consumer protection of labeling coffee that uses a …
TRANSCRIPT
Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.
Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 │e-ISSN: 2527-8482. Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun
PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENAMAAN MENU KOPI KEKINIAN
YANG MENGGUNAKAN NAMA VARIAN KHAMR
CONSUMER PROTECTION OF LABELING COFFEE THAT USES A VARIANT OF
KHAMR
Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani
Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Jl. RS Fatmawati No. 1 Pondok Labu, Jakarta Selatan, 12450
E-mail: [email protected]; Telp. 021-7656904
Diterima: 20/05/2020; Revisi: 20/11/2020; Disetujui: 30/11/2020.
DOI: https://doi.org/10.24815/kanun.v22i3.16774
ABSTRAK
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perlindungan konsumen terkait dengan
penamaan menu kopi. Sertifikasi halal dalam sistem hukum di Indonesia mempunyai
kedudukan yang sentral, karena termaktub dalam Undang-Undang No. 33 tahun 2014
tentang Jaminan Produk Halal. Perkembangan industri kopi dewasa ini erat dengan style
anak muda. Tren tersebut berdampak pada menjamurnya usaha-usaha yang menyajikan
beragam jenis kopi di masyarakat. Dalam penamaannya, pelaku usaha kopi kekinian
banyak yang mencantumkan nama varian khamr. Kenyataanya, sebagian besar
penamaan varian khamr justru hanya sebatas strategi pemasaran. Pelaku usaha kopi
banyak menggunakan penamaan menu kopi menggunakan nama varian khamr lalu
menyatakan atau mengklaim bahwa produknya halal. Dengan menggunakan metode
penelitian empiris normatif, maka diketahui bahwa Majelis Ulama Indonesia telah
memberlakukan regulasi mengenai sertifikasi halal yang didalamnya mengatur menge-
nai penamaan sebuah produk. Penamaan tersebut meliputi menu kopi kekinian yang
mencantumkan nama varian khamr yang bersebrangan dengan Fatwa DSN MUI No. 4
Tahun 2003 tentang Sertifikasi Fatwa Halal. Dampak dari penggunaan nama varian
khamr pada menu kopi salah satunya adalah pelaku usaha tidak dapat melakukan
sertifikasi halal produknya untuk mendapatkan sertifikat halal.
Kata Kunci: konsumen; kopi; halal.
ABSTRACT
This study aims to analyze consumer protection related to the naming of coffee menus.
Halal certification in Indonesia's legal system is important as stipulated in Law Number
33 of 2014 concerning Guarantee of Halal Products. Nowadays, the progressive
development of coffee industry is closely related to the style of the youth. It’s give an
impact on the increasing number of businesses that serve various kind of coffee. Some
of modern coffee shops use the name of the khamr variant. ‘Labeling khamr variant is
just for marketing strategy, but its claimedas halal product. This is a normative and
empirical researchs. It shows that the Indonesian Ulama Council (MUI) has enacted a
regulation regarding halal certification. This regulation also explained about the
labeling of any kind of coffee which any vanriants of khamr, that is contradicetive ro
Fatwa DSN MUI nomor 4/2003 On Halal Fatwa Certificarion. So, its is impossible to
get halal certificate for any kind of coffe with labeling the khamr variant.
Key Words: consumer, coffee, halal.
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani
478
PENDAHULUAN
Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar sebagai mayoritas.
Berdasarkan data Globalreligiousfutures, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 yang beragama
Islam (muslim) sebanyak 209,12 juta jiwa atau setara 87,2% dari total penduduk yang mencapai
239,89 juta jiwa. Pada 2020, penduduk muslim Indonesia diprediksi akan bertambah menjadi
263,92 juta jiwa dan meningkat menjadi 256,82 juta jiwa pada 2050. Namun, secara persentase
penduduk yang beragama Islam akan menyusut menjadi 86,39%. Secara rinci, presentase penduduk
Indonesia berdasarkan agama yaitu penduduk muslim sebanyak 209,12 juta jiwa atau setara 87,2%,
penduduk nasrani (Kristen) sebanyak 16,5 juta jiwa atau setara dengan 6,9%, penduduk beragama
Katolik sebanyak 6,9 juta jiwa atau setara dengan 2,9%, penduduk beragama Hindu sebanyak 4,0
juta jiwa atau setara dengan 1,7%, penduduk beragama Buddha sebanyak 1,7 juta jiwa atau setara
dengan 0,7% dan penduduk beragama Konghucu sebanyak 1 juta jiwa atau setara dengan 0,05%
dari total penduduk Indonesia (Databoks, 2019).
