biologi molekuler dasar kanker.doc

29
DIAGNOSA MOLEKULER PADA KANKER RONGGA MULUT DAN MAKSILOFASIAL ABSTRACT For many years cancer diagnosis has depend on histopatologic evaluation of tissue biopsy specimens. This evaluation is base on morphologic criteria of the cells and tissues and the judgment of the abnormality of the cells may be influenced by the training and experience of the observer. At the last 15 years there were many important advances in understanding the biology molecular. This period has also introduced the techniques for detection of molecular alterations in cells and tissue. The tests are focus on nucleic acids, principally on DNA or RNA as diagnostic markers. This methods offer more objective and more sensitive to detect neoplastic cells ABSTRAK Selama bertahun-tahun diagnosa kanker bergantung pada pemeriksaan histopatologis terhadap jaringan biopsi. Pemeriksaan ini bergantung pada kriteria morfologis sel dan jaringan serta penilaian abnormalitas dipengaruhi oleh keahlian dan pengalaman pengamat. Dalam 15 tahun terakhir terdapat kemajuan yang pesat dalam biologi molekuler. Pada periode ini diperkenalkan tehnik-tehnik dalam mendeteksi kelainan molekular dalam sel dan jaringan. Pemeriksaan ini berfokus pada asam nukleat terutama terhadap DNA atau RNA sebagai petanda diagnosa. 249

Upload: olivia-avriyanti-hanafiah

Post on 07-Apr-2016

74 views

Category:

Documents


18 download

TRANSCRIPT

Page 1: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

DIAGNOSA MOLEKULER PADA KANKER RONGGA MULUT DAN

MAKSILOFASIAL

ABSTRACT

For many years cancer diagnosis has depend on histopatologic evaluation of

tissue biopsy specimens. This evaluation is base on morphologic criteria of the cells

and tissues and the judgment of the abnormality of the cells may be influenced by the

training and experience of the observer. At the last 15 years there were many

important advances in understanding the biology molecular. This period has also

introduced the techniques for detection of molecular alterations in cells and tissue.

The tests are focus on nucleic acids, principally on DNA or RNA as diagnostic

markers. This methods offer more objective and more sensitive to detect neoplastic

cells

ABSTRAK

Selama bertahun-tahun diagnosa kanker bergantung pada pemeriksaan histopatologis

terhadap jaringan biopsi. Pemeriksaan ini bergantung pada kriteria morfologis sel dan

jaringan serta penilaian abnormalitas dipengaruhi oleh keahlian dan pengalaman

pengamat. Dalam 15 tahun terakhir terdapat kemajuan yang pesat dalam biologi

molekuler. Pada periode ini diperkenalkan tehnik-tehnik dalam mendeteksi kelainan

molekular dalam sel dan jaringan. Pemeriksaan ini berfokus pada asam nukleat

terutama terhadap DNA atau RNA sebagai petanda diagnosa. Metode ini lebih

obyektif dan lebih sensitif untuk mendeteksi sel neoplastik.

I. PENDAHULUAN

Pada lima belas tahun terakhir ini terdapat kemajuan yang sangat pesat

dalam biologi molekuler kanker. Pada periode ini juga diperkenalkan tehnik

untuk mendeteksi kelainan molekul pada sel dan jaringan. Tehnik-tehnik

pemeriksaan tersebut digunakan dalam mendiagnosa penyakit kanker. Tes-tes

249

Page 2: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

tersebut antara lain ditujukan pada pemeriksaan terhadap asam-asam nukleat pada

DNA dan RNA ataupun terhadap protein (Sklar, 1993; Smets, 1998).

Diagnosa kanker secara konvensional selama bertahun-tahun sangat

bergantung dengan pemeriksaan histopatologis terhadap spesimen jaringan biopsi.

