demand theory in comparative analysis of conventional and islamic perspectives
DESCRIPTION
Teori Permintaan dalam perspektif Islam dan konvensionalTRANSCRIPT
Demand Theory in Comparative Analysis of
Conventional and Islamic Perspectives
Oleh :
Ahmad Nashruddin1
Abstract
Demand is an important tool to analyze how applied economics used in a country. If we want to analyze the effect of economy policy in a country, first we have to know about demand. Demand is qualified to conventional theory and Islamic theory. The purpose of this paper is to compare the conventional theory and Islamic theory about demand with qualitative method. All the theories based on literatures and secondary sources.
Results show that demand in conventional theory and Islamic theory have similarity. The similarity are about the first assumption in demand and factors that influence in demand. Another finding shows that demand in conventional theory and Islamic theory have differenciation also. The differenciations include the based assumptions about basis, goal, and motif. The demand in Islamic theory have real basis from Allah, a future goal and a need motif. We recommend that the Islamic theory of demand must be applicated in our country to be a better condition.
JEL Classification : D01, D11, D46
Keyword : Demand theory, Conventional theory, Islamic theory
1Salah satu mahasiswa STEI TAZKIA semester 4 jurusan ekonomi Islam dan sebagai asisten peneliti LPPM TAZKIA. Dapat dihubungi melalui emai [email protected] atau melaui nomor +6285649556069.
BAB 1
PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang
Pembahasan ekonomi mikro konvensional didasarkan pada
perilaku individu-individu yang secara nyata terjadi di setiap unit
ekonomi. Tidak adanya batasan syariah yang digunakan, maka
perilaku dari setiap individu dalam unit ekonomi tersebut akan
bertindak dan berperilaku sesuai dengan norma dan aturan menurut
persepsi mereka masing-masing. Sedangkan dalam teori mikro Islami,
faktor moral dan norma yang terangkum dalam tatanan syariah akan
ikut menjadi variabel yang penting dan dan perlu dijadikan sebagai
alat analisis.
Salah satu cara terbaik untuk memahami relevansi ilmu mikro
ekonomi baik itu konvensional maupun Islami adalah memulai
dengan mempelajari konsep permintaan. “Permintaan dan penawaran
adalah dua kata yang paling sering digunakan oleh para ekonom,
keduanya merupakan kekuatan-kekuatan yang membuat
perekonomian pasar bekerja. Jika Anda ingin mengetahui bagaimana
kebijakan atau peristiwa akan mempengaruhi perekonomian, terlebih
dahulu Anda harus memikirkan pengaruh keduanya terhadap
permintaan dan penawaran.” (Mankiw, 2004)2 “Sokoguru analisis
mikroekonomi adalah permintaan dan penawaran. Bagaimana
keduanya menentukan mekanisme pasar yang akan terjadi.” (Miller
dan Meiners, 2000)3
Adiwarman Karim (2007) menjelaskan dalam bukunya4 “Objek
ilmu ekonomi adalah konsumen, produsen dan pemerintah yang
kesemuanya akan bertemu pada mekanisme pasar. Mekanisme
pasar berawal dari pertemuan permintaan dan penawaran yang
2 Mankiw, N. Gregory. Pengantar Ekonomi. Jakarta. 2004. Edisi Kedua. hlm 813 Miller, Roger LeRoy dan Roger E. Meiners. Teori Mikroekonomi Intermediate. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2000. Hlm 23 4 Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007. hlm 13
baik.” Apakah permintaan yang baik itu sesuai perspektif
konvensional atau perspektif Islam? Hal inilah yang membuat penulis
menilai perlunya adanya analisis terhadap teori permintaan yang
merupakan konsep dasar dari ekonomi sendiri. Bagaimana
seharusnya teori permintaan ini terimplementasikan dalam
masyarakat guna menciptakan perekonomian yang lebih baik?
1.2. Rumusan Masalah
Melihat dari latar belakang masalah yakni perlunya mempelajari
konsep permintaan, maka rumusan masalah dalam tulisan ini dapat
disusun dengan memberikan jawaban dari beberapa pertanyaan
berikut:
a. Bagaimana teori permintaan menurut konsep ekonomi
konvensional?
b. Bagaimana teori permintaan menurut konsep ekonomi Islami?
c. Apa persamaan dan perbedaan di antara kedua teori
permintaan tersebut?
d. Adakah korelasi atau hubungan antara kedua teori tersebut?
1.3. Tujuan
Adanya perbedaan mengenai batasan dalam ekonomi konvensional
maupun Islami sesuai latar belakang di atas, menjadikan penulis mencoba
untuk menganalisis bagaimana konsep permintaan tersebut. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui dan membandingkan antara konsep
dan teori permintaan menurut konsep ekonomi Islam dengan konsep
ekonomi konvensional tentang hal serupa guna mencari konsep permintaan
yang baik atau yang seharusnya diimplemantasikan dalam masyarakat.
1.4. Metodologi Penelitian
Metodologi penelitian yang dipakai bersifat kualitatif, artinya
data yang dikumpulkan dan diolah adalah data yang berbentuk kata-
kata yang diambil dari naskah tertulis, bukan berupa angka.5 Dengan
menggunakan data-data sekunder yang telah dipublikasikan, terdiri
dari: buku referensi, artikel-artikel dan karya ilmiah lain. Tulisan ini
pun mencoba menggunakan metode comparative study (studi
perbandingan).
