clinical science session hypervolemia

24
CLINICAL SCIENCE SESSION HIPERVOLEMIA DAN OUTCOME PASCA OPERATIF Oleh Ari Fuad Fajri 1301-1211-0509 Dahlia Rahmawati 1301-1211-0537 Preceptor: Ardi Zulfariansyah, dr., SpAn., M.Kes. Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran RSUP Dr. Hasan Sadikin 1

Upload: ari-fuad-fajri

Post on 11-Aug-2015

90 views

Category:

Documents


3 download

DESCRIPTION

Hypervolemia

TRANSCRIPT

Page 1: Clinical Science Session Hypervolemia

CLINICAL SCIENCE SESSION

HIPERVOLEMIA DAN OUTCOME PASCA OPERATIF

Oleh

Ari Fuad Fajri 1301-1211-0509

Dahlia Rahmawati 1301-1211-0537

Preceptor:

Ardi Zulfariansyah, dr., SpAn., M.Kes.

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif

Fakultas Kedokteran Universitas Padjadjaran

RSUP Dr. Hasan Sadikin

Bandung

2013

1

Page 2: Clinical Science Session Hypervolemia

BAB I

ABSTRAK

Kelebihan volume cairan mengacu pada perluasan isotonic dari CES yang disebabkan oleh

retensi air dan natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana mereka

secara normal berada dalam CES.

Penyebab kelebihan volume cairan berhubungan dengan kelebihan cairan biasa atau

penurunan fungsi dari mekanisme homestatis yang bertanggung jawab untuk mengatur

keseimbangan cairan. Faktor-faktor penyebab termasuk gagal jantung kongestif, gagal ginjal dan

sirosis hepar. Pemberian cairan yang mengandung natrium secara berlebihan atau natrium lain akan

meningkatkan kecenderungan kelebihan cairan.

Keseimbangan cairan dan elektrolit melibatkan komposisi dan perpindahan berbagai cairan

tubuh. Cairan tubuh adalah larutan yang terdiri dari air dan zat terlarut. Elektrolit adalah zat kimia

yang menghasilkan partikel-partikel bermuatan listrik yang disebut ion jika berada dalam larutan.

Cairan dan elektrolit masuk kedalam tubuh melalui makanan, minuman dan cairan intravena dan

didistribusikan keseluruh bagian tubuh.

Pemberian cairan yang diberikan untuk pengobatan hipervolemia bertujuan untuk

mengembalikan keseimbangan air, mengatasi ketidakseimbangan elektrolit yang muncul dan

mengatasi serta mengotrol penyebab utamanya. Bila fungsi ginjal masih baik, penggunaan diuretik

untuk ekskresi bisa dipertimbangkan. Manitol (osmotic diuresis) akan menyebabkan pengeluaran

air lebih banyak dibanding natrium. Bila tidak efektif, seperti pasien gagal jantung atau edema paru,

pemilihan diuretik kuat secara IV atau oral bisa dipertimbangkan, misalnya seperti golongan

furosemid. Tentu saja dengan catatan diikuti dengan diet rendah asupan air atau natrium.

2

Page 3: Clinical Science Session Hypervolemia

BAB II

PENDAHULUAN

Salah satu tindakan pengobatan terhadap suatu penyakit yang semakin berkembang dan

rutin dilakukan adalah operatif. Tindakan operatif bukan hanya fokus pada saat tindakan operatif

berlangsung saja, tetapi juga perioperatif dan pasca operatif. Keseimbangan cairan dalam tubuh

pasien defisit ketika perioperatif akibat puasa prabedah, kehilangan cairan yang sering menyertai

penyakit primernya, perdarahan, manipulasi bedah, dan lamanya pembedahan yang mengakibatkan

terjadinya sequesterisasi atau translokasi cairan. Pada periode pasca operatif kadang-kadang

perdarahan dan atau kehilangan cairan masih berlangsung, yang tentu saja memerlukan perhatian

khusus.

Diperlukan kemampuan kompetensi dalam melakukan terapi cairan secara tepat untuk

mengganti defisit pra bedah, selama pembedahan, dan pasca bedah dimana saluran pencernaan

belum berfungsi secara optimal untuk menghindari terjadinya komplikasi akibat kegagalan terapi

cairan.

