caping+cari angin+kolom tempo 26.10.2014-1.11.2014

Upload: ekho109

Post on 02-Jun-2018

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    1/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    2/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    3/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    4/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    5/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    6/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    7/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    8/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    9/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    10/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    11/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    12/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    13/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    14/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    15/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    16/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    17/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    18/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    19/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    20/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    21/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    22/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    23/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    24/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    25/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    26/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    27/37

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    28/37

    Sekali Lagi 'Sepak Bola Gajah'

    Jum'at, 31 Oktober 2014

    Nur Haryanto , wartawan Tempo

    Hampir setiap sore, ratusan bocah berlatih sepak bola di kompleks Sekolah Ragunan, JakartaSelatan. Dimas, 10 tahun, salah satu siswa di sana, berlari ke pinggir lapangan saat peluit

    panjang dibunyikan pelatih. Sambil mengusap peluh di wajahnya dengan kaus seragam yangterlihat kedodoran, dia mengambil air minum. "Besok kalau sudah besar mau jadi pemainsepak bola, ya?" saya menyapa bocah itu. Dia meringis memperlihatkan giginya sambil

    menganggukkan kepala, selepas latihan.

    Andai saja ada 1.001 anak di Indonesia yang serius berlatih sepak bola, yang terbagi dalam100 kesebelasan, dari Aceh sampai Papua, ada baiknya diadakan model pertandingan yangseru dan bermanfaat. Turnamen menggunakan sistem setengah kompetisi dan kompetisi

    penuh hingga bermuara pada pertemuan antarzona. Kalau itu terjadi, akan menjadi kompetisisepanjang tahun yang meriah dan diharapkan bisa menjaring pemain-pemain muda bertalentauntuk mewujudkan mimpi bangsa Indonesia berkiprah dalam Piala Dunia.

    Tentu saja tidak sesederhana itu. Maaf, saya hanya larut dalam kegembiraan melihatsemangat bocah-bocah Ibu Kota itu berlatih. Soalnya, Minggu, 26 Oktober lalu, ada sebuahkeanehan luar biasa di dunia sepak bola kita. Pertandingan antara PSS Sleman dan PSISSemarang itu telah mencoreng dunia sepak bola.

    Jika Anda melihat tayangannya di YouTube, Anda akan geleng-geleng kepala. Sulitdipahami, seorang pemain menggiring bola ke gawang sendiri dan justru dihalang-halangi

    pemain lawan agar tidak melakukan gol bunuh diri. Pemain depan lawan berganti posisimenjadi pemain belakang tim lawannya. Kekonyolan ini benar-benar tak pantas dilakukan didunia sepak bola mana pun. Dagelan sepak bola pada akhir kompetisi Divisi Utama itu pun

    menjadi buah bibir internasional.

    Kemungkinan besar, PSS dan PSIS sengaja tidak mau menang agar tidak memimpin Grup 1.Posisi ini berimbas ke pertandingan berikutnya, saat tim yang kalah otomatis tidak akanmenghadapi runner-up Grup 2, Pusamania Borneo FC. Artinya, PSS dan PSIS sama-samamenghindari Pusamania.

    "Sepak bola gajah" pernah terjadi waktu kesebelasan Indonesia melawan Thailand dalam lagaterakhir penyisihan grup Piala Tiger 1998. Skor pada menit-menit terakhir masih imbang 2-2,namun Mursyid Effendi membuat kejutan dengan menyarangkan bola ke gawang sendiri.Asosiasi bola internasional FIFA memberi hukuman kepada tim Merah Putih dengan denda

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    29/37

    US$ 40 ribu dan Mursyid terkena hukuman seumur hidup. Ia dilarang tampil dalam pertandingan internasional.

    Komisi Disiplin PSSI pernah memberi hukuman untuk otak di balik "sepak bola gajah".

    Dalam laporan majalah Tempo edisi 5 Maret 1994, Komisi Disiplin PSSI menghukummanajer tim Persebaya Surabaya, Agil H. Ali, saat itu. Dia dituduh mengotaki pengaturanskor pertandingan dalam Kompetisi Perserikatan PSSI Wilayah Timur. Agil tidak bolehmenjadi ofisial selama setahun dan membayar denda Rp 500 ribu. Adapun pelatih PSIMYogya, Berce Matulapelwa, diskors enam bulan tapi tak didenda.