1.5. Manfaat Penelitian
Adapun manfaat yang diharapkan dari penyusunan paper ini
adalah :
a. Dokumentasi atas konsep Islam dan konvensional tentang teori
permintaan.
b. Memberikan kontribusi telaahan tentang konsep permintaan
yang seharusnya diaplikasikan dalam masyarakat guna
membangun perekonomian bangsa yang lebih baik.
BAB 2
KAJIAN PUSTAKA
2.1. Teori Permintaan Konvensional
Permintaan adalah keinginan konsumen membeli suatu barang
pada berbagai tingkat harga selama periode waktu tertentu (Rahardja
dan Manurung, 2008)6. Adapun secara garis besar mengenai konsep
permintaan ini akan dibahas perihal faktor-faktor yang
mempengaruhinya dan aplikasinya dalam kurva.
2.1.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Menurut Rahardja dan Manurung (2008)7, terdapat beberapa
faktor yang mempengaruhi permintaan suatu barang :
5 Matthew B.Milles & A.Michael Huberman,Analisis Data Kualitatif: Buku Sumber Tentang Metode-Metode Baru (terj.Tjetjep Rohendi Rohidi),UI Press,Jakarta, 1992, hal 15
6 Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas UI. 2008. hlm 247 Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas UI. 2008. hlm 24-26
a. Harga Barang Itu Sendiri
Jika harga suatu barang semakin murah, maka permintaan terhadap
barang itu bertambah. Begitu juga sebaliknya. Hukum permintaan
yang diakui secara luas mengatakan bahwa jika harga suatu komoditi
naik, dan hal-hal lain dianggap tidak berubah (ceteris paribus),
pembeli cenderung membeli lebih sedikit komoditi tersebut
(permintaan turun). Demikian juga halnya jika harga turun, dan hal-
hal lain tidak berubah, jumlah barang yang dibeli akan meningkat
(permintaan naik).8
b. Harga Barang Lain yang Terkait
Harga barang lain juga dapat mempengaruhi permintaan akan suatu
barang, tetapi kedua macam barang tersebut mempunyai
keterkaitan. Keterkaitan dua macam barang dapat bersifat substitusi
(pengganti) dan bersifat komplemen (penggenap).
c. Tingkat Pendapatan Per Kapita
Tingkat pendapatan per kapita dapat mencerminkan daya beli. Makin
tinggi tingkat pendapatan, daya beli makin kuat, sehingga
permintaan terhadap suatu barang meningkat. Sedangkan bila daya
beli rendah, maka permintaan barang akan menurun.
d. Selera atau Kebiasaan
Selera atau kebiasaan juga dapat mempengaruhi permintaan
terhadap suatu barang.
e. Jumlah Penduduk
Makin banyak jumlah penduduk, jumlah permintaan terhadap suatu
barang tentunya akan mengalami kenaikan, karena setiap orang
tentunya memiliki kebutuhan yang harus dipenuhi.
f. Distribusi Pendapatan
8 Samuelson, Paul A. dan William D. Nordhaus, Microeconomics (Terjemahan). Jakarta : Erlangga. 1992. Edisi Keempatbelas. hlm. 61.
Tingkat pendapatan per kapita bisa memberikan kesimpulan yang
salah bila distribusi pendapatan buruk. Artinya, sebagian kecil
kelompok masyarakat saja yang menguasai perekonomian.
g. Usaha-usaha Produsen Meningkatkan Penjualan
Periklanan dan iming-iming hadiah dari pembeli dapat mendorong
orang untuk lebih banyak membeli suatu barang.
h. Ekspektasi / Perkiraan Mendatang
Mankiw (2004) menambahkan unsur ekspektasi atau perkiraan pada
masa mendatang dapat mempengaruhi permintaan.9
2.1.2. Kuva Permintaan
Hubungan antara berapa banyak konsumen bersedia membeli
pada waktu harga per unit berubah menyatakan kurva permintaan
(Pyndick dan Rubinfield, 2007).10 Apabila sesuai dengan hukum
permintaan dapat digambarkan sebagai berikut :
9 Mankiw, N. Gregory. Pengantar Ekonomi. Jakarta. 2004. Edisi Kedua. hlm 8510 Pyndick, Robert S. dan Daniel L. Rubinfield. Mikroekonomi. Jakarta : PT Indeks. 2007. Edisi Keenam. hlm 26
Gambar 2.1. Kurva Permintaan
Para ekonom menggunakan istilah ceteris paribus untuk
menyatakan bahwa semua variabel yang relevan, kecuali variabel
yang sedang dipelajari tersebut dianggap konstan (Mankiw, 2004).
Istilah ini diambil dari bahasa Latin yang berarti “hal lainnya dianggap
tetap”.11
Jika faktor non harga yang berubah, misalkan tingkat
pendapatan yang berubah, maka akan terjadi pergeseran kurva
permintaan (shifting). Jika pendapatan meningkat, maka kurva
permintaan akan bergeser sejajar ke kanan. Dan bila pendapatan
menurun, maka kurva permintaan akan bergeser sejajar ke kiri.