Pemeriksaan ini digunakan untuk mengidentifikasi abnormalitas ciri-ciri anatomi

sitologi sel. Penilaian dan penentuan kriteria morfologis dan kelainan-kelainan sel

tergantung pada keahlian dan pengalaman ahli patologi. Selain itu dalam kondisi

tertentu metode pemeriksaan histopatologis hanya dapat mendeteksi suatu sel

neoplastik tidak lebih dari 1%-10% sel dari jumlah keseluruhan sel dalam

jaringan biopsi. Sedangkan diagnosa molekular dilakukan berdasarkan kriteria

yang lebih obyektif seperti prevalensi, ada atau tidak adanya suatu tanda/signal

dari suatu analisa jaringan. Dengan menggunakan metoda diagnosa molekular sel-

sel neoplastik dapat terdeteksi lebih sensitif, yaitu pada tes yang rutin dapat

terlihat lebih dari 1 sel neoplastik dalam 105 sampai 106 seluruh jumlah sel (Sklar,

1993)

Tujuan pemeriksaan molekular dalam mendiagnosa kanker adalah antara

lain (Sklar, 1993):

1. Untuk diagnosa primer suatu kanker.

2. Untuk melihat stadium kanker serta menentukan apakah sudah terjadi suatu

penyebaran selelah diagnosa kanker ditegakkan.

3. Memberikan informasi mengenai prognosa suatu kasus atau suatu gambaran

perilaku biologi yang diharapkan dalam suatu tumor tertentu.

4. Memonitor adanya kekambuhan setelah terapi sehingga terapi dapat

disesuaikan untuk menjadi lebih efektif.

5. Analisa predisposisi genetik dalam kanker-kanker tertentu.

Secara umum pemeriksaan molekular terhadap kanker dibagi atas

pemeriksaan terhadap protein DNA atau RNA dengan menggunakan pemeriksaan

imunohistokima dan pemeriksaan terhadap kelainan kromosomnya antara lain

dengan menggunakan metode hibridisasi, blot maupun dengan Polymerase chain

reaction/PCR (Daly, et.al 1999)

250

Page 3: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

II. TINJAUAN UMUM

Jumlah gen-gen pada manusia kurang lebih sebanyak 105 dengan jumlah

gen pengatur (regulatory genes) yang dapat terbaca sejumlah 103. Gen-gen

pengatur mengkodekan hormon, reseptor hormon, protein signal-transduction,

faktor transkripsi dan molekul-molekul yang terlibat dalam interaksi sel dan

protein yang berfungsi dalam pengawasan pada proliferasi sel dan integritas

genomik. Sebanyak 102 gen pengatur adalah merupakan onkogen yang potensial

dan gen penekan tumor yang berperan pada terjadinya kanker bila terjadi mutasi.

(Smets, 1998)

Kanker merupakan suatu penyakit yang disebabkan rusaknya mekanisme

pengaturan dasar perilaku sel, khususnya mekanisme pertumbuhan dan

diferensiasi sel. (Kresno, 2000) Gambaran khas dari kanker adalah adanya

pertumbuhan sel yang tidak terkontrol, ditandai dengan terlihatnya disorganisasi

pertumbuhan jaringan, terganggunya fungsi organ dan mengancam kehidupan

organisme. (Fuxe, 2001)

Asal dari semua tumor ganas adalah suatu klonal yaitu bahwa semua sel-

sel tumor pada kanker yang spesifik berasal dari suatu sel normal yang telah

mengalami transformasi. (Fuxe, 2001). Perkembangan sel normal menjadi kanker

(karsinogenesis) secara eksperimental dikenal sebagai proses yang bertingkat

ganda (multi stage process) yaitu inisiasi, promosi, progresi dan konversi

keganasan. Perubahan yang terjadi meliputi perubahan sifat pertumbuhan

(transformasi), pertumbuhan yang berlebihan dan tidak terbatas (immortal) serta

pertumbuhan melampaui batas pertumbuhan setempat, menerobos ke jaringan

sekitarnya (invasi), menyebar dan tumbuh di tempat yang jauh (metastasis).

(Cornain, 2002).

2.1. PENYEBAB KANKER

Kanker merupakan refleksi faktor lingkungan dan genetik. Termasuk

dalam faktor lingkungan adalah berbagai jenis virus, bahan kimia dan radiasi

pengion dan ultraviolet. Sedangkan faktor genetik adalah merupakan

kecenderungan terjadinya kanker yang diturunkan.