Salah satu akibat dari kegagalan dari terapi cairan yang ditakutkan adalah Hypervolemia,

yaitu keadaan kelebihan volume cairan di dalam bagian ektraseluler tubuh. Secara garis besar, ada 3

penyebab terjadinya Hipervolemia pasca operatif, yaitunya pemberian asupan cairan IV yang

berlebihan, keadaan fisiologis organ ginjal, jantung, paru, dan terjadinya perpindahan cairan ke

ruang intravaskuler.

Sebagai seorang dokter, selain kompeten dalam menghadapi situasi fisiologis berupa

penanganan terapi cairan normal, tetapi juga harus bisa dalam keadaan patologis yang diluar dugaan

seperti hipervolemia demi keselamatan pasien.

3

Page 4: Clinical Science Session Hypervolemia

Cairan intraseluler 40%

Cairan Tubuh 60%

Cairan ekstraseluler 20%

Plasma darah 5%

Cairan interstisial 15%

BAB III

TINJAUAN PUSTAKA

3.1 Fisiologi Cairan Tubuh

Seluruh cairan tubuh didistribusikan di antara dua kompartemen utama : cairan ekstraseluler

dan cairan intraseluler. Kemudian cairan ekstraseluler dibagi menjadi cairan interstisial dan plasma

darah. Ada juga kompartemen cairan yang kecil yang disebut sebagai cairan transelular.

Kompartemen ini meliputi cairan dalam rongga sinovial, peritoneum, perikardial, dan intratorakal

juga cairan serebrospinal. Cairan transeluler seluruhnya berjumlah sekitar 1 sampai 2 liter.

Distribusi Cairan Tubuh

3.1.1 Cairan Intraseluler1

Sekitar 28 dari 42 liter cairan tubuh ada dalam 75 triliun sel dan keseluruhannya disebut

cairan intraseluler. Jadi cairan intraseluler merupakan 40% dari berat badan total pada pria ”rata-

rata”. Cairan masing-masing sel mengandung campurannya tersendiri dengan berbagai konstituen,

tetapi konsentrasi zat-zat ini cukup mirip antara satu sel dengan sel lainnya.

3.1.2 Cairan Ekstraseluler

a. Plasma Darah

Volume darah normal adalah sekitar 70 ml/kg berat badan pada dewasa dan 85-90 ml/kg

berat badan pada neonatus. Selain komponen sel darah, kompartemen intravaskular mengandung

protein dan ion, dimana yang terbanyak antara lain natrium (138-145 mmol/liter), klorida (97-105

mmol/liter), dan bikarbonat. Kalium hanya terdapat sedikit dalam plasma (3,5-4,5 mmol/liter).

b. Cairan Interstisial

Kompartemen interstisial lebih besar dari kompartemen intravaskular. Secara anatomis

terdapat pada seluruh rongga interstisial tubuh. Jumlah total cairan ekstraseluler (plasma darah dan

interstisial) bervariasi antara 20% sampai 25% dari berat badan pada dewasa dan antara 49%

sampai 50% pada neonatus. Air dan elektrolit dapat bebas berpindah antara darah dan rongga

4

Page 5: Clinical Science Session Hypervolemia

interstisial, dimana memiliki komposisi ionik yang serupa, sedangkan protein plasma tidak dapat

keluar bebas dari intravaskuler kecuali terjadi kerusakan kapiler, seperti pada luka bakar dan syok

septik. Bila terdapat defisit cairan dalam darah atau penurunan cepat dari volume darah, air dan

elektrolit akan keluar dari kompartemen interstisial ke dalam darah untuk mempertahankan volume

sirkulasi.

3.2 Pasca Bedah

Pengaruh hormonal yang masih menetap beberapa hari pasca bedah dan mempengaruhi

keseimbangan air dan elektrolit tubuh harus diperhatikan dalam menentukan terapai cairan tersebut.

Bila penderita sudah dapat atau boleh minum secepatnya diberikan per oral. Apabila

penderita tidak dapat atau tidak boleh per oral, maka pemberian secara per enteral dilanjutkan. Air

diberikan sesuai dengan pengeluaran yang ada (urin + insensible loss).

Masuknya kembali cairan dari ruang ketiga dan interstisial ke dalam cairan ekstrasel yang

berfungsi terjadi secara bertahap dalam 5-6 hari dan pada penderita tanpa gangguan fungsi jantung

dan ginjal, hal ini tidak mempengaruhi keseimbangan air dan elektrolit.

