consumer protection of labeling coffee that uses a …

16
Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 e-ISSN: 2527-8482. Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENAMAAN MENU KOPI KEKINIAN YANG MENGGUNAKAN NAMA VARIAN KHAMR CONSUMER PROTECTION OF LABELING COFFEE THAT USES A VARIANT OF KHAMR Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Jl. RS Fatmawati No. 1 Pondok Labu, Jakarta Selatan, 12450 E-mail: [email protected]; Telp. 021-7656904 Diterima: 20/05/2020; Revisi: 20/11/2020; Disetujui: 30/11/2020. DOI: https://doi.org/10.24815/kanun.v22i3.16774 ABSTRAK Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perlindungan konsumen terkait dengan penamaan menu kopi. Sertifikasi halal dalam sistem hukum di Indonesia mempunyai kedudukan yang sentral, karena termaktub dalam Undang-Undang No. 33 tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal. Perkembangan industri kopi dewasa ini erat dengan style anak muda. Tren tersebut berdampak pada menjamurnya usaha-usaha yang menyajikan beragam jenis kopi di masyarakat. Dalam penamaannya, pelaku usaha kopi kekinian banyak yang mencantumkan nama varian khamr. Kenyataanya, sebagian besar penamaan varian khamr justru hanya sebatas strategi pemasaran. Pelaku usaha kopi banyak menggunakan penamaan menu kopi menggunakan nama varian khamr lalu menyatakan atau mengklaim bahwa produknya halal. Dengan menggunakan metode penelitian empiris normatif, maka diketahui bahwa Majelis Ulama Indonesia telah memberlakukan regulasi mengenai sertifikasi halal yang didalamnya mengatur menge- nai penamaan sebuah produk. Penamaan tersebut meliputi menu kopi kekinian yang mencantumkan nama varian khamr yang bersebrangan dengan Fatwa DSN MUI No. 4 Tahun 2003 tentang Sertifikasi Fatwa Halal. Dampak dari penggunaan nama varian khamr pada menu kopi salah satunya adalah pelaku usaha tidak dapat melakukan sertifikasi halal produknya untuk mendapatkan sertifikat halal. Kata Kunci: konsumen; kopi; halal. ABSTRACT This study aims to analyze consumer protection related to the naming of coffee menus. Halal certification in Indonesia's legal system is important as stipulated in Law Number 33 of 2014 concerning Guarantee of Halal Products. Nowadays, the progressive development of coffee industry is closely related to the style of the youth. It’s give an impact on the increasing number of businesses that serve various kind of coffee. Some of modern coffee shops use the name of the khamr variant. ‘Labeling khamr variant is just for marketing strategy, but its claimedas halal product. This is a normative and empirical researchs. It shows that the Indonesian Ulama Council (MUI) has enacted a regulation regarding halal certification. This regulation also explained about the labeling of any kind of coffee which any vanriants of khamr, that is contradicetive ro Fatwa DSN MUI nomor 4/2003 On Halal Fatwa Certificarion. So, its is impossible to get halal certificate for any kind of coffe with labeling the khamr variant. Key Words: consumer, coffee, halal.

Upload: others

Post on 04-Oct-2021

2 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.

Kanun: Jurnal Ilmu Hukum. Fakultas Hukum Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. 23111. ISSN: 0854-5499 │e-ISSN: 2527-8482. Open access: http://www.jurnal.unsyiah.ac.id/kanun

PERLINDUNGAN KONSUMEN TERHADAP PENAMAAN MENU KOPI KEKINIAN

YANG MENGGUNAKAN NAMA VARIAN KHAMR

CONSUMER PROTECTION OF LABELING COFFEE THAT USES A VARIANT OF

KHAMR

Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani

Fakultas Hukum Universitas Pembangunan Nasional Veteran Jakarta Jl. RS Fatmawati No. 1 Pondok Labu, Jakarta Selatan, 12450

E-mail: [email protected]; Telp. 021-7656904

Diterima: 20/05/2020; Revisi: 20/11/2020; Disetujui: 30/11/2020.

DOI: https://doi.org/10.24815/kanun.v22i3.16774

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk menganalisa perlindungan konsumen terkait dengan

penamaan menu kopi. Sertifikasi halal dalam sistem hukum di Indonesia mempunyai

kedudukan yang sentral, karena termaktub dalam Undang-Undang No. 33 tahun 2014

tentang Jaminan Produk Halal. Perkembangan industri kopi dewasa ini erat dengan style

anak muda. Tren tersebut berdampak pada menjamurnya usaha-usaha yang menyajikan

beragam jenis kopi di masyarakat. Dalam penamaannya, pelaku usaha kopi kekinian

banyak yang mencantumkan nama varian khamr. Kenyataanya, sebagian besar

penamaan varian khamr justru hanya sebatas strategi pemasaran. Pelaku usaha kopi

banyak menggunakan penamaan menu kopi menggunakan nama varian khamr lalu

menyatakan atau mengklaim bahwa produknya halal. Dengan menggunakan metode

penelitian empiris normatif, maka diketahui bahwa Majelis Ulama Indonesia telah

memberlakukan regulasi mengenai sertifikasi halal yang didalamnya mengatur menge-

nai penamaan sebuah produk. Penamaan tersebut meliputi menu kopi kekinian yang

mencantumkan nama varian khamr yang bersebrangan dengan Fatwa DSN MUI No. 4

Tahun 2003 tentang Sertifikasi Fatwa Halal. Dampak dari penggunaan nama varian

khamr pada menu kopi salah satunya adalah pelaku usaha tidak dapat melakukan

sertifikasi halal produknya untuk mendapatkan sertifikat halal.

