d02120… · web viewtoday many anti-smoking movements or smoke-free movements are proclaimed by...
TRANSCRIPT
JURNAL
PERAN INOVATOR KAMPUNG BEBAS ASAP ROKOK
DI RW 19 KELURAHAN MOJOSONGO, JEBRES, SOLO
(Studi Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok Di Rw 19 Kelurahan
Mojosongo, Jebres, Solo Tahun 2017)
Disusun Oleh:
Nabila Ihda Asyaroh
NIM. D0212074
FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN POLITIK
UNIVERSITAS SEBELAS MARET
2018
PERAN INOVATOR KAMPUNG BEBAS ASAP ROKOK DI RW 19
KELURAHAN MOJOSONGO, JEBRES, SOLO
(Studi Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok Di RW 19 Kelurahan
Mojosongo, Jebres, Solo, Tahun 2017)
Nabila Ihda Asyaroh
Sutopo
Program Studi Ilmu Komunikasi Fakultas Ilmu Sosial dan Politik
Universitas Sebelas Maret Surakarta
AbstractToday many anti-smoking movements or smoke-free movements are proclaimed by certain groups. Words (advice) in the form of smoking effects that adversely affect health begins. Campaigns began to be encouraged to inform the dangers of smoking in smokers, especially active smokers. Banners containing invitations to stay away from cigarettes also began to be installed. Not only that, since the inauguration of Health Act No.36 of 2009 article 115 which stipulates the Policy of No Smoking Area, there are places that become the target of implementation such as places of worship, public transportation, place of work, place of child play, place of learning process, work place, health service facility, and public place and other area specified. The government also formulates a Memorandum of Understanding between the Ministry of Home Affairs and the Ministry of Health which emphasizes the application of Non-Cigarette Regions, set forth in letter number 188 / MENKES / PB / I / 2011 and number 7 of 2011 on Guidelines for Implementation of Non-Smoking Area. Through Kepmenkes No. 1193 / MENKES / SK / X / 2004 dated October 18, 2004 on the National Policy of Promotion of Health (PromKes) also introduced PHBS or Clean Healthy Living Program in which there are also smoking bans.Seiring its development, the scope of place made Non-Cigarettes become more widespread . Such as housing, rural, settlement, are examples of places that serve as a campaign center. Inspired by the regulation, the innovation of Smoke Free Villages introduced to the citizens of rw 019 Mojosongo Village, helped to control the smoking habit of the citizens.Diffusion of Innovation Smoke-free Village Smoke became the object of research that will be described in this research In this research used the theory of diffusion and adoption of innovation as a reference in the development of research analysis. In addition, qualitative descriptive research method using case study approach. Data collecting technique is done by in-depth interview, direct observation, and archival documentation that can help the research. There are three components in data analysis that used are data reduction, data presentation, and conclusion. Triangulation of data is used as data validity in this research. From the research result of diffusion of Innovation of Smoke Free Village can be channeled to the residents through coordination of RW Chairman, Head of RT, PKK Mothers, and Sibela Community Health Center. Especially the prime mover is Mr. Ismail who actively conducts counseling to his citizens and motivators. Overall citizens have passed the adoption stage of knowledge, persuasion, decision, implementation and confirmation. In this study the adopter is categorized into five categories according to the
timing of acceptance from each individual. Factors that encourage the diffusion process and the adoption of Smoke Free Village is the need of citizens to be free from cigarette smoke that endanger health. While the factors that hamper the process of diffusion and adoption are still many grocery stores and minimarkets in the area of Mojosongo Urban Village who still sell cigarettes freely.
Keywords: Smoke Free Village, Diffusion, Innovation, Smoking
Pendahuluan
Merokok adalah salah satu kebiasaan yang dianggap lumrah dan dirasa
perlu untuk dilakukan oleh masyarakat kebanyakan khususnya pria. Kebiasaan
menghisap tembakau (merokok) ternyata telah dikenal sejak lama di muka bumi
ini. Kaum Indian di Amerika Utara misalnya, sejak dulu dikenal menggunakan
kebiasaan ini sebagai salah satu cara dalam menyambut tamu agung dan biasa
disebut sebagai pipaperdamaian yang seringditemukanpadabuku-bukucerita
Indian, sehingga mereka biasanya menghisap pipa hanya pada kesempatan
khusus, tidak dilakukan setiap hari seperti biasanya orang merokok sekarang ini.