251

Page 4: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

Sebagian besar faktor-faktor lingkungan tersebut memiliki sifat biologis

yang sama yaitu dapat mengakibatkan kerusakan pada DNA. Penelitian tentang

hubungan antara kanker dan virus juga telah membuktikan bahwa berbagai jenis

virus merupakan mutagen yang poten. Virus-virus yang diduga merupakan

penyebab terjadinya kanker antara lain adalah virus Epstein Barr sebagai

penyebab limfoma Burkit, virus hepatitis B sebagai penyebab karsinoma

hepatoselular, virus T-lymphotropic (HTLV-1) sebagai penyebab leukemia T-sel.

Virus HIV sebagai penyebab sarcoma Kaposi dan limfoma non-Hodgkin. Human

papilloma virus sebagai penyebab kanker serviks Ada dua jalur dimana virus

dapat mengakibatkan transformasi yaitu pertama dengan cara menghambat gen

penekan tumor seperti Rb dan p53 dan menghambat salah satu keluarga bcl-2

yang proapoptotik yaitu bax. Jalur kedua adalah dengan cara menghasilkan

produk onkogen virus yang menginduksi translokasi kromosom atau mutasi gen

lain dan berakhir dengan transformasi sel. (Gambar 1) (Fraumeni, et al. 1993,

Kresno,2000). Fungsi protein-protein ini juga sering terganggu pada

karsinogenesis yang tidak berkaitan dengan virus. Jalur transformasi yang lain

(jalur atas) menunjukkan mekanisme trasformasi oleh virus melalui produk virus

yang menginduksi translokasi kromosom dan ekspresi onkoprotein (oncogene

fusion protein). Salah satu produk virus (viral oncogene) yang sudah lama dikenal

adalah E1A adenovirus yang menginduksi traslokasi t (11;22)

Gambar 1. Dua jalur transformasi oleh virus DNA. (Kresno, 2000)

252

Page 5: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

Faktor genetik juga mempunyai peranan dalam beberapa jenis kanker

seperti pada bangsa Cina memiliki predileksi yang tinggi terhadap kanker

nasofaring, Ewing Sarcoma pada bangsa kulit hitam Afrika. Analisa terakhir

memperlihatkan adanya kecenderungan terjadinya kanker payudara yang

diturunkan yaitu pada kromosom 17q21. Pada saat ini penelitian molekular dapat

mengidentifikasi kecenderungan terjadinya kanker yang diturunkan melalui

mutasi germline p53, yaitu suatu gen penekan tumor yang terdapat pada

kromosom 17p13 (Fraumeni, et al. 1993).

Faktor-faktor lingkungan dan genetik tersebut secara bersamaan saling

mempengaruhi terjadinya kanker dibuktikan dengan adanya gen yang

mengkodekan suatu enzim yang memetabolisme obat dan bahan-bahan kimia

eksogen yang disebut sebagai gen cytochrome P450 (CYP). Gen tersebut

bertanggungjawab terhadap detoksifikasi bahan-bahan kimia asing. Selain itu

diketahui pula adanya enzim aryl hydrocarbone hydroxylase (AHH) yang

berperan dalam metabolisme polycyclic hydrocarbon yang terdapat pada rokok

sigaret. AHH mengubah hydrocarbon menjadi suatu bentuk epixode sehingga

mudah diekskresikan dari tubuh. Data-data menunjukkan bahwa rokok sigaret

menyebabkan ekspresi gen CYP1A1 (yang mengkodekan AHH) pada orang

dengan alel yang “high inducibility”. Orang-orang yang membawa alel high

inducibility ini tertutama para perokok memiliki resiko yang lebih tinggi terhadap

terjadinya kanker paru-paru. (Nussbaum, 2001)

2.2. PERTUMBUHAN SEL DAN DIFERENSIASI

Pertumbuhan jaringan serta organ terjadi karena penambahan ukuran,

jumlah sel atau keduanya yang dialami kelompok populasi sel yang aktif

melakukan siklus sel atau berproliferasi. Mitosis merupakan bagian dari proses

proliferasi. Pembelahan sel pada manusia dewasa bertujuan untuk menggantikan

sel mati yang dapat diakibatkan oleh proses apoptosis maupun nekrosis.

