perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya...

117
perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id commit to user

Upload: lamdang

Post on 08-Aug-2019

218 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 2: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 3: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 4: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 5: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 6: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

6

KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan ke hadirat Allah SWT, atas limpahan rahmat

dan karunian-Nya, tesis ini dapat terselesaikan dengan baik. Tesis ini merupakan

salah satu persyaratan untuk menempuh derajat magister pada Program Studi S2

Pendidikan Bahasa Indonesia.

Penulisan tesis ini dapat diselesaikan atas bantuan dari berbagai pihak. Oleh

karena itu, dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih dan

memberikan apresiasi secara tulus kepada semua pihak, terutama kepada :

1. Prof. Dr. Ravik Karsidi, M.S. selaku Rektor Universitas Sebelas Maret

Surakarta yang telah memberikan kesempatan kepada peneliti untuk

menyelesaikan studi di Universitas Sebelas Maret Surakarta.

2. Prof. Dr. Furqon Hidayatullah, M.Pd., Dekan Fakultas Keguruan dan

Ilmu pendidkan Universitas Sebelas Maret yang telah memberikan ijin

penulisan tesis;

3. Prof. Dr. Sarwiji Suwandi, M. Pd., Selaku Ketua Program Studi S2

Program Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberikan ijin

penulisan dan memberikan kesempatan sehingga tesis ini dapat

diselesaikan dengan lancar;

4. Prof. Dr. Andayani, M. Pd. Selaku Sekretaris Program Studi S2 Program

Pendidikan Bahasa Indonesia yang telah memberikan kesempatan

sehngga selesai dengan lancar;

5. Prof. Dr. Herman J. Waluyo, M.Pd., selaku pembimbing I, atas segala

bimbingan, arahan, dan motivasi yang telah diberikan sehingga tesis ini

dapat terselesaikan dengan baik;

6. Prof. Dr. St. Y. Slamet, M.Pd., selaku pembimbing II, bimbingan dan

bantuannya sehngga tesis ini dapat terselesaikan dengan baik;

7. Istriku tercinta, Sri Hastuti, yang dengan setia dan penuh kesabaran

membantu setiap langkah yang ditempuh sehingga semua berjalan

dengan baik;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 7: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

7

8. Anak-anakku tersayang: Ilham, Hafidh, Hafish dan Al-Kautsar, yang

selalu menjadi kekuatan untuk menyelesaikan tesis ini;

Penulis menyadari bahwa tesis ini belum sempurna, oleh karena itu, saran dan

kritik yang membangun sangat diharapkan demi karya yang lebi baik.

Surakarta, September 2014

Penulis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 8: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

8

Samsuri, NIM S840908029. Kajian Sosiologi Sastra dan Resepsi Novel Arok

Dedes Karya Pramoedya Ananta Toer. Tesis. Program Pascasarjana, Fakultas

Pendidikan Bahasa Indonesia. Universitas Sebelas Maret Surakarta. 2014.

ABSTRAK

Sastra merupakan salah satu disiplin ilmu yang memiliki berbagai genre

dan dapat dinilai dengan berbagai pendekatan. Sosiologi sastra salah satu

pendekatan yang akan memberikan gambaran tentang pengaruh latar belakang

sosial budaya pengarang, dan kondisi pengarang saat menciptakan novel Arok

Dedes, serta penerimaan pembaca terhadap novel Arok Dedes karya Pramoedya

Ananta Toer.

Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendeskripsikan latar belakang sosial

budaya pengarang dari Arok Dedes; (2) mendeskripsikan korelasi antara novel

Arok Dedes dengan kenyataan dalam sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada

zaman Singosari; (3) mendeskripsikan resepsi pembaca; mahasiswa dan guru

bahasa Indonesia; (4) mendiskripsikan nilai-nilai pendidikan yang terkandung

dalam novel Arok Dedes.

Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif diskriftif dengan pendekatan

sosiologi sastra dan resepsi. Data dalam penelitian ini berupa kata, frasa dan

kalimat dalam novel Arok Dedes. Sumber data adalah novel Arok Dedes karya

Pramudya Ananta Toer, kitab Pararaton dan informan. Dalam penelitian ini

digunakan metode analisis dokumen berupa data teks novel Arok Dedes, kitab

Pararaton dan komentar pembaca. Teknk pengumpulan data menggunakan metode

pustaka. Analisis data dilakukan secara analisis interaktif. Validitas data dilakukan

dengan Trianggulasi data atau sumber Kesimpulan dalam penelitian ini, yaitu; (1) Latar belakang sosial budaya

pengarang novel Arok Dedes, yaitu Pramudya Ananta Toer merupakan sastrawan

yang masih menjunjung tinggi adat istiadat dan budaya, (2) Ada relevansi antara

novel Arok Dedes dan kenyataan sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada zaman

Singosari, yaitu dari segi pelaku (tokoh cerita) dan peristiwa yang

digambarkan.(3) Resepsi pembaca mengenai Pramudya Ananta Toer yang

mempunyai pemikiran cerdas sehingga dalam novel Arok Dedes dapat

mempengaruhi pembaca mengenai sosok Ken Arok, (4) Novel Arok Dedes sarat

akan nilai pendidikan untuk pembacanya terdiri dari nilai moral yang

menggambarkan sifat manusia; murah hati, menghormati orang tua, dan

melaksanakan kewajiban, nilai agama yang menyerahkan semua kejadian berasal

dari ketentuan Tuhan, nilai kepahlawanan yang memegang janji dalam

melindungi seorang pemimpin, nilai kebudayaan yang masih mengerjakan tradisi

leluhur atau nenek moyang.

Kata Kunci : novel, sosiologi sastra, resepsi pembaca, nilai pendidikan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 9: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

9

Samsuri, NIM S840908029 Literature and Sociology Study Novel reception Arok

Dedes work Pramoedya Ananta Toer. Thesis. Graduate Program, Faculty of

Education Indonesian. University March Surakarta. , 2014.

ABSTRACT

Literature is one of the disciplines that have a variety of genres and can be

assessed with a variety of approaches. Sociology of literature one of the

approaches that will give you an idea of the influence of socio-cultural

background of the author, and the author of the current conditions create novel

Arok Dedes, as well as acceptance of the readers of the novel Arok Dedes works

of Pramoedya Ananta Toer.

The aims of this research to (1) describe the socio-cultural background of

the author of Arok Dedes; (2) describe the correlation between the novel Arok

Dedes by the fact in the history of Ken Arok and Ken Dedes at times Singosari;

(3) describe the reception readers; Indonesian students and teachers; (4) describe

the educational values inherent in the novel Arok Dedes

This research is a qualitative descriptive approach with sociology of

literature and receptions. Methode data in this study in the form of words, phrases

and sentences in the novel Arok Dedes. The data source is a novel Arok Dedes

works Pramoedya Ananta Toer.Dalam this study used the method of data analysis

in the form of text documents novel Arok Dedes, and reader comments. Teknik

data collection using libraries. Data analysis was conducted in an interactive

analysis.

The conclusion of this study, namely; (1) socio-cultural background Arok

Dedes novelist, Pramoedya Ananta Toer is a writer who still uphold the customs

and culture, (2) There is a relevance between the novel Arok Dedes and Ken Arok

historical fact and Ken Dedes Singosari era, ie from in terms of actors (characters)

and the events described. (3) reception on Pramoedya Ananta Toer readers who

have thought that in a novel intelligent Arok Dedes can affect the reader about the

figure of Ken Arok, (4) novel Arok Dedes will be full of educational value to

readers consist of moral values which describe human nature; generous, respect

for parents, and obligations, religious values are handed all the events coming

from provisions of God, the value of heroism that holds promise in protecting a

leader, cultural values are still working on the ancestral tradition or ancestors.

Keywords: novel, literary sociology, reader reception, the value of education

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 10: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

10

MOTTO

Karena sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

sesungguhnya sesudah kesulitan itu ada kemudahan

Maka apabila kamu telah selesai (dari sesuatu urusan), kerjakanlah dengan

sungguh-sungguh (urusan) yang lain

(Q.S. Al-Insyiroh 5-7)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 11: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

11

PERSEMBAHAN

Karya ini kupersembahkan untuk:

Istriku, permaisuri hatiku

Anak-anakku, semangat hidupku

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 12: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

12

DAFTAR ISI

Halaman

JUDUL ......................................................................................... ii

PERSETUJUAN .......................................................................... iii

PENGESAHAN ........................................................................... iv

PERNYATAAN ORISINALITAS DAN HAK

PUBLIKASI ................................................................................. v

KATA PENGANTAR .................................................................. vi

ABSTRAK .................................................................................... viii

ABSTRACT ................................................................................ ix

MOTTO ....................................................................................... x

PERSEMBAHAN ......................................................................... xi

DAFTAR ISI ................................................................................. xii

DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. xv

BAB I PENDAHULUAN .............................................................. 1

A. Latar Belakang ................................................................... 1

B. Rumusan Masalah ............................................................. 4

C. Tujuan Penelitian ............................................................... 4

D. Manfaat Penelitian ............................................................. 4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN

YANG RELEVAN, DAN KERANGKA BERPIKIR ........ 6

A. Tinjauan Pustaka ............................................................ 6

1. Novel .................................................................................. 6

a. Pengertian dan Karakteristik ...................................... 6

b. Unsur Instrinsik ........................................................ 8

c. Unsur Ekstrinsik ....................................................... 17

2. Sosiologi Sastra ............................................................. 21

3. Resepsi Sastra ............................................................... 24

4. Sosiologi Pengarang Pramudya Ananta Toer .................... 30

5. Nilai Pendidikan Karya Sastra ........................................ 34

a. Nilai Religius (Agama) ............................................. 37

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 13: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

13

b. Nilai Estetis ............................................................ 37

c. Nilai Moral (Etika) .................................................. 38

d. Nilai Kepahlawanan (Heroik) .................................... 38

e. Nilai Sosial .............................................................. 39

B. Penelitian Sebelumnya yang Relevan ............................... 41

C. Kerangka Berpikir .......................................................... 44

BAB III METODE PENELITIAN .............................................. 45

A. Tempat dan Waktu Penelitian ............................................. 45

B. Bentuk dan Strategi Penelitian ......................................... 46

C. Sumber Data .................................................................. 46

D. Teknik Pengumpulan Data .............................................. 46

E. Teknik Analisis Data ...................................................... 47

BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ............... 49

A. Hasil Penelitian ............................................................. 49

1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang ....................... 49

2. Relevansi Antara Novel Arok Dedes dengan Kenyataan

Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari.. 54

3. Resepsi Pembaca Mengenai Novel Arok Dedes ............... 63

4. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung

Dalam Novel Arok Dedes .............................................. 67

B. Pembahasan .................................................................... 71

1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang ........................ 71

2. Relevansi Antara Novel Arok Dedes dengan Kenyataan

Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari.. 73

3. Resepsi Pembaca Mengenai Novel Arok Dedes ............... 74

4. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung

Dalam Novel Arok Dedes .............................................. 77

BAB V SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN ......................... 81

A. Simpulan ........................................................................ 81

B. Implikasi ....................................................................... 83

C. Saran ............................................................................... 86

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 14: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

14

DAFTAR PUSTAKA ................................................................. 88

LAMPIRAN ................................................................................. 90

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 15: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

15

DAFTAR LAMPIRAN

1. Catatan Lapangan Reseptor 1

2. Tanggapan Peneliti

3. Catatan Lapangan Reseptor 2

4. Tanggapan Peneliti

5. Sinopsisi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 16: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

16

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 17: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

1

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Karya sastra lahir di tengah-tengah masyarakat sebagai hasil imajinasi

pengarang serta refleksinya terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Karya

sastra tidak dapat dilihat dengan hanya sebagai suatu sistem norma saja, karena

karya sastra merupakan suatu sistem yang terdiri dari struktur yang saling

mengisi. Dengan demikian, menganalisis karya sastra secara mendetil haruslah

melihat struktur dari karya itu (Seniwati: 2003: 1). Karya sastra juga merupakan

respon pada karya yang terbit sebelumnya. Salah satu bentuk karya sastra adalah

novel. Novel merupakan karya sastra hasil imajinasi dan penghayatan pengarang

terhadap masyarakat. Novel sebagai karya sastra lebih mengemukakan sesuatu

yang bebas, menyajikan sesuatu yang lebih banyak, lebih rinci dan melibatkan

permasalahan yang kompleks (Nurgiyantoro, 1995:10-11).

Novel merupakan karya sastra yang memiliki cakupan luas dan dengan

kedalaman isinya membawa manusia menjelajahi kekayaan yang tidak dimiliki

karya sastra lainnya. Melalui novel, manusia dapat menggali lebih dalam sisi

kemanusiannya. Novel sebagai karya sastra mengandung banyak makna dan

ideologi di dalamnya. Seorang pembaca dapat mengambil makna yang ia perlukan

tergantung dari sudut pandang yang digunakan dan dimanfaatkan untuk

diterapkan dalam kehidupan. Salah satu yang penting adalah anggapan bahwa

novel merupakan cermin kehidupan, dan kehidupan itu sendiri merupakan

kenyataan sosial. Hal ini berarti pengarang menggunakan pengalaman sosialnya

dalam karya yang dibuatnya.

Novel sebagai kreasi manusia yang diangkat dari realitas kehidupan,

tetapi realitas yang terdapat didalamnya bukan lagi realitas yang utuh, namun

sudah mengalami proses imajinasi dari diri pengarang. Dengan kata lain realitas

tersebut adalah gambaran oleh pengarangnya dengan mengunakan daya imajinasi

sesuai dengan kenyataan jiwa pengarang, yang berupa pengalaman hidup yang

manis, menarik perhatian, menyegarkan perasaan penikmatnya, pengalaman jiwa

1

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 18: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

2

yang terdapat dalam karya sastra memperkaya kehidupan batin manusia

khususnya pembaca.

Keberadaan karya sastra (novel) di tengah masyarakat adalah hasil

imajinasi pengarang serta refleksi terhadap gejala-gejala sosial di sekitarnya. Oleh

karena itu, kehadiran karya sastra merupakan bagian dari kehidupan masyarakat.

Pengarang sebagai subjek individual mencoba menghasilkan pandangan dunianya

(world vision) kepada subjek kolektifnya. Hubungan yang menggabungkan subjek

individual terhadap realitas sosial di sekitarnya menunjukkan bahwa sastra

berakar pada kultur dan masyarakat tertentu. Keberadaan sastra yang demikian

mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61).

Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil yang

erat terhadap karya sastra baik dalam segi isi maupun bentuk. Keberadaan

pengarang dalam lingkungan sosial masyarakat tertentu, ikut pula mempengaruhi

karya yang dibuatnya. Dengan demikian suatu masyarakat tertentu yang ditempati

pengarang akan dengan sendirinya mempengaruhi jenis sastra tertentu yang

dihasilkan pengarang.

Dengan kata lain karya sastra merupakan bagian dari kebudayaan,

kelahirannya di tengah-tengah masyarakat tidak luput dari pengaruh sosial dan

budaya. Pengaruh tersebut bersifat timbal balik, artinya karya sastra dapat

mempengaruhi dan dipengaruhi oleh masyarakat.

Kecenderungan ini didasarkan pada pendapat bahwa tata kemasyarakatan

bersifat normatif. Hal ini berarti terdapat paksaan bagi masyarakat mematuhi

nilai-nilai yang berada di masyarakat. Hal ini merupakan faktor yang harus ikut

diperhatikan dan menentukan terhadap jenis tulisan pengarang, objek karya sastra,

pasar karya sastra, maksud penulisan, dan tujuan penulisan.

Karya sastra, khususnya novel, menampilkan latar belakang sosial budaya

masyarakat. Menurut Waluyo (2002: 51) latar belakang yang ditampilkan

meliputi: tata cara kehidupan, adat-istiadat, kebiasaan, sikap, upacara adat dan

agama, konvensi-konvensi lokal, sopan santun, hubungan kekerabatan dalam

masyarakat, dalam cara berpikir, cara memandang sesuatu, dan sebagainya. Latar

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 19: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

3

belakang sosial budaya tersebut menjadi deskripsi permasalahan yang diangkat

dalam cerita novel.

Karya sastra selalu berkaitan dengan masyarakat dan sejarah yang

melingkupi penciptanya. Suryanata (1999: 8) menyatakan bahwa sifat-sifat sastra

menuntut orang untuk melihat kenyataan sebagaimana adanya, bukan melihat apa

yang seharusnya terjadi, sehingga sastra yang baik merupakan cermin realitas

masyarakat zamannya.

Pramoedya Ananta Toer adalah pengarang fenomenal dan sampai akhir

hidupnya, ia merupakan satu-satunya wakil Indonesia yang namanya berkali-kali

masuk dalam daftar kandidat Pemenang Nobel Sastra. Sebagai sastrawan yang

juga terlibat di dalam kancah politik di tanah air, dengan afiliasinya ke partai yang

berhaluan Marxis dengan fahamnya realisme sosialis, tidak mungkin melepaskan

begitu saja karya-karyanya itu dari pandangan dan ideologi yang dianutnya.

Akibat yang ditimbulkan dari keberpihakannya secara politis itu, menjadikan dia

harus mendekam di penjara selama kekuasaan Orde Baru. Selain itu, karya-

karyanya juga dilarang beredar dan dibaca masyarakat. Latar belakang hidup yang

demikian tentunya akan sangat mempengaruhi karya-karya yang dihasilkannya,

termasuk novel Arok Dedes.

Jika melihat dari sudut pandang ini, maka menganalisis novel Arok Dedes

ini tentu tidak cukup secara tekstual, melainkan harus juga mengungkapkan proses

produksi teks sastra itu dan konteks sosialnya. Paling tidak, berusaha sampai pada

pemikiran dan pandangan pengarang sebagai penghasil novel tersebut, maka

penulis tertarik untuk melakukan pengkajian sosiologi sastra dan resepsi dengan

judul “Kajian Sosiologi Sastra dan Resepsi Novel Arok Dedes Karya Pramoedya

Ananta Toer.”

Mengingat masalah yang ditawarkan dunia sastra sangat luas dan

kompleks, dalam kesempatan ini penulis membatasi ruang lingkup

permasalahannya dengan maksud agar pembahasan tidak melebar. Pembatasan

tersebut adalah pemahaman terhadap novel Arok Dedes dengan berdasarkan

sosiologi sastra dan resepsi. Sosiologi sastra merupakan satu kajian yang rumit

dan luas, karena itu penulis membatasi ruang lingkup permasalahan hanya dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 20: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

4

aspek sosiologi pengarang, yakni permasalahan status sosial, ideologi politik, dan

lain-lain yang menyangkut diri pengarang. Resepsi dalam konteks penelitian ini

adalah tanggapan dari pembaca (mahasiswa dan guru bahasa Indonesia).

B. Rumusan Masalah

Berkaitan dengan pendekatan yang penulis pergunakan dalam penelitian

ini, dapat dirumuskan permasalahan sebagai berikut:

1. Bagaimanakah latar belakang sosial budaya pengarang dari Arok Dedes dalam

novel Arok Dedes ?

2. Bagaimanakah relevansi antara novel Arok Dedes dengan kenyataan sejarah

Ken Arok dan Ken Dedes pada zaman Singosari ?

3. Bagaimanakah resepsi pembaca mengenai novel Arok Dedes ?

4. Apa nilai-nilai pendidikan yang terkandung dalam novel Arok Dedes ?

C. Tujuan Penelitian

Dari uraian latar belakang dan perumusan masalah di atas, maka tujuan

penelitian ini sebagai berikut :

1. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan latar belakang sosial budaya

pengarang dari novel Arok Dedes.

2. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan korelasi antara novel Arok Dedes

dengan kenyataan dalam sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada zaman

Singosari.

3. Untuk mendeskripsikan dan menjelaskan resepsi pembaca ; mahasiswa dan

guru bahasa Indonesia.

4. Untuk mendiskripsikan dan menjelaskan nilai-nilai pendidikan yang

terkandung dalam novel Arok Dedes.

D. Manfaat Penelitian

Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat atau kontribusi

secara teoretis dan praktis.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 21: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

5

1. Manfaat Teoretis

Memperkenalkan kepada pencinta sastra bahwa kajian sosiologi sastra

dan resepsi sastra merupakan cabang kritik sastra yang akan membawa

pembaca dalam suasana karya itu dibuat juga dapat memberikan tambahan

pengetahuan tentang nilai-nilai ajaran yang baik sehingga dapat bermanfaat

dalam kehidupan sehari-hari.

2. Manfaat Praktis

a. Bagi pembaca

Hasil penelitian ini dapat menjadi pelajaran bagi pembaca akan nilai-nilai

positif dan negatif dalam kehidupan.

b. Bagi guru

Hasil penelitian dapat menambah pengetahuan guru dalam mencari

alternatif materi ajar yang tepat dalam pengajaran novel.

c. Bagi Siswa

Penelitian ini diharapkan dapat memberikan masukan positif bagi siswa

dalam pengetahuan tentang manfaat dan nilai-nilai yang ada dalam novel.

d. Bagi Peneliti lain

Hasil penelitian ini dapat dijadikan sebagai bahan perbandingan bagi

peneliti lain yang akan melakukan penelitian sastra.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 22: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

6

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA, PENELITIAN YANG RELEVAN, DAN

KERANGKA BERPIKIR

A. Tinjauan Pustaka

1. Novel

a. Pengertian dan Karakteristik

Secara etimologis, novel berasal dari kata latin novella yang berarti

kabar atau pemberitahuan. Novella diturunkan menjadi kata inovelis

yang berarti baru. Dapat dikatakan baru karena novel hadir sebagai genre

sastra setelah puisi dan drama yang terlebih dahulu ada. Bentuk novel

dapat dikatakan sama dengan roman karena keduanya sama-sama

menceritakan hal-hal yang terjadi pada kehidupan para tokohnya dan

perubahan nasib para tokohnya.

Goldmann (dalam Faruk, 2003: 29) mendefinisikan novel sebagai

cerita mengenai pencarian yang terdegradasi akan nilai-nilai yagn otentik

dalam dunia yang terdegradasi pula. Lebih jauh ia mengungkapkan

bahwa novel merupakan suatu genre sastra yang bercirikan keterpecahan

yang tidak terdamaikan dalam hubungan antara sang hero dengan dunia.

Sebagai karya yang kompleks, novel memiliki karakteristik yang

menjadi ciri novel tersebut. Waluyo (2002: 37) mengungkapkan bahwa

di dalam novel terdapat perubahan nasib dari tokoh cerita, ada beberapa

episode dalam kehidupan tokoh utamanya, dan biasanya tokoh utama

tidak sampai mati.

Novel dapat dibedakan dengan melihat karakteristik jenisnya.

Waluyo (2002: 38-39) membedakan jenis novel menjadi dua, yaitu novel

serius dan novel pop. Novel serius adalah novel yang dipandang bernilai

sastra (tinggi), sedangkan novel pop adalah novel yang nilai sastranya

diragukan (rendah) karena tidak ada unsur kreativitasnya

Di pihak lain Goldmann (dalam Ratna, 2003: 126), yang

memandang karya sastra dalam kapasitas sebagai manifestasi aktivitas

kultural, mengungkapkan bahwa novellah karya sastra yang berhasil

6

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 23: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

7

merekonstruksi struktur mental dan kesadaran sosial secara memadai,

yaitu dengan cara menyajikannya melalui tokoh-tokoh dan peristiwa.

Penggunaan tokoh-tokoh imajiner juga merupakan salah satu keunggulan

novel dalam usaha untuk merekonstruksi dan memahami gejala sosial,

perilaku impersonal, termasuk peristiwa-peristiwa historis (Ratna, 2003:

127).

Ratna (2004:314) menyimpulkan bahwa dari segi struktur, sebuah

novel sastra maupun novel populer mengandung unsur-unsur yang paling

lengkap. Novel menyediakan cerita dengan peristiwa, tokoh, dan latar,

sehingga menulis dianggap berdialog dengan orang lain. Novel

memanfaatkan bahasa biasa, bahasa sehari-hari, yang juga merupakan

faktor penting dalam kaitannya dengan penulis.

Novel juga menyediakan media yang sangat luas, sehingga

pengarang memiliki kemungkinan yang seluas-luasnya untuk

menyampaikan pesan. Reeve (dalam Wellek dan Warren, 1989:282)

mengungkapkan bahwa novel adalah gambaran kehidupan dan perilaku

yang nyata, dari jaman pada saat novel itu ditulis.

Novel dianggap sebagai dokumen atau kasus sejarah, sebagai

pengakuan (karena ditulis dengan sangat meyakinkan), sebagai sebuah

cerita yang sebenarnya, sebagai sejarah cerita hidup seseorang pada

jamannya (Wellek, 1989:276).

Nurgiyantoro (2007:4) menyebutkan bahwa novel sebagai sebuah

karya fiksi menawarkan sebuah dunia, dunia yang berisi model

kehidupan yang diidealkan, dunia imajinatif, yang dibangun melalui

berbagai unsur intrinsiknya seperti peristiwa, plot, tokoh (dan

penokohan), latar dan sudut pandang yang bersifat imajinatif.

Selanjutnya disebutkan bahwa dalam sebuah cerita novel kehidupan itu

sering terasa benar adanya, seolah-olah terjadi secara kenyataan. Hal ini

dikreasikan oleh pengarang, dibuat mirip, diimitasikan atau dianalogikan

dengan dunia nyata, lengkap dengan peristiwa-peristiwa dan latar

aktualnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 24: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

8

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

novel adalah karya fiksi yang memiliki tema, alur, latar, tokoh, dan

gagasan pengarang. Selain itu, novel juga menampilkan rangkaian cerita

kehidupan seseorang yang dilengkapi dengan peristiwa, permasalahan,

dan penonjolan watak setiap tokohnya.

b. Unsur Intrinsik

Baik buruk dan menarik tidaknya sebuah cerita rekaan (roman,

cerpen, maupun novel) sangat ditentukan oleh adanya keterkaitan antara

unsur-unsur pembentuk cerita. Unsur-unsur pembentuk cerita dalam

novel yang berasal dari dalam disebut unsur intrinsik, sedangkan unsur-

unsur pembentuk cerita yang berasal dari luar disebut unsur ekstrinsik.

Menurut Damono (2000:10), pendekatan intrinsik dilakukan jika

peneliti memisahkan karya sastra dari lingkungannya. Dalam pendekatan

ini karya sastra dianggap memiliki otonomi dan bisa dipahami tanpa

harus mengaitkannya dengan lingkungannya seperti penerbit, pembaca,

dan penulisnya. Novel misalnya, merupakan sistem formal yang

analisisnya meliputi tema, alur dan pengaluran, latar, tokoh dan

penokohan, dan penceritaan. Sedangkan pendekatan ekstrinsik terhadap

karya sastra dilakukan jika penelitian ditujukan untuk mengungkapkan

hubungan-hubungan yang ada antara karya sastra dengan lingkungannya,

antara lain pengarang, pembaca, dan penerbit.

Unsur intrinsik merupakan unsur yang membangun sebuah karya

sastra itu sendiri. Unsur-unsur tersebut secara otomatis mampu

membangun cerita dan membuat novel memiliki roh. Sebaliknya, unsur

ekstrinsik yang menitikberatkan karya sastra dan hubungannya dengan

pengarang, pembaca, dan lingkungan, akan lebih banyak berkonsentrasi

pada peristiwa dan sudut pandang penceritaan.

Berdasarkan uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa

pendekatan intrinsik dilakukan jika penelitian menitikberatkan kajian

kepada karya sastra dan memisahkannya dari lingkungan tempat karya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 25: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

9

tersebut dilahirkan. Sedangkan pendekatan ekstrinsik dilakukan jika

penelitian lebih menitikberatkan kajian kepada karya sastra dan

hubungannya dengan pengarang, pembaca, lingkungan, peristiwa, dan

sudut pandang.