Kata Kunci: konsumen; kopi; halal.

ABSTRACT

This study aims to analyze consumer protection related to the naming of coffee menus.

Halal certification in Indonesia's legal system is important as stipulated in Law Number

33 of 2014 concerning Guarantee of Halal Products. Nowadays, the progressive

development of coffee industry is closely related to the style of the youth. It’s give an

impact on the increasing number of businesses that serve various kind of coffee. Some

of modern coffee shops use the name of the khamr variant. ‘Labeling khamr variant is

just for marketing strategy, but its claimedas halal product. This is a normative and

empirical researchs. It shows that the Indonesian Ulama Council (MUI) has enacted a

regulation regarding halal certification. This regulation also explained about the

labeling of any kind of coffee which any vanriants of khamr, that is contradicetive ro

Fatwa DSN MUI nomor 4/2003 On Halal Fatwa Certificarion. So, its is impossible to

get halal certificate for any kind of coffe with labeling the khamr variant.

Key Words: consumer, coffee, halal.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani

478

PENDAHULUAN

Indonesia merupakan negara dengan jumlah penduduk Muslim terbesar sebagai mayoritas.

Berdasarkan data Globalreligiousfutures, jumlah penduduk Indonesia pada 2010 yang beragama

Islam (muslim) sebanyak 209,12 juta jiwa atau setara 87,2% dari total penduduk yang mencapai

239,89 juta jiwa. Pada 2020, penduduk muslim Indonesia diprediksi akan bertambah menjadi

263,92 juta jiwa dan meningkat menjadi 256,82 juta jiwa pada 2050. Namun, secara persentase

penduduk yang beragama Islam akan menyusut menjadi 86,39%. Secara rinci, presentase penduduk

Indonesia berdasarkan agama yaitu penduduk muslim sebanyak 209,12 juta jiwa atau setara 87,2%,

penduduk nasrani (Kristen) sebanyak 16,5 juta jiwa atau setara dengan 6,9%, penduduk beragama

Katolik sebanyak 6,9 juta jiwa atau setara dengan 2,9%, penduduk beragama Hindu sebanyak 4,0

juta jiwa atau setara dengan 1,7%, penduduk beragama Buddha sebanyak 1,7 juta jiwa atau setara

dengan 0,7% dan penduduk beragama Konghucu sebanyak 1 juta jiwa atau setara dengan 0,05%

dari total penduduk Indonesia (Databoks, 2019).

Salah satu hal yang terkait dengan muslim adalah makanan halal. Halal menurut agama Islam

artinya boleh atau sesuatu yang diperbolehkan. Sehingga yang dimaksud dengan makanan atau

pangan halal sesuai dengan Keputusan Menteri Agama No. 518 Tahun 2001 adalah pangan yang

tidak mengandung unsur atau bahan haram atau dilarang untuk dikonsumsi oleh umat Islam, dan

pengelolaannya tidak bertentangan dengan syariat Islam. Masyarakat muslim di Indonesia mulai

menyadari bahwa tidak adanya informasi yang jelas mengenai kehalalan suatu produk menjadi

salah satu alasan masyarakat tidak mempercayai produk tersebut. Peredaran produk makanan,

minuman, obat, kosmetika, dan produk lainnya sebagai hasil dari teknologi pangan, rekayasa

genetika dan iradiasi pangan, saat ini telah merambah ke berbagai pelosok tanah air. Kemajuan

teknologi pangan pada saat ini harus diwaspadai di mana banyak bahan baku dan bahan tambahan

yang digunakan untuk memproduksi suatu makanan olahan. Sebagai contoh, puluhan jenis

ingredients yang diperlukan untuk membuat mie instan, dari mulai terigu, minyak goreng, rempah-

Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.

479

rempah, perisa (flavourings), garam, ekstrak khamir (yeast extract) dan lain-lain. Jika kita tidak

teliti dan selidiki lebih lanjut, salah satu ingredient yaitu perisa (kebanyakan sintetik) ternyata

mengandung juga puluhan bahan penyusun, baik itu dalam bentuk bahan kimia murni atau hasil

suatu reaksi (Masduki, 2015).

Konsumen terbesar bagi pangan dan produk pangan di Indonesia adalah masyarakat muslim.

Mereka memiliki hak konstitusional untuk memperoleh perlindungan hukum terhadap pangan dan

produk lainnya sesuai dengan keyakinan agamanya, sehingga mereka perlu diberi perlindungan

hukum berupa jaminan kehalalan pangan yang dikonsumsi dan produk lain yang digunakan

(Adisasmito, 2008).

