css meningitis - indra
DESCRIPTION
meningtisTRANSCRIPT
CLINICAL SCIENCE SESSION
-- MENINGITIS --
Disusun oleh:
Oscyavina 1301 – 1208 - 0187
Indra Sandinirwan 1301 – 1208 - 0033
Arief Taufiqurrohman 1301 – 1208 - 0065
Sassi Kala Sabramaniam 1301 – 1208 - 2228
Satya Tamilselvam 1301 – 1208 - 2136
Nadia binti Mohd Sufian 1301 – 1208 - 2205
Wong Yen Yin 1301 – 1208 - 2223
Hemalatha Manusamy 1301 – 1208 - 2157
Antari Nurayban Gitardiana 1301 – 1208 – 0104
Universitas Padjadjaran
Fakultas Kedokteran
Bagian / UPF Ilmu Penyakit Saraf
RS. Dr. Hasan Sadikin
Bandung
I. Definisi
Meningitis (radang selaput otak) adalah infeksi pada cairan serebrospinal (CSF) di dalam
sistem ventrikel disertai radang pada piamater dan arakhnoid, ruang subaraknoid, jaringan
superfisial otak dan medula spinalis yang dapat terjadi secara akut maupun kronis.
II. Klasifikasi
a. Berdasarkan Tipe
Meningitis Purulenta (Bakterialis)
Suatu respon inflamasi terhadap infeksi bakteria yang mengenai piamater dan
arakhnoid yang ditandai dengan peningkatan jumlah sel PMN dalam cairan
serebrospinal dan terbukti adanya bakteri penyebab infeksi dalam cairan
serebrospinal.
Meningitis Serosa
Terjadi apabila pada penderita terdapat gambaran klinis meningitis, tetapi pada
pemeriksaan cairan serebrospinal tidak samai berwarna keruh. Cairan serebrospinal
dapat berwarna kuning, terjadi peningkatan protein dan jumlah sel.
- Meningitis Tuberkulosa
Merupakan peradangan pada selaput otak atau meningen oleh kuman tahan asam
mikobakterium tuberkulosa.
- Meningitis Viral / Aseptik
Suatu penyakit dengan gambaran klinis meningitis, abnormalitas cairan
serebrospinal yang ringan dan bersifat jinak. Inflamasi di leptomeningen
merupakan manifestasi tersering dari meningitis virus di SSP. Biasanya bersifat
self-limited dengan periode penyembuhan 7-10 hari.
- Meningitis Jamur
Merupakan infeksi jamur pada SSP yang dapat timbul tanpa faktor predisposisi
yang jelas, penyakit ini sering merupakan komplikasi dari proses penyakit lain
seperti AIDS, transplantasi organ, luka bakar yang berat, leukimia, limfoma,
proses keganasan lain, diabetes, penyakit vaskuler kolagen, dan pada penggunaan
kortikosteroid jangka panjang.
- Meningitis Sifilitika (Lues SSP)
b. Berdasarkan Onset
Meningitis Akut : onset <24 jam, biasanya penyebab adalah bakteria
Meningitis Subakut : onset 1-7 hari, pasien biasanya memiliki nyeri kepala,
kekakuan leher, demam ringan, dan letargi selama beberapa minggu sebelum datang
ke tempat berobat
Meningitis Kronik : onset >7 hari, gejala neurologi bertahan selama lebih dari 4
minggu dan berhubungan dengan respon inflamasi pada cairan serebrospinal (WBC >
5µL). Penyebab yang paling sering adalah infeksi meningen, keganasan, inflamasi
non infeksius, meningitis karena zat kimia, dan infeksi parameningen.
III. Epidemiologi
a. Meningitis Bakterial
Insidensinya mencapai 3-5 kasus per 100.000 populasi per tahun, dapat terjadi pada
anak-anak dan dewasa. Bakteri yang paling sering menyebabkan meningitis adalah
Neisseria meningitidis, Streptococcus pneumonia, dan Haemophilus influenza tipe B.
b. Meningitis Jamur
Jamur yang paling sering menyebabkan meningitis adalah Cryptococcus neoformans
dan Coccoides immites, sedangkan insidensi infeksi jamur yang disebabkan oleh
Histoplasma capsulatum, Blastomyces dermatitidis, Sporothrix schenckii dan
Candida dilaporkan meningkat. Insidensi meningitis kriptokokal meningkat seiring
dengan meningkatnya insidensi AIDS.
c. Meningitis Viral / Aseptik
Penyebab meningitis viral di dunia meliputi enterovirus, mumps, measles, VZV, dan
HIV. Insidensi menurun sesuai meningkatnya usia, semakin muda usia pasien, risiko
terjadinya meningitis viral semakin meningkat.