Keseimbangan dalam pertumbuhan ini harus terkontrol. (Gondhowiadjo, 2002)

253

Page 6: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

Regulasi siklus sel ditujukan pada dua kejadian yang penting yaitu inisiasi

sintesa DNA (fase S) dan inisiasi mitosis (fase M). Dalam siklus sel embrionik

hanya terjadi kedua fase ini. Pada sel somatik, terdapat dua fase gap yang

memisahkan fase S dan fase M yaitu fase G1 (gap ke satu) dan fase G2 (gap

kedua). Pada G1 sel mempersiapkan sintesa DNA dan mengecek integritas DNA

sebelum memasuki fase S. Pada fase G2 terjadi duplikasi genom yang telah

lengkap dan sel bersiap-siap untuk bermitosis. (Fuxe, 2001)

Terdapat tiga kelompok protein sitosolik yang terlibat dalam kontrol siklus

sel yaitu (Fuxe, 2001, Webb, 2002):

1. Siklin yang terdiri atas siklin G1, siklin fase S, siklin fase M. Tiap siklin

dibutuhkan pada setiap fase siklus sel yang berbeda.

2. Enzim kinase bergantung siklin (cyclin-dependent kinase/CDKs) yaitu CDKs

G1, CDK-fase S, CDKs-fase M. Siklin ini tetap dalam keadaan stabil di dalam

sel tetapi tiap CDK harus berikatan dengan siklin yang tepat untuk dapat

teraktivasi. Kompleks cyclin-CDK menggerakan sel dengan substrat

phosphorylating phase-specific yang akan menyebabkan transkripsi enzim

penting untuk replikasi DNA, pemecahan inti, segregasi kromosom dsb.

Kombinasi siklin dan CDK dibentuk dan diaktifkan pada setiap fase siklus sel

yang spesifik. Bila aktifitasnya sudah selesai komplek cyclin-CDK

dinonaktifkan oleh suatu siklin degradasi.

3. Kompleks promosi anaphase (Anaphase-promoting complex/APC) dan

protease lainnya. APC mentriger suatu destruksi kohesi sehingga kromatid

terpisah dan berdegradasi pada siklin mitotik (M-fase).

Sel mempunyai beberapa sistem untuk menginterupsi siklus sel bila terjadi

sesuatu yang salah yaitu (Webb, 2002) (Gambar 2):

1. Pengecekan pada penyelesaian fase S. Sel memonitor adanya fragmen

Okazaki. Siklus sel tidak akan berlanjut sampai DNA bereplikasi.

2. Checkpoint kerusakan DNA.Mekanisme checkpoint ini untuk mengontrol

kerusakan DNA sebelum memasuki fase S (G1 checkpoint), selama memasuk

fase S dan setelah replikasi DNA (G2 checkpoint)

254

Page 7: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

3. Spindle checkpoint. Checkpoint ini mendeteksi setiap kegagalan serat spindle

yang melekatkan kinetochores dan menahan sel pada metaphase (M

checkpoint), mendeteksi pengaturan spindle yang tidak tepat dan memblok

sitokinesis serta mentriger apoptosis bila kerusakan tidak dapat diperbaiki.

Gambar 2. Siklin dan CDK dalam siklus sel (Cotran et.al, 1994)

2.3. ONKOGEN DAN TUMOR SUPRESOR GEN

Pada tahun 1910, Rous melaporkan suatu virus penyebab terjadinya

sarkoma pada ayam. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa hal tersebut

bukanlah suatu virus namun suatu gen yang mengalami mutasi setelah terinfeksi

virus. (Woltering, et al, 1996)

Pada keadaan fisiologis proses pertumbuhan, pembelahan dan

diferensiasi sel diatur oleh gen yang disebut protoonkogen. Protoonkogen dapat

menjadi onkogen bila mengalami mutasi. Onkogen dapat menyebabkan kanker

karena memicu pertumbuhan dan pembelahan sel secara patologis. (Djoerban,

2000, Nussbaum et.al, 2001).

Onkogen dapat ditemukan dalam sel DNA mamalia (onkogen selular)

dan di dalam virus (onkogen virus). Onkogen ditulis dalam tiga huruf nama

255

Page 8: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

yang menggambarkan dimana onkogen tersebut pertama kali diidentifikasi.