Merokok dianggap sebagai pelengkap kumpul-kumpul atau biasa disebut
juga dengan nongkrong. Tidak hanya orangtua anak-anak pun juga melakukan hal
tersebut. Menurut Global Adult Tobacco Survey in Indonesia pada tahun 2011
menunjukkan sebanyak 56,7% pria dari total keseluruhan 61,4 juta orang dewasa
di Indonesia merupakan perokok aktif, sedangkan untuk wanita menempati porsi
sebesar 1,8%. Perokok aktif tersebut diketahui dari kebiasaan merokok mereka
sehari-hari. Rata-rata perokok pria di Indonesia menghabiskan rokok sebanyak 13
batang per harinya, dan rata-rata mereka mulai merokok pada umur 17 tahun.
Walaupun bisnis rokok memang terlihat menggiurkan, namun sebenarnya
ada bahaya besar yang mengintai prokok di setiap batang rokok yang dikonsumsi.
Badan Litbang Kemenkes pada tahun 2010 menunjukkan bahwa angka kematian
akibat penyakit yang terkait dengan tembakau terjadi sebanyak 190.260 kasus atau
sekitar 12,7% dari seluruh kematian di tahun yang sama.
Setelah banyak sekali penelitian-penelitian yang dikemukakan tentang
bahaya menghisap rokok, sekarang inibanyak orang yang mulai peduli akan
bahaya rokok tersebut dan mulai mengadakan kampanye antirokok, sehingga
banyak para perokok yang menyadari bahaya akibat kebiasaan merokok yang
berpengaruh buruk pada kesehatan. Sejak secara resmi dicanangkannya Peraturan
Pemerintah Nomor 109 Tahun 2012 Tentang PHW (Pictorial Health Warning)
pada 25 Juni 2014, bungkus rokok tak lagi bergambar label dan peringatan bahaya
merokok secara tertulis saja. Melainkan juga terdapat gambar dengan tema
peringatan yang mengacu pada akibat negatif merokok. Gambar tersebut
bermacam-macam, ada yang memperlihatkan bahwa merokok bisa
membahayakan anak karena asap rokok merupakan salah satu polusi udara, ada
yang menggambarkan kanker paru-paru yang parah sehingga paru-paru yang
terdapat di dalam gambar tampak menghitam dan sudah tidak layak, ada juga
gambar berupa kanker nasofaring (tenggorokan) parah hingga leher manusia yang
seharusnya mulus apabila sehat, di dalam gambar tersebut leher penderita terlihat
terkoyak dari dalam dan berlubang.
Tidak hanya itu saja, sejak diresmikannya UU Kesehatan No.36 Tahun 2009
pasal 115 yang menetapkan Kebijakan Kawasan Tanpa Rokok, terdapat tempat-
tempat yang menjadi target pelaksanaan seperti tempat ibadah, angkutan umum,
tempat kerja, tempat anak bermain, tempat proses belajar mengajar, tempat kerja,
fasilitas pelayanan kesehatan, dan tempat umum serta kawasan lain yang
ditetapkan. Pemerintah juga merumuskan MoU (Memorandum Of Understanding)
antara Kementrian Dalam Negeri dan Kementrian Kesehatan yang menekankan
pemberlakuan Kawasan tanpa Rokok, dituangkan dalam surat bernomor
188/MENKES/PB/I/2011 dan nomor 7 Tahun 2011 tentang Pedoman Pelaksanaan
Kawasan Tanpa Rokok. Melalui Kepmenkes No. 1193/MENKES/SK/X/2004
tanggal 18 Oktober 2004 tentang Kebijakan Nasional Promosi Kesehatan
(PromKes) pula dikenalkan PHBS atau Program Hidup Bersih Sehat yang
didalamnya juga terdapat butir larangan merokok.
Hal inilah yang mendorong peneliti untuk meneliti Kampung Bebas Asap
Rokok yang telah dicanangkan di RW 19 Kelurahan Mojosongo, Jebres, Solo.
