caka edisi april 2015

12
Catatan KAKI Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan Newsletter Edisi Khusus April 2015 #

Upload: lpm-catatan-kaki-ukpm-uh

Post on 21-Jul-2016

219 views

Category:

Documents


1 download

DESCRIPTION

 

TRANSCRIPT

Page 1: Caka edisi april 2015

Catatan KAKI

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Newsletter

Edisi Khusus April 2015#

Page 2: Caka edisi april 2015

Salam ( )aksiRed

2

Penanggung Jawab

Pimpinan Umum

Pimpinan Redaksi

Redaktur Pelaksana

Editor

Layouter

Reporter

Sirkulasi

Muh. Ishmail

Tuhan YME

Moh. Said

Edy

Rimba, Fenty, Ady

Edy

Eka, Uki, Asfar, Nurul, Oca,Said, Edy, Ipeng, Cicut, Fenty, Indah

cicut, fenty

Catatan KAKI

Kaki Tangan Demokrasi dan KeadilanEdisi Khusus Maret 2015#

Newsletter

Kontak Redaktur089502118269

SekertariatGdg. Pusat Kegiatan Mahasiswa (PKM II)Ruang TEMPO Kampus Unhas Tamalanrea Jl. P. Kemerdekaan Km 10 Makassar 90245

[email protected]

Website & Email

LITBANG

ecerah apapun cahaya yang menerangi bumi, pasti akan ada Sawan gelap yang coba berbaris dan bersembunyi di antara birunya langit. Berusaha untuk melepaskan rintik hujan di

tengah cerahnya awan putih yang mengapitnya. Awan gelap yang menjadi pembeda di antara yang lainnya. Berusaha merusak suasana cerah, berusaha membasahi manusia di tengah nikmatnya cerah mentari, berusaha menyadarkankan manusia bahwa masih ada mahluk lain yang membutuhkan hujan, kepada manusia yang terlena dengan cerahnya mentari, padahal sejuta malapetaka bersembunyi di balik cerah itu.

Berpikir kontradiksi dengan setiap kondisi normal adalah cara kami membatasi hegemoni para penguasa. Setiap penindasan selalu didominasi oleh permasalahan kedudukan dan jabatan. Yang kuat menindas yang lemah, yang besar menindas yang kecil. Jangankan kesempatan untuk berbicara, berfikir untuk hidup merdeka saja bahkan tidak diberikan oleh mereka. Sehingga sirnalah bibit-bibit penentang mereka.

Catatan kaki (CAKA) kembali hadir di hadapan pembaca setelah sekian lama bersembunyi di balik selimut yang berbau busuk dan menyengat. Selimut yang menghangatkan kami di suhu 70 derajat ceclius. Ketidakhadiran kami belakangan ini bukan karena kami tertidur lelap menikmati kehangatan di tengah dinginnya berjuta masalah yang mencekik. Tetapi kami bersembunyi karena tak sanggup menghadapi krisis anggota yang militant terhadap CAKA. Telah lama kami ingin keluar dan melepaskan diri dari keresahan ini. Tetapi Alhmdulillah akhirnya kami mampu menarik diri dari penderitaan yang nyaris berkepanjangan. Berdiam diri dan tak bisa berbuat apa-apa menyaksikan kondisi yang sangat memilukan di tengah-tengah kita adalah penderitaan besarbagi kami.Dengan kerja keras para tim redaktur akhirnya newletter edisi khusus dengan tema “intimidasi lembaga kemahasiswaan” ini akhirnya bias sampai ke tangan anda. Pastikan setiap kata yang kami ungkapkan di sini bisa membuat anda mengerti. Apabila terjadi kesalahan sasaran dan penulisan kami mohon maaf.Karenakehidupan di dunia akan selalu ada yang namanya salah dan benar, mutlaknya kebenaran hanyalah di kehidupan surga. Salam kami !!!

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Page 3: Caka edisi april 2015

3

Catatan Kusam Pergerakan Mahasiswa

Laporan

Setiap fase gerakan intelektual secara historis memiliki cerita, musuh, kawan dan intimidasi yang berbeda pada masanya.

Embrio dari organisasi ekstra yang hidup disekitar organisasi intra kampus hingga saat ini. Tidak steril, adu kepentingan, kehilangan independensi. Jauh lebih dalam, gerakan intelektual banyak terlibat dalam propaganda saling bunuh ideologi yang berujung pada peruntuhan rezim sang pahlawan revolusi(Soekarno), dengan latar genosida jutaan rakyat Indonesia. Muncullah Soeharto kepermukaan sebagai pahlawan, membawa brosur bingkisan bertuliskan New Order(Orde Baru).

Orde Baru bukanlah masa yang singkat, kaum terpelajar terlibat sangat aktif pada masa ini. Tercatat, para intelektual yang mengisi tahun – tahun ini dikenal dengan sebutan Angkatan '66 dan Angkatan '74. Sebut saja Angkatan '66 berpihak pada pemerintahan, sedangkan angkatan '74 berperan sebagai oposisinya. Diperlihatkan bahwa masa ini adalah masa penuh kritik dan paling menetukan gerak sejarah kaum intelektual Indonesia. Tidak bertahan lama, posisi Angkatan '66 sebagai pelaksana pemerintahan dihantam gelombang besar dari kaum intelektual Angkatan '74. Golkar yang dianggap memanipulasi jalannya PEMILU, kenaikan BBM, kenaikan harga beras, korupsi, Golput(Golongan putih), pembredelan pers mahasiswa adalah beberapa isu yang mewarnai spanduk dalam demonstrasi. Protes mahasiswa kala itu bagai hujan yang tak mampu dibendung. Ditutup dengan peristiwa kerusuhan terbesar tahun 1974 yang dikenal dengan peristiwa MALARI (malapetaka lima belas Januari). Lalu apa setelah MALARI?. NKK/BKK (Normal-isasi Kehidupan Kampus/Badan Kordinasi Kampus) disetiap Perguruan Tinggi diseluruh Indonesia. Tiba – tiba saja gerakan yang seharusnya menjadi ruh dari mahasiswa dicabut oleh konsep NKK/BKK. Konsep ini menekankan mahasiswa untuk kembali ke dalam kampus sebagai manusia yang terikat kegiatan akademik semata dan tidak terlibat dalam agenda politik karena dianggap membahayakan rezim. Bukan hanya disitu, konsep ini juga mengatur secara sepihak tentang tatanan lembaga mahasiswa yang baku. Lembaga mahasiswa dikontrol penuh oleh birokrasi kampus. Hingga pada akhirnya pecah Reformasi pada tahun 1998 dengan gambaran yang masih segar diingatan kita. Gerakkan termassif sepanjang sejarah gerakan Indonesia dimana mahasiswa sebagai salah satu pengisinya. Penanda berakhirnya Orde Baru.

Setiap fase gerakan intelektual secara historis memiliki cerita, musuh, kawan dan intimidasi yang berbeda pada masanya. Bercermin dari masa lalu, maka kita akan melihat bahwa sejarah mahasiswa adalah sejarah gerakan, walaupun gerakan bukan hanya dimiliki oleh mahasiswa saja, namun mahasiswa hadir memberikan tawaran, kritikan bahkan hasutan kepada khalayak. Seorang mahasiswa tidak bisa lepas dari kegiatan politik. (rtn,ed,nu)

Mahasiswa, identik dengan gerakan intelektual.Diakui atau tidak, status mahasiswa sebagai salah satu bagian

dari masyarakat memiliki sedikit banyak kontribusi terhadap kebebasan berpolitik, kemerdekaan, dan reformasi kebi jakan pemerintahan. Secara historis, perjalanan gerakan intelektual Indonesia mengalami perjalanan yang panjang hingga saat ini. Kesadaran akan pentingnya menjadi manusia yang merdeka telah lama ada jauh sebelum organisasi/elemen masyarakat yang hadir menyatakan bahwa mereka ada untuk kemerdekaan. Ambil contoh saja Samin dan Sipitung yang digambarkan dalam karya Pramoedya. Namun, kali ini kita akan sedikit egois. Kita akan menengok hanya dari satu sisi, yaitu mahasiswa sebagai gerakan intelektual.

