cbd dr widi
DESCRIPTION
jiwaTRANSCRIPT
CASE BASED DISCUSSION
PSIKOTIK
Pembimbing :
dr. Damasus Widiatmoko,Sp.KJ
Disusun oleh :
Mar’atu Solihah 030.07.151
Phoespha MayangSarie 030.08.191
Sari Putri Utami 030.08.218
Agustina Marielsa M 030.09.005
Amelya Lesmana 030.09.011
Andika Billy Setiadi 030.09.013
Arianda Nurbani W 030.09.028
Gadista P. Annisa 030.09.100
Melissa Rosari Hartono 030.09.150
Satria Pinandita Sp 030.09.226
KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN JIWA
RSJ PROF.DR. SOEROJO MAGELANG
PERIODE 22 SEPTEMBER-25 OKTOBER 2014
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS TRISAKTI
JAKARTA
1
STATUS PASIEN PSIKIATRI
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Nn. SH
Usia : 19 tahun
Alamat : Purwokerto
Jenis Kelamin : Perempuan
Pekerjaan : Siswi
Pendidikan Terakhir : SMP
Status Pernikahan : Belum Menikah
Agama : Islam
Suku Bangsa : Jawa
Tanggal masuk : 7 Oktober 2014
II. RIWAYAT PSIKIATRI
Anamnesis diperoleh dari :
1. Autoanamnesis dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2014 di UGD RSJ
Prof. Soerojo Magelang
2. Alloanamnesis dilakukan pada tanggal 7 Oktober 2014
Diperoleh dari
Nama
Alamat
Pekerjaan
Pendidikan
Umur
Agama
Hubungan dengan pasien
Tn. JY
Magelang
Satpam
SMA
45 tahun
Islam
Ayah
2
Sifat perkenalan Baik
a. Keluhan utama
Ngamuk dan berteriak sendiri tanpa sebab sejak 1 bulan SMRS
b. Riwayat penyakit sekarang
Pada tanggal 7 Oktober pukul 18:00 pasien diantar oleh ayahnya ke IGD
dengan keluhan ngamuk dan berteriak sendiri tanpa sebab sejak 1 bulan SMRS.
Pasien sering berbicara, dan tertawa sendiri, selain itu pasien juga sering marah-
marah tanpa sebab. Pasien mengalami kesulitan tidur, bahkan sudah 4 hari
SMRS pasien tidak tidur pada malam hari. Pasien juga mengalami penurunan
nafsu makan, hanya makan 1 kali sehari dengan porsi sedikit dan sulit untuk di
suruh makan, selain itu pasien sulit untuk diminta mandi, bahkan sering tidak
mandi selama 3 hari. Pasien masih menjalankan aktivitas di sekolah sebagai
pelajar SMA dan termasuk anak yang berprestasi.
Pada Oktober 2013, pasien pertama kali menunjukan gejala dengan
menangis tanpa sebab dan berbicara sendiri. Gejala tersebut muncul setelah
pasien dimarahi oleh ibu pasien. Pasien sering diperlakukan berbeda dengan
kakak dan adik oleh ibu pasien. Saat munculnya gejala tersebut, pasien
menjalankan rawat jalan di RSJ Semarang dan mendapat obat tetapi tidak pernah
minum obat karena jika disuruh minum obat pasien marah-marah.
Grafik Perjalanan Penyakit
Gejala
2013 2014
Fungsi Peran
A. Riwayat Gangguan Sebelumnya
3
1. Riwayat Psikiatrik
Pada Oktober 2013, pasien pertama kali menunjukan gejala pasien
menjalankan perawatan di RSJ Semarang dan setelah pulang mendapat obat
tetapi tidak pernah minum obat karena jika disuruh minum obat pasien
marah-marah.
2. Riwayat Medis Umum
Riwayat kejang dan trauma kepala disangkal.
3. Riwayat Obat-obatan dan alkohol
Pasien tidak pernah menggunakan obat-obatan terlarang, konsumsi
alkohol dan merokok.
B. Riwayat Pribadi
1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien merupakan anak ke-3 dari 6 bersaudara. Pasien merupakan anak
yang di rencanakan dan di harapkan. Pasien dilahirkan secara normal saat
usia kehamilan ibu 8 bulan. BBL 2750 gram. Ketika hamil, ibu dalam
kondisi sehat, tidak pernah sakit dan dalam keadaan yang bahagia.
2. Riwayat Masa Kanak Awal (0-3 tahun)
Pasien tidak pernah mengalami sakit yang serius. Tumbuh kembang
pasien normal, sesuai dengan anak lainnya yang seusianya. Tidak ada
keterlambatan tumbuh kembang. Pasien juga mendapatkan Imunisasi dasar
lengkap.
3. Riwayat Masa Kanak Pertengahan (3-11 tahun)
Pasien masuk SD pada usia 7 tahun. Pasien dapat beradaptasi dengan
lingkungan, pergaulan pasien baik, memiliki banyak teman dan berprestasi di
bidang akademik. Tumbuh kembang pasien sesuai dengan anak lainnya yang
seusianya.
4. Riwayat Masa Kanak Akhir dan Remaja (11-18 tahun)
Pasien masuk SMP dan memperoleh peringkat 1 saat UN. Pasien juga
dengan mudah bergaul dengan teman seusianya. Setelah masuk SMA, pasien
4
mulai menunjukan gejala-gejala dan mengambil cuti sekolah selama 1 tahun.
Pasien mengalami menstruasi pertama saat pertama kali masuk SMA, tahun
2013.
5. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat Pendidikan
Pasien merupakan siswi SMA.
b. Riwayat Pelanggaran Hukum
Pasien tidak pernah berurusan dengan penegak hukum karena melakukan
pelanggaran hukum.
c. Riwayat Aktivitas Sosial
Pasien merupakan orang yang ceria,mempunyai banyak teman di
lingkungannya.
d. Riwayat Keagamaan
Pasien beragama Islam dan pasien rajin sholat.
e. Riwayat Psikoseksual
Pasien menyadari dirinya seorang perempuan dan selama ini
berpenampilan dan berperilaku sebagaimana seorang perempuan.
f. Riwayat Situasi Hidup Sekarang
Pasien saat ini tinggal dengan ibu dan ayah kandung serta 3 orang adik.
Pasien hidup di keluarga menengah ke bawah.
C. Riwayat Keluarga
Pasien merupakan anak ke-3 dari 6 bersaudara. Pasien dibesarkan oleh
ibu dan ayah pasien. Ayah pasien bekerja sebagai satpam dan ibu pasien
merupakan Ibu Rumah Tangga. Tidak terdapat anggota keluarga yang memiliki
riwayat keluhan yang sama dengan pasien.
Genogram : Pohon Keluarga
5
C
Taraf Kepercayaan
Alloanamnesis: dapat dipercaya
Autoanamnesis: dapat dipercaya
I. STATUS MENTAL
Pemeriksaan dilakukan di bangsal UGD RSJS Magelang pada tanggal 07
Oktober 2014.
A. Deskripsi Umum
Penampilan
6
Keterangan :
Laki-laki
Perempuan
Meninggal
Pasien
Satu rumah
C
Tampak seorang perempuan, wajah sesuai usia, rawat diri buruk, cara
berpakaian tidak rapi, dan kebersihan buruk.
Kesadaran
a. Neurologik : Compos Mentis
b. Psikologik : Berkabut
c. Sosial : Mampu Berkomunikasi
Pembicaraan
Kualitas : talk active
Kuantitas : meningkat
Tingkah laku : hiperaktif
Sikap : kooperatif
Kontak psikis : mudah ditarik, mudah dicantum
B. Alam Perasaan
1. Mood : Elasi
2. Afek : Inapropriate, labil
C. Gangguan Persepsi
Ilusi : tidak ada
a. Halusinasi : Halusinasi auditorik (pasien mendengar
suara yang menyuruh untuk berdiam).
Halusinasi visual (pasien melihat rubah
berekor 9 berwarna warni)
Depersonalisasi : tidak ada
Derealisasi : tidak ada
D. Proses Pikir
1. Isi Pikir : waham curiga,waham kebesaran, siar pikir, sedot
pikir
2. Arus Pikir
a. Kuantitas : talk active
b. Kualitas : irrelevant, flight of ideas
3. Bentuk pikir : non-realistik
E. Sensorium dan kognitif
1. Tingkat kesadaran : berkabut
7
2. Orientasi waktu/tempat/personal/situasional : baik/baik/buruk/baik
3. Daya ingat jangka panjang : baik
4. Daya ingat jangka pendek : baik
5. Daya ingat segera : baik
6. Konsentrasi : buruk
7. Perhatian : buruk
8. Kemampuan baca tulis : baik
9. Pikiran abstrak : baik
F. Pengendalian Impuls
Pengendalian diri selama pemeriksaan : baik
Respon penderita terhadap pemeriksa : baik
G. Tilikan : Impaired insight
II. Pemeriksaan Fisik
a. Kesadaran : Compos Mentis
b. Tanda Vital :
Tekanan Darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit
Pernapasan : 20 x/menit
Suhu : afebris
c. `Kepala : Normocephali, jejas (-)
d. Mata : Konjungtiva anemis, sklera tidak ikterik
e. Leher : Kelenjar Getah Bening dan Tiroid tidak teraba
membesar.
f. Thorax :
Jantung : Bunyi Jantung I dan II reguler, murmur (-), gallop
(-)
Paru-Paru : Suara Nafas Vesikuler, Ronkhi (-/-), wheezing
(-/-)
g. Abdomen : Datar, Supel, Bising usus (+) normal, Nyeri
Tekan (-)
8
h. Ekstremitas : Akral Hangat (+), Oedem (-),Sianosis(-), CRT < 2
detik.
i. PEMERIKSAAN NEUROLOGIS
o Pemeriksaan Nervus Cranialis I-XII : Tidak dilakukan
o Pemeriksaan Rangsangan Meningeal : Tidak dilakukan
o Pemeriksaan Reflek Fisiologis : Tidak dilakukan
o Pemeriksaan Reflek Patologis : Tidak dilakukan
III. RESUME
Dari pemeriksaan status mental didapatkan
1. Penampilan
Tampak seorang perempuan, wajah sesuai usia, rawat diri buruk, cara
berpakaian tidak rapi, dan kebersihan buruk.