Karena, peneliti ingin mengetahui bagaimana kebiasaan merokok yang merupakan
tradisi yang bertahan selama beratus-ratus tahun dan telah mengakar di
masyarakat bisa dikurangi dan bahkan mungkin dihilangkan dengan sebuah
gerakan pencanangan untuk terbebas dari kebiasaan tersebut.
Rumusan Masalah
Berdasarkan uraian di atas, maka yang menjadi permasalahan penelitian
adalah:
1. Siapa yang menjadi inovator Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok?
2. Bagaimana peran inovator dalam sosialisasi Kampung Bebas Asap
Rokok?
3. Apakh sajakah faktor pendukung dan penghambat dalam sosialisasi
Inovasi Kampung Bebas asap Rokok?
Tinjauan Pustaka
1. Komunikasi
Secara sederhana, istilah komunikasi didefinisikan sebagai sebuah proses
penyampaian pesan dari sender kepada receiver. John Fiske memberikan definisi
umum tentang komunikasi sebagai “interaksi sosial melalui pesan”. Menurutnya
komunikasi melibatkan tanda (sign) dan kode (codes).Penerimaan tanda / kode /
komunikasi adalah praktik hubungan sosial.
Harold Lasswell memberikan pengertian lain mengenai komunikasi bahwa
“cara yang baik untuk menggambarkan komunikasi adalah dengan menjawab
pertanyaan-pertanyaan berikut) Who Says What In Which Channel To Whom With
What Effect?atau Siapa Mengatakan Apa Dengan Saluran Apa Kepada Siapa
Dengan Pengaruh Bagaimana?” Dari penjelasan Lasswell di atas, dapat kita
pahami bahwa komunikasi adalah sebuah proses penyampaian pesan dari
komunikator kepada komunikan dengan sebuah media tertentu untuk
menimbulkan efek tertentu pula. Berdasarkan definisi Lasswell diatas dapat
diturunkan lima unsur komunikasi yang saling bergantung satu sama lain, yaitu
sebagai berikut:
1. Sumber (source), dalam penelitian ini, sumber yang dimaksud ialah Ketua RT
02 Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres.
2. Pesan, pesan yang hendak disampaikan oleh komunikator ialah mengenai
program-Kampung Bebas Asap Rokok yang merupakan perwujudan dari 16
program PHBS (Perilaku Hidup Bersih dan Sehat) yang merupakan wujud dari
visi Depkes RI yaitu Indonesia Sehat pada tahun 2010 silam.
3. Saluran atau media, saluran yang digunakan dalam menyampaikan pesan
adalah melalui kegiatan sosialisasi yang dilakukan oleh Ketua RT 02
Kelurahan Mojosongo, Kecamatan Jebres.
4. Penerima (receiver), dalam dalam kegiatan komunikasi ini ialah para warga
RW 019.
5. Efek, efek yang diharapkan dapat terwujud dalam proses komunikasi ini ialah
para warga RW 19 seluruhnya dan RT 02 RW 19 pada khususnya dapat
memunculkan keinginan dari diri sendiri untuk mengurangi dan bahkan
menghentikan konsumsi rokok dimanapun dan kapanpun.
Teori Komunikasi: Teori Difusi Inovasi
Teori Difusi Inovasi pertama kali dipopulerkan oleh Everett M. Rogers.
Beliau menulis buku yang diberi judul “Diffusion of Innovations” yang
diterbitkan pada tahun 1962. Rogers yang lahir di Carrol, Iowa pada tahun 1931,
menegaskan bahwa difusi inovasi adalah proses dimana suatu inovasi disebarkan
melalui saluran tertentu dan dalam jangka waktu tertentu diantara para anggota
suatu sistem sosial dalam upaya untuk merubah suatu masyarakat secara terus-
menerus dari suatu kurun waktu ke kurun waktu tertentu. Anggota suatu sistem
sosial tersebut dapat berupa kelompok atau komunitas yang menjadi sasaran atau
obyek inovasi.
1. Elemen Difusi Inovasi
Terdapat 4 elemen pokok yang membentuk sebuah teori difusi inovasi yaitu,
inovasi, saluran komunikasi, jangka waktu, dan sistem sosial.