Dengan demikian, adanya perlindungan dan pemberian kepastian hukum kepada konsumen

sangat diperlukan. Sebagai negara yang mayoritas beragama Islam, maka perlu adanya perhatian

terhadap produk makanan yang beredar bebas, yaitu bukan hanya memperhatikan dari sisi komposi-

si yang menyehatkan secara medis saja, namun juga perlu diperhatikan bahwa makanan yang dikon-

sumsi tersebut sehat dan halal. Ketika menjalani aktivitas sehari-hari, umat muslim berusaha

menyeimbangkan hal-hal duniawi dengan agama, menghindari tindakan-tindakan yang menyim-

pang dari aturan agama Islam. Syariat Islam mengatur kehidupan manusia agar dapat mewujudkan

kepentingan hidup yang membawa kebaikan dan keberkahan (Sakti, Ramadhani, & Yuli, 2015).

Kemajuan teknologi pangan pada saat ini harus diwaspadai di mana banyak bahan baku dan

bahan tambahan yang digunakan untuk memproduksi suatu makanan olahan. Doktrin halalan

thoyyib (halal dan baik) sangat perlu untuk diinformasikan secara efektif dan operasional kepada

masyarakat disertai dengan tercukupinya sarana dan prasarana. Salah satu sarana penting untuk

mengawal doktrin halalan thayyib adalah dengan hadirnya pranata hukum yang mapan, sentral,

humanis, progresif, akamodatif dan tidak diskriminatif yakni dengan hadirnya Undang- Undang

Jaminan Produk Halal (Hasan, 2014). Pentingnya pemberian perlindungan konsumen oleh

Pemerintah, membuat Pemerintah memberikan perhatian khusus terhadap Undang-Undang Jaminan

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani

480

Produk Halal. Setelah melewati proses yang panjang akhirnya DPR mengesahkan Undang-Undang

No. 33 tentang Jaminan Produk Halal (UUJPH). Undang-undang tersebut digagas oleh DPR RI

periode tahun 2004-2009 dan kemudian dibahas oleh DPR RI bersama pemerintah pada periode

2009-2014. Yang cukup menarik adalah semua fraksi di DPR yang merupakan perwakilan dan

perpanjangan tangan dari partai politik secara aklamasi memberikan persetujuan terhadap UUJPH.

Pengaturan mengenai jaminan produk halal bukan hanya tersurat dalam UU JPH. Namun,

dalam Pasal 10 ayat (1) PP Nomor 69 Tahun 2009 tentang Label dan Iklan Pangan menyatakan

bahwa setiap orang yang memproduksi atau memasukkan pangan yang dikemas ke dalam wilayah

Indonesia untuk diperdagangkan dan menyatakan bahwa pangan tersebut halal bagi umat Islam,

bertanggung jawab atas kebenaran pernyataan tersebut dan wajib mencantumkan keterangan atau

tulisan halal pada label. Pencantuman keterangan halal atau tulisan “halal” pada label pangan

merupakan kewajiban apabila pihak yang memproduksi dan atau memasukkan pangan ke dalam

wilayah Indonesia menyatakan (mengklaim) bahwa produknya halal bagi umat Islam.

Konsep hukum yang memuat nilai, asas, konsep, dan prinsip dasar pembentukan substansi/

muatan hukum produk halal yang didasarkan pada kebutuhan nyata rakyat Indonesia dalam upaya

meningkatkan taraf hidup, perekonomian dan kebebasan pengamalan nilai-nilai agama serta tidak

semata-mata didasarkan kebutuhan bisnis belaka, apalagi dengan mengorbankan kepentingan

masyarakat konsumen. Kedudukan sertifikasi halal dalam sistem hukum nasional di Indonesia

mempunyai kedudukan yang sentral, karena sertifikasi halal termaktub dalam Undang-Undang No.

33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal yang secara sistem hukum merupakan bagian dari

sistem hukum, yaitu substansi hukum yang mempunyai kekuatan hukum dan kepastian hukum

serata bersifat imperatif. Dan hal ini sebagai upaya perlindungan konsumen dalam hukum Islam

(Putra, 2017). Fatwa halal yang dihasilkan oleh MUI ditaati dan dipatuhi oleh pemerintah dan umat

Islam. Pemerintah mematuhinya seperti tercermin dalam peraturan perundang-undangan yang ada.

Ketaatan pemerintah terhadap fatwa halal MUI terlihat dalam peraturan perundang-undangan yang

Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.

481

berlaku dan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah berkaitan dengan persoalan kehalalan

pangan. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-

Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlin-

dungan Konsumen, dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Dalam “Panduan Sertifikat Halal” yang dikeluarkan Kementerian Agama, dijelaskan bahwa

produk yang halal adalah yang memenuhi syarat kehalalan sesuai dengan syariat Islam, antara lain:

(a) tidak mengandung babi dan bahan yang berasal dari babi; (b) tidak mengandung bahan-bahan

yang diharamkan seperti bahan yang berasal dari organ manusia, darah, dan kotoran; (c) Semua

bahan yang berasal dari hewan yang disembelih menurut tata cara syariat Islam; (d) semua tempat

penyimpanan, tempat penjualan, tempat pengolahan, tempat pengelolaan dan transportasi tidak

boleh digunakan untuk babi dan/atau barang tidak halal lainnya. Jika pernah digunakan untuk babi

dan/atau barang tidak halal lainnya terdahulu harus dibersihkan dengan tata cara syariat Islam; dan

(e) semua makanan dan minuman yang tidak mengandung khamar.

