cultural environment in airline industry

10
TOPIKAL PAPER Cultural Environment Judul: PENGARUH NILAI-NILAI BUDAYA DAN ETIKA BISNIS MASYARAKAT INDONESIA TERHADAP KINERJA BISNIS ORGANISASI Pengajar: Djoko Suryo, MA., Dr., Prof. Angga Hersyah P. 13/360900/PEK/19178 Eksekutif 27 B PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS UNIVERSITAS GADJAH MADA JAKARTA 2015

Upload: anggahersyahputra

Post on 26-Sep-2015

214 views

Category:

Documents


2 download

DESCRIPTION

Describing business cultural environment in airline industry

TRANSCRIPT

MATERI KULIAHTOPIKAL PAPER

Cultural Environment

Judul:

PENGARUH NILAI-NILAI BUDAYA DAN ETIKA BISNIS MASYARAKAT INDONESIA TERHADAP KINERJA BISNIS ORGANISASI

Pengajar:

Djoko Suryo, MA., Dr., Prof.

Angga Hersyah P.

13/360900/PEK/19178

Eksekutif 27 B

PROGRAM STUDI MAGISTER MANAJEMEN

FAKULTAS EKONOMIKA DAN BISNIS

UNIVERSITAS GADJAH MADA

JAKARTA

2015

I. LATAR BELAKANG

Fenomena globalisasi ekonomi yang terjadi di dunia sejak revolusi industri telah mempengaruhi seluruh aspek kehidupan masyarakat yang mengarah pada perubahan besar dalam hal ekonomi, teknologi dan area-area sosial budaya. Perubahan besar ini memberikan konsekuensi pada setiap organisasi atau masyarakat yang berpartisipasi dalam era globalisasi. Di era globalisasi ini setiap negara makin terhubung satu sama lain, bisnis antar negara dan benua semakin mudah dilakukan dengan hadirnya teknologi mutakhir, politik global dan kesempatan pendidikan antar negara yang dijalin oleh masing-masing pemerintah. Tonggak-tonggak sejarah globalisasi di dunia mulai bermunculan seperti terjadi revolusi industri di Perancis pada tahun 1750 - 1850, munculnya internet dan jaringan kabel optik, berkembangnya pasar ekspor dari Cina, serta jutaan tenaga kerja pasar global dari Cina, India dan Rusia yang menyebar ke segala penjuru dunia. Semua fenomena ini terjadi melalui sumbangsih pelaku-pelaku bisnis melalui aktivitasnya berbisnis antara satu organisasi dengan yang lain, antara satu individu dengan yang lain yang pada akhirnya faktor-faktor budaya dan etika berbisnis yang dimiliki serta dianggap penting oleh satu individu yang mewakili negara tertentu secara langsung mempengaruhi perilaku berbisnis antar individu.

Indonesia adalah negara dengan jumlah populasi terbesar ke-4 di dunia setelah Cina, India dan Amerika Serikat dengan 238 juta jiwa yang tersebar di 17,000 pulau yang dibagi dalam 3 zona waktu, juga merupakan negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Indonesia merupakan salah satu penggerak ekonomi terbesar di Asia Tenggara yang diperkirakan akan menjadi terbesar ke-10 di dunia pada tahun 2030. (Rebrova dan Ondrejova, 2011). Indonesia berhasil bertahan dari krisis ekonomi global yang terjadi di dunia dengan pertumbuhan Produk Domestik Bruto terbesar di Asia yaitu 6.5% di tahun 2011 dan 6.2% di tahun 2012. Pertumbuhan ini mayoritas disumbang oleh sektor konsumsi masyarakat domestik dan pertumbuhan investasi.

Dengan semakin berkembangnya kekuatan ekonomi global di Asia Tenggara, menjadi hal penting untuk memahami dan mendalami latar belakang kontekstual keunikan budaya dan etika bisnis yang dimiliki oleh masing-masing negara untuk nencapai kesuksesan terjalinnya suatu kerjasama atau kesepakatan. Praktek manajemen yang sukses diaplikasikan di negara barat pada masa lampau tidak bisa sepenuhnya diterapkan pada lingkungan budaya di Indonesia khususnya pasca masuknya era globalisasi abad ke-21 (Tsui dalam Gray, 2012). Kompetensi antar budaya menjadi aspek yang kritis untuk meraih kesuksesan bisnis di Indonesia. Aspek budaya dan etika bisnis di Indonesia antara lain dibentuk melalui sejarah kebudayaan kerajaan di pulau Jawa, Sumatrera dan Nusa Tenggara dengan wilayah kekuasaan yang luas, era kolonialisasi oleh Belanda selama 350 tahun serta keragaman suku, ras dan agama yang mempengaruhi politik dan bisnis elit Indonesia selama 2 milenium terakhir.