Berdasar dari uraian di atas, unsur-unsur intrinsik novel adalah

sebagai berikut:

1) Tema

Tema merupakan gagasan, ide, ataupun pikiran utama di dalam

karya sastra yang terungkap atau tidak (Sudjiman, 1990:78). Stanton

dan Kenny (dalam Nurgiyantoro, 2007:67) menyatakan bahwa tema

(theme) adalah makna yang dikandung oleh sebuah cerita. Sementara

itu, menurut Nurgiyantoro (2007:74) tema dalam sebuah karya sastra

fiksi hanyalah merupakan salah satu dari sejumlah unsur pembangun

cerita yang lain, yang secara bersama membentuk sebuah

kemenyeluruhan.

Ada beberapa macam tema yaitu tema yang sifatnya didaktis,

pertentangan antara baik dan buruk; tema yang eksplisit dan implisif;

cinta, kehidupan keluarga; tema yang biasa dan tidak biasa; dan tema

konflik kejiwaan (Sudjiman, 1988:50). Selain itu, Shipley (dalam

Nurgiyantoro, 2007:80) mencoba menjelaskan tingkatan tema,

diantaranya:

a) Tema tingkat fisik

Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak menunjukkan

banyaknya aktifitas fisik daripada kejiwaan.

b) Tema tingkat organik

Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak

mempermasalahkan seksualitas, khususnya kehidupan seks yang

menyimpang, misalnya berupa penyelewengan dan pengkhianatan

suami istri, atau skandal-skandal seksual lainnya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 26: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

10

c) Tema tingkat sosial

Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak

mempermasalahkan ekonomi, politik, pendidikan, kebudayaan,

perjuangan, cinta kasih, propaganda, dan lain sebagainya.

d) Tema tingkat egoik

Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak

mempermasalahkan egoisitas, martabat, harga diri, atau sifat dan

sikap tertentu manusia lainnya, yang pada umumnya lebih bersifat

batin dan dirasakan oleh yang bersangkutan.

e) Tema tingkat divine

Tema karya sastra pada tingkat ini lebih banyak

mempermasalahkan hubungan manusia dengan Sang Pencipta,

masalah religiusitas atau berbagai masalah yang bersifat filosofis

lainnya seperti pandangan hidup, visi, dan keyakinan.

Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa

tema adalah ide atau gagasan keseluruhan yang terkandung dalam sebuah

cerita.

2) Alur dan Pengaluran

Alur adalah urutan peristiwa yang dihubungkan secara kausal.

Peristiwa yang satu menyebabkan peristiwa yang lain (Stanton dalam

Sugihastuti, 2000:46). Nurgiyantoro (2002:10) mengungkapkan alur

adalah salah satu unsur yang mendukung terbentuknya sebuah cerita.

Kenney (dalam Nurgiyantoro, 2007:113) mendefinisikan alur adalah

peristiwa-peristiwa yang ditampilkan dalam cerita yang tidak bersifat

sederhana, karena pengarang menyusun peristiwa berdasarkan kaitan

sebab akibat. Forster (dalam Nurgiyantoro, 2007:113) mendefinisikan

alur adalah peristiwa-peristiwa cerita yang mempunyai penekanan

pada adanya hubungan kausalitas.

Nurgiyantoro (dalam Sugihastuti, 2000:46) kembali

mengungkapkan bahwa sebuah peristiwa terjadi karena adanya aksi

atau aktifitas yang dilakukan oleh tokoh cerita, baik yang bersifat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 27: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

11

verbal maupun non verbal, baik yang bersifat fisik maupun batin. Alur

merupakan cerminan perjalanan tokoh dalam berpikir, bertindak

dalam menghadapi berbagai macam masalah kehidupan.

Analisis alur difokuskan pada fungsi utama yang membentuk

sebuah alur cerita. Fungsi utama disusun berdasarkan hubungan sebab

akibat sebuah peristiwa dalam cerita. Fungsi utama diperoleh

berdasarkan sekuen yang memiliki hubungan sebab akibat satu dengan

lainnya.

Sementara itu Sumardjo dan Saini (1986:49) menjabarkan

struktur atau tahapan alur, yaitu: pengenalan, timbulnya konflik,

konflik memuncak, klimaks, dan pemecahan soal

Zaimar (1991:32) menjelaskan bahwa pengaluran adalah

pemilihan dan pengaturan peristiwa pembentuk cerita tersebut. Cerita

diawali dengan peristiwa dan diakhiri juga dengan peristiwa tanpa

terikat urutan waktu. Analisis struktur cerita bertujuan untuk

mendapatkan susunan teks. Satuan teks biasa disebut sekuen. Menurut

Todorov (1985:50), sekuen yaitu satuan motif (kalimat) atau satuan

cerita yang memberikan kesan atau suatu keutuhan sempurna.

Syarat satu sekuen diantaranya: satu titik perhatian (fokalisasi), satu

kurun waktu tertentu, dan ditandai hal-hal lain seperti lay out.

Jenis pengaluran terbagi atas:

(1) Ingatan atau flashback, artinya peristiwa yang ditampilkan adalah

peristiwa yang dialami tokoh pada masa lalu. Ada dua jenis

ingatan, yaitu sorot balik dan kilas balik.

(a) Sorot balik yaitu peristiwa masa lalu yang ditampilkan

dalam rangkaian peristiwa.

(b) Kilas balik yaitu peristiwa masa lalu yang ditampilkan

hanya dalam satu peristiwa.

(2) Linear atau realitas fiktif, artinya peristiwa yang ditampilkan

adalah peristiwa yang dialami tokoh pada masa kini (dalam teks).

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 28: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

12

(3) Bayangan, artinya peristiwa yang ditampilkan adalah peristiwa

yang belum terjadi. Peristiwa itu hanya ada dalam benak tokoh

cerita, termasuk di dalamnya adalah mimpi yang dialami tokoh

tersebut.

Dari beberapa pendapat mengenai alur, dapat disimpulkan bahwa

alur adalah urutan peristiwa dan konflik-konflik yang tersusun secara

logis. Sedangkan pengaluran adalah satuan urutan peristiwa dalam

sebuah cerita.

3) Latar

Latar adalah segala keterangan mengenai waktu, ruang, dan

suasana terjadinya lakuan dalam karya sastra (Sudjiman, 1990:48).

Menurut Wellek dan Warren (1989:290), latar didefinisikan sebagai

alam sekitar atau lingkungan, terutama lingkungan dalamnya dapat

dipandang sebagai pengekspresian watak secara metonimik dan

metaforik.

Latar yaitu ruang dan waktu terjadinya peristiwa, objek-objek,

kebiasaan, pola perilaku sosial dan budaya yang ada pada ruang dan

waktu terjadinya peristiwa itu (Faruk, 1998:32). Sementara itu

Nurgiyantoro (2007:227) mengklasifikasikan unsur latar ke dalam tiga

unsur pokok, diantaranya:

a) Latar tempat

Latar tempat mengarah pada lokasi terjadinya peristiwa yang

diceritakan dalam sebuah karya fiksi. Unsur tempat yang

dipergunakan dapat berupa tempat-tempat dengan nama tertentu,

inisial tertentu, dan lokasi tertentu tanpa nama jelas. Keberhasilan

latar tempat ditentukan oleh ketepatan deskripsi, fungsi, dan

keterpaduannya dengan unsur latar yang lain sehingga

keseluruhannya bersifat saling mengisi.

b) Latar waktu

Latar waktu berhubungan dengan masalah “kapan” terjadinya

peristiwa-peristiwa yang diceritakan dalam sebuah karya fiksi.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 29: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

13

c) Latar sosial

Latar sosial mengarah pada hal-hal yang berhubungan dengan

perilaku kehidupan sosial masyarakat di suatu tempat yang

diceritakan dalam karya fiksi. Kehidupan masyarakat tersebut

berupa kebiasaan hidup, adat istiadat, tradisi, keyakinan,

pandangan hidup, cara berpikir dan bersikap, dan lain-lain.

Kenny (dalam Sudjiman, 1988:44) menyebutkan unsur latar

secara terperinci meliputi penggambaran lokasi geografis, termasuk

topografi, pemandangan, sampai kepada perincian perlengkapan

sebuah ruangan; pekerjaan atau kesibukan sehari-hari para tokoh;

waktu berlakunya kejadian, masa sejarahnya, musim terjadinya;

lingkungan agama, moral, intelektual, sosial dan emosional para

tokoh.

Hudgon (dalam Sugihastuti, 2002:54) membedakan latar menjadi

dua, yaitu:

1) Latar fisik atau material

Adapun yang termasuk latar fisik atau material adalah tempat,

waktu, dan alam fisik di sekitar tokoh cerita.

2) Latar sosial

Yang termasuk latar sosial adalah penggambaran keadaan

masyarakat atau kelompok sosial tertentu, kebiasaan-kebiasaan

yang berlaku pada suatu tempat atau waktu tertentu, pandangan

hidup, dan adat istiadat yang melatari sebuah peristiwa.

Aminudin (2002:67) mengungkapkan bahwa ada dua aspek

fungsi setting dalam karya fiksi, diantaranya:1) Setting

berfungsi sebagai latar yang bersifat fisikal untuk membuat

suatu cerita menjadi logis. 2) Setting memiliki fungsi psikologis

yaitu nuansa makna tertentu serta mampu menciptakan suasana-

suasana tertentu yang menggerakkan emosi aspek kejiwaan

pembacanya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 30: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

14

Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa latar

adalah penjelasan mengenai suasana, waktu, tempat, dan perilaku

lingkungan sosial tempat terjadinya peristiwa yang ada dalam sebuah

cerita.

4) Tokoh dan Penokohan

Tidak ada cerita yang tidak memiliki tokoh, sekalipun tokoh

tersebut tidak berupa manusia. Tokoh cerita dapat berupa hewan dan

tumbuhan yang dipersonalisasikan. Contoh personalisasi tokoh hewan

dan tumbuhan biasanya muncul dalam sebuah fabel. Tokoh cerita

dapat didefinisikan sebagai subjek sekaligus objek peristiwa dan

pelaku yang berperan dalam sebuah cerita.

Seperti telah disebutkan di atas bahwa definisi singkat tokoh

merujuk pada pelaku cerita, sedangkan definisi penokohan lebih

merujuk pada penggambaran tokoh-tokoh cerita yang mempunyai

watak-watak tertentu. Menurut Abrams (dalam Nurgiyantoro,

2007:165) berpendapat bahwa tokoh cerita (character) orang-orang

yang ditampilkan dalam suatu karya naratif atau drama, yang oleh

pembaca ditafsirkan memiliki kualitas moral dan kecenderungan

tertentu seperti yang diekspresikan dalam ucapan dan apa yang

dilakukan dalam tindakan.

Menurut Nurgiyantoro (2007:176), tokoh-tokoh cerita dalam sebuah

karya fiksi dapat dibedakan ke dalam beberapa jenis, yaitu sebagai

berikut: a) Tokoh utama dan tokoh tambahan yaitu tokoh utama

(central character atau main character) yaitu tokoh yang diutamakan

penceritaannya dalam novel yang bersangkutan. Tokoh ini merupakan

yang paling banyak diceritakan dan senantiasa hadir dalam setiap

kejadian. Tokoh tambahan (peripheral character) yaitu tokoh yang

pemunculannya sedikit, tidak dipentingkan, dan kehadirannya hanya

jika ada keterkaitannya dengan tokoh utama. b) Tokoh protagonis dan

tokoh antagonis.Tokoh protagonis yaitu tokoh yang digambarkan

sebagai hero-tokoh yang merupakan pengejewantahan norma-norma,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 31: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

15

nilai-nilai yang ideal yakni sesuatu yang sesuai dengan pandangan dan

harapan pembaca. Tokoh antagonis yaitu tokoh yang menyebabkan

konflik, beroposisi dengan tokoh protagonis, baik secara langsung

maupun tak langsung dan bersifat fisik ataupun batin. c) Tokoh

sederhana dan tokoh bulat. Tokoh sederhana (simple atau flat

character) yaitu tokoh yang memiliki satu kualitas pribadi tertentu,

sifat dan tingkah lakunya bersifat datar dan monoton, hanya

mencerminkan satu watak tertentu, mudah dikenal dan dipahami, lebih

familiar, dan cenderung stereotip. Tokoh bulat (complex atau round

character) yaitu tokoh yang memiliki watak dan tingkah laku

bermacam-macam, perwatakannya sulit dideskripsikan secara tepat,

bahkan dapat bertentangan dan sulit diduga. d) Tokoh statis dan tokoh

berkembang. Tokoh statis atau biasa disebut tokoh tidak berkembang

(static character) yaitu tokoh yang memiliki sikap dan watak yang

relatif tetap, tidak berkembang dari awal hingga akhir cerita. Tokoh

ini juga kurang terlibat dan tak terpengaruh oleh adanya perubahan-

perubahan lingkungan yang terjadi karena adanya hubungan

antarmanusia. Tokoh berkembang (developing character) yaitu tokoh

yang mengalami perubahan dan perkembangan watak, sejalan dengan

perkembangan peristiwa dan plot. Tokoh ini secara aktif berinteraksi

dengan lingkungannya, baik lingkungan sosial, alam, dan lainnya,

yang kesemuanya akan mempengaruhi sikap, watak, dan tingkah

lakunya. Sikap dan watak dari tokoh berkembang mengalami

perkembangan dan perubahan dari awal, tengah, dan akhir cerita.

e) Tokoh tipikal dan tokoh netral. Tokoh tipikal (typical character)

yaitu tokoh yang hanya sedikit ditampilkan keadaan individualitasnya

dan lebih banyak ditonjolkan kualitas pekerjaan atau kebangsaannya.

Tokoh netral (neutral character) yaitu tokoh yang bereksistensi demi

cerita itu sendiri. Tokoh netral merupakan tokoh imajiner yang hanya

hidup dan bereksistensi dalam dunia fiksi. Tokoh ini dihadirkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 32: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

16

semata-mata de mi cerita, atau bahkan dialah empunya cerita, pelaku

cerita, dan yang diceritakan.

Penokohan tokoh cerita secara tipikal pada hakikatnya dapat

dipandang sebagai reaksi, tanggapan, penerimaan, dan tafsiran

pengarang terhadap tokoh manusia di dunia nyata. Tanggapan itu

mungkin bernada negatif seperti terlihat dalam karya yang bersifat

menyindir, mengkritik, bahkan mungkin mengecam, karikatural atau

setengah karikatural. Namun sebaliknya juga mungkin bernada positif

seperti yang terasa dalam nada memuji. Tanggapan juga dapat bersifat

netral, artinya pengarang melukiskan seperti apa adanya tanpa disertai

sikap subjektivitasnya sendiri yang cenderung memihak

(Nurgiyantoro, 2007:191).

Aminudin (2002:80) mengungkapkan bahwa ada sembilan cara

untuk memahami watak tokoh dalam cerita, diantaranya: tuturan

pengarang terhadap karakteristik pelakunya, gambaran yang

diberikan pengarang melalui gambaran lingkungan kehidupannya

maupun caranya berpakaian, menunjukkan bagaimana perilakunya,

melihat bagaimana tokoh itu berbicara tentang dirinya sendiri,

memahami bagaimana jalan pikirannya, melihat bagaimana tokoh lain

berbicara tentangnya, melihat bagaimana tokoh lain berbincang

dengannya, melihat bagaimana tokoh-tokoh lain memberikan reaksi

terhadapnya, melihat bagaimana tokoh itu dalam mereaksi tokoh

lainnya.

Dari pendapat-pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa tokoh

adalah pelaku cerita yang dimunculkan dalam sebuah karya naratif.

Sedangkan penokohan adalah cara pengarang memberi gambaran yang

sejelas-jelasnya kepada pembaca mengenai tokoh dan perwatakannya

dalam sebuah cerita.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 33: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

17

5) Penceritaan

Dalam menganalisis penceritaan, menurut Genete (dalam

Todorov, 1985:25) harus mempertimbangkan 2 kategori, yaitu kategori

modus dan kategori tutur. Kategori tutur disebut juga penceritaan.

Kehadiran pencerita terdiri atas 2 jenis, yaitu: a) Pencerita dalam

(intern). Pencerita dalam terlibat secara langsung sebagai tokoh cerita.

Ciri-cirinya adalah ditemukannya kosakata “aku” atau “saya” di dalam

cerita tersebut.b) Pencerita luar (ekstern). Pencerita luar sama sekali

tidak terlibat sebagai tokoh cerita. Ciri-cirinya adalah ditemukannya

kosakata “dia”, “ia” atau penunjuk kata ganti orang ketiga lainnya.

Tipe penceritaan terbagi atas tiga jenis, diantaranya: 1) Wicara yang

dialihkan: pencerita menyajikan pikiran-pikiran dan perasaan yang

dialami para tokoh, 2) Wicara yang dinarasikan: pencerita menyajikan

peristiwa dan tindakan yang dialami para tokoh. 3) Wicara yang

dilaporkan: Pencerita menyajikan dialog-dialog para tokoh cerita.

Sementara itu Todorov (dalam Nurgiyantoro, 2002:94)

berpendapat bahwa penceritaan merupakan peristiwa-peristiwa yang

membentuk dunia fiktif tidak dikemukakan sebagaimana aslinya, akan

tetapi menurut penuturan tertentu. Dapat ditarik kesimpulan bahwa

penceritaan adalah cara pengarang menyajikan peristiwa yang ada

dalam cerita, serta pikiran dan perasaan yang dialami oleh tokoh cerita.

c.. Unsur Ekstrinsik

Unsur ekstrinsik novel adalah unsur pembentuk cerita yang berasal

dari luar karya sastra, seperti karya sastra dengan lingkungan, pengarang,

pembaca, dan penerbitnya. Selain itu, unsur ekstrinsik juga lebih banyak

berkonsentrasi pada peristiwa dan sudut pandang penceritaan.

Menurut Nurgiyantoro (2007:24), unsur ekstrinsik novel adalah

unsur yang berada di luar karya sastra, tetapi secara tidak langsung

mempengaruhi bangunan sistem organisme karya sastra. Sementara itu,

Wellek dan Warren (dalam Nurgiyantoro, 2007:24) menjelaskan bahwa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 34: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

18

unsur yang dimaksud antara lain adalah subjektivitas individu pengarang

yang memiliki sikap, keyakinan, dan pandangan hidup yang semuanya

itu akan mempengaruhi karya yang ditulisnya.

Pendek kata, unsur sosiologi, biografi pengarang, keadaan

lingkungan ekonomi, sosial, dan budaya dapat menentukan ciri karya

sastra yang dihasilkan oleh pengarang. Unsur ekstrinsik yang lain

misalnya pandangan hidup suatu bangsa (Nurgiyantoro, 2007:24). Dapat

ditarik kesimpulan bahwa unsur ekstrinsik sangat berpengaruh besar

terhadap wujud dan roh cerita yang dihasilkan karena melibatkan sudut

pandang pengarang yang memiliki perbedaan lingkungan ekonomi,

sosial, dan budaya.

d. Pendekatan Sosiologi Pengarang

Dari beberapa macam pendekatan yang ada dalam mengkaji karya

sastra, pendekatan sosiologi sastra dan sosiologi pengarang dapat

dikatakan sebagai pendekatan yang tidak pernah sepi untuk digunakan.

Hal ini terjadi mengingat karya sastra selalu mencerminkan keadaan

sosial budaya masyarakatnya.

Ratna (2004:60) menyebutkan bahwa dasar pendekatan sosiologis

adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat.

Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya sastra

dihasilkan oleh pengarang; b) pengarang adalah anggota masyarakat; c)

pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat; d) hasil

karya sastra dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.

Pengarang adalah anggota masyarakat, memperoleh pengetahuan

melalui masyarakat, dan yang terpenting pengarang menyajikan sudut

pandang sesuai dengan masyarakat yang mengkondisikannya. Secara

faktual, pengarang jelas memegang peranan penting, bahkan menetukan.

Tanpa pengarang karya sastra dianggap tidak ada. Tanpa pengarang

fakta-fakta sosial hanya terlihat melalui satu sisi, pada permukaan.

Melalui daya imajinasinya, pengarang berhasil melihat fakta-fakta secara

multidimensional, gejala di balik gejala. Kemampuannya dalam

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 35: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

19

menghasilkan karya sastra disebabkan oleh perbedaan kualitas, yaitu

kualitas dalam memanfaatkan emosionalitas dan intelektualitas, bukan

perbedaan jenis (Ratna, 2004:302-303).

Pandangan dalam masyarakat lama maupun masyarakat modern,

pengarang termasuk sebagai kelompok elite, sebagai kelas menengah

atas. Dalam masyarakat lama, pengarang dianggap memiliki kemampuan

tersendiri dalam mengakumulasikan gejala-gejala sosial. Sedangkan

dalam masyarakat modern, pengarang memperoleh posisi terhormat

tanpa harus memperoleh gelar akademis. (Ratna, 2004:333)

Pada umumnya para pengarang yang berhasil adalah para

pengamat sosial sebab merekalah yang mampu untuk mengkombinasikan

antara fakta-fakta yang ada dalam masyarakat dengan ciri-ciri fiksional.

Pendek kata, pengarang merupakan indikator penting dalam

menyebarluaskan keberagaman unsur-unsur kebudayaan, sekaligus

perkembangan tradisi sastra (Ratna, 2004:334).

Penonjolan paling besar pada pengarang diberikan dalam zaman

Romantik. Selain itu, bangsa Yunani Kuno menganggap bahwa

pengarang mendapat ilham dari dewa (Luxemburg 1991:7). Sejarah

sastra abad ke-19 sudah mulai memperhatikan bagaimana karya sastra

lahir dan dapat dijelaskan sedetil-detilnya dengan meneliti riwayat

kejadian, peristiwa yang dialami oleh pengarang dan lingkungan

geografis serta historis tempat pengarang dibesarkan.

Menurut Luxemburg (1991:8), paling banyak karya sastra

merupakan teks yang di dalamnya terjalin fakta biografis. Setiap

pengarang akan mengatur kesan dari kehidupan dan pengalamannya

sendiri, mengubahnya dan memanfaatkannya untuk menyusun teks.

Untuk memahami suatu teks seutuhnya, kita tidak cuma harus

membaca teksnya, tapi juga memahami penulisnya. Selain penulisnya,

juga kondisi jaman serta lingkungan dimana ia hidup.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 36: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

20

e. Perspektif Pengarang

Kualitas responsif dan representatif, entitas dan integritas karya

sastra di tengah-tengah masyarakat, mengandaikan bahwa karya sastra

secara keseluruhan mengambil bahan di dalam dan melalui kehidupan

masyarakat. Dengan demikian, karya sastra, seperti juga karya-karya

dalam ilmu kemanusiaan yang lain, mengesahkan dan mengevaluasikan

bahan-bahan yang sama, tetapi dengan cara pandang dan cara

pemahaman yang berbeda. Dengan memanfaatkan kualitas manipulatif

medium bahasa, karya sastra bahkan dapat menunjukkan maksud yang

sama dengan cara yang sama sekali bertentangan (Ratna, 2003:35).

Menurut Hellwig (2007:62), tidak hanya pengarang novel yang

menciptakan bayangan tentang masyarakat, para ahli sejarah, antropologi

dan sosiologi juga demikian. Setiap pengarang, ilmuwan ataupun tidak,

dikekang oleh prasangka-prasangkanya masing-masing dan

membubuhkan nilai-nilai serta ideologi-ideologinya pada materi yang

disajikannya.

Masih menurut Hellwig (2007:62), dalam karya fiksi diciptakan

dunia khayalan dengan pelaku-pelaku serta kejadian yang dikarang.

Sekalipun kejadian-kejadian itu tidak pernah benar-benar terjadi, dan

watak atau tokoh-tokohnya bukan tokoh sejarah, namun mereka

mewakili nilai-nilai, norma-norma, dan ideologi-ideologi suatu kurun

waktu tertentu.

Dalam sebuah tulisannya mengenai novel-novel Charles Dickens,

salah satunya Oliver Twist, Raymond Williams (1973) merinci

keterkaitan antara novel dengan gagasan sosial. Menurutnya, ada tujuh

macam cara yang dipergunakan pengarang untuk memasukkan gagasan

sosialnya ke dalam novel, yaitu mempropagandakannya, menambahkan

gagasan ke dalamnya, memperbantahkan gagasan, menyodorkan gagasan

sebagai konvensi, dan memunculkan gagasan sebagai tokoh, melarutkan

gagasan dalam keseluruhan dunia fiksi maupun menampilkannya sebagai

super struktur

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 37: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

21

Dapat disimpulkan bahwa perspektif pengarang dalam karya sastra,

dalam hal ini novel, selalu dihubungkan dengan pemasukan ideologi-

ideologi, nilai-nilai atau norma-norma yang dianut oleh pengarang yang

bersangkutan.

2. Sosiologi Sastra

Istilah ”sosiologi sastra” dikenalkan pada tulisan-tulisan kritikus

dan ahli sejarah sastra yang perhatian utamanya ditujukan dengan cara-cara

seorang pengarang dipengaruhi oleh status kelasnya, ideologi masyarakat,

keadaan-keadaan ekonomi yang berhubungan dengan pekerjaannya, dan

jenis pembaca yang dituju (Abrams, 1981:178). Sosiologi sastra

memperlakukan karya sastra sebagai karya yang ditentukan (dipersiapkan)

secara tidak terhindarkan oleh keadaan-keadaan masyarakat dan kekuatan-

kekuatan pada zamannya, yaitu dalam pokok masalahnya, penilaian-

penilaian kehidupan yang implisit dan eksplisit yang diberikan, bahkan juga

dalam bentuknya.

Sosiologi sastra didasarkan atas pengertian bahwa setiap fakta

kultural lahir dan berkembang dalam kondisi sosiohistoris tertentu. Sistem

produksi karya seni, karya sastra khususnya, dihasilkan melalui

antarahubungan bermakna, dalam hal ini subjek kreator dengan masyarakat.

Meskipun demikian sistem produksi karya sastra tidak didasarkan atas

komunikasi linier antara pengarang, penerbit, patron, dan masyarakat

pembaca pada umumnya, melainkan juga tradisi dan konvensi literer.

Sosiologi sastra memberikan perhatian yang besar terhadap fungsi-

fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat tertentu.

Konsekuensinya, sebagai timbal balik, karya sastra mesti memberikan

masukan, manfaat, terhadap struktur sosial yang menghasilkannya.

Mekanisme tersebut seolah-olah bersifat imperatif, tetapi tidak dalam

pengertian yang negatif. Artinya, antarhubungan yang terjadi tidak

merugikan secara sepihak. Sebaliknya, antarhubungan akan menghasilkan

proses regulasi dalam sistemnya masing-masing.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 38: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

22

Sosiologi sastra sebagai suatu jenis pendekatan terhadap sastra

memiliki paradigma dengan asumsi berbeda daripada yang telah digariskan

oleh teori sastra berdasarkan prinsip otonomi sastra. Penelitian-penelitian

sosiologi sastra menghasilkan pandangan bahwa karya sastra adalah ekspresi

dan bagian dari masyarakat, dan dengan demikian memiliki keterkaitan

resiprokal dengan jaringan-jaringan sistem dan nilai dalam masyarakat tersebut

(Soemanto, 1993; Levin, 1973:56). Sebagai suatu bidang teori, maka sosiologi

sastra dituntut memenuhi persyaratan-persyaratan keilmuan dalam menangani

objek sasarannya.

Sementara itu, Pospelov (1967:354) berpendapat sebagai berikut:

What is the relationship between literature and sociology? Literature is

an art that develops in human society throughout the ages quite

independently of sociology, whereas sociology ias a science whose

purpose is to discover the objective laws of social life in all its

manifestations including creative art.