2. Kesadaran psikiatri : berkabut
3. Pembicaraan
Kuantitas
Talkactive
Kualitas
Irrelevant, flight of ideas
4. Tingkah laku : hiperaktif
5. Kontak psikis : mudah ditarik, mudah dicantum
6. Mood : elasi
7. Afek : inappropriate,labil
8. Halusinasi :Halusinasi auditorik
Halusinasi visual
9. Isi pikir : waham curiga, waham kebesaran, siar pikir, sedot pikir
10. Bentuk pikir : non-realistik
11. Insight : impaired insight
12. Reliabilitas alloanamnesis : bisa dipercaya
9
IV. Simptom pada pasien
Rawat diri buruk
Cara berpakaian tidak rapih
Kesadaran berkabut
Pembicaraan
Kuantitas : talkaktive
Kualitas : Irrelevant, flight of idea
Tingkah laku : hiperaktif
Kontak psikis : mudah ditarik, mudah dicantum
Mood : elasi
Afek : inappropriate,labil
Halusinasi
Halusinasi auditorik
Halusinasi visual
Isi pikir : waham curiga,waham kebesaran, siar pikir, sedot
pikir
Bentuk pikir : non-realistik
Insight : impaired insight
Reliabilitas alloanamnesis : bisa dipercaya
V. Sindrome pada pasien
Sindrom Skizofrenia
Gangguan persepsi : halusinasi auditorik
Irrelevant
innappropiate
Sindrom Paranoid
Waham curiga
Sindrom Manik
Elasi
Flight of idea
Hiperaktif
Waham kebesaran ( waham grandiose )
10
VI. DIAGNOSIS BANDING
F 20.0 Skizofrenia Paranoid
F 20.3 Skizofrenia Tak Terinci
F 25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
PEDOMAN DIAGNOSTIK
BERDASARKAN PPDGJ IIIPADA PASIEN
PEDOMAN DIAGNOSTIK
F 20.0
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia TERPENUHI
Sebagai tambahan :
a) Halusinasi dan/atau waham harus
menonjol:
1. Suara-suara halusinasi yang
mengancam pasien atau memberi
perintah,atau halusinasi auditorik tanpa
bentuk verbal berupa bunyi peluit
(whistling),mendengung (humming),atau
bunyi tawa (laughing);
2. Halusinasi pembauan atau
pengecapan rasa,atau bersifat
seksual,atau lain-lain perasaan
tubuh;halusinasi visual mungkin ada
tetapi jarang menonjol;
3. Waham dapat berupa hampir
setiap jenis, tetapi waham dikendalikan
(delusion of control),dipengaruhi
(delusion of influence), atau
passivity,dan keyakinan dikejar-kejar
TERPENUHI
11
yang beraneka ragam,adalah yang paling
khas
b) Gangguan afektif,dorongan kehendak dan
pembicaraan,serta gejala katatonik secara
relative tidak nyata/tidak menonjol.
TERPENUHI
PEDOMAN DIAGNOSTIK
BERDASARKAN PPDGJ III PADA PASIEN
PEDOMAN DIAGNOSTIK
F 25.0
Kategori ini digunakan baik untuk episode
skizoefektif tipe manik yang tunggal maupun
untuk gangguan berulang dengan sebagian besar
episode skizoafektif tipe manik
TERPENUHI
Afek harus meningkat secara menonjol atau ada
peningkatan afek yang tak begitu menonjol
dikombinasi dengan iritabilitas atau kegelisahan
yang memuncak.
TERPENUHI
Dalam episode yang sama harus jelas ada
sedikitnya satu, atau lebih baik lagi dua, gejala
skizofrenia, yang khas (sebagaimana ditetapkan
untuk skizofrenia, F20.- pedoman diagnostik (a)
sampai dengan (d)).
TERPENUHI
VII. DIAGNOSIS MULTIAKXIAL
AXIS I : F 25.0 Gangguan Skizoafektif Tipe Manik
AXIS II : Ciri kepribadian Ekstrovert
AXIS III : Tidak ada diagnosis
12
AXIS IV : Masalah dengan “primary support group” (keluarga)
Diperlakukan berbeda dengan saudara kandungnya oleh
ibunya yaitu dimarahi oleh ibu kandungnya serta dipukuli
dan ketidak teraturan pasien dalam meminum obat
AXIS V : GAF admission : 50-41
GAF mutakhir : 70-61
VIII. PENATALAKSANAAN
A. Non Farmakoterapi
Pasien dirawat inap
Indikasi : terdapat hendaya yang berat,keluarga pasien tidak mampu
merawat pasien,memastikan pasien minum obat dengan teratur,nafsu
makan pasien menurun.
Psikoterapi
Membantu membuka pola pikir pasien untuk dapat mencari dan
mengatasi gejala kejiwaan,serta mengidentifikasi penyebab masalah
pasien. Memotivasi dan memberi dukungan sehingga pasien dapat
berfungsi fisik dan sosial secara optimal dan memotivasi pasien untuk
mengkonsumsi obat secara teratur.
Terapi keluarga
Memberikan bimbingan kepada keluarga agar selalu berperan aktif dalam
setiap proses penatalaksanaan pasien. Memberi penjelasan kepada
keluarga tentang pentingnya peranan obat untuk kesembuhan pasien
sehingga keluarga perlu mengingatkan dan mengawasi pasien untuk
minum obat secara teratur. Efek samping obat juga diberitahu kepada
keluarga. Memberi edukasi kepada keluarga agar dapat mengontrol sikap
dan ucapan yang dapat menimbulkan stress pada pasien,karena
meningkatkan potensi untuk kambuh. Memberikan motivasi kepada
keluarga untuk bersama-sama membantu pasien sebagai seorang individu
(mengikutsertakan pasien dalam mengambil keputusan,memberikan
reward,dan mengabulkan permintaan-permintaan pasien dengan
13
pertimbangan yang matang). Menjelaskan keluarga untuk memahami
pasien bukan pasien yang sakit memahami orang sehat.
Sosioterapi
Melibatkan pasien dalam kegiatan di luar rumah,misalnya: ikut
membantu belanja keperluan rumah di pasar,berolah raga bersama,dll.
B. Farmakoterapi
Di UGD :
- Inj Haloperidol 1 amp IM
- Inj Diazepam 1 amp IV
Di Ruang rawat inap :
- Risperidon 2 x 2 mg ( Dosis Optimum )
- Lithium carbonat 2 x 400 mg ( menstabilizer gejala
manik )
- THP 2 x 2 mg ( Diberikan jika terjadi efek samping
EPS )
- Clozapin 2 x 25 mg ( diberikan jika pasien hiperaktif )
- Vit .B12 2 x1 ( untuk gizi pasien )
IX. PROGNOSIS
Faktor Resiko
Riwayat gangguan jiwa dalam keluarga
(-)
Dukungan keluarga dan lingkungan (-)
Status sosial ekonomi : kurang
Baik
Buruk
Buruk
Buruk
14
Onset usia : 19 tahun
Perjalanan penyakit : Sub kronis
Jenis penyakit : Gangguan
aktifitas,penurunan fungsi peran
Penyakit organik (-)
Regresi (+)
Buruk
Buruk
Buruk
Buruk
Kesimpulan Prognosis
Ad Vitam : Ad bonam
Ad Fungsionam : Dubia ad bonam
Ad Sanationam : Dubia
BAB I
PENDAHULUAN
Skizofrenia merupakan suatu sindroma klinis yang ditandai oleh psikopatologi
yang disruptif dan melibatkan aspek kognisi, persepsi dan aspek lain perilaku.1 Ekspresi
dari manifestasi penyakit ini bervariasi diantara pasien tetapi efeknya selalu berat dan
bertahan dalam jangka waktu yang lama. Skizofrenia mengenai segala lapisan kelas dan
umumnya muncul pada usia kurang dari 25 tahun, lalu selanjutnya menetap sepanjang
hidup. Meskipun didiagnosis sebagai penyakit tunggal, skizofrenia mungkin terdiri atas
suatu kumpulan gangguan dengan etiologi beragam, dan bervariasi dalam manifestasi
klinis, respons pengobatan dan perjalanan penyakitnya.
Data epidemiologis menunjukkan bahwa di Amerika Serikat prevalensi skizofrenia
adalah 1%, pada studi lain didapatkan rentang yang tidak jauh berbeda yaitu 0,6-1,9 %.