Keragaman suku, ras dan agama yang dimiliki tiap individu telah membentuk karakter seseorang dalam berpendapat, menyampaikan sudut pandang, menyelesaikan permasalahan, berinteraksi sosial hingga bekerja. Untuk permasalahan yang sama dapat dibahas dari sudut pandang yang berbeda oleh individu yang berbeda. Perbedaan ini dalam sisi negatif menciptakan suatu konflik kepentingan yang dapat menghambat tercapainya tujuan organisasi. Dari sisi positif, keragaman yang ada di masyarakat harus mampu dilihat sebagai suatu kesempatan memperoleh keuntungan bagi organisasi misalnya seorang leader harus memahami tipe-tipe individu yang ada di dalam organisasi dan luar organisasi. Perbedaan kultur tidak hanya terdapat antar suku dan ras, tapi untuk perusahaan multinasional helicopter view perbedaan kultur dinaikkan menjadi antar negara.

II. IDENTIFIKASI MASALAH

Permasalahan yang teridentifikasi dari bahasan yang akan dipaparkan adalah bagaimana mengidentifikasi aspek-aspek budaya dan etika bisnis yang dimiliki dan dipandang penting oleh masyarakat Indonesia dalam menjalankan kesehariannya, secara khusus dalam melakukan interaksi sosial dalam dunia bisnis seperti negosiasi dan komunikasi antar individu intra maupun ekstra organisasi. Tujuannya adalah untuk memahami dan mengendalikan nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia sebagai aspek pendukung organisasi untuk mencapai tujuannya.

III. ANALISA DAN PEMBAHASAN

Definisi Kebudayaan

Kita tidak dapat menghindar dari perubahan lingkungan bisnis yang terus berubah dan mempengaruhi berbagai aspek. Dengan lingkungan budaya menjadi salah satu aspek yang paling berpengaruh. Untuk bisa memahami dan mempengaruhi keinginan pelanggan, satu organisasi harus memahami perbedaan budaya yang ada di sekitarnya. Budaya adalah integrasi gabungan dari sifat, karakter dan perilaku yang dipelajari dan dimiliki oleh individu dalam suatu masyarakat (Terpstra dalam Deari et al, 2008). Atau menurut Morrison (2006), simbol kebudayaan suatu masyarakat dapat berupa bahasa, ritual keagamaan dan kesenian yang memiliki arti tersendiri yang mewakili masyarakat tersebut dan membedakan dengan masyarakat lain. Elemen-elemen kebudayaan menurut Czinkota dalam Deari (2008) antara lain terdiri atas:

Bahasa verbal

Bahasa tubuh

Agama

Nilai dan perilaku

Norma-norma

Elemen materi

Estetika

Institusi sosial

Campbell dan Level (1985) menjelasakan nilai budaya merupakan salah satu alasan penting atas terjadinya kegagalan komunikasi. Mendefinisikan budaya oleh karena itu menjadi penting dalam proses berjalannya suatu bisnis. Seorang leader dalam organisasi perlu untuk memahami perbedaan kebudayaan nasional yang ada dalam lingkungan lintas budaya seperti di Indonesia jika mereka ingin membina hubungan kerjasama yang baik antara individu (Triandis dalam Gray, 2012). Nilai budaya nasional berbeda dengan budaya perusahaan/organisasi atau budaya profesional. Budaya organisasi dibentuk melalui faktor lingkungan mikro, nilai-nilai dan kepercayaan yang secara spesifik ditujukan oleh perusahaan atau organisasi tertentu (Schein dalam Gray, 2012). Sementara budaya profesional diartikan oleh Bloor dan Dawson (1994 dalam Gray, 2012) sebagai penciptaan kelompok yang berhubungan satu sama lain karena profesi yang dimiliki yang melibatkan pengetahuan khusus. Pengetahuan khusus dimiliki oleh orang-orang profesi tertentu yang tidak dimiliki oleh masyarakat lain dengan profesi yang berbeda. Dengan prinsip yang hampir sama maka budaya nasional adalah latar belakang kehidupan, nilai-nilai, kepercayaan dan ritual yang membentuk perilaku suatu masyarakat dalam suatu negara. Walaupun dalam suatu negara, terdiri atas banyak nilai-nilai budaya yang berbeda seperti Indonesia yang memiliki banyak kebudayaan sebut saja budaya Jawa, Sumatera, Sulawesi, Madura, Kalimantan, dll.