Dalam perkembangannya sendiri, industri kopi telah memasuki babak baru, yang mana pada

generasi ketiga terjadi peningkatan kreasi produksi dari kopi dengan ditandainya kemunculan art

coffee, yang menjadikan kopi semakin bernilai tinggi dan mendatangkan antusiasm dari masyarakat.

Hal ini ditandai dengan munculnya kompetisi membuat art coffee sampai kepada pelatihan yang

dilakukan untuk meningkatkan mutu kopi dari petani Indonesia. Selain dari kemunculan art coffee,

generasi ketiga dari kopi juga terjadi akibat dari munculnya single origin coffee, yang menjadikan

nama daerah sebagai varietas unggulan kopi. Bisa dilihat pada penamaan kopi ekspor asal Indonesia

yang memasarkan nama kopi sesuai dengan daerah, seperti Java Coffee, Toraja Coffee, dan Gayo

Coffee.

Melihat pesatnya perkembangan generasi kopi, kopi bukan lagi dilihat sebagai minuman

orangtua, tetapi menjadi trend sendiri dengan menjadikannya sebagai style anak muda, yaitu update

status di media sosial. Hal ini menggamabarkan bahwa dikalangan remaja peminum kopi,

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani

482

karakteristik yang menonjol adalah gaya hidup dan kehidupan sosial mereka. Melihat kepada

perkembangan dan peluang yang ditawarkan teknologi internet melalui sosial media, tidak heran

jika banyak perusahaan startup maupun perusahaan lama yang mulai melirik sosial media sebagai

wadah untuk mengiklankan produk (Alfirahmi, 2019).

Adanya kepastian hukum bagi perlindungan konsumen merupakan salah satu hal yang

didambakan oleh konsumen di Indonesia. Hal tersebut untuk menjamin setiap pemeluk agama

beribadah dan menjalankan agamanya, Negara berkewajiban memberikan perlindungan dan

jaminan tentang kehalalan produk yang dikonsumsi dan digunakan masyarakat. Jaminan mengenai

produk halal hendaknya dilakukan dengan azas perlindungan, keadilan, kepastian hukum,

akuntabilitas dan transparansi, efektifitas dan efisiensi serta profesionalitas. Oleh karena itu jaminan

penyelenggaraan produk halal bertujuan memberikan kenyamanan, keamanan, keselamatan dan

kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan menggunakan

produk, serta meningkatkan nilai tambah bagi pelaku usaha untuk memproduksi dan menjual

produk halal.

Pemberlakuan Undang-Undang Jaminan Produk Halal bertujuan agar pihak konsumen

(masyarakat luas) mendapatkan kepastian hukum terhadap produk makanan dan barang konsumsi

lainnya. Sedangkan bagi pelaku usaha, hadirnya Undang-Undang Jaminan Produk Halal memberi-

kan panduan mengolah, memproses, memproduksi, dan memasarkan produk kepada masyarakat

konsumen, serta membuat informasi produk halal kepada konsumen. Oleh karena itu, perlu adanya

tinjauan lebih lanjut mengenai perlindungan kepada masyarakat berkaitan dengan berkembangnya

pelaku usaha yang memasarkan kopi kekinian yang mencantumkan nama varian khamr dalam

produknya berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku di Indonesia. Dalam penelitian

ini, yang menjadi fokus pembahasan adalah mengenai produk kopi yang dipasarkan pada coffee

shop Kopi Cuan dengan penamaan menu yang mengandung varian khamr namun pelaku usaha

mengklaim bahwa produknya tersebut adalah halal.

Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.

483

Berkaitan dengan hal tersebut, maka tidak terlepas dari Pasal 7 Undang-Undang No. 8 Tahun

1999 mengenai kewajiban pelaku usaha, dimana salah satu kewajibannya adalah memberikan

informasi yang benar, jelas, dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta

memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan. Sehingga apabila dikaitkan dengan

fokus pembahasan yaitu penamaan menu pada Kopi Cuan, kiranya pelaku usaha perlu memberikan

informasi yang jelas mengenai kandungan suatu produk tersebut.

Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah dalam penulisan ini adalah bagaimana

perlindungan terhadap konsumen atas penamaan menu kopi kekinian yang menggunakan nama

varian khamr di Indonesia?

METODE PENELITIAN

Dalam penelitian ini menggunakan jenis penelitian hukum empiris normatif, yang berfokus

pada studi kasus penamaan sebuah produk kopi, yang kemudian dianalisa berdasarkan hukum

normatif. Meliputi inventarisasi hukum positif, asas-asas dan doktrin hukum, penemuan hukum

dalam perkara in concreto, sistematik hukum, taraf sinkronisasi hukum, perbandingan hukum dan

sejarah hukum (Muhammad, 2004).

Penulis menggunakan metode penelitian kepustakaan yaitu yuridis normatif yang dilakukan

dengan cara meneliti bahan pustaka atau bahan sekunder yang akan dikumpulkan serta di analisa

dan diteliti. Adapun sumber data yang dipergunakan data sekunder yang terdiri dari sumber bahan

hukum primer berupa Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,

Undang-Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang

Kesehatan, Peraturan Pemerintah No. 69 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Kepmen No.