Pemberian natrium pada hari pertama pasca bedah dalam jumlah yang kebih rendah dari

kebutuhan pemeliharaan, beralasan karena walaupun pengaruh hormonal menyebabkan terjadinya

retensi natrium, tetapi retensi air lebih banyak terjadi. Pasca bedah lebih sering dijumpai keadaan

hiponatremi, yang akan kembali normal dengan hanya membatasi pemberian (Intake cairan saja).

Kalium sebaiknya diberiakn pada hari kedua pasca bedah.

Pada bayi dan anak, kebutuhan pemeliharaan ditambah karena bertambahnya insensible loss

yang dapat mencapai 3-4 ml/kgBB/jam. Kiranya perlu diingat akan bahaya-bahayadari terapi cairan

itu sendiri, antara lain kontaminasi mikroorganisme, iritasi pembuluh darah, dan yang paling

berbahaya adalah pemberian yang berlebihan yang dapat mengancam jiwa penderita.

3.3 HYPERVOLEMIA

3.3.1 DEFINISI

Hypervolemia adalah peningkatan abnormal plasma darah yang bersirkulasi. Hypervolemia

bisa disebabkan karena kelebihan volume cairan extravaskuler yang disebabkan oleh retensi air dan

natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana mereka secara normal

berada dalam CES. Penyebab kelebihan volume cairan mungkin berhubungan dengan kelebihan

cairan biasa atau penurunan fungsi dari mekanisme homestatis yang bertanggung jawab untuk

mengatur keseimbangan cairan.

5

Page 6: Clinical Science Session Hypervolemia

3.3.2 ETIOLOGI

Tiga faktor yang mempengaruhi kelebihan volume cairan dalam tubuh:

1. Pemberian asupan cairan sodium yang berlebihan

a. Pemberian IV yang mengandung sodium

b. Reaksi transfusi ketika pemberian transfusi darah yang cepat

c. Tingginya pemasukan sodium

d. Asupan air lebih dari 2000ml/hari

e. Pengeluaran cairan = 200 ml

f. Respon terhadap stress fisiologi : setiap kali sebuah organ mengalami stress. Itu sangat

mempengaruhi fungsi beberapa organ lain yang nantinya akan menyebabkan

ketidakseimbangan cairan.

2. Penyakit sistemik dan pengobatan

a. Congestive heart failure

b. Liver cirrhosis

c. Gagal ginjal

d. Kelainan paru-paru

e. Preeclamsia

f. Kehamilan

g. Operasi atau pasca operasi

h. Nephrotic syndrome

i. Glomerulonephritis

j. Pengobatan corticosteroid

k. Hiperaldosteron

l. Asupan protein yang rendah (malnutrisi)

3. Perpindahan cairan ke ruang intravaskuler

a. Fluid remobilization after burn treatment

b. Administration of hypertonic fluid, e.g. manitol or hypertonic saline solution

c. Administration of plasma protein, such as albumin.

d. ADH dan aldosteron mempertahankan air atau keseimbangan cairan.

3.3.3 TANDA DAN GEJALA

1. Peningkatan Berat badan

2. Pembengkakan pada kaki dan lengan (edema perifer)

3. Pembengkakan didaerah perut (ascites)

4. Perubahan frekuensi pernafasan

6

Page 7: Clinical Science Session Hypervolemia

5. Crackles pada saat auskultasi

6. Dyspnea

7. Orthopnea (kesulitan bernafas disaat posisi berbaring)

8. Peningkatan tekanan darah

9. batuk

10. Distensi vena jugular

11. Thrid heart sound (S3)

12. Penurunan Hb dan Ht

13. Lelah

14. Gelisah dan cemas

15. Peningkatan denyut jantung

16. Paroxysmal nocturnal dyspnea (pada malam hari)

17. Intake > output

18. Oliguria

3.3.4 PATOFISIOLOGI

Rekomendasi asupan sodium dan air pada orang dewasa adalah:

Sodium – 70 mmol per 24 jam

Air 1.5- 2.5 L ( 25 sampai 35 mL/kg/bb 24 jam)

Pada orang normal , konsentrasi natrium dalam cairan ekstraseluler dan osmolalitas diatur

oleh ginjal.