2. Proses Putusan Inovasi
Pada awalnya Rogers (1983) menerangkan bahwa dalam upaya perubahan
seseorang untuk mengadopsi suatu perilaku yang baru, terjadi berbagai tahapan
pada seseorang tersebut, yaitu:
a. Tahap Awareness (Kesadaran),
b. Tahap Interest (Keinginan),
c. Tahap Evaluation (Evaluasi),
d. Tahap Trial (Mencoba),
e. Tahap Adoption (Adopsi),
Adopter adalah para pelaku yang terlibat di dalam proses difusi inovasi dan
juga adopsi inovasi dengan perannya masing-masing. Rogers mengkategorikan
adopter sebagai berikut:
1. Innovator
2. Early Adopter
3. Early Majority
4. Late Majority
5. Laggard
Adopsi ialah suatu proses di mana seorang individu dikenai sebuah inovasi
baru hingga akhirnya memutuskan untuk menerima atau menolak inovasi tersebut.
Proses adopsi inovasi ini merujuk pada proses yang terjadi di dalam diri para
adopter masing-masing.. Berkaitan dengan proses adopsi inovasi, Rogers
mengemukakan teori “innovation-decision prosess” terdapat lima tahapan seorang
adopter akhirnya memutuskan akan menerima sebuah inovasi atau tidak, yakni
sebagai berikut:
1. Knowledge (Pengetahuan)
2. Persuasion (Persuasi)
3. Decision (Pengambilan Keputusan)
4. Implementation
5. Confirmation (Pemantapan)
Di dalam penelitian ini, kebaruan tersebut terdapat dalam pencanangan
gerakan bebas asap rokok yang dilaksanakan di sebuah kampung di daerah Jebres.
Biasanya gerakan semacam itu hanya terfokus pada penyaluran pesan secara
singkat dan terkesan tidak menetap. Artinya, anjuran atau ajakan yang
disampaikan hanya berupa angin lalu, euforia semata. An active smoker was
defined as a person who currently smoked at least one cigarette a day. Perokok
aktif didefinisikan sebagai orang dengan kebiasaan merokok paling sedikit satu
batang rokok per hari. Inilah yang selalu dilakukan oleh warga yang sekarang ikut
menjadi anggota kampung bebas asap rokok. Sebelumnya mereka aktif
mengkonsumsi rokok tanpa memperhatikan lingkungan sekitar yang terkena
polusi asap rokok mereka.Perokok pasif atau yang disebut dengan secondhand
tobacco smoke (SHS) adalah proses penghisapan asap pembuangan perokok
(pembakaran rokok) atau yang bisa juga disebut dengan environmental tobacco
smoke (ETS).
Metode Penelitian
Penelitian ini menggunakan pendekatan deskriptif kualitatif. Penelitian ini
dilaksanakan di Kelurahan Mojosongo, Jebres, Solo. Pengumpulan data dapat
dilakukan dalam berbagai setting (alami atau buatan), berbagai sumber data
(primer dan sekunder), dan berbagai cara mendapatkan data (observasi,
wawancara, dokumentasi, atau gabungan ketiganya). Setting alami dalam
penelitian ini yaitu tempat dicanangkannya Kampung Bebas Asap Rokok. Sumber
data baik primer maupun sekunder didapatkan dengan gabungan ketiga cara
mendapatkan data kualitatif, yaitu dengan cara observasi, wawancara, maupun
dokumentasi. Selanjutnya, data yang telah diperoleh diolah dengan model analisis
Miles and Huberman yang membandingkan hasil data yang diperoleh dan
membangun konklusi di akhir penelitian.
Sajian Dan Analisis Data
a. Proses Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok
Larangan merokok yang berawal dari program PHBS memunculkan ide
pada Bapak Ismail. Melihat bahwa masyarakatnya masih banyak yang gemar
merokok di sembarang tempat, Bapak Ismail kemudian berkeinginan untuk
membuat sebuah gebrakan. Yaitu ingin membuat wilayahnya bebas asap rokok
dan sekaligus menyukseskan program pemerintah. Disamping itu pengalaman
pahit dengan rokok benar-benar membuat beliau ingin melakukan perubahan.