Pada neonatus berusia lebih dari 7 hari, enterovirus merupakan etiologi tersering dari
meningitis viral. Insidensi pada setahun pertama kehidupan 20x lebih besar daripada
anak-anak lebih tua dan dewasa.
IV. Etiologi
Bakteri
a. Streptococcus pneumoniae (50%)
Sering terjadi pada orang dewasa berusia di atas 20 tahun dan timbul karena
sebelumnya pasien menderita penyakit sinusitis, otitis media (permasalahan THT).
Berhubungan dengan alkoholisme, penyakit diabetes, hypogammaglobulinemia, dan
juga trauma kepala.
b. Neisseria meningitidis (25%)
Kejadian pada anak-anak dan pada dewasa muda berusia 2-20thn sekitar 60%, paling
sering merupakan penyebaran dari infeksi nasofaring dan juga berhubungan dengan
pasien yang menderita diabetes, sirosis, dan Infeksi Saluran Kemih.
c. Streptococcus group B (15%)
Sering pada neonatus dan frekuensi kejadian meningkat pada individu berusia lebih
dari 50 tahun serta pasien yang memiliki penyakit infeksi streptokokal.
d. Listeria monocytogenes (10%)
Sering pada neonatus berusia kurang dari 1 bulan dan kejadiannya sering terjadi
akibat pasien meminum susu yang terkontaminasi Listeria.
e. Haemophilus influenza type B (<10%)
Terjadi pada anak-anak yang tidak menjalani vaksinasi HiB.
f. Staphylococcus aureus
Sering merupakan akibat dari prosedur bedah saraf (neuro-surgery procedure).
Viral
Sekitar 90% kasus disebabkan oleh enterovirus (coxakievirus, echovirus, poliovirus),
dapat juga disebabkan oleh mumps dan herpervirus. Hampir 30% kasus meningitis viral
terjadi pada individu yang tidak mendapatkan vaksinasi secara sempurna/lengkap.
Fungal
Infeksi meningitis jamur disebabkan oleh antara lain Candida albicans, Histoplasma, dan
Cryptococcus neoformans.
V. Patogenesis dan Patofisiologi
Masuknya agen penyebab (Bakteri, Viral, dan Jamur) ke dalam tubuh dapat melalui:
- Hematogen (infeksi faring, tonsil, endocarditis, dan pneumonia)
- Infeksi paranasal sinus, mastoid
- Trauma kepala terbuka
- Transplasental
Meningitis Tuberkulosa
Mikobakterium tuberkulosa mencapai alveoli dan bermultiplikasi. Pada 2 – 4 minggu
pertama, belum terjadi respon imun sehingga terjadi penyebaran hematogen, organisme
tersebar ke seluruh tubuh. Setelah 2 – 4 minggu terjadinya infeksi, timbul imunitas
seluler terhadap kuman dimana antigen mikobakterium menarik dan mengaktifkan sel-
sel mononuklear dari aliran darah. Organisme akan mati dalam makrofag namun dalam
waktu bersamaan banyak pula makrofag yang mati karena produk toksik antigen,
terbentuklah tuberkel yang terdiri dari makrofag, limfosit, dan sel-sel lain yang
mengelilingi jaringan kaseosa.
Tuberkel yang terbentuk dalam SSP disebut Focus rich. Dalam keadaan imunitas
terganggu, tuberkel dapat membesar, jaringan kaseosa mencair, organisme berproliferasi
dan lesi dapat ruptur. Bila ini terjadi pada SSP akan terjadi meningitis tuberkulosa, fokus
yang terletak pada bagian dalam atau parenkin spinal cord akan membesar membentuk
tuberkuloma atau abses tuberkulus.
Pada meningitis tuberkulosa terbentuk eksudat yang kental dalam ruang subarakhnoid
dan terjadi reaksi inflamasi di ruang subarakhnoid. Secara mikroskopis eksudat terdiri
dari lekosit PMN, sel darah merah, makrofag, dan limfosit. Sejalan progresivitas
penyakit, limfosit akan mendominasi dan dapat dijumpai fibroblas.