Dimasa pra-kemerdekaan, gerakan intelektual lahir, berkembang lalu berlari menjauh dari rahim politik etis pemerintahan Hindia Belanda. Kebebasan berpolitik Priayi(intelektual) pada masa ini adalah salah satu targetan perjuangan pelajar muda Indonesia. Walaupun memiliki dasar yang berbeda, namun gerakan intelektual dimasa ini memiliki musuh dan tujuan yang serupa, yaitu mengusir kolonial Belanda dari tanah Nusantara. Semangat tersebut mengawali kelahiran gerakan modern yang terorganisir, mengedepankan gerakkan massa dari pada individual. Kadang, agama dijadikan kendaraan politik untuk mencapai cita – cita itu. Dengan metode gerakan yang sangat bervariasi, mulai dari yang sangat radikal sampai yang keterlaluan kompromis. Propaganda dilancarkan melalui media(surat kabar) dan diskusi di ruang – ruang pembelajaran. Tiba – tiba saja gerakan intelektual yang terorganisir menjadi mainstream dan sangat populer. Sebut saja Boedi Utomo(1908) yang diprakarsai oleh pelajar STOVIA, Indische Vereeninging, Indische Partij, Sarekat Islam, Muhammadiyah, dan Indische Sociaal Democratische Vereeninging. Semua adalah beberapa lembaga yang diakui Belanda. Perlu diingat, kebebasan berpendapat pada masa ini adalah sesuatu yang harus dibayar mahal. Perbincangan tentang kemerdekaan adalah tabu. Intimidasi didapati secara personal hingga golongan. Jika beruntung, seorang tokoh gerakan mungkin hanya akan diasingkan. Tidak dizinkan melakukan kegiatan politik. Dalam konteks saat ini dan dalam skala yang lebih kecil, hal ini mungkin senada dengan pelarangan berorganisasi dalam kampus(skorsing organisasi).

Munculnya varian gerakan mahasiswa dari sebuah lembaga menandai munculnya angkatan pembaharuan pemuda Indonesia sebagai aktor dalam perjuangan kemerdekaan Indones ia . Namun t idak semudah membalikkan telapak tangan, Organisasi terpelajar mengalami kematian ketika fasis Jepang bertindak represif dengan pelarangan kegiatan politik selain agenda politik dari Jepang sendiri. Mereka melakukan pembubaran organisasi terpelajar, pemecatan serta pemenjaraan beberapa mahasiswa. Mahasiswa tetap melakukan diskusi. Sembunyi – sembunyi.

Sampailah pada saat berbahagia sepihak. Ketika Hiroshima dan Nagasaki disapu kecerdasan Einstein. Memaksa Jepang menarik pasukannya mundur ke kampung halaman. Pasca kemerdekaan, intelektual muda Indonesia secara umum bekerja sebagai kaki penopang dari payung yang lebih luas. Menjadi underbow partai politik. Terlibat langsung dalam poltik praktis dengan targetan yang lebih tinggi, yaitu menjadi pemerintahan itu sendiri. Berjamaah, para intelektual muda pada masa ini meninggalkan ruang yang selama ini menjadi wadah dari gerakan independen.

Aksi M

ala

ri (malapetaka lim

a belas Januari)

www.fiksi.kompasiana.com

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Page 4: Caka edisi april 2015

embaga kemahasiswaan adalah salah satu wadah Lsentral lahirnya pergerakan mahasiswa. Tidak bisa dipungkiri bahwa pergerakan mahasiswa di beberapa

dekade terakhir berperan dalam gejolak perubahan politik di Indonesia. Mahasiswa adalah bagian masyarakat yang diberi kesempatan untuk melihat realitas dari sisi yang berbeda, dengan daya kritisnya masing - masing. Intelektualitas yang didapatkan di dunia pendidikan menjadikan mahasiswa memiliki pola pikir yang analitik, bersifat kritik, kebanyakan romantik, dan kadang menggelitik dalam menyikapi setiap perubahan sosial yang terjadi di sekeliling mereka. Sehingga setiap peristiwa yang tidak sesuai dengan teori dalam praktiknya akan menjadi keresahan tersendiri. Keresahan inilah yang kemudian teraktualisasi dalam protes yang bisa menimbulkan perubahan reformatif(kadangkala revolu-sioner) di Indonesia.

Peranan mahasiswa dalam setiap gerakan menja-dikan lembaga mahasiswa sebagai wadah berkumpul untuk melakukan aktivitas dan langkah strategis. Lembaga mahasiswa merupakan wadah para mahasiswa dengan tingkat sharing yang tinggi walaupun itu berarti harus mengesampingkan hak cipta mengingat hal tersebut adalah untuk kepentingan ilmu pengetahuan, saling mencerdaskan dengan melakukan diskusi kekinian, konsolidasi gerakan, pengkaderan yang strategis, dan masih banyak lagi aktivitas-aktivitas lainnya. Bahkan seharusnya, mahasiswa menjadikan kampus sebagai wadah berekspresi dan bereksperiman hingga pada tingkatan yang ekstrim sekalipun. Lagi – lagi mengingat hanya dikampus hal tersebut bisa terjadi dan dilakukan.

Unhas adalah kampus para mahasiswa dari timur Indonesia yang identik sebagai pelajar militan dengan semangat juang yang tinggi. Persis seperti para pendah-ulunya. Tetapi hingga saat ini belum ada langkah-langkah reformatif yang telah dilakukan oleh lembaga kemaha-siswaan yang ada di kampus merah ini. Tidak adanya langkah besar dalam tataran nasional ternyata dilatar-belakangi oleh banyak faktor. Salah satunya dan yang paling akut, yaitu problematika internal kampus yang tak kunjung usai, dan mungkin tidak akan berakhir. Lembaga mahasiswa Unhas belum bisa berbuat banyak dalam menyikapi berbagai permasalahan dalam kampus. Beberapa kebijakan untuk mengontrol lembaga kemahasiswaan secara bertahap disusun rapi dan sangat sistematis mulai dari pelarangan aktivitas malam, pelarangan kegiatan pengaderan yang menjadi jiwa dari sebuah lembaga sampai pada pengontrolan konsep program kerja pada beberapa lembaga kemahasiswaan. Tetapi hingga kini belum terlihat geliat yang dinampakkan mahasiswa Unhas untuk menyikapi hal tersebut. Erwin, mahasiswa kehutanan saat ditemui oleh tim caka mengungkapkan bahwa lembaga kemahasiswaan saat ini tidak lagi berjalan dengan semestinya, tidak mampu menjadi kendaraan yang tepat untuk melakukan perubahan, kehilangan arah, bahkan tidak lagi dibutuhkan oleh mahasiswa.

Berikut tim CAKA mencoba merangkum beberapa kasus yang terjadi begitu saja tanpa adanya tindak lanjut secara kolektif dari mahasiswa Unhas.