518 Tahun 2001 tentang Pedoman dan Tata Cara Pemeriksaan dan Penetapan Pangan Halal dan

Fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia No. 4 Tahun 2003 tentang Sertifikasi

Fatwa Halal. Selanjutnya sumber bahan hukum sekunder, yaitu bahan-bahan yang membahas atau

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani

484

menjelaskan sumber bahan hukum primer yang berupa buku teks, jurnal hukum, majalah hukum

serta berbagai referensi yang berkaitan dengan perlindungan konsumen. Selanjutnya data tersebut

akan diolah dengan menggunakan pendekatan yuridis normatif dan disajikan dalam bentuk

deskriptif analitis.

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

Perlindungan hukum merupakan gambaran dari bekerjanya fungsi hukum untuk mewujudkan

tujuan-tujuan hukum, yakni keadilan, kemanfaatan dan kepastian hukum. Perlindungan hukum

adalah suatu perlindungan yang diberikan kepada subyek hukum sesuai dengan aturan hukum, baik

itu yang bersifat preventif (pencegahan) maupun dalam bentuk yang bersifat represif (pemaksaan),

baik yang secara tertulis maupun tidak tertulis dalam rangka menegakkan peraturan hukum.

Perlindungan hukum adalah segala upaya pemenuhan serta pemberian bantuan untuk

memberikan kesan aman kepada saksi atau korban. Perlindungan hukum sebagai korban kejahatan

merupakan bagian dari perlindungan masyarakat dan dapat diwujudkan dalam berbagai bentuk

seperti pemberian kompensasi, pelayanan medis, dan bantuan hukum. Philipus M. Hadjon

berpendapat bahwa perlindungan hukum adalah kumpulan peraturan-peraturan atau kaidah yang

akan dapat melindungi suatu hal dan hal lainnya. Apabila berkaitan dengan konsumen, berarti

hukum memberikan perlindungan terhadap hak-hak pelanggan dari sesuatu yang mengakibatkan

tidak terpenuhinya hak-hak tersebut (Prasetya & Ariana, 2019).

Dalam suatu negara, pasti terjadi hubungan antara negara dengan warga negaranya. Hubungan

inilah yang melahirkan hak dan kewajiban. Perlindungan hukum akan menjadi hak bagi warga

negara. Di sisi lain perlindungan hukum menjadi kewajiban bagi negara. Negara wajib memberikan

perlindungan hukum bagi warga negaranya. Indonesia mengukuhkan dirinya sebagai negara hukum

yang tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 1 ayat 3 yang menyatakan bahwa

Indonesia adalah negara hukum. Ini berarti bahwa Indonesia adalah negara yang berdasarkan atas

Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.

485

hukum. Dengan sendirinya perlindungan hukum menjadi unsur esensial serta menjadi konsekuensi

dalam negara hukum (Tampubolon, 2016).

Dalam pemenuhan kebutuhan manusia, tercipta suatu hubungan yang saling berkaitan antara

pemberi kebutuhan dengan penikmat kebutuhan. Hubungan tersebut antara lain hubungan antara

produsen dengan konsumen dalam kegiatan perdagangan atau kegiatan produksi dan konsumsi.

Produsen yang dalam istilah lain juga disebut sebagai pelaku usaha, memproduksi barang dan jasa

dengan tujuan mendapatkan keuntungan yang sebesar-besarnya. Sedangkan konsumen merupakan

pihak yang memakai atau menikmati barang atau jasa yang dihasilkan oleh produsen dengan

memberikan sejumlah uang untuk mendapatkannya. Produk yang dihasilkan oleh pelaku usaha atau

produsen antara lain adalah berupa barang yang berbentuk fisik dan berupa jasa yang merupakan

produk yang tidak terlihat secara fisik namun memungkinkan adanya hubungan atau kepentingan

seorang konsumen dengan produsen. Pada hakikatnya, mengetahui dan mengontrol sendiri barang-

barang yang hendak dikonsumsi adalah tanggung jawab dan kewajiban masing-masing individu,

terlepas dari agama yang dianutnya. Akan tetapi lahirnya berbagai produk olahan inovatif dan

variatif baik berupa makanan, kosmetik dan obat-onatan serta barang gunaan lainnya, akhirnya

menempatkan konsumen berada pada posisi memilih dan memakai sesuai selera tanpa perlu tahu

bahan dan prosesnya (Kahpi, 2018).

Jaminan penyelenggaraan produk halal bertujuan untuk memberikan kenyamanan, keamanan,

keselamatan dan kepastian ketersediaan produk halal bagi masyarakat dalam mengkonsumsi dan

menggunakan produk pangan. Hal ini menjadi penting sebagai bagian dari upaya melindungi

konsumen dari produk-produk pangan yang tidak halal. Secara mendasar, konsumen juga

membutuhkan perlindungan hukum yang sifatnya universal. Mengingat lemahnya kedudukan

konsumen pada umumnya dibandingkan dengan kedudukan produsen yang lebih kuat dalam banyak

hal, maka pembahasan perlindungan konsumen akan selalu aktual dan selalu penting untuk di kaji

(Sofie, 2007).