Salah satu hal yang terkait dengan muslim adalah makanan halal. Halal menurut agama Islam
artinya boleh atau sesuatu yang diperbolehkan. Sehingga yang dimaksud dengan makanan atau
pangan halal sesuai dengan Keputusan Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 adalah pangan yang
tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi oleh umat Islam, dan
pengelolaannya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Masyarakat muslim di Indonesia mulai
menyadari bahwa tidak adanya informasi yang jelas mengenai kehalalan suatu produk menjadi
salah satu alasan masyarakat tidak mempercayai produk tersebut. Peredaran produk makanan,
minuman, obat, kosmetika, dan produk lainnya sebagai hasil dari teknologi pangan, rekayasa
genetika dan iradiasi pangan, saat ini telah merambah ke berbagai pelosok tanah air. Kemajuan
teknologi pangan pada saat ini harus diwaspadai di mana banyak bahan baku dan bahan tambahan
yang digunakan untuk memproduksi suatu makanan olahan. Sebagai contoh, puluhan jenis
ingredients yang diperlukan untuk membuat mie instan, dari mulai terigu, minyak goreng, rempah-
Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.
479
rempah, perisa (flavourings), garam, ekstrak khamir (yeast extract) dan lain-lain. Jika kita tidak
teliti dan selidiki lebih lanjut, salah satu ingredient yaitu perisa (kebanyakan sintetik) ternyata
mengandung juga puluhan bahan penyusun, baik itu dalam bentuk bahan kimia murni atau hasil
suatu reaksi (Masduki, 2015).
Konsumen terbesar bagi pangan dan produk pangan di Indonesia adalah masyarakat muslim.
Mereka memiliki hak konstitusional untuk memperoleh perlindungan hukum terhadap pangan dan
produk lainnya sesuai dengan keyakinan agamanya, sehingga mereka perlu diberi perlindungan
hukum berupa jaminan kehalalan pangan yang dikonsumsi dan produk lain yang digunakan
(Adisasmito, 2008).
Dengan demikian, adanya perlindungan dan pemberian kepastian hukum kepada konsumen
sangat diperlukan. Sebagai negara yang mayoritas beragama Islam, maka perlu adanya perhatian
terhadap produk makanan yang beredar bebas, yaitu bukan hanya memperhatikan dari sisi komposi-
si yang menyehatkan secara medis saja, namun juga perlu diperhatikan bahwa makanan yang dikon-
sumsi tersebut sehat dan halal. Ketika menjalani aktivitas sehari-hari, umat muslim berusaha
menyeimbangkan hal-hal duniawi dengan agama, menghindari tindakan-tindakan yang menyim-
pang dari aturan agama Islam. Syariat Islam mengatur kehidupan manusia agar dapat mewujudkan
kepentingan hidup yang membawa kebaikan dan keberkahan (Sakti, Ramadhani, & Yuli, 2015).
Kemajuan teknologi pangan pada saat ini harus diwaspadai di mana banyak bahan baku dan
bahan tambahan yang digunakan untuk memproduksi suatu makanan olahan. Doktrin halalan
thoyyib (halal dan baik) sangat perlu untuk diinformasikan secara efektif dan operasional kepada
masyarakat disertai dengan tercukupinya sarana dan prasarana. Salah satu sarana penting untuk
mengawal doktrin halalan thayyib adalah dengan hadirnya pranata hukum yang mapan, sentral,
humanis, progresif, akamodatif dan tidak diskriminatif yakni dengan hadirnya Undang- Undang
Jaminan Produk Halal (Hasan, 2014). Pentingnya pemberian perlindungan konsumen oleh
Pemerintah, membuat Pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap Undang-Undang Jaminan
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani
480
Produk Halal. Setelah melewati proses yang panjang akhirnya DPR mengesahkan Undang-Undang
No. 33 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH). Undang-undang tersebut digagas oleh DPR RI
periode tahun 2004-2009 dan kemudian dibahas oleh DPR RI bersama pemerintah pada periode
2009-2014. Yang cukup menarik adalah semua fraksi di DPR yang merupakan perwakilan dan
perpanjangan tangan dari partai politik secara aklamasi memberikan persetujuan terhadap UUJPH.