4Laporan

Terlibat Aktivitas Lembaga Kemahasiswaan, 30 Mahasiswa Teknik Perkapalan Terancam Skorsing

Gerakan yang Kehilangan Lembaganya

Ketika ditemui tim caka di sekretariatnya(13/3). Ridwan Mahmud, ketua perhimpunan mahasiswa perkapalan menyambut kami dengan ramah bersama dengan belasan pengurus lainnya. Mahasiswa angkatan 2011 ini menjelaskan bagaimana skorsing ditimpakan kepada kawan–kawan pengurus dan mahasiswa juniornya.

Berawal dari kegiatan rapat kerja(raker) yang dilakukan pengurus himpunan mahasiswa Perkapalan periode 2014-2015 yang melibatkan mahasiswa baru angkatan 2013. Kegiatan raker yang bertempat di Tanjung Bayang Makassar tersebut diselenggarakan oleh mahasiswa angkatan 2012. Kegiatan tersebut dianggap pelanggaran oleh pihak Fakultas karena sebelumnya telah dikeluarkan surat edaran yang menegaskan, bahwa mahasiswa senior tidak diperbolehkan melakukan interaksi dengan mahasiswa junior, begitu pula sebaliknya mahasiswa junior tidak diperbolehkan untuk berinteraksi dengan mahasiswa senior mereka. Peraturan inilah yang membuat para mahasiswa senior resah dan menganggap peraturan ini tidak masuk akal. “Tidak mungkin mi tidak ada interaksi, apalagi yang angkatan 2012 ada kuliahnya disini. Jadi kalau misalnya itu 2012 duduk disampingku tidak mungkin diam-diam” ungkap Ridwan.

Kegiatan raker tersebut merupakan kegiatan wajib yang harus diikuti oleh mahasiswa angkatan 2013, sehingga para pengurus nekat untuk tetap melibatkan juniornya di raker itu. Ridwan menjelaskan, bahwa ada beberapa pertimbangan sehingga tindakan nekat ini tetap mereka lakukan. Diantaranya adalah agar junior mereka mengetahui program kerja pengurus himpunan periode 2014-2015, yang notabene sebagai calon pengurus himpunan mereka di masa mendatang. Selain itu, kegiatan raker tersebut juga merupakan agenda silaturahmi antar mahasiswa Teknik Perkapalan. Hingga akhirnya Kegiatan raker yang dilakukan secara diam-diam itu ternyata diketahui oleh birokrasinya.

Usai kegiatan raker, tepatnya tanggal 6 Januari 2015 Dekan Fakul tas Teknik Univers i tas Hasanuddin m e n g e l u a r k a n s u r a t K e p u t u s a n N o m o r 79/UN4.8/KP.45/2015 yang berisi tentang sanksi skorsing terhadap 30 mahasiswa Teknik Perkapalan yang terlibat dalam raker tersebut. Berbagai usaha yang dilakukan oleh pengurus himpunan mahasiswa perkapalan untuk menyelamatkan nasib beberapa mahasiswa yang terancam skorsing tersebut.

Ridwan bersama kawan–kawannya mencoba mengajukan banding terhadap SK tersebut. Pasca pengajuan banding, Ridwan kemudian dipanggil oleh ketua Prodi dan disarankan untuk menarik kembali banding yang telah mereka ajukan ke pihak Fakultas. Alasannya adalah banding yang mereka ajukan tersebut tidak akan membuahkan hasil alias sudah dipastikan kekalahannya. Ridwan kemudian dianjurkan untuk mengajukan peninjauan kembali terhadap SK skorsing yang telah dikeluarkan oleh pihak Fakultas. Dan akhirnya permohonan peninjauan kembali yang mereka ajukan diterima oleh pihak Fakultas sehingga Surat Keputusan kedua dikeluarkan.

Surat Keputusan nomor 887/UN4.8/KP.45/2015 tanggal 4 Februari 2015 tersebut berisi tentang keputusan perubahan jumlah mahasiswa yang di berikan sanksi skorsing, yaitu 14 mahasiswa yang dinyatakan bebas dari skorsing, 11 mahasiswa di berikan masa percobaan selama satu semester, dan 5 mahasiswa lainnya tetap diberikan sanksi

Lembaga mahasiswa Unhas belum bisa berbuat banyak dalam menyikapi berbagai permasalahan dalam kampus.

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Page 5: Caka edisi april 2015

5Laporan

skorsing selama satu semester dikarenakan kelima mahasiswa ini sebelumnya telah mendapatkan surat sanksi berupa masa percobaan. Demikian Ridwan mencoba menjelaskan perihal surat SK perubahan.

Permasalahan skorsing ini sudah menjadi masalah serius di kalangan mahasiswa Teknik. Beberapa kali para pengurus himpunan mahasiswa Teknik mendapat ancaman skorsing terkait kegiatan-kegiatan yang di anggap pelanggaran oleh birokrasi Fakultas Teknik. Belakangan ini, kebijakan yang dikeluarkan oleh pihak birokrasi sudah sangat meresahkan dan bertentangan dengan lembaga mahasiswa. Seolah-olah birokrasi tidak peduli lagi terhadap peran lembaga mahasiswa dalam rangka meningkatkan kapasitas yang dimiliki oleh setiap mahasiswa.

Nasib naas yang dialami Saifullah (Ipul), mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan yang dikenai sanksi “skorsing”. akibatnya dia tdak dapat melalukan aktivitas akademik pada semester akhir 2014 – 2015. Sanksi yang menimpanya dimulai saat ia ingin membuat transkrip nilai. Karena melihat beberapa nilai diportal akademik tidak sesuai dengan nilai yang terdapat pada Kartu hasil Study versi cetak maka ia pun menghadap ke Bagian akademik untuk melakukan klarifikasi.

Malangnya, ia justru dilaporkan ke Komisi Disiplin(Komdis) Fakultas dengan tuduhan telah mengubah nilai sendiri pada Portal Akademik. Tak lama setelah dilaporkan, Komdis pun menanggapi laporan tersebut dengan melayangkan surat panggilan kepada Ipul pada bulan September 2014. Selama proses pemeriksan dilakukan, masa study Ipul harus ditangguhkan untuk semester awal 2014-2015 sampai kasus tersebut selesai. Jadi, ia harus memutuskan aktifitas kuliahnya selama dua semester.

Menurut Ipul, pemeriksaan pertama yang dilakukan Komdis Unhas sangat mengecewakan karena tuduhan yang dilayangkan tidak berlandasan dan tidak dapat dibuktikan. Pemeriksaan kedua dilaksanakan bulan November 2014, pemeriksaan berlangsung sangat singkat. Pihak Komdis hanya menyarankan dan memaksa agar Ipul segera mengakui kesalahan bahwa ia telah mengubah nilainya.

Surat Keputusan (SK) penjatuhan sanksi yang dikeluarkan pada Desember 2014, dengan sanksi skorsing selama satu semester. Dalam SK tersebut menjelaskan pelanggaran yang dilakukan Ipul, yaitu tidak melaporkan adanya perubahan nilai. Hal ini yang membuatnya bingung karena antara tuduhan awal dan keterangan pelanggaran dalam SK yang dikeluarkan tidak ada kesesuaian. Karena bingung ,Ipul menghadap ke Pihak Komdis untuk meminta Berita Acara Pemeriksaan (BAP) dan berencana melakukan banding. Namun, pihak Komdis tidak memberikan BAP dan justru menyarankan agar Ipul tidak melakukan banding. Karena jika kalah dalam banding bisa jadi sanksi skorsing akan bertambah satu semester. Akibatnya karena intervensi tersebut akhirnya Ipul mengulurkan niatnya untuk banding dan terpaksa menerima putusan skorsing satu semester.