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani

486

Perlindungan terhadap konsumen dipandang secara materiil maupun formil makin terasa

sangat penting, mengingat makin majunya ilmu pengetahuan dan teknologi yang merupakan motor

penggerak bagi produktifitas dan efisiensi produsen atas barang atau jasa yang dihasilkannya dalam

rangka mencapai sasaran usaha. Dalam rangka mengejar dan mencapai kedua hal tersebut, akhirnya

baik langsung maupun tidak langsung, maka konsumenlah yang pada umumnya akan merasakan

dampaknya (Susanto, 2008).

Dalam Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan

Konsumen, yang dimaksud dengan Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin

adanya kepastian hukum untuk memberi perlindungan kepada konsumen. Dalam penjelasan Pasal 2

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999, Perlindungan Konsumen dilakukan berdasarkan lima asas yang

relevan dengan pembangunan nasional, yaitu:

a) Asas manfaat, dimaksudkan untuk mengamanatkan bahwa segala upaya dalam

penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi

kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan.

b) Asas keadilan, dimaksudkan agar partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara

maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk

memperoleh hak nya dan melaksanakan kewajibannya secara adil.

c) Asas keseimbangan dimaksudkan untuk memberikan keseimbangan antara kepentingan

konsumen, pelaku usaha dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual.

d) Asas keamanan dan keselamatan konsumen dimaksudkan untuk memberikan jaminan atas

keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalam penggunaan, pemakaian dan

pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan.

e) Asas kepastian hukum dimaksudkan agar baik pelaku usaha maupun konsumen menaati

hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen, serta

Negara menjamin kepastian hukum.

Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.

487

Bagi konsumen muslim, ketentuan mengenai informasi halal suatu produk pangan merupakan

hal penting, karena menyangkut pelaksanaan syariah, juga menjadi hak konsumen muslim. Jadi,

pemberian sertifikasi halal dan labelisasi halal bertujuan untuk memberikan kepastian hukum dan

perlindungan hukum bagi konsumen.

Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 diharapkan dapat memberikan solusi bagi masyarakat

dan dunia usaha dalam rangka perlindungan terhadap konsumen dan sekaligus menjadi payung

hukum berbagai macam jenis produk halal pada produk makanan, minuman, obat, kosmetik, produk

kimia, produk biologi, dan produk rekayasa genetik. Pemerintah yang dimotori oleh Departemen

Agama dan berbagai lembaga masyarakat mendukung sepenuhnya penerapan UUJPH ini. Dengan

diberlakukannya UUJPH ini diharapkan produk-produk Indonesia dapat bersaing. Dalam Pasal 17

Ayat (1) UUJPH menyatakan “Bahan yang digunakan dalam PPH terdiri atas bahan baku, bahan

olahan, bahan tambahan, dan bahan penolong.” Secara normatif pasal tersebut menyatakan bahwa

ada pengklasifikasian jenis bahan dalam suatu jaminan produk halal. Sementara Undang-undang ini

tidak mengatur mengenai bahan apa saja yang diharamkan dalam proses produksi halal, yang

kemudian dalam Pasal 20 Ayat (3) mengatakan “Bahan yang diharamkan sebagaimana dimaksud

pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Menteri berdasarkan fatwa MUI.”

Fatwa merupakan pertimbangan hukum Islam yang dikeluarkan ulama, baik secara individu

maupun kolektif sebagai jawaban atas pertanyaan yang diajukan atau respons terhadap masalah

yang berkembang di tengah-tengah masyarakat. Sekalipun kerap dianggap tidak mempunyai

kekuatan hukum mengikat (ghair mulzimah), fatwa mempunyai peranan yang cukup signifikan

dalam memberikan pertimbangan hukum keagamaan kepada masyarakat muslim dari dahulu hingga

sekarang. Dalam konteks masyarakat Indonesia, fatwa-fatwa yang dilahirkan oleh lembaga

keagamaan, termasuk Majelis Ulama Indonesia (MUI) mempunyai pengaruh yang tidak kecil

(Sholeh, 2016). Kedudukan fatwa halal Majelis Ulama Indonesia (MUI) pada dasarnya sama seperti

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani

488

fatwa ulama pada umumnya, yaitu terkait dengan lembaga yang menghasilkan fatwa tersebut, yaitu

ulama yang tergabung MUI khususnya dalam Komisi Fatwa MUI.

Ketaatan pemerintah terhadap fatwa halal MUI terlihat dalam peraturan perundang-undangan

yang berlaku dan kebijakan-kebijakan yang dibuat pemerintah berkaitan dengan persolan kehalalan

pangan. Hal ini tercermin dalam Undang-Undang No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, Undang-

Undang No. 18 Tahun 2012 tentang Pangan, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang

Perlindungan Konsumen dan Undang-Undang No. 33 Tahun 2014 tentang Jaminan Produk Halal.