Terlihat pada gambar berikut :
11 Mankiw, N. Gregory. Pengantar Ekonomi. Jakarta. 2004. Edisi Kedua. hlm 87
DJu
ml a
h Y
an
g d
imin
t a
Harg
a
P1
Q1
P2Q2
Gambar 2.2. Shifting Kurva Permintaan
2.2. Teori Permintaan Islami
Menurut Ibnu Taimiyyah, permintaan suatu barang adalah
hasrat terhadap sesuatu, yang digambarkan dengan istilah raghbah
fil al-syai. Diartikan juga sebagai jumlah barang yang diminta (Karim,
2007).12 Mengenai konsep Islam tentang permintaan, akan dibahas
pula mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan dan
aplikasi dalam kurva sebagai analisa perbandingan.
2.2.1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Permintaan Islami
Salah seorang cendekiawan muslim, Ibnu Taimiyyah dalam
kitabnya Majmu’ Fatawa menyebutkan faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan dan konsekuensinya terhadap harga
(Karim, 2007)13 :
a. Keinginan masyarakat (Raghbah) terhadap berbagai jenis
barang yang berbeda dan selalu berubah-ubah. Perubahan ini sesuai
dengan langka atau tidaknya barang-barang yang diminta. Semakin
sedikit jumlah suatu barang yang tersedia maka akan semakin
diminati oleh masyarakat.
b. Jumlah para peminat (Tullab) terhadap suatu barang. Jika
jumlah masyarakat yang menginginkan suatu barang semakin
banyak, maka harga barang tersebut akan semakin meningkat.
12 Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004. hlm 36413 Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004. hlm 366-367
DP
Q
D’
Q1Q3
P1
Q2
D”
c. Tingkat kebutuhan terhadap barang, semakin kuat dan besar
kebutuhan maka harga akan naik. Sebaliknya bila kebutuhan kecil
dan lemah maka harga akan turun.
d. Kualitas pembeli (Al-Mu’awid). Harga juga berubah-rubah,
sesuai dengan siapa saja transaksi tersebut dilakukah. Pembeli yang
memiliki kredibilitas yang buruk, sering bangkrut, mengulur-ulur
pembayaran akan mendapatkan harga yang lebih tinggi dari pembeli
yang memiliki predikat baik.
e. Jenis uang yang digunakan. Harga akan lebih rendah jika
pembayaran dilakukan dengan uang yang umum dipakai (Nagd Ra’ij)
daripada uang yang jarang dipakai.
f. Tujuan transaksi yang menghendaki adanya kepemilikan
resiprokal di antara kedua belah pihak. Harga suatu barang yang
telah tersedia di pasaran akan lebih rendah dibanding dengan yang
belum tersedia. Begitu pula halnya harga akan lebih rendah jika
pembayaran dilakukan secara tunai daripada pembayaran secara
angsuran.
g. Besar kecilnya harga yang harus dikeluarkan oleh produsen
atau penjual. Semakin besar yang dikeluarkan oleh produsen, maka
harga akan lebih mahal.
2.2.2. Kurva Permintaan Islami
Islam menilai suatu komoditas itu tidak selalu sama, yakni ada
yang halal dan ada yang haram. Menurut Adiwarman, kesejahteraan
konsumen akan meningkat bila ia mengkonsumsi lebih banyak
barang yang baik atau halal dan tidak mengkonsumsi barang yang
buruk atau haram.14 Dalam Islam sudah jelas dan cukup rinci
mengklasifikasikan mana barang halal dan mana barang buruk. Islam
juga melarang menghalalkan yang haram, dan mengharamkan
barang yang halal. Allah telah berfirman dalam surat Al-Maidah :
14 Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007. hlm 68
87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui batas. 88. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
Kurva permintaan Islami terbagi menjadi kurva permintaan
antara barang halal, kurva permintaan antara barang halal dan
haram, dan kurva permintaan barang haram pada keadaan darurat.
1. Kurva Permintaan Antara Barang Halal
Kurva permintaan antara barang halal, diasumsikan permintaan
dapat mencapai nilai maksimum sesuai pendapatan yang individu
miliki karena keduanya dapat dikonsumsi . Bila harga semakin turun,
maka jumlah permintaan akan naik. Terlihat seperti gambar di bawah
:
Gambar 2.3. Kurva Permintaan Antara Barang Halal
DJu
ml a
h Y
an
g d
imin
t a
Harg
a
P1
Q1
P2
Q2
2. Kurva Permintaan Antara Barang Halal Dan Haram
Bila ada pilihan antara barang halal dan haram, Islam
mengajarkan untuk hanya memilih barang yang halal, dan sudah jelas
sumbernya.15 Jadi seluruh pilihan ditujukan untuk barang yang halal
saja. Memakan barang yang halal itu merupakan sesuatu yang
disukai dan merupakan kewajiban bagi kita. Dapat digambarkan
dengan kurva permintaan sebagai berikut :
Gambar 2.5. Kurva Permintaan Antara Barang Halal
dan Haram
3. Kurva Permintaan Barang Haram Pada Keadaan Darurat
Darurat diartikan sebagai suatu keadaan yang mengancam
keselamatan jiwa. Oleh karena itu, menurut Karim (2007) sifat darurat
15 87. Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu haramkan apa-apa yang baik yang telah Allah halalkan bagi
kamu, dan janganlah kamu melampaui batas. Sesungguhnya Allah tidak menyukai orang-orang yang melampaui
batas. 88. Dan makanlah makanan yang halal lagi baik dari apa yang Allah telah rezekikan kepadamu, dan
bertakwalah kepada Allah yang kamu beriman kepada-Nya.