Tidak hanya Ipul, hal serupa juga menimpa 23 mahasiswa Fakultas Ilmu Kelautan dan Perikanan yang mendapat surat panggilan dengan tuduhan yang sama yaitu telah melakukan pengubahan nilai. Kasus 23 mahasiswa yang juga diduga melakukan perubahan nilai hingga saat berita ini diturunkan masih dalam proses.

Skorsing untuk Mahasiswa Kelautan dengan alasan system Akademisi yang tidak jelas

Tanggung jawab untuk mencerdaskan bangsa yang diamanahkan kepada instutisi pendidikan, dinilai tak lagi berjalan sebagaimana mestinya. Sebagian besar institusi pendidikan seperti perguruan tinggi hanya mampu mencetak generasi-generasi pengecut, generasi-generasi penurut yang siap diarahkan kemana saja untuk memuaskan para kaum-kaum penguasa. Seperti kutipan dalam buku “sekolah itu candu” institusi pendidikan saat ini telah berubah fungsi menjadi sebuah pasar, dimana generasi yang dihasilkan adalah sebuah produk yang layak jual dan dibutuhkan dikalangan dunia kerja.

Universitas Hasanuddin dikenal sebagai salahsatu universitas terbaik di Indonesia bagian timur. Berjuta prestasi ditorehkan oleh kampus berjulukan kampus merah tersebut. Prestasi inilah yang kemudian dijadikan salahsatu tameng untuk menutupi kebusukan yang dilakukannya terhadap lembaga kemahasiswaan yang dipenjara dan dicekik di dalamnya. Berbagai kebijakan birokrasi kampus yang semakin terang-terangan melemahkan setiap gerakan lembaga mahasiswa.

lemahnya pergerakan lembaga kemahasiswaan ditambah dengan aturan yang semakin mengekang pergerakan mahasiswa membuat semakin kompleksnya masalah yang terjadi Universitas Hasanuddin. Alih-alih birokrasi kampus yang bersorak bahagia telah berhasil menyingkirkan penentang mereka.

Lembaga kemahasiswaan yang dianggap sebagai ancaman ataupun terror bagi para birokrasi, ternyata sudah disediakan berbagai macam racun untuk mematikan dan melemahkan gerakan mereka. Mulai dari ancaman akademik ataupun regulasi-regulasi yang dibuat secara sepihak, seperti skorsing dan DO yang dapat dikeluarkan dengan mudahnya ibarat membersihkan lalat kotor yang menempel pada makanan. katanya keputusan itulah yang akan menjadi solusi terbaik untuk mendidik mereka yang tak pernah mau mengikuti aturan-aturan yang sudah disediakan institusi pendidikan tapi bukannya sebaliknya kebijakan itu akan memutus masa depan peserta didiknya.

Superhero (Mahasiswa) yang menakutkan itu sekarang sudah menjadi pengecut yang hanya bisa beronani dengan pengetahuan yang mereka miliki, atau memang kata Mahasiswa juga secara lambat laun sudah menjadi pudar dan tak berfungsi sebagaimana peran dan fungsinya ? mengkritik dalam diam mungkin menjadi metode gerakan baru seakan menunggu keajaiban dari langit akan datang dengan sendirinya. Mereka miskin wacana itu sudah pasti karena mereka tak tahu bagaimana harus bergerak, mereka terlalu takut dengan aturan yang akan merugikan mereka, seperti penarikan beasiswa yang diberikan kampus kepada mereka, padahal tanpa sadar ternyata itulah yang membuat mereka menjadi manusia penurut, seperti kerbau yang dicucuk hidungnya dan siap diarahkan kemana saja oleh sang pemiliknya.

Lembaga mahasiswa sudah menjadi “LEMAH“ mereka menyadari itu tapi mereka diam, menutup mata, dan telinga. Lantas kemana lagi kita akan menaruh harapan untuk sebuah kemenangan, jikalau lembaga yang selama ini kita harapkan dan kita agung-agungkan ternyata sudah tak mampu lagi menjadi penolong. Anggaran negara yang disediakan untuk pendidikan yang dipungut dari masyarakat kecil ternyata sudah membuat mahasiswa menjadi sombong tak mau lagi peduli dengan kondisi sosial yang diderita kaum-kaum tertindas. “Bergerak melawan atau diam tertindas”.

(uk.oc.nu.id)

Kampus Merah Matikan Lembaga Mahasiswa

Lembaga kemahasiswaan yang dianggap sebagaiancaman ataupun terror bagi para birokrasi

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Page 6: Caka edisi april 2015

6Opini

Gerakan Mahasiswa : Bangkit atau Mati !

anyaknya permasalahan yang dihadapai bangsa saat Bini harus menjadi perhatian oleh Mahasiswa sebagai agent of change (agen perubahan). Terutama

persoalan bangsa akibat kebijakan para birokrasi yang tidak lagi pro terhadap rakyat. Contohnya saja kebijakan pemerintah mencabut subsidi Bahan Bakar Minyak membuat sebagian besar rakyat Indonesia menjerit. Pemerintah mulai menutup mata untuk melihat rakyatnya yang mati karena kelaparan sehingga harus tidur di atas tumpukan sampah dan pemerintah yang sudah buta melihat generasi bangsa yang tak bisa bersekolah. Angka kemiskinan dan pengangguran belum mengalami penurunan bahkan jusru yang terjadi sebaliknya, serta maraknya kasus perampasan lahan-lahan pertanian dan pemukiman rakyat miskin kota dua tahun terakhir akibat percintaan segitiga antara korporasi, birokrasi dan penegak hukum menjadi persoalan besar bagi bangsa Indonesia.

Mahasiswa merupakan generasi harapan bangsa ini dalam melakukan suatu perubahan sosial. Karena mahasiswa dipandang memiliki intelektualitas dan semangat yang tinggi, serta memiliki daya kritis dalam menanggapi setiap persoalan yang terjadi disekitarnya. Mahasiswa diharapkan mampu menjawab tantangan zaman serta mampu menghadirkan solusi atas persoalan yang terjadi ditengah masyarakat.

Mahasiswa harus selalu menjadi garda terdepan dalam perubahan sosial dan mengambil peran aktif ditengah masyarakat. Dalam melakukan gerakan perubahan, mahasiswa perlu menyusun kekuatan dan strategi untuk bergerak ke arah perubahan yang diinginkan. Model gerakan yang ditawarkan mahasiswa setiap zamannya akan selalu berubah menyesuaikan masalah yang dihadapi suatu bangsa pada saat itu. Oleh karena itu, dalam menentukan arah gerakan dan metodologi diperlukan pengkajian srategis yang matang sebelum bergerak sehingga output yang diharapankan dapat tercapai.

”Mahasiswa harus selalu menjadi garda terdepan dalam perubahan sosial, mengambil peran aktif ditengah masyarakat. Mahasiswa perlu menyusun kekuatan dan strategi untuk bergerak ke arah

perubahan yang diinginkan.”