Sejarah Politik Indonesia

Nilai-Nilai Budaya yang diwariskan masyarakat Indonesia tidak bisa lepas dari sejarah politik negara yang sudah mengakar. Indonesia telah mengikrarkan demokrasi negara pada tahun 1998 yang menjadikan negara ini sebagai negara demokrasi terbesar ketiga di dunia. Sejarah politik modern Indonesia bermula dari kolonialisasi Belanda dan infrastruktur birokrasi & politik yang terbentuk dan memasyarakat selama 350 tahun lamanya. Belanda dalam hal ini bernama Dutch East Indies diberikan hak monopoli untuk berdagang dan menjalankan kepentingan bisnis di Indonesia sejak tahun 1602 (Rowley & Warner dalam Gray, 2012).

Pada tanggal 17 Agustus 1945 Indonesia mendeklarasikan kemerdekaannya setelah Jepang yang pada saat itu mengambil alih kolonialisme Indonesia dari Belanda menyerah kalah dalam Perang Dunia ke 2. Kemerdekaan ini diprakarsai oleh dua tokoh penting yaitu Soekarno dan Hatta yang kemudian menyusul menjadi presiden dan wakil presiden pertama Indonesia. Kemerdekaan Indonesia melahirkan konstitusi pemerintahan parlemen dengan sosok Presiden sebagai pemegang hak eksekutif Indonesia. Presiden Soekarno pada masa itu berpendapat bahwa demokrasi negara barat tidak sesuai diterapkan di Indonesia. Oleh karena itu dibangunlah filosofi politik Marxism, Nasionalisme dan Islam. Di tahun 1950, pemerintahan Soekarno membangun pemerintahan Demokrasi Terpimpin yang kental dengan prinsip sosialisme dan anti kolonialisme (Lane, 2008)

Pada 30 September 1965 terjadi peristiwa penting yang diprakarsi oleh Komunisme Indonesia dimana tentara komunis menculik dan membunuh 7 pahlawan penting yang kemudian dikenal dengan peristiwa G 30 S PKI atau Kesaktian Pancasila. Peristiwa ini pada masa itu berhasil diatasi oleh militer Indonesia dibawah pimpinan Mayor Jenderal Soeharto. Peristiwa ini diakhiri dengan berakhirnya kepemimpinan Presiden Soekarno dari kekuatan politik tertinggi di Indonesia digantukan oleh Presiden Soeharto. Di era kepresidenan Soeharto, Komunisme dan simpatisannya berhasil diatas dengan cara yang masif dan agresif yang ditandai sebagai revolusi besar di Indonesia dan dikenal dengan era Orde Baru. Transisi kekuasaan dari Soekarno ke Soeharno menghasilkan peningkatan ekonomi melalui masuknya investasi asing dan pembangunan berkelanjutan. Kapitalisme, yang dianggap rendah oleh Soekarno, telah berkembang di masyarakat dengan gaya unik khas Indonesia, terstruktur dan tidak mengadopsi prinsip pasar bebas. (Gray, 2012). Hubungan antar negara dengan negara barat kembali dijalin dan kerjasama yang lebih besar dikembangkan antara pemerintahan Orde Baru Soeharto dengan negara Amerika Serikat. Kepemimpinan Soeharto berperan dalam peningkatan kondisi ekonomi dan kesejahteraan masyarakat Indonesia melalui langkah-langkah politik dan ekonomi strategis.

Menyusul krisis ekonomi yang terjadi di tahun 1997 yang menghancurkan pilar-pilar ekonomi Indonesia seperti penghapusan investasi asing, kehancuran sistem perbankan dan kebangkrutan institusi finansial memunculkan banyak konflik kepercayaan dengan sistem yang selama ini dijalankan oleh Presiden Soeharto. Hasilnya adalah tuntutan masyarakat Indonesia untuk menurunkan Presiden Soeharto dari jabatannya. Runtuhnya era Soeharto menandakan telah lahirnya suatu kekuatan demokrasi politik di Indonesia.

Nilai-Nilai Budaya Masyarakat Indonesia

Walaupun Indonesia terdiri atas banyak suku, ras, agama dan latar belakang budaya yang berbeda namun dapat diidentifikasi perilaku masyarakat Indonesia secara umum dalam melakukan interaksi sosialnya sebagai suatu stereotipe. Berikut adalah beberapa perilaku yang dianggap suatu nilai-nilai dan norma di masyarakat Indonesia yang tidak tertulis.