Meningitis Bakterialis
Sekitar 40% pasien meningitis bakterialis mempunyai riwayat infeksi saluran
pernafasan yang dapat mengganggu meknisme pertahanan mukosa sehingga
memudahkan timbulnya infeksi oleh organisme. Kolonisasi bakteri di nasofaring
menghasilkan IgA protease yang dapat merusak barier mukosa dan memungkinkan
bakteri menempel pada sel epitel nasofaring. Bakteri akan melewati sel-sel tersebut dan
selanjutnya masuk ke aliran darah.
Saat bakteri di dalam darah, bakteri berhadapan dengan sistem kekebalan tubuh tapi
karena bakteri memiliki kapsul polisakarida yang bersifat antifagosit dan
antikomplemen, maka bakteri dapat masuk ke dalam sistem kapiler SSP. Bakteri
melewati sawar darah otak lalu, mencapai choroids plexus dan menginfeksi sel-sel epitel
choroids plexus sebagai akses masuk ke ruang subarachnoid yang berisi CSF. Bakteri
bermultiplikasi di cairanserebrospinal karena cairan tersebut kurang memiliki pertahanan
seluler (komplemen, antibodi, sel fagosit).
Kerusakan otak terjadi akibat peningkatan reaksi inflamasi yang disebabkan peranan
komponen dinding sel bakteria. Endotoksin (bagian dinding bakteri gram negatif) dan
asam teichoic (bagian dinding bakteri gram positif) akan merangsang sel-sel endotel dan
sel glial melepaskan proinflamatory cytokines: TNF dan IL-1. Selanjutnya terjadi
serangkaian proses inflamasi lanjut sehingga terjadi kerusakan sawar darah otak. Lekosit
dan komplemen mudah masuk ke dalam ruang subarakhnoid disertai masuknya albumin
mengakibatkanedema vasogenik di otak. Lekosit dan mediator-mediator lain akan
menyebabkan trombosis vena dan vaskulitis sehingga dapat pula terjadi iskemik otak dan
terjadi edema sitotoksik pada jaringan otak. Proses inflamasi lebih lanjut akan
menyebabkan gangguan reabsorpsi cairan serebrospinal di granula arakhnoid yang
berakibat meningktakan tekanan intrakranial sehingga timbullah edema interstitial di
otak.
Meningitis Jamur
Faktor yang menyebabkan kondisi klinik ini tidak sepenuhnya diketahui, namun
keterlibatan flora normal di dalam tubuh dan gangguan respon imunologi merupakan hal
yang diduga mendasari terjadinya infeksi ini. Infeksi jamur cenderung terjadi pada pasien
dengan lekopenia, fungsi limfosit T yang tidak adekuat atau antibodi yang jumlahnya
tidak mencukupi. Untuk alasan ini, pasien dengan AIDS sangat mudah mengalami
infeksi jamur.
Meningitis Viral
Virus masuk ke SSP melalui dua jalur yaitu hematogen (tersering) atau melalui
serabut saraf (pada jenis virus tertentu seperti herpervirus dan beberapa enterovirus).
Virus bereplikasi di sitem organ lalu menyebar ke darah. Viremia primer terjadi ke
organ retikuloendotelial. Jika replikasi virus tetap terjadi meskipun sudah ada pertahanan
imunologi maka viremia sekunder akan terjadi. Proses terakhir inilah yang kemudian
dianggap berperan terhadap penyebaran virus ke SSP. Virus mungkin melewati sawar
darah otak langsung di tingkat endotelial kapiler atau melalui defek natural (are postrema
atau daerah lain yang tidak memiliki sawar). Respon inflamasi terlihat dari pleositosis
yaitu PMN meningkat dalam 24-48 jam pertama lalu diikuti peningkatan monosit dan
limfosit.