Dalam Peraturan Pemerintah No. 9 Tahun 1999 tentang Label dan Iklan Pangan, Pasal 11 ayat (2)

disebutkan bahwa “pemeriksaan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dilaksanakan berdasarkan

pedoman dan tata cara yang ditetapkan oleh Menteri Agama dengan memperhatikan pertimbangan

dan saran lembaga keagamaan yang memiliki kompetisi di bidang tersebut.” Dalam penjelasannya

disebutkan bahwa lembaga keagamaan dimaksud adalah Majelis Ulama Indonesia (MUI). Dengan

demikian, MUI diakui sebagai lembaga keagamaan yang berkompeten dalam memutuskan

kehalalan pangan. Maka, fatwanya yang berkaitan dengan hal tersebut, yaitu fatwa halal diakui dan

menjadi rujukan pemerintah (Sopa, 2013).

Menurut International Coffee Organization (ICO), saat ini Indonesia merupakan produsen dan

juga konsumen penting komoditas kopi. Sebagai produsen, Indonesia menempati urutan keempat

setelah Brazil, Vietnam dan Kolombia, dan sebagai konsumen berada dalam urutan ketujuh. Bagi

masyarakat Indonesia pada umumnya, minum kopi telah menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari

terutama bagi orang-orang tua dan sekarang juga anak-anak muda dan remaja. ICO menunjukkan

pertumbuhan peminum kopi di Indonesia berkembang pesat, lebih daripada pertumbuhan dunia,

yaitu 8% untuk pertumbuhan peminum kopi Indonesia sedangkan pertumbuhan peminum kopi

dunia hanya mencapai 6%. Asosiasi Eksportir dan Industri Kopi Indonesia (AEKI) menyebutkan

pertumbuhan konsumsi kopi nasional meningkat dari 0,8 kilogram per kapita menjadi 1,3 kilogram

per kapita. Perkembangan industri kopi dunia juga berimbas pada industri kopi Indonesia. Industry

Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.

489

kopi Indonesia mengalami peningkatan pada industri hilir sebagaimana terlihat pada maraknya

kafe-kafe dan kedai kopi dewasa ini (Indonesia, 2017).

Atas nama kreasi, kopi campuran alkohol rupanya banyak diminati masyarakat urban saat ini.

Bahkan ada tambahan dari rum dalam campuran kopi kekinian, peminatnya pun tidak sedikit yang

ingin mencicip kopi dengan campuran alkohol. Menu kopi yang menggunakan nama varian khamr,

kebanyakan dimiliki oleh coffee shop yang nama atau label produknya kurang dikenal oleh

masyarakat, sehingga masyarakat saat ini harus lebih teliti lagi dalam mengkonsumsi kopi dari

coffee shop yang sudah mulai menjamur. Sebagai contoh, Kopi Cuan dalam website nya

kopicuan.com menampilkan berbagai macam menu yang disajikan. Termasuk salah satunya adalah

menu kopi “NGERUM”. Jelas apabila dilihat dari namanya, sekilas dapat disimpulkan bahwa

minuman tersebut mengandung bahan tambahan rum. Namun pada deskripsi produk, terdapat

penjelasan bahwa “Paduan es Kopi Susu dengan rum akan memberikan sensasi rasa yang unik.

Tenang aja, rumnya 0% alcohol dijamin halal!”.

Berdasarkan deskripsi tersebut, bahwa pelaku usaha menjelaskan produk kopi tersebut

mengandung rum namun pelaku usaha menjamin bahwa minuman tersebut halal. Padahal menurut

Peraturan Kepala Badan Pengawas Obat dan Makanan Republik Indonesia No. 14 Tahun 2016

tentang Standar Keamanan dan Mutu Minuman Beralkohol, yang dimaksud dengan Rum adalah

minuman beralkohol hasil destilasi dari fermentasi sari tebu, sirup tebu, molase tebu atau produk

tebu lainnya. Dengan standar mutu kadar etanol tidak kurang dari 37,5%, dan kadar methanol.

Terhadap menu kopi dengan tambahan bahan yang mengandung alkohol, Majelis Ulama

Indonesia telah menetapkan Fatwa Nomor 1 Tahun 2018 tentang Produk Makanan dan Minuman

yang Mengandung Alkohol/ Etanol. Salah satu pedoman dasar dalam menentukan suatu produk

makanan atau minuman haram adalah bila mengandung alcohol 0,5% atau lebih. Sehingga dapat

disimpulkan bahwa menu kopi kekinian yang mencantumkan varian khamr, khususnya dalam hal

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani

490

ini adalah menu kopi “NGERUM” pada Kopi Cuan adalah haram dan tidak aman untuk dikonsumsi

oleh konsumen muslim.

Selain itu, mengenai penamaan menu kopi kekinian, terdapat beberapa hal yang patut

dijadikan tinjauan secara mendalam, yakni mengenai bahan dan frasa penamaannya. Dalam Fatwa

MUI No. 4 Tahun 2003 sendiri telah mengatur “Tidak boleh mengkonsumsi dan menggunakan

nama dan/atau simbol-simbol makanan/minuman yang mengarah kepada nama-nama

benda/binatang yang diharamkan terutama babi dan khamr, kecuali yang telah mentradisi (‘urf) dan

dipastikan tidak mengandung unsur-unsur yang diharamkan seperti nama bakso, bakmi, bakwan,

bakpia dan bakpao.”