Skizofrenia ditemukan pada semua lapisan masyarakat dan area geografis, prevalensi
maupun insidensinya secara kasar sama di seluruh dunia. Dirjen Bina Kesehatan
Masyarakat Departemen Kesehatan mengatakan bahwa jumlah penderita gangguan
kesehatan jiwa di masyarakat sangat tinggi, yakni satu dari empat penduduk Indonesia
menderita kelainan jiwa rasa cemas, depresi, stress, penyalahgunaan obat, kenakalan
remaja sampai skizofrenia. Di era globalisasi gangguan kejiwaan meningkat sebagai
contoh penderita tidak hanya dari kalangan kelasa bawah, sekarang kalangan pejabat dan
15
masyarakat lapisan menengah ke atas juga terkena gangguan jiwa. Berdasarkan Riset
Kesehatan Dasar (RisKesDa) 2007 disebutkan, rata-rata nasional gangguan mental
emosional ringan, seperti cemas dan depresi pada penduduk berusia 15 tahun ke atas
mencapai 11,6%, dengan angka tertinggi terjadi di Jawa Barat, sebesar 20%. Sedangkan
yang mengalami gangguan mental berat, seperti psikotis, skizofrenia, dan gangguan
depresi berat, sebesar 0,46%.
Berdasarkan manifestasi klinisnya skizofrenia dibagi menjadi beberapa subtipe
bergantung pada acuan, berdasarkan Diagnostic and Statistical Manual of Mental
Disorders IV, Text Revision (DSM-IV-TR) skizofrenia dibagi menjadi skizofrenia
paranoid, disorganized, katatonik, undifferentiated dan residual, sementara berdasarkan
International Statistical Classification of Disease and Related Helath Problem ke-10
(ICD-10), membagi skizofrenia menjadi sembilan subtipe yaitu skizofrenia paranoid,
hebefrenik, katatonik, undiiferentiated, depresi postskizofrenik, residual, simpleks,
skizofrenia lainnya, dan unspecified.2 Di Indonesia sendiri pembagian subtipe
skizofrenia berdasarkan pada PPDGJ III juga dibagi menjadi sembilan subtipe yaitu
skizofrenia paranoid, hebefrenik, katatonik, tak terinci (undifferentiated), residual,
simpleks, lainnya, depresi pasca-skizofrenia dan skizofrenia YTT.
Pembahasan mengenai subtipe skizofrenia sangatlah diperlukan karena beberapa
subtipe erat kaitannya dengan perjalanan penyakit serta prognosis pasien. Pembagian
subtipe ini memungkinkan pendekatan psikiatrik yang berbeda pada masing-masing
jenisnya, sehingga memberikan terapi yang lebih efektif dan efisien bagi pasien itu
sendiri.
16
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi Skizofrenia
Skizofrenia berasal dari kata Yunani yang bermakna schizo artinya terbagi,
terpecah dan phrenia artinya pikiran. Jadi pikirannya terbagi atau terpecah.
Skizofrenia berasal dari kata mula-mula digunakan oleh Eugene Bleuler,
seorang psikiater berkebangsaaan Swiss. Bleuler mengemukakan manifestasi
primer skizofrenia ialah gangguan pikiran, emosi menumpul dan terganggu. Ia
menganggap bahwa gangguan pikiran dan menumpulnya emosi sebagai gejala
utama daripada skizofrenia dan adanya halusinasi atau delusi (waham) merupakan
gejala sekunder atau tambahan terhadap ini.3
Skizofrenia dapat didefinisikan sebagai suatu sindrom dengan variasi penyebab
(banyak yang belum diketahui), dan perjalanan penyakit (tak selalu bersifat kronis)
yang luas, serta sejumlah akibat yang tergantung pada pengaruh genetik, fisik, dan
sosial budaya.4
Skizofrenia berasal dari dua kata, yaitu skizo yang artinya retak atau pecah,
dan frenia yang artinya jiwa, dengan demikian, seseorang yang menderita
skizofrenia adalah seseorang yang mengalami keretakan jiwa atau keretakkan
kepribadian.
Skizofrenia adalah sekelompok reaksi psikotik yang mempengaruhi
berbagai area fungsi individu, termasuk berfikir dan berkomunikasi, menerima dan
menginterpretasikan realitas, merasakan dan menunjukan emosi serta berperilaku
dengan sikap yang tidak dapat diterima secara sosial.
2.2 Epidemiologi
17
Epidemiologi Skizofrenia
Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok masyarakat dan di berbagai
daerah. Insiden dan tingkat prevalensi sepanjang hidup secara kasar hampir sama
di seluruh dunia. Gangguan ini mengenai hampir 1% populasi dewasa dan
biasanya onsetnya pada usia remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki
biasanya gangguan ini mulai pada usia lebih muda, yaitu 15-25 tahun, sedangkan
pada perempuan lebih lambat, yaitu sekitar 25-35 tahun. Insiden skizofrenia lebih
tinggi pada laki-laki daripada perempuan dan lebih besar di daerah urbanisasi
dibandingkan daerah rural.5
Pasien skizofrenia beresiko meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama
ketergantungan nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin.
Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan perilaku menyerang. Bunuh
diri merupakan penyebab kematian pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10%
dari pasien skizofrenia yang melakukan bunuh diri.
Menurut Howard, Castle, Wessely, dan Murray, 1993, di seluruh dunia
prevalensi seumur hidup skizofrenia kira-kira sama antara laki-laki dan perempuan,
diperkirakan sekitar 0,2%-1,5%.6 Meskipun ada beberapa ketidaksepakatan tentang
distribusi skizofrenia di antara laki-laki dan perempuan, perbedaan di antara kedua
jenis kelamin dalam hal umur dan onsetnya jelas. Onset untuk perempuan lebih
rendah dibandingkan laki-laki, yaitu sampai umur 36 tahun, yang perbandingan
risiko onsetnya menjadi terbalik, sehingga lebih banyak perempuan yang
mengalami skizofrenia pada usia yang lebih lanjut bila dibandingkan dengan laki-
laki.2
2.3 Etiologi Skizofrenia
Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam menganalisa penyebab
skizofrenia, antara lain :
1. Faktor Genetik
Menurut Maramis (1995), faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian tentang keluarga-keluarga
penderita skizofrenia terutama anak-anak kembar satu telur. Angka kesakitan bagi
saudara tiri ialah 0,9 - 1,8%; bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan
18
salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 – 16%; bila kedua orangtua
menderita skizofrenia 40 – 68%; bagi kembar dua telur (heterozigot) 2 -15%; bagi
kembar satu telur (monozigot) 61 – 86%.7
Skizofrenia melibatkan lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang
disebut quantitative trait loci. Skizofrenia yang paling sering kita lihat mungkin
disebabkan oleh beberapa gen yang berlokasi di tempat-tempat yang berbeda di
seluruh kromosom. Ini juga mengklarifikasikan mengapa ada gradasi tingkat
keparahan pada orang-orang yang mengalami gangguan ini (dari ringan sampai
berat) dan mengapa risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan
semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang memiliki penyakit ini.2
2. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari ketidakseimbangan kimiawi otak yang
disebut neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan neuron-neuron
berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli mengatakan bahwa skizofrenia
berasal dari aktivitas neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian-bagian
tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang abnormal terhadap dopamine.
Banyak ahli yang berpendapat bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja
tidak cukup untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti serotonin dan
norepinephrine tampaknya juga memainkan peranan.2
3. Faktor Psikologis dan Sosial
Faktor psikososial meliputi adanya kerawanan herediter yang semakin lama
semakin kuat, adanya trauma yang bersifat kejiwaan, adanya hubungan orang tua-
anak yang patogenik, serta interaksi yang patogenik dalam keluarga.7
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana interaksi dalam keluarga
mempengaruhi penderita skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic
mother kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang ibu yang
memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang diperkirakan menjadi penyebab
skizofrenia pada anak-anaknya.2
Menurut Coleman dan Maramis, keluarga pada masa kanak-kanak
memegang peranan penting dalam pembentukan kepribadian. Orangtua terkadang
19
bertindak terlalu banyak untuk anak dan tidak memberi kesempatan anak untuk
berkembang, ada kalanya orangtua bertindak terlalu sedikit dan tidak merangsang
anak, atau tidak memberi bimbingan dan anjuran yang dibutuhkannya.7
2.4 Manifestasi Klinis Skizofrenia
Indikator premorbid (pra-sakit) pre-skizofrenia antara lain :
Ketidakmampuan seseorang mengekspresikan emosi : wajah dingin, jarang
tersenyum, acuh tak acuh.
Penyimpangan komunikasi : pasien sulit melakukan pembicaraan terarah,
kadang menyimpang (tanjential) atau berputar-putar (sirkumstantial).
Gangguan atensi : penderita tidak mampu memfokuskan, mempertahankan,
atau memindahkan atensi.
Gangguan perilaku : menjadi pemalu, tertutup, menarik diri secara sosial,
tidak bisa menikmati rasa senang, menantang tanpa alasan jelas,
mengganggu dan tak disiplin.