Pengaturan mengenai jaminan produk halal bukan hanya tersurat dalam UU JPH. Namun,
dalam Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 69 Tahun 2009 tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan
bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah
Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam,
bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau
tulisan halal pada label. Pencantuman keterangan halal atau tulisan “halal” pada label pangan
merupakan kewajiban apabila pihak yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam
wilayah Indonesia menyatakan (mengklaim) bahwa produknya halal bagi umat Islam.
Konsep hukum yang memuat nilai, asas, konsep, dan prinsip dasar pembentukan substansi/
muatan hukum produk halal yang didasarkan pada kebutuhan nyata rakyat Indonesia dalam upaya
meningkatkan taraf hidup, perekonomian dan kebebasan pengamalan nilai-nilai agama serta tidak
semata-mata didasarkan kebutuhan bisnis belaka, apalagi dengan mengorbankan kepentingan
masyarakat konsumen. Kedudukan sertifikasi halal dalam sistem hukum nasional di Indonesia
mempunyai kedudukan yang sentral, karena sertifikasi halal termaktub dalam Undang-Undang No.
33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang secara sistem hukum merupakan bagian dari
sistem hukum, yaitu substansi hukum yang mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum
serata bersifat imperatif. Dan hal ini sebagai upaya perlindungan konsumen dalam hukum Islam
(Putra, 2017). Fatwa halal yang dihasilkan oleh MUI ditaati dan dipatuhi oleh pemerintah dan umat
Islam. Pemerintah mematuhinya seperti tercermin dalam peraturan perundang-undangan yang ada.
Ketaatan pemerintah terhadap fatwa halal MUI terlihat dalam peraturan perundang-undangan yang
Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.
481
berlaku dan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah berkaitan dengan persoalan kehalalan
pangan. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-
Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlin-
dungan Konsumen, dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Dalam “Panduan Sertifikat Halal” yang dikeluarkan Kementerian Agama, dijelaskan bahwa
produk yang halal adalah yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, antara lain:
(a) tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi; (b) tidak mengandung bahan-bahan
yang diharamkan seperti bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran; (c) Semua
bahan yang berasal dari hewan yang disembelih menurut tata cara syariat Islam; (d) semua tempat
penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasi tidak
boleh digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya. Jika pernah digunakan untuk babi
dan/atau barang tidak halal lainnya terdahulu harus dibersihkan dengan tata cara syariat Islam; dan
(e) semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.
Dalam perkembangannya sendiri, industri kopi telah memasuki babak baru, yang mana pada
generasi ketiga terjadi peningkatan kreasi produksi dari kopi dengan ditandainya kemunculan art
coffee, yang menjadikan kopi semakin bernilai tinggi dan mendatangkan antusiasm dari masyarakat.
Hal ini ditandai dengan munculnya kompetisi membuat art coffee sampai kepada pelatihan yang
dilakukan untuk meningkatkan mutu kopi dari petani Indonesia. Selain dari kemunculan art coffee,
generasi ketiga dari kopi juga terjadi akibat dari munculnya single origin coffee, yang menjadikan
nama daerah sebagai varietas unggulan kopi. Bisa dilihat pada penamaan kopi ekspor asal Indonesia
yang memasarkan nama kopi sesuai dengan daerah, seperti Java Coffee, Toraja Coffee, dan Gayo
Coffee.
Melihat pesatnya perkembangan generasi kopi, kopi bukan lagi dilihat sebagai minuman
orangtua, tetapi menjadi trend sendiri dengan menjadikannya sebagai style anak muda, yaitu update
status di media sosial. Hal ini menggamabarkan bahwa dikalangan remaja peminum kopi,
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani
482
karakteristik yang menonjol adalah gaya hidup dan kehidupan sosial mereka. Melihat kepada
perkembangan dan peluang yang ditawarkan teknologi internet melalui sosial media, tidak heran
jika banyak perusahaan startup maupun perusahaan lama yang mulai melirik sosial media sebagai
wadah untuk mengiklankan produk (Alfirahmi, 2019).
Adanya kepastian hukum bagi perlindungan konsumen merupakan salah satu hal yang
didambakan oleh konsumen di Indonesia. Hal tersebut untuk menjamin setiap pemeluk agama
beribadah dan menjalankan agamanya, Negara berkewajiban memberikan perlindungan dan
jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. Jaminan mengenai
produk halal hendaknya dilakukan dengan azas perlindungan, keadilan, kepastian hukum,
akuntabilitas dan transparansi, efektifitas dan efisiensi serta profesionalitas. Oleh karena itu jaminan
penyelenggaraan produk halal bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan
kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan
produk, serta meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual
produk halal.
Pemberlakuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal bertujuan agar pihak konsumen
(masyarakat luas) mendapatkan kepastian hukum terhadap produk makanan dan barang konsumsi
lainnya. Sedangkan bagi pelaku usaha, hadirnya Undang-Undang Jaminan Produk Halal memberi-
kan panduan mengolah, memproses, memproduksi, dan memasarkan produk kepada masyarakat
konsumen, serta membuat informasi produk halal kepada konsumen. Oleh karena itu, perlu adanya
tinjauan lebih lanjut mengenai perlindungan kepada masyarakat berkaitan dengan berkembangnya
pelaku usaha yang memasarkan kopi kekinian yang mencantumkan nama varian khamr dalam
produknya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam penelitian
ini, yang menjadi fokus pembahasan adalah mengenai produk kopi yang dipasarkan pada coffee
shop Kopi Cuan dengan penamaan menu yang mengandung varian khamr namun pelaku usaha
mengklaim bahwa produknya tersebut adalah halal.
Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.
483
Berkaitan dengan hal tersebut, maka tidak terlepas dari Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun
1999 mengenai kewajiban pelaku usaha, dimana salah satu kewajibannya adalah memberikan
informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta
memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Sehingga apabila dikaitkan dengan
fokus pembahasan yaitu penamaan menu pada Kopi Cuan, kiranya pelaku usaha perlu memberikan
informasi yang jelas mengenai kandungan suatu produk tersebut.
Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana
perlindungan terhadap konsumen atas penamaan menu kopi kekinian yang menggunakan nama
varian khamr di Indonesia?
METODE PENELITIAN
Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris normatif, yang berfokus
pada studi kasus penamaan sebuah produk kopi, yang kemudian dianalisa berdasarkan hukum
normatif. Meliputi inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum
dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum dan
sejarah hukum (Muhammad, 2004).
Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yaitu yuridis normatif yang dilakukan
dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder yang akan dikumpulkan serta di analisa
dan diteliti. Adapun sumber data yang dipergunakan data sekunder yang terdiri dari sumber bahan
hukum primer berupa Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,
Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang
Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Kepmen No.
518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal dan
Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 4 Tahun 2003 tentang Sertifikasi
Fatwa Halal. Selanjutnya sumber bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang membahas atau
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani
484
menjelaskan sumber bahan hukum primer yang berupa buku teks, jurnal hukum, majalah hukum
serta berbagai referensi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. Selanjutnya data tersebut
akan diolah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan disajikan dalam bentuk
deskriptif analitis.
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan
tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum
adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik
itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan),
baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.
Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan serta pemberian bantuan untuk
memberikan kesan aman kepada saksi atau korban. Perlindungan hukum sebagai korban kejahatan
merupakan bagian dari perlindungan masyarakat dan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk
seperti pemberian kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum. Philipus M. Hadjon
berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah yang
akan dapat melindungi suatu hal dan hal lainnya. Apabila berkaitan dengan konsumen, berarti
hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan
tidak terpenuhinya hak-hak tersebut (Prasetya & Ariana, 2019).
Dalam suatu negara, pasti terjadi hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hubungan
inilah yang melahirkan hak dan kewajiban. Perlindungan hukum akan menjadi hak bagi warga
negara. Di sisi lain perlindungan hukum menjadi kewajiban bagi negara. Negara wajib memberikan
perlindungan hukum bagi warga negaranya. Indonesia mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum
yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa
Indonesia adalah negara hukum. Ini berarti bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas
Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.
485
hukum. Dengan sendirinya perlindungan hukum menjadi unsur esensial serta menjadi konsekuensi
dalam negara hukum (Tampubolon, 2016).
Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, tercipta suatu hubungan yang saling berkaitan antara
pemberi kebutuhan dengan penikmat kebutuhan. Hubungan tersebut antara lain hubungan antara
produsen dengan konsumen dalam kegiatan perdagangan atau kegiatan produksi dan konsumsi.