Osmoreseptor dan setiap perubahan dalam sekresi vasopressin mempengaruhi

konsentrasi urin dan sekresi air.

Dalam kondisi penurunan natrium, sistem rennin-angiotensin-aldosteron diaktifkan,

yang akibatnya mengurangi natrium dalam urin.

Tetapi, respon terhadap peningkatan dan ekskresi natrium lambat.

3.3.5 KOMPLIKASI

Congestive heart failure (paling sering)

Hyponatremia (hipervolemik hyponatremia).

3.3.6 PEMERIKSAAN PENUNJANG

NOTE: Jika terlihat adanya gelaja akut pulmonary edema, segera lakukan tindakan tanda

harus melakukan pemerikasaan penunjang,

1. EKG : untuk menyingkirkan kemungkinan cardiac arrhythmia, hypertrophy atau

infarction.

7

Page 8: Clinical Science Session Hypervolemia

2. Chest X-Ray : untuk mengindentifikasi pulmonary edema dan pneumonia

3. Pemeriksaan darah : mengevaluasi anemia dan infeksi

4. Urea, creatinin dan elektrolit : untuk mengecek fungsi ginjal

5. Tes fungsi Liver : penilaian protein dan albumin

6. B-type natriuretic peptide (BNP) : diagnosis heart failure

7. AGD

3.3.7 DIFFERENTIAL DIAGNOSIS

Penyebab lain dari dyspnea

1. Pneumonia

2. Bronchospasm (asma atau Chronic pbstructive Pulmonary Disease).

3. Akut anaphylaxis

4. Emboli paru

5. Fibrosing alveolitis

Penyebab lain dari meningkatnya Jugular Venous Pressure (JVP)

1. Cardiac tamponade

2. Pulmonary emboli

3. Superior vena cava obstruction

Penyebab lain dari peripheral edema

1. Pre-eclamsia

2. Hypothyriroid

3. Lymphedema

4. Hypoproteinemia

5. Venous obstruction

6. Several varicose vein

7. Deep venous thrombosis

8. Obstructive of inferior vena cava

Penyebab lain dari Ascites

1. Portal hipertensi

2. Chirrosis

3. Malignancy

8

Page 9: Clinical Science Session Hypervolemia

3.3.8 Penatalaksanaan

Pengobatan hipervolemia bervariasi tergantung pada penyebabnya, beberapa diantarannya

ada yang memerlukan perawatan intensif di rumah sakit dengan pengawasan yang ketat. Dengan

tujuan terapi mengatasi masalah pencetus dan mengembalikan CES kembali menjadi normal.

Tindakan dapat meliputi hal berikut:

1. Terapi cairan.

Tujuan pemberian cairan IV adalah untuk mempertahankan atau memulihkan

volume cairan normal dan keseimbangan elektrolit dan untuk memberikan cara pemberian

obat-obatan dengan cepat dan efisien. Perhatian lainnya adalah nutrisi. Sayangnya, cairan IV

rutin seperti larutan dekstrosa 5% mengandung hanya kabohidrat yang cukup untuk

meminimalkan kerusakan jaringan dan kelaparan. Bahan ini tidak memberikan kalori dan

asam amino esensial adekuat untuk kebutuhan sintesis jaringan. Larutan dekstrosa 5%

sebagai contoh, memberikan hanya 170 kalori perliter, sedangkan rata-rata pasien tirah

baring memerlukan minimal 1500 kalori per hari. Pengaturan asupan cairan ini harus di

bawah pengawasan dokter atau perawat yang memiliki kompetensi dalam terapi cairan.

Jenis cairan IV yang diresepkan untuk penggantian atau pemeliharaan volume

tergantung pada beberapa faktor, temasuk jenis kehilangan cairan dan kebutuhan nutrisi

pasien, elektrolit serum, osmolalitas serum, dan keseimbangan asam-basa.

Cairan IV dibagi kedalam dua kategori utama yaitu kristaloid dan koloid. Larutan

kristaloid hanya mengandung elektrolit dan glukosa, substansi yang tidak dibatasi pada

ruang intravaskular. Karenanya, larutan ini akan menyebar keseluruh ruang ekstraseluler.