Berdasarkan DSM-IV, ciri yang terpenting dari skizofrenia adalah adanya campuran dari
dua karakteristik (baik gejala positif maupun gejala negative).8 Secara umum,
karakteristik gejala skizofrenia (kriteria A), dapat digolongkan dalam tiga kelompok :
1. Gejala Negatif
Gejala negatif adalah menurunnya atau tidak adanya perilaku tertentu, seperti
perasaan yang datar, tidak adanya perasaan yang bahagia dan gembira, menarik
diri, ketiadaan pembicaraan yang berisi, mengalami gangguan social, serta
kurangnya motivasi untuk beraktivitas.5
a) Gangguan Afek dan Emosi
Gangguan dan emosi pada skizofrenia berupa adanya kedangkalan afek
dan emosi (emotional blunting), misalnya : pasien menjadi acuh tak acuh
terhadap hal-hal yang penting untuk dirinya sendiri seperti keadaan keluarga
dan masa depannya serta perasaan halus sudah hilang, hilangnya kemampuan
untuk mengadakan hubungan emosi yang baik (emotional rapport), terpecah
belahnya kepribadian maka hal-hal yang berlawanan mungkin terdapat
20
bersama-sama, umpamanya mencintai dan membenci satu orang yang sama
atau menangis, dan tertawa tentang suatu hal yang sama (ambivalensi).8
b) Alogia
Penderita sedikit saja berbicara dan jarang memulai percakapan dan
pembicaraan. Kadang isi pembicaraan sedikit saja maknanya. Ada pula
pasien yang mulai berbicara yang bermakna, namun tiba-tiba ia berhenti
bicara, dan baru bicara lagi setelah tertunda beberapa waku.9
c) Avolisi
Ini merupakan keadaan dimaa pasien hampir tidak bergerak, gerakannya
miskin. Kalau dibiarkan akan duduk seorang diri, tidak bicara, tidak ikut
beraktivitas jasmani.8
d) Anhedonia
Tidak mampu menikmati kesenangan, dan menghindari pertemanan
dengan orang lain (Asociality) pasien tidak mempunyai perhatian, minat pada
rekreasi. Pasien yang sosial tidak mempunyai teman sama sekali, namun ia
tidak memperdulikannya.
e) Gejala Psikomotor
Adanya gejala katatonik atau gangguan perbuatan dan sering
mencerminkan gangguan kemauan. Bila gangguan hanya kemauan saja maka
dapat dilihat adanya gerakan yang kurang luwes atau agak kaku, stupor
dimana pasien tidak menunjukkan pergerakan sam sekali dan dapat
berlangsung berhari-hari, berbulan-bulan dan kadang bertahun-tahun
lamanya pada pasien yang sudah menahun; hiperkinese dimana pasien terus
bergerak saja dan sangat gelisah.6
2. Gejala Positif
Gejala positif adalah tanda yang biasanya pada orang kebanyakan tidak ada,
namun pada pasien skizofrenia justru muncul. Gejala positif adalah gejala yang
bersifat aneh, antara lain bersifat delusi, halusinasi, ketidakteraturan
pembicaraan, dan perubahan perilaku.4
a) Delusi/Waham
21
yaitu keyakinan yang tidak masuk akal. Contohnya berpikir bahwa dia selalu
diawasi lewat televisi, berkeyakinan bahwa dia orang terkenal, berkeyakinan
bahwa radio atau televisi memberi pesan-pesan tertentu, memiliki keyakinan
agama yang berlebihan.
b) Halusinasi
yaitu mendengar, melihat, merasakan, mencium sesuatu yang sebenarnya
tidak ada. Sebagian penderita, mendengar suara/ bisikan bersifat menghibur
atau tidak menakutkan. Sedangkan yang lainnya mungkin menganggap
suara/bisikan tersebut bersifat negatif/ buruk atau memberikan perintah
tertentu.
c) Pikiran Paranoid
yaitu kecurigaan yang berlebihan. Contohnya merasa ada seseorang yang
berkomplot melawan, mencoba mencelakai atau mengikuti, percaya ada
makhluk asing yang mengikuti dan yakin dirinya diculik/ dibawa ke planet
lain.
3. Gejala lainnya
Kategori gejala ini adalah disorganisasi, antara lain perilaku yang aneh (misalnya
katatonia, dimana pasien menampilkan perilaku tertentu berulang-ulang,
menampikan pose tubuh yang aneh; atau wxy flexibility, yaitu orang lain dapat
memutar atau membentuk posisi tertentu dari anggota badan pasien, yang akan
dipertahankan dalam waktu yang lama) dan disorganisasi pembicaraan. Adapun
disorganisasi pembicaraan adalah masalah dalam mengorganisasikan ide dan
pembicaraan, sehngga orang lain mengerti (dikenal dengan gangguan berpikir
normal). Misalnya asosiasi longgar, inkoherensi, dan sebagainya.9
2.5 Patofisiologi Skizofrenia
Perjalanan penyakit skizofrenia sangat bervariasi pada tiap-tiap individu.
Perjalanan klinis skizofrenia berlangsung secara perlahan-lahan, meliputi
beberapa fase yang dimulai dari keadaan premorbid, prodromal, fase aktif dan
keadaan residual.5
22
Pola gejala premorbid merupakan tanda pertama penyakit skizofrenia,
walaupun gejala yang ada dikenali hanya secara retrospektif. Karakteristik gejala
skizofrenia yang dimulai pada masa remaja akhir atau permulaan masa dewasa
akan diikuti dengan perkembangan gejala prodromal yang berlangsung
beberapa hari sampai beberapa bulan. Tanda dan gejala prodromal skizofrenia
dapat berupa cemas, gundah (gelisah), merasa diteror atau depresi. Penelitian
retrospektif terhadap pasien dengan skizofrenia menyatakan bahwa sebagian
penderita mengeluhkan gejala somatik, seperti nyeri kepala, nyeri punggung dan
otot, kelemahan dan masalah pencernaan.6
Fase aktif skizofrenia ditandai dengan gangguan jiwa yang nyata secara
klinis, yaitu adanya kekacauan dalam pikiran, perasaan dan perilaku. Penilaian
pasien skizofrenia terhadap realita terganggu dan pemahaman diri (tilikan) buruk
sampai tidak ada. Fase residual ditandai dengan menghilangnya beberapa gejala
klinis skizofrenia. Yang tinggal hanya satu atau dua gejala sisa yang tidak terlalu
nyata secara klinis, yaitu dapat berupa penarikan diri (withdrawal) dan perilaku
aneh.
2.6 Penegakkan Diagnosis
Pedoman Diagnostik Skizofrenia menurut PPDGJ-III, adalah sebagai berikut :
Harus ada sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya
dua gejala atau lebih bila gejala gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
a. “Thought echo”, yaitu isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan,
walaupun isinya sama, namun kualitasnya berbeda atau “thought
insertion or withdrawal” yang merupakan isi yang asing dan luar
masuk ke dalam pikirannya (insertion) atau isi pikirannya diambil
keluar oleh sesuatu dari luar dirinya (withdrawal); dan “thought
broadcasting”, yaitu isi pikiranya tersiar keluar sehingga orang lain
atau umum mengetahuinya;
23
b. “Delusion of control”, adalah waham tentang dirinya dikendalikan
oleh suatu kekuatan tertentu dari luar atau “delusion of passivitiy”
merupaka waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap
suatu kekuatan dari luar; (tentang ”dirinya” diartikan secara jelas
merujuk kepergerakan tubuh/anggota gerak atau ke pikiran, tindakan,
atau penginderaan khusus), atau “delusional perception”yang
merupakan pengalaman indrawi yang tidak wajar, yang bermakna
sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
c. Halusinasi auditorik yang didefinisikan dalam 3 kondisi dibawah ini:
Suara halusinasi yang berkomentar secara terus menerus terhadap
perilaku pasien, atau
Mendiskusikan perihal pasien pasein di antara mereka sendiri
(diantara berbagai suara yang berbicara), atau
Jenis suara halusinasi lain yang berasal dan salah satu bagian
tubuh.
d. Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal
keyakinan agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di
atas manusia biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau
berkomunikasi dengan mahluk asing dan dunia lain).
e. Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara
jelas :
Halusinasi yang menetap dan panca-indera apa saja, apabila
disertai baik oleh waham yang mengambang maupun yang
setengah berbentuk tanpa kandungan afektif yang jelas, ataupun
disertai oleh ide-ide berlebihan (over-valued ideas) yang menetap,
atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu minggu atau
berbulan-bulan terus menerus;
Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berkibat inkoherensi atau pembicaraan yang
tidak relevan, atau neologisme;
24
Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement),
posisi tubuh tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea,
negativisme, mutisme, dan stupor;
Gejala-gejala “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang
jarang, dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar,
biasanya yang mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial
dan menurunnya kinerja sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal
tersebut tidak disebabkan oleh depresi atau medikasi neuroleptika;
f. Adanya gejala-gejala khas di atas telah berlangsung selama kurun waktu
satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
(prodromal).
g. Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dan beberapa aspek perilaku pribadi
(personal behaviour), bermanifestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak
bertujuan, tidak berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri (self-
absorbed attitude), dan penarikan diri secara sosial.8
Adapun kriteria diagnosis skizofrenia menurut DSM IV adalah :
Berlangsung minimal dalam enam bulan
Penurunan fungsi yang cukup bermakna di bidang pekerjaan, hubungan
interpersonal, dan fungsi dalam mendukung diri sendiri
Pernah mengalami psikotik aktif dalam bentuk yang khas selama berlangsungnya
sebagian dari periode tersebut
Tidak ditemui dengan gejala-gejala yang sesuai dengan skizoafektif, gangguan
mood mayor, autisme, atau gangguan organik.10
2.7 Jenis-jenis Skizofrenia
Kraepelin membagi skizofrenia menjadi beberapa jenis. Penderita
digolongkan ke dalam salah satu jenis menurut gejala utama yang terdapat padanya.
Akan tetapi batas-batas golongan-golongan ini tidak jelas, gejala-gejala dapat
berganti-ganti atau mungkin seorang penderita tidak dapat digolongkan ke dalam
salah satu jenis. Gejala klinis skizofrenia secara umum dan menyeluruh telah
25
diuraikan di muka, dalam PPDGJ III skizofrenia dibagi lagi dalam 9 tipe atau
kelompok yang mempunyai spesifikasi masing-masing, yang kriterianya di dominasi
dengan hal-hal sebagai berikut :
Skizofrenia Paranoid
Skizofrenia paranoid agak berlainan dari jenis-jenis yang lain dalam jalannya
penyakit. Skizofrenia hebefrenik dan katatonik sering lama kelamaan menunjukkan
gejala-gejala skizofrenia simplex, atau gejala-gejala hebefrenik dan katatonik
bercampuran. Skizofrenia paranoid memiliki perkembangan gejala yang konstan.