Sebagai contoh: virus Rous sarcoma mengandung onkogen scr. Onkogen yang

berasal dari gen virus diberi label awal “v” (v-src). Sedangkan onkogen selular

diberi label awal “c” (c-src). Onkogen yang berasal dari tumor yang spesifik

atau suatu jaringan ditulis dalam huruf kapital yang menunjukkan jenis jaringan

sebagai contoh, L-myc adalah myc onkogen yang berasal dari tumor paru-paru,

N-myc dari suatu neuroblastoma. (Woltering, et. al, 1996, Smets, 1998, Daly,

et. al 1999)

Tabel 1. Macam-macam onkogenOnkogene Associated Malignancy Protein function

Growth factorInt-2sis

Growth factor ReceptorserbBfmsrettrk

Cytoplasmic Protein Kinases

srcablraf

Gtp-Binding Proteingspras

Nuclear Transcription Factor

junfosmycerb-A

Cell Cycle regulatorBcl02

Cyclin D1

Breast carcinoma

Breast carcinoma

MEN-II Syndrome

CML, ALL, AML

Colorectal, lung, pancreatic and prostate cancer (epithelial tumors)

Burkitt’s lymphoma, neuroblastoma, small cell lung cancer, colorectal cancer

Non-Hodgkin’s lymphomaParathyroid adenoma, breast, esophageal cancers, lymphomas (bcl-1)

Fibroblast growth factorPlatelet-derived growth factor

Epidermal growth factor receptorMonocyte colony stimulating factor receptorNerve growth factor receptorNerve growth factor receptor

Protein-tyrosine kinaseProtein-tyrosine kinaseSerine-threonine kinase

G protein α subunitGTP/GDP-binding protein

AP-1 transcription factorAP-1 transcription factorDNA binding protein

Thyroid hormone receptor

Supressor of apoptosisCyclin

Dikutip dari Schwartz, 1999

Onkogen-onkogen ini mengkodekan protein yang disebut sebagai

onkoprotein yang mengatur regulasi siklus sel sehingga terjadi suatu tumor.

Onkogen terdiri atas dua jenis yaitu tipe dominan dan tipe yang resesif.

Onkogen yang dominan menyebabkan hilangnya fungsi dan ekspresi berlebihan

256

Page 9: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

dari suatu gen atau produknya. Hilangnya suatu onkogen resesif menyebabkan

hilangnya fungsi gen. Onkogen resesif disebut juga sebagai antionkogen atau

lebih lazim dikenal dengan gen penekan tumor (tumor suppressor gene).

(Woltering, et al, 1996, Daly, et, al 1999)

Onkogen dominan dibagi atas empat kelompok besar yaitu (Tabel 1)

(Woltering, et al, 1996).:

1. Onkogen dari protoonkogen yang mengkodekan faktor pertumbuhan

2. Onkogen dari protoonkogen yang mengkodekan reseptor membran atau

intraseluler

3. Onkogen yang menyebabkan suatu deviasi dari jalur normal yang

mengkodekan intrasel.

4. Onkogen yang bekerja pada nukleus dengan mengubah faktor transkripsi

normal.

Berbeda dengan onkogen yang produk proteinnya berperan dalam

meneruskan sinyal-sinyal pertumbuhan sel pada semua tahap, produk gen

supresor pada umumnya memberikan sinyal untuk menghambat pertumbuhan.

Hilangnya fungsi gen penekan tumor tersebut akan mengakibatkan sel

membelah tidak terkontrol dan pertumbuhan sel yang abnormal atau apoptosis

yang tidak sempurna. Beberapa gen penekan tumor yang berperan secara

langsung dalam regulasi siklus sel atau dalam penghambatan pertumbuhan

dengan kontak sel ke sel disebut sebagai “gatekeepers”. Gen lainnya yang

terlibat dalam memperbaiki kerusakan DNA dan mempertahankan integritas

genomik disebut sebagai “caretakers” (Nussbaum, 2001). Setiap gen supresor

menyandi signal transducing protein yang membawa pesan menghambat

pertumbuhan dari bagian sel yang satu ke bagian sel yang lain melalui suatu

signaling cascade dan disampaikan kepada responder protein. Bila salah satu

protein supresor hilang atau tidak berfungsi, maka salah satu mata rantai sinyal

hilang sehingga pesan yang dibawanya tidak sampai ke tujuan. Produk gen

supresor dapat mendeteksi adanya kerusakan DNA atau produk replikasi DNA

yang salah (Kresno, 2000). (Tabel 2)

257

Page 10: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

Tabel 2. Gen penekan tumor yang dihubungkan dengan Kanker pada manusia.