Tidak usah kita bercerita banyak mengenai sejarah gerakan mahasiswa, biarkan moment tahun 1966 (peruntuhan rezim orde lama), 1974 (Malari), 1998 (Reformasi), serta moment sejarah gerakan lainnya menjadi kenangan bagi aktor aktornya. Karena itu hanya akan membuat kita semakin terjebak dalam romantisme sejarah seperti saat ini, yang hanya mengagung ngagungkan dan memuji gerakan tersebut secara heroik. Yang perlu kita lakukan saat ini yaitu merefleksi apa yang telah kita lakukan selama menjadi mahasiswa, apa saja yang telah berubah disekitar kita dan apakah gerakan kita sudah mencapai perubahan yang diharapkan?

Beberapa gerakan parlemen jalanan yang marak terjadi belakangan ini belum menemui hasil, utamanya pada moment kenaikan Bahan Bakar Minyak (BBM) dipenghujung tahun 2014 lalu. Maraknya aksi jalanan yang dilakukan diseluruh Indonesia juga tidak menuai hasil apa-apa. Walau terjadi aksi penolakan diberbagai daerah, pemerintah tetap saja keras kepala untuk mencabut subsidi BBM. Sebagai salah satu contoh gerakan mahasiswa Makassar yang masih mencoba menjaga semangatnya juga tidak mampu mencegah kenaikan BBM, yang ada hanya korban berjatuhan dimana-mana akibat bentrok yang terjadi dengan aparat keamanan yang tidak bertanggung jawab. Serta tidak berlanjutnya pengawalan pasca kenaikan BBM yang menjadikan gerakan mahasiswa sangat momentuman. Hal ini perlu dievaluasi agar kedepannya gerakan yang dilakukan bisa terukur dan bisa berkelanjutan.

Jika mengamati hal di atas, ini menunjukkan bahwa gerakan mahasiswa semakin melemah dan tidak menunjukkan arah yang jelas. Gerakan mahasiswa saat ini terlihat sangat momentuman dan tidak jelasnya pengonsolidasian isu yang dikawal menjadi persoalah melemahnya gerakan. Ditambah lagi sistem kampus yang mulai semakin memenjarakan kebebasan mahasiswa melalui ancaman-ancamannya terhadap Lembaga Kemahasiswaan.

Semakin jelas bahwa gerakan mahasiswa sudah hampir mengalami dormansi. Jangankan mengawal isu kenaikan BBM, bahkan kampus sendiri yang sudah hampir menjadi pasar dimana semua kebijakan kampus sudah berkiblat pada Kapitalisme tidak mampu dikawal dengan baik. Sebagai contoh Universitas Hasanuddin (kampus “Merah”) salah satu kampus yang tidak pernah kehilangan aktivis mahasiswanya bahkan sudah menganut sistem PTN-BH (Perguruan Tinggi Berbadan Hukum), sama sekali tidak terlihat gerakan perlawanan yang massif dari mahasiswanya. Padahal bukan lagi rahasia jika Unhas telah menganut PTN-BH maka kampus secara otonom dalam mengelolah keuangan. Dan semakin terlihat jelas kampus yang terkenal dengan budaya mahasiswa yang kritis akan menjadi sarang manusia industri berwatak Kapitalisbirokrat.

Mahasiswa Makassar yang menjadi salah satu sentrum pergerakan mahasiswa Indonesia juga mulai tidak menunjukkan tajinya sebagai garda terdepan. Banyaknya persoalan yang terjadi saat ini harus mendapat ganggapan yang jelas. Apakah perjuangan dan semangat melawan penindasan, pembodohan, serta ketidakadilan akan berakhir. Mungkin saja…..!!!

Melemahnya Gerakan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Page 7: Caka edisi april 2015

7Opini

Yang namanya harapan pasti selalu ada, namun jika setiap kesempatan tidak dimanfaatkan dengan baik maka bisa jadi pintu kesempatan itu akan semakin sempit. Terkait fenomena gerakan mahasiswa saat ini yang semakin mengalami penurunan, jika tidak segera bangkit maka cepat atau lambat gerakan mahasiswa itu akan mati. Banyaknya masalah yang dihadapkan Lembaga kemahasiswaan oleh birokrasi kampus, mulai dari pembatasan aktifitas kelembagaan melalui regulasi kampus, maupun dalam bentuk intervensi serta ancaman langsung, tidak seharusnya membuat semangat mahasiswa menjadi redup. Justru masalah – masalah tersebutlah yang harus dijadikan sebuah pembakar gairah perlawanan.

Hal tersebut akan menjadi tantangan besar kedepannya agar mahasiswa segera membangun kekuatan yang masih tersisa untuk kembal i bangki t dan melawan. Lembaga kemahasiswaaan harus melakukan rekontruksi dalam melakukan proses kaderisasi sebagai harapan untuk terus melanjutkan gerakan perjuangan. Membangun dan menjahit kembali barisan untuk tetap setia dan semagngat dalam mengawal kebijakan-kebijakan yang sewenang-wenang.

Lembaga mahasiswa harus membuat formulasi baru dan segera membuka ruang untuk melebarkan sayap perjuangannya secara aktif dan massif dalam melakukan konsolidasi atas kasus yang terjadi disekitarnya. Lembaga Mahasiswa harus bergegas menyusun strategi baru hingga mendapatkan satu arah gerakan yang jelas dan terarah untuk melawan kebiadaban para birokrat, baik itu birokrasi Negara terlebih lagi birokrasi kampus.

Ini menjadi PR (Pekerjaan Rumah) besar bagi mahasiswa. Kita perlu bertanya kembali apa yang kurang dari gerakan-gerakan belakangan ini. Mungkin aksi parlemen jalanan sudah tidak relevan lagi saat ini atau kah mungkin Mahasiswa saat ini hanya ingin mencari panggung-panggung eksistensi sehingga tidak ada keseriusan dalam melakukan mengawalan satu isu. Apakah mahasiswa akan segera menata gerakannya ataukah akan semakin terbungkam melihat masalah-masalah yang hadir di sekitarnya. Atau bahkan mungkin mahasiswa justru akan menjilat ludah dan bergantung dibawah ketek birokrasi. Apa yang salah dari mahasiswa saat ini? Mungkin ini pertanyaan yang pantas untuk merefleksi diri.

(Uk)

Mahasiswa harus segera “Bangkit !

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

jika tidak segera bangkitmaka cepat atau lambat

gerakan mahasiswa itu akan mati.

Page 8: Caka edisi april 2015

8Analisis Litbang

Singkat cerita beberapa mahasiswa berhasil menerima sebuah beasiswa. Dan disitulah kemenangan pertama birokrasi. Birokrasi sudah mampu mengontrol mahasiswa karena sebagian syarat dari sebuah beasiswa merujuk pada IP (indeks prestasi) ataupun IPK (indeks prestasi kumulatif). Syarat agar IP ataupun IPK baik (tinggi) bergantung dari nilai mata kuliah yang diberikan dosen. Makanya secara tidak langsung dosen mempunyai peran vital dalam keberlanjutan beasiswa seorang mahasiwa. Lama kelamaan seorang mahasiswa yang menerima beasiswa akan sulit untuk melepaskan beasiswa tersebut. Di sinilah kesempatan birokrasi untuk membuat kebijakan yang pastinya akan dituruti oleh para mahasiswa penerima beasiswa. Karena sebagian besar penerima beasiswa akan mencari aman dalam kondisi tersebut. Ketika kondisi tersebut semakin merajalela, beasiswa yang tadinya sebagai pengontrol akan berevolusi dan merangkap menjadi teror. Tidak akan ada mahasiswa yang rela ketika beasiswanya dicabut dan ketika upahnya dihilangkan. Dalam konteks yang demikianlah beasiswa menjadi upah para penjilat. Upah bagi mereka yang tidak mau mengambil resiko.