Gejala-gejala yang mencolok adalah waham primer, disertai dengan waham-waham
sekunder dan halusinasi. Pemeriksaan secara lebih teliti juga didapatkan gangguan
proses pikir, gangguan afek, dan emosi.
Jenis skizofrenia ini sering mulai sesudah umur 30 tahun. Permulaannya mungkin
subakut, tetapi mungkin juga akut. Kepribadian penderita sebelum sakit sering dapat
digolongkan skizoid, mudah tersinggung, suka menyendiri dan kurang percaya pada
orang lain.Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia paranoid dapat didiganosis apabila
terdapat butir-butir berikut :
Memenuhi kriteria diagnostik skizofrenia
Sebagai tambahan :
o Halusinasi dan atau waham harus menonjol :
Suara-suara halusinasi satu atau lebih yang saling
berkomentar tentang diri pasien, yang mengancam
pasien atau memberi perintah, atau tanpa bentuk
verbal berupa bunyi pluit, mendengung, atau bunyi
tawa.
Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau
bersifat seksual, atau lain-lain perasaan tubuh
halusinasi visual mungkin ada tetapi jarang menonjol.
Waham dapat berupa hampir setiap jenis, tetapi waham
dikendalikan (delusion of control), dipengaruhi
(delusion of influence), atau “Passivity” (delusion of
26
passivity), dan keyakinan dikejar-kejar yang beraneka
ragam, adalah yang paling khas.
o Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta
gejalakatatonik secara relatif tidak nyata / tidak menonjol.
Pasien skizofrenik paranoid memiliki karakteristik berupa preokupasi satu atau
lebih delusi atau sering berhalusinasi. Biasanya gejala pertama kali muncul pada usia
lebih tua daripada pasien skizofrenik hebefrenik atau katatonik. Kekuatan ego pada
pasien skizofrenia paranoid cenderung lebih besar dari pasien katatonik dan hebefrenik.
Pasien skizofrenik paranoid menunjukkan regresi yang lambat dari kemampuan
mentalnya, respon emosional, dan perilakunya dibandingkan tipe skizofrenik lain.
Pasien skizofrenik paranoid biasanya bersikap tegang, pencuriga, berhati-hati,
dan tak ramah.Mereka juga dapat bersifat bermusuhan atau agresif.Pasien skizofrenik
paranoid kadang-kadang dapat menempatkan diri mereka secara adekuat didalam situasi
sosial.Kecerdasan mereka tidak terpengaruhi oleh gangguan psikosis mereka dan
cenderung tetap intak.
Skizofrenia Hebefrenik
Permulaannya perlahan-lahan atau subakut dan sering timbul pada masa remaja atau
antara 15-25 tahun. Gejala yang mencolok adalah gangguan proses berpikir, gangguan
kemauan dan adanya depersonalisasi atau double personality. Gangguan psikomotor
seperti mannerism, neologisme atau perilaku kekanak-kanakan sering terdapat pada
skizofrenia heberfenik. Waham dan halusinasi banyak sekali.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia hebefrenik dapat didiganosis apabila
terdapat butir-butir berikut Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Diagnosis hebefrenikbiasanya ditegakkan pada usia remaja atau dewasa muda
(onset biasanya mulai 15-25 tahun)..
Untuk diagnosis hebefrenik yang menyakinkan umumnya diperlukan
pengamatan kontinu selama 2 atau 3 bulan lamanya, untuk memastikan bahwa
gambaran yang khas berikut ini memang benar bertahan :
o Perilaku yang tidak bertanggung jawab dan tak dapat diramalkan, serta
mannerisme; ada kecenderungan untuk selalu menyendiri (solitary), dan
perilaku menunjukkan hampa tujuan dan hampa perasaan;
27
o Afek pasien dangkal (shallow) dan tidak wajar (inappropriate), sering
disertai oleh cekikikan (giggling) atau perasaan puas diri (self-satisfied),
senyum sendirir (self-absorbed smiling), atau oleh sikap, tinggi hati (lofty
manner), tertawa menyeringai (grimaces), mannerisme, mengibuli secara
bersenda gurau (pranks), keluhan hipokondrial, dan ungkapan kata yang
diulang-ulang (reiterated phrases);
o Proses pikir mengalami disorganisasi dan pembicaraan tak menentu
(rambling) serta inkoheren.
o Gangguan afektif dan dorongan kehendak, serta gangguan proses pikir
umumnya menonjol. Halusinasi dan waham mungkin ada tetapi biasanya
tidak menonjol (fleeting and fragmentary delusions and hallucinations).
Dorongan kehendak (drive) dan yang bertujuan (determination) hilang
serta sasaran ditinggalkan, sehingga perilaku penderita memperlihatkan
ciri khas, yaitu perilaku tanpa tujuan (aimless) dan tanpa maksud (empty
of purpose). Adanya suatu preokupasi yang dangkal dan bersifat dibuat-
buat terhadap agama, filsafat dan tema abstrak lainnya, makin
mempersukar orang memahami jalan pikiran pasien.
Menurut DSM-IV skizofrenia disebut sebagai skizofrenia tipe terdisorganisasi.
Skizofrenia Katatonik
Timbulnya pertama kali antara umur 15-30 tahun, dan biasanya akut serta sering
didahului oleh stres emosional. Mungkin terjadi gaduh-gelisah katatonik atau stupor
katatonik. Stupor katatonik yaitu penderita tidak menunjukkan perhatian sama sekali
terhadap lingkungannya. Gejala paling penting adalah gejala psikomotor seperti :
a. Mutisme, kadang-kadang dengan mata tertutup
b. Muka tanpa mimik, seperti topeng
c. Stupor, penderita tidak bergerak sama sekali untuk waktu yang lama,
beberapa hari, bahkan kadang sampai beberapa bulan.
d. Bila diganti posisinya penderita menentang : negativisme
e. Makanan ditolak, air ludah tidak ditelan sehingga berkumpul dalam mulut
dan meleleh keluar, air seni dan feses ditahan
f. Terdapat grimas dan katalepsi
28
Secara tiba-tiba atau pelan-pelan penderita keluar dari keadaan stupor ini dan mulai
berbicara dan bergerak. Gaduh gelisah katatonik adalah terdapat hiperaktivitas motorik,
tetapi tidak disertai dengan emosi yang semestinya dan tidak dipengaruhi rangsangan
dari luar.
Penderita terus berbicara atau bergerak saja, menunjukan stereotipi, manerisme,
grimas dan neologisme, tidak dapat tidur, tidak makan dan minum sehingga mungkin
terjadi dehidrasi atau kolaps dan kadang-kadang kematian (karena kehabisan tenaga dan
terlebih bila terdapat juga penyakit lain seperti jantung, paru, dan sebagainya)
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila
terdapat butir-butir berikut :
Memenuhi kriteria umum untuk diagnosis skizofrenia.
Satu atau lebih dari perilaku berikut ini harus mendominasi gambaran klinisnya :
o Stupor (amat berkurangnya dalam reaktivitas terhadap lingkungan dan
dalam gerakan serta aktivitas spontan) atau mutisme (tidak berbicara):
o Gaduh gelisah (tampak jelas aktivitas motorik yang tak bertujuan, yang
tidak dipengaruhi oleh stimuli eksternal)
o Menampilkan posisi tubuh tertentu (secara sukarela mengambil dan
mempertahankan posisi tubuh tertentu yang tidak wajar atau aneh);
o Negativisme (tampak jelas perlawanan yang tidak bermotif terhadap
semua perintah atau upaya untuk menggerakkan, atau pergerakkan kearah
yang berlawanan);
o Rigiditas (mempertahankan posisi tubuh yang kaku untuk melawan upaya
menggerakkan dirinya);
o Fleksibilitas cerea / ”waxy flexibility” (mempertahankan anggota gerak
dan tubuh dalam posisi yang dapat dibentuk dari luar); dan
o Gejala-gejala lain seperti “command automatism” (kepatuhan secara
otomatis terhadap perintah), dan pengulangan kata-kata serta kalimat-
kalimat.
o Pada pasien yang tidak komunikatif dengan manifestasi perilaku dari
gangguan katatonik, diagnosis skizofrenia mungkin harus ditunda sampai
diperoleh bukti yang memadai tentang adanya gejala-gejala lain.
29
o Penting untuk diperhatikan bahwa gejala-gejala katatonik bukan petunjuk
diagnostik untuk skizofrenia. Gejala katatonik dapat dicetuskan oleh
penyakit otak, gangguan metabolik, atau alkohol dan obat-obatan, serta
dapat juga terjadi pada gangguan afektif.
Pasien dengan skizofrenia katatonik biasanya bermanifestasi salah satu dari dua
bentuk skizofrenia katatonik, yaitu stupor katatonik dan excited katatatonik. Pada
katatonik stupor, pasien akan terlihat diam dalam postur tertentu (postur berdoa,
membentuk bola), tidak melakukan gerakan spontan, hampir tidak bereaksi sama sekali
dengan lingkungan sekitar bahkan pada saat defekasi maupun buang air kecil, air liur
biasanya mengalir dari ujung mulut pasien karena tidak ada gerakan mulut, bila diberi
makan melalui mulut akan tetap berada di rongga mulut karena tidak adanya gerakan
mengunyah, pasien tidak berbicara berhari-hari, bila anggota badan pasien dicoba
digerakkan pasien seperti lilin mengikuti posisi yang dibentuk, kemudian secara
perlahan kembali lagi ke posisi awal. Bisa juga didapati pasien menyendiri di sudut
ruangan dalam posisi berdoa dan berguman sangat halus berulang-ulang.