Gen Sindroma Lokasi Fungsi

APC

p53

NF1

NF2?p16

RB1

BRCA-1BRCA-2hMSH-2hMLH-1hPMS-1hPMS-2

Familial adenomatour polyposisLi-Fraumeni

Neurofibromatosis type I

Neurofibromatosis type IIMEN type IHereditary malignant melanomaHereditary retinoblastomaHereditary breast and ovarian cancerHereditary nonpoyposis colorectal cancer

5q21

17p13

17q11

22q1211q139p21

13q14

BRCA-1-17q21BRCA-2-13q12hMLH-1-3p21hMSH-2-2p21-22hPMS-1-2q31-33hPMS-2-7p22

Mengubah adesi sel, proliferasi dan apoptosisMengubah proliferasi sel, defek pada siklus sel, perbaikan DNAMicrotubule-mediated signal transductionSitoskeletonTidak diketahuiPenghambat cylin-dependent kinaseDefek checkpoint siklous sel, regulasi sintesa DNATidak diketahui

Defek pada mismatch repair

Dikutip dari Schwartz, 1999

Onkogen dapat terjadi akibat adanya mutasi, translokasi dan inversi serta

amplifikasi pada gen. Mutasi gen dapat terjadi akibat bahan-bahan karsinogen

sebagai contoh mutasi codon 12 dalam Ki-ras pada adenokarsinoma paru-paru

pada perokok. Mutasi dapat mengeliminasi aktifitas GTPase intrinsik dari ras

yang mengkodekan G protein atau dapat meningkatkan produksi mRNA dan

protein. Amplifikasi atau penambahan sejumlah kopi dari suatu gen tunggal

yang normal sehingga menghasilkan suatu tri atau tetrasomy, misalnya pada gen

siklin D1 pada kanker payudara. Translokasi yaitu tertukarnya dua kromosom

yang berbeda sehingga struktur gen normal terganggu. Sebagai contoh pada

limfoma, terjadi traslokasi pada kromosom 2, 14 atau 22. Contoh aktivasi

onkogen lainnya dengan pangaturan kembali suatu kromosom adalah pada

kromosom Philadephia pada leukemia myelogenik kronis dimana segmen dari

kromosom 9 yang membaca onkogen selular (c-abl) melekat pada kromosom 22

(bcr). Ekspesi yang dihasilkan adalah fusi protein bcr-abl yang berperan penting

dalam terjadinya leukemia (Smet, 1998, Daly, et. al 1999)

Pada gen penekan tumor yang berperan dalam terjadinya tumor akibat

adanya inaktivasi karena terjadinya mutasi atau hilangnya gen secara lengkap

258

Page 11: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

atau sebagian. Contoh klasik hilangnya fungsi gen penekan tumor adalah pada

gen Retinoblastoma (RB1). Pada retinoblastoma yang familial setiap masing-

masing keterunan memiliki mutasi RB1 yang mengalami disfungsi pada

germline. Selain itu gen penekan tumor yang lainnya seperti p53 diidentifikasi

sebagai suatu gen yang mengalami mutasi yang dihubungkan dengan sindrom

Li-Fraumeni. Mutasi pada gen ini kemudian juga ditemukan pada kanker

payudara, sarkoma jaringan lunak, tumor otak, osteosarkoma, leukemia dan

karsinoma adrenokortikal. Gen penekan tumor p53 mengkodekan suatu faktor

transkripsi dan terjadi mutasi pada 50% kanker pada manusia. Gen ini berperan

sebagai penekan progresi kanker melalui respons siklus sel terhadap kerusakan

DNA dan sebagai inisiasi proses apoptosis bila kerusakan DNA tidak dapat

diperbaiki lagi (Daly, et, al 1999, Yusuf, 2001).