Pematian lembaga seperti kasus yang di atas bukan terjadi begitu saja. Namun ini semua sudah dirancang sedemikian rupa. Konsolidasi para birokrasi lewat “Forum Rektor” sepertinya lebih masif dibandingkan konsolidasi-konsolidasi yang dilakukan mahasiswa. Konsoliadsi para mahasiswa biasanya berakhir pada penolakan sebuah kebijakan. Misalnya penolakan kebijakan PTN-BH di Unhas dan

Yang terpenting saat ini bukanlah memberitahukan kepada orang lain bahwa “teman kami di skorsing tanpa sebab, lembaga kami di intervensi, kegiatan kami dilarang oleh birokrasi. Orang lain juga sudah tahu bahwa birokrasi memang sangat kejam,” yang terpenting yang harus kita lakukan adalah melempari mereka (birokrasi) dengan telur

busuk, memboikot aktifitas perkuliahan, menggalang solidaritas sebesar-besarnya, melakukan aksi dengan massa yang besar, para birokrasi membuka mata dan telinga mereka bahwa kita masih ada dan kita tidak akan pernah bungkam ketika intimidasi

dan virus skorsing maupun DO (Drop Out) masih menjalar kemana-mana.

enjata yang dimiliki birokrasi untuk mengamankan Sposisinya sebagai penguasa kampus sama seperti slogan sebuah iklan paket data di media social:

Unlimited. Istilah unlimited atau tidak terbatas memang pantas untuk menggambarkan persediaan senjata para birokrasi. Senjata-senjatanya memang mempunyai kekuatan untuk mengekang lembaga kemahasiswaan. Mulai dari ancaman nilai error, skorsing, maupun DO sering dilancarkan.

Beberapa bulan terakhir ini, peluncuran senjata-senjata tersebut tak henti-hentinya kembali dilakukan. Mulai dari dikeluarkannya surat edaran di Fakultas Teknik pada tahun 2013 bernomor 4624/UN4.8/UM.13/2013 yang salah satu poinnya berbunyi “mahasiswa angkatan 2013 dilarang dan tidak dibenarkan mengikuti kegiatan ko dan ekstrakurikuler yang tidak terjadwal atau tidak mendapat izin dari Dekan Fakultas Teknik Unhas”. Aturan ini sama saja bertujuan untuk memutus komunikasi Mahasiswa Lama dengan Mahasiswa Baru. Tidak, ini malah memutuskan hubungan silaturahmi antara setiap manusia untuk saling bersosialisasi dan saling mengenal. Siapa yang bisa melakukan hal nista seperti itu ? Oh, iya. Kita pernah mendengarnya, mereka disebut fasis.

Memutuskan hubungan komunikasi antara mahasiswa sudah tentu membuat sebuah lembaga mahasiswa kehilangan generasinya. Lembaga mana yang tidak saling berkomunikasi dalam melakukan kegiatannya? Mematikan lembaga dengan jalan memutus kaderisasi sama saja memutus rantai pelanjut organisasi sehingga tidak ada lagi mahasiswa baru yang mendapat informasi tentang kebobrokan birokrasi. Jika kita berbicara tentang PNS dalam pemerintahan atau karyawan dalam perusahaan, mungkin saja benar, mereka tidak membutuhkan hubungan silaturahmi yang baik, karena hubungan mereka didasari hubungan ekonomi dalam sirkulasi kapital. Setelah semuanya terputus, birokrasi pasti akan membuat lembaga baru untuk mahasiswa baru. Eksistensi lembaga hanya karena menjadi salah satu syarat agar sebuah Jurusan, Fakultas, maupun Universitas bisa mendapat akreditasi. Dan mahasiswa yang nantinya mengisi lembaga-lembaga tersebut tidak lain dan tidak bukan adalah kaki tangan para birokasi. Ketika hal itu terjadi, berhentilah bermimpi menjadikan sebuah lembaga independen yang diisi oleh orang-orang yang berfikir kritis. Semenjak awal, kita telah membunuhnya.

Apa yang menyebabkan banyak mahasiswa menjadi kaki tangan birokrasi? Singkatnya, mengapa dari dulu masih saja ada mahasiswa yang patuh pada perintah birokrasi? Beasiswa adalah senjata birokrasi yang berfungsi pada hal tersebut. Beasiswa dengan slogan untuk membantu masyarakat miskin dan memberi penghargaan kepada yang berprestasi. “Memberi bantuan kepada yang berhak” slogan-slogan ini sering sekali dilontarkan para birokrasi yang pada akhirnya membuat mahasiswa terpengaruh dan berlomba ingin mendapatkan beasiswa tersebut. Karena faktor ekonomi sebagian besar mahasiswa memang di bawah rata-rata.

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Pembunuhan Lembaga Mahasiswa

Beasiswa adalah senjata birokrasi yang berfungsiMematuhkan dan mengontrol mahasiswa

Beasiswa Menjadi Senjata Pengontrol

Takut dengan resiko

Page 9: Caka edisi april 2015

9Analisis Litbang

penolakan kebijakan UKT. Namun ketika ditanya alasan mengenai penolakan tersebut, beberapa mahasiswa masih bingung. Bahkan mahasiswa yang menjadi elit lembaga dan sering ikut konsolidasi pun masih bingung mengenai alasan penolakan PTN-BH di Unhas misalnya. Ini menunjukkan bahwa mahasiswa-mahasiswa dilembaga saat ini bisa dibilang miskin wacana.

Beberapa kasus bisa membuktikan bahwa konsolidasi para birokrasi lebih masif dibandingkan mahasiswa. Misalnya saja ketika di Fakultas Kehutanan dikeluarkan surat edaran larangan gondrong beberapa bulan yang lalu. Dan kebijakan tersebut bisa dibilang berhasil. Mengingat kebijakan tersebut telah terbukti engan jarangnya kita mendapati mahasiswa berambut panjang di Fakultas tersebut. Kasus lain terjadi di Fakultas Teknik akhir tahun 2014 lalu ketika 30 orang mahasiswanya terancam skorsing karena dianggap melanggar ketentuan ketertiban mahasiswa dalam kampus, namun belakangan diketahui hanya 5 orang yang di skorsing. Tapi, tetap saja belum ada tanda-tanda bahwa lembaga kemahasiswaan tidak terima dengan hal tersebut. Aksi massa yang dilakukan hanya berakhir pada aksi pra kondisi. Aksi kampanye dan aksi kecil-kecilan tersebut dilaksanakan agar lembaga kemahasiswaan dianggap masih ada, dianggap memperlihatkan eksistensinya. Namun aksi-aksi tersebut tetap saja tidak membuahkan hasil.