    "Sepak bola gajah" muncul kembali bulan lalu. Mudah-mudahan, Dimas yang masih belajarsepak bola di Ragunan belum paham benar kasus ini. Seandainya paham, dia akan berpikirseribu kali sebelum memutuskan untuk menjadi pemain sepak bola. Wallahu A'lam

    Bishawab.

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    30/37

    Tepat Memilih Jaksa Agung

    Jum'at, 31 Oktober 2014

    Wiwin Suwandi , Pemerhati Tata Negara dan Anti-Korupsi

    Masih ada pekerjaan rumah (PR) yang menunggu Jokowi: memilih jaksa agung. Trisula penegak hukum di bawah kepemimpinan presiden adalah Jaksa Agung, Kapolri, danMenkumham, plus KPK sebagai komisi independen. Dan Presiden tidak boleh asal memilih

    jaksa agung, mengingat posisi jaksa agung sangat vital dalam sistem peradilan pidana(criminal justice system ). Lebih penting lagi, jaksa agung yang dipilih harus mendukung

    revolusi mental, khususnya di lingkungan internal kejaksaan yang masih bobrok.

    Dalam sistem peradilan pidana, jaksa agung memegang peran penting dalam fungsi penyidikan dan penuntutan. Bebas-tidaknya vonis pelaku tindak pidana berada di pundakkejaksaan. Dan Jokowi harus memilih jaksa agung yang berintegritas serta memiliki visi-misi

    jelas dan konkret.

    Seorang jaksa agung mesti berani melakukan reformasi pembenahan sistem dan aparatur.Pembenahan sistem difokuskan pada empat aspek. Pertama, prioritas penanganan kasus

    berdimensi tindak pidana khusus seperti korupsi, pencucian uang ( money laundry ), terorisme,dan narkoba. Kejaksaan sering dikritik lamban dalam mengusut tuntas kasus tersebut. Karenaitu, kasus-kasus tersebut harus menjadi prioritas utama kejaksaan, mengingat besarnyakerugian materi dan nonmateri yang ditimbulkan.

    Kedua, mempererat dan memperkuat kerja sama antarkomponen utama sistem peradilan pidana: kepolisian, kejaksaan, pengadilan dan lembaga pemasyarakatan, termasuk KPK,untuk mempercepat penanganan kasus tindak pidana serta menghindari masalah-masalahyang ditimbulkan akibat tidak jalannya koordinasi. Ketiga, memperkuat dan memberdayakansistem pengawasan internal kejaksaan untuk memantau perilaku dan kinerja jaksa yang bisa

    merusak wibawa kejaksaan.

    Keempat, melibatkan masyarakat untuk aktif memantau kinerja kejaksaan dengan mendorong perbaikan di sektor manajemen informasi kejaksaan berbasis teknologi informasi (TI).Masyarakat bisa berpartisipasi dalam melaporkan dugaan tindak pidana serta memantaukinerja jaksa yang melenceng dari kode etik kejaksaan.

    Jaksa agung juga harus berani mendorong penguatan aparatur melalui peningkatan sumberdaya manusia kejaksaan. Pesatnya globalisasi tidak hanya memudahkan dan mempercepatinteraksi warga antarbangsa/negara, tapi juga menimbulkan tingginya angka kejahatan,khususnya yang berdimensi kejahatan lintas negara ( transnational crime ) seperti korupsi,

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    31/37

    narkoba, pencucian uang ( money laundry ), dan terorisme. Perkembangan kejahatankontemporer bersifat dinamis dari waktu ke waktu, sementara KUHP dan penindakan secarakonvensional cenderung tidak responsif dan ketinggalan zaman. Dengan demikian, aparat

    jaksa yang aktif dan tanggap terhadap situasi kekinian sangat dibutuhkan.

    Selama ini, banyak kritik ditujukan ke kejaksaan karena kurang memadainya kapasitassumber daya manusia kejaksaan, di samping mentalitas aparat kejaksaan yang mesti dibenahi.Masyarakat dan pers selama 24 jam harus memantau kinerja jaksa. Tidak sedikit kritik yangditerima kejaksaan hingga saat ini.