Deklarasi yang dimaksud Bapak Ismail mempunyai poin-poin penting yang
dilaksanakan segenap warga RT 02 RW 19. Poin-poin tersebut yaitu:
1. Tidak merokok di dalam rumah
2. Tidak menyediakan asbak di dalam rumah
3. Tidak merokok di pertemuan warga
4. Tidak membuang puntung rokok di sembarang tempat
Pada saung terdapat juga himbauan yang ditulis kepada para perokok yang
merokok di dalam saung, yaitu:
1. Silahkan merokok sepuasnya disini, tapi ingatlah selalu kesehatan dan
kebahagiaan keluarga anda
2. Saung ini tempat belajar untuk berhenti merokok, agar anda semakin disayang
keluarga
3. Pastikan selesai merokok, ganti baju dan cuci muka agar keluarga anda
terhindar dari bahaya asap rokok
Saluran Komunikasi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok
Saluran Komunikasi adalah alat atau wahana yang digunakan sumber untuk
menyampaikan pesannya kepada penerima. Pada proses komunikasi, saluran juga
merujuk pada cara penyajian pesan: apakah langsung (tatap-muka) atau lewat
media cetak (surat kabar, majalah) atau media elektronik (radio,televisi). Melalui
tatap muka, masyarakat RW 19 dikenalkan pada inovasi kampung Bebas Asap
Rokok ini. Komunikasi tatap muka yang dilakukan adalah komunikasi kelompok
dan komunikasi antar pribadi.
Bentuk komunikasi kelompok yang digunakan lebih mengutamakan bentuk
komunikasi informal yakni dengan penyampaian yang santai serta di tempat yang
tidak terlalu formal, seperti saung yang dibangun di RT 02 RW 19. Namun, tidak
menutup adanya penyampaian pada acara formal seperti misalkan pertemuan
arisan bapak-bapak atau ibu-ibu.
Jangka Waktu Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok
Dalam penelitian ini, jangka waktu yang dimaksud ialah jangka waktu yang
diperlukan warga untuk mengadopsi inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini.
Warga mulai mengetahui inovasi Kampung Bebas Asap Rokok sejak
pencanangan deklarasi
Di dalam penelitian ini, komunikan atau subyek yang akan diberikan pesan
ialah semua warga yang ada di RT 02 RW 19, khususnya bagi warga yang
merokok. Oleh karenanya dalam penentuan anggota sistem sosial ini warga
berperan sebagai seorang komunikan. Sedangkan komunikator yang berperan
dalam penyampaian pesan di sini ialah Puskesmas Sibela, Ketua RT 02 RW 19,
Ketua PKK RW 19, dan Ketua RW 19. Berperan sebagai inovator yaitu Bapak
Ismail sebagai Ketua RT 02 RW 19, selaku penggerak dan penggagas Kampung
Bebas Asap Rokok.
Proses Adopsi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok
Proses pengambilan keputusan ini juga melewati kelima tahap tersebut.
Berikut adalah identifikasi peran dalam tahap-tahap yang dilalui masyarakat di
Kelurahan Mojosongo khususnya RT 02 RW 19dalam proses pengambilan
keputusan.
1. Pengetahuan
Pengetahuan awal mengenai inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini
telah diberikan melalui acara pencanangan yang dilakukan secara langsung
oleh inovator yakni dari Bapak Ismail, Ketua RT 02 RW 19. Kemudian
diberikan pengetahuan tambahan dari Puskesmas Sibela dan Kelurahan
Mojosongo.
2. Persuasi
Pada tahap persuasi masyarakat berada pada sebuah fase penerimaan atau
penolakan terhadap inovasi yang diperkenalkan. Dalam penelitian ini,
keuntungan dari tersampaikannya inovasi yang disampaikan oleh Bapak Ismail
adalah peningkatan kesehatan jasmani yang dapat dirasakan warga dan juga
menawarkan lingkungan yang bersih dari polusi asap rokok. Sosialisasi dan
pengetahuan tentang bahaya asap rokok terhadap tubuh juga memberikan
kemudahan untuk menjalankan inovasi Kampung Bebas Asap Rokok tersebut.
3. Keputusan
Pada tahapan ini warga telah memutuskan untuk mau menerima inovasi
yang dibawa dan disebarkan oleh Bapak Ismail ataupun memilih untuk tidak
menerimanya.