Dalam pendapat lain, Rushing (2004) juga berpendapat bahwa :

Sociology of literature a brach of literary study that examines the

relationship between literary work and their social, modes of

publicational dramatic presentation, and the social class position of

authors and readers

Metode sosiologi sastra berdasarkan prinsip bahwa karya sastra

merupakan refleksi/cerminan masyarakat pada zaman karya sastra itu

ditulis. Sebagai anggota masyarakat, penulis tidak dapat melepaskan diri

dari lingkungan sosial budaya, politik, keamanan, ekonomi dan alam yang

melingkupinya. Selain merupakan suatu eksperimen moral yang dituangkan

oleh pengarang melalui bahasa, sastra dalam kenyataannya menampilkan

gambaran kehidupan; dan kehidupan itu sendiri merupakan kenyataan sosial

(Damono, 1978:1). Seperti halnya karya seni yang lain, karya sastra adalah

refleksi pengalaman hidup dan kehidupan manusia, baik secara nyata

ataupun hanya rekaan semata, yang dipenggal-penggal dan kemudian

dirangkai kembali dengan imajinasi, persepsi dan keahlian pengarang serta

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 39: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

23

disajikan melalui sebuah media (bahasa). Bagaimanapun peristiwa yang

terjadi dalam batin seseorang yang sering menjadi bahan sastra, adalah

pantulan hubungan seseorang dengan Tuhan, alam semesta, masyarakat,

manusia lainnya, dengan dirinya sendiri. Hubungan hakiki itulah yang

kemudian melahirkan berbagai masalah yang dihadapi manusia, misalnya :

maut, tragedi, cinta, loyalitas, harapan , makna dan tujuan hidup.

Wilayah sosiologi sastra cukup luas. Wellek dan Warren (1956)

membagi telaah sosiologis menjadi tiga klasifikasi yaitu: a) sosiologi

pengarang: yakni yang mempermasalahkan tentang status sosial, ideologi

politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang; b) sosiologi karya

sastra: yakni mempermasalahkan tentang suatu karya sastra; yang menjadi

pokok telaah adalah tentang apa yang tersirat dalam karya sastra tersebut dan

apa tujuan atau amanat yang hendak disampaikannya; c) sosiologi sastra:

yang mempermasalahkan tentang pembaca dan pengaruh sosialnya terhadap

masyarakat.

Klasifikasi tersebut tidak jauh berbeda dengan bagan yang dibuat

oleh Ian Watt (Damono, 1978) dengan melihat hubungan timbal balik antara

sastrawan, sastra, dan masyarakat. Telaah suatu karya sastra menurut Ian

Watt akan mencakup tiga hal, yakni: a) konteks sosial pengarang, yakni yang

menyangkut posisi sosial masyarakat dan kaitannya dengan masyarakat

pembaca, termasuk di dalamnya faktor-faktor sosial yang bisa mempengaruhi

diri pengarang sebagai perseorangan di samping mempengaruhi isi karya

sastranya; b) sastra sebagai cermin masyarakat, yang ditelaah adalah sampai

sejauh mana sastra dianggap sebagai pencerminan keadaan masyarakat;

c)Fungsi sosial sastra, dalam hal ini ditelaah sampai berapa jauh nilai sastra

berkaitan dengan nilai sosial, dan sampai seberapa jauh pula sastra dapat

berfungsi sebagai alat penghibur dan sekaligus sebagai pendidikan

masyarakat bagi pembaca.

Umar Junus (1985) mengemukakan bahwa yang menjadi

pembicaraan dalam telaah sosiologi sastra adalah sebagai berikut: a) karya

sastra dilihat sebagai dokumen sosio-budaya; b) penelitian mengenai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 40: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

24

penghasilan dan pemasaran karya sastra; c) penelitian tentang penerimaan

masyarakat terhadap sebuah karya sastra seorang penulis tertentu dan apa

sebabnya; d) pengaruh sosio-budaya terhadap penciptaan karya sastra,

misalnya pendekatan Taine yang berhubungan dengan bangsa, dan

pendekatan Marxis yang berhubungan dengan pertentangan kelas;

e)pendekatan strukturalisme genetik dari Goldman; dan f) pendekatan

Devignaud yang melihat mekanisme universal dari seni, termasuk sastra.

Dari beberapa pendapat di atas dapat penulis simpulkan bahwa

metode sosiologi sastra mempunyai prinsip dasar bahwa karya sastra

merupakan refleksi masyarakat pada zaman karya sastra(kesusastraan) itu

ditulis, atau dengan kata lain karya sastra dalam taraf tertentu merupakan

ekspresi masyarakat dan bagian dari suatu masyarakat.

3. Resepsi Sastra

Resepsi sastra, pada dasarnya sudah di mulai oleh Mukarovsky dan

Vodicka, dengan konsep karya seni sebagai objek estetik, bukan artefak.

Dengan adanya peranan dan aktifitas pembacalah, yang disertai dengan

peranan masa lampaunya terjadi pertemuan antara objek dengan subjek, yang

dengan sendirinya menimbulkan kualitas estetis. Teeuw (dalam Ratna,2004:

201) menganggap studi resepsi sastra seperti ini sangat tepat untuk sastra

Indonesia sebab Indonesia memiliki khazanah sastra, khususnya sastra lama

yang sangat beragam.

Resepsi sastra berasal dari kata latin “recipare” yang berarti

menerima atau penikmatan karya sastra oleh pembaca. Jika pembaca merasa

nikmat dalam memahami karya sastra berarti karya sastra tersebut dipandang

sukses. Resepsi sastra adalah pendekatan penelitian sastra yang tidak berpusat

pada teks. Karena teks bukan satu-satunya objek penelitian, pendekatan ini

tidak murni meneliti sastra. Resepsi sastra justru meneliti teks sastra dalam

kaitannya tertentu. Teks sastra di teliti dalam kaitannya dengan pengaruh

yakni keberterimaan pembaca (Ratna, 2004: 169), karena itu. Dasar

pemikirannya adalah teks sastra ditulis dengan segala struktur estetik yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 41: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

25

ada untuk disajikan kepada pembaca, maka dalam hal ini seorang pembaca

mempunyai peranan penting dalam memahami makna teks sastra tersebut

(Endraswara, 2003: 118)

Resepsi sastra merupakan aliran sastra yang meneliti teks sastra

dengan mempertimbangkan pembaca selaku pemberi sambutan atau

tanggapan. Dalam memberikan sambutan dan tanggapan tentunya

dipengaruhi oleh faktor ruang, waktu, dan golongan sosial (Sastriyani

2001:253).

Dalam arti luas resepsi diartikan sebagai pengolahan teks, cara-cara

pemberian makna terhadap karya, sehingga dapat memberikan respon

terhadapnya. Respon yang dimaksudkan tidak dilakukan antara karya dengan

seorang pembaca, melainkan pembaca sebagai proses sejarah, pembaca dalam

periode tertentu (Ratna dalam Walidin 2007).

Sementara itu, Jurt (2005:1) menyatakan bahwa reception theory,

despite its influence, has been criticised for its lack of attention to the social

contexts of reception. It has also mainly been applied within one national

context.

Menurut Pradopo (2007:218) yang dimaksud resepsi adalah ilmu

keindahan yang didasarkan pada tanggapan-tanggapan pembaca terhadap

karya sastra. Teeuw (dalam Pradopo 2007:207) menegaskan bahwa resepsi

termasuk dalam orientasi pragmatik. Karya sastra sangat erat hubungannya

dengan pembaca, karena karya sastra ditujukan kepada kepentingan pembaca

sebagai menikmat karya sastra. Selain itu, pembaca juga yang menentukan

makna dan nilai dari karya sastra, sehingga karya sastra mempunyai nilai

karena ada pembaca yang memberikan nilai.

Teori resepsi tidak hanya memahami bentuk suatu karya sastra

dalam bentangan historis berkenaan dengan pemahamannya. Teori menuntut

bahwa sesuatu karya individu menjadi bagian rangkaian karya lain untuk

mengetahui arti dan kedudukan historisnya dalam konteks pengalaman

kesastrannya. Pada tahapan sejarah resepsi karya sastra terhadap sejarah

sastra sangat penting, yang terakhir memanifestasikan dirinya sebagai proses

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 42: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

26

resepsi pasif yang merupakan bagian dari pengarang. Pemahaman berikutnya

dapat memecahkan bentuk dan permasalahan moral yang ditinggalkan oleh

karya sebelumnya dan pada gilirannya menyajikan permasalahan baru.

Pengalaman pembaca yang dimaksud mengindikasikan bahwa teks

karya sastra menawarkan efek yang bermacam-macam kepada pembaca yang

bermacam-macam pula dari sisi pengalamannya pada setiap periode atau

zaman pembacaannya. Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang

berbeda akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca

akan mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya

dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan

pembacanya. Dalam hal ini, kesejarahan sastra tidak bergantung pada

organisasi fakta-fakta literer tetapi dibangun oleh pengalaman kesastraan

yang dimiliki pembaca atas pengalaman sebelumnya (Jauss 1983:21).

Metode resepsi ini diteliti tanggapan-tanggapan setiap periode, yaitu

tanggapan-tanggapan sebuah karya sastra oleh para pembacanya (Pradopo

2007:209). Pembacaan yang beragam dalam periode waktu yang berbeda

akan menunjukkan efek yang berbeda pula. Pengalaman pembaca akan

mewujudkan orkestrasi yang padu antara tanggapan baru pembacanya

dengan teks yang membawanya hadir dalam aktivitas pembacaan

pembacanya.

Pradopo (2007:210-211) mengemukakan bahwa penelitian resepsi

dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu secara sinkronis dan diakronis.

Penelitian sinkronis merupakan penelitian resepsi terhadap sebuah teks

sastra dalam masa satu periode. Penelitian ini menggunakan pembaca yang

berada dalam satu periode. Sedangkan penelitian diakronis merupakan

penelitian resepsi terhadap sebuah teks sastra yang menggunakan

tanggapan-tanggapan pembaca pada setiap periode.

Menurut Ratna (2009:167-168), resepsi sinkronis merupakan

penelitian resepsi sastra yang berhubungan dengan pembaca sezaman.

Dalam hal ini, sekelompok pembaca dalam satu kurun waktu yang sama,

memberikan tanggapan terhadap suatu karya sastra secara psikologis

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 43: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

27

maupun sosiologis. Resepsi diakronis merupakan bentuk penelitian resepsi

yang melibatkan pembaca sepanjang zaman. Penelitian resepsi diakronis ini

membutuhkan data dokumenter yang sangat relevan dan memadai.

Pada penelitian resepsi sinkronis, umumnya terdapat norma-norma

yang sama dalam memahami karya sastra. Tetapi dengan adanya perbedaan

horizon harapan pada setiap pembaca, maka pembaca akan menanggapi

sebuah karya sastra dengan cara yang berbeda-beda pula. Hal ini disebabkan

karena latar belakang pendidikan, pengalaman, bahkan ideologi dari

pembaca itu sendiri. (Pradopo 2007:211).

Penelitian resepsi sinkronis ini menggunakan tanggapan-tanggapan

pembaca yang berada dalam satu kurun waktu. Penelitian ini dapat

menggunakan tanggapan pembaca yang berupa artikel, penelitian, ataupun

dengan mengedarkan angket-angket penelitian pada pembaca.

Resepsi diakronis umumnya menggunakan pembaca ahli sebagai wakil dari

pembaca pada tiap periode. Pada penelitian diakronis ini mempunyai

kelebihan dalam menunjukkan nilai senia sebuah karya sastra, sepanjang

waktu yang telah dialuinya (Pradopo 2009:211).

Menurut Endraswara (2008:126) proses kerja penelitian resepsi

sastra secara sinkronis atau penelitian secara eksperimental, minimal

menempuh dua langkah sebagai berikut: a) setiap pembaca perorangan

maupun kelompok yang telah ditentukan, disajikan sebuah karya sastra.

Pembaca tersebut lalu diberi pertanyaan baik lisan maupun tertulis. Jawaban

yang diperoleh dari pembaca tersebut kemudian dianalisis menurut bentuk

pertanyaan yang diberikan. Jika menggunakan angket, data penelitian secara

tertulis dapat dibulasikan. Sedangkan data hasil penelitian, jika menggukan

metode wawancara, dapat dianalisis secara kualitatif; b) Setelah

memberikan pertanyaan kepada pembaca, kemudian pembaca tersebut

diminta untuk menginterpretasikan karya sastra yang dibacanya. Hasil

interpretasi pembaca ini dianalisis menggunakan metode kualitatif.

Dalam penelitian diakronis, untuk melihat penerimaan sejarah

resepsi, digunakan strategi dokumenter melalui kepuasan media massa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 44: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

28

Hasil kupasan tersebut yang nantinya akan dikaji oleh peneliti (Endraswara

2008:127).

Menurut Abdullah (dalam Jabrohim 2001:119), penelitian resepsi

secara sinkronis dan diakronis, dimasukan ke dalam kelompok penelitian

resepsi menggunakan kritik teks sastra. Dalam penelitian resepsi sastra,

Abdullah membagi tiga pendekatan, yaitu (1) penelitian resepsi sastra secara

eksperimental, (2) penelitian resepsi lewat kritik sastra, dan (3) penelitian

resepsi intertekstualitas. Secara umum, dari tiga pendekatan ini dapat

dimasukkan ke dalam penelitian sinkronis dan diakronis, tidak hanya pada

penelitian melalui kritik sastra saja.

Penelitian eksperimental dapat dimasukan ke dalam peneitian

sinkronis, karena dalam penelitian eksperimental ini mengunakan subjek

penelitian yang berada dalam satu kurun waktu. Sedangkan penelitian

dengan pendekatan yang ketiga, yaitu melalui intertekstualitas, dapat

dimasukkan ke dalam penelitian diakronis. Karena dapat diteliti hasil

konkretisasi melalui teks-teks sastra yang muncul pada setiap periodenya.

Tetapi penelitian ini dapat digunakan pada teks sastra yang memiliki

hubungan intertekstual dengan teks sastra yang menjadi acuan penelitian.

Abrams (dalam Pradopo, 2005) membagi kritik sastra kedalam

empat tipe yaitu kritik mimetik, kritik ekspresif, kritik objektif, dan kritik

pragmatik. Kritik mimetik memandang karya sastra sebagai tiruan,

pencerminan atau penggambaran dunia kehidupan manusia. Kritik ekspresif

memandang karya sastra terutama dalam hubunganya dengan penulis

sendiri. Kritik objektif memandang karya sastra sebagai sesuatu yang berdiri

sendiri, bebas dari penyair, pembaca, dan dunia yang mengelilinginya.

Kritik pragmatik memandang karya sastra sebagai sesuatu yang dibangun

untuk mencapai efek-efek tertentu pada pembaca. Kritik pragmatik disebut

juga dengan resepsi sastra.

Resepsi sastra dapat disebut sebagai aliran yang meneliti teks sastra

dengan bertitik tolak pada pembaca yang memberi teks reaksi atau

tanggapan terhadapnya. Tanggapan itu dapat bersifat pasif atau aktif.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 45: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

29

Tanggapan yang bersifat pasif adalah bagaimana seorang pembaca dapat

memaknai karya itu atau dapat melihat hakikat estetika yang ada di

dalamnya. Tanggapan yang bersifat aktif yaitu bagaimana pembaca

mereaksinya (Junus, 1985: 1).

Tanggapan pembaca terhadap karya sastra yang dibacanya sangat

dipengaruhi oleh pengalaman dan pengetahuannya (Ratna, 2004: 170).

Pembaca mengharapkan sesuatu terhadap karya sastra. Harapan pembaca

tersebut, disebut dengan cakrawala harapan. Cakrawala harapan pertama

kali diperkenalkan oleh Jauss. Jauss (dalam Pradopo, 1995: 207) berawal

dari penelitiannya tentang sejarah sastra yang tidak lagi memaparkan nama

pengarang dan jenis sastra melainkan bagaimana suatu karya sastra dapat

diterima oleh pembacanya. Di mulai dari karya sastra itu terbit pertama

kali sampai masa berikutnya. Dari suatu masa ke masa lain tersebut

terdapat jarak yang akan dijembatani oleh cakrawala harapan dari pembaca

terhadap karya sastra dalam arti pembaca sudah mempunyai konsep atau

pengertian dan pemahaman tentang suatu karya sastra sebelum ia

membaca karya sastra tersebut pemahaman antara pembaca satu dengan

yang lain tentang karya sastra pasti berbeda, hal itulah yang menimbulkan

cakrawala harapan pembaca yang ditentukan oleh tiga kriteria yaitu:

a) pengalaman dan pengetahuan pembaca terhadap karya sastra

sebelumnya; b) norma-norma dalam karya sastra yang telah dibaca

pembaca; dan c) perbedaan fiksi dan kenyataan.

Resepsi sastra berpandangan bahwa sastra dipelajari dalam

kaitannya dengan reaksi pembaca. Menurut Jabrohim (2001: 119-120)

dalam meneliti karya sastra berdasarkan resepsi dapat dilakukan dengan

tiga cara yang akan dipaparkan sebagai berikut: a) intertektualitas yaitu

penelitian resepsi intertektualitas dapat dilakukan melalui suatu karya

sastra tertentu. Penelitian ini meneliti tanggapan pembaca karya sastra

tertentu yang mempunyai hubungan dengan karya sastra yang diteliti,

misalnya: Novel layar terkembang mempunyai hubungan dengan dengan

novel Belenggu, maka untuk meneliti novel Belenggu dapat meneliti novel

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 46: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

30

Layar Terkembang; b) Eksperimental yaitu penelitian resepsi sastra

diperkenalkan terhadap karya sastra pada satu periode yaitu masa kini.

Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara menyebarkan angket atau

kuesioner dengan meminjam metodologi penelitian sosial; c) kritik sastra

yaitu penelitan resepsi sastra dalam metode kritik sastra dapat dilakukan

dengan dua cara yaitu secara metode sinkronik dan diakronik, metode

sinkronik dilakukan dalam satu kurun waktu atau periode tertentu. Kritik

atau tanggapan pembaca dapat diambil dari penerbitan periode yang

diteliti. Metode diakronik dilakukan melalui kritik pembaca dari satu

periode ke periode berikutnya. Penelitian ini dapat dilakukan dengan cara

menyimpulkan tanggapan pembaca ahli sehingga wakil pembaca dari

setiap periode dapat diwakili.

Berdasar dari beberapa pengertian di atas dapat disimpulkan

resepsi sastra adalah satu metode kritik sastra yang menitik beratkan pada

pendapat atau tanggapan pembaca dalam menilai karya sastra.

4. Sosiologi Pengarang Pramudya Ananta Toer

Pramoedya dilahirkan di Blora, Jawa Tengah pada tahun 1925

sebagai anak sulung dalam keluarganya. Ayahnya ialah guru dan ibunya

ialah pedagang nasi. Ia meneruskan pada Sekolah Kejuruan Radio di

Surabaya dan bekerja sebagai juru ketik untuk surat kabar Jepang di Jakarta

selama pendudukan Jepang di Indonesia.

Pada masa kemerdekaan Indonesia, ia mengikuti kelompok militer di

Jawa dan seringkali ditempatkan di Jakarta di akhir perang kemerdekaan. Ia

menulis cerpen dan buku sepanjang karir militernya dan dipenjara Belanda

di Jakarta pada 1948 dan 1949. Pada 1950-an ia sanggup tinggal di Belanda

sebagai bagian program pertukaran budaya, dan saat kembalinya ia menjadi

anggota Lekra, organisasi sayap kiri di Indonesia. Gaya penulisannya

berubah selama masa itu, sebagaimana yang ditunjukkan dalam karyanya

Korupsi, fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap

korupsi. Ini menciptakan friksi antara dia dan pemerintahan Soekarno.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 47: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

31

a. Hoakiau di Indonesia

Selama masa itu, ia mulai mempelajari penyiksaan terhadap

Tionghoa Indonesia, dan pada saat yang sama mulai berhubungan erat

dengan para penulis di China. Khususnya, ia menerbitkan rangkaian surat

menyurat dengan penulis Tionghoa yang membicarakan sejarah

Tionghoa di Indonesia, berjudul Hoakiau di Indonesia. Ia merupakan

kritikus yang tak mengacuhkan pemerintahan Jawa-sentris pada

keperluan dan keinginan dari daerah lain di Indonesia, dan secara

terkenal mengusulkan bahwa mesti dipindahkan ke luar Jawa. Pada

1960-an ia ditahan pemerintahan Soeharto karena pandangan pro-

Komunis Chinanya. Bukunya dilarang dari peredaran, dan ia ditahan

tanpa pengadilan di Nusakambangan di lepas pantai Jawa, dan akhirnya

di pulau-pulau di sebeluah timur Indonesia.

Selain pernah ditahan selama 3 tahun pada masa kolonial dan 1

tahun pada masa Orde Lama, selama masa Orde Baru Pramoedya

merasakan 14 tahun ditahan sebagai tahanan politik tanpa proses

pengadilan: 13 Oktober 1965 - Juli 1969, Juli 1969 - 16 Agustus 1969 di

Pulau Nusakambangan, Agustus 1969 - 12 November 1979 di Pulau

Buru, November - 21 Desember 1979 di Magelang .

Ia dilarang menulis selama masa penahanannya di Pulau Buru, namun

tetap mengatur untuk menulis serial karya terkenalnya yang berjudul

Bumi Manusia, serial 4 kronik novel semi-fiksi sejarah Indonesia. Tokoh

utamanaya Minke, bangsawan kecil Jawa, dicerminkan pada

pengalamannya sendiri. Jilid pertamanya dibawakan secara oral pada

para kawan sepenjaranya, dan sisanya diselundupkan ke luar negeri

untuk dikoleksi pengarang Australia dan kemudian diterbitkan dalam

bahasa Inggris dan Indonesia.

Pramoedya dibebaskan dari tahanan pada 21 Desember 1979 dan

mendapatkan surat pembebasan secara hukum tidak bersalah dan tidak

terlibat G30S, tapi masih dikenakan tahanan rumah di Jakarta hingga

1992, serta tahanan kota dan tahanan negara hingga 1999, dan juga

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 48: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

32

wajib lapor satu kali seminggu ke Kodim Jakarta Timur selama kurang

lebih 2 tahun.

Selama masa itu ia menulis Gadis Pantai, novel semi-fiksi lainnya

berdasarkan pengalaman neneknya sendiri. Ia juga menulis Nyanyi

Sunyi Seorang Bisu (1995), otobiografi berdasarkan tulisan yang

ditulisnya untuk putrinya namun tak diizinkan untuk dikirimkan, dan

Arus Balik (1995).

b. Kontroversi

Ketika Pramoedya mendapatkan Ramon Magsasay Award, 1995,

diberitakan sebanyak 26 tokoh sastra Indonesia menulis surat 'protes' ke

yayasan Ramon Magsasay. Mereka tidak setuju, Pramoedya yang

dituding sebagai "jubir sekaligus algojo Lekra paling galak,

menghantam, menggasak, membantai dan mengganyang" di masa

demokrasi terpimpin, tidak pantas diberikan hadiah dan menuntut

pencabutan penghargaan yang dianugerahkan kepada Pramoedya.

Tetapi beberapa hari kemudian, Taufik Ismail sebagai

pemrakarsa, meralat pemberitaan itu. Katanya, bukan menuntut

'pencabutan', tetapi mengingatkan 'siapa Pramoedya itu'. Katanya,

banyak orang tidak mengetahui 'reputasi gelap' Pram dulu. Dan

pemberian penghargaan Magsasay dikatakan sebagai suatu

kecerobohan. Tetapi di pihak lain, Mochtar Lubis malah mengancam

mengembalikan hadiah Magsasay yang dianugerahkan padanya di

tahun 1958, jika Pram tetap akan dianugerahkan hadiah yang sama.

Lubis juga mengatakan, HB Yassin pun akan mengembalikan

hadiah Magsasay yang pernah diterimanya. Tetapi, ternyata dalam

pemberitaan berikutnya, HB Yassin malah mengatakan yang lain

sama sekali dari pernyataan Mochtar Lubis.

Dalam berbagai opini-opininya di media, para penandatangan

petisi 26 ini merasa sebagai korban dari keadaan pra-1965. Dan mereka

menuntut pertanggungan jawab Pram, untuk mengakui dan meminta

maaf akan segala peran 'tidak terpuji' pada 'masa paling gelap bagi

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 49: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

33

kreativitas' pada jaman demokrasi terpimpin. Pram, kata Mochtar Lubis,

memimpin penindasan sesama seniman yang tak sepaham dengannya.

Sementara Pramoedya sendiri menilai segala tulisan dan

pidatonya di masa pra-1965 itu tidak lebih dari 'golongan polemik biasa'

yang boleh diikuti siapa saja. Dia menyangkal terlibat dalam pelbagai

aksi yang 'kelewat jauh'. Dia juga merasa difitnah, ketika dituduh ikut

membakar buku segala. Bahkan dia menyarankan agar perkaranya

dibawa ke pengadilan saja jika memang materi cukup. Kalau tidak

cukup, bawa ke forum terbuka, katanya, tetapi dengan ketentuan saya

boleh menjawab dan membela diri, tambahnya.

Semenjak Orde Baru berkuasa, Pramoedya tidak pernah

mendapat kebebasan menyuarakan suaranya sendiri, dan telah beberapa

kali dirinya diserang dan dikeroyok secara terbuka di koran.

c. Multikulturalis

Pramoedya telah menulis banyak kolom dan artikel pendek yang

mengkritik pemerintahan Indonesia terkini. Ia menulis buku Perawan

Remaja dalam Cengkraman Militer, dokumentasi yang ditulis dalam

gaya menyedihkan para wanita Jawa yang dipaksa menjadi wanita

penghibur selama masa pendudukan Jepang. Semuanya dibawa ke

Pulau Buru di mana mereka mengalami kekerasan seksual, mengakhiri

tinggal di sana daripada kembali ke Jawa. Pramoedya membuat

perkenalannya saat ia sendiri merupakan tahanan politik di Pulau Buru

selama masa 1970-an.

Banyak dari tulisannya menyentuh tema interaksi antarbudaya;

antara Belanda, kerajaan Jawa, orang Jawa secara umum, dan

Tionghoa. Banyak dari tulisannya juga semi-otobiografi, di mana ia

menggambar pengalamannya sendiri. Ia terus aktif sebagai penulis dan

kolumnis. Ia memperoleh Hadiah Ramon Magsaysay untuk Jurnalisme,

Sastra, dan Seni Komunikasi Kreatif 1995. Ia juga telah

dipertimbangkan untuk Hadiah Nobel Sastra. Ia juga memenangkan

Hadiah Budaya Asia Fukuoka XI 2000 dan pada 2004 Norwegian

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 50: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

34

Authors' Union Award untuk sumbangannya pada sastra dunia. Ia

menyelesaikan perjalanan ke Amerika Utara pada 1999 dan

memenangkan hadiah dari Universitas Michigan.

Sampai akhir hayatnya ia aktif menulis, walaupun kesehatannya

telah menurun akibat usianya yang lanjut dan kegemarannya merokok.

Pada 12 Januari 2006, ia dikabarkan telah dua minggu terbaring sakit di

rumahnya di Bojong Gede, Bogor, dan sedang dirawat di rumah sakit.

Menurut laporan, Pramoedya menderita diabetes, sesak napas dan

jantungnya melemah.

Pada 6 Februari 2006 di Teater Kecil Taman Ismail Marzuki

diadakan pameran khusus tentang sampul buku dari karya Pramoedya.

Pameran ini sekaligus hadiah ulang tahun ke-81 untuk Pramoedya.

Pameran bertajuk Pram, Buku dan Angkatan Muda menghadirkan

sampul-sampul buku yang pernah diterbitkan di mancanegara. Ada

sekitar 200 buku yang pernah diterjemahkan ke berbagai bahasa dunia.

5. Nilai Pendidikan Karya Sastra

Karya sastra yang baik adalah karya sastra yang memiliki nilai,

termasuk di dalamnya nilai edukatif atau pendidikan. Nilai yang

terkandung di dalam karya sastra dapat dijadikan pedoman bagi

penikmatnya, terutama bagi anak-anak atau generasi muda. Ada beberapa

nilai yang harus dimiliki sebuah karya sastra yang baik, yaitu: nilai

estetika, nilai moral, nilai konsepsional, nilai sosial budaya, dan nilai-nilai

lainnya. Sebuah karya sastra yang baik pada dasarnya mengandung nilai-

nilai yang perlu ditanamkan pada anak atau generasi muda.