DJu
ml a
h Y
ang
dim
inta
Harg
a
P1
Q1
P2
Q2
sendiri adalah sementara. Maka permintaan barang haram pun
hanya bersifat insidentil. Dan secara matematis, pun digambarkan
dengan kurva yang discrete, bukan secara kontinyu.16
Gambar 2.7. Kurva Permintaan Barang Haram
Permintaan barang haram Y bukan merupakan kurva
permintaan fungsi dari harga Y. Sebuah kurva permintaan barang
haram Y adalah unik, karena hanya tergambarkan dengan satu titik
saja.
BAB 3
PEMBAHASAN
3.1. Persamaan antara Kedua Teori
Dari kajian pustaka mengenai dua perspektif mengenai teori
permintaan ini, ditemukan adanya persamaan. Persamaan yang
ditemukan merupakan asumsi awal dari teori permintaan tersebut,
diantaranya adalah substansi awal dan faktor yang memperngaruhi
permintaan.
16 Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007. hlm 86
Py
Qy
3.1.1. Substansi Awal Permintaan
Inti dari permintaan antara permintaan konvensional dan Islami
adalah jumlah barang yang diminta. Kedua perspektif mendefinisikan
permintaan dengan pola yang sama. Dalam literatur kontemporer
pun, menurut Karim (2004), fenomena yang berlaku pada masa Abu
Yusuf dapat dijelaskan dengan teori permintaan yaitu hubungan
antara harga dan jumlah barang yang diminta.17
3.1.2. Faktor yang Mempengaruhi Permintaan
Secara garis besar, faktor-faktor yang mempengaruhi
permintaan, baik konvensional maupun Islami memiliki kesamaan.
Karena keduanya berdasarkan terhadap perilaku per unit ekonomi
sesuai kenyataan yang terjadi di masyarakat. Faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan konvensional yang dianalogikan dengan
permintaan Islam adalah :
a. Harga barang itu sendiri dan barang lain yang terkait.
Baik permintaan Islami maupun konvensional, harga
merupakan faktor utama yang menentukan tingkat permintaan.
Ketika harga suatu produk itu tinggi, maka permintaan akan
cenderung menurun. Berlaku untuk sebaliknya ketika harga rendah,
maka permintaan akan cenderung naik.
b. Tingkat pendapatan per kapita
Dapat dianalogikan dengan kualitas pembeli di mana daya beli
yang menentukan suatu permintaan. Ketika pendapatan seseorang
itu tinggi maka secara tidak langsung jumlah permintaan terhadap
barang akan cenderung meningkat karena memiliki daya beli
terhadap suatu barang tinggi pula.
c. Selera atau kebiasaan masyarakat
Sebagai konsumen tentunya memiliki preferensi yang
bermacam-macam terhadap barang. Ketika seseorang telah
17 Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007. hlm 18
menyukai barang dan menjadi kebiasaan tersendiri maka jumlah
permintaan akan selalu meningkat. Hal ini merupakan tabiat dari
manusia itu sendiri.
d. Jumlah penduduk
Dapat disamakan dengan jumlah peminat (Tullab) karena
diasumsikan penduduk tentunya akan membutuhkan suatu barang,
semakin banyak jumlah penduduk, maka akan semakin meningkat
pula jumlah peminat terhadap suatu barang.
e. Distribusi pendapatan
Hal ini dapat dianalogikan dengan kualitas pembeli. Ketika
distribusi pendapatan merata maka daya beli pembeli akan
meningkat dan mengakibatkan naiknya permintaan. Berlaku untuk
sebaliknya, ketika distribusi pendapatan tidak merata, maka hanya
sebagian orang saja yang memiliki kualitas pembeli yang baik, maka
jumlah permintaan tidak akan naik layaknya pendistribusian yang
merata.
f. Usaha-usaha produsen meningkatkan penjualan
Hal ini berkaitan langsung dengan cara memikat keinginan
masyarakat (raghbah). Usaha-usaha ini bertujuan untuk
meningkatkan keinginan masyarakat terhadap barang. Ketika
keinginan masyarakat atas suatu barang naik, maka jumlah
permintaan akan meningkat pula.
g. Ekspektasi / perkiraan mendatang
Mengenai ekspektasi ini dapat dianalogikan lagi dengan kualitas
pembeli. Sebagai contoh, bila perkiraannya pembeli mengalami
kenaikan gaji maka pembeli akan meningkatkan permintaan atas
suatu barang.
3.2. Perbedaan antara Kedua Teori
Penulis juga menemukan adanya perbedaan mendasar antara
teori permintaan dalam perspektif konvensional dibandingkan dengan
perspektif Islam. Di mana perbedaan ini merupakan asumsi dasar
utama yang membangun bagaimana teori permintaan akan
diaplikasikan dalam kehidupan. Perbedaan yang ditemukan
diantaranya adalah sumber dan batasan syariah, motif barang yang
diminta, tujuan, dan permintaan keadaan darurat.
3.2.1. Sumber dan Batasan Syariah
Permintaan Islam, merujuk pada entitas utamanya yaitu Islam
sebagai konsep hidup dan kehidupan yang langsung diidekan
(ideational) oleh Allah SWT. Jadi dalam Islam selain mengenal sumber
pengetahuan yang bersumber dari kreatifitas intelejensi (logika
rasional) manusia, juga mengenal sumber yang berasal dari firman
Allah SWT (revelation) yang bersifat doktrin.