Produsen yang dalam istilah lain juga disebut sebagai pelaku usaha, memproduksi barang dan jasa
dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan konsumen merupakan
pihak yang memakai atau menikmati barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen dengan
memberikan sejumlah uang untuk mendapatkannya. Produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha atau
produsen antara lain adalah berupa barang yang berbentuk fisik dan berupa jasa yang merupakan
produk yang tidak terlihat secara fisik namun memungkinkan adanya hubungan atau kepentingan
seorang konsumen dengan produsen. Pada hakikatnya, mengetahui dan mengontrol sendiri barang-
barang yang hendak dikonsumsi adalah tanggung jawab dan kewajiban masing-masing individu,
terlepas dari agama yang dianutnya. Akan tetapi lahirnya berbagai produk olahan inovatif dan
variatif baik berupa makanan, kosmetik dan obat-onatan serta barang gunaan lainnya, akhirnya
menempatkan konsumen berada pada posisi memilih dan memakai sesuai selera tanpa perlu tahu
bahan dan prosesnya (Kahpi, 2018).
Jaminan penyelenggaraan produk halal bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan,
keselamatan dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan
menggunakan produk pangan. Hal ini menjadi penting sebagai bagian dari upaya melindungi
konsumen dari produk-produk pangan yang tidak halal. Secara mendasar, konsumen juga
membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal. Mengingat lemahnya kedudukan
konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang lebih kuat dalam banyak
hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu aktual dan selalu penting untuk di kaji
(Sofie, 2007).
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani
486
Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formil makin terasa
sangat penting, mengingat makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor
penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam
rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya
baik langsung maupun tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan
dampaknya (Susanto, 2008).
Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan
Konsumen, yang dimaksud dengan Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin
adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dalam penjelasan Pasal 2
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, Perlindungan Konsumen dilakukan berdasarkan lima asas yang
relevan dengan pembangunan nasional, yaitu:
a) Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam
penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi
kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.
b) Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara
maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk
memperoleh hak nya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.
c) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan
konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.
d) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas
keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan
pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.
e) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati
hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta
Negara menjamin kepastian hukum.
Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.
487
Bagi konsumen muslim, ketentuan mengenai informasi halal suatu produk pangan merupakan
hal penting, karena menyangkut pelaksanaan syariah, juga menjadi hak konsumen muslim. Jadi,
pemberian sertifikasi halal dan labelisasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan
perlindungan hukum bagi konsumen.
Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 diharapkan dapat memberikan solusi bagi masyarakat
dan dunia usaha dalam rangka perlindungan terhadap konsumen dan sekaligus menjadi payung
hukum berbagai macam jenis produk halal pada produk makanan, minuman, obat, kosmetik, produk
kimia, produk biologi, dan produk rekayasa genetik. Pemerintah yang dimotori oleh Departemen
Agama dan berbagai lembaga masyarakat mendukung sepenuhnya penerapan UUJPH ini. Dengan
diberlakukannya UUJPH ini diharapkan produk-produk Indonesia dapat bersaing. Dalam Pasal 17
Ayat (1) UUJPH menyatakan “Bahan yang digunakan dalam PPH terdiri atas bahan baku, bahan
olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong.” Secara normatif pasal tersebut menyatakan bahwa
ada pengklasifikasian jenis bahan dalam suatu jaminan produk halal. Sementara Undang-undang ini
tidak mengatur mengenai bahan apa saja yang diharamkan dalam proses produksi halal, yang
kemudian dalam Pasal 20 Ayat (3) mengatakan “Bahan yang diharamkan sebagaimana dimaksud
pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan fatwa MUI.”
Fatwa merupakan pertimbangan hukum Islam yang dikeluarkan ulama, baik secara individu
maupun kolektif sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan atau respons terhadap masalah
yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sekalipun kerap dianggap tidak mempunyai
kekuatan hukum mengikat (ghair mulzimah), fatwa mempunyai peranan yang cukup signifikan
dalam memberikan pertimbangan hukum keagamaan kepada masyarakat muslim dari dahulu hingga
sekarang. Dalam konteks masyarakat Indonesia, fatwa-fatwa yang dilahirkan oleh lembaga
keagamaan, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempunyai pengaruh yang tidak kecil
(Sholeh, 2016). Kedudukan fatwa halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada dasarnya sama seperti
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani
488
fatwa ulama pada umumnya, yaitu terkait dengan lembaga yang menghasilkan fatwa tersebut, yaitu
ulama yang tergabung MUI khususnya dalam Komisi Fatwa MUI.