4. Implementasi
Dalam pengimplementasian inovasi, penyampaian yang sederhana dan
mudah untuk dicerna oleh adopter sangat membantu untuk pemahaman tentang
inovasi tersebut.
5. Konfirmasi
Pada tahap ini, seseorang juga dihadapkan pada penguatan keputusan
yang sebelumnya telah diambil yakni menerima ataupun menolak. Kondisi
yang juga mungkin terjadi ialah di mana seseorang yang sudah mau untuk
menerima inovasi kemudian mengubah keputusannya karena mendapati hal
yang berbeda dengan yang diharapkan ataudiskontinuiansi.
Rogers mengelompokkan adopter ke dalam lima tingkatan sesuai dengan
cepat atau lamanya seseorang mengadopsi inovasi tersebut. Kelima kategori
tersebut ialah (1) innovators, (2) early adopters, (3), early majority (4) late
majority, (5) laggards.
1. Innovators
Yang menjadi inovator dalam inovasi ini tidak lebih dari satu, yaitu Bapak
Ismail sebagai Ketua RT 02 RW 19.
2. Early Adopters
Early Adopter adalah seseorang yang menerima inovasi paling awal. Pada
inovasi ini yang termasuk Early Adopter adalah Bapak Sukirno dan Ibu dr. Nur
Hastuti, Mkes.
3. Late Majority
Late Majority biasanya lebih hati-hati dalam memberikan keputusan untuk
menerima atau menolah inovasi tersebut. Warga-warga tersebut diantaranya
yaitu Bapak Maryono, Bapak Tik Sioe, Bapak Utomo, Bapak Andi Rosyid
Oktavianto, Bapak Lie Khoen Swi, Bapak Anton Suprapto, Bapak Djunaidi,
dan Bapak Paimin Soedjatmoko. Kedelapan narasumber tersebut mempunyai
alasan-alasan yang hampir sama yaitu merasakan manfaat kesehatan yang
meningkat dan udara yang bersih. Mereka yang biasanya batuk-batuk atau
gampang sakit, tidak mempunyai keluhan yang sama setelah menerima inovasi
tersebut.
4. Laggards
Dalam penelitian Kampung Bebas Asap Rokok ini, tidak ada narasumber
yang dapat dikelompokkan ke dalam kategori laggards. Hal ini dikarenakan
semua narsumber bersedia dan menerima setiap peraturan dan himbauan dari
inovasi Kampung Bebas Asap Rokok yang tercantum dalam spanduk deklarasi
dan spanduk saung rokok
Faktor Penunjang dan Penghambat Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok
1. Faktor Penunjang
Terdapat beberapa hal yang membuat para warga di RT 02 RW 19
Kecamatan Jebres, Kelurahan Mojosongo, tertarik dan pada akhirnya mau
untuk mengadopsi inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini. Salah satu faktor
yang membuat warga bersedia untuk menerima inovasi ini adalah karena
manfaat yang diperoleh. Kesehatan yang membaik karena mengikuti inovasi
Kampung Bebas Asap Rokok ini adalah kunci utama banyaknya warga yang
mau mengikuti inovasi ini.
2. Faktor Penghambat
Setelah melakukan observasi, peneliti menemukan, faktor penghambat
proses difusi inovasi. Yaitu, masih banyaknya penjual rokok yang ada di
daerah Mojosongo. Untuk RT 02 RW 19 sendiri, ada tiga minimarket modern
(sejenis Alfamart/Indomaret) yang masih menjual rokok. Tidak hanya itu saja,
ada juga toko-toko kelontong rumahan yang berjumlah kurang lebih 3 toko
yang menjual rokok. Termasuk toko kelontong milik Ketua RW 19 juga masih
menjual rokok.
Dalam prosesnya, warga yang masih aktif merokok memang tidak bisa
langsung berhenti, karena merokok sebelumnya sudah menjadi gaya hidup
mereka. Sehingga kadang-kadang masih ada warga yang mencuri-curi waktu
untuk merokok.