Pasien dengan excited katatonik, melakukan gerakan yang tanpa tujuan,
stereotipik dengan impulsivitas yang ekstrim. Pasien berteriak, meraung, membenturkan
sisi badannya berulang ulang, melompat, mondar mandir maju mundur.Pasien dapat
menyerang orang disekitarnya secara tiba-tiba tanpa alasan lalu kembali ke sudut
ruangan, pasien biasanya meneriakka kata atau frase yang aneh berulang-ulang dengan
suara yang keras, meraung, atau berceramah seperti pemuka agama atau pejabat.Pasien
hampir tidak pernah berinteraksi dengan lingkungan sekitar, biasanya asik sendiri
dengan kegiatannya di sudut ruangan, atau di kolong tempat tidurnya.
Walaupun pasien skizofrenia katatonik hanya memunculkan salah satu dari
kedua diatas, pada kebanyakan kasus gejala tersebut bisa bergantian pada pasien yang
dalam waktu dan frekuensi yang tidak dapat diprediksi.Seorang pasien dengan stupor
katatonik dapat secara tiba-tiba berteriak, meloncat dari tempat tidurnya, lalu
membantingkan badannya ke dinding, dan akhirnya dalam waktu kurang dari satu jam
kemudian kembali lagi ke posisi stupornya.
Selama stupor atau excited katatonik, pasien skizofrenik memerlukan
pengawasan yang ketat untuk menghindari pasien melukai dirinya sendiri atau orang
30
lain. Perawatan medis mungkin ddiperlukan karena adanya malnutrisi, kelelahan,
hiperpireksia, atau cedera yang disebabkan oleh dirinya sendiri.
Skizofrenia Simplex
Sering timbul pertama kali pada masa pubertas. Gejala utama pada jenis simplex
adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sulit ditemukan. Waham dan halusinasi jarang sekali
terdapat. Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali. Permulaan gejala mungkin penderita
mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari pergaulan.
Berdasarkan PPDGJ III, maka skizofrenia katatonik dapat didiganosis apabila
terdapat butir-butir berikut :
Diagnosis skizofrenia simpleks sulit dibuat secara meyakinkan karena
tergantung pada pemantapan perkembangan yang berjalan perlahan dan
progresif dari :
o Gejala negatif yang khas dari skizofrenia residual tanpa didahului
riwayat halusinasi, waham, atau manifestasi lain dari episode
psikotik, dandisertai dengan perubahan-perubahan perilaku pribadi
yang bermakna, bermanifestasi sebagai kehilangan minat yang
mencolok, tidak berbuat sesuatu, tanpa tujuan hidup, dan penarikan
diri secara sosial.
o Gangguan ini kurang jelas gejala psikotiknya dibandingkan subtipe
skizofrenia lainnya.
Skizofrenia simpleks sering timbul pertama kali pada masa pubertas.Gejala
utama pada jenis simpleks adalah kedangkalan emosi dan kemunduran kemauan.
Gangguan proses berpikir biasanya sukar ditemukan. Waham dan halusinasi jarang
sekali terdapat.Jenis ini timbulnya perlahan-lahan sekali.Pada permulaan mungkin
penderita mulai kurang memperhatikan keluarganya atau mulai menarik diri dari
pergaulan. Makin lama ia makin mundur dalam pekerjaan atau pelajaran dan akhirnya
menjadi pengangguran, dan bila tidak ada orang yang menolongnya ia mungkin akan
menjadi pengemis, pelacur, atau penjahat.
Skizofrenia Residual
31
Jenis ini adalah keadaan kronis dari skizofrenia dengan riwayat sedikitnya satu
episode psikotik yang jelas dan gejala-gejala berkembang ke arah gejala negatif yang
lebuh menonjol. Gejala negatif terdiri dari kelambatan psikomotor, penurunan aktivitas,
penumpula afek, pasif dan tidak ada inisiatif, kemiskinan pembicaraan, ekspresi
nonverbal yang menurun, serta buruknya perawatan diri dan fungsi sosial.
Untuk suatu diagnosis yang meyakinkan, persyaratan berikut ini harus dipenuhi
semua :
Gejala “negative” dari skizofrenia yang menonjol misalnya perlambatan
psikomotorik, aktivitas menurun, afek yang menumpul, sikap pasif dan
ketiadaan inisiatif, kemiskinan dalam kuantitas atau isi pembicaraan,
komunikasi non-verbal yang buruk seperti dalam ekspresi muka, kontak
mata, modulasi suara, dan posisi tubuh, perawatan diri dan kinerja sosial
yang buruk;
Sedikitnya ada riwayat satu episode psikotik yang jelas di masa lampau yang
memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofenia;
Sedikitnya sudah melampaui kurun waktu satu tahun dimana intensitas dan
frekuensi gejala yang nyata seperti waham dan halusinasi telah sangat
berkurang (minimal) dan telah timbul sindrom “negative” dari skizofrenia;
Tidak terdapat dementia atau penyakit / gangguan otak organik lain, depresi
kronis atau institusionalisasi yang dapat menjelaskan disabilitas negative
tersebut.
Menurut DSM IV, tipe residual ditandai oleh bukti-bukti yang terus menerus
adanya gangguan skizofrenik, tanpa adanya kumpulan lengkap gejala aktif atau gejala
yang cukup untuk memenuhi tipe lain skizofrenia.Penumpulan emosional, penarikan
social, perilaku eksentrik, pikiran yang tidak logis, dan pengenduran asosiasi ringan
adalah sering ditemukan pada tipe residual.Jika waham atau halusinasi ditemukan maka
hal tersebut tidak menonjol dan tidak disertai afek yang kuat.
Skizofrenia Tak Terinci (Undifferentiated).
32
Seringkali pasien yang jelas skizofrenik tidak dapat dengan mudah dimasukkan
kedalam salah satu tipe.PPDGJ mengklasifikasikan pasien tersebut sebagai tipe tidak
terinci. Kriteria diagnostic menurut PPDGJ III yaitu:
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia
Tidak memenuhi kriteria untuk diagnosis skizofrenia paranoid, hebefrenik,
atau katatonik.
Tidak memenuhi kriteria untuk skizofrenia residual atau depresi pasca
skizofrenia.
Depresi Pasca-Skizofrenia
Diagnosis harus ditegakkan hanya kalau :
Pasien telah menderita skizofrenia (yang memenuhi kriteria diagnosis umum
skizzofrenia) selama 12 bulan terakhir ini;
Beberapa gejala skizofrenia masih tetap ada (tetapi tidak lagi mendominasi
gambaran klinisnya); dan
Gejala-gejala depresif menonjol dan menganggu, memenuhi paling sedikit
kriteria untuk episode depresif, dan telah ada dalam kurun waktu paling sedikit 2
minggu.
Apabila pasien tidak lagi menunjukkan gejala skizofrenia diagnosis menjadi
episode depresif. Bila gejala skizofrenia diagnosis masih jelas dan menonjol,
diagnosis harus tetap salah satu dari subtipe skizofrenia yang sesuai.
Skizofrenia lainnya
Bouffe Delirante (acute delusional psychosis)
Konsep diagnosis skizofrenia dengan gejala akut yang kurang dari 3 bulan,
kriteria diagnosisnya sama dengan DSM-IV-TR. 40% dari pasien yang
didiagnosa dengan bouffe delirante akan progresif dan akhirnya diklasifikasikan
sebagai pasien skizofrenia
Oneiroid
Pasien dengan keadaan terperangkap dalam dunia mimpi, biasanya mengalami
disorientasi waktu dan tempat.Istilah oneiroid digunakan pada pasien yang
33
terperangkap dalam pengalaman halusinasinya dan mengesampingkan
keterlibatan dunia nyata.
Early onset schizophrenia
Skizofrenia yang gejalanya muncul pada usia anak-anak. Perlu dibedakan dengan
retardasi mental dan autisme
Late onset schizophrenia
Skizofrenia yang terjadi pada usia lanjut (>45 tahun). Lebih sering terjadi pada
wanita dan pasien-pasien dengan gejala paranoid.
2.8 Pengobatan dan Pencegahan Skizofrenia
Penatalaksanaan pada pasien skizofrenia dapat berupa terapi biologis, dan terapi
psikososial.
Medik
1) Terapi Smatik (Medikamentosa)
Obat-obatan yang digunakan untuk mengobati Skizofrenia disebut
antipsikotik. Antipsikotik bekerja mengontrol halusinasi, delusi dan
perubahan pola fikir yang terjadi pada Skizofrenia. Pasien mungkin dapat
mencoba beberapa jenis antipsikotik sebelum mendapatkan obat atau
kombinasi obat antipsikotik yang benar-benar cocok bagi pasien.
Antipsikotik pertama diperkenalkan 50 tahun yang lalu dan merupakan
terapi obat-obatan pertama yang efekitif untuk mngobati Skizofrenia.