VI. Manifestasi Klinis dan Diagnosa
a. Trias klasik meningitis: demam, nyeri kepala, dan kaku kuduk
b. Iritasi dan kerusakan saraf kranial: (selubung saraf yang terinflamasi)
- N II : papil edema, kebutaan
- N III, IV, VI : ptosis, defisit lapang pandang, diplopia
- N V : fotofobia
- N VII : paresis facial
- N VIII : ketulian, tinnitus dan vertigo
c. Pusat muntah teriritasi: muntah yang proyektil
d. Kebingungan atau penurunan respons
e. TTIK : nyeri kepala, papil edema, delirium sampai dengan tidak sadar
f. Komplikasi neurologis:
Ventrikulitis, Efusi subdural, Meningitis berulang, Abses otak, Paresis,
Hidrosefalus, Epilepsi
g. Komplikasi non-neurologis :
Artritis, Endokarditis bakterial akut, SIADH, Gangguan koagulasi DIC, Syok.
Demam : Perubahan setting temperatur di hipothalamus akibat sel-sel inflamasi
Kaku kuduk : tanda iritasi meningen karena adanya refleks spasme dari otot-otot
ekstensor leher
Nyeri kepala : akibat perangsangan nociceptor di subdural oleh meningen yang
teriritasi dan vasodilatasi pembuluh darah untuk mendatangkan
banyaknya komponen sel-sel darah
Kernig, Laseque dan Brudzinski sign: tanda iritasi meningen karena radiks yang
mempersarafi otot-otot yang dirangsang terinflamasi.
Meningitis Tuberkulosa
Prodormal : anorexia, penurunan BB, batuk, keringat malam
Stadium I : nyeri kepala, gelisah, anoreksia, demam, gangguan tingkah laku.
Stadium II : gejala TTIK, deficit neurologis fokal (parese N II, IV, VI, VII),
meningismus (hemiparesis, duadraparesis, ataksia, disartria)
Stadium III : demam tinggi, respirasi ireguler, distonia, spoor/koma
Tanda-tanda : adenopati (paling sering servikal), PPD-5TU (+).
Meningitis bakterialis
- tanda neurologis: gangguan kesadaran, kelumpuhan saraf kranial, defisit
neurologis fokal dan kejang
- tanda iritasi meningen: kaku kuduk, Brudzinski, Kernig, Lasique sign
Meningitis meningococcal
- Ditambah ada petekie, rash purpura.
Meningitis viral / aseptik
- Khasnya nyeri kepala frontal atau retro-orbital “grippe-like”, nyeri otot, fotofobia,
mual, muntah tapi tetap sadar dan waspada.
- Infeksi enterovirus dapat diasosikan dengan ruam makulopapulae, vesicular atau
petekial, dan faringitis.
- Infeksi herpesvirus ditemukan riwayat penyakit herpes.
- Infeksi HIV dapat menyebabkan mononucleosis-like syndrome dengan demam,
limfadenopati generalisata, infeksi faring, ruam, malaise, mialgia, arthralgia dan
splenomegali.
Meningitis jamur
- Cryptococcal meningitis tampak sebagai penyakit akut dengan demam, nyeri
kepala dan fotofobia serta penurunan sensoris.
- Coccidiomycosis tampak sebagai penyakit akut dan subakut dengan demam,
mual, muntah dan perubahan mental.
Meningitis sifilitika
Gejala klinis sangat minim dan sering asimtomatik. Pada sebagian penderita, gejala
baru timbul setelah 15-20 tahun kemudian setelah terjadi invasi ke dalam parenkim
otak dan dapat menyerang semua sistem saraf dengan presentasi klinis begitu
bervariasi, ditandai dengan gangguan kepribadian, tingkah laku yang lambat laun
menimbulkan kelumpuhan dinamakan Demensia Paralitika, sering terjadi kebutaan
karena neuritis optika, bila menyerang medulla spinalis dan batang otak, sering terjadi
kelainan pupil mata.
VII.Pemeriksaan Penunjang
Meningitis Tuberkulosa
1. Tes tuberkulin dengan PPD 5TU, membantu penegakan apabila hasil (+)
2. Foto rontgen thoraks: adanya gambaran infiltrat noduler atau milier
3. Pemeriksaan Cairan Serebrospinal (LCS) akan ditemukan: tekanan LCS meningkat
biasanya jernih namun dapa juga xantokrom, konsentrasi protein meningkat sekitar
100-500 mg/dL, jumlah sel mencapai 10-500/mm3 dengan predominan limfosit,
konsentrai glukosa menurun yaitu < 40 mg/dL dan kurang dari 50% glukosa darah,
kultur (+) pada 75% kasus.