Islam sebagai konsep hidup akan dinilai tidak relevan jika
aktivitas ekonomi sebagai bagian atau rangkaian utama aktivitas
kehidupan tidak menjadi bagian yang build in dalam sistematika
Islam. Allah SWT menciptakan manusia dan menurunkannya ke
lingkungan dunia tentu juga memberikan sistem interaksi, dengan
tujuan menjaga manusia agar ada dalam kerangka keselamatan.
Dengan demikian permintaan Islam secara jelas mengakui
bahwa sumber ilmu tidak hanya berasal dari pengalaman berupa
data-data yang kemudian mengkristal menjadi teori-teori, tapi juga
berasal dari firman-firman Tuhan (revelation), yang menggambarkan
bahwa ekonomi Islam didominasi oleh variable keyakinan religi
(idiology) dalam mekanisme sistemnya.
Sementara itu dalam ekonomi konvensional hampir dipastikan
tidak memiliki perspektif filosofi seperti yang dimiliki Islam. Filosofi
dasar ekonomi konvensional terfokus pada tujuan materialme yang
memang menjadi parameter terpenting dalam segala aktivitasnya.18
Hal ini wajar saja karena sumber inspirasi ekonomi konvensional
adalah intelegensia akal manusia, yang tergambar pada daya
kreatifitas, daya olah informasi dan imajinasi manusia. Padahal akal
18 Sakti, Ali. Analisis Teoritis Ekonomi Islam. Jakarta:Paradigma & Aqsa Publishing. 2007. hlm 88
manusia merupakan ciptaan Tuhan, dan memiliki keterbatasan bila
dibandingkan dengan kemampuan Tuhan yang tidak ada batasnya.
Islam mengatur seluruh aktivitas manusia dari a hingga z.
Sampai kepada urusan ke kamar mandi pun ada adabnya. Dalam
sudut permintaan Islami pun memiliki batasan syariah. Batasan
syariah dalam konsep permintaan Islami menilai suatu komoditi tidak
semuanya bisa untuk dikonsumsi maupun digunakan, dibedakan
antara yang halal maupun yang haram. Sedangkan dalam permintaan
konvensional, semua komoditi dinilai sama, bisa dikonsumsi atau
digunakan. Padahal perlu kita ketahui, seluruh komoditi yang dinilai
halal adalah baik dan boleh untuk dikonsumsi maupun digunakan.
Sedangkan barang haram adalah barang yang tidak baik dan tidak
boleh untuk dikonsumsi atau digunakan.
Sebagai contoh barang haram untuk dikonsumsi adalah babi,
menurut penilitian para ilmuwan, bahwasanya babi merupakan salah
satu hewan yang memiliki tingkat kemiripan gen yang sama dengan
manusia, terbukti dengan antara daging babi dan kulitnya tidak
terpisah layaknya manusia. Di penilitian yang lain disebutkan
bahwasanya babi mengandung banyak sekali pernyakit di dalamnya
karena habitatnya yang suka di tempat yang kotor.
Dari sinilah bukti bahwa Islam memperhatikan terhadap
umatnya dengan adanya batasan syariah. Allah telah mensyariatkan
segala sesuatu yang baik untuk manusia, tidak lantas kita sebagai
hambaNya seenaknya saja mengkonsumsi seluruh komoditi termasuk
yang jelek. Padahal telah disyariatkan segala sesuatu yang baik.
3.2.2. Motif Barang yang Diminta
Sejalan dengan pemahaman Islam sebagai konsep hidup yang
menghantarkan manusia pada kesejahteraan dan kedamaian akhirat,
maka motif utama aktivitas ekonomi Islam tidak terlepas dari tujuan
tadi. Sehingga segala kegiatan hidup termasuk aktivitas ekonomi
bermotifkan ibadah yang kemudian mempengaruhi segala perilaku
konsumsi, termasuk permintaan.
Secara spesifik ada tiga motif utama dalam perilaku permintaan
Islam,
a. Mashlahat, adalah parameter yang bernuansa altruisme
(kepentingan bersama)
b. Kebutuhan, merupakan sebuah motif dasar, di samping
bersifat mutlak. Motif kebutuhan juga merupakan sebuah nilai moral
tersendiri dalam ekonomi Islam
c. Kewajiban, merupakan presentasi entitas utama motif ekonomi
yaitu ibadah.
Ketiga motif ini saling menguatkan dan memantapkan peran
motif ibadah dalam perekonomian. Sedangkan dalam motif
permintaan konvensional lebih didominasi oleh nilai-nilai egoisme,
self interest dan rasionalisme yang materialis.19 Secara sederhana
konvensional lebih mempertimbangkan unsur keinginan (wants)
dalam pengembangan keilmuan dan mekanisme sistem ekonomi.
Sedangkan Islam lebih fokus pada kebutuhan (needs) manusia.
3.2.3. Tujuan
Salah satu perbedaan mendasar antara teori permintaan
konvensional dan Islam, yang mencerminkan nilai religiusitas
ekonomi Islam adalah tujuan dari seluruh aktivitas ekonomi. Seluruh
aktivitas ekonomi Islam termasuk dalam hal permintaan, bertujuan
mendapatkan kesejahteraan atau kemenangan akhirat (falah)
sebagai turunan dari keyakinan bahwa ada kehidupan yang abadi
setelah kematian yaitu kehidupan akhirat.