Ketaatan pemerintah terhadap fatwa halal MUI terlihat dalam peraturan perundang-undangan
yang berlaku dan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah berkaitan dengan persolan kehalalan
pangan. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-
Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang
Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.
Dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Pasal 11 ayat (2)
disebutkan bahwa “pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan
pedoman dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Agama dengan memperhatikan pertimbangan
dan saran lembaga keagamaan yang memiliki kompetisi di bidang tersebut.” Dalam penjelasannya
disebutkan bahwa lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan
demikian, MUI diakui sebagai lembaga keagamaan yang berkompeten dalam memutuskan
kehalalan pangan. Maka, fatwanya yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu fatwa halal diakui dan
menjadi rujukan pemerintah (Sopa, 2013).
Menurut International Coffee Organization (ICO), saat ini Indonesia merupakan produsen dan
juga konsumen penting komoditas kopi. Sebagai produsen, Indonesia menempati urutan keempat
setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia, dan sebagai konsumen berada dalam urutan ketujuh. Bagi
masyarakat Indonesia pada umumnya, minum kopi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari
terutama bagi orang-orang tua dan sekarang juga anak-anak muda dan remaja. ICO menunjukkan
pertumbuhan peminum kopi di Indonesia berkembang pesat, lebih daripada pertumbuhan dunia,
yaitu 8% untuk pertumbuhan peminum kopi Indonesia sedangkan pertumbuhan peminum kopi
dunia hanya mencapai 6%. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) menyebutkan
pertumbuhan konsumsi kopi nasional meningkat dari 0,8 kilogram per kapita menjadi 1,3 kilogram
per kapita. Perkembangan industri kopi dunia juga berimbas pada industri kopi Indonesia. Industry
Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.
489
kopi Indonesia mengalami peningkatan pada industri hilir sebagaimana terlihat pada maraknya
kafe-kafe dan kedai kopi dewasa ini (Indonesia, 2017).
Atas nama kreasi, kopi campuran alkohol rupanya banyak diminati masyarakat urban saat ini.
Bahkan ada tambahan dari rum dalam campuran kopi kekinian, peminatnya pun tidak sedikit yang
ingin mencicip kopi dengan campuran alkohol. Menu kopi yang menggunakan nama varian khamr,
kebanyakan dimiliki oleh coffee shop yang nama atau label produknya kurang dikenal oleh
masyarakat, sehingga masyarakat saat ini harus lebih teliti lagi dalam mengkonsumsi kopi dari
coffee shop yang sudah mulai menjamur. Sebagai contoh, Kopi Cuan dalam website nya
kopicuan.com menampilkan berbagai macam menu yang disajikan. Termasuk salah satunya adalah
menu kopi “NGERUM”. Jelas apabila dilihat dari namanya, sekilas dapat disimpulkan bahwa
minuman tersebut mengandung bahan tambahan rum. Namun pada deskripsi produk, terdapat
penjelasan bahwa “Paduan es Kopi Susu dengan rum akan memberikan sensasi rasa yang unik.
Tenang aja, rumnya 0% alcohol dijamin halal!”.
Berdasarkan deskripsi tersebut, bahwa pelaku usaha menjelaskan produk kopi tersebut
mengandung rum namun pelaku usaha menjamin bahwa minuman tersebut halal. Padahal menurut
Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 14 Tahun 2016
tentang Standar Keamanan dan Mutu Minuman Beralkohol, yang dimaksud dengan Rum adalah
minuman beralkohol hasil destilasi dari fermentasi sari tebu, sirup tebu, molase tebu atau produk
tebu lainnya. Dengan standar mutu kadar etanol tidak kurang dari 37,5%, dan kadar methanol.
Terhadap menu kopi dengan tambahan bahan yang mengandung alkohol, Majelis Ulama
Indonesia telah menetapkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman
yang Mengandung Alkohol/ Etanol. Salah satu pedoman dasar dalam menentukan suatu produk
makanan atau minuman haram adalah bila mengandung alcohol 0,5% atau lebih. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa menu kopi kekinian yang mencantumkan varian khamr, khususnya dalam hal
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani
490
ini adalah menu kopi “NGERUM” pada Kopi Cuan adalah haram dan tidak aman untuk dikonsumsi
oleh konsumen muslim.