    Karena itu, keberhasilan kinerja "Korps Adhyaksa" ke depan berada di pundak Jokowi untukmemilih orang yang tepat sebagai jaksa agung saat ini.

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    32/37

    Pesan untuk Mendikbud Baru

    Jum'at, 31 Oktober 2014

    Yohanes N. Widiyanto , PhD Candidate/The Ohio State University, dosen Unika Widya Mandala

    Surabaya

    Pemerintahan baru Jokowi-JK dihadapkan pada kendala fiskal untuk memenuhi keinginanmereka dalam memenuhi janji-janji kampanye. Kendala ini tak terlepas dari beberapa posanggaran yang memang sudah diplot, termasuk anggaran 20 persen APBN untuk pendidikan,sebagaimana amanat UUD 1945 hasil amendemen.

    Salah satu pos yang menyita anggaran besar adalah dana untuk sertifikasi guru yangmencapai Rp 60,5 triliun dalam APBN 2014, sebuah kenaikan fantastis 50 persen dari tahunsebelumnya dan diperkirakan terus membengkak setiap tahunnya. Dana sertifikasi yangdibagikan kepada guru pada setiap bulannya tersebut setara dengan perbaikan 302.500sekolah atau ratusan juta penyertaan orang miskin dalam BPJS atau ribuan kilometer jalan

    baru. Ini salah satu contoh dari investasi begitu besar yang akan sia-sia jika tanpa pemikiranmatang dan kerja efektif dalam mengawalnya.

    Alih-alih melihat fantastisnya anggaran pendidikan, Anies Baswedan, sang MenteriPendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) yang baru, menyatakan pendidikan bukanlahinvestasi ( detik.com /Oktober 28) saat ditanya apa target kerja dalam 100 hari pertama.Walaupun ada kebenaran dalam pernyataannya, hal ini justru berkebalikan dengan pemikiranAndy Hargreaves dan Michael Fullan, dua pendidik terkemuka abad ini, yang menulis buku

    Professional Capital (2013). Mereka mengajak kita semua berpikir bak seorang ekonom bahwa pendidikan adalah sebuah investasi.

    Tapi, kedua pendidik ini mengingatkan bahwa ada dua arus besar dalam menyikapi pendidikan sebagai investasi, yaitu: business capital (permodalan berbasis bisnis) dan

    professional capital (permodalan berbasis profesionalisme).

    Pada arus pemikiran pertama ini, para pembuat kebijakan hanya melihat kepentingan jangka pendek dalam merumuskan kebijakan pendidikan: sekadar mempekerjakan tenaga guru mudayang mau digaji kecil, menggunakan teknologi sebanyak-banyaknya sehingga kehadiran guru

    bisa diminimalkan, dan memberikan para guru rasa ketakutan akan kehilangan pekerjaannya,agar mereka mau bekerja lebih keras.

    Arus pemikiran kedua adalah permodalan berbasis profesionalisme yang bertujuan

    membangun sistem yang mampu menghasilkan guru berkualitas dan berkomitmen untuk profesinya. Dalam bahasa sehari-hari, tujuan yang ingin dicapai adalah teaching like a pro ,

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    33/37

    alias bukan amatiran. Laiknya seorang CEO perusahaan terkemuka, Mendikbud baru harusmampu mengajak pemangku kepentingan yang lain untuk berpikir bagaimana investasi yangluar biasa besar ini menguntungkan dalam jangka panjang dan mampu menggerakkankembali investasi baru.

    Lebih jauh, Hargreaves dan Fullan menyatakan professional capital yang menjadi alatkeberhasilan pendidikan terdiri atas tiga modal, yaitu human capital (modal manusia), socialcapital (modal sosial), dan decisional capital (modal keputusan). Modal manusia menunjuk

    pada profesionalisme pribadi para guru itu sendiri yang sudah terurai dengan bagus dalamUU Guru dan Dosen.