Kesimpulan Dan Saran
Kesimpulan dari penelitian Studi Difusi Inovasi Kampung Bebas Asap
Rokok adalah sebagai berikut:
1. Inovasi kampung Bebas Asap Rokok
Kelurahan Mojosongo terkenal sebagai tempat percontohan di Kota
Surakarta ini. Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini, merupakan program
yang terinspirasi dari salah satu program PHBS (Perilaku Hidup Bersih Sehat)
yakni anjuran untuk berhenti merokok. Adalah Bapak Ismail yang kemudian
mempunyai ide untuk mengembangkan salah satu program tersebut untuk
dijadikan sebuah inovasi baru.
2. Tahapan-tahapan dalam Proses Adopsi Inovasi Kampung Bebas Asap Rokok
Pada penelitian ini juga dikelompokkan beberapa narasumber ke dalam
beberapa kategori adopter. Dari lima belas narasumber yang ada yakni dr. Nur
Hastuti, Mkes, Ismail, Sukirno, Maryono, Tik Sioe, Agus Junaedi, S.H., Iwan
Kadarisman, Utomo, A.MD., Andi Rosyid Oktavianto, Aris Sunardi, Priyo
Dananto, Lie Khoen Swi, Anton Suprapto, Djunaidi, dan Paimin Soedjatmoko
terdapat lima pengkategorian yakni innovators, early adopters, early majority,
late majority, dan laggards.
Faktor penunjang proses difusi inovasi kampung bebas asap rokok adalah
manfaat yang diperoleh yaitu kesehatan yang membaik karena mengikuti
inovasi Kampung Bebas Asap Rokok ini adalah kunci utama banyaknya warga
yang mau mengikuti inovasi ini. Faktor penghambat difusi inovasi kampung
bebas asap rokok adalah masih banyaknya penjual rokok yang ada di daerah
Mojosongo. Untuk RT 02 RW 19 sendiri, ada tiga minimarket modern (sejenis
Alfamart/Indomaret) yang masih menjual rokok. Tidak hanya itu saja, ada juga
toko-toko kelontong rumahan yang berjumlah kurang lebih 3 toko yang
menjual rokok.
Berkaitan dengan simpulan di atas, maka peneliti mengajukan saran- saran
yang dapat dilakukan sebagai berikut:
1. Untuk pemerintah kota dalam hal ini Kelurahan Mojosongo sebagai
pendamping, hendaknya pemerintah untuk menyoroti toko-toko yang masih
menjual rokok di wilayah RW 19 yang menjadi tempat aplikasi Kampung
Bebas Asap Rokok.
2. Untuk para warga dalam pelaksanaan yang lebih berkelanjutan, diharapkan
bisa menjaga diri untuk mematuhi peraturan dan himbauan yang telah
disampaikan sebagai konsekuensi menerima inovasi tersebut.
3. Penelitian lanjutan yang juga mengkaji mengenai proses difusi inovasi
masih sangat dibutuhkan karena masih banyak inovasi dalam pembangunan
di negara ini yang masih harus diteliti prosesnya agar dapat menambah
khasanah ilmu tentang difusi inovasi di Indonesia.
Daftar Pustaka
Arikunto,S. (2006). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Jakarta: PT Rineka Cipta.
Effendy, OE. (1999). Ilmu Komunikasi Teori dan Praktek. Bandung: PT Rosda Karya.
Fiske, J. (2011). Cultural and Communication Studies : Sebuah Pengantar Paling Komprehensif. Yogyakarta: Jalasutra.
Moleong, LJ. (2004). Metode Penelitian Kualitatif. Bandung: Remaja Rosda Karya.
Mulyana, D. (2010). Ilmu Komunikasi Suatu Pengantar. Bandung: PT Remaja Rosda Karya.
Nasution, Z. (2002). Komunikasi pembangunan: Pengenalan Teori dan Penerapannya. Jakarta: RajaGrafindo Persada.
Pawito. (2007). Penelitian Komunikasi Kualitatif. Yogyakarta: PT Lkis Pelangi Aksara.
Rogers, EM. (1983).Diffusions of Innovations. London: The Free Pass.Sugiyono. (2005). Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung: Alfabeta.Susanto, A. (1988). Komunikasi dalam Pembangunan: Komunikasi Teori dan
Praktek Jilid II Pembangunan dan Masalahnya. Jakarta: Bina Cipta.Sutopo, HB. (2006). Metode Penelitian Kualitatif(Dasar teori dan terapannya
dalam penelitian), Surakarta: UNS Press.