4. CT Scan: hidrosefalus, penyengatan meningen setelah pemberian kontras, infark
serebri.
Meningitis Bakterialis
1. Cairan serebrospinal: warna kuning keruh/xantokrom atau purulen, menetes lambat.
Jumlah sel >500 (bahkan bisa mencapai ribuan per mm3). Hitung jenis sel dominan
PMN. Protein meningkat bisa mencapai 5 gr/dL atau lebih. Glukosa nilainya rendah
sekali, selain itu dilakukan juga kultur LCS untuk mengidentifikasi mikroorganisme
penyebab.
2. Dapat juga dilakukan tes serologi dimana kadar IgA dan IgG akan meningkat pada
semua bentuk meningitis namun pada meningitis bakterialis kadar IgM yang paling
meningkat.
3. Pemeriksaan radiologi: foto sinus/tulang tengkorak/petrosus untuk mencari infeksi
primernya, dan juga CT scan kepala.
Meningitis Jamur
1. LCS menunjukkan pleositosis mononuklear dengan jumlah sel 20 – 500 sel/mm3
2. Jumlah lekosit PMN bervariasi, biasanya < 50%. Pada beberapa kasus ditemukan
dominasi PMN terutama infekso oleh Aspergillus sp., Scedosporium sp.,
Blastomyces sp.
3. Pada pasien imunokompromised berat seperti AIDS atau terapi kortikosteroid dosis
tinggi, hitung lekosit cairan serebrospinal sangat rendah (<20sel/mm3) atau normal
4. Konsentrasi protein cairan serebrospinal biasanya meningkat
5. Konsentrasi glukosa cairan serebrospinal sering turun, namun dapat normal
Meningitis Viral
1. Darah: peemeriksaan darah rutin, Na darah, AGD, faktor koagulasi, fungsi hati
2. LCS: pemeriksaan penunjang dalam menegakkan diagnosa, jumlah sel: terjadi
pleositosis dengan predominan MN. Protein meningkat sedikit tapi bisa sampai 200
mg/dL. Gula normal tapi bisa sangat menurun (terjadi hipoglichorrhachia karena
infeksi virus mumps atu LCMV)
3. Tes PCR
VIII. Terapi
Penanganan Meningitis Tuberkulosis
- Perawatan di rumah sakit dengan istirahat di tempat tidur
- Untuk penderita sudah penurunan kesadaran sampai koma, maka diperlukan :
(a) pengawasan saluran pernafasan yangg baik
(b) keseimbangan cairan & elektrolit
(c) kateterisasi urin
(d) perubahan posisi tidur penderita sesering mungkin untuk mencegah dekubitus
- Perawatan pasien tergantung pada hasil temuan LCS: limfositik plesitosis, penurunan
glukosa, dsb.
- Diperlukan diet dengan komposisi protein, karbohidrat, lemak dan mineral yangg
baik. Rekomendasi: diet tinggi kalori tinggi protein dan cairan infus glukosa 5% dua
bagian dengan NaCl 0.9% satu bagian untuk keadaan dehidrasinya.
- Tabel menunjukkan dosis obat anti tuberkulosa secara umum yang dipakai (di
Indonesia) secara harian maupun berkala dan disesuaikan dengan berat badan pasien:
Nama obat Dosis
harian
Dosis berkala
3x
BB <50kg BB >50kg Seminggu
Isoniazid 300 mg 400 mg 600 mg
Rifampin
Pyrazinamid
Streptomysin
Ethambutol
Etionamid
450 mg
1500 mg
750 mg
1000 mg
500 mg
600 mg
2000 mg
1000 mg
1500 mg
750 mg
600 mg
2-3 g
1000 mg
1-1.5 g
-
- Pengobatan tahap intensif adalah dengan paduan RHZE (E). Bila setelah 2 bulan
masih tetap positif maka tahap intensif diperpanjang lagi selama 2-4 minggu dengan 4
macam obat. Pada populasi dengan resistensi primer terhadap INH rendah, tahap
intensif cukup diberikan 3 macam obat saja iaitu RHZ. Hal ini karena secara teoritis
pemberian isoniazid, rifampisin, dan pyrazinamid akan memberikan efek bakterisid
yang terbaik.
