali yang muncul
bersamaan dengan ureter ektopik, biasanya
datang dengan keluhan mengompol. Ataupun
ginjal ektopik dengan komplikasi, seperti
infeksi saluran kemih, batu, UPJ stenosis, dan
refluks vesiko-ureter. Keluhan tersering adalah
dysuria, rasa nyeri, atau rasa tidak enak pada
posisi ginjal ektopiknya. 2,4
Ginjal ektopik pada umumnya, dan
ginjal ektopik pelvis pada kususnya yang
terdeteksi ataupun yang terdapat keluhan, tidak
selalu memerlukan tindakan operatif.
Indikasi operasi pada ginjal ektopik
adalah hidronefrosis oleh karena obstruksi,
baik yang disebabkan stesosis UPJ maupun
batu, pendarita dengan keluhan nyeri yang
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Studi yang dilakukan oleh Pusat
Urologi Pediatri di Taipei, 132.686 siswa
sekolah dengan rentang usia 6-15 tahun
didapatkan 256 kasus dengan hidronefrosis, 50
penderita membutuhkan tindakan intervensi
bedah, dan 5 diantaranya adalah pelvic kidney7
Pada zaman terkini, prinsip standar
emas dalam penanganan batu pada ginjal yang
normal adalah dengan tehnik non invasif dan
minimal invasif, yaitu pada batu ukuran < 1
cm adalah dengan shock wave lithotripsy
(SWL), dan untuk batu > 2 cm dengan
percutaneus nephrolithotomy (PCNL),
sedangkan untuk ukuran 1-2cm bisa dengan
kombinasi. Saat ini juga telah dikembangkan
tehnik laparoskopik, yang dipercaya dapat
meningkatkan angka stone free rate. 12,13,14,16
Tehnik pembedahan terbuka juga
masih merupakan pilihan pada kasus-kasus
yang rumit/ complicated, misalkan pada batu
staghorn, anomali anatomis ginjal, serta pada
kasus yang membutuhkan koreksi surgikal
seperti pyeloplasti atau nefropeksi.13,16
Suatu studi di Inggris yang dilakukan
pada 7 penderita batu ginjal dengan ginjal
ektopik; 2 penderita telah dilakukan PNL dan
SWL, 1 penderita dengan PNL saja, 2
penderita dengan SWL saja, 1 penderita
dengan bedah terbuka, serta 1 penderita
dengan laparoskopik. Semua penderita sukses
menjalani masing-masing prosedur, dengan
stone free rate yang hampir sama. 13
Pada laporan kasus kami, penderita
menjalani operasi bedah terbuka dengan
pertimbangan terdapat anomali anatomis
ginjal, batu multiple, serta adanya suatu
penyempitan pyelum yang memerlukan
koreksi surgikal.
KESIMPULAN
Ginjal ektopik tipe pelvic kidney
merupakan kasus yang jarang ditemukan oleh
karena gejalanya yang asymptomatic. Namun
secara klinis dapat ditemui penderita dengan
keluhan nyeri tumpul, infeksi saluran kemih,
disuria, maupun hematuria, jika telah terjadi
komplikasi pada kelainan ginjal ektopik ini,
yaitu dapat ditemukan batu, ataupun stenosis
ureter.
Diagnosa pasti dapat ditegakkan
melalui pemeriksaan IVP ataupun dengan CT
scan. Pembedahan terbuka masih merupakan
pilihan utama untuk kasus yang complicated
seperti pada batu besar atau multipel yang
tidak dapat dilakukan dengan ESWL ataupun
PNL, serta yang membutuhkan koreksi
surgikal seperti pyeloplasti dan nephropexy.
Namun saat ini juga telah berkembang dengan
tehnik pembedahan laparoskopik. Secara
umum tehnik pembedahan terbuka
memberikan hasil yang memuaskan.
DAFTAR PUSTAKA1. Kelalis PP, King LR, and Belman AB
(ed). Clinical Pediatric Urology 2nd
edition, Philadelphia: WB Saunders, 1985: 864-887
2. Ellen Shapiro, Stuart B. Bauer. Anomalies of the Upper Urinary Tract, Wein: Campbell-Walsh Urology, 10th ed. Elsevier, 2011. Chapter 117: 3123-3153
3. Nino Guarino, Barbara T. The incidence of Associated Urological Abnormalities in Children with Renal Ectopia. Vol 172, Oct 2004. (Available on www.auanet.org)
4. Basuki B. Purnomo. Dasar-dasar Urologi: Anomali Traktus Urinarius Sebelah Atas; Anomali Ginjal. 2nd
edition. Infomedika, 2003. Chapter 8: 157-164
5. Yuksel, A, Batukan C. Prenatal Sonographic findings and Postnatal follow-up of fetuses with an empty renal fossa and normal amniotic fluid volume. Fetal Diagn Ther 2004; 19:525. (Available on www.ncbi.nlm.nih.gov/pubmed)
6. Belsere S.M., Chimmalgi M. Ectopic Kidney and Associated anomalies: a Case Report. 2002. J Anatomy Soc. India 51(2) 236-238
7. Sheih, CP, Liu, MB, Hung, CS, et al. Renal abnormalities in schoolchildren. Pediatrics 1989; 84:1086. (Available on pediatrics.aappublications.org)
8. Schuster T, Dietz H.G. Prepartal diagnosis of Crossed Renal Ectopia with Ureteropevic junction obstruction: a case report. J Pediatrics surg. 1995.
9. Norman D.R., Waters A.M. Renal ectopia and fusion anomalies. Embryologic Basis. Urology 1975;
5:698. (Available on www.uptodate.com)
10. Pope J.C., Brock J.W., et al. Congenital anomalies of the kidney and urinary tract. J Urol 2001, Vol 165: 196-202. (Available on www.urologyjournal.org)
11. Deirdre M.C., Robert G. Uzzo, et al. 3-Dimensional volume rendered CT for preoperative evaluation and intraoperative treatment of of patients undergoing nephron sparring surgery. J Urol 1999, Vol 161: 1097-1102. (Available on www.auanet.org)
12. Weizer A.Z., Springhart W.P., et al. Ureteroscopic management of Renal calculi in anomalous kidneys. J Urol. 2005. (Available on www.auanet.org)
13. Emmanuel L, Michael E. Management of Renal calculi in Pelvic kidneys. European Urology supplements 1 (2002). Vol 1: 149. (Available on www.europeanurology.com)
14. Marcovich R, Smith A.D. Renal pelvic stones: Choosing Shockwave Lithotripsy or Percutaneous Nephrolithotomy. Braz J Urology, 2003. Vol 29: 195-207.
15. Watterson J.D, Anthony C. Percutaneous Nephrolithotomy of a Pelvic Kidney: A Posterior approach through the greater sciatic foramen. J Urol. 2011. Vol 166: 209-210. (Available on www.auanet.org)
16. Harmon W.J, Kleer Eduardo. Laparoscopic Pyelolithotomy for calculus removal in a Pelvic Kidney. J Urol. 1996. Vol 155: 2019-2020. (Available on www.auanet.org)
17. Meizner, I, Barnhard, Y. Bilateral fetal pelvic kidneys: Documentation of two cases of a rare prenatal finding. J Ultrasound Med 1995; 14:487.
18. Kramer, SA, Kelalis, PP. Ureteropelvic junction obstruction in children with renal ectopy. J Urol (Paris) 1984; 90:331.
19. Kelalis, PP, Malek, RS, Segura, JW. Observations on renal ectopia and fusion