Keyakinan ini jugalah yang kemudian mengontrol perilaku
permintaan manusia agar selalu merujuk pada Islam sebagai konsep
hidup. Sedangkan dalam perekonomian konvensional, landasan
filosofi dari tujuan aktivitas ekonomi tidak menyentuh nilai-nilai
19 Sakti, Ali. Analisis Teoritis Ekonomi Islam. Jakarta:Paradigma & Aqsa Publishing. 2007. hlm 87
religiusitas, hanya pada dasar pemenuhan kepuasan atau utilitas.
Konvensional terbatas pada nilai keduniaan, itu makanya parameter
dan tujuan aktivitas berekonominya cenderung materialistis.20
3.2.4. Permintan dalam Keadaan Darurat
Perbedaan mencolok lainnya dari permintaan Islami adalah
bagaimana konsep Islam membahas samapi kepada perilaku ekonomi
yang jarang terjadi. Yaitu ketika dalam keadaan darurat tidak
ditemuinya barang halal, maka konsumen secara otomatis langung
menjatuhkan pilihannya terhadap barang haram tersebut. Karena
tidak selamanya perilaku ekonomi terjadi saat kelimpahan pasokan
barang halal, ada kalanya suatu kondisi di mana kita mengalami tidak
adanya pasokan barang halal. Teraplikasi dengan adanya kurva yang
membahas ketika seorang konsumen dalam keadaan darurat di mana
hanya ada barang haram. Dibandingkan dengan kurva permintaan
konvensional yang tidak membahas perihal keadaan darurat. Dalam
keadaan darurat, Islam membolehkan untuk mengkonsumsi barang
haram selama tidak ada barang halal dan bertujuan untuk bertahan
hidup. Keadaan darurat ini seringkali terjadi seperti bencana tanah
longsor, banjir, maupun bencana lain yang mengakibatkan tidak
adanya stok barang halal.
Dari yang awalnya berhukum haram, maka menjadi halal
dikarenakan suatu sebab yang memaksa, karena dalam konsep Islam
benar-benar menghargai nyawa seorang manusia sebagai salah suatu
aplikasi dalam tujuan syariah21. Islam tidak ingin memberatkan
umatnya. Bila ada keadaan di mana butuh keringanan, maka Islam
akan memberikan rukhsoh atau keringanan. Seperti memakan barang
haram, menjama’ dan menqashar sholat saat perjalanan jauh, sholat
dalam keadaan duduk maupun telentang saat keadaan sakit dan lain
sebagainya.
20 Sakti, Ali. Analisis Teoritis Ekonomi Islam. Jakarta:Paradigma & Aqsa Publishing. 2007. hlm 8821 Zahra, Muhammad Abu. Ushul Fiqh. Jakarta : Pustaka FIrdaus. 1994 menyebutkan salah satu tujuan syariah adalah mashlahah. Dan mashlahah dibagi menjadi perlindungan agama, jiwa, harta, akal dan keturunan.
c.3. Adakah Korelasi antara Teori Permintaan Konvensional
dan Islami?
Dari pembahasan di awal, penulis telah menuliskan adanya
persamaan maupun perbedaan antara konsep permintaan
konvensional maupun Islami. Asumsi awal dengan adanya persamaan
antara keduanya menunjukkan ada hubungan antara keduanya yang
saling terkait. Tetapi bila kita cermati lebih dalam, mengenai
persamaan tersebut hanyalah merupakan asumsi awal yang
membangun teori permintaan secara global. Di mana persamaan
tersebut mencakup substansi awal dan faktor-faktor yang
mempengaruhi permintaan.
Substansi awal antara kedua teori permintaan tentunya akan
memiliki persamaan. Layaknya ketika kita akan membeli barang x,
asumsi awalnya adalah membeli barang x. Tetapi asumsi ini hanya
terjadi di awal, karena setelah asumsi awal prakteknya dapat berbeda
dari asumsi awalnya. Misalkan karena motif yang ingin memenuhi
kebutuhan, akhirnya kita membeli barang y bukan barang x.
Kemudian persamaan lain yang ditemukan adalah faktor-fakor
yang mempengaruhi permintaan baik itu konvensional dan Islami,
masing-masing memiliki karakteristik yang hampir sama. Kedua
faktor yang mempengaruhi ini berdasarkan pada praktek konsumen
yang hampir sama. Bukan dalam artian antara konsumen Islami dan
konvensional sama, tetapi merupakan fitrah atau tabiat manusia
ekonomi dalam meminta suatu barang melihat dari faktor-faktor
tersebut. Seperti halnya faktor harga, baik konsumen Islami maupun
konvensional keduanya memiliki kecenderungan untuk memilih
barang dengan harga yang lebih murah. Kecenderungan mengenai
pemilihan harga yang murah merupakan sebuah tabiat manusia.
Meskipun ada keadaan di mana harga itu tidak menjadi prioritas
utama,22 tetapi sesuai kondisional yang banyak terjadi di masyrakat
22 Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2007. hlm 19
maka kami memasukkannya dalam persamaan teori. Perlu diketahui
sebelumnya mengenai tokoh-tokoh dalam landasan teori permintaan
Islami di atas lebih banyak mengambil teori dari konvensional yang
lantas disaring lagi dan ditambahkan menurut sumber hukum Islam
menjadi konsep Islami atau yang dapat kita sebut dalam ekonomi
adalah madzhab maintstream23. Madzhab yang mana mengganti teori
konvensional ke dalam bentuk Islami tentunya berdasarkan konsep
Islam. Menurut pandangan mereka bahwa usaha menggembangkan
ekonomi Islami bukan berarti memusnahkan semua hasil analisis
yang baik dan sangat berharga dari teori konvensional.24 Melainkan
lebih kepada mengambil hal-hal yang baik dan bermanfaat. Tentunya
hal ini yang mengakibatkan adanya persamaan antara teori
permintaan Islami dan konvesional. Dari kedua persamaan tersebut
belum dapat kita jadikan acuan mengenai adanya hubungan yang
erat antara teori permintaan Islami maupun konvensional
dikarenakan kedua persamaan tersebut hanya mencakup pada
asumsi awal teori yang mana masih banyak asumsi yang lain.