Terdapat 3 kategori obat antipsikotik yang dikenal saat ini, yaitu antipsikotik
konvensional, newer atypical antipsycotics, dan Clozaril (Clozapine).
a. Antipsikotik Konvensional
Obat antipsikotik yang paling lama penggunannya disebut antipsikotik
konvensional. Walaupun sangat efektif, antipsikotik konvensional
sering menimbulkan efek samping yang serius. Contoh obat
antipsikotik konvensional antara lain :
Haldol (haloperidol)
Mellaril (thioridazine)
Navane (thiothixene)
Stelazine ( trifluoperazine)
34
Thorazine ( chlorpromazine)
Trilafon (perphenazine)
Akibat berbagai efek samping yang dapat ditimbulkan oleh antipsikotik
konvensional, banyak ahli lebih merekomendasikan penggunaan newer
atypical antipsycotic. Ada 2 pengecualian (harus dengan antipsikotok
konvensional). Pertama, pada pasien yang sudah mengalami perbaikan
(kemajuan) yang pesat menggunakan antipsikotik konvensional tanpa efek
samping yang berarti.
Biasanya para ahli merekomendasikan untuk meneruskan pemakaian
antipskotik konvensional. Kedua, bila pasien mengalami kesulitan minum
pil secara reguler. Prolixin dan Haldol dapat diberikan dalam jangka waktu
yang lama (long acting) dengan interval 2-4 minggu (disebut juga depot
formulations). Dengan depot formulation, obat dapat disimpan terlebih
dahulu di dalam tubuh lalu dilepaskan secara perlahan-lahan. Sistem depot
formulation ini tidak dapat digunakan pada newer atypic antipsychotic.
b. Newer Atypcal Antipsycotic
Obat-obat yang tergolong kelompok ini disebut atipikal karena prinsip
kerjanya berbeda, serta sedikit menimbulkan efek samping bila
dibandingkan dengan antipsikotik konvensional. Beberapa contoh
newer atypical antipsycotic yang tersedia, antara lain :
1. Risperdal (risperidone)
2. Seroquel (quetiapine)
3. Zyprexa (olanzopine)
Para ahli banyak merekomendasikan obat-obat ini untuk menangani
pasien-pasien dengan skizofrenia.
c. Clozaril mulai diperkenalkan tahun 1990, merupakan antipsikotik
atipikal yang pertama. Clozaril dapat membantu ± 25-50% pasien yang
tidak merespon (berhasil) dengan antipsikotik konvensional. Sangat
disayangkan, Clozaril memiliki efek samping yang jarang tapi sangat
serius dimana pada kasus-kasus yang jarang (1%), Clozaril dapat
35
menurunkan jumlah sel darah putih yang berguna untuk melawan
infeksi. Para ahli merekomendaskan penggunaan Clozaril bila paling
sedikit 2 dari obat antipsikotik yang lebih aman tidak berhasil. Sediaan
Obat Anti Psikosis dan Dosis Anjuran :
Nama Obat Sediaan Tablet Sediaan Injeksi Dosis
Klorpromazin 25 mg, 100 mg 25 mg/ml 150-600 mg/hari
Haloperidol 0,5 mg, 1,5 mg,
5 mg
5 mg/ml 5 - 15 mg/hari
Perfenazin 2 mg, 4 mg,
8 mg
- 12 - 24 mg/hari
Flufenazin 2,5 mg, 5 mg - 10 - 15 mg/hari
Flufenazin
dekanoat
- 25 mg/ml 25 mg/2-4 minggu
Levomeprazin 25 mg 25 mg/ml 25 - 50 mg/hari
Trifluperazin 1 mg, 5 mg - 10 - 15 mg/hari
Tioridazin 50 mg, 100 mg - 150 - 600 mg/hari
Sulpirid 200 mg, 300 mg 50 mg/ml 600 mg/hari
Pimozid 1 mg, 4 mg - 1 - 4 mg/hari
Risperidon 1 mg, 2 mg,
3 mg
- 2 - 6 mg/hari
2) Cara Penggunaan :
a. Pada dasarnya semua obat anti psikosis mempunyai efek primer (efek
klnis) yang sama pada dosis ekivalen, perbedaan terutama pada efek
samping sekunder.
36
b. Pemilihan jenis obat anti psikosis mempertimbangkan gejala psikosis
yang dominan dan efek samping obat. Pergantian obat disesuaikan
dengan dosis ekivalen.
c. Apabila obat anti psikosis tertentu tidak memberikan respon klinis
dalam dosis yang sudah optimal setelah jangka waktu yang memadai,
dapat diganti dengan obat psikosis lain (sebaiknya dari golongan yang
tidak sama), dengan dosis ekivalennya dimana profil efek samping
belum tentu sama.
d. Apabila dalam riwayat penggunaan obat anti psikosis sebelumnya
jenis obat antipsikosis tertentu yang sudah terbukti efektif dan ditolerir
dengan baik efek sampingnya, dapat dipilih kembali untuk pemakaian
sekarang.
e. Dalam pengaturan dosis perlu mempertimbangkan :
Onset efek primer (efek klinis) sekitar 2-4 mingg
Onset efek sekunder (efek samping) sekitar 2-6 jam
Waktu paruh 12-24 jam (pemberian 1-2 kali perhari)
Dosis pagi dan malam dapat berbeda untuk mengurangi dampak
efek samping (dosis pagi kecil, dosis malam lebih besar) sehingga
tidak begitu mengganggu kualitas hidup pasien
f. Mulai dosis awal dengan dosis anjuran dinaikkan setiap 2-3 hari
sampai mencapai dosis efektif (mulai peredaan sindroma psikosis)
dievaluasi setiap 2 minggu dan bila perlu dinaikkan dosis optimal
dipertahankan sekitar 8-12 minggu (stabilisasi) diturunkan setiap 2
minggu dosis dipertahankan 6 bulan sampai 2 tahun (diselingi drug
holiday 1-2 hari/mingu) tapering off (dosis diturunkan tiap 2-4
minggu).
g. Untuk pasien dengan serangan sndroma psikosis multi episode terapi
pemeliharaan dapat dibarikan palong sedikit selama 5 tahun.
37
h. Efek obat psikosis secara relatif berlangsung lama, sampai beberapa
hari setelah dosis terakhir yang masih mempunyai efek klinis.
i. Pada umumnya pemberian oabt psikosis sebaiknya dipertahankan
selama 3 bulan sampai 1 tahun setelah semua gejala psikosis mereda
sama sekali. Untuk psikosis reaktif singkat penurunan obat secara
bertahap setelah hilangnya gejala dalam waktu 2 minggu - 2bulan.
j. Obat antipsikosis tidak menimbulkan gejala lepas obat yang hebat
walaupun diberikan dalam jangka waktu yang lama, sehingga potensi
ketergantungan obat kecil sekali.
k. Pada penghentian yang mendadak dapat timbul gejala Cholinergic
rebound yaitu: gangguan lambung, mual muntah, diare, pusing,
gemetar dan lain-lain. Keadaan ini akan mereda dengan pemberian
anticholinergic agent (injeksi sulfas atrofin 0,25 mg IM dan tablet
trihexypenidil 3x2 mg/hari)
l. Obat anti pikosis long acting (perenteral) sangat berguna untuk pasien
yang tidak mau atau sulit teratur makan obat ataupun yang tidak efektif
terhadap medikasi oral. Dosis dimulai dengan 0,5 cc setiap 2 minggu
pada bulan pertama baru ditingkatkan menjadi 1 cc setap bulan.
Pemberian anti psikosis long acting hanya untuk terapi stabilisasi dan
pemeliharaan terhadap kasus skizofrenia.
m. Penggunaan CPZ injeksi sering menimbulkan hipotensi ortostatik pada
waktu peubahan posisi tubuh (efek alpha adrenergik blokade).
Tindakan mengatasinya dengan injeksi noradrenalin (effortil IM)
n. Haloperidol sering menimbulkan sindroma parkinson. Mengatasinya
dengan tablet trihexyphenidyl 3-4x2 mg/hari, SA 0,5-0,75 mg/hari
(Kaplan and Sadock, 2010).
3) Pemilihan Obat untuk Episode (Serangan) Pertama
Newer atypical antipsycoic merupakn terapi pilihan untuk penderita Skizofrenia
episode pertama karena efek samping yang ditimbulkan minimal dan resiko
38
untuk terkena tardive dyskinesia lebih rendah.
Biasanya obat antipsikotik membutuhkan waktu beberapa saat untuk mulai
bekerja. Sebelum diputuskan pemberian salah satu obat gagal dan diganti dengan
obat lain, para ahli biasanya akan mencoba memberikan obat selama 6 minggu (2
kali lebih lama pada Clozaril).
4) Pemilihan Obat untuk keadaan relaps (kambuh)
Biasanya timbul bila pendrita berhenti minum obat, untuk itu, sangat penting
untuk mengetahui alasan mengapa penderita berhenti minum obat. Terkadang
penderita berhenti minum obat karena efek samping yang ditimbulkan oleh obat
tersebut. Apabila hal ini terjadi, dokter dapat menurunkan dosis menambah obat
untuk efek sampingnya, atau mengganti dengan obat lain yang efek sampingnya
lebih rendah.
Apabila penderita berhenti minum obat karena alasan lain, dokter dapat
mengganti obat oral dengan injeksi yang bersifat long acting, diberikan tiap 2- 4
minggu. Pemberian obat dengan injeksi lebih simpel dalam
penerapannya.Terkadang pasien dapat kambuh walaupun sudah mengkonsumsi
obat sesuai anjuran. Hal ini merupakan alasan yang tepat untuk menggantinya
dengan obat obatan yang lain, misalnya :
a. antipsikotik konvensonal dapat diganti dengan newer atipycal
antipsycotic atau newer atipycal
b. antipsycotic diganti dengan antipsikotik atipikal lainnya.