Selain itu, mengenai penamaan menu kopi kekinian, terdapat beberapa hal yang patut
dijadikan tinjauan secara mendalam, yakni mengenai bahan dan frasa penamaannya. Dalam Fatwa
MUI No. 4 Tahun 2003 sendiri telah mengatur “Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan
nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama
benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan
dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan,
bakpia dan bakpao.”
Secara normatif pasal tersebut telah melarang adanya penamaan produk yang
mengindikasikan simbol-simbol yang mengarah pada nama-nama benda yang diharamkan. Selain
itu juga mengatur bahwa “Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan
nama-nama makanan/ minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer dll.”
Penamaan produk pada menu kopi kekinian yang telah disebutkan diatas memenuhi unsur
penamaan yang dilarang berdasarkan Fatwa MUI No. 4 Tahun 2003 di atas. Dengan adanya Fatwa
MUI tersebut, maka diharapkan pelaku usaha kedai kopi untuk dapat merubah penamaan dan
komposisi yang terkandung di dalamnya. Sebab hal tersebut akan menjadi penghalang ketika pelaku
usaha akan melakukan pendaftaran sertifikasi halal.
SIMPULAN
Sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen muslim atas menu kopi kekinian yang
menggunakan nama varian khamr, berdasarkan Fatwa DSN MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang
Standarisasi Fatwa Halal, kedai kopi yang masih memiliki menu kopi dengan nama varian khamr
belum bisa mendapatkan sertifikasi halal karena harus memenuhi syarat-syarat penggunaan nama
dan bahan sesuai dengan aturan yang tercantum dalam Fatwa DSN MUI Nomor 4 Tahun 2003.
Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.
491
DAFTAR PUSTAKA
Buku-buku
Adisasmito, W. (2008). Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam Labeling Obat dan
Makanan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.
Hasan, S. (2014). Sertifikasi Halal dalam Hukum Positif; Regulasi dan Implementasinya di
Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.
Indonesia. (2017). Buku Peluang Usaha IKM Kopi. Jakarta: Kementerian Perindustrian Republik
Indonesia.
Masduki. (2015). Konstruksi Hukum & Respons Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal.
Yogyakarta: Pustaka Pelajar.
Muhammad, A. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.
Sholeh, M. A. (2016). Metodologi Penerapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia: Penggunaan
Prinsip Pencegahan dalam Fatwa. Jakarta: Emir Cakrawala.
Sofie, Y. (2007). Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Jakarta: Ghalia
Indonesia.
Sopa. (2013). Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia: Studi Atas Fatwa Halal MUI terhadap
Produk Makanan, Obat-Obatan dan Kosmetika. Jakarta: Gaung Persada Press Group (GP
Press).
Susanto, H. (2008). Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visimedia.
Artikel Jurnal
Alfirahmi. (2019). Fenomena Kopi Kekinian di Era 4.0 ditinjau dari Marketing 4.0 dan Teori Uses
and Effect. Jurnal Lugas, 3(1), 24-32.
Kahpi, A. (2018). Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Muslim di Indonesia. Jurisprudentie,
5(1), 47.
Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani
492
Prasetya, I. M., & Ariana, I. G. (2019). Pengaturan Merek Produk Makanan (Berdasarkan Undang-
Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek). Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum, 7(1), 1-
14.
Putra, P. A. (2017). Kedudukan Sertifikasi Halal dalam Sistem Hukum Nasional sebagai Upaya
Perlindungan Konsumen dalam Hukum Islam. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah, 1(1),
150-165.
Sakti, M., Ramadhani, D. A., & Yuli, Y. (2015). Perlindungan Konsumen terhadap Beredarnya
Makanan yang Tidak Bersertifikat Halal. Jurnal Yuridis, 2(1), 62-77.
Tampubolon, W. S. (2016). Upaya Perlindungan Hukum bagi Konsumen ditinjau dari Undang-
Undang Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmiah Advokasi, 4(1), 53-61.
Artikel Online
Databoks. (2019). “Berapa Jumlah Pendudukan Muslim Indonesia?” dikutip dari
https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/24/berapa-jumlah-penduduk-muslim-
indonesia#).
Setiawan, R. R. (2019. “Kopi Kreasi Alkohol, Siasat bagi yang tidak suka pahit”. Dikutip dari
https://www.alinea.id/gaya-hidup/kopi-kreasi-alkohol-siasat-bagi-yang-tidak-suka-pahit-
b1Xj891Xspage=1