Selanjutnya mengenai perbedaan antara keduanya yaitu
sumber dan batasan syariah, motif barang yang diminta, tujuan, dan
permintaan darurat. Sumber merupakan alat utama dalam
membangun konsep. Meskipun teori permintaan Islami ini merupakan
buah pikiran konvensional yang “di-Islamkan”, tetapi sumbernya
sudah jauh berbeda. Di mana ada batasan syariah dalam permintaan
Islami dan langsung bersumberkan atas ide Allah sebagai Tuhan
Maha Segalanya. Sumber-sumber hukum dalam Islam harus
berdasarkan atas ketetapan Allah. Baik itu sumber hukum yang
disepakati seperti quran, sunnah, ijma’ dan qiyas maupun sumber
hukum yang masih ada perselisihan seperti istihsan, mashlahah
mursalah dan sebagainya,25 kesemuanya didasarkan atas ketetapan
Allah. Filosofi inilah yang sangat membedakan antara permintaan
23 Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam. Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004.hlm 30-33 24Pendapat M. Umer Chapra, salah satu tokoh madzhab mainstream25 Zahra, Muhammad Abu. Ushul Fiqh. Jakarta : Pustaka FIrdaus. 1994
konvensional dan Islami. Yakni permintaan konvensional tidak
memiliki filosofi layaknya permintaan Islami bahwa permintaan
konvensional bersumberkan pada intelegensia akal manusia yang
bertujuan pada parameter matrealisme. Berbeda dalam permintaan
Islami yang memiliki batasan syariah yang harus dipenuhi.
Parameter matrealisme ini semakin tergambarkan dalam
perbedaan selanjutnya yaitu pada motif dan tujuan permintaan.
Dalam permintaan konvensional, motif utamanya yaitu pemenuhan
keinginan tanpa didasarkan pada kebutuhan. Sedangkan dalam
permintaan Islami motif utama terbagi menjadi mashlalah bersama,
kebutuhan dan kewajiban yang mementingkan tingkat kebutuhan
daripada keinginannya. Konsep Islam mengajarkan untuk berhidup
hemat dan tidak berfoya-foya. Selanjutnya mengenai tujuan di antara
kedua teori tersebut, di mana permintaan Islami memandang seluruh
aktivitas permintaan bertujuan untuk mencari kebahagian akhirat
atau falah yaitu kesejahteraan kehidupan yang jauh lebih abadi di
masa mendatang. Sedangkan pada permintaan konvensional
bertujuan untuk pemenuhan utilitas atau kepuasan di dunia saja.
Perbedaan terakhir, dalam permintaan Islami memberikan
keringanan untuk mengkonsumsi barang haram yang notabene
dilarang pada keadaan darurat saja. Di mana Islam memberikan
solusi terhadap permasalahan yang tidak dibahas oleh permintaan
konvensional. Betapa sempurnanya konsep Islami yang membahas
sampai pada keadaan yang tidak dibahas oleh konvensional, padahal
keadaan tersebut sering terjadi.
Perbedaan-perbedaan yang menjadi asumsi dasar konsep
permintaan baik konvensional maupun Islami memiliki keterkaitan
langsung terhadap implementasi konsep permintaan tersebut.
Dengan ini, maka dapat dijelaskan bahwa antara konsep permintaan
konvensional dan Islami tidak memiliki hubungan yang erat. Meskipun
adanya persamaan di antara keduanya, tetapi kedua persamaan
tersebut hanya merupakan asumsi awal konsep permintaan. Bukan
asumsi dasar layaknya empat perbedaan yang telah dijelaskan di
atas. Dengan hipotesa tidak adanya hubungan yang erat antara
permintaan Islami dan konvensional, maka sebagai konsumen dapat
disimpulkan harus memilih di antara keduanya, karena tidak adanya
hubungan erat di antrara dua perspektif itu menunjukkan
keterbalikan antara teori permintaan konvensional dan permintaan
Islami.
c.4. Penerapan Konsep Permintaan Islami dalam Kehidupan
Konsep permintaan Islami perlu kiranya ditindak lanjuti oleh
pihak-pihak terkait terutama pemerintah secara lebih luas dengan
melibatkan peran serta semua pihak masyarakat, dengan
mengajukan rancangan baru dari hasil pengkajian semua pihak untuk
ditindaklanjuti menjadi peraturan yang lebih sempurna sehingga
melahirkan suatu konsep yang lebih efektif.