Tergantung pada kandungan natriumnya, kristaloid juga dapat menambah volume cairan

intraselular (CIS). NaCl isotonic (0,9%) hanya akan menambah CES, sedangkan larutan

NaCl hipotonik dan dekstrosa dan larutan air menambah kompartemen cairan. Koloid adalah

larutan yang mengandung sel-sel, protein, atau makro molekul sintetik yang tidak melewati

membran kapiler. Larutan ini tetap didalam ruang vaskuler dan, tergantung pada konsentrasi

mereka, dapat menyebabkan perpindahan osmotik cairan dari insterstitium ke dalam ruang

intravaskuler.

2. Diuretik

Diuretik adalah obat yang dapat menambah kecepatan pembentukan urin. Istilah

diuresis mempunyai dua pengertian :

1. menunjukkan adanya penambahan volume urin yang diproduksi

9

Page 10: Clinical Science Session Hypervolemia

2. menunjukkan jumlah pengeluaran zat-zat terlarut dalam air

Diuretik diberikan jika pemberian diet natrium saja tidak cukup untuk mengurangi

edema dengan mencegah reabsorpsi natrium dan air oleh ginjal. Pilihan diuretik didasarkan

pada keparahan keadaan hipervolemik, tingkat kerusakan fungsi renal, dan kepatenan

diuretik. Diuretik mengurangi edema dengan menghambat reabsorpsi natrium dan air oleh

ginjal. Diuretik juga dapat menginduksi kehilangan elektrolit penting lainnya dan mengubah

keseimbangan asam-asam basa.

Fungsi utama diuretik adalah untuk memobilisasi cairan, yang berarti mengubah

keseimbangan cairan sedemikian rupa hingga volume cairan ekstra sel kembali menjadi

normal.

Diuretik menurunkan tekanan darah terutama dengan cara mendeplesikan simpanan

natrium tubuh. Awalnya diuretik menurunkan tekanan darah dengan menurunkan volume

darah dan curah jantung, dan tahanan vaskuler perifer. Penurunan tekanan darah dapat

terlihat dengan terjadinya diuresis. Diuresis menyebabkan penurunan volume plasma dan

stroke volume yang akan menurunkan curah jantung dan akhirnya menurunkan tekanan

darah.

Mekanisme kerja diuretik

Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi respon diuretik :

1. tempat kerja diuretik di ginjal. Diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi

natrium sedikit, akan memberi efek yang lebih kecil bila dibandingkan dengan

diuretik yang bekerja pada daerah yang reabsorbsi natrium banyak.

2. status fisiologi dari organ. Misalnya dekompensasi jantung, sirosis hati, gagal ginjal.

Dalam keadaan ini akan memberikan respon yang berbeda terhadap diuretik.

3. interaksi antara obat dengan reseptor.

Diuretik dapat dibagi menjadi 5 golongan yaitu :

1. Diuretik osmotik

Tempat dan cara kerja :

1. Tubuli Proksimal penghambatan reabsorbsi natrium dan air melalui daya

osmotiknya

2. Ansa Henle penghambatan reasorbsi natrium dan air oleh karena

hiperosmolaritas daerah medula menurun.

10

Page 11: Clinical Science Session Hypervolemia

3. Duktus Koligentes penghambatan reasorbsi natrium dan air akibat adanya

papilarry washout, kecepatan aliran filtrat yang tinggi, atau adanya faktor lain.

Diuretik osmotik biasanya dipakai untuk zat bukan elektrolit yang mudah dan cepat

diekskresi oleh ginjal. Contoh dari diuretik osmotik adalah mannitol, urea, gliserin dan

isosorbid.

2. Diuretik golongan penghambat enzim karbonik anhidrase

Tempat dan cara kerja : Diuretik ini bekerja pada tubuli Proksimal dengan cara

menghambat reabsorpsi bikarbonat. Yang termasuk golongan diuretik ini adalah

asetazolamid, diklorofenamid dan meatzolamid.

3. Diuretik golongan tiazid

Tempat dan cara kerja : Diuretik golongan tiazid ini bekerja pada hulu tubuli distal

dengan cara menghambat reabsorpsi natrium klorida. Obat-obat diuretik yang termsuk

golongan ini adalah ; klorotiazid, hidroklorotiazid, hidroflumetiazid, bendroflumetiazid,

politiazid, benztiazid, siklotiazid, metiklotiazid, klortalidon, kuinetazon, dan indapamid.