Hal tersebut sesuai dengan pendapat Ahmadi dan Uhbiyati (1991:

69) bahwa nilai dalam sastra dapat menuntun segala kekuatan kodrat yang

ada pada anak-anak, agar mereka sebagai manusia dan sebagai anggota

masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-

tingginya. Sutrisno (1997: 63) juga menyatakan bahwa nilai-nilai dari

sebuah karya sastra dapat tergambar melalui tema-tema besar mengenai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 51: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

35

siapa manusia, keberadaannya di dunia dan didalam masyarakat; apa itu

kebudayaannya dan proses pendidikannya; semua ini dipigurakan dalam

refleksi konkret fenomenal- berdasar fenomena eksistensi manusia- dan

direfleksi sebagai rentangan perjalanan bereksistensi.

Nilai edukatif disebut juga nilai pendidikan. Nilai pendidikan dapat

diperoleh pembaca setelah membaca karya sastra. Dengan membaca,

memahami, dan merenungkannya pembaca akan memperoleh pengetahuan

dan pendidikan.

Semi (1993: 20) mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya

sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian

masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat penting

bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan

menolongnya mengambil suatu keputusan apabila Ia menghadapi masalah.

Nilai pendidikan dalam karya sastra tidak akan terlepas dari karya

sastra itu sendiri. Karya sastra dapat memberikan pengalaman yang tidak

diberikan media lain (Suyitno, 2000:3). Bertolak dari pendapat Suyitno

tersebut, nilai pendidikan dalam karya sastra tidak selalu berupa nasihat

atau petuah bagi pembaca, namun juga dapat berupa kritikan pedas bagi

seseorang, kelompok atau sebuah struktur sosial yang sesuai dengan

harapan pengarang dalam kehidupan nyata.

Semi (1993: 20) mengungkapkan bahwa nilai didik dalam karya

sastra memang banyak diharapkan dapat memberi solusi atas sebagaian

masalah dalam kehidupan bermasyarakat. Sastra merupakan alat penting

bagi pemikir-pemikir untuk menggerakkan pembaca pada kenyataan dan

menolongnya mengambil suatu keputusan apabila Ia menghadapi masalah.

Sugono (2003: 111) menjelaskan bahwa nilai-nilai yang terdapat

dalam karya sastra adalah sebagai berikut: a) nilai hedonik, yaitu nilai yang

dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca; b) nilai

artistik, yaitu nilai yang dapat dimanifestasikan sebagai suatu seni atau

ketrampilan dalam melakukan suatu pekerjaan; c) nilai kultural, yaitu nilai

yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam dengan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 52: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

36

suatu masyarakat, peradaban, dan keagamaan; d) nilai etis, moral, dan

agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah atau

ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama; dan e) nilai praktis,

yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan dalam

kehidupan sehari-hari.

Sastrowardoyo (dalam Tuloli, 1999: 232) menjelaskan bahwa

sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang

dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum.

Kesusastraan sendiri mengandung potensi-potensi ke arah keluasan

kemanusiaan dan semangat hidup serta mengandung ekspresi total pribadi

manusia yang meliputi tingkat pengalaman biologi, sosial, intelektual, dan

religius. Nilai-nilai seperti itu sangat dibutuhkan oleh masyarakat modern

karena merupakan hasil observasi yang teliti dari pengarang yang

dituangkan dalam karya sastra.

Tillman (2004: xx-xxi) mengemukakan bahwa nilai-nilai yang

terkandung dalam sastra, yaitu: a) kedamaian, merupakan suatu keadaan

yang ditandai tidak adanya kekerasan, adanya penerimaan, komunikasi

keadilan, komunikasi, ketenangan, dan sebagainya; b) penghargaan,

yaitu mengenal kualitas individu, karena setiap individu adalah

berharga; c) cinta, maksudnya dalam pribadi yang baik selalu ada

cinta yang tulus, memberikan kebaikan, pemeliharaan dan pengertian,

melenyapkan kecemburuan, dan menjaga tingkah laku; d) toleransi,

yakni sifat terbuka dan reseptif pada indahnya perbedaan atau saling

menghargai melalui saling pengertian; e) kejujuran yang berarti

menyatakan bahwa kebenaran tidak ada kontradiksi dalam pikiran, kata

atau tindakan serta tidak ada kemunafikan; f) kerendahan hati, artinya

mengizinkan diri untuk tumbuh dalam kemuliaan dan integritas;

g) kerja sama yang disebabkan karena ada prinsip saling menghargai,

keberanian, pertimbangan pemeliharaan, membagi keuntungan, dan

adanya penerimaan; h) Kebahagiaan sebagai akibat adanya kepuasan;

i) tanggung jawab, yaitu melakukan kewajiban dengan sepenuh hati;

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 53: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

37

j) kesederhanaan, maksudnya kemampuan mempertimbangkan hal-hal

yang tidak perlu; k) kebebasan yang berarti adanya keseimbangan

antara hak dan kewajiban dan pilihan seimbang dengan

konsekuensinya; dan l) Persatuan yang merupakan keharmonisan

antara individu dalam suatu kelompok serta dibangun dari saling

berbagi pandangan, harapan, dan tujuan mulia atau demi kebaikan

bersama.

Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa karya sastra

mengandung nilai-nilai pendidikan yang sangat bermanfaat bagi

pendidikan batin pembacanya atau penikmatnya. Peneliti menyimpulkan

bahwa secara umum nilai-nilai didik yang terdapat dalam karya sastra

yaitu: a) nilai religius (agama); b) nilai moral (etika); c) nilai estetis; d)

nilai kepahlawanan; dan e) nilai sosial.

a. Nilai Religius (Agama)

Agama dapat bertindak sebagai pemacu faktor kreatif,

kedinamisan hidup, dan perangsang atau pemberi makna kehidupan.

Melalui agama manusia pun dapat mempertahankan keutuhan

masyarakat agar hidup dalam pola kemasyarakatan yang telah tetap

sekaligus menuntun untuk meraih masa depan yang lebih baik.

Sebuah karya sastra yang mengangkat masalah kemanusiaan yang

berdasarkan kebenaran akan menggugah hati nurani dan memberikan

kemungkinan pertimbangan baru pada diri penikmatnya. Hal itu

tentu ada kaitannya dengan tiga wilayah fundamental yang menjadi

sumber penciptaan karya sastra, yaitu: kehidupan agama, sosial, dan

individual. Oleh karena itu, cukup beralasan apabila sastra dapat

berfungsi sebagai peneguh batin pembaca dalam menjalankan

keyakinan agamanya ( Sugono, 2003: 115).

b. Nilai Estetis

Horatius (penyair Romawi kuno) menyatakan manfaat karya

sastra dengan ungkapan yang padat, yaitu 'dulce et utile'

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 54: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

38

menyenangkan dan bermanfaat. Menyenangkan dapat dikaitkan

dengan aspek hiburan yang ditawarkannya, sedangkan bermanfaat

dapat dihubungkan dengan pengalaman hidup yang diberikan sastra

(Sugono, 2003: 61). Keestetikan dalam karya sastra dapat ditengarai

sebagai berikut : 1) karya itu mampu menghidupkan atau

memperbarui pengetahuan pembaca, menuntunnya melihat berbagai

kenyataan kehidupan, dan memberikan orientasi baru terhadap hal

yang dimiliki; 2) karya itu mampu membangkitkan aspirasi

pembaca untuk berpikir, berbuat lebih banyak, dan berkarya lebih

baik bagi penyempurnaan kehidupan; dan 3) karya itu mampu

memperlihatkan peristiwa kebudayaan, sosial, keagamaan, dan

politik masa lalu yang berkaitan dengan peristiwa masa kini dan

masa depan.

c. Nilai Moral (Etika)

Nilai moral yang dimaksud dalam konteks ini menyangkut

baik dan buruk yang diterima umum mengenai perbuatan, sikap, dan

kewajiban. Moral juga dapat dikatakan sebagai ajaran kesusilaan

yang dapat ditarik dari suatu rangkaian cerita. Pernyataan ini sejalan

dengan pendapat Dendy Sugono (2003: 182) yang menjelaskan

bahwa karya sastra dikatakan memunyai nilai moral apabila karya

sastra itu menyajikan, mendukung, dan menghargai nilai-nilai

kehidupan yang berlaku.

d. Nilai Kepahlawanan (Heroik)

Para pahlawan adalah orang yang rela mengorbankan

kepunyaannya demi membela kebenaran. dan berusaha mewujudkan

keyakinan tersebut. Kepahlawanan yang dimaksud adalah sifat atau

karakter tokoh-tokoh yang diceritakan dalam lagu, berjuang

mewujudkan cita-citanya. Dengan demikian tokoh yang menjadi

pahlawanan dalam konteks pembahasan ini adalah perjuangan tokoh

yang diceritakan dalam lagu membela keyakinannya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 55: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

39

e. Nilai Sosial

Nilai sosial mencakup kebutuhan hidup bersama, seperti

kasih sayang, kepercayaan, pengakuan, dan penghargaan. Nilai

sosial yang dimaksud adalah kepedulian terhadap lingkungan sekitar.

Kepedulian tersebut dapat berupa perhatian maupun berupa kritik.

Kritik tersebut sendiri dilatarbelakangi dorongan untuk memprotes

ketidakadilan yang dilihat, didengar, maupun dialaminya.

Dendy Sugono (2003: 111) menjelaskan bahwa nilai-nilai yang

terdapat dalam karya sastra adalah sebagai berikut: 1) nilai hedonik, yaitu

nilai yang dapat memberikan kesenangan secara langsung kepada pembaca;

2) nilai artistik, yaitu nilai yang dapat dimanifestasikan sebagai suatu seni

atau ketrampilan dalam melakukan suatu pekerjaan; 3) nilai kultural, yaitu

nilai yang dapat memberikan atau mengandung hubungan yang mendalam

dengan suatu masyarakat, peradaban, dan keagamaan; 4) nilai etis, moral,

dan agama, yaitu nilai yang dapat memberikan atau memancarkan petuah

atau ajaran yang berkaitan dengan etika, moral, atau agama; dan 5) nilai

praktis, yaitu nilai yang mengandung hal-hal praktis yang dapat diterapkan

dalam kehidupan sehari-hari.

Sastrowardoyo (dalam Tuloli, 1999: 232) menjelaskan bahwa

sebenarnya dalam masyarakat modern kesusastraan dapat berkembang

dengan subur dan nilai-nilainya dapat dirasakan manfaatnya oleh umum.

Kesusastraan sendiri mengandung potensi-potensi ke arah keluasan

kemanusiaan dan semangat hidup serta mengandung ekspresi total

pribadi manusia yang meliputi tingkat pengalaman biologi, sosial,

intelektual, dan religius. Nilai-nilai seperti itu sangat dibutuhkan oleh

masyarakat modern karena merupakan hasil observasi yang teliti dari

pengarang yang dituangkan dalam karya sastra.

Waluyo (1990: 27) mengemukakan bahwa nilai sastra berarti

kebaikan yang ada dalam makna karya sastra bagi kehidupan. Nilai sastra

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 56: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

40

dapat berupa nilai medial (menjadi sarana), nilai final (yang dikejar

seseorang), nilai cultural, nilai kesusilaan, dan nilai agama. Setiap karya

sastra yang baik selalu mengungkapkan nilai-nilai luhur yang bermanfaat

bagi pembacanya.

Nilai merupakan sesuatu yang abstrak, namun secara fungsional

mempunyai ciri yang mampu membedakan antara satu dengan yang lain.

Suatu nilai jika dihayati seseorang, maka akan sangat berpengaruh

terhadap cara berpikir, cara bersikap, maupun cara bertindakdemi

mencapai tujuan hidupnya.

Nilai selalu menjadi ukuran dalam menentukan kebenaran dan

keadilan, sehingga tidak akan pernah lepas dari sumber asalnya yaitu

berupa ajaran agama, logika, dan norma-norma yang berlaku dalam

masyarakat. Sementara itu, menurut Suyitno nilai merupakan sesuatu

yang kita alami sebagai ajakan dari panggilan untuk dihadapi.

Nilai-nilai berarti tidak melanggar norma-norma, menjunjung budi

pekerti, sedangkan pelanggaran terhadap nilai-nilai merupakan

pelanggaran norma atau susila. Nilai-nilai ditunjukkan oleh perilaku baik

yang sesuai dengan norma-norma atau aturan yang ada dan pelanggaran

nilai-nilai berkaitan dengan hal-hal yang tidak baik serta melanggar

norma atau aturan yang ada. Nilai atau nilai-nilai merupakan suatu

konsep, yaitu pembentukan mentalita yang dirumuskan dari tingkah laku

manusia sehingga menjadi sejumlah anggapan yang hakiki, baik dan

perlu dihargai sebagaimana mestinya. Nilai-nilai menyediakan prinsip

umum dan yang menjadi acuan serta tolok ukur standar dalam membuat

keputusan, pilihan tindakan, dan tujuan tertentu bagi para anggota suatu

masyarakat. Lebih lanjut Grana menjelaskan bahwa nilai merupakan

gabungan semua unsur kebudayaan yang dianggap baik buruk dalam

suatu masyarakat, karena itu pula masyarakat mendorong dan

mengharuskan warga untuk menghayati serta mengamalkan nilai yang

dianggap ideal itu.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 57: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

41

Dari teori di atas tersirat pengertian bahwa pendidikan merupakan

usaha untuk membentuk nilai hidup, sikap hidup, kepribadian, dan

intelektualitas seseorang. Karya sastra dapat berperan sebagai media

pendidikan masyarakat. Selain itu, sastra dapat berfungsi sebagai alat

untuk memberikan dorongan, semangat, memulihkan kepercayaan diri,

dan melepaskan ketegangan batin.

B. Penelitian Sebelumnya yang Relevan

Herlina S (2013) melakukan penelitian kajian sosiologi sastra, resepsi

sastra dan nilai pendidikan terhadap novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma

Nadia. Penelitian tersebut bertujuan mendeskripsikan (1) latar belakang sosial

budaya masyarakat pinggiran novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma

Nadia, (2) pengaruh latar belakang sosial pengarang terhadap proses

penciptaan novel Rumah tanpa Jendela Karya Asma Nadia, (3) resepsi

pembaca novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia, (4) nilai pendidikan

yang terkandung dalam novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia.

Bentuk penelitian ini adalah kualitatif deskriptif dengan menggunakan

pendekatan sosiologi sastra dan resepsi sastra. Kegiatan yang dilakukan

selama penelitian adalah membaca, mencermati, menafsirkan isi novel

Rumah Tanpa Jendela. Hasil dari kegiatan tersebut dideskripsikan dalam

bentuk kalimat-kalimat. Kesimpulan yang diperoleh dari penelitian Herlina S

adalah: (1) latar belakang sosial budaya yang terdapat dalam novel Rumah

Tanpa Jendela tampak kebiasaan-kebiasaan, ajaran-ajaran tertentu, dan sifat

kemandirian. (2) hal yang yang mempengaruhi latar belakang sosial

pengarang terhadap proses penciptaan novel Rumah Tanpa Jendela Karya

Asma Nadia adalah keadaan ekonomi keluarga pengarang, dan keyakinan

yang kuat terhadap agama yang dianutnya. (3) tanggapan pembaca terhadap

novel Rumah Tanpa Jendela karya Asma Nadia dinilai positif, sebab novel ini

dapat mampu membawa pengaruh positif dalam diri pembacanya.. (4) nilai

pendidikan yang terkandung di dalam novel Rumah Tanpa Jendela karya

Asma Nadia yaitu nilai pendidikan agama, mengajarkan kepada pembacanya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 58: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

42

agar selalu meminta pertolongan hanya kepada Allah melalui shalat dan

berdoa. Nilai pendidikan sosial, mengajarkan kepada pembacanya agar

mengutamakan gotong royong dan kepedulian terhadap sesama. Nilai

pendidikan adat istiadat mengajarkan kepada pembacanya, khususnya orang

tua akar tidak memaksakan kehendaknya. Nilai pendidikan moral

mengajarkan kepada pembacanya agar tidak mengutamakan kepentingan

pribadi dan segala perbuatan kita jangan sampai merugikan orang lain.

Almiza Dona meneliti “Novel Madogiwa No Totto Chan Karya Tetsuko

Kuroyana di Kalangan Pendidik, Tinjauan Resepsi Sastra.” Dalam

penelitiannya, Almiza menggunakan pendekatan kuantitatif. Teknik

pengumpulan data yang digunakan adalah wawancara, observasi, kuesionaer

dan kepustakaan. Dari hasil penelitian didapatkan bahwa responden menilai

novel tersebut sangat bagus dan mendidik. Novel tersebut juga berpengaruh

terhadap diri mereka dimana responden menjadi lebih terbuka dan lebih

memahami murid serta memperlakukan muridnya dengan lebih baik.

Beberapa responden mencoba menerapkan cara yang dilakukan oleh tokoh

utama dalam novel dan ternyata hasilnya lebih baik.

Pada tahun 2011, Yelmi Andriani juga melakukan penelitian terhadap

novel Negeri Perempuan karya Wisran Hadi dengan menggunakan tinjauan

sosiologi sastra khususnya sosiologi karya. Penelitian ini dilatarbelakangi

oleh adanya perubahan sosial yang terdapat dalam novel Negeri Perempuan.

Perubahan sosial yang digambarkan dalam novel ini berkaitan erat dengan

persoalan adat dan budaya Minangkabau yang mengalami perubahan karena

perubahan zaman dan masuknya budaya asing. Tujuan penelitian tersebut

adalah untuk mengungkapkan bentuk-bentuk perubahan dan faktor-faktor

penyebab perubahan sosial masyarakat Minangkabau yang terjadi dalam

karya sastra dengan menjabarkan teks-teks yang terdapat dalam novel. Di

samping menghadirkan sebuah tulisan ilmiah yang menghubungkan antara

karya sastra dengan pembacanya. Bardasarkan analsis ditemukan bentuk-

bentuk perubahan sosial masyarakat Minangkabau yang terdapat dalam novel

Negeri Perempuan meliputi: (1) perubahan pola prilaku, (2) perubahan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 59: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

43

tentang gelar penghulu, (3) perubahan terhadap konsep Rumah Gadang.

Faktor-faktor penyebab perubahan sosial yang terjadi dalam novel Negeri

Perempuan adalah: (1) dijadikannya Nagariko sebagai objek pariwisata, (2)

lemahnya tingkat ekonomi, rendahnya pendidikan dan dasar agama yang

goyah, (3) pengaruh kebudayaan lain, (4) tidak dilaksanakannya fungsi sosial,

(5) status sosial seseorang.

Efita Sari pada tahun 2012 melakukan penelitian Analisis Sosiologis

Pada Novel al-Karnak Karya Najib Mahfudh dan Implikasinya Tehadap

Pembelajaran Telaah Prosa. Novel al-Karnak bercerita tentang masyarakat

Mesir pasca revolusi 1952. Untuk mengungkapkan keterkaitan novel al-

Karnak dengan fakta yang terjadi pada masyarakat Mesir adalah dengan

menggunakan teori sosiologi sastra. Pengkajian sosiologi sastra pada novel

al-Karnak berdasarkan pada analisis terhadap sosiologi pengarang yaitu Najib

Mahfudz, dan penggambaran masyarakat Mesir pada tahun 1952 pada novel

al-Karnak. Tujuan umum penelitian ini adalah untuk mengetahui deskripsi

sosiologis pada novel Najib Mahfudz yang ber judul Al-Karnak. Sedangkan

tujuan khusus penelitian ini adalah untuk mengetahui gambaran sosiologi

pengarang dan gambaran kondisi masyarakat Mesir pada novel Al-Karnak.

Hasil penelitian ini adalah (1) dalam novel al-Karnak karya Najib mahfudz

terdapat fakta sosial kehidupan Najib Mahfudz yang merupakan bagian dari

posisi sosial dan profesionalisme Najib Mahfudz dalam masyarakat Mesir

yaitu mencakup tokoh aku sebagai subjek kolektif, integrasi sosial dan

ideologi Najib Mahfudz yang mencakup Najib Mahfudz dan perdamaian

Palestina Israel, serta Najib Mahfudz dan revolusi 1952. (2) Penggambaran

masyarakat Mesir pada novel al-Karnak merupakan refleksi realitas sejarah

yang pernah ada dalam masyarakat Mesir pasca revolusi 1952, di antaranya

adalah kesesuaian revolusi Mesir 1952 dengan pembuatan novel al-Karnak,

masyarakat yang menjujung tinggi revolusi Mesir 1952, masyarakat yang

kecewa dengan kekalahan dunia Arab melawan Israel, serta adanya

pemberangusan kelompok Ikhwanul Muslimin oleh pemerintah. (3) Analisis

sosiologis pada al-Karnak karya Najib mahfudz dapat dikaitkan dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 60: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

44

disarankan untuk menjadi contoh kajian sosiologis dalam pembelajaran

Telaah Prosa sesuai kajian yang telah dilakukan peneliti.

C. Kerangka Berpikir

Novel Arok Dedes merupakan hasil imajinasi pengarang yang

diwarnai dengan peristiwa kehidupan yang sesungguhnya pada masa karya

sastra itu diciptakan. Penelitian ini mengkaji novel “Arok Dedes” yang

meliputi latar belakang, ide, gagasan dan wawasan pengarang dalam menulis

novel Arok Dedes, bagaimana korelasi antara novel Arok Dedes dengan

kenyataan dalam sejarah masyarakat Indonesia, bagaimana tanggapan

pembaca; mahasiswa dan guru bahasa Indonesia mengenai novel Arok Dedes,

serta nilai pendidikan yang terkandung di dalam novel Arok Dedes.

Untuk lebih jelas, dapat dilihat pada alur kerangka berpikir pada gambar

berikut:

Gambar Kerangka Berpikir

Novel Arok Dedes

Simpulan

nilai-nilai

pendidikan

latar belakang

sosial budaya

pengarang

resepsi

pembaca;

mahasiaw

a dan

guru

bahasa

relevansi antara novel

Arok Dedes dengan

kenyataan sejarah Ken Arok dan Ken Dedes

pada zaman Singosari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 61: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

45

BAB III

METODE PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini tidak terikat tempat penelitian karena obyek yang

dikaji berupa naskah (teks) sastra, yaitu novel Arok Dedes karya Pramoedya

Ananta Toer. Penelitian ini merupakan penelitian kepustakaan sehingga

memerlukan bahan pustaka sebagai referensi yang banyak didapatkan di

perpustakaan. Penelitian ini bukan penelitian lapangan yang statis melainkan

sebuah analisis yang dinamis. Adapun waktu penelitian selama delapan bulan

yaitu Desember 2013 sampai dengan Juli 2014.

Tabel 1.Jadwal Kegiatan dan Waktu Penelitian

No Kegiatan Bulan dan Tahun

Des

2013

Jan

2014

Feb

2014

Maret

2014

April

2014

Mei

2014

Juni

2014

Juli

2014

1. Persiapan xx--

2. Penyusunan

proposal

penelitian

--xx x---

3. Pengumpulan

dan Analisis

data

-xxx xxxx xxxx xxxx xxxx

4. Penyusunan

laporan

penelitian

xxxx xx--

5. Ujian --xx

45

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 62: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

46

B. Bentuk dan Strategi Penelitian

Bentuk penelitian ini adalah deskriptif kualitatif dengan metode

content analysis atau analisis isi. Penelitian ini mendeskripsikan atau

menggambarkan apa yang menjadi masalah, kemudian menganalisis dan

menafsirkan data yang ada. Metode content analysis atau analisis isi yang

digunakan untuk menelaah isi dari suatu dokumen, dalam penelitian ini

dokumen yang dimaksud adalah novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta

Toer. Isi dokumen novel Arok Dedes tersebut ditelaah dengan pendekatan

sosiologi dengan menggunakan purposive sampling yaitu memilih informasi

berdasarkan posisi dengan akses tertentu yang dianggap memiliki informasi

yang berkaitan dengan permasalahan ini secara mendalam dan dapat

dipercaya untuk menjadi sumber data yang mantap. Namun demikian

informasi yang dipilih dapat berkembang sesuai dengan kebutuhan dan

manfaat dalam memperoleh data. Selain itu penelitian ini juga menggunakan

pendekatan resepsi sastra untuk mengetahui pandangan pembaca terkait isi

novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer.

C. Sumber Data

Secara umum sumber data dalam penelitian ini dibagi menjadi dua,

yaitu: pustaka dan narasumber. Sumber data pustaka yang utama adalah

novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer dan kitab Pararaton.

Sumber pustaka lain berupa buku-buku dan artikel baik yang membahas

tentang novel Arok Dedes, kitab Pararaton maupun sang pengarangnya

sendiri. Nara sumber diperlukan untuk memperoleh data yang berkaitan

dengan resepsi terhadap obyek penelitian. Nara sumber dalam penelitian ini

adalah pembaca novel Arok Dedes yaitu guru mewakili dari kalangan

pendidik dan mahasiswa mewakili dari pembaca kalangan pelajar.

D. Teknik Pengumpulan Data

Teknik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

analisis dokumen yang berasal dari novel, kitab Pararaton serta wawancara

dengan pembaca.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 63: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

47

1. Adapun langkah-langkah pengumpulan data untuk analisis dokumen

sebagai berikut: (1) membaca novel Arok Dedes karya Pramoedya

Ananta Toer dan secara kitab Pararaton berulang-ulang; dipercaya

untuk menjadi sumber data yang mantap, dengan menggunakan teknik

cuplikan yaitu mengambil penggalan-penggalan kalimat atau kata-kata

dari novel Arok Dedes sebagai bukti otentik untuk mendukung

penelitian dan (2)mencatat kalimat-kalimat yang mendukung untuk

menjawab masalah

2. Teknik wawancara

Menurut Moleong (2006) yang dimaksud wawancara adalah:

“Percakapan dengan maksud tertentu, percakapan ini dilaksanakan oleh

dua pihak yaitu wawancara yang mengajukan pertanyaan dan yang

diwawancarai yang memberikan jawaban atas pertanyaan”. Wawancara

dalam penelitian kualitatif dilakukan secara tidak terstruktur atau sering

disebut sebagai teknik wawancara mendalam karena peneliti merasa

belum mengetahui hal yang diinginkan. Dengan demikian, wawancara

dilakukan dengan pertanyaan open ended, dan mengarah pada

kedalaman informasi.

Dalam penelitian ini wawancara dilakukan kepada Drs. Suwito, M.Pd

( guru SMP N 22 Surkarta) dan Ponco (mahasiswa PBI FKIP UNS)

E. Teknik Analisis Data

Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah

teknik analisis jalinan atau mengalir (flow model of analysis) yang meliputi

tiga komponen, yaitu : 1. reduksi data (data reduction); 2.sajian data (data

display); dan 3. penarikan simpulan (conclution drawing). Berikut

penjelasannya:

1. Reduksi Data ( Data Reduction)

Pada langkah ini yang dilakukan peneliti adalah mencatat data

yang diperoleh dalam bentuk uraian yang terperinci. Data yang diambil

berupa kata-kata atau kalimat tertulis dalam novel Arok Dedes karya

Pramoedya Ananta Toer, dan hasil wawancara dengan Drs. Suwito, M.Pd

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 64: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

48

( guru SMP N 22 Surkarta) dan Ponco Nugroho (mahasiswa PBI FKIP

UNS) yang menjadi data penelitian ini.

2. Sajian Data (Data Display)

Pada langkah ini, peneliti menyusun informasi/data secara teratur

dan terperinci sehingga mudah dipahami. Data-data yang digunakan

peneliti analisis secara teliti untuk menunjukkan jawaban yang

diharapkan. Kegiatan analisis data dilakukan dengan cara menganalisis

data yang diperoleh dari novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta

Toer, dan hasil wawancara dengan Drs. Suwito, M.Pd ( guru SMP N 22

Surkarta) dan Ponco Nugroho (mahasiswa PBI FKIP UNS).