    Akan tetapi, pemerintah sebagai regulator juga harus tegas dalam menentukan kelayakankompetensi guru. Pengalaman uji kompetensi awal (UKA), di mana pemerintah membatalkanaturan bahwa UKA adalah syarat untuk sertifikasi guru setelah melihat hasil yangmengecewakan, merupakan salah satu contoh bahwa guru tidak dijaga mutu pribadinya.

    Lebih daripada sekadar tugas pemerintah, pihak yang pertama-tama harus menjaga marwah profesionalisme guru adalah para guru sendiri. Para guru harus sadar bahwa mereka adalahsatu-satunya pekerja sosial yang mendapat keistimewaan tunjangan sertifikasi.

    Modal kedua adalah modal sosial yang menunjuk pada kualitas dan kuantitas interaksi sertahubungan sosial antarguru dan segenap pemangku kepentingan pendidikan. Selama ini yangmenonjol dari perjuangan organisasi guru adalah memperjuangkan gaji dan status sebagai

    pegawai negeri semata. Mereka menutup mata apakah para anggota yang diperjuangkan itumemang layak menjadi guru profesional atau tidak.

    Modal yang ketiga, decisional capital , adalah kemampuan para guru untuk mampu membuatkeputusan yang prima dalam menjalankan profesinya dan tidak semata-mata berpedoman

    pada tupoksi. Di sinilah para guru menyadari harkat-martabatnya sebagai pendidik dan bukansekadar pengajar.

    Alangkah baiknya kalau dana sertifikasi yang mereka terima juga disisihkan untuk membelidan membaca buku-buku bagus yang akan meningkatkan wawasan dalam mengajar. Lewatrefleksi yang terus-menerus, para guru akan semakin tajam dalam menyikapi permasalahan dikelas dan di masyarakat.

    Program sertifikasi guru sebagai salah satu investasi pendidikan yang telah menelan biayasangat fantastis tidak dapat dibiarkan seakan-akan business goes as usual . Ini investasi besaryang harus dikawal sejak sekarang dengan road map yang harus jelas. Wacana professionalcapital menunjukan pada kita semua bahwa investasi bidang pendidikan menuntut kerja samadan kerja keras dari semua pemangku kepentingan di negeri ini. Selamat bekerja, Mas Anies.

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    34/37

    Lagu Happy Birthday dan Hak Cipta

    Sabtu, 01 November 2014

    Denny Sakrie , Pengamat Musik

    Happy Birthday adalah lagu paling populer sepanjang masa, karena selalu dinyanyikanoleh siapa saja setiap perayaan ulang tahun seseorang. Tahukah Anda penulis lagu yangliriknya hanya berisikan kalimat happy birthday to you dan disebut oleh Guinness Book ofWorld Record sebagai lagu paling dikenal sepanjang zaman itu?

    Lagu ini ditulis oleh seorang guru bernama Patty Smith Hill dan adiknya, Mildred Hill, padaakhir abad ke-19. Tapi siapa yang menyangka bahwa lagu yang telah melegenda itu masih berada di bawah perlindungan hak cipta, di mana setiap orang yang mau menggunakan lagutersebut harus membayar lisensi hak cipta. Padahal lagu ini telah memasuki kategori publicdomain.

    Kasus ini muncul beberapa waktu lalu saat pembuatan film dokumenter tentang sejarah laguHappy Birthday , di mana produser film diminta untuk membayar lisensi penggunaan laguHappy Birthday sebesar ASD 1.500, yang dipegang oleh perusahaan penerbitanWarner/Chappell. Jika tidak membayar, pengguna lagu Happy Birthday akan dikenai denda

    pelanggaran hak cipta sebesar ASD 150.000.

    Peristiwa ini ditulis oleh Eric Gardner dengan tajuk Lawsuit Against Warner/ChappellMusic Claims Happy Birthday Belongs to Public Domain yang dimuat dalam The

    Hollywood Reporter edisi Juni 2013, bahwa lagu Happy Birthday ini awalnya ditulis olehHill Bersaudara pada 1893 dengan judul Good Morning To All dan menjadi populer. Laguini memiliki dasar hak cipta karena liriknya diterbitkan dalam sebuah songbook pada 1924serta diterbitkan dalam bentuk aransemen piano pada 1935. Akhirnya, lagu Happy Birthday ini mendapat perlindungan hak cipta selama 95 tahun terhitung sejak terdaftar pada 1935. Ini

    berarti lagu Happy Birthday akan berada di bawah lindungan hak cipta hingga 2030.Sebuah kurun waktu yang sangat panjang.