Secara normatif pasal tersebut telah melarang adanya penamaan produk yang

mengindikasikan simbol-simbol yang mengarah pada nama-nama benda yang diharamkan. Selain

itu juga mengatur bahwa “Tidak boleh mengkonsumsi makanan/minuman yang menggunakan

nama-nama makanan/ minuman yang diharamkan seperti whisky, brandy, beer dll.”

Penamaan produk pada menu kopi kekinian yang telah disebutkan diatas memenuhi unsur

penamaan yang dilarang berdasarkan Fatwa MUI No. 4 Tahun 2003 di atas. Dengan adanya Fatwa

MUI tersebut, maka diharapkan pelaku usaha kedai kopi untuk dapat merubah penamaan dan

komposisi yang terkandung di dalamnya. Sebab hal tersebut akan menjadi penghalang ketika pelaku

usaha akan melakukan pendaftaran sertifikasi halal.

SIMPULAN

Sebagai bentuk perlindungan kepada konsumen muslim atas menu kopi kekinian yang

menggunakan nama varian khamr, berdasarkan Fatwa DSN MUI Nomor 4 Tahun 2003 tentang

Standarisasi Fatwa Halal, kedai kopi yang masih memiliki menu kopi dengan nama varian khamr

belum bisa mendapatkan sertifikasi halal karena harus memenuhi syarat-syarat penggunaan nama

dan bahan sesuai dengan aturan yang tercantum dalam Fatwa DSN MUI Nomor 4 Tahun 2003.

Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Kanun Jurnal Ilmu Hukum Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492.

491

DAFTAR PUSTAKA

Buku-buku

Adisasmito, W. (2008). Analisis Kebijakan Nasional MUI dan BPOM dalam Labeling Obat dan

Makanan. Depok: Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia.

Hasan, S. (2014). Sertifikasi Halal dalam Hukum Positif; Regulasi dan Implementasinya di

Indonesia. Yogyakarta: Aswaja Pressindo.

Indonesia. (2017). Buku Peluang Usaha IKM Kopi. Jakarta: Kementerian Perindustrian Republik

Indonesia.

Masduki. (2015). Konstruksi Hukum & Respons Masyarakat terhadap Sertifikasi Produk Halal.

Yogyakarta: Pustaka Pelajar.

Muhammad, A. (2004). Hukum dan Penelitian Hukum. Bandung: Citra Aditya Bakti.

Sholeh, M. A. (2016). Metodologi Penerapan Fatwa Majelis Ulama Indonesia: Penggunaan

Prinsip Pencegahan dalam Fatwa. Jakarta: Emir Cakrawala.

Sofie, Y. (2007). Kapita Selekta Hukum Perlindungan Konsumen di Indonesia. Jakarta: Ghalia

Indonesia.

Sopa. (2013). Sertifikasi Halal Majelis Ulama Indonesia: Studi Atas Fatwa Halal MUI terhadap

Produk Makanan, Obat-Obatan dan Kosmetika. Jakarta: Gaung Persada Press Group (GP

Press).

Susanto, H. (2008). Hak-hak Konsumen Jika Dirugikan. Jakarta: Visimedia.

Artikel Jurnal

Alfirahmi. (2019). Fenomena Kopi Kekinian di Era 4.0 ditinjau dari Marketing 4.0 dan Teori Uses

and Effect. Jurnal Lugas, 3(1), 24-32.

Kahpi, A. (2018). Aspek Hukum Perlindungan Konsumen Muslim di Indonesia. Jurisprudentie,

5(1), 47.

Kanun Jurnal Ilmu Hukum Perlindungan Konsumen terhadap Penamaan Menu Kopi Kekinian yang … Vol. 22, No. 3, (Desember, 2020), pp. 477-492. Suryo Hadi Kusumo, Muthia Sakti, Dwi Aryanti Ramadhani

492

Prasetya, I. M., & Ariana, I. G. (2019). Pengaturan Merek Produk Makanan (Berdasarkan Undang-

Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek). Kertha Semaya: Jurnal Ilmu Hukum, 7(1), 1-

14.

Putra, P. A. (2017). Kedudukan Sertifikasi Halal dalam Sistem Hukum Nasional sebagai Upaya

Perlindungan Konsumen dalam Hukum Islam. Jurnal Ekonomi dan Keuangan Syariah, 1(1),

150-165.

Sakti, M., Ramadhani, D. A., & Yuli, Y. (2015). Perlindungan Konsumen terhadap Beredarnya

Makanan yang Tidak Bersertifikat Halal. Jurnal Yuridis, 2(1), 62-77.

Tampubolon, W. S. (2016). Upaya Perlindungan Hukum bagi Konsumen ditinjau dari Undang-

Undang Perlindungan Konsumen. Jurnal Ilmiah Advokasi, 4(1), 53-61.

Artikel Online

Databoks. (2019). “Berapa Jumlah Pendudukan Muslim Indonesia?” dikutip dari

https://databoks.katadata.co.id/datapublish/2019/09/24/berapa-jumlah-penduduk-muslim-

indonesia#).

Setiawan, R. R. (2019. “Kopi Kreasi Alkohol, Siasat bagi yang tidak suka pahit”. Dikutip dari

https://www.alinea.id/gaya-hidup/kopi-kreasi-alkohol-siasat-bagi-yang-tidak-suka-pahit-

b1Xj891Xspage=1