3. Penarikan Simpulan (Conclution Drawing)

Pada langkah ini, sudah memasuki tahap membuat simpulan dari

data yang sudah diperoleh sejak awal penelitian. Simpulan ini masih

bersifat sementara, untuk itu perlu adanya verifikasi (penelitian kembali

tentang kebenaran laporan) selama penelitian berlangsung.

Ketiga komponen tersebut saling berkaitan dan dilakukan secara terus-menerus

dari mulai awal, saat penelitian berlangsung dan sampai akhir penelitian.

Tahap-tahap kegiatan analisis data secara lebih jelas dapat dilihat pada gambar

berikut:

Masa pengumpulan data

REDUKSI DATA

Antisipasi Selama Pasca

PENYAJIAN DATA

= Analisis

Selama Pasca

PENARIKAN KESIMPULAN/VERIFIKASI

Selama Pasca

Gambar 2. Flow Model of Analysis

(Miles dan A. Michael Huberman, 1992: 18)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 65: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

49

BAB IV

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Penelitian

1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang

Latar belakang sosial budayanya menjadi sumber penciptaan

yang mempengaruhi teknik dan isi karya sastranya. Karya sastra

merupakan wadah dari ide, gagasan, pemikiran seorang pengarang

mengenai gejala sosial yang ditangkap, permasalahkan tentang status

sosial, ideologi politik, dan lain-lain yang menyangkut diri pengarang

dan dialami pengarang yang kemudian dituangkan dalam bentuk karya

sastra.

Aspek sosial suatu karya sastra menangkap kenyataan

kehidupan melalui berbagai permasalahannya, dalam hal ini termasuk

kehidupan pengarangnya. Selaras dengan itu , Nyoman Kutha Ratna

menyatakan bahwa:

Analisis sosiologis memberikan perhatian yang besar terhadap

fungsi-fungsi sastra, karya sastra sebagai produk masyarakat tertentu.

Konsekuensinya, sebagai timbal balik, karya sastra mesti memberikan

masukan, manfaat, terhadap struktur sosial yang menghasilkannya.

Mekanisme tersebut seolah-olah bersifat imperatif, tetapi tidak dalam

pengertian yang negatif. Artinya, antar hubungan yang terjadi tidak

merugikan secara sepihak. Sebaliknya, antarhubungan akan

menghasilkan proses regulasi dalam sistemnya masing-masing (Ratna,

2003:11).

Latar belakang sosial budaya pengarang dalam hal ini

Pramudya adalah masyarakat dan kondisi sosial budaya dari mana

pengarang dilahirkan, tinggal, dan berkarya. Latar belakang tersebut,

secara langsung maupun tidak langsung akan memiliki hubungan dengan

karya sastra yang dihasilkannya. Sebagai manusia dan makhuk sosial,

pengarang akan dibentuk oleh masyarakatnya. Dia akan belajar dari apa

yang ada di sekitarnya (lingkungan dimana dia berada)

49

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 66: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

50

Demikian pula Pramudya Ananta Toer dalam perjalanan

penciptaan karyanya sangat dipengaruhi oleh kondisi dan lingkungan

sekitarnya. Pada awal penulisan karyanya masih menyoroti tentang budaya

jawa namun dengan perkembangan setelah dia menjadi salah satu orang

yang ikut dalam duta pertukaran budaya di Belanda tahun 1950-an maka

hasil karya mengalami perubahan, dengan membuat karya berjudul

“Korupsi” fiksi kritik pada pamong praja yang jatuh di atas perangkap

korupsi. Ini menciptakan friksi antara dia dan pemerintahan Soekarno.

Pada dekade berikutnya Pramoedya Ananta Toer mempelajari

tentang penyiksaan terhadap Tionghoa Indonesia, dan pada saat yang sama

mulai berhubungan erat dengan para penulis di China. Hal ini sangat

mempengaruhi dalam membuat karya sastra. Sekali lagi dia membuat

friksi dengan pemegang kekuasaan waktu itu, dalam setiap karyanya selalu

bersinggungan dengan pemerintahan Soeharto.

Penciptaan novel Arok Dedes pun tak lepas dari pribadi

Pramudya yang menentang pemerintahan Soeharto dalam mengambil alih

kekuasaan pemerintahan dari tangan Soekarno.

Berikut ini data yang berkaitan dengan latar belakang sosial

budaya pengarang dari novel Arok Dedes karya Pramudya Ananta Toer,

yaitu :

a. Data berkaitan dengan aspek sosial

1) Kalian kaum brahmana lebih pongah dalam pikiran, tapi menunduk-

nunduk merangkak-rangkak dihadapanku. Itu tidak jujur, Dedes. Juga

kau tidak jujur, kau menantang-nantang dihadapanku begini, tapi kau

sudah ada dalam tanganku, dan kau tahu, kau tak dapat menolak

Tunggul Ametung. Tidak dapat, demi Hyang Wisynu ( hal 114)

2) Arok mengangkat telah sembah pada sidang menandakan ucapannya

telah berakhir. Waktu ia berpaling pada Dang Hyang Lohgawe, ia

melihat mahaguru itu menitikkan airmata karena kefasihannya

bercerita dalam Sansakerta, keberaniannya berkisah dengan caranya

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 67: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

51

sendiri dan keberaniaannya menyatakan pendapat pada sidang tertiggi

kaum brahmana yang tidak berdaya itu. (hal 208)

3) “Sahaya talah ikuti uraian dan pembicaraan, pertikaian dan saran.

Hanya satu yang tidak pernah disinggung: dimanakah sebenarnya

kekuatan kaum brahmana? Seluruh ilmu dan pengetahuan, milik paling

berharga dari kaum brahmnana yang tak dapat diragukan ini,

dikerahkan hanya untuk memburuk-burukkan yang tidak disukai, tidak

menjadi kekuatan yang mengungguli yang lain-lain.” (hal 210)

4) ‘Caranya, Cucu, sama seperti yang pernah dilakukan oleh raja-raja

besar terdahulu: bijaksana, berhenti hanya mengurus diri sendiri, mulai

mengurus kawula.” (hal 257)

5) “Ada diajarkan oleh kaum Brahmana: orang kaya terkesan pongah di

mata si miskin; orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu;

orang gagah berani terkesan dewa di mata si pengecut; juga

sebaliknya, Kakanda: orang miskin tak terkesan apa-apa pada si kaya,

orang dungu terkesan mengibakan pada si bijaksana; orang pengecut

terkesan hina pada si gagah-berani. Tetapi semua kesan itu salah.

Orang harus mengenal mereka lebih dahulu.” (hal 328)

6) “Kau mencurigai Kediri, Empu!’

“Hanya dugaan, Yang Mulia. Baik di Tumapel maupun Kediri, semua

pandai besi berada dalam pengawasan negeri. Tetapi tidak mustahil

pejabar-pejabat rakus itu menjualnya untuk dirinya sendiri. Besi dari

Sofala itu terlalu kotor, dan tak bisa ditentukan secara pasti berapa

sampahnya. Dari perhitungan yang sudah pasti itu mereka dapat

memperkaya dirinya.” (hal 384)

7) Gandring telah menerima emas dan besi daripadanya, telah menempa

besi itu menjadi senjata. Tetapi anakbuahnya tetap belum pernah

berhasil mendapatkan di mana barang-barang itu telah disimpan.

Dengan semua senjata pesanannya itu paling tidak Gandring akan bisa

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 68: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

52

mempersenjatai pasukan kecil untuk modal untuk menumpas seorang

demi seorang para tamtama. ( hal 260)

8) “Darah pencuci kaki Hyang Mahadewa Syiwa diperlukan anak Mpu

Parwa. Begitulah sepanjang sejarah titah di atas bumi ini.Kuatkan

hatimu, jangan jatuh ke bumi sebagai buah membusuk tak mampu

matang.Kau brahmani, kuat hati, kuat ilmu.Hapuskan airmatamu!”

(hal 471)

9) “Yang Mulia, dari semua itu Yang Mulia sendiri sekarang yang

menentukan.Kami dari gerakan Empu Gandring hanya dharma

melaksanakan untuk Yang Mulia.” (414)

b. Data berkaitan dengan aspek budaya :

1) Sebagai brahmana penganut Syiwa, ia tidak rela mengangkat sembah

pada arwah seorang raja, biarpun dikeramatkan sebagai titisan Hyang

Wisynu, Seperti kaum brahmana selebihnya ia juga tidak

membenarkan adat baru mengangkat arwah raja menjadi dewa yang

harus disembah dan dipinta restunya. Tak pernah itu diajarkan dalam

kitab-kitab suci purba. Orang-orang Wisynu dimulai dengan Erlangga

yang membuka adat memuja arwah leluhur, perbuatan khianat pada

para dewa. Semua para dewa yang menentukan, bukan petani-petani

bodoh itu. (hal 36)

2) “Tidak, Bapa Mahaguru, orang tak patut melupakannya. Juga sahaya

tidak patut membisukan suatu hal: para brahmana siapa saja yang

pernah sahaya temui, hanya mengecam-ngecam, menyumpah dan

mengutuk. Tak seorangpun pernah berniat menghadap Sri Baginda

Kretajaya untuk mempersembahkan pendapatnya. Kaum brahmana itu

sendiri yang sebenarnya tak punya keberanian, mereka ketakutan dan

justru ketakutan sebelum berbuat, ketakutan untuk berbuat itu yang

menyebabkan para brahmana telah kehilangan kedudukannya selama

duaratus tahun ini. Apa sebabnya ketakutan, Bapa mahaguru?

Bukankah itu juga pendapat sendiri? Dan apalah artinya mengetahui,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 69: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

53

berpendapat, kemudian takut padanya? Lihatlah, ini muruid Bapa

sudah bicara.” ( Hal 66 )

3) “Yang Mulia Akuwu tidak mengurus pekuwuan ini. Yang Mulia

paramesywari, tapi mengurus negeri. Selingkup pekuwuan ini di

tangan Yang Mulia. Yang Mulia tinggal jatuhkan perintah, dan semua

akan terjadi.” (hal 131)

4) Ia tersenyum puas mengetahui wujud dari kekuasaannya sebagai

Paramesywari. Pendopo itu dikelilinginya. Dalam hati tak henti-

hentinya ia mengucap syukur kepada Hyang Mahadewa. Kekuasaan ini

adalah indah dan nikmat. Ia takkan melepaskannya lagi, dan ia akan

jadikan benteng untuk dirinya sendiri, juga terhadap dukacita dan

rusuh hati. (hal 133)

5) Tiada sesuatu cedera bakal menimpa kalian. Ingat-ingat hari ini. Mulai

saat ini kembalilah memuliakan para dewa, tinggalkan dosa para satria.

Hilangkan leluhur itu dari pikiran, dari hati, dari pura dan dari candi.

Para dewalah yang sesungguhnya berkuasa, bukan leluhur siapapun,

Celakalah yang mendewakan leluhur. Lihat kalian di langit sebelah

barat sana ...(hal 146)

6) Mendekati tempat pendulangan segerombolan budak bersenjata

menempatkan diri, bersujud dan meletakkan kening di atas tanah.

Mereka adalah penjaga wilayah emas yang terpercaya. Semua lidah

mereaka telah dipotong untuk keselamatan kerahasiaan. ( hal 233)

7) “Setiap kerusuhan di sesuatu negeri, bukan hanya Tumapel, adalah

pencerminan dari ketidakmampuan yang memerintah, Cucu.”

‘Di manakah letaknya ketidakmampuan itu Yang Suci?” Dedes

meneruskan

“Ketidakmampuan itu berasal dari diri semua yang memerintah,

Dedes, ketidakmampuan mengerti kawulnya sendiri, kebutuhannya,

kepentingannya.” (hal 254)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 70: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

54

2. Relevansi antara Kenyataan Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada

Zaman Singosari dengan Novel Arok Dedes

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam Kenyataan Sejarah Ken Arok dan Ken

Dedes pada Zaman Singosari dalam Kitab Pararaton :

a. Akhirnya sesudah genap bulannya, lahrlah anak laki-laki. Ken Endok

membuang anaknya ke kuburan bayi.

Selanjutnya ada seorang pencuri, bernama Lembong tersesat di kuburan

bayi. Ia melihat benda bercahaya dan kemudian mendatanginya. Ia

mendengar tangis bayi. Setelah Lembong datang mendekat, nyatalah

baginya, benda yang bercahaya itu ternyata bayi yang menangis tadi.

Lembong lalu mengambil dan membawa bayi itu pulang serta

mengakuinya sebagai anaknya. (h. 14)

b. Perilaku Ken arok makin lama makin rusuh. Ia merampok orang yang

melalui jalan. Berita ini sampai negara Daha maka ia ditindak untuk

dilenyapkan oleh penguasa daerah yang berpangkat akuwu, bernama

Tunggul Ametung.(h. 18)

c. Anak yang dipertuan di daerah itu sedang bertanam, banyaknya enam

orang, kebetulan yang seoarang sedang pergi mengeringkan empangan,

tinggal 1ima orang; yang sedang pergi itu diganti menanam oleh ken

Angrok, datanglah yang mengejarnya, seraya berkata kepada penguasa

daerah: "Wahai, tuan kepala daerah, ada seorang perusuh yang kami

kejar, tadi mengungsi kemari." meanjawablah penguasa daerah itu: "Tuan

tuan, kami tidak sungguh bohong kami tuan, ia tidak disini; anak kami

enam orang, yang sedang bertanam ini genap enam orang, hitunglah

sendiri saja, jika lebih dari enam orang tentu ada orang lain disini"

Kata orang-orang yang mengejar: "Memang sungguh, anak penguasa

daerah enam orang, betul juga yang bertanam itu ada enam orang." Segera

pergilah yang mengejar.

Kata penguasa daerah kepada ken Angrok: "Pergilah kamu, buyung,

jangan jangan kembali yang mengejar kamu, kalau kalau ada yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 71: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

55

membicarakan kata kataku tadi, akan sia sia kamu berlindung kepadaku,

pergilah mengungsi ke hutan". Maka kata ken Angrok: "Semoga berhenti

lagilah yang mengejar, itulah sebabnya maka Ken Angrok bersembunyi di

dalam hutan, Patangtangan nama hutan itu. (h.19)

d. Ada seorang kepala lingkungan daerah Turyantapada, ia pulang dari

Kebalon, bernama Mpu Palot, ia adalah tukang emas, berguru kepada

kepala desa tertua di Kebalon yang seakan akan sudah berbadankan

kepandaian membuat barang barang emas dengan sesempurna

sesempurnanya. (h. 21)

e. Mpu di Tuyantapada itu merasa berhutang budi mendengar kesanggupan

Ken Angrok. Setelah datang di Turyantapada, Ken Angrok diajar ilmu

kepandaian membuat barang barang emas, lekas pandai, tak kalah kalau

kesaktiannya dibandingkan dengan Mpu Palot, selanjutnya Ken Angrok

diaku anak oleh Mpu Palot, itulah sebabnya asrama Turyantapada

dinamakan daerah Bapa.(h22)

f. para guru Hyang, sampai pada para punta, semuanya keluar, membawa

pukul perunggu, bersama sama mengejar dan memukul Ken Angrok

dengan pukulan perunggu itu, maksud para petapa itu akan

memperlihatkan kehendaknya untuk membunuh Ken Angrok.

Segera mendengar suara dari angkasa: "Jangan kamu bunuh orang itu,

wahai para petapa, anak itu adalah anakku, masih jauh tugasnya di alam

tengah ini." Demikan1ah suara dari angkasa, terdengar oleh para petapa.

Maka ditolong Ken Angrok, bangun seperti sedia kala. (h. 22)

g. Di kota Daha dikabarkan tentang Ken Angrok, bahwa ia merusuh dan

bersembunyi di Turyantapada, dan Daha.. (h. 23)

h. Demikianlah kata para dewa, saling mengemukakan pembicaraan:

"Siapakah yang pantas menjadi raja di pulau Jawa," demikian pertanyaan

para dewa semua.

Menjawablah dewa Guru: "Ketahuilah dewa dewa semua, adalah anakku,

seorang manusia yang lahir dari orang Pangkur, itulah yang

memperkokoh tanah Jawa." (h.24)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 72: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

56

i. Kini keluarlah Ken Angrok dari tempat sampah, dilihat, oleh para dewa;

semua dewa menjetujui, ia direstui bernama nobatan Batara Guru,

demikian itu pujian dari dewa dewa, yang bersorak sorai riuh rendah.

Diberi petunjuklah Ken Angrok agar mengaku ayah kepada seorang

brahmana yang bernama Sang Hyang Lohgawe. dia ini baru saja dari

Jambudipa, disuruh menemuinya di Taloka. Itulah asal mulanja ada

brahmana di sebelah timur Kawi. (h.24)

j. Dipeluklah ia oleh brahmana itu. Kata Dang Hyang Lohgawe: "Kamu

saya aku anak, buyung, kutemani pada waktu kesusahan dan kuasuh

kemana saja kamu pergi."

Ken Angrok pergi dari Taloka, menuju ke Tumapel, ikut pula brahmana

itu. (h.25)

k. Setelah ia datang di Tumapel, tibalah saat yang sangat tepat, ia sangat

ingin menghamba pada akuwu. kepala daerah di Tumapel yang bernama

Tunggul Ametung. (h.25)

l. Kemudian adalah seorang pujangga, pemeluk agama Budha, menganut

aliran Mahayana, bertapa di ladang orang Panawijen, bernama Mpu

Purwa.

Ia mempunyai seorang anak perempuan tunggal, pada waktu ia belum

menjadi pendeta Mahayana. Anak perempuan itu luar biasa cantik

moleknja bernama Ken Dedes. Dikabarkan, bahwa ia ayu, tak ada yang

menyamai kecantikannya itu, termasyur di sebelah timur Kawi sampai

Tumapel.

Tunggul Ametung mendengar itu, lalu datang di Panawijen, langsung

menuju ke desa Mpu Purwa, bertemu dengan Ken Dedes; Tunggul

Ametung sangat senang melihat gadis cantik itu.

Kebetulan Mpu Purwa tak ada di pertapaannya, sekarang Ken Dedes

sekonyong konyong dilarikan oleh Tunggul Ametung. (h.26)

m. Setelah datang di Tumapel, ken Dedes ditemani seperaduar oleh Tunggul

Ametung, Tunggul Ametung tak terhingga cinta kasihnya, baharu saja

Ken Dedes menampakkan gejala gejala mengandung,. (h. 27)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 73: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

57

n. Setelah Tunggul Ametung pulang dari bercengkerama itu, Ken Angrok

memberitahu kepada Dang Hyang Lohgawe, berkata: "Bapa Dang Hyang,

ada seorang perempuan bernyala rahasianya, tanda perempuan yang

bagaimanakah demikian itu, tanda buruk atau tanda baikkah itu".

Dang Hyang menjawab: " Siapa itu, buyung".

Kata Ken Angrok: " Bapa, memang ada seorang perempuan, yang

kelihatan rahasianya oleh hamba".

Kata Dang Hyang: "Jika ada perempuan yang demikian, buyung,

perempuan itu namanya: Nawiswari, ia adalah perempuan yang paling

utama, buyung, berdosa, jika memperisteri perempuan itu, akan menjadi

maharaja." (h. 27)

o. Ke Angrok diam, akhirnya berkata: "Bapa Dang Hyang, perempuan yang

bernyala rahasianya itu yalah isteri sang akuwu di Tumapel, jika demikian

akuwu, saya akan bunuh dan saya ambil isterinya, Sang akuwu pasti mati

di tanganku jika Bapa mengijinkanku.”

Jawab Dang Hyang , “Ya, tentu matilah Tunggul Ametung olehmu,

anakku. Hanya saja aku tak pantas memberimu izin. Karena itu bukan

tindakan seorang pendeta. Batasnya adalah kehendakmu sendiri.”(h. 27)

p. Aku mempunyai teman, seorang pandai keris di Lulumbang, bernama

Mpu Gandring, keris buatannya bertuah, tak ada orang sakti terhadap

buatannya, tak perlu dua kali ditusukkan, hendaknyalah kamu menyuruh

membuat keris kepadanya, jikalau keris ini sudah selesai dengan itulah

hendaknya kamu membunuh Tunggul Ametung secara rahasia."

Demikian pesan Bango Samparan kepada Ken Angrok. (h.29)

q. Sesudah genap lima bulan, ia ingat kepada perjanjiannya, bahwa ia

menyuruh membuatkan keris kepada Mpu Gandring. (h. 29)

r. Pergilah ia ke Lulumbang, bertemu dengan Mpu Gandring yang sedang

mengasah dan memotong motong keris pesanan Ken Angrok.

Kata Ken Angrok: "Manakah pesanan hamba kepada tuan Gandring."

Menjawablah Gandring itu: "Yang sedang saya asah ini, buyung Angrok."

Keris diminta untuk dilihat oleh Ken Angrok.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 74: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

58

Katanya dengan agak marah: "Ah tak ada gunanya aku menyuruh kepada

tuan Gandring ini, bukankah belum selesai diasah keris ini, memang

celaka, inikah rupanya yang tuan kerjakan selama lima bulan itu."

Menjadi panas hati Ken Angrok, akhirnya ditusukkan kepada Gandring

keris buatan Gandring itu.

Lalu diletakkan pada lumpang batu tempat air asahan, lumpang berbelah

menjadi dua, diletakkan pada landasan penempa, juga ini berbelah

menjadi dua.

Kini Gandring berkata: "Buyung Angrok, kelak kamu akan mati oleh

keris itu, anak cucumu akan mati karena keris itu juga, tujuh orang raja

akan mati karena keris itu."

Sesudah Gandring berkata demikian lalu meninggal. (h. 30)

s. Sekarang Ken Angrok tampak menyesal karena Gandring meninggal itu,

kata Ken Angrok: "Kalau aku menjadi orang, semoga kemulianku

melimpah, juga kepada anak cucu pandai keris di Lulumbang."

Lalu pulanglah Ken Angrok ke Tumapel. (h.30)

t. Pada waktu itu Kebo Hijo melihat bahwa Ken Angrok menyisip keris

baru, berhulu kayu cangkring masih berduri, belum diberi perekat, masih

kasar, senanglah Kebo Hijo melihat itu.

Ia berkata kepada Ken Angrok: " Wahai kakak, saya pinjam keris itu."

Diberikan oleh Ken Angrok, terus dipakai oleh Kebo Hijo, karena senang

memakai melihatnya itu.

Lamalah keris Ken Angrok dipakai oleh Kebo Hijo, tidak orang Tumapel

yang tidak pernah melihat Kebo Hijo menyisip keris baru dipinggangnya.

(h. 31)

u. Tak lama kemudian keris itu dicuri oleh Ken Angrok dan dapat diambil

oleh yang mencuri itu.

Selanjutnya Ken Angrok pada waktu malam hari pergi kedalam rumah

akuwu, saat itu baik, sedang sunyi dan orang orang tidur, kebetulan juga

disertai nasib baik , ia menuju ke peraduan Tunggul Ametung, tidak

terhalang perjalanannya, ditusuklah Tunggul Ametung oleh Ken Angrok,

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 75: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

59

tembus jantung Tunggul Ametung, mati seketika itu juga. Keris buatan

Gandring ditinggalkan dengan sengaja. (h.31)

v. Sekarang sesudah pagi pagi keris yang tertanam didada Tunggul

Ametung diamat amati orang, dan oleh orang yang tahu keris itu dikenal

keris Kebo Hijo yang biasa dipakai tiap tiap hari kerja.

Kata orang Tumapel semua: "Terangnya Kebo Hijolah yang membunuh

Tunggul Ametung dengan secara rahasia, karena memang nyata kerisnya

masih tertanam didada sang akuwu di Tumapel.

Kini Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung, ditusuk

dengan keris buatan Gandring, meninggallah Kebo Hijo. (h.31)

w. Selanjutnya Dewa memang telah menghendaki, bahwasanya Ken Angrok

memang sungguh sungguh menjadi jodoh Ken Dedes, lamalah sudah

mereka saling hendak menghendaki, tak ada orang Tumapel yang berani

membicarakan semua tingkah laku Ken Angrok, demikian juga semua

keluarga Tunggul Ametung diam, tak ada yang berani mengucap apa apa,

akhirnya Ken Angrok kawin dengan Ken Dedes. (h.32)

Peristiwa-peristiwa yang terjadi dalam novel Arok Dedes :

a. Dedes masih juga belum membuka mulut dalam empat puluh hari. Ia

selalu terkenang pada ayahnya. Tanpa pembenaran dan restunya, semua

hanya akan menuju pada bencana.

b. Borang Pemuda yang mempengaruhi penduduk desa Bantar tentang

kesalahan mereka yang takut pada Tunggul Ametungng daripada takut

pada hyang Wisnu (h. 19) dengan bala tentara nya telah mengepung desa

bantar.

c. Pertemuan dah Hyang Loh Gawe dengan para muridnya. Salah satu

muridnya berbicara lantang dan diberi kesempatan bicara maka pada

akhirnya Dah Hyang Loh Gawe, menyebut muridnya tersebut kaulah

“AROK” kaulah pembangun ajaran, pembangun ngeri sekaligus. (h. 68)

d. Para prajurit pengejar itu memasuki ladang dan memeriksa mereka

berenam, bertanya pada bapak itu: siapa saja semua ini?’

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 76: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

60

“Anakku semua,” jawabnya, kemudian menuding ke jurusan rumah, “dan

itu rumahku.”(h. 73)

e. Ki lembung menemukan bayi dibuang orang tua di gerbang sebuah pura

desa tengah malam.(h. 91)

f. Seorang bujang datang berlari-lari, memberitakan:

“Datang seorang penunggang kuda ke rumah, Ayu, mencari Sang Mpu

Parwa.”

“Tiada kau katakan sedang pergi?”

“Sudah. Menakutkan orangnya, Ayu. Seorang satria bergelang,

berkroncong binggal, dan berkalung serba emas.”.................(h. 108)

“Ayah! Tolong!” pekik Dedes. Tapi suara tak keluar dari mulutnya.

“Jangan sentuh aku!” ia merasa dirinya kotor tersentuh oleh seorang

Wisynu.

“Betapa galak, seperti brahmana lain-lain, dan semuanya,” ia tangkap

tangan Dedes, dihadapkan padanya, “Sebagai akuwu aku melarang kau

menjadi pedanda. Mari Permata, aku iringkan kau ke Kutaraja, naik kuda,

ke tempat terlayak bagimu. Mari, sayang.” (h. 110)

g. Ken dedes sudah dapat menguasau Tumapel, Juga ia dengar tentang

ayahnya: ia telah pulang, mengutuk penduduk desa, menyumpahi mereka

kematian sumber air, agar tunggul ametung akhirnya tumpas dibunuh

orang.(h. 161)

h. Bukankah kau menjadi Tunggul Ametung melalui cara yang sama seperti

dilakukan oleh mereka sekarang? (h. 224)

i. Tunggul ametung dan ken dedes mengujungi Dah Hyang Loh Gawe di

desa Pangkur untuk meminta petunjuk cara menghentikan kerusuhan

arok bersama hayam mendatangi empu gandring supaya dibuatkan

senjata, terjadi percakapan yang intinya bahwa empu gandring membuat

senjata karena diberi upah sesuai pekerjaannya.(h. 268)

j. arok kembali ke randu alas menemui ki bango samparan untuk meminta

ijin membunuh Tunggul Ametung, di sana bertemu dengan tanca dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 77: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

61

umang (wanita yang sangat disayangi), disitu tanca sudah mempunyai

pasukan kecil anggotanya para pemuda desa

k. Arok memesan senjata yaitu seribu pedang dan tiga ribu tombak kembar

pada Empu gandring.