    Dan sebagai lagu paling populer sepanjang masa, Happy Birthday bisa dideretkan sebagailagu yang paling banyak mengeduk keuntungan dari biaya lisensi hak cipta yang diterapkanterhadap para pengguna lagu tersebut. Bayangkan saja betapa banyak pihak yang kerapmenggunakan lagu ini dalam berbagai medium, dari rekaman musik, soundtrack film, hinggakebutuhan-kebutuhan lain yang bersifat kapitalistik.

    Jika kita kembali ke masalah yang terjadi di negeri kita, akan terlihat bahwa begitu banyaklagu-lagu karya seniman musik Indonesia yang tidak terdaftar. Masyarakat kita yang tak

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    35/37

    peduli atas pengarsipan dalam pencatatan data-data yang akurat menyebabkan terjadinyakekeliruan dan kesalahan-kesalahan yang terus berlangsung dari dulu hingga sekarang.

    Banyak contoh yang bisa kita kemukakan, misalnya lagu Halo Halo Bandung yang

    sebetulnya ditulis oleh seorang prajurit bernama Tobing, tapi hingga detik ini masih ditulissebagai karya Ismail Marzuki.

    Dalam sebuah buku pendidikan kesenian sekolah dasar pernah tertera lagu Anging Mamiri adalah karya Ismail Marzuki, padahal penulis lagu tersebut adalah Borra Daeng Ngirate. Ataulagu Tuhan karya Sam Bimbo yang sering dikira sebagai karya penyair Taufiq Ismail.Menurut Taufiq Ismail, Yayasan Karya Cipta Indonesia selama beberapa tahun membayarroyalti atas lirik lagu Tuhan yang ternyata ditulis oleh Sam Bimbo. Keserampangan dalam

    pendataan karya-karya musik ini memang telah mencapai titik kritis.

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    36/37

    Parlemen Terbelah?

    Sabtu, 01 November 2014

    Arya Budi , Research Associate Poltracking Institute

    Kemenangan Koalisi Merah Putih (KMP)--Gerindra, Golkar, Demokrat, PKS, dan PAN--yang berkekuatan 56 persen kursi parlemen, melumat habis posisi pimpinan DPR, MPR, danalat kelengkapan Dewan mengingatkan saya akan tesis Jeffry Winters (2011: 273) bahwa"[setelah Orde Baru] para oligark pribumi mulai menanamkan sumber daya cukup besardalam politik partai."

    Penanaman sumber daya itu kini paling tidak memasuki "masa panen" di parlemen. Pada saatyang sama, Koalisi Indonesia Hebat--PDIP, PKB, Nasdem, Hanura, dan PPP-- yang hanya

    berkekuatan 44 persen kursi mulai terkonsolidasi dengan semangat sama: menguasai kendali palu sidang. Dualisme pimpinan DPR menjadi diskursus selanjutnya akibat kekuatan fraksiyang imbang dari 10 fraksi DPR. Dasarnya, Tata Tertib DPR (Pasal 251 ayat 1) yangmengamanatkan kuorum fraksi, bukan sekadar anggota. Terlepas dari prospek politik

    parlemen yang cenderung destruktif alih-alih produktif, dua blok politik di parlemen kiniseolah terkonsolidasi dan mengkristal ke dalam pelembagaan politik baru.

    Tentu, terlalu terburu-buru memproyeksikan bipartisme semu di Indonesia saat ini akanmengkristal layaknya Demokrat-Republik di Amerika. Alasannya sederhana: dua blok politikini bukan lahir dari sentimen ideologis yang sama, tapi lebih pada sentimen kalah-menang.Sentimen sakit hati bisa jadi bukan soal kalah kompetisi, tapi juga akibat gagalnyakomunikasi para pimpinan koalisi.