Clozapine dapat menjadi cadangan yang dapat bekerja bila terapi
dengan obat-obatan diatas gagal.6
5) Pengobatan Selama Fase Penyembuhan
Sangat penting bagi pasien untuk tetap mendapat pengobatan walaupun setelah
sembuh. Penelitian terbaru menunjukkan 4 dari 5 pasien yang behenti minum
obat setelah episode petama skizofrenia dapat kambuh. Para ahli
merekomendasikan pasien-pasien Skizofrenia episode pertama tetap mendapat
obat antipskotik selama 12-24 bulan sebelum mencoba menurunkan dosisnya.
Pasien yang mendertia Skizofrenia lebih dari satu episode, atau balum sembuh
39
total pada episode pertama membutuhkan pengobatan yang lebih lama. Perlu
diingat, bahwa penghentian pengobatan merupakan penyebab tersering
kekambuhan dan makin beratnya penyakit.4
Keperawatan
A. Terapi Psikososial
Terapi psikososial dimaksudkan penderita agar mampu kembali
beradaptasi dengan lingkungan sosial sekitarnya dan mampu merawat
diri, mampu mandiri tidak tergantung pada orang lain sehingga tidak
menjadi beban bagi keluarga dan masyarakat. Penderita selama ini
menjalani terapi psikososial ini hendaknya masih tetap mengkonsumsi
obat psikofarmaka sebagaimana juga halnya waktu menjalani
psikoterapi. Kepada penderita diupayakan untuk tidak menyendiri, tidak
melamun, banyak kegiatan dan kesibukan, banyak bergaul.6
a) Terapi Perilaku
Teknik perilaku menggunakan hadiah ekonomi dan latihan
keterampilan sosial untuk meningkatkan kemampuan sosial, latihan
praktis dan komunikasi interpersonal. Jenis-jenis psikoterapi perilaku
adalah latihan ketrampilan perilaku melibatkan penggunaan kaset video
orang lain dan pasien, permainan simulasi (role playing) dalam terapi
dan pekerjaan rumah tentang ketrampilan yang dilakukan.6
b) Terapi berorientasi-keluarga
Terapi ini sangat berguna karena pasien skizofrenia seringkali
dipulangkan dalam keadaan remisi parsial, keluraga dimana pasien
skizofrenia kembali seringkali mendapatkan manfaat dari terapi
keluarga yang singkat namun intensif (setiap hari). Setelah periode
pemulangan segera, topik penting yang dibahas didalam terapi keluarga
adalah proses pemulihan, khususnya lama dan kecepatannya.
Seringkali, anggota keluarga, didalam cara yang jelas mendorong sanak
saudaranya yang terkena skizofrenia untuk melakukan aktivitas teratur
40
terlalu cepat. Rencana yang terlalu optimistik tersebut berasal dari
ketidaktahuan tentang sifat skizofreniadan dari penyangkalan tentang
keparahan penyakitnya.6
c) Terapi Kelompok
Terapi kelompok bagi skizofrenia biasanya memusatkan pada rencana,
masalah, dan hubungan dalam kehidupan nyata. Kelompok mungkin
terorientasi secara perilaku, terorientasi secara psikodinamika atau
tilikan, atau suportif. Terapi kelompok efektif dalam menurunkan
isolasi sosial, meningkatkan rasa persatuan, dan meningkatkan tes
realitas bagi pasien skizofrenia. Kelompok yang memimpin dengan cara
suportif, bukannya dalam cara interpretatif, tampaknya paling
membantu bagi pasien skizofrenia.5
d) Psikoterapi Individual
Hubungan antara dokter dan pasien adalah berbeda dari yang ditemukan
di dalam pengobpasien non-psikotik. Menegakkan hubungan seringkali
sulit dilakukan; pasien skizofrenia seringkali kesepian dan menolak
terhadap keakraban dan kepercayaan dan kemungkinan sikap curiga,
cemas, bermusuhan, atau teregresi jika seseorang mendekati.
Pengamatan yang cermat dari jauh dan rahasia, perintah sederhana,
kesabaran, ketulusan hati, dan kepekaan terhadap kaidah sosial adalah
lebih disukai daripada informalitas yang prematur dan penggunaan
nama pertama yang merendahkan diri. Kehangatan atau profesi
persahabatan yang berlebihan adalah tidak tepat dan kemungkinan
dirasakan sebagai usaha untuk suapan, manipulasi, atau eksploitasi.4
Pencegahan Skizofrenia
Pendekatan yang dilakukan dalam pencegahan skizofrenia dapat bersifat
“eklektik holistik” yang mencakup tiga pilar yaitu organobiologis, psikoedukatif,
dan psikoreligius, dan dari ketiga pilar tersebut dapat diketahui kepribadian
seseorang. Upaya pencegahan yang dilakukan pada masing-masing pilar
dimaksudkan untuk menekan seminimal mungkin munculnya skizofrenia dan
kekambuhanya.
41
1) Organobiologis
Bila ada riwayat keluarga penderita skizofrenia, sebaiknya menikah
dengan keluarga yang tidak memiliki riwayat skizofrenia.
Walaupun dalam keluarga tidak ada riwayat penderita skizofrenia,
sebaiknya tidak menikah dengan yang memiliki riwayat skizofrenia.
Sebaiknya penderita atau pernah menderita skizofrenia tidak saling
menikah.
2) Psikoedukatif
Beberapa sikap yang harus diperhatikan orang tua dalam membina mental
emosional dan mental intelektual anak, yaitu :
Kemampuan untuk percaya pada kebaikan orang lain.
Sikap terbuka.
Anak mampu menerima kata tidak atau kemampuan pengendalian diri
terhadap hal-hal yang mengecewakan, kalau tidak anak akan sulit
bergaul dan belajar di sekolah.
3) Psiko Religius
Menurut Larson, penelitian yang termuat dalam Religious commitment
and Health, menyatakan bahwa agama sangat penting dalam pencegahan
agar seorang tidak mudah jatuh sakit, meningkatkan kemampuan
mengatasi penderitaan dan mempercepat penyembuhan.
42
BAB. III
KESIMPULAN
Skizofrenia adalah gangguan psikotik yang sifatnya merusak, melibatkan
gangguan berfikir, persepsi, pembicaraan, emosional, dan gangguan perilaku. Gangguan
psikotik adalah gangguan jiwa yang ditandai dengan ketidakmampuan individu menilai
kenyataan yang terjadi. Faktor – faktor penyebab skozofrenia meliputi faktor biologis,
psikologis, lingkungan dan organis. Sedangkan gangguan psikotik disebabkan oleh
faktor organo – biologik, psikologik, sosio – agama. Secara umum ciri – ciri skizofrenia
yaitu gangguan delusi, halusinasi, disorganisai, pendataran afek, alogia, avolisi,
anhedonia. Ciri – ciri gangguan psikotik diantaranya memiliki labilitas emosional,
menarik diri dari interaksi sosial, mengabaikan penampilan dan kebersihan diri,
mengalami penurunan daya ingat dan kognitif parah, mengalami kesulitan
mengorientasikan waktu, orang, tempat, memiliki keengganan melakukan segala hal
serta memiliki perilaku yang aneh. Tipe skizofrenia dikelompokkan menjai tipe
paranoid, katatonik, tak terperinci atau tak terbedakan, residual. Untuk gangguan
psikotik sendiri dikelompokkan menjadi tipe psikotik akut dan kronik. Cara Mengatasi
skizofrenia antara lain menciptakan kontak sosial yang baik, terapi ECT
(electrocompulsive therapy) dan (insulin comma therapy), menghindarkan dari frustrasi
dan kesulitan psikis lainnya, membiasakan pasien memiliki sikap hidup positif dan mau
melihat hari depan dengan rasa berani, memberi obat neuroleptik. Baik gangguan
psikotik akut maupun kronik diatasi dengan memberikan asuhan keperawatan pada
klien.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Andreasen, N,C., Carpenter, M.T., Kane, J.M.,Lasser, R.A.,Marder, S.R.,
Weinberger, D.R. 2005. Remission in Schizophrenia: Proposed Criteria and
Rationale for Consensus. Am J Psychiatry. 162:441–449.
2. Durand, V. Mark, & Barlow, David H. (2006). Psikologi Abnormal. Edisi
Keempat. Jilid Pertama. Jogjakarta : Pustaka Pelajar
3. Jenkins, J.H.,Garcia, J.I.R., Chang, C.L., Young, J.S., Lopez, S.R. 2006.
FamilySupport Predicts Psychiatric Medication Usage Among Mexican
AmericanIndividuals with Schizophrenia. Social Psyciatry and Psychiatric
Epidemology,41. 624-631.
4. Kaplan H.I, Sadok B.J. Sinopsis Psikiatri, Edisi ketujuh, Jilid I, Binarupa Aksara,
Jakarta, 2003 : 777-83
5. Kaplan H.I, Sadok B.J. Ilmu Kedokteran Jiwa Darurat, Cetakan I, Widya
Medika, Jakarta, 1998 : 227-229
6. Kaplan H.I, Sadok B.J. Comprensive Textbook Of Psychiatry, William &
Walkins. 5th Edition, USA, 1998 : 128
7. Maramis, W. F. (2009). Ilmu Kedokteran Jiwa edisi 2. Surabaya: Pusat
penerbitan dan percetakan.
44
8. Maslim R, Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan Ringkasan dari
PPGDJ-III, Jakarta, 2001 : 65
9. Nevid, Jeffrey S., Rathus, Spencer A., & Greene, Beverly. (2005). Psikologi
Abnormal. Edisi Kelima. Jilid Pertama. Jakarta : Penerbit Erlangga
10. Pedoman Penggolongan Diagnostik Gangguan Jiwa (PPDGJ III), Direktorat
Kesehatan Jiwa Departemen Kesehatan Republik Indonesia, 1993.
45