- Pengobatan tahap lanjutan adalah dengan paduan 4RH atau 4R3H3. Pasien dengan
tuberculosis berat (meningitis, tuberculosis diseminata, spondilitis dengan gangguan
neurologist), R dan H harus diberikan setiap hari selama 6-7 bulan (6R7H7 atau
7R7H7).
- Pyridoxine (50mg/d) dapat diberikan untuk encegah neuropati
- Dexamethasone menurunkan edema otak, resistensi outflow CSS, produksi sitokin
inflamasi, jumlah leukosit, sehingga proses inflamasi di ruang subarakhnoid
berkurang & meminimalisasi kerusakan sawar darah otak.
- Dexamethasone direkomendasi pada kasus meningitis tuberkulosa apabila ada salah
satu komplikasi di bawah:
(a) penurunan kesadaran
(b) papiledema
(c) defisit neurologic fokal
(d) tekanan pembukaan CSS lebih besar dari 300 mmH2O
Dosisnya adalah 10 mg bolus intravena kemudian 4 x 5 mg intravena selama 2-3
minggu, selanjutnya turunkan perlahan selama 1 bulan.
Management Meningitis Bakterialis
Jika meningitis bakterialis sudah dicurigai maka pengobatan haruslah segera
diberikan walaupun bakteri penyebab masih belum jelas (belum diidentifikasi). Antibiotik
yang diberikan harus dapat menembus sawar cairan serebrospinal, diberikan dalam dosis
yang adekuat serta sensitif terhadap bakteri penyebab (stlh diiidentifikasi).
Pada kasus-kasus dimana organisme penyebab tidak dapat teridentifikasi,
pengetahuan tentang pola resistensi obat akan menentukan pemilihan antibiotika secara
empiris misalnya pada anak-anak (sefalosporin generasi ketiga atau ampisilin beserta
kloramfenikol), pada dewasa (penisilin dan sefalosporin generasi ketiga) dan pada orang
tua (ampisilin dan sefalosporin generasi ketiga).
Pemberian sefalosporin generasi ketiga (seftriakson, sefotaksim) dan kloramfenikol
masih sangat efektif, obat ini diberikan selama minimal 7-10 hari sebaiknya selama 2 minggu
penuh.
Obat Utama Obat Alternatif
Neonatus Ampisilin + Gentamisin
Ampisilin + Seftriakson
Vankomisin + Gentamisin
Bayi dan anak-anak Ampisilin + Kloramfenikol
Ampisilin + Seftriakson Eritromisin + Kloramfenikol
Dewasa Ampisilin + Seftriakson
Infeksi operasi bedah saraf Vankomisin + Seftazidim Vankomisin + Gentamisin
Karena fraktur tengkorak
atau kebocoran LCS Vankomisin + Seftazidim
Ampisilin + Seftazidim
Eritromisin + Kloramfenikol
Keadaan imunosupresi
atau keganasan
Eritrimosin/Vankomisin +
Kloramfenikol
Management Meningitis Jamur
Obat yang sering dipakai pada penanganan menigitis jamur diantaranya:
1. Amfoterisin B untuk terapi infeksi kriptokokal, antifungal spektrum luas.
2. Flusitosin efektif untuk infeksi jamur pada SSP yang disebabkan oleh Candida dan
Cryptococcus sp. Penetrasi ke cairan serebrospinal baik, mencapai 75% konsentrasi
serum. Diberikan sebagai kombinasi dengan Amfoterisin B atau Flukonasol, tidak
diberikan sebagai obat tunggal, mudah terjadi resistensi.
3. Flukanosol Triazol spektrum luas yang digunakan untuk terapi kriptokokal
meningitis dan infeksi Candida. Dapat melalui sawar darah otak dengan mudah dan
memiliki waktu paruh tinggi dalam cairan serebrospinal.
4. Vorikonasol Triasol baru yang mempunyai aktivitas antifungal. Obat pilihan
untuk infeksi Aspergillus, Fusarium, Scedosporium yang sulit diterapi dengan
Amfoterisin.
5. Kombinasi Obat
Dengan tujuan memperbaiki efikasi dan meminimalkan toksisitas
Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral
semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral selama 8-10
minggu lalu dilanjutkan Flukonasol 200 mg/hari per oral, baik untuk infeksi oleh
Cryptococcus neoformans.