    Dalam model kompetisi bipolar ini, meminjam istilah Sartori (1976), competition yang adaakan mempunyai derajat competitiveness yang tinggi karena konfrontasi aktor dan partisipandi ekstra-parlementer terkanalisasi pada dua kutub. Pada saat yang sama, fakta politik saat ini

    mengklarifikasi tesis politik kartel. Tesis bahwa tidak ada kompetisi dalam post-election politics di Indonesia, karena partai dan elite berbagi sumber daya dengan nalar kartelKuskridho Ambardi (2009), menjadi tidak relevan--paling tidak untuk periode politik saat ini.

    Sebaliknya, drama parlemen sejak periode pemilihan presiden hingga kini menampilkan perwatakan kanibalistik partai "memakan" partai. Blok politik mayoritas yang telahmemenuhi 50 persen+1 melumat habis posisi kunci di parlemen sambil terus menarik "elitemengambang" masuk dalam sentimen "barisan sakit hati". Tentu, sekalipun ada sedikit irisan,ideologi dan platform partai tidak menjadi basis yang terlalu penting sebagai kausalitas danmesin survival koalisi, baik koalisi pemerintahan maupun non-pemerintah.

  • 8/10/2019 Caping+Cari Angin+Kolom Tempo 26.10.2014-1.11.2014

    37/37

    Dalam konteks sistem presidensialisme di Indonesia, komisi-komisi di DPR saat ini bisa jadiadalah alat kelengkapan "siluman" dengan nalar kerja kabinet bayangan atau shadow cabinet. Siluman karena kabinet bayangan terjadi di negara dengan sistem parlementer. Kabinet

    bayangan biasa dibentuk tak lama setelah kabinet koalisi partai pemerintahan terbentuk.

    Kabinet bayangan biasanya efektif berjalan dalam sistem pemerintahan parlementer atausistem kepartaian dua partai dengan hanya ada dua fraksi di parlemen: fraksi partai ataukoalisi partai pemerintah, dan fraksi partai atau koalisi partai oposisi.

    Di Inggris, misalnya, kursi anggota parlemen "terbelah" menjadi dua: di sisi kanan seorang parliament speaker adalah fraksi pemerintah, dan di sisi kiri parliament speaker adalah fraksioposisi. Hal ini penting karena dalam sistem politik Westminster--seperti terjadi di Inggris,Australia, Kanada, atau Selandia Baru--struktur susunan komposisi kabinet bayangan yangdibentuk oleh partai non-pemerintah hampir benar-benar mereplikasi kabinet pemerintahandari partai atau koalisi partai yang memimpin. Artinya, menteri pemerintahan benar-benar"diawasi" oleh menteri bayangan alias shadow minister .

    Wacana KMP tempo hari untuk memekarkan sebelas komisi DPR yang ada--"disesuaikan"dengan arsitektur kementerian Jokowi-JK--dan rencana revisi atas 122 undang-undang adalah

    pertanda penting bekerjanya nalar shadow . Lembaga legislatif bersifat otoritatif akibat penguasaan palu sidang di bawah kendali segelintir oligark yang terkonsolidasi tunggal.Pengambilan keputusan parlemen kolektif kolegial parlemen hanya dalam proses, sementarakeputusan sidang sudah bisa ditebak karena kursi "kiri" lebih banyak daripada kursi "kanan"di semua alat kelengkapan hingga pimpinan dewan.

    Jika koalisi Jokowi-JK tak terkonsolidasi dan agenda pemerintah tak bertemu dengankepentingan politik koalisi partai non-pemerintah, yang dominan dan terus mengkristalterkonsolidasi, Jokowi-JK berpotensi terganjal. Akibat kekuatan kursi koalisi pemerintah di

    parlemen yang tak sampai 50 persen, jadilah mereka minority government (Linz, 1990).Jokowi mau tak mau harus mampu mengubah divided government ini menjadi divided we

    govern. Jika tidak, mungkin saja pengalaman Amerika pada 2013 lalu terjadi di Indonesia: government shutdown . Pelayanan birokrasi pemerintahan berhenti akibat deadlock antara pemerintah dan parlemen dalam penyusunan anggaran negara alias APBN. Jokowi perlumengubah komunikasi politik antara pemerintah dan parlemen yang terbelah menjadi"terbelah kita memerintah". *