Membuat selebaran seharusnya sudah lebih banyak dilakukan oleh para mahasiswa. Selebaran yang akan menjadi propaganda terhadap maslah-masalah yang ada. Selebaran yang juga akan menjadi teror bagi para birokrasi. Jangan biarkan surat edaran yang dikeluarkan birokrasi lebih masif dibandingkan selebaran yang seharusnya menjadi

propaganda. Bahkan solidaritas yang berdatangan dari kaum buruh, rakyat, maupun mahasiswa dari kampus lain juga karena seringnya beredar selebaran. Selebaran ataupun poster yang seharusnya menjadi suplemen bagi pergerakan. Agar semangat mahasiswa yang ingin melawan tetap terjaga. Bahkan pemboikotan ataupun pemogokan kuliah, praktikum, dan aktifitas akademik lainnya sudah seharusnya dilakukan ketika birokrasi sudah merampas hak mahasiswa seperti menyogok mahasiswanya dengan beasiswa, mengancam mahasiswanya dengan nilai error, skorsing, maupun DO. Lembaga mahasiswa sudah kehilangan arah jika masih saja diam. Lembaga mahasiswa sudah seharusnya mengambil tindakan. Dan ketika hal itu terjadi, maka pastilah pemberontakan adalah jalan satu - satunya. (afr)

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Lembaga Mahasiswa Jangan Diam Saja

asca memasuki revolusi industry di inggris. PPergerakan manusia menjadi semakin cepat. Manusia didorong untuk membangun sistem yang lebih mapan,

atau lebih tepatnya beberapa orang yang memiliki posisi untuk terus melakukan inovasi tanpa henti dan bersama membawa kita pada perang nuklir. Tidak usah terlalu jauh melihat diri kita yang sekarang hingga berabad abad pada masa perbudakan atau lebih jauh lagi ketika kita masih menggunakan sistem pertukaran kuno semacam barter. Kita akan berbicara sedikit mengenai salah satu pergerakan manusia yang paling dominan di dunia ini, yaitu gerakan kelas dalam masyarakat industri, polemik diawal perjuangan serikat tani di benua paman sam. Industri menjamur hingga ke benua amerika. Menjadi masyarakat yang maju berarti harus memiliki sistem yang setidaknya adil, secara teori. Namun bukan bayangan seperti itu yang terjadi ketika sedikit meluangkan waktu melihat sebuah film fiksi tentang sejarah kehidupan salah satu penggerak serikat tani California, Cesar Estrada Chavez(1927-1993).

Seorang petani meksiko, mantan angkatan laut yang terlibat

Resensi

dalam perang dunia II. Lahir dimasa depresi besar ekonomi, memaksan ia dan keluarganya pindah ke California dari Arizona. Namun yang ia lihat adalah sebuah kemelaratan yang dialami olehnya dan beberapa kawan – kawannya. Memil ih bergabung dengan Community Service Organization (CSO). Ia memimpikan sebuah serikat tani menuju model ekonomi industri yang adil dan manusiawi. Dengan latar Industri besar produsen anggur di sebuah perkebunan di tahun 1962. Seorang aktor yang bertanggungjawab atas kelahiran united farmer of America (UFA) saat ini. Juga di klaim sebagai seorang yang bertanggung jawab atas revolusi agrikultur dan Chicano civil rights movement.

Komunis, label yang diberikan oleh aparatur negara setempat kepada Chavez. Film yang berdurasi 100 menit ini memperlihatkan bagaimana pola gerakan yang dibangun oleh Chavez bersama kawan – kawannya. Melawan opresor dan seluruh stakeholder perusahaan anggur terkenal Victorre. “Huelga !”(mogok), Kata yang sering di lontarkan dalam aksi demonstrasi yang ia mobilisasi langsung. Digambarkan bahwa dalam memperjuangkan sesuatu dalam gerakan diperlukan waktu dan proses yang sangat lama dalam melakukan penyadarannya, mengingat apa yang dilakukan bukan lagi sekedar sampah teori melainkan praktik nyata sebuah proses penyadaran. Keluarganya, bahkan harus ikut terlibat dalam pergolakan yang diperjuangkan dalam memperoleh haknya dan kawannya sebagai petani. Chavez adalah seorang moderat yang memilih untuk menggunakan

Judul: Cesar Chavez Durasi: 102menitGenre: Fiksi, BiografiTahun: 2014Sutradara: Diego Luna

Page 10: Caka edisi april 2015

10Resensi

sistem yang dibuat institusi sekolah maka kita bukan orang terdidik lagi. Sekolah seakan mengekang kreatifitas kita untuk berkarya karena memang itu bukan tujuan sekolah, sekolah hanya menggiring kita untuk mendapatkan gelar tanpa peduli tujuan awalnya. Jadi sebenarnya untuk apa kita sekolah?

“Tak kurang dua belas tahun waktu yang diselesaikan untuk bersekolah, masa yang relatif panjang dan menjemukan jika sekedar mengisinya dengan duduk, mencatat, sesekali bermain dan yang penting mendengarkan guru ceramah di depan meja kelas. Lewat sekolah seseorang bisa meraih jabatan sekaligus mendapat cemoohan. Ringkasnya sekolah mampu mencetak manusia menjadi pejabat tapi juga penjahat”. Kutipan ini seakan mengajak kita melihat sisi lain dari sebuah institusi yang bernama SEKOLAH !!

Sekolah tak lagi mencerdaskan, sekolah sudah mati !

Buku ini banyak memberikan gambaran bagaimana sekolah itu semestinya, bergesernya makna pada arti sebuah sekolah dengan menunjukkan orang terdidik dan berpendidikan hanya bisa didapatkan dari sebuah sekolah dan bagaimana bisa tempat kursus ternyata lebih mampu menghasilkan orang yang lebih berkompeten dibandingkan dengan institusi sekolah. (Ek)

Judul : Sekolah itu CanduPenulis : Roem TopatimasangPenerbit: Insist PressTahun Terbit: 1998Jumlah Halaman: 139

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

jalan non-violence.

Lazimnya seorang moderat dan sebagai seorang yang banyak dipengaruhi jalan spiritual Gandhi, Chavez memilih untuk menyiksa dirinya sendiri dengan melakukan mogok makan guna memprotes penindasan yang diderita serikatnya. Namun yang penting dari film ini, entah sesuai atau tidak dengan kisah yang sebenarnya dari seorang Chavez adalah varian gerakan yang coba ia bangun. Mulai dari membangun jaringan massa, melakukan mogok, kampanye terbuka, boikot, pendudukan, penyebaran wacana melalui komik dan selebaran adalah pelajaran nyata yang bisa kita lihat dalam kehidupan harian kita bahkan di Indonesia. Karena metode yang digunakan masih sangat relevan untuk sebuah komunitas atau organisasi dalam jalur legal ataupun illegal. Cerita tentang Cesar Chavez adalah sebuah kisah nyata yang dibalut dalam bentuk fiksi bergenre biografi.

(Rmb)

ahulu, sebelum terinstitusikan, manusia menjadikan Dsekolah sebagai tempat singgah untuk belajar dan mempelajari segala hal kepada orang yang dianggap

memiliki pengetahuan lebih. Tanpa mengenal usia, gender dan pekerjaan. Selama ia memiliki sedikit waktu luang untuk mencicipi pengetahuan, seperti dalam bahasa aslinya yakni skhole, scola, scolae, atau schola (Latin) yang berarti “waktu luang” atau “waktu senggang”. Lambat laun sekolah tak lagi sebagai waktu luang untuk mempelajari sesuatu tapi sudah menjadi keharusan untuk belajar dengan jenjang waktu selama dua belas tahun dengan kurikulum yang dirancang seragam.

Dua belas tahun adalah waktu yang cukup panjang hanya untuk kata sekolah. Apa yang kita dapat dengan bersekolah? apakah menjadi manusia yang cerdas? Itu memang tujuan sekolah sebenarnya yang kita ketahui. Tapi apakah sekarang kata mencerdaskan itu masih layak dilekatkan pada sebuah sekolah?