4. Diuretik hemat kalium

Tempat dan cara kerja : Diuretik hemat kalium ini bekerja pada hilir tubuli distal dan

duktus koligentes daerah korteks dengan cara menghambat reabsorpsi natrium dan sekresi

kalium dengan jalan antagonisme kompetitif (sipironolakton) atau secara langsung

(triamteren dan amilorida). Yang tergolong dalam kelompok ini adalah: antagonis

aldosteron. triamterenc. amilorid.

5. Diuretik kuat

Tempat dan cara kerja : Diuretik kuat ini bekerja pada Ansa Henle bagian asenden

pada bagian dengan epitel tebal dengan cara menghambat transport elektrolit natrium,

kalium, dan klorida. yang termasuk diuretik kuat adalah ; asam etakrinat, furosemid dan

bumetamid.

6. Xantin

Xantin juga mempunyai efek diuresis. Efek stimulannya pada fungsi jantung,

menimbulkan dugaan bahwa diuresis sebagian disebabkan oleh meningkatnya aliran darah

ginjal dan laju filtrasi glomerolus. Namun semua derivat xantin ini rupanya juga berefek

langsung pada tubuli ginjal, yaitu menyebabkan peningkatan ekskresi Na+ dan Cl- tanpa

11

Page 12: Clinical Science Session Hypervolemia

disertai perubahan yang nyata pada perubahan urin. Efek diuresis ini hanya sedikit

dipengaruhi oleh keseimbangan asam-basa, tetapi mengalami potensiasi bila diberikan

bersama penghambat karbonik anhidrase. Diantara kelompok xantin, theofilin

memperlihatkan efek diuresis yang paling kuat.

Penggunaan Klinis Diuretik.

Diuretik golongan Tiazid, merupakan pilihan utama step 1, pada sebagian besar penderita.

a. Diuretik golongan tiazid :

1. Digunakan pada payah jantung kronik kongestif, bila fungsi ginjal normal.

2. Digunakan pada penderita batu ginjal.

3. Disertai dengan diet rendah garam digunakan pada penderita diabetes

insipidus

b. Diuretik kuat, biasanya furosemid :

1. terutama bermanfaat pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal.

2. Edema paru akut.

3. Digunakan bila terdapat gangguan fungsi ginjal atau bila diperlukan efek

diuretik yang segera.

4. Diberikan bersama infus NaCl hipertonis pada penderita hiperklasemia

c. Diuretik osmotik :

1. Pada penderita edema otak

2. Diuretik osmotik atau asetazolamid digunakan prabedah pada penderita acute

angle closure glaucoma

d. Diuretik hemat kalium, digunakan bersama tiazid atau diuretik kuat bila ada bahaya

hipokalemia

e. Biasanya digunakan diuretik golongan tiazid atau diuretik kuat bersama dengan

spironolakton untuk penderita sindrom nefrotik.

Komplikasi Terapi Diuretik

1. Abnormalitas volume : kekurangan volume karena dieresis berlebihan. Pantauan

pasien terhadap tanda kekurangan volume cairan: pusing, kelemahan, keletihan,

hipotensi postural.

2. Gangguan Elektrolit

12

Page 13: Clinical Science Session Hypervolemia

a. Hipokalemia : terjadi karena peningkatan sekresi dan ekskresi kalium oleh

ginjal.

b. Hiperkalemia : Terjadi karena penurunan sekresi dan ekskresi kalium oleh

ginjal. Ini dapat terjadi dengan diuretik yang bekerja pada tubulus distal

akhir. Tanda-tanda pasien terhadap indikator hiperkalemia : peka rangsang,

ansietas, kram abdomen, kelemahan otot (khususnya pada ekstermitas

bawah), dan perubahan EKG.

c. Hiponatremia : Terjadi karena peningkatan rangsang untuk pelepasan ADH

sekunder terhadap penurunan volume sirkulasi efektif (ingat bahwa ADH

hanya mempengaruhi reabsorpsi dan retensi air). Pantau pasien terhadap

indikasi hiponatremia : sensitive terhada sentuhan, ketakutan, dan pusing.

d. Hipomagnesemia : Terjadi karena penurunan reabsorpsi dan peningkatan

ekresi magnesium oleh ginjal. Ini dapat terjadi pada diuretik jenis tiazid dan

akan memperberat terjadinya hipokalemia. Pantau pasien terhadap indikator

hipomagnesia : mental tidak stabil, kram, dan disritmia.