Waktu yang diberikan untuk membuat Empu Gandring memberi setahun

tapi ken Arok memberi waktu enam bulan dengan biaya seribu saga

emas.

Dan empu gandring pun disuruh bersumpah demi Hyang Pancagina

l. Bisikan Loh gawe kepada arok :”Garudaku”, hanya kau yang dapat

tumbangkan Akuwu Tumapel. Hanya dengan cara ini yang bisa

ditempuh.Kau harus mendapat kepercayaan dari Tunggul ametung.

Dengan kepercayaan itu kau harus bisa menggulingkannya

“Pegang Tumapel dan hadapi kediri” kata loh gawe. (h. 317)

m. Paramesywari turun dari tandu, Ia terpesona oleh kecantikannya. Kulitnya

gading. Angin meniup dan kainnya tersingkap memperlihatkan pahanya

yang seperti pualam. (h.330)

n. pesan loh gawe “ Jatuhnya Tunggul Ametung seakan tidak karena

tanganmu. Tangan orang lain harus melakukannya. Dan orang itu harus

dihukum di depan umum berdasarkan bukti tak terbantahkan. Kau

mengambil jarak secukupnya dari peristiwa itu. Tanpa jatuhnya Tumapel,

kita takkan bisa menghadapi Kediri. Tumapel adalah modal pertama,

Arok, jangan kau lupa. (h. 347)

o. “ Dengarkan, tak ada lagi budak di pukuwuan ini. Atas perintah

paramesywari. Sampaikan pada kepalamu. (h. 359)

p. Dadung sungging sering menemui Empu Gandring di rumah dan pabrik.

Benar Dadung Sungging seorang anggota gerakan rahasia, dan semua

gerakan itu berpusat pada Empu Gandring.

“terkutuk kau Empu Gandring. Dasar sudra berkepala anjing! Awas kau!

Sekali lagi menipu aku ......”(h. 404)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 78: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

62

q. Kata Empu Gandring kepada Kebo ijo “ Apa artinya semua emas

dibandingkan dengan Ken Dedes? Semua tamtama telah ditangan kita.

Kau satu-satunya turunan satria. Tak patutu kau marah seperti itu pada

seorang yang telah menempatkan semua rencana untukmu. Kembali kau

ke pakuwuan, kalungkan Hyang Pancagina ini pada lehermu. Usahakan

agar dedes melihatmu........”(h. 406)

r. “Yang Mulia, Empu Gandringlah yang membikin para tamtama

bersepakat mempersembahkan semua balatentara ke bawah duli Yang

Mulia Paramesywari.” (h.411)

s. Kami dari Gerakan Empu Gandring, Yang Mulia, lebih menghendaki

Yang Mulia Paramwsywari yang memegang kekuasaan Tumapel.” (h

412)

t. “Yang Mulia, dari semua itu Yang Mulia sendiri sekarang yang

menentukan. Kami dari gerakan Empu Gandring hanya dharma

melaksanakan unuk Yang Mulia.” (h. 214)

u. “Janganlah Yang Mulia lupa, yang Yang Mulia hadapi adalah Arok.

Lihatlah pasukan sahaya, “katanya dengan suara lebih keras. “Setiap saat

bisa lindas semua tentara Yang Mulia. Tetapi itu bukan tugas Arok dari

Yang Suci Dang Hyang Lohgawe.” (h 428)

v. Yang paling berbahaya adalah Empu Gandring.. dialah penghasut pertama

agar para tamtama ingkar pada Tunggul Ametung dalam

kemerosotannya......(h. 460)

w. Ken Arok ke rumah Empu gandring untuk mengambil pesanannya berupa

senjata.tetapi Empu gandring menolak yang diminta arok karena merasa

tidak menerima pesanan senjata.

x. Empu Gandring di bawa ke asrama arok dan diperiksa\, serta

membeberkan kesalahannya

a. Senjata yang kamu buat ke tumapel hasilnya jelek

b. Melalui Dadung Sungging, kau telah mematai-matai pekuwuan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 79: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

63

c. Engkau mencoba mengadu domba antara Sang Akuwu, Sang

Pramesywari dan aku, melalui pesuruhmu yang menamakan dirinya

Kebo Ijo

d. Melalui Kebo Ijo itu juga kau menyatakan seluruh balatentara Tumapel

ada dalam tanganmu, dan kau mempersembahkannya untuk

paramesywari....(h. 467)

y. Kata Arok” Gerakan Empu Gandring itu sungguh-sungguh dahsyat.

Hanya Empu Gandring itu saja dapat melakukan pekerjaan raksasa itu.”

z. “Tidak,” ia tarik Dedes pada dirinya dan dirabanya kandungan istrinya.

“Baik, semua ini untuk bea kau, anak, anak yang tidak kukenal.” (h. 500)

aa. Semua yang melongok ke Bilik Agung melihat Kebo Ijo berdiri dengan

pedang di tangan. (h. 524)

bb. Dia telah persembahkan kemenangan untuk kawula Tumapel dengan

muslihat bermuka ganda dan cara tanpa bilangan (h. 552)

cc. Ia melirik pada suaminya (Ken Arok) yang sedang tenggelam di samping

kirinya. (h.552)

dd. Lelaki di sebelah kirinya memang sangat berharga untuknya, sangat

berharga untuk cinta dan hidupnya. Dia telah persembahkan kemenangan

unuk kawula Tumapel dengan muslihat bermuka ganda dan cara tanpa

bilangan. (h. 552)

3. Resepsi Pembaca Mengenai Novel Arok Dedes

a. Pandangan pembaca tentang tokoh Pramudya Ananta Toer

1) Pramudya itu cerdas, (mengungkapkan sebuah cerita bukan langsung

dari kata-kata itu, pembaca secara tidak langsung dituntut mencari

apa maksud cerita itu. Jadi pembaca juga harus cerdas, jadi tidak

langsung A sama dengan A tapi dalam A itu ada B, C dan lainnya.

Pramudya juga cenderung kepada kritik. (W, R2, 1)

2) Seorang tokoh yang kontraversi waktu itu. (W, R1, 1)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 80: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

64

3) Selalu diincar, karyanya selalu disingkirkan dan sebagai pembelot,

ditinjau dari isinya mencerminkan kudeta ala jawa dengan begitu

cerdik dan jeli tokoh-tokoh bisa mencapai tujuan dengan licik tapi

cerdik. (W, R1, 2)

4) Gambaran karyanya antipati pada pemerintah tetapi aslinya tidak, dia

hanya memberikan gambar pemerintah itu seperti ini,

menggambarkan pemerintahan seperti ini kalau jelek ya jelek, ada

sisi yang lain. (W, R2, 9)

b. Pandangan pembaca tentang novel Arok Dedes

1) Setelah membaca novel ini, pandangan saya berubah 175%, dulu saya

mendegar cerita Ken Arok dan Ken Dedes di kelas 4 SD dari guru

IPS, ceritanya begini; Ken Arok itu orang jahat, dia membunuh

Tunggul Ametung dengan keris Mpu Gandring yang disalahkan Kebo

Ijo, seolah-olah Ken Arok sebagai penjahatnya, tidak dilihat watak

dari Tunnggul Ametung, hanya mengecap Ken Arok itu pembunuh

dan penjahat, sedangkan tidak diceritakan mengapa arok berbuat

seperi itu. Di novel ini diceritakan Ken Arok memberontak itu karena

terjadi ketidakadilan di Tumapel. Tunggul Ametung itu mantan sudra ,

dia arok maksudnya dia itu dulu merampok memang pekerjaannya

merampok tapi Ken Arok merampok itu karena terjadi ketidakadilan

saat itu. Ken Arok itu orangnya setia ; ia pernah berjanji dengan bapak

pertamanya Ki Lembung yaitu ingin mensejahterakan keluarganya

setelah dewasa dan berhasil ia tidak melupakan janjinya. Demikian

juga pada Umang, dia akan menyayangi sampai kapan pun terbukti

Ken Arok menjadikan Umang istrinya meskipun tidak secantik Ken

Dedes. Ken Arok itu juga cerdas; cerdas dalam berkata-kata terbukti

dalam berseteru dengan Mpu Gandring, waktu membuat senjata Mpu

Gandring tidak mau maka dengan berargumentasi Mpu gandring kalah

setelah ditagih janjinya Mpu Gandring kalah. Mpu Gandring berdusta

dan berkhianat dengan Yang Panca gina karena Ken Arok tegas maka

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 81: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

65

Ken Arok menghukum ia tidak pandang bulu termasuk pada

sahabatnya. Tapi disisi lain tetap memberi pilihan pada sahabatnya,

tegas pada tunggul ametung yang telah membunuh anak sendiri. Rasa

kasih sayang pada ibu dan ayahnya juga membalas budi. (W, R2, 2)

2) Bahasanya sangat simpel, langsung banyak memakai makna

sebenarnya, kata-kata yang menggunakan simbol mudah diterka

karena dikaitkan dengan kalimat berikut. (W, R1, 7)

c. Perbandingan Cerita Ken Arok Dedes yang Diketahui Pembaca

dengan Cerita Ken Arok Dedes yang Ada di Novel Arok Dedes

1) Saya masih kecil dicekoki apapun diterima, arok sebagai penjahat.

Arok cerdas menyampaikan apa yang dia pikirkan, tunggul ametung

dulu orang baik tapi ternyata dia penjahat yang juga akan

mengkhianati Kerajaan Kediri, tunggul Ametung mencuri emas

darikaum syiwaa, padahal tunggul Amtung itu akuwu harus memberi

contoh yang baik tapi kok malah merampok. Perbedaan berikutnya

tentang keris, kalau cerita lama ken arok memesan keris pada Mpu

Gandring karena kerisnya belum selesai maka Mpu Gandring

dibunuh, ternyata tidak kalau di Arok Dedes yang berkhianat Mpu

gandring dicerita pertama yang salah ken arok tapi yang kedua yang

salah Mpu gandring karena berkhianat apa yang telah dijanjikan tetapi

ternyata senjata bukan keris, dihalaman terakhir kebo ijo mau

mengambil alh istana “iki eken arok ngeini keris kapan? Ternyata

yang saya pahami selama ini salah meskipun ini sastra tapi bisa

ditelaah secara logis. (kalau yang dulu ada kutukan tapi sekarang tidak

ada) (W, R2, 3)

2) sang raja yang diingikan tahta, harta, wanita. Ken arok asli yang

diutamakan wanita dulu, dia kan jatuh cinta bukan tahtanya dulu, tapi

yang arok dedes ada perbedaan yang signifikan kalau yang arok dedes

itu bukan tentang wanitanya tetapi tentng kudeta aau politik yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 82: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

66

halus bahkan para pelakunya tidak begitu kentara dalam melihat

peperangan. (W, R1, 3)

3) yang asli tentang wanita, tapi yang sekarang tentang kekuasaan

bahkan tidak ada unsur asmara , terus adanya keris yang dibuat Mpu

gandring dibawa terus dipinjam kebo ijo terus dicuri lagi idisitu

kelihatan kelicikan ken arok dengan maksud untuk mendapat nama

bahwa dia baik sehingga menjadi pengawal ken dedes. Terus timbul

asmara tetapi untuk tahta beum muncul. Di arok dedes tidak ada

kaitan antara keris satu dan dua .ditegskan hanya keris , pramudya

menyelipkan misi politik ala jawa lebih simpel dan tidak menakutkan

masyarakat. (W, R1, 4)

4) kalau zaman kerajaan singosari dimulai dari wanita dulu baru tahta,

tapi di novel Arok Dedes diawal merebut tahta baru mendapatkan

wanita (W, R1, 8)

d. Kaitan Novel Arok Dedes dengan Peristiwa Sejarah

1) ada, meloncatnya ke orde baru pram ini kritik yang pedas untuk orde

baru, dia mengambil kelicikan dari pemberontakan orde baru meskipun

terdapat perbedaan cerita, sehingga mend setnya jadi berbeda. (W, R2,

4)

2) ada 2 karena pro dengan pemerintah atau benar-benar kritis, seorang

sastrawan tidak boleh terlalu kritis dalam menyampaikan kebenaran,

jadi hanya menyampaikan kebenaran sesuai dengan sejarahnya yang

baik tidak yang positif. (W, R2, 6)

3) sama, menurut sayang lingkaran setan; maksudnya pemerintahan

berulang dari orde lama ke orde baru terus ke orde reformasi. (W, R2,

7)

4) kondisi sekarang kudeta tidak langsung, dari kelompok atau partai yang

intinya menggulingkan satu partai. (W, R2, 5)

5) sama-sama menggulingkan tapi yang ala jawa begitu tertutup rapi dan

cerdik hasilnya memuaskan. (W, R1, 6)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 83: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

67

e. Nilai Didik dalam Novel Arok Dedes

1) peduli, ken arok peduli dengan ketidakadilan di lingkungannya, setia

pada kawan maupun lawan, saling menghormati, tegas,

menghilangkan perbudakan, berjiwa satria. Balas budi. (W, R2, 5)

2) ya betul dari sudut pandang masing-masing. Ada falsafah jawa sopo

nandur bakal ngunduh. (W, R1, 10)

f. Pandangan Pembaca tentang Novel Arok Dedes

1) arok dedes sangat luar biasa bisa merubah mean set saya selama ini

tentang ken arok. Buku ini sangat luar biasa. (W, R2, 11)

2) menggambarkan politik ala jawa kudeta secara jawa , ibarat main catur

bagaimana orang yang berperan itu pandai-pandai menjalankan bidak

dengan umpan dan pengorbanan yang hasilnya ingin menang. (W, R1,

11)

4. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Novel Arok Dedes

a. Agama

1. Kekuasaan Akuwu Tumapel yang diberkahi oleh Hyang Wisynu telah

membikin kalian mengidap kemiskinan tidak terkira. Dengan segala

yang diambil dari kalian Akuwu Tumapel mendapat biaya untuk

bercumbu dengan perawan-perawan kalian sampai lupa pada Hyang

Wisynu. Dengan apa yang diambil dari kalian juga Sri Baginda

Kretajaya di Kediri sana tk lebih baik perbuatannya. Sama sekali tak

ada artinya dibandingkan kemuliaan Hyang Wisynu. ( hal 19)

2. Kalian penyembah Hyang Wisynu yang kurang baik. Kesetiaan telah

kalian persembahkan pada Tunggul Ametung, bukan pada Hyang

Wisynu. Yang kalian sembah bukan dewa cinta-kasih, bukan Sri

Dewi, bukan Hyang Wisynu, tapi gandarwa ketakutan. ( hal 23)

3. Seorang pemuja Hyang Syiwa adalah orang yang tahu diri, karena

selalu menimbang masa dan harilewat, menghukum diri sendiri untuk

setiap kekeliruan dan kesalahan ( hal 106 )

4. “Dedes,” bisik Tunggul Ametung dan ia rasai kumisnya menyentuh

pipinya, “teruskan cakaran dan gigitanmu. Tidak Mau? Baik, teruskan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 84: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

68

umpatanmu terhadapku pada suatu kali kau akan tahu semua itu akan

jadi tak ternilai indahnya dalam kenangan setiap kali kau

mengingatnya kembali, dank au akan bertambah berbahagia. Hyang

Wisynu telah tentukan aku jadi suamimu. Nasib tidak bias kau

elakkan. Akupun lakukan ini bukan atas kehendak sendiri hanya

karena petunjuknya juga.” ( hal 115 )

5. “Jangan menangis, Permataku. Para dewa telah berikan dirimu

padaku. Kau hanya menjalani sebagaimana juga aku. Tak pernah ada

wanita menantang, melawan dan menolak Tunggul Ametung. Hanya

kau! Karena itu kau dipilih lebih daripada putrid-putri Tumapel,

Kediri, dan seluruh buana. (hal 118)

6. “Apakah dengan demikian manusia itu kejam sudah sudah pada

dasarnya, ya, Bapak.’

“Makin jauh dari Mahadewa dia semakin kejam. Bukanah kau tahu

betul kekejaman Tunggul Ametung? Sri Baginda Kretajaya tidak

kurang dari itu. Arok, pada dasarnya manusia adalah hewan yang

paling membutuhkan ampun.” (hal 179)

b. Moral

1. Di sebelah selatan kota tanah telah rengkah dan longsor, menyeret

barang duapuluh lima rumah dalam timbunan kayu bakar, dan api

menandingi Kelud.

Mendekati surya terbit angin mulai meniup pelahan, kemudian

kencang sejadi-jadinya menjurus ke barat.

Ia awasi sendiri penyelamatan rumah yang masih bisa diselamatkan,

korban yang berjajar dalam balai kota, membubungkan orang, rintih

dan aduh. Ia masuki balai kota dan melihat sendiri seorang dokter

membedah kaki seorang bocah untuk mengeluarkan kepingn kayu dari

dalamnya. Kaki dan tangan bocah itu diikat pada ambin dalam

keadaan pingsan. (hal 148)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 85: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

69

2. ‘Kekuatan tanpa Nandi, berkaki empat, bersintuhan langsung dengan

bumi, tidak mungkin mengejawantahkan diri sebagai kekuatan di atas

bumi. Dia tinggal kekuatan dalam angan-angan,” Arok tersenyum.

“Empat kaki Nandi, para Yang Terhormat: teman, kesetiaan, harta dan

senjata …..”(hal 212)

3. Seorang brahmana tidak bersenjatakan pedang , Yang Mulia,” tegah

Belakangka, “Dia bersenjatakan kata, setiap patah diboboti sidhi dari

para dewa.” Waktu mata skuwu itu membeliak padanya, ia tidak

peduli. Meneruskan, “Cedera bagi orang seperti dia akan membakar

amarah semua pemeluk Syiwa. Dia harus didekati, dibaiki, diambil

hatinya.” (hal.240)

4. Arok berdiri dan membopong emaknya masuk ke rumah. Dari sinar

damar ia lihat wanita itu bukan seorang ibu muda yang dulu, tetapi

telah tua dengaan muka telah dirusak usia.(hal 285)

5. Bango Samparan melangkah mundur kemudian juga berlutut

mencium tanah.

“Biarlah aku memuliakan kau, Bapak. Inilah anakmu, anakmu sendiri

si Temu

“Inilah Ki Bango Samparan, bapakku. Hormati dia seperti kalian

menghormati aku, karena sebentar lagi aku akan tinggalkan tempat

ini. (hal 302)

6. “Baik. Berangkat kau dengan duaratus orang pada malam ini juga.

Hindari jalanan negeri, dan berkampung kalian di desa Randu Alas.

Muliakan ibuku, Nyi Lembung. ……”(hal 337)

7. Kalian sudah tolong ibu kalian mengangkuti harta benda keluar dari

sini. Sekarang, muliakan ibu kalian, jaga hatinya, jaga

keselamatannya, dan jangan sekali-kali mencampuri urusan

pekuwuan.Serahkan pertahanan pekuwuan padaku seluruhnya, tanpa

syarat.” (hal 474)

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 86: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

70

8. “Kalian lihat, aku adalah seorang Syiwa, istriku, Umang, orang

Wisynu, bapa angkatku, Bango Samparan dan Ki Lembung juga orang

Wisynu, guruku, Yang Terhormat Tantripala adalah Buddha,

mahaguruku, Yang Suci Dang Hyang Lohgawe adalah Syiwa. Aturan-

aturan yang baik selama duaratus tahun ini adalah karunia raja

Wisynu, Sri Erlangga. Yang jadi ukuran baik tidaknya seseorang

bukan bagaimana menyembah para dewa, tetapi dharma pada

sesamanya.” (hal 547)

c. Kepahlawanan

1. “Ucapkan janjimu, Arok.”

“Sahaya berjanji akan bersetia dan menjaga keselamatan Sang

Akuwu dan Paramesywari dan Tumapel. (hal 320)

2. “Janganlah Yang Mulia lupa,yang Yang Mulia hadapi adalah Arok.

Lihatlah pasukan sahaya,”katanya dengan suara lebih keras. “Setiap

saat bisa lindas semua tentara Yang Mulia.Tetapi itu bukan tugas

Arok dari Yang Suci Dang Hyang Lohgawe.” ( hal 427 )

3. “Jangan kau kira seluruh balatentara Tumapel bisa kalian kuasai.

Lihat, ini Arok, yang tetap mempertahankan Tumapel. Dia dan

pasukannya akan mempertahankannya sampai titik darah terakhir.

Bukan karena imbalan uang, emas dan perak dan singgasana.Hanya

karena kesetiaan pada janji. Kau sendiri sudah dengar ucapan Arok di

tengah-tengah medan pertempuran, langsung di hadapan Sang Akuwu.

Arok dan pasukannya akan tetap setia menjaga keselamatan Sang

Akuwu, Paramesywari dan Tumapel.” (hal 468)

d. Tradisi/Kebudayaan

1. Ken Dedes tahu betul tentang persoalan itu. Wayang adalah

permainan bodoh dari orang-orang bodoh yang tak mengerti ajaran.

Hanya para brahmana yang berhak menafsirkan dan menerangkan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 87: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

71

tentang para dewa. Tetapi Sang Hyang Erlangga setelah sepuluh tahun

naik tahta telah menitahkan: bukan hanya kaum brahmana saja yang

berhak tahu tentang para dewa, semua boleh tahu, pergelarkan melalui

wayang, karena bayang-bayang pada leluhur dalam wayang adalah

sama dengan bayang-bayang para dewa. ( hal 127)

2. Ken Dedes membawa suaminya naik ke pendopo yang telah digelari

dengan hidangan daging babi dan kambing, karena kaum Wisynu

menurut adat tidak makan daging hewan yang membantu pertanian.

(hal 430)

B. Pembahasan

1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang Novel Arok Dedes

Sesuai dengan teori yang dikemukakan oleh Semi (1993: 73) yang

berpendapat bahwa pendekatan sosiologi sastra adalah pencerminan

kehidupan masyarakat. Pengarang sendiri adalah seorang anggota

masyaakat yang melihat dan mungkin mengalami masalah-masalah yang

ada dalam masyarakat tersebut dan kemudian menuangkannya ke dalam

karya sastra. Selanjutnya karya sastra itu dinikmati oleh masyarakat. Di

dalam novel Arok Dedes aspek sosial budaya cukup kental baik gejala

sosial maupun latar belakang sosial budayanya.

Ratna (2004:60) menyebutkan bahwa dasar pendekatan sosiologis

adalah adanya hubungan hakiki antara karya sastra dengan masyarakat.

Hubungan-hubungan yang dimaksudkan disebabkan oleh: a) karya sastra

dihasilkan oleh pengarang; b) pengarang adalah anggota masyarakat; c)

pengarang memanfaatkan kekayaan yang ada dalam masyarakat; d) hasil

karya sastra dimanfaatkan kembali oleh masyarakat.

Hal ini tercermin dalan novel Arok Dedes bagian dari aspek sosial yang

bahwa sopan santun selalu dijaga dalam kegiatan yang berkaitan dengan

pendidikan, bahwa budaya masyarakat waktu yang masih menghormati

guru selalu dipegang teguh juga sopan santun masih dilaksanakan

meskipun seorang anak atau murid telah mempunyai kedudukan yang

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 88: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

72

lebih tinggi, ini sejalan dengan pendapat Luxemburg (1991:8), paling

banyak karya sastra merupakan teks yang di dalamnya terjalin fakta

biografis. Setiap pengarang akan mengatur kesan dari kehidupan dan

pengalamannya sendiri, mengubahnya dan memanfaatkannya untuk

menyusun teks.

Sedang tentang rasa tanggung jawab digambar Ken Arok yang

telah berjanji di hadapan Tunggul Ametung dan istrinya Ken Dedes yang

disaksikan gurunya Dah yang Lohgawe akan menyatakan selalu setia

kepada Tunggul Ametung dan akan selalu melindungi beserta istrinya dan

seluruh penduduk Tumapel, demikian hal yang dengan Pramudya Ananta

Toer yang selalu memegang teguh janji untuk kebaikan negaranya, senada

dengan pendapat

Demikian juga dialog Ken Dedes dengan Dah Hyang Loh Gawe seperti

kutipan berikut :

‘Caranya, Cucu, sama seperti yang pernah dilakukan oleh raja-raja besar

terdahulu: bijaksana, berhenti hanya mengurus diri sendiri, mulai

mengurus kawula.” (hal 257)

“Ada diajarkan oleh kaum Brahmana: orang kaya terkesan pongah di

mata si miskin; orang bijaksana terkesan angkuh di mata si dungu; orang

gagah berani terkesan dewa di mata si pengecut; juga sebaliknya,

Kakanda: orang miskin tak terkesan apa-apa pada si kaya, orang dungu

terkesan mengibakan pada si bijaksana; orang pengecut terkesan hina

pada si gagah-berani. Tetapi semua kesan itu salah. Orang harus

mengenal mereka lebih dahulu.” (hal 328)

Dialog di atas senada dengan pendapat Raymond Williams (1973) merinci

keterkaitan antara novel dengan gagasan sosial. Menurutnya, ada tujuh macam

cara yang dipergunakan pengarang untuk memasukkan gagasan sosialnya ke

dalam novel, yaitu mempropagandakannya, menambahkan gagasan ke

dalamnya, memperbantahkan gagasan, menyodorkan gagasan sebagai

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 89: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

73

konvensi, dan memunculkan gagasan sebagai tokoh, melarutkan gagasan dalam

keseluruhan dunia fiksi maupun menampilkannya sebagai super struktur

“Sebagai brahmana penganut Syiwa, ia tidak rela mengangkat sembah pada

arwah seorang raja, biarpun dikeramatkan sebagai titisan Hyang Wisynu,

Seperti kaum brahmana selebihnya ia juga tidak membenarkan adat baru

mengangkat arwah raja menjadi dewa yang harus disembah dan dipinta

restunya. Tak pernah itu diajarkan dalam kitab-kitab suci purba. Orang-orang

Wisynu dimulai dengan Erlangga yang membuka adat memuja arwah leluhur,

perbuatan khianat pada para dewa. Semua para dewa yang menentukan, bukan

petani-petani bodoh itu.”

Perkataan Ken dedes di atas yang ditujukan kepada Tunggul Ametung

menandaskan bahwa ia masih tidak mau melakukan peerbuatan yang dilarang

dalam tuntunan agama apapun yaitu menyembah arwah para leluhur yang

telah meninggal meskipun itu arah seorang raja, dalam agama dan keperayaan

apapun perbuatan itu sangat dilarang, pengangkatan sembah hanya diberikan

kepada yang Mahakuasa saja..

2. Relevansi Antara Novel Arok Dedes dan Kenyataan Sejarah Ken Arok

dan Ken Dedes pada Zaman Singosari

Kerajaan Singasari yang masa hidupnya berlangsung antara tahun

1222 sampai dengan 1292 M. Dipimpin oleh Ken Arok. Dalam sejarah

diceritakan Ken Arok merebut kepemimpinan Tumapel dari Tunggul

Ametung dengan cara membunuh Tunggal Ametung lewat tangan Kebo Ijo,

sehingga dalam perebutan kekuasaan itu Ken Arok tidak terlihat sebagai

seorang pemberontak.

Pramoedya Ananta Toer dalam novel Arok Dedes nmenggambarkan

perebutan kekuasaan dari Orde lama yang dipimpinan Presiden Soekarno

direbut oleh Soeharto dengan cara dan upaya sama dengan Ken Arok merebut

kekuasaan Tumapel dari Tunggul Ametung. Dengan cara-cara yang licik serta

cerdik sehingga orang menganggap bahwa perebutanan kekuasaan itu sah.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 90: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

74

Seperti dikisahkan sekarang sesudah pagi pagi keris yang tertanam di

dada Tunggul Ametung diamat amati orang, dan oleh orang yang tahu keris

itu dikenal keris Kebo Hijo yang biasa dipakai tiap tiap hari kerja.

Kata orang Tumapel semua: "Terangnya Kebo Hijolah yang membunuh

Tunggul Ametung dengan secara rahasia, karena memang nyata kerisnya

masih tertanam didada sang akuwu di Tumapel.