1. Bahasa Tubuh. Masyarakat Indonesia merupakan masyarakat majemuk yang terbiasa dengan kepadatan dan tidak terlalu memperhatikan semakin berkurangnya ruang gerak fisik di masyarakat. Memberikan ruang gerak pada seseorang melambangkan suatu penghormatan; seorang lelaki tidak akan menyentuh wanita di publik selain melalui jabat tangan; kepala merupakan tempat yang paling terhormat dari seseorang sehingga akan dikatakan tidak sopan jika menyentuh seseorang di bagian kepala; tidak melihat orang terlalu lama ke mata; tidak diperkenankan menyentuh makanan dan memberikan sesuatu kepada orang lain menggunakan tangan kiri.

2. Gaya komunikasi. Masyarakat Indonesia tidak berkomunikasi secara langsung, atau tidak menyampaikan secara tegas maksud yang dikehendaki. Hal ini yang sering disebut dengan basa-basi. Sehingga lawan bicara harus mampu menangkap maksud pembicaraan yang sebenarnya melalui gestur dan bahasa tubuh. Dalam berbicara masyarakat Indonesia menggunakan nada yang rendah, karena penggunaan nada yang tinggi dianggap kasar atau tidak sopan. Ketika menyampaikan ketidaksetujuan pun masyarakat Indonesia menyampaikan dengan halus dan penuh kehati-hatian. Berbicara secara tegas atas ketidaksetujuan terhadap sesuatu juga akan dianggap suatu ketidaksopanan dan pelanggaran norma. Kebanyakan masyarakat Indonesia enggan mengatakan tidak. Ketika mengatakan iya belum tentu mereka memiliki kesamaan pendapat, melainkan untuk menghindari perdebatan. Menyela pembicaraan juga dikategorikan sebagai suatu ketidaksopanan yang dapat menimbulkan permusuhan di masyarakat. Bertemu muka merupakan cara yang paling efektif dalam berbisnis di Indonesia. Jika masyarakat Indonesia mulai menjauhi seseorang atau bersikap dingin kepada seseorang maka ada masalah serius yang terjadi.

3. Pemberian hadiah. Masyarakat tradisional Indonesia sering memberikan makanan dan minuman kepada tamu, hal ini merupakan cerminan dari pentingnya penghargaan dan penghormatan kepada orang yang dikunjungi atau mengunjungi. Ketika mengunjungi suatu rumah, sang pemilik rumah pasti akan menawarkan makan dan minum. Sebagai pengunjung kita harus menerima penawaran itu walaupun mungkin kita sedang tidak ingin makan dan minum karena menolak pemberian akan dianggap tidak sopan. Ketika disediakan makanan dan minuman biasanya tamu belum akan mulai makan dan minum sebelum dipersilahkan sang pemilik rumah. Pemberian hadiah yang dilakukan dalam masyarakat Indonesia belakangan sering dikaitkan dengan reputasi buruk praktek korupsi yang menjadi celaan dan dihindari banyak kalangan. Namun jika ditilik sejarah budaya Indonesia, pemberian hadiah dalam rangka menjalin kerjasama dan hubungan sosial yang baik memang sudah turun temurun dari generasi awal masyarakat tradisional. Hal ini lumrah dilakukan antar keluarga, antara tetangga dan antar relasi. Sebut saja ketika seseorang bepergian ke luar kota untuk waktu yang lama, pada saat kembali ke rumah atau kantor sudah menjadi kewajiban tidak tertulis untuk membawa oleh-oleh. Namun untuk menghindari persepsi yang negatif, untuk kepentingan bisnis pemberian hadiah dibatasi dari nilai, jenis dan waktu pemberian yang diperbolehkan.

4. Etika bisnis. Kesuksesan suatu kerjasama bisnis secara langsung dikatikan pada penilaian atas etika yang menyertai interaksi sosial. Indonesia adalah negara dengan mayoritas masyarakat beragama Islam, sehingga untuk masyarakat non-Muslim tetap menghargai praktek-praktek agama dan hari besar Islam. Sebagai contoh, memberikan hadiah atau menawarkan minuman beralkohol akan dicap menghina dan sebagai suatu yang dilarang karena dalam agama Islam minuman beralkohol dilarang. Masyarakat Indonesia menaruh penghormatan yang lebih kepada orang yang lebih tua. Hirarki ini berlaku di perusahaan dalam hal jabatan. Orang dengan jabatan yang lebih tinggi akan lebih dihormati dan perintahnya akan dituruti. Sebagai timbal balik atas perintah yang dilakukan, bawahan mengharapkan pimpinannya akan melindungi kepentingan mereka yang ada di bawahnya. Ketika bawahan melakukan kesalahan, pimpinan tidak seharusnya menunjukan hal itu di publik karena akan mempengaruhi kepercayaan diri bawahan terkait dan pimpinan pun akan dicap sebagai orang yang tidak memiliki etika dan norma yang santun. Masyarakat Indonesia menggunakan jabatan atau posisi akademis yang dicapai oleh seseorang dalam memanggil nama karena hal ini masih dianggap kehormatan tersendiri oleh masyarakat Indonesia. Misalnya panggilan Professor, Haji, Hajjah dan sebagainya.