Setiap elemen dalam pembentukan konsep syariah Islam
secara kaffah memang tidak bisa berdiri sendiri, karena mewujudkan
perilaku suatu kelompok menjadi suatu kebudayaan berjalan
bersamaan dan saling mempengaruhi tentunya membutuhkan proses
yang lama. Apa lagi permintaan Islami ini belum terempati kepada
seluruh masyarakat dan menjadi budayanya. Oleh karenanya melalui
pembentukan struktur sosial yang ketat akan menjadi suatu tekanan
yang mengikat akan menjadikan suatu kebiasaan sesuai dengan
perjalanan waktu, maka yang tadi terasa berat dapat terempati
dalam diri seseorang dan menjadi kebiasaannya dan menjadi struktur
sosialnya yang terus dijadikan pedoman bertindaknya.26
Konsep Islami ini harus menjadi sebuah pedoman bagi
masyarakat dari elemen tertinggi hingga terendah, maka dalam
kehidupannya secara tidak langsung masyarakat akan
mengaplikasikannya untuk kehidupan sehari-hari. Diharapkan dengan
pemahaman dan penerapan konsep permintaan Islami ini, tidak ada
26 Abubakar. Konsep Penerapan Syariat Islam dalam Pencegahan Prilaku Menyimpang. Makalah
lagi perilaku menyimpang dari pemerintah sebagai elemen tertinggi
seperti adanya tindak korupsi yang telah menjadi sebuah budaya.
Dan tidak ada lagi perilaku menyimpang rakyat kecil seperti
pencurian, pencopetan, pembunuhan dan kawan-kawannya. Perilaku-
perilaku menyimpang tersebut merupakan derivative dari sebuah
teori permintaan yang tidak seharusnya diaplikasikan dalam
kehidupan sehari-hari karena hanya akan merugikan diri penyimpang
maupun orang lain.
BAB 4
PENUTUP
4.1 Kesimpulan
Dari perbandingan yang telah dijabarkan maka penulis dapat
menyimpulkan :
1. Persamaan antara konsep permintaan konvensional maupun
Islami terjadi dalam asumsi awal dari permintaan yaitu
mengenai definisi dan faktor-faktor yang mempengaruhinya
keduanya. Hal ini merupakan asumsi awal yang saling berkaitan
langsung dengan kejadian riil di masyarakat.
2. Perbedaan antara permintaan konvensional dan Islami meliputi
sumber, motif, tujuan dan tambahan solusi Islam dalam
keadaan darurat, hal ini merupakan asumsi-asumsi dasar dari
masing-masing konsep permintaan.
3. Dari perbedaan yang mendasar antara konsep Islami dan
konvensional, kami memberi hipotesa awal bahwa permintaan
Islami dan konvensional tidak memiliki hubungan yang erat
meskipun ada persamaan di dalamnya.
4. Dengan tidak adanya hubungan yang erat di antara keduanya,
maka kita sebagai konsumen harus memilih satu di antaranya,
yang tentunya memilih permintaan Islami karena sesuai dengan
tuntutan syariah.
5. Penerapan konsep permintaan Islami harus menjadi sebuah
pedoman yang memerlukan dukungan dari seluruh elemen
masyarakat.
4.2. Rekomendasi
Dari hasil kesimpulan di atas, maka penulis memberi
rekomendasi sebagai berikut :
1. Kepada pemerintah bangsa ini untuk menciptakan banyak
regulasi-regulasi yang mendukung adanya konsep Islami agar
tercipta pemberdayaan masyarakat Islami yang lebih baik.
2. Kepada kami khususnya sebagai penulis dan umumnya kepada
seluruh masyarakat muslim Indonesia untuk mari bersama-
sama lebih mendalami konsep-konsep Islami agar tercipta
kehidupan yang lebih baik.
3. Adanya penelitian yang lebih lanjut mengenai penerapan umat
terhadap konsep permintaan Islami ini sebagai upaya untuk
mengingatkan dan menjadikan umat menjadi lebih baik.
DAFTAR PUSTAKA
Abubakar. Konsep Penerapan Syariat Islam dalam Pencegahan
Prilaku Menyimpang. Makalah
Pada Remaja SMA Kota Banda Aceh
Al Quran dan Terjemahan
Himami, Fatikul dan Ahmad Luthfi. ”Teori Konsumsi
Konvensional Vs Islam”. Makalah. 2008
Karim, Adiwarman Azwar. Ekonomi Mikro Islam. Jakarta: PT Raja
Grafindo Persada. 2007
Karim, Adiwarman Azwar. Sejarah Pemikiran Ekonomi Islam.
Jakarta: PT Raja Grafindo Persada. 2004
Mankiw, N. Gregory. Pengantar Ekonomi Mikro. Jakarta. 2004.
Edisi Kedua
Miller, Roger LeRoy dan Roger E. Meiners. Teori Mikroekonomi
Intermediate. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. 2000
Pyndick, Robert S. dan Daniel L. Rubinfield. Mikroekonomi.
Jakarta : PT Indeks. 2007. Edisi Keenam
Pindyck, Robert S. and Daniel L. Rubinfield. Microeconomics, 4th
ed. New Jersey: Prentice-Hall. 1998
Rahardja, Pratama dan Mandala Manurung. Pengantar Ilmu
Ekonomi. Jakarta : Lembaga Penerbit Fakultas UI. 2008
Rusydiana, Aam Slamet. Komparasi Konsep Inflasi ala Islam dan
Konvensional. Paper STEI Tazkia. 2006
Sakti, Ali. Analisis Teoritis Ekonomi Islam. Jakarta:Paradigma &
Aqsa Publishing. 2007
Sukirno, Sadono. Mikroekonomi. Jakarta : PT Raja Grafindo
Persada. 1993. Edisi Ketiga.
Zahrah, Muhammad Abu. Ushul Fiqh. Jakarta : Pustaka Firdaus.
1994