Kini Kebo Hijo ditangkap oleh keluarga Tunggul Ametung, ditusuk dengan

keris buatan Gandring, meninggallah Kebo Hijo.

Hal ini senada dengan pendapat dalam penelitian yang relevan yaitu

penelitian yang dilakukan Oleh Efita Sari pada tahun 2012 melakukan

penelitian Analisis Sosiologis Pada Novel al-Karnak Karya Najib Mahfudh.

Novel al-Karnak bercerita tentang masyarakat Mesir pasca revolusi 1952.

Untuk mengungkapkan keterkaitan novel al-Karnak dengan fakta yang terjadi

pada masyarakat Mesir adalah dengan menggunakan teori sosiologi sastra.

Yang berkesimpulan penggambaran masyarakat Mesir pada novel al-Karnak

merupakan refleksi realitas sejarah yang pernah ada dalam masyarakat Mesir

pasca revolusi 1952.

3. Resepsi Pembaca Novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer

Dalam novel Arok Dedes banyak ditemukan hal-hal yang menarik

yang dapat dipetik secara sosiologis maupun pendidikan. Hal ini tidak lepas

dari peran pembaca yang memberikan apresiasi atas novel Arok Dedes, yang

dalam penciptaan Pramoedya Ananta Toer masih di dalam bui masa

pemerintahan presiden Soeharto, maka pembaca sering mengkaitkan karya ini

dengan suasana batin Pramoedya yang tidak ada kecocokan dengan

pemerintahan waktu itu. Maka dengan dasar itu peneliti memilih 2 reseptor

untuk mengkritisi novel ini. Adapun pembahasan reseptor sebagai berikut :

a) Drs. Suwito, M.Pd. (Guru SMP N 22 Surakarta)

Suwito adalah salah satu staf pengajar di SMP N 22 Surakarta.

Sebagai seorang guru yang telah bekerja lebih dari 20 tahun. Suwito

termasuk guru Bahasa Indonesia yang sangat kompeten di bidangnya.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 91: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

75

Kemampuan intelektualnya yang membanggakan di antaranya sering

membaca literatur yang menunjang profesinya dan juga ia sebagai

penulis buku Bahasa Indonesia SMP tingkat nasional.

Penelitian mengajukan sebelas pertanyaan kepada Suwito di ruang

guru, peneliti menganggap bahwa jawaban yang diutarakan dapat

mewakili hal-hal yang diharapkan oleh peneliti untuk menunjang data

penelitian.

Sebagai contoh, saat peneliti memberi pertanyaan tentang tema

novel Arok Dedes, Suwito menjawab bahwa tema novel tersebut kudeta

ala jawa dengan begitu cerdik dan jeli tokoh-tokoh bisa mencapai tujuan

dengan licik tapi cerdik, jawaban tersebut peneliti anggap sudah cukup

karena memang yang terjadi dalam novel tersebut adalah sebuah kudeta

kekuasaan dari Ken Arok kepada Tunggul Ametung yang telah

direncanakan tapi tidak menyentuh siapa pemberontak sebenarnya.

Bagi Suwito secara sosiologis peristiwa yang terjadi dalam novel

Arok Dedes banyak terjadi di dunia nyata karena bisa dilihat orang ,

penyebab kejadian itu. Jawaban itu senada dengan pendapat di bawah ini:

Sebagai ilmu sosial sosiologi terutama menelaah gejala-gejala di

masyarakat seperti norma-norma, kelompok sosial, lapisan

masyarakat, lembaga kemasyarakatan, perubahan sosial dan

kebudayaan serta perwujudannya. Selain itu sosiologi juga

mengupas gejala-gejala sosial yang tidak wajar atau abnormal atau

gejala patologis yang dapat menimbulkan masalah sosial (

Soekanto, 395 )

Sedangkan dalam kaitannya dengan nilai pendidikan, Suwito

menganggap bahwa pendidikan khusus dunia perpolitikan harus

dikenalkan dari sejak dini, sehingga dalam perkembangan masyarakat

akan memilih dan memilah sendiri mana hal-hal yang dianggap positif

dan negaif dalam berpolitik.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 92: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

76

b) Ponco Nugroho

Ponco Nugroho atau sering dipanggil Ponco adalah seorang

mahasiswa PBS FKIP Univeersitas Sebelas Maret Surakarta, dalam kebiasaan

di kampus Ponco sering mengikuti kegiatan-kegiatan yang khusus berkaitan

dengan kesusasteraan. Sebagai seorang penikmat karya sastra Ponco selalu

meluangkan waktu untuk membaca karya sastra khususnya novel, baginya

novel bisa memberikan jalan alternatif lain aabila dalam kehidupannya

menemui hal-hal yang belum pernah dialami.

Penelitian mengajukan sebelas pertanyaan kepada Ponco sama dengan

Drs. Suwito, M.Pd. di Lobi Kampus C FKIP UNS , peneliti juga

beranggappan bahwa jawaban yang diutarakan sudah mewakili hal-hal yang

diharapkan oleh peneliti untuk menunjang data penelitian.

Sebagai contoh, saat peneliti memberi pertanyaan tentang tema novel

Arok Dedes, Ponco memberikan jawaban bahwa tema novel ketidakadilan

yang dilakukan oleh Tunggul Ametung kepada penduduk Tumapel, semua

penduduk harus menyetorkan emas yang dimiliki kepada Tunggul Ametung

apabila tidak mau maka para penduduk dibunuh, sedangkan hasil rampasan

emas setengah saja yang dikirim ke Kediri sebgaai upeti sisa hasil rampasan

unuk diri sendiri.

Jawaban Ponco selanjutnya mengenai konflik atau masalah yang

muncul, konflik yang ada sangat kompleks melibat banyak pihak, kalau

ditinjau dari perspektif sosial. Baginya, konflik atau permasalahan yang ada

sangat kompleks karena banyak sekali konflik yang beragam dan saling

terkait antaa satu dengan yang lain, wajar dan manusiawi karena banyak

sekali terjadi dalam realitas kehidupan, penuh intrik karena melibatkan

sebagian anggota masyarakat yang menganggap posisinya lebih superior

dibandingkan dengan yang lain. Jawaban ini sesuai dengan pendapat Wellek

dan Werren (1982:122) yang menyatakan bahwa hubungan antara sastra dan

masyarakat adalah sebegai dokumen sosial yang menunjukkan potret

kenyataan sosial.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 93: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

77

Menurut Ponco dalam novel Arok Dedes, seorang Ken Arok

mempunyai sifat yang mungkin tidak dipunyai manusia lain yaitu cerdas,

setia, mempunyai rasa kasih sayang dan ingin membalas kebaikan semua

orang yang telah membantunya.

Sedangkan dalam kaitannya dengan nilai pendidikan, Ponco

menganggap bahwa sikap peduli, ken arok peduli dengan ketidakadilan di

lingkungannya, setia pada kawan maupun lawan, saling menghormati, tegas,

menghilangkan perbudakan, berjiwa satria. Balas budi

.

4. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Novel Arok Dedes

Setiap karya sastra yang baik selalu mengungkpkan nilai-nilai luhur

yang sangat bermanfaat bagi pembacanya, Nilai tersebut bersifat mendidik

dan mengajak pembaca untuk merenung. Nilai pendidikan yang dapat

mencakup nilai pendidikan agama, moral dan sosial.

a. Nilai Agama

Manusia memiliki kemampuan terbatas, kesadaran dan pengakuan

akan keterbatasannnya hingga mempunyai satu keyakinan bahwa ada

sesuatu yang luar biasa diluar dirinya. Sesuatu yang luar biasa itu tentu

berasal dari sumber yang luar biasa juga. Dan sumber yang luar biasa

itu ada bermacam-macam sesuai dengan bahasa manusianya sendiri.

Keyakinan ini membawa manusia untuk mencari kedekatan diri

kepada Tuhan dengan cara menghambakan diri, yaitu ; menerima segala

kepastian yang menimpa diri dan sekitarnya dan yakin berasal dari

Tuhan, menaati segenap ketetapan, aturan, hukum dll yang diyakini

berasal dari Tuhan.

Nilai Agama menjunjung tinggi sifat-sifat manusiawi, hati nurani

dan kebebasan pribadi yang dimiliki manusia. Nilai agama bersifat

mutlak, semua manusia yang beragama yakin da percaya karena ajaran

agama merupakan petunjuk hidup yang diberikan oleh Tuhan kepada

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 94: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

78

manusia. Sudah menjadi kewajiban bagi manusia sebagai hamba untuk

selalu patuh dan taat pada aturan-Nya. Bagi manusia yang beragama

dan beriman, nilai ini dijadikan dasar dalam mencapai tujuan hidupnya.

Apabila kita mencari nilai keagama dalam novel Arok Dedes

terlihat seperti perkataan Ken Dedes “Kalian penyembah Hyang

Wisynu yang kurang baik. Kesetiaan telah kalian persembahkan pada

Tunggul Ametung, bukan pada Hyang Wisynu. Yang kalian sembah

bukan dewa cinta-kasih, bukan Sri Dewi, bukan Hyang Wisynu, tapi

gandarwa ketakutan. “

Penyembbahan berhala yang terjadi saat itu tumbuh subur dan terus

dilestarikan pemerintahan Tunggul Ametung telah merusak jiwa

masyarakat dan mempengaruhi ketaat beribadah kepada yang

mahakuasa.

Hal ini senada dengan pendapat Sugono (2003:115) bahwa sastra dapat

berfungsi sebagai peneguh batin pembaca dalam menjalankan

keyakinan agamanya.

Akuwu Tumapel Tunggul Ametung juga percaya bahwa semua

kejadian ini atas kehendak yang Kuasa, kita tinggal menjalani saja.

Hyang Wisynu telah tentukan aku jadi suamimu. Nasib tidak bisa kau

elakkan. Akupun lakukan ini bukan atas kehendak sendiri hanya karena

petunjuk-Nya juga.

Bentuk kepasrahan dalam menjalani kehidupan semua atas

kehendak yaang kuasa diajarka oleh semua agama, sebagai hamba kita

cuma tinggal menjalankan saja yang sudah digariskan oleh Tuhan.

Sejalan dengan pembahansa nilai pendidikan keagamaan, penelitian

yang relevan dengan penelitian ini adalah penelitian Herlina tahun 2013

dengan judul Novel Rumah Tanpa Jendela Karya Asma Nadia ( Kajian

Sosiologi Sastra, Resepsi Pembaca dan Nilai Pendidikan) yang

menyimpulkan bahwa agama, melalui sholat dan berdoa pada

umumunya dihayati sebagai tempat bersandar, memasrahkan segala

nasib hidup dan menjadi kekuatan menghadapi setiap cobaan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 95: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

79

b. Nilai Moral

Moral merupakan sesuatu yang ingin disampaikan pengarang

kepada pembaca, merupakan makna yang terkandung dalam karya

sastra, makna yang disaratkan lewat cerita. Moral dapat dipandang

sebagai tema dalam bentuk yang sederhana, tetapi tidak semua tema

merupakan moral ( Kenny dalam Nurgiyantoro, 2005: 320 ) Moral

identik dengan agama, sosial dan nilai-nilai kehidupan yang berlaku di

masyarakat.

Penelitian Herlina tahun 2013 dengan judul Novel Rumah

Tanpa Jendela Karya Asma Nadia ( Kajian Sosiologi Sastra, Resepsi

Pembaca dan Nilai Pendidikan) yang menyimpulkan bahwa ajaran

pendidikan moral dalam novel tersebut yakni mengajarkan kepada anak

untuk tidak selalu mengutamakan kepentingan pribadi di atas

kepentingan orang banyak selain itu juga diajarkan segala perbuatan

jangan sampai merugikan orang lain. Dalam Novel Rumah Tanpa

Jendela juga nampak pesan moral bahwa seorang anak harus selalu

patuh kepada orang tuanya dan menghargai teman. Hal tersebut juga

dijelaskan dalam novel Arok Dedes yang di dalamnya juga diajarkan

hal tersebut. Hal baik ini harus diajarkan kepada anak didik supaya

mengerti akan pentingnya nilai moral dalam kehidupan bermasyarakat.

Nilai moral ini ditunjukkan oleh tokoh Ken Dedes dalam

kehidupan keseharian di dalam keraton tidak pernah sombong meskipun

ia seorang istri akuwu (pemimpin) Tumapel yang selalu dihormati,

contoh di sebelah selatan kota tanah telah rengkah dan longsor,

menyeret barang duapuluh lima rumah dalam timbunan kayu bakar, dan

api menandingi Kelud, Ia awasi sendiri penyelamatan rumah yang

masih bisa diselamatkan, korban yang berjajar dalam balai kota,

membubungkan orang, rintih dan aduh. Ia masuki balai kota dan

melihat sendiri seorang dokter membedah kaki seorang bocah untuk

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 96: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

80

mengeluarkan kepingn kayu dari dalamnya. Kaki dan tangan bocah itu

diikat pada ambin dalam keadaan pingsan.

c. Nilai Tradisi/kebudayaan

Cara atau kelakuan yang sudah menjadi kebiasaan sejak dahulu kala

dapat dikatakan sebagai adat atau tradisi. Kebiasaan yang dimaksud sering

kali sudah mendarah daging dalam kehidupan masyarakat yang

bersangkutan. Kebiasaan ini dapat berupa kebiasaan hidup, adat istiadat,

tradisi, keyakinan, pandangan hidup, cara berfikir dan sikap.

Berdasarkan penjelasan tersebut, Koentjaraningrat (1985:15)

mengemukakan pendapatnya bahwa pada dasarnya sistem nilai budaya

terdiri atas konspsi-konsepsi yang hidup dalam alam pikiran sebagian

besar warga masyarakat, mengenai hal-hal yang harus mereka anggap

amat bernilai dalam hidup. Suatu sistem nilai budaya biasanya berfungsi

sebagai pedoman tertinggi bagi kelakuan manusia. Nilai-nilai budaya yang

terkandung di dalam cerita dapat diketahui melalui penelaahan terhadap

karakteristik dan perilaku tokoh-tokoh dalam cerita.

Ken Dedes tahu betul tentang persoalan itu. Wayang adalah

permainan bodoh dari orang-orang bodoh yang tak mengerti ajaran. Hanya

para brahmana yang berhak menafsirkan dan menerangkan tentang para

dewa. Tetapi Sang Hyang Erlangga setelah sepuluh tahun naik tahta telah

menitahkan: bukan hanya kaum brahmana saja yang berhak tahu tentang

para dewa, semua boleh tahu, pergelarkan melalui wayang, karena bayang-

bayang pada leluhur dalam wayang adalah sama dengan bayang-bayang

para dewa.

Wayang sebagai satu bentuk kebudayaan yang di dalamnya

mengandung unsur pendidikan bisa sebagai sarana dalam mengembangkan

karakter budaya bangsa secara umum.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 97: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

81

BAB V

SIMPULAN, IMPLIKASI DAN SARAN

A. SIMPULAN

Simpulan dari penelitian novel Arok Dedes dengan Ken Arok pada masa

Singosari sebagai berikut :

1. Latar Belakang Sosial Budaya Pengarang Novel Arok Dedes

Pramudya Ananta Toer merupakan sastrawan yang tidak melupakan

akar budaya Jawa sebagai tanah kelahirannya serta masih menjunjung tinggi

adat istiadat maka dalam Arok Dedes budaya Jawa disajikan dengan baik,

juga nuansa keagamaan ala Jawa yang begitu pasrah dengan kondisi yang ada

saat ini sebagai bentuk dari pengabdian atas kuasa Tuhan.

Dalam perjalanan menciptakan karya sastra Pramudya mengalami

perubahan yang sangat signifikan, pertama Pramudya menyajikan hal-hal

yang humanis, dia menyoroti kondisi masyarakat yang ada saat itu dengan

pendekatan sosial yang tidak ada muatan apapun, dia menganggap seni untuk

seni tapi dengan perubahan lingkungan juga teman-teman yang berada

dipanggung politik, juga sebagai pribadi yang kenal dengan orang

mancanegara, terutama dari RRC maka dapat merubah dalam mencipta karya

sastra, demikian juga dalam penbuatan novel Arok Dedes tidak terlepas dari

kondisi saat itu pun. Pemerintahan yang carut marut, pertentangan yang ada

dalam pemerintahan, pemerintahan yang tidak berpihak pada rakyat kecil,

maka pribadi Pramudya tidak mau tinggal diam, dia muncul dan sebagai

pribadi pemberontak yang mengkritisi pemerintahan, juga lewat novel Arok

Dedes dia coba menggambarkan kejadian yang sebenarnya yang terjadi di

tengah masyarakat, pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang

untuk menggulingkan pemeritahan yang resmi menurut pandang Pramudya

dilakukan dengan perencanaan yang sangat teliti sehingga orang menganggap

tindakan itu tidak melanggar norma-norma hukum yang ada.

81

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 98: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

82

2. Relevansi Antara Novel Arok Dedes dan Kenyataan Sejarah Ken Arok dan

Ken Dedes pada Zaman Singosari

Sejarah Ken Arok dan Ken Dedes pada Zaman Singosari yang terdapat

dalam kitab Pararton merupakan cerita yang dikenang oleh masyarakat

Indonesia sampai kapan pun, sejarah yang tiada ternilai harganya, dengan

pemeran atau tokoh-tokoh yang selalu ada pada benak pembaca serta

pendapat yang berbeda tergantung siapa pembacanya .

Pramudya dengan kecerdasan mengolah cerita sejarah dan menampilkan

kembali pelaku-pelaku yang masih sejalan dengan kondisi masa kini. Novel

Arok Dedes yang menceritakan perjuangan Ken Arok dalam merebut

Tumapel dengan cara yang sangat halus sangat sejalan dengan cerita Ken

Arok pada zaman kerajan Singosari terbukti dengan tokoh-tokoh yang sama

dan karakter mempunyai kesamaan dari berbagai segi, yatu nama, karater

(watak) tokoh-tokohnya.

Peristiwa perebutan kekuasaan dari Tunggul Ametung yang memimpin

Tumapel telah direbut oleh Ken Arok, demikian hal dengan perebutan

kekuasaan dari presiden Soekarno juga telah direbut oleh Soeharto dengan

strategi dan cara yang sangat rapi sehingga tidak ada kesan sebuah perebutan

kekuasaan yang mengorbankan banyak rakyat.

Peristiwa yang terjadi dari dua cerita sama-sama menceritakan

bagaimana sebuah cita-cita dan cinta harus diraih dengan penuh perjuangan

serta pengorbanan. Ken Arok telah mengorbankan hidupnya demi sebuah

kekuasaan dan seorang wanita yang diidamkan. Semua daya dan upaya

dilakukan namun sisi kebaikan ( atau kelicikan) itu yang menjadi daya tarik

tersendiri dari novel Arok Dedes dan cerita Ken Arok kitab Pararaton.

3. Resepsi Pembaca Mengenai Novel Arok Dedes

Menurut pembaca novel Arok Dedes karya Pramudya dapat membuka

wawasan baru mengenai kondisi yang ada pada saat itu, dan pandangan-

pandangan yang berbeda mengenai berbagai hal tentang kehidupan bernegara.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 99: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

83

Kecerdasan Pramudya membuktikan bahwa sebuah karya sastra bisa merubah

pola pikir atau pendapat seseorang mengenai berbagai hal.

Hai ini akan memjadi pembelajaran bagi pembaca bahwa dengan

menggunakan akal pikiran dan cara-cara yang disusun secara rapi semua hal

dapat diraih dengan sukses.

Novel Arok Dedes yang berdasar sejarah Ken Arok sebagai Raja

Singosari dalam perjalanan perebutan kekuasaan tdak bisa dilakukan dengan

seorang diri, juga harus disertai perjuangan yang tidak mengenal lelah. Novel

ini mempunyai kaitan erat dengan peristiwa perebutan kekuasaan dari

pemerintahan orde lama ke pemerintahan orde baru.

4. Nilai-Nilai Pendidikan Yang Terkandung Dalam Novel Arok Dedes

Setiap karya sastra yang dihasilkan pasti mempunyai maksud dan

tujuan yang akan dicapai oleh penulis. Salah satunya adalah nilai-nilai

pendidikan yang dipaparkan. Dalam novel Arok Dedes nilai-nilai didik yang

terkandung antara lain pendidikan tentang moral, agama, kepahlawanan dan

tradisi (kebudayaan), hal ini sebagai cerminan untuk para pembaca

(penikmat) karya sastra.

Nilai agama yang didapat adalah kita harus bisa menerima apa yang

ada sekarang ini sebagai wujud dari kepasrahan kita kepada yang Mahakuasa,

menantati segala ketetapan, hukum, aturan yang diyakini berasal dari Tuhan,

nilai moral yaitu selalu menghormati kedua orang tua meskipun kita mungkin

sudah mempunyai kedudukan atau jabatan yang tinggi, bermurah hati kepada

siapapun

B. IMPLIKASI

1. Implikasi Teoretis

Implikasi secara teoritis, bahwa dengan pesatnya ilmu pengetahuan

tentang penelitian sastra dengan berbagai pendekatan, maka kajian sastra

dengan pendekatan intelektualitas ini dapat memperkaya masalah telaah dan

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 100: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

84

kritik sastra. Ada banyak hal yang harus disiapkan oleh para peneliti bahwa

model kajian secara sosiologis dan resepsi dapat menjadi acuan pengkajian

sastra dengan pendekatan yang berbeda.

Kajian sosial akan membawa kepada pembaca untuk lebih

mengetahui karya sastra dari sudut pandang yang berbeda, pembaca diajak

melihat sastra dari mana asal penulisan, ide-ide atau tujuan yang diharapkan

oleh pengarang sehingga pembaca tidak hanya memaknai karya sastra sebagai

sebuah tulisan saja namun mempunyai makna atau arti dalam kehidupan

sehari-hari.

Kajian budaya akan menggambar penulis tentang budaya yang ada di

tengah-tengah masyarakat waktu karya itu diciptakan, pembaca diharap

mampu untuk memaknai budaya apa yang sedang berkembang dan

berlangsung sehingga pembaca dapat menyikapi dengan arif dan bijaksana.

Dalam perjalanan menciptakan karya sastra Pramudya mengalami

perubahan yang sangat signifikan, pertama Pramudya menyajikan hal-hal

yang humanis, dia menyoroti kondisi masyarakat yang ada saat itu dengan

pendekatan sosial yang tidak ada muatan apapun, dia menganggap seni untuk

seni tapi dengan perubahan lingkungan juga teman-teman yang berada

dipanggung politik, juga sebagai pribadi yang kenal dengan orang

mancanegara, terutama dari RRC maka dapat merubah dalam mencipta karya

sastra, demikian juga dalam penbuatan novel Arok Dedes tidak terlepas dari

kondisi saat itu pun. Pemerintahan yang carut marut, pertentangan yang ada

dalam pemerintahan, pemerintahan yang tidak berpihak pada rakyat kecil,

maka pribadi Pramudya tidak mau tinggal diam, dia muncul dan sebagai

pribadi pemberontak yang mengkritisi pemerintahan, juga lewat novel Arok

Dedes dia coba menggambarkan kejadian yang sebenarnya yang terjadi di

tengah masyarakat, pemberontakan yang dilakukan oleh sekelompok orang

untuk menggulingkan pemeritahan yang resmi menurut pandang Pramudya

dilakukan dengan perencanaan yang sangat teliti sehingga orang menganggap

tindakan itu tidak melanggar norma-norma hukum yang ada.

2. Implikasi Praktik

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 101: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

85

Implikasi secara praktis, diharapkan penelitian ini dapat dimanfaatkan

sebagai koleksi kelengkapan perpustakaan yang berguna bagi para

pengunjung perpustakaan juga para penggemar pembaca karya sastra dengan

harapan karya itu akan berdampak positif.

Hasil penelitian tersebut dapat digunakan sebagai dasar penelitian

berikutnya, serta pengembangan penelitian yang lebih luas juga dengan hasil

penelitian yang lebih berkembang. Khususnya dalam apresiasi sastra

penelitian ini bisa menjadi memperbanyak kasanah penelitian sosiologi sastra

yang berkembang pesat, sosiologi sastra sebagai satu kajian akan memberikan

pemahaman kepada pembaca lebih utuh untuk sebuah cerita sehingga

penafsiran tidak terkungkung pada hal yang sempit.

Sedang untuk pengembangan karakter penelitian ini dapat membawa

pembaca untuk memiliki sifat atau karakter yang positif mengenai suatu

karya sastra, karena setiap penciptaan karya sastra oleh pengarang pasti

mempunyai tujuan yang jelas, dan setiap tokoh mempunyai sifat-sifat yang

ada pada diri manusia dalam kehidupan sehari-hari.

Berdasarkan analisis juga ditemukan banyak nilai moral dan nilai

edukatif yang dapat dipetik dalan novel Arok dedes, dan dapat dijadikan

sebagai katarsis dalam menjalani hidup dan kehidupan. Sebuah karya sastra

akan bernilai baik dan bermanfaat apabila ia menjadi pencerah bagi

pembacanya. Dalam hal ini, karya sastra dapat dijadikan sebagai bahan

intropeksi diri sesuai dengan tujuan pengarang menciptakan karya tersebut.

Dilihat dari segi peran moral yang diberikan, adanya gambaran

mengenai berbagai hal baik positif maupun negatif. Gambaran negatif

tersebut tidak selamanya tidak memberikan kontribusi apa-apa. Jika pembaca

mampu mengolah dengan benar maka terdapat pelajaran hidup yang dapat

dipetik. Sebuah gambaran (contoh) terlihat buruk jika ada contoh yang baik,

dan gambaran (contoh) akan terlihat baik ketika terdapat contoh buruk. Nilai

moral yang terkandung dalam novel Arok Dedes kebanyakan bercerita

mengenai akibat dari suatu perbuatan.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 102: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

86

Selain itu, jika ditinjau dari segi materi pembelajaran novel Arok dedes

mudah dipahami sehingga pelajar (siswa) dapat mempelajari gambaran

kehidupan budaya dan politik Jawa yang sesungguhnya serta sebagai bahan

pembinaan dan pengembangan pengajaran apresiasi sastra Indonesia pada di

sekolah-sekolah dan forum-forum ilmiah lainnya.

C. SARAN

Tindak lanjut dari penelitian ini, peneliti memberikan beberapa hal yang

sekiranya dapat dijadikan sebagai saran dalam memanfaatkan novel Arok Dedes.

Adapun saran peneliti sebagai berikut :

1. Bagi pembaca

Dalam memanfaatkan novel Arok Dedes, hendaknya pembaca tidak terjebak

pada nilai-nilai negatif yang ditampilkan oleh tingkah laku tokoh cerita.

Pembaca hendaknya tidak mengikuti jejak Tunggul Ametung yang

memperistri Ken dedes dengan cara tidak baik yaitu menculik dari orang

tuanya. Yang harus dicontoh adalah sikap Ken Dedes yang selalu menjunjung

darma dan orang tua.

2. Bagi siswa

Novel Arok Dedes merupakan novel yang cukup berbobot dan baik dari segi

bahasa tidak terlalu rumit sehingga cocok dijadikan sebagai bahan ajar bagi

siswa SMP dan SMA. Saran peneliti, hendaknya siswa mampu dan

memanfaatkan novel tersebut untuk menambah pengetahuan perbendaharaan

kata. Nilai-nilai budaya yang terdapat dalam novel tersebut dapat

memberikan pengetahuan budaya jawa kepada siswa.