Masyarakat Indonesia cenderung enggan untuk terbuka dalam hal penyampaian informasi bisnis seperti pangsa pasar, kondisi perusahaan dan kompetisi yang ada sebelum melakukan pertemuan antar muka. Dan ketepatan waktu masih kurang dianggap penting di Indonesia, karena hubungan kerjasama itu sendirilah yang lebih penting dan itu tidak dipengaruhi oleh ketepatan waktu. Hal ini sangat bertolak belakang dengan budaya barat dan negara-negara asia timur seperti Jepang dan Korea yang menghargai waktu. Seringkali rapat dilakukan tidak sesuai dengan jadwal yang dijanjikan dengan keterlambatan yang mengdepankan alasan kemacetan jalan dan sebagainya. Untuk mencapai suatu keputusan biasanya dibutuhkan beberapa kali pertemuan yang pada budaya barat hal ini tidak terjadi. Terkait dengan pemilihan waktu rapat, masyarakat Indonesia yang mayoritas beragama Islam, sebaiknya memberikan fleksibilitas di waktu-waktu beribadah 5 waktu yang dianut oleh umat Islam. Terutama jika rapat dilakukan hari Jumat, maka pada siang hari peserta rapat diberikan waktu untuk istirahat lebih lama karena adanya ibadah Shalat Jumat.

IV. SIMPULAN

Perbedaan nilai-nilai budaya dan etika bisnis yang terdapat di masyarakat memainkan peran penting dalam praktek bisnis di Indonesia. Bahasa, perilaku dan sopan santun yang berlaku di masyarakat masih dianggap penting dalam interaksi sosial dan bisnis. Dengan memahami nilai-nilai budaya dan etika bisnis yang berlaku di masyarkat diharapkan para pelaku bisnis mampu memformulasikan strategi yang efektif dalam rangka mencapai tujuan organisasi baik yang diukur dalam kinerja finansial maupun kinerja non-finansial. Kesalahan menginterpretasikan perbedaan nilai-nilai budaya dan etika bisnis dapat mengantarkan pada konflik dan kesalahpahaman. Perusahaan yang kurang mengantisipasi hal ini dapat menyebabkan kerugian yang besar dan kegagalan dalam mengelola bisnis dan mengatasi ancaman. Kesalahan yang terjadi akibat salah menginterpretasikan perbedaan nilai-nilai budaya sulit diperbaiki dalam jangka panjang karena mempengaruhi sudut pandang individu dan kesediaan individu untuk melanjutkan kerjasama.

DAFTAR PUSTAKA

Campbell, David P., & Dale Level (1985) A black box model of communication. Journal of Business Communication, 22(3): 37-47

Deari, H. Kimmel, V. Lopez, P. (2008) Effects of Cultural Differences in International Business and Price Negotiations. International Marketing Strategy FE3014 VT-08

Gray, Nathan H. (2012) International Business Negotiators of The Indonesian Archipelago: Identification of Negotiation Styles, Strategies and Behaviours. Thesis for School of Commerce, Division of Business University of South Australia: Australia

Lane, M. (2008) Unfinished nation: Indonesia before and after Suharto. London: Verso

Lee, Cheong-A, Bang, H., Wook Ham J. Lee, Joo Y. An Analysis of Cultural Impact on International Business Performance via Foreign market Entry Mode: Case of South Korean MNCs. Journal of Management and Marketing Research

Morrison, J.M., C.J. Brown & E.V.D.M. Smit (2006) A supportive organisational culture for project management in matrix organisations: A theoretical perspective. South African Journal of Business Management, 37(4): 39-54

Rebrova, S. and Ondrejova, Z. (2011) Indonesian Business Etiquette, Language and Culture.

Silaen, P. Smark, C.J (2006). The Culture System in Dutch Indonesia 1830-1870: How Rawlss Original Position Ethics were Violated. University of Wollongong research journals

PAGE