Amfoterisin B 0,5 – 0,7 mg/kgBB/hari iv selama 4 minggu diteruskan Flukonasol
400-800 mg/hari per oral seumur hidup untuk infeksi Coociodes immitis.
Amfoterisin B 0,7 mg/kgBB/hari iv + Flusitosin 100 mg/kgBB/hari per oral
semala 2 minggu dilanjutkan Flukonasol 400-800 mg/hari per oral atau iv selama
4-6 minggu untuk infeksi karena Candida Albicans.
Penanganan Meningitis Viral
- Simptomatis dan terapi suportif
- Rawat inap di rumah sakit tidak diperlukan (kecuali pasien yang disertai defisiensi
imunitas humoral, neonatus dengan infeksi berat, dan pasien dengan hasil
pemeriksaan LCS cenderung ke arah infeksi meningitis bakterial)
- Pasien biasanya memilih untuk beristirahat di ruangan yang tenang dan tidak banyak
gangguan, dan juga agak gelap
- Analgesik dapat diberikan untuk mengatasi nyeri kepala dan antipiretik diberikan
untuk menurunkan demam
- Status cairan dan elektrolit harus dimonitor (karena dikhawatirkan terjadi
hiponatremia akibat pelepasan vasopressin yang berlebihan)
- Ulangi tindakan Lumbal Pungsi dengan indikasi sbb:
(a) Demam dan gejala-gejala tidak hilang setelah beberapa hari
(b) Ditemukan adanya pleositosis PMN atau hipoglicorrhachia
(c) Apabila ada keraguan mengenai diagnosa
- Acyclovir oral/IV bermanfaat untuk:
(a) HSV-1 atau -2
(b) Infeksi EBV atau VZV yang parah
- Pasien yang sakit parah dapat diberikan acyclovir IV (30 mg/kgBB dalam 3 dosis
terbagi) selama 7 hari
- Untuk pasien yang tidak terlampau parah:
(a) Oral acyclovir (800 mg, 5x sehari)
(b) Famciclovir (500mg, tid)
(c) Valacyclovir (1000mg, tid) selama satu minggu
- Pasien dengan meningitis HIV harus mendapatkan antiretroviral terapi aktif.
- Pasien dengan meningitis viral dan diketahui memiliki defisiensi imunitas humoral,
sebaiknya diberikan gamma globulin secara IM/IV
- Vaksinasi sangat efektif unutk mencegah terjadinya meningitis yang disebabkan oleh
poliovirus, mumps, dan infeksi measles.
IX. Komplikasi
Neurologis:
Hydrocephalus Vasculitis (parese/plegi, diffuse brain injury, edema) Arachnoiditis Seizure
Non-neurologis
SIADH Pneumonia Thrombophlebitis Urinary tract infection Decubitis Contracture Dehydration Arthritis (direct infection or immune complex deposition) Acute bacteria endocarditis Shock
Tingkat kesadaran dan keparahan penyakit pada admisi awal memiliki korelasi kuat dengan
prognosa pasien. Pasien yang datang dengan Stadium 2 atau 3 Meningitis Tuberkulosa
memiliki sequelae (gejala sisa) yang cukup parah.
X. Prognosis
Tergantung pada agen penyebab yang bersangkutan
Haemophilus influenza: pada umumnya baik, tingkat mortalitas < 5%
Meningococcal meningitis: Onset bertahap dengan prognosis baik. Onset tiba-tiba
prognosis kurang baik. Tingkat mortalitas keseluruhan mendekati 10%.
Pneumococcal meningitis: Onset mungkin saja sangat mendadak, progresif dan
kematian dapat terjadi dalam beberapa jam. Tingkat mortalitas 20%. Prognosis buruk
apabila terdapat koma, seizure, dan hitung jenis yang teramat rendah pada cairan
serebrospinal.
Aseptic meningitis (viral): prognosis sangat baik.
Bacterial meningitis: risiko kematian meningkat apabila..
1. Penurunan tingkat kesadaran sewaktu admission
2. Onset seizure selama 25 jam dari sejak admision
3. Ada tanda-tanda TTIK
4. Usia muda (bayi) atau usia tua (>50tahun)
5. Adanya kondisi komorbiditas termasuk syok dan/atau perlunya pemasangan
mechanical ventilation
6. Keterlambatan dalam penanganan dini