3. Bagi pengajar

Nilai-nilai moral yang terdapat novel tersebut hendaknya dapat dijadikan

sebagai suatu alternatif dalam memilih bahan pembelajaran apresiasi sastra,

khususnya tingkat SMP dan SMA dan sederajat. Penggunaan novel sebagai

sebuah materi ajar harus disertai dengan pemberian penjelasan atau pengantar

agar siswa tidak terjebak dalam nilai-nilai negatif yang terdapat dalam novel

tersebut.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 103: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

87

4. Bagi peneliti sastra

Penelitian sastra yang dilakukan ini merupakan sebagian kecil dari sekian

luas ruang penelitian dan pengkajian sastra di Indonesia. Masih banyak

pendekatan dan pengkajian sastra yang dapat dilakukan. Oleh karena itu para

peneliti sastra hendaknya dapat mengkaji karya sastra dengan pendekatan

yang lainnya, sehingga dapat menemukan sendi-sendi kesastraan dan dapat

memperkaya khasanah penelitian sastra.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 104: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

88

DAFTAR PUSTAKA

A. Michael Huberman Miles, Mattew B.. 1992. Analisis Data Kualitatif

(Terjemahan Tjetjep Rohendi Rohidi). Jakarta: UI Press.

Damono Sapardi Djoko . 1978. Sosiologi Sastra: Sebuah Pengantar Ringkas,

Jakarta: Proyek Pembinaan dan Pengembangan Bahasa dan Sastra

Indonesia dan Daerah, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan

Den Boef, August Hana dan Kees Snoek. 2008. Saya Ingin Lihat Semua Ini

berakhir: Esai dan Wawancara dengan Pramoedya Ananta Toer. Jakarta:

Komunitas Bambu.

Endraswara Suwardi. 2003. Metodologi Penelitian Sastra. Yogyakarta: Pustaka

Widyatama.

Faruk.. 2003. Pengantar Sosiologi Sastra: dari Strukturalisme Genetik sampai

Post-Modernisme. Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Goldman, Lucien. 1967. “The Sociology of Literature: Studies and Problem of

Method,” International Science Journal, Volumen XIX, No.4 pp. 493-

516

Hong Liu, Goenawan Muhammad, Kumit Sumar Mandal. Pram dan Cina. Jakarta:

Komunitas Banbu.

Jabrohim. 2001. Metodologi Penelitian Sastra. yogyakarta: Hanindita Graha

Widya Masyarakat.

Junus Umar. 1985. Resepsi Sastra Sebuah Pengantar. Jakarta: Gramedia.

Jurt, Joseph. 2005. The Trans-National Reception of Literature: The Reception of

Franch nationalism in Germany. Volume II, No.1, pp. 3-4

Koentjaraningrat. 1994. Kebudayaan Jawa. Jakarta: Balai Pustaka

Komandoko, Gamal (penulis ulang), 2006. Pararaton: Legenda Ken Arok dan Ken

Dedes. Yogyakarta: Penerbit Narasi.

Leenhardt, Jacques. 1967. “The Sociology of Literature: Some Stages in its

History.” Volume. XIX, No. 4, pp. 517-533

Moeleong Lexy J.. 2006. Metodologi Penelitian Kualitatif (Edisi Revisi).

Bandung: Remaja Rosda Karya

88

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 105: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

89

Nurgiyantoro Burhan. 1995. Teori Pengkajian Fiksi. Yogyakarta: Gadjah Mada

University Press.

Pradopo Rachmat Djoko. 2005. Beberapa Teori Sastra, Metode Kritik, dan

Penerapannya. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

_____________, 2002, Kritik Sastra Indonesia Modern, Yogyakarta: Gama Media

Ratna, I Nyoman Kutha. 2009. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra.

Cetakan ke 5. Yogyakarta: Pustaka Pelajar

............... . 2004. Teori, Metode, dan Teknik Penelitian Sastra. Yogyakarta:

Pustaka Pelajar

Semi Atar . 1989. Kritik Sastra. Bandung: Angkasa.

Suroso, Puji Santoso, Pardi Suratno. 2009. Kritik Sastra, Ygyakarta: Elmatera

Publishing

Sutopo, H.B. 2002. Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar, Teori, dan

Terapannya dalam Penelitian. Surakarta: Uns Press

Tarigan Henry Guntur. 1993. Prinsip-Prinsip Dasar Sastra. Bandung: Angkasa

Teeuw, A. 1984. Sastra dan Ilmu Sastra. Jakarta: Pustaka Jaya.

Toer Pramoedya Ananta, 2009. Arok Dedes. Jakarta Timur: Lentera Dipantara.

Toer, Koesalah Soebagyo. 2009. Bersama Mas Pram : Memoar Dua Adik

Pramoedya Ananta Toer. Jakarta: Gramedia

Tuloli, H. Nani. 1999. Peranan Sastra dalam Masyarakat Modern. (Editor: Hasan

Alwi dan Dendy Sugono). Telaah Bahasa dan Sastra. Jakarta: Pusat

Bahasa.

Waluyo Herman J. 2002. Apresiasi dan Pengkajian Prosa Fiksi. Salatiga: Widya

Sari Press

Wellek, Rene Dan Warren Austin, 1956, Theory of Literature. New York: A

Harvest Book Harcourt, Brace & World Inc.

134

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 106: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

90

LAMPIRAN 1: Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Pembaca Ahli

( Guru Bahasa Indonesia )

Peneliti (Pen) : Bagaimana pandangan Anda tentang Pramudya Ananta Toer

Reseptor (R)(1) : Seorang tokoh yang kontraversi waktu itu

Pen : Apa maksudnya kontraversi ?

R (2) : Selalu diincar, karyanya selalu disingkirkan dan sebagai

pembelot, ditinjau dari isinya mencerminkan kudeta ala jawa

dengan begitu cerdik dan jeli tokoh-tokoh bisa mencapai tujuan

dengan licik tapi cerdik.

Pen : Bagaimanakah cerita Arok Dedes dibandingkan dengan cerita

asli Ken Arok?

R (3) : sang raja yang diingikan tahta, harta, wanita. Ken arok asli yang

diutamakan wanita dulu, dia kan jatuh cinta bukan tahtanya dulu,

tapi yang arok dedes ada perbedaan yang signifikan kalau yang

arok dedes itu bukan tentang wanitanya tetapi tentng kudeta aau

politik yang halus bahkan para pelakunya tidak begitu kentara

dalam melihat peperangan.

Pen : kalau perbedaan yang mencolok

R (4) : yang asli tentang wanita, tapi yang sekang tentang kekuasaan

bahkan tidak ada unsur asmara , terus adanya keris yang dibuat

Mpu gandring dibawa terus dipinjam kebo ijo terus dicuri lagi

idisitu kelihatan kelicikan ken arok dengan maksud untuk

mendapat nama bahwa dia baik sehingga menjadi pengawal ken

dedes. Terus timbul asmara tetapi untuk tahta beum muncul.

Di arok dedes tidak ada kaitan antara keris satu dan dua,

ditegskan hanya keris , pramudya menyelipkan misi politik ala

jawa lebih simpel dan tidak menakutkan masyarakat.

Nomor Catatan Lapangan : 1

Nama Reseptor : Drs. Suwito, M.Pd.

Profesi : Guru Bahasa Indonesia (SMP N 22 Surakarta)

Hari, tanggal wawancara : Senin, 10 Maret 2014

Waktu Wawancara : 09.00 – 10.00 WIB

Tempat Wawancara : Ruang Guru

90

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 107: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

91

Pen : kalau dikaitan dengan kondisi sekarang

R (5) : kondisi sekarang kudeta tidak langsung, dari kelompok atau

partai yang intinya menggulingkan satu partai.

Pen : kan sama – sama menggulingkan

R (6) : sama-sama menggulingkan tapi yang ala jawa begitu tertutup

rapi dan cerdik hasilnya memuaskan

Pen : Bagaimana Arok Dedes ditinjau dari sastra?

R (7) : bahasanya sangat simpel , langsung banyak memakai makna

sebenarnya, kata-kata yang menggunakan simbol mudah diterka

karena dikaitkan dengan kalimat berikut.

Pen : Apa perbedaan Ken Arok masa singosari dengan Ken Arok

dalam novel Arok Dedes ?

R (8) : kalau jaman kerajaan singosari dimulai dari wanita dulu baru

tahta, tapi di novel Arok Dedes diawal merebut tahta baru

mendapatkan wanita.

Pen : Bagaimana pendapat Bapak tentang Pramudya?

R (9) : gambaran karyanya antipati pada pemerintah tetapi aslinya tidak,

dia hanya memberikan gambar pemerintah itu seperti ini,

menggambarkan pemerintahan seperti ini kalau jelek ya jelek, ada

sisi yang lain.

Pen : berarti dari mana sudut pandang pembaca?

R (10) : ya betul dari sudut pandang masing-masing. Ada falsafah jawa

sopo nandur bakal ngunduh

Pen : Apa inti dari arok dedes

R (11) : menggambarkan politik ala jawa kudeta secara jawa , ibarat

main catur bagaimana orang yang berperan itu pandai-pandai

menjalankan bidak dengan umpan dan pengorbanan yang hasilnya

ingin menang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 108: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

92

TANGGAPAN PENELITI (TP)

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Drs.

Suwito, M.Pd. pada hari Senin, 10 Maret 2014, dapat diketahui bahwa tema dalam

novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer yaitu menggambarkan politik

ala jawa kudeta secara jawa , ibarat main catur bagaimana orang yang berperan

itu pandai-pandai menjalankan bidak dengan umpan dan pengorbanan yang

hasilnya ingin menang. Pendapatnya tersebut tidaklah berlebihan karena baginya

hal-hal yang diungkapkan Pramudya dalam Arok Dedes sangat menyoroti

pergantian pemerintahan dari Tunggul Ametung yang direbut oleh Ken Arok hal

ini dikaitan dengan pergantian pemerintahan dari presiden Soekarno ke tangan

presiden Soeharto.

Sedangkan untuk nilai pendidikan, Suwito mengkritis satu hal dalam

bahasa Jawa sopo nandur bakal ngunduh (siapa menanam pasti memetik hasilnya)

memberi pengertian bahwa siapapun orang yang menanam kebaikan ia akan

mendapati kebaikan itu untuk diri sendiri sebaliknya yang menananm keburukan

makan pada akhirnya ia sendiri yang akan mendapatkan keburukan itu.

Secara umum, Suwito menilai bahwa novel Arok Dedes merupakan

karya sastra yang penuh pembelajaran dalam arti luas. Pembaca tidak hanya

sekedar diajak membaca karya sastra, tetapi juga diajak menengok sejarah bangsa

Indonesia mengenai perpindahan dari pemerintahan Soekarno ke Soeharto. Bagi

Suwito, novel Arok Dedes banyak memuat amanat yang layak dijadikan bahan

refleksi bagi pembaca.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 109: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

93

LAMPIRAN 2: Catatan Lapangan Hasil Wawancara dengan Pembaca Umum

(Mahasiswa)

Peneliti (Pen) : Bagaimana pandangan Anda tentang Pramudya Ananta Toer

Reseptor (R) (1) : pramudya itu cerdas, (mengungkapkan sebuah cerita bukan

langsung dari kata-kata itu, pembaca secara tidak langsung

dituntut mencari apa maksud cerita itu. Jadi pembaca juga

harus cerdas, jadi tidak langsung A sama dengan A tapi

dalam A itu ada B, C dan lainnya. Pramudya juga cenderung

kepada kritik.

Pen : Bagaimanakah pendapat Anda mengenai novel Arek Dedes

R (2) : Setelah membaca novel ini, pandangan saya berubah 175%,

dulu saya mendegar cerita Ken Arok dan Ken Dedes di kelas

4 SD dari guru IPS, ceritanya begini; Ken Arok itu orang

jahat, dia membunuh Tunggul Ametung dengan keris Mpu

Gandring yang disalahkan Kebo Ijo, seolah-olah Ken Arok

sebagai penjahatnya, tidak dilihat watak dari Tunnggul

Ametung, hanya mengecap Ken Arok itu pembunuh dan

penjahat, sedangkan tidak diceritakan mengapa arok berbuat

seperi itu. Di novel ini diceritakan Ken Arok memberontak

itu karena terjadi ketidakadilan di Tumapel. Tunggul

Ametung itu mantan sudra , dia arok maksudnya dia itu dulu

merampok memang pekerjaannya merampok tapi Ken Arok

merampok itu karena terjadi ketidakadilan saat itu.

Ken Arok itu orangnya setia ; ia pernah berjanji dengan

bapak pertamanya Ki Lembung yaitu ingin mensejahterakan

keluarganya setelah dewasa dan berhasil ia tidak melupakan

janjinya. Demikian juga pada Umang, dia akan menyayangi

sampai kapan pun terbukti Ken Arok menjadikan Umang

istrinya meskipun tidak secantik Ken Dedes.

Nomor Catatan Lapangan : 2

Nama Reseptor : Ponco Nugroho

Profesi : Mahasiswa (Bahasa Indonesian, FKIP-UNS

Hari, tanggal wawancara : Senin, 17 Maret 2014

Waktu Wawancara : 09.00 – 10.00 WIB

Tempat Wawancara : Lobi Kampus C FKIP UNS

93

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 110: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

94

Ken Arok itu juga cerdas; cerdas dalam berkata-kata terbukti

dalam berseteru dengan Mpu Gandring, waktu membuat

senjata Mpu Gandring tidak mau maka dengan

berargumentasi Mpu gandring kalah setelah ditagih janjinya

Mpu Gandring kalah. Mpu Gandring berdusta dan berkhianat

dengan Yang Panca gina karena Ken Arok tegas maka Ken

Arok menghukum ia tidak pandang bulu termasuk pada

sahabatnya. Tapi disisi lain tetap memberi pilihan pada

sahabatnya, tegas pada tunggul ametung yang telah

membunuh anak sendiri,

Rasa kasih sayang pada ibu dan ayahnya juga membalas

budi.

Pen : Bagaimana kisah ken Arok yang saudara dengar selama ini

dengan Arok Dedes yang mencolok ?

R (3) : saya masih kecil dicekoki apapun diterima, arok sebagai

penjahat. Arok cerdas menyampaikan apa yang dia pikirkan,

tunggul ametung dulu orang baik tapi ternyata dia penjahat

yang juga akan mengkhianati Kerajaan Kediri, tunggul

Ametung mencuri emas dari kaum syiwa, padahal tunggul

Ametung itu akuwu harus memberi contoh yang baik tapi kok

malah merampok.

Perbedaan berikutnya tentang keris, kalau cerita lama ken

arok memesan keris pada Mpu Gandring karena kerisnya

belum selesai maka Mpu Gandring dibunuh, ternyata tidak

kalau di Arok Dedes yang berkhianat Mpu gandring dicerita

pertama yang salah ken arok tapi yang kedua yang salah Mpu

gandring karena berkhianat apa yang telah dijanjikan tetapi

ternyata senjata bukan keris, dihalaman terakhir kebo ijo

mau mengambil alih istana “iki eken arok ngeini keris kapan?

Ternyata yang saya pahami selama ini salah meskipun ini

sastra tapi bisa ditelaah secara logis. (kalau yang dulu ada

kutukan tapi sekarang tidak ada)

Pen : pembuatan novel itu pram di pulau buru, ada tidak kaitan

dengan masa itu ?

R (4) : ada, meloncatnya ke orde baru pram ini kritik yang pedas

untuk orde baru, dia mengambil kelicikan dari

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 111: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

95

pemberontakan orde baru meskipun terdapat perbedaan

cerita, sehingga mend setnya jadi berbeda

Pen : nilai didik apa yang dapat diambil

R (5) : peduli, ken arok peduli dengan ketidakadilan di

lingkungannya, setia pada kawan maupun lawan, saling

menghormati, tegas, menghilangkan perbudakan, berjiwa

satria. Balas budi.

Pen : bagaimana tanggapan dengan sastra yang berlatarbelakang

sejarah

R (6) : ada 2 karena pro dengan pemerintah atau benar-benar kritis,

seorang sastrawan tidak boleh terlalu kritis dalam

menyampaikan kebenaran, jadi hanya menyampaikan

kebenaran sesuai dengan sejarahnya yang baik tidak yang

positif.

Pen : bagaimana dengan kondisi pemerintahan sekarang

R (7) : sama, menurut sayang lingkaran setan; maksudnya

pemerintahan berulang dari orde lama ke orde baru terus ke

orde reformasi

Pen : berarti ken arok indonesia masih terus berulang

R (8) :bukan ken arok tapi kelicikannya yang diambil, ken arok

bertindak memang harus ditindak

Pen : kalau ken arok sendiri bertindak dari hati dan memang harus

dilakukan

R (9) : setelah ken arok memerintah Singosari kan jadi besar,

pemimpin satu komunitas dan besar berarti pemimpin itu

hebat, berarti Ken Ariok itu hebat. Bisa mengalahkan kediri

meskipun licik

Pen : maksudnya licik bagaimana

R (10) : dalam peperangan tidak ada kebaikan dan kejahatan, adanya

kalah atau menang, tidak ada benar atau salah, mereka

mempunyai keyakinan masing-masing

Pen : pendapat anda sendiri khusus arok dedes

R (11) : arok dedes sangat luar biasa bisa merubah meansed saya

selama ini tentang ken arok. Buku ini sangat luar biasa.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 112: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

96

TANGGAPAN PENELITI (TP)

Berdasarkan wawancara yang dilakukan oleh peneliti kepada Ponco

Nugroho pada hari Senin, 17 Maret 2014, dapat diketahui bahwa tema dalam

novel Arok Dedes karya Pramoedya Ananta Toer yaitu menggambarkan politik

yang ada di Indoensia dari orde lama ke orde baru dan orde reformasi.

Pendapatnya tersebut tidaklah berlebihan karena baginya hal-hal yang

diungkapkan Pramudya dalam Arok Dedes sangat menyoroti pergantian

pemerintahan dari Tunggul Ametung yang direbut oleh Ken Arok hal ini dikaitan

dengan pergantian pemerintahan dari presiden Soekarno ke tangan presiden

Soeharto.

Sedangkan untuk nilai pendidikan, Ponco Nugroho berpendapat ada

beberapa hal antara lain: kepedulian dengan ketidakadilan di lingkungannya,

setia pada kawan, saling menghormati, tegas, menghilangkan perbudakan, berjiwa

satria. Balas budi .

Secara umum, Ponco Nugroho menilai bahwa novel Arok Dedes

merupakan karya sastra yang penuh pembelajaran dalam arti luas. Pembaca tidak

hanya sekedar diajak membaca karya sastra, tetapi juga diajak menengok sejarah

bangsa Indonesia mengenai perpindahan dari pemerintahan Soekarno ke Soeharto.

Bagi Suwito, novel Arok Dedes banyak memuat amanat yang layak dijadikan

bahan refleksi bagi pembaca.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 113: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

97

Sinopsis

Arok Dedes

Karya Pramoedya Ananta Toer

Dikisahkan, berita tentang kecantikan seorang perempuan yang juga putri

seorang Brahmana bernama Mpu Purwa, sampai ke telinga Tunggul Ametung.

Tunggul Ametung lalu memerintahkan untuk menculiknya dan kemudian

dinikahinya secara paksa. Perempuan itu adalah Dedes. Mpu Purwa yang tidak

pernah mengakui kekuasaan Tunggul Ametung mengetahui anak gadisnya diculik

marah dan bersumpah, bahwa Tungul Ametung akan mati terbunuh sedangkan

dari rahim Dedes akan lahir orang-orang besar (raja).

Ametung berkuasa hanya karena keberanian dan kekejamannya,

sesungguhnya ia adalah orang bodoh, tidak bisa membaca ataupun menulis. Ia

seorang dari kelas sudra. Ia mewajibkan upeti kepada rakyatnya untuk kemudian

sebagian ia serahkan pada Kediri. Dengan begitu kekuasaannya tetap terlindungi.

Pemerintahan Tunggul Ametung tidak membawa kemakmuran bagi

rakyatnya, tetapi justru sebaliknya membawa penderitaan. Salah satu

penyebabnya adalah tindakan para aparat pemerintahnya yang sewenang-wenang

merampas tanah milik rakyat. Tindakan semena-mena seperti ini telah

menimbulkan keresahan dan perlawanan rakyat di Tumapel.

Di tempat terpisah, hidup seorang pemuda bernama Arok. Dikisahkan, saat

masih bayi Arok dibuang ibu kandungnya kemudian ditemukan dan dijadikan

anak pungut oleh Ki Lembung. Suatu hari sepulang menggembala, Ki Lembung

mendapati satu kambingnya hilang, ia marah dan Arok pun diusirnya. Arok tidak

mengakui jika kambingnya itu ia berikan pada penduduk desa yang harta

bendanya habis dirampok prajurit Tunggul Ametung. Kejadian itu pula yang

membuatnya menyadari kekejaman penguasa Tumapel dan mulai tumbuhnya

benih kebenciaan terhadap Tunggul Ametung. Arok kemudian bertemu dengan

Bango Samparan dan dijadikan anak angkatnya, yang kemudian mengantarkannya

untuk berguru pada seorang brahmana yatu Mpu Trantipala. Kecerdasan dan

ketangkasanya telah memikat hati para brahmana. Mereka mempunyai satu

97

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 114: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

98

kesamaan: menginginkan Tunggul Ametung turun dari kekuasaannya. Arok pun

di nobatkan sebagai;’garuda harapan kaum brahmana.’

Dengan kepandaian yang dimiliki Arok berhasil menyatukan semua

pemberontak yang menginginkan Tunggul Ametung turun dari kekuasaannya.

Strategi pun dimulai untuk menggulingkan kekuasaan Tunggul Ametung. Dengan

koneksi yang dimiliki seorang brahmana bernama Lohgawe, Arok masuk dalam

lingkungan kekuasaan Tunggul Ametung sebagai seorang prajurit. Karirnya dalam

jajaran prajurit Tunggul Ametung melesat karena Arok selalu berhasil

memadamkan setiap pemberontakkan. Padahal tak pernah ada pertempuran antara

prajurit Arok dan pemberontak karena Arok lah yang mengatur dan membawahi

pemberontakkan itu.

Kehadiran Arok dilingkungan penguasa Tumapel, dengan kepandaiannya dalam

membaca dan menulis sansekerta menarik perhatiaan Dedes. Terlintas

dipikirannya bahwa Arok (seorang brahmana muda cerdas) yang lebih pantas

menjadi pendampingnya dan menjadi penguasa Tumapel,

Pada waktu yang bersamaan, Mpu Gandring, seorang pandai besi pembuat

dan pemilik pabrik senjata di Tumapel, menyusun strategi lain untuk melakukan

kudeta. Ia menghasut beberapa prajurit dibawah komando Kebo Ijo untuk berada

dipihaknya dengan imbalan emas dan sebagian kekuasaan.

Rencana kudeta Arok yang didukung para Brahmana bukan semata

menginginkan penguasa yang dinilai bijak dan baik, para brahmana menginginkan

Arok mengembalikan kebesaran dewa Syiwa karena selama di bawah kekuasaan

Tunggul Ametung, dewa Wisnu yang di agung-agungkan, dewa yang dianut

kebanyakan kelas sudra. Jadi di sini ada kepentingan agama yang dipertaruhkan.

Mpu Purwa, Ayah Dedes, salah satu brahmana yang mendukung kudeta

ini. Arok menyusup ke dalam pekuwuan Tumapel dengan menjadi prajurit atas

bantuan dang Hyang Lohgawe dan bertemu dengan Dedes. Dalam pertemuan ini

mereka memutuskan untuk bekerja sama menggulingkan kekuasaan Tunggul

Ametung. Hal ini membuat Dedes, mau tidak mau, terlibat secara langsung dalam

pembunuhan suaminya sendiri. Untuk menjatuhkan Tunggul Ametung.

Kesadaran, bahwa ia sedang menempa maker, dirasakannya suatu hal yang sangat

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 115: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

99

besar dan tubuhnya kurang kuat menampung. Melintas wajah Mpu Parwa di

hadapannya, ayah tercintanya ini mengangguk membenarkan. Kemudian melintas

wajah Dang Hyang Lohgawe. Brahmana itu dilihatnya mengangguk

membenarkan. Selama perencanaan kudeta Ken Dedes mulai terlibat secara

langsung pada urusan istana. Sebelumnya ia mengurung diri sebagai bentuk rasa

bencinya pada suaminya, Tunggul Ametung. Namun hatinya mulai bergejolak,

bagaimana pun Tunggul Ametung adalah ayah dari bayi yang baru di kandungnya

2 bulan. Ia tidak menginginkan anaknya lahir tanpa seorang ayah. Di lain pihak,

dukungannya terhadap pembunuhan suaminya berarti baktinya terhadap orang tua

dan dewa Syiwa.

Ada Kelompok lain akan menggulingkan Tunggul Ametung adalah

kelompok yang dipimpin oleh Yang Suci Belakangka. Kelompok ini ingin

menempatkan kekuasaan Kediri langsung di Tumapel. Caranya dengan

menggulingka kekuasaan Tunggul Ametung dan mengangkat keluarga Sri

Baginda sebagai penguasa di Tumapel.

“Belakangka merasa puas dapat menggengam pasukan kuda Tumapel di

dalam kekuasaan Kediri. Dalam waktu belakangan ini utusan-utusanya tak pernah

mengalami gangguan atau hilang di tengah jalan. Ia selalu perintahakan utusan

menempuh jalan utara yang bercabang-cabang , sehingga pencegatan dan

penyusulan lebih mudah dapat dihindari, kecuali bila benar-benar kepergok.

Ia telah berhasil melumpuhkan sag pati dan para menteri. Mereka tinggal

menjadi boneka-boneka yang patuh.

Ia telah mengisyaratkan pada Kediri agar sudra terkuat yang seorang satria

dan bahwa waktu untuk itu telah hamper selesai. Bila kerusuhan-kerusuhan telah

dapat dipadamkan, Tunggul Ametung sudah akan sangat lelah, dan keluarga sri

Baginda dengan mudah akan dapatdi tempatkan di Tumapel

Runtuhnya kekuasaan Tunggul Ametung di Tumapel akibat perlawanan

rakyat yang diwujudkan dengan mobilisasi kekuatan rakyat bersenjata ke pusat

pemerintahan Tumapel di Kutaraja. Perlawanan ini di pimpin oleh seorang lelaki

bernama Arok.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 116: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

100

Kini mereka mulai mengetahui, benar-benar pasukan besar Arok sudah

datang menerjang kota dari tiga jurusan. Tak ada tempat yang mereka gunakan

untuk berlindung. Asrama yang pada mula mereka gunakan untuk berkumpul, kini

mereka tinggalkan lagi dalam keadaan bingung tanpa perwira tanpa tamtama.

Mereka hanya bisa mengangkuti harta benda paling berharga, membela diri secara

perorangan danmelarikan diri ke arah timur. Daerah hutan belantara yang belum

terjamah manusia.

Gelombang dari luar kota menguasai Kutaraja setapak demi setapak,

meninggalkan prajurit-prajurit Tumapel bergelmpangan, dan mendesak terus

Tunggul Ametung di Tumapel. Gedung pekuwuan terkepung rapat dengan

tombak. Sorak parau makin menderu-deru, menggetarkan para tamtama yang

kebingungan menunggu di pendopo. Kemudian orang melihat Kebo Ijo keluar

dari bilik dengan pedang berlumuran darah.

Paramesywari didampingi oleh Arok dan dikawal oleh regu besar bertobak

naik dari depan ke pendopo. Orang bersorak menyambut.

Pada akhirnya, ambisi Ken Arok tercapai. Tunggul Ametung dengan

sebuah keris buatan Mpu Gandring miliknya yang selama ini ia titipkan pada

Kebo Ijo. Istana gempar, kesempatan itu digunakan Arok untuk membunuh Kebo

Ijo yang dituduh membunuh Tunggul Ametung. Dengan meninggalnya Tunggul

Ametung Arok menjadi penguasa Tumapel beristrikan Ken Dedes. Dan Lohgawe

pun memberikan gelar Ken yang digunakan di depan namanya. Sebelumnya Arok

telah menikah dengan seorang perempuan bernama Umang.

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user

Page 117: perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac · mengukuhkan sastra sebagai dokumentasi sosiobudaya (Iswanto, 2001: 61). Latar belakang sejarah, zaman, dan sosial masyarakat memiliki andil

101

perpustakaan.uns.ac.id digilib.uns.ac.id

commit to user