3. Gangguan asam-basa

a. Alkalosis metabolik: Dapat disebabkan oleh diuretik jenis tiazid karena

peningkatan sekresi dan ekskresi hidrogen oleh ginjal dan kontraksi CES di

sekitar adanya bikarbonat (kontaksi alkalosis). Pantau pasien terhadap

indikator alkalosis metabolik : kelemahan otot, disritmia, apatis, dan mental

tidak stabil.

b. Asidosis metabolik : Dapat terjadi karena peningkatan kehilangan bikarbonat

pada urine dengan asetazolamid. Pantau pasien terhadap indikator asidosis

metabolik : takipnea, kelelahan, kacau mental. Asidosis metabolik juga

terjadi pada diuretik pengikat kalium.

4. Komplikasi metabolik lain :

a. Azotemia : ini adalah peningkatan retensi sisa metabolik, misalnya urea dan

kreatinin karena reduksi volume sirkulasi efektif dengan penurunan perfusi

ginjal dan penurunan ekskresi sisa metabolik. Pasien harus di kontrol penuh

jika ada indikasi azotermia.

13

Page 14: Clinical Science Session Hypervolemia

b. Hiperuresemia : Terjadi karena peningkatan reabsorpsi dan penurunan

ekskresi asam urat oleh ginjal. Waspada terhadap keluhan pasien tentang

jenis nyeri gout. Kondisi ini biasanya hanya masalah pada pasien yang

memiliki gout.

3. Hemodialisis atau dialysis (Pada gagal ginjal atau kelebihan beban cairan yang mengancam

hidup).

Pengobatan ini dapat dilakukan untuk membuang sampah-sampah nitrogen dan

pengendalian keseimbangan kalium dan asam basa, dan untuk membuang natrium dan

cairan.

4. Diet asupan natrium

Diet harian rata-rata yang tidak dibatasi natrium mengandung 6-15 gr, sedangkan diet

rendah natrium 250 mg per hari, bergantung kebutuhan pasien.

14

Page 15: Clinical Science Session Hypervolemia

BAB IV

KESIMPULAN

Hypervolemia adalah peningkatan abnormal plasma darah yang bersirkulasi.

Hypervolemia bisa disebabkan karena kelebihan volume cairan extravaskuler yang disebabkan

oleh retensi air dan natrium yang abnormal dalam proporsi yang kurang lebih sama dimana

mereka secara normal berada dalam CES. 3 faktor utama yang mempengaruhi kelebihan

volume cairan dalam tubuh yaitu pemberian asupan cairan sodium yang berlebihan, penyakit

sistemik dan pengobatan pada penderita, Perpindahan cairan ke ruang intravaskuler.

Komplikasi yang dapat terjadi akibat hipervolemia adalah Congestive heart failure

dan hiponatremia. Pemeriksaan penunjang pada pasien hipervolemia adalah EKG, Chest X-

Ray, Pemeriksaan darah, Tes fungsi liver, BNP , dan AGD.

Penatalaksanan hipervolemia dengan 3 cara, yaitu :

1. Terapi cairan

2. Pemberian diuretik

3. Hemodialisis atau dialysis

4. Diet asupan natrium

15

Page 16: Clinical Science Session Hypervolemia

BAB V

DAFTAR PUSTAKA

1. Price Silvia A, Wilson Lorraine M. Patofisiologi Konsep Klinis Proses Penyakit, Edisi 4 : 283-

295. EGC, 1994

2. Noer HMS, Waspadi, Rachman AM, editor. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam jilid I. Edisi

ketiga. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1996.

3. Latief AS, Suryadi KA, Dachlan MR. Petunjuk Praktis Anestesiologi, Edisi kedua. Jakarta:

Bagian Anestesiologi dan Terapi Intensif Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 2006.

4. Guyton & Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 9. Penerbit Buku Kedokteran EGC, 1997

5. Kolecki, Paul.MD. Hypervolemic. 2005. www.emedicine.com.en.erg/topic532.htm

5. Morgan, G. Edward. 2005. Clinical Anesthesiology, 4th Edition. Mc Graw-Hill Companies, Inc.

United State.

16