Sekolah adalah sesuatu yang wajib dan harus dilalui setiap orang agar bisa dikatakan menjadi orang yang terdidik sehingga bisa mendapatkan kehidupan yang layak. Kata-kata itu seakan menjadi dogma yang disampaikan oleh setiap orang tua kepada anaknya, seakan sekolah adalah salah satu prasyarat menjadi orang yang sukses. Tapi tanpa disadari ternyata orang-orang telah salah memaknai sekolah sehingga berbagai sistem dirancang untuk memenuhi prasyarat kesuksesan tersebut.

Sekolah sudah menjadi sebuah perusahaan dengan sistem administrasi yang panjang. Fungsinya telah bergeser menjadi sebuah pasar yang mecetak produk yang laku dan dibutuhkan oleh industri. Tidak ada lagi kata bebas dan merdeka untuk belajar. Semuanya dirancang dengan satu kurikulum yang seragam untuk memenuhi kebutuhan industri kerja kelak.

Bukan lagi kata mencerdaskan itu yang diutamakan, kita seakan dikekang oleh sistem, dengan kata lain jika melanggar

scree

nsh

ot

Page 11: Caka edisi april 2015

11Sastra : Cerpen

‘'Shit”, kejadian yang terus terulang setiap harinya. Getaran dan gelombang suara yang selalu mencoba menjebolkan gendang telingaku, membuat mataku sayup memaksa tubuhku melawan malas untuk berdiri. Ditambah lagi gelombang suara dari luar kamarku serta irama pukulan pintu yang begitu kerasnya membuat kedua bibirku bergegas menanggap munafik dan berkata “iye bangun mika dari tadi'' lagi-lagi saudari ku menjadi alarm buatku . mimpi indah di pagi hari selalu saja terbongkar olah dua alarm yang berbeda, alarm yang berasal dari teknologi buatan buruh dan mesin pabrik, dan teknologi hasil dari perkawinan manusia. Saudariku kuanggap sebagai teknologi yang dirancang khusus membangunkanku.

Antara sadar dan tidak sadar, kulangkahkan kakiku secara perlahan untuk membuka pintu kamar lalu menuju ke kamar mandi yang berada tepat disamping kamarku.Pagi hari menjadi kemunafikan bagi seluruh anggota tubuhku disaat hari sekolah mulai tiba, membuatku malas untuk mandi namun hanya menggosok gigi dan mencuci muka lalu bergegas berangkat ke sekolah.

Suasana disekolah membuatku malas untuk berbicara dan memilih melanjutkan tidur di kantin langgananku. Aku memandang sekolah bagaikan mesin pabrik, guru bagaikan buruh pekerja, siswa adalah produknya yang dirancang oleh buruh dan pemerintah bagaikan pemilik pabrik yang memiliki kuasa penuh untuk menilah hasil dari buatan para buruh.

Waktu terasa bergulir lambat, kejadian yang hampir sama di setiap pagi hari. akhirnya, Ujian Akhir Sekolah (UAS) telah usai, tinggal menunggu hasil pengumuman kelulusan. Dari sinilah pandanganku mulai berubah terhadap dunia pendidikan tingkat lanjut, terlebih setelah mendengar cerita dari orang-orang dan dari apa yang aku lihat. Banyak orang yang mengatakan bahwa, “menjadi seorang mahasiswa kau akan mengurus dirimu sendiri lalu berinteraksi didalam kelas kepada dosen mengenai kasus yang sedang terjadi, kehidupan yang akan kau hadapi adalah kehidupan yang penuh dengan dinamika serta retorika yang akan mengguncangkan roda pemerintahan, dan kau tak akan lagi dipaksa memiliki penampilan dan pemikiran yang seragam”.

Akhirnya, pengumuman kelulusan sekolah di bacakan, aku lulus dan terlepas dari masa SMA. Yahh, walaupun nilaiku sangat buruk diantara siswa lainnya, persetan dengan nilai ! yang jelas Aku lulus!. Bukankah itu yang paling penting?.

Semangat yang timbul, membuat tubuhku ini tidak malas lagi Untuk terus mencari informasi tentang Universitas yang akan aku tempati nanti mengasup ilmu pengetahuan sesuai dengan apa yang aku butuhkan.

''Yeesssss aku diterima, aku sekerang menjadi Mahasiswa'' teriakan senangku kepada keluarga, kerabat dan orang disekitarku karena dapat belajar di Universitas Negeri ternama di provinsi tempatku tinggal. Aku berharap kampus yang kumasuki ini dapat menjadikan diriku sebagai manusia utuh, seperti kutipan yang selelalu terdengar dari mulut orang-orang ketika berdiskusi yang mengatakan “kampus adalah tempat untuk memanusiakan manusia”

Akupun memasuki dunia perkuliahan, dan mulai mendapatkan bimbingan dari manusia-manusia kampus. Penanaman karekter tunduk, patuh, dan pasrah melalui aturan-aturan birokrasi kampus mulai kurasakan, mereka memaksaku untuk semangat berkompetensi dan bertarung dengan orang lain. Terkecoh dengan bimbingan yang seolah-olah mengajarkanku untuk berfikir kritis, namun nyatanya

Aku bagaikan bahan dagangan yang akan dibentuk sesuai dengan keinginan pasar.

Pandanganku tentang dunia kampus “memanusiakan manusia, pendidikan yang memerdekakan” hancur lebur seketika. Pengaturan waktu belajar yang dirancang dengan padat, ketat dan singkat serta perancangan karakter untuk menjadi barang dagangan tidak ada bedanya seperti yang kurasan di jenjang pendidikan sebelumnya.

Aku kembali melanjutkan cara pandang sewaktu SMA tentang pendidikan. Ketika mendapatkan gelar dari pabrik, maka para pembeli berebut untuk mengkonsumsi dan mengolah kembali si produk, pembeli bagaikan para pemodal dan penguasa yang akan melanjutkan poduk menjadi pemodal dan penguasa baru.

Saat ini aku hanya berharap kepada seluruh kawan-kawan melalui organisasi yang merupakan wadah bersifat semi otonom, yang mewajarkan Mahasiswa aktif berorganisasi dan memiliki kecendrungan berfikir kritis tarhadap segala bentuk intimidasi yang dilakukan oleh pihak birokrasi kampus. Tidak goyah dengan ruang kelas dan hadirnya hantu pengajar dari kiriman pemodal dan penguasa. Kembali bangkit, mengembangkan pikiran serta mengatur keadaan yang bisa mencerdaskan, membentuk presepsi sendiri dan bersikap kritis.

Dan aku akan terus melawan untuk keluar dari sistem pendidikan yang hanya melakukan pencucian otak untuk menjadikan manusia sebagai pekerja dan menjadi penguasa dan pengusaha baru yang mendindas.

(Ipg)

Aku dalam Pasar Pendidikan

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Page 12: Caka edisi april 2015

12Sastra : Puisi

Touch screenKemarin ia masih membelaiHari ini ia mulai bercumbuEsok ia telah patuh

Masih bercumbuMasih terpakuKeindahan tiada taraSeorang kawan menjeritMenolehLalu kembali ke 4 inciku.

Jam MalamHari telah petangAku harus pulangTapi hari terlalu cepat untuk berakhirAku harus bicara revolusi lagi saat petang

Seniorku dan kawankuMereka saling menatapSalah satunya menjadi tuhanYang satunya ateis

SAMAAku berpakaianKamu telanjangAku BotakKamu GondrongAku KayaKamu miskinKenapa tidak mirip?Kamu jawab:Bukan Tentara

Kaki Tangan Demokrasi dan Keadilan

Say : Thanks

Zulfikar Natsir, S.HNurhikmah, S.Hut

Aliarika DP, S.SPanji, S.H

Muchlis Abduh, S.S