2.4. APOPTOSIS

Apoptosis merupakan bentuk kematian sel yang diperlukan baik untuk

perkembangan sel normal maupun homeostasis jaringan. Peristiwa ini

dikendalikan secara ketat oleh berbagai gen baik gen yang bersifat apoptotik

maupun anti-apoptotik. Kanker diketahui sebagai akibat mutasi genetik

diantaranya mutasi gen yang terlibat dalam siklus sel dan mekanisme

apoptosis (Kresno, 2000).

Berbeda dengan nekrosis atau accidental cell death, sel-sel apoptotik

mempunyai ciri morfologi yang khas yaitu menunjukkan kondensasi inti

heterokromatin, penyusutan sel, pecahnya mitokondria, degradasi inti sel,

hilangnya kontak dengan sel tetangga dan hilangnya organel-organel dari

sitoplasma. Dalam kaitannya dengan pengendalian tumorigenesis, apoptosis

merupakan mekanisme penting untuk mencegah proliferasi sel yang

mengalami kerusakan DNA agar sel-sel dengan lesi DNA tersebut tidak

dilipatgandakan. Dalam hal ini apoptosis berfungsi sebagai salah satu kontrol

checkpoint dalam siklus sel (Kresno, 2000; Yusuf, 2001).

Apoptosis terjadi melalui tiga fase berturut-turut yaitu fase insiasi, fase

efektor dan fase eksekusi atau degradasi. Selama fase induksi atau inisiasi

259

Page 12: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

yang heterogen sel menerima stimulus yang menginduksi kematian,

kehilangan faktor-faktor yang menunjang ketahanan hidup, kekurangan suplai

untuk metabolisme dan terjadi pengikatan reseptor yang meneruskan sinyal

kematian, misalnya pengikatan Fas/FasL, TNF/TNFR dll. Pada fase efektor,

proses inisiasi dilanjutkan dengan reaksi metabolik dengan pola yang lebih

teratur. Sel mengambil keputusan atau komitmen untuk “bunuh diri”. Gen-gen

yang berperan dalam fase ini adalah p53, Rb, myc dan lain-lain. Sedangkan

gen penghambat apoptosis adalah bcl-2. Pada fase selanjutnya yaitu fase

degradasi atau fase eksekusi terjadi peningkatan berbagai aktivitas termasuk

peningkatan aktivasi enzim-enzim katabolik (caspase) dan produksi reactive

oxygen species (ROS). Faktor lain yang berperan dalam fase ini adalah

cytochrome-c. Pada fase ini perubahan morfologi dan biokimia sel diantaranya

fragmentasi DNA, degradasi berbagai jenis protein dan lain-lain menjadi lebih

jelas. Semua sel mengalami apoptosis menurut pola tertentu dan mengandung

inhibitor sintesis protein cycloheximide yang menunjukkan bahwa sel-sel

tersebut mengekspresikan semua komponen protein yang diperlukan untuk

mengeksekusi kematian sel.

Pengetahuan mengenai mekanisme apoptosis pada keadaan normal

maupun kanker penting untuk menentukan respons penderita terhadap terapi

bahkan di kemudian hari dapat digunakan sebagai landasan terapi gen yang

dikenal dengan suicide gene therapy. (Kresno, 2000)

III. PETANDA MOLEKULAR DALAM DIAGNOSA KANKER

Secara prinsip, semua mutasi gen atau mutasi produk gen yang berperan

dalam suatu malignansi merupakan target dalam diagnosa molekular kanker, seperti

mutasi pada onkogen dan gen penekan tumor. Beberapa abnormalitas sitogenetik

yang spesifik dimana penyimpangan kromosom secara konsisten ditemukan pada

suatu jenis kanker. Namun beberapa abnormalitas sitogenetik tidak spesifik

ditemukan pada jenis kanker yang berbeda. Abnormalitas sitogenetik tidak selalu

dengan mudah dideteksi dengan tehnik standar, namun pada saat ini perkembangan

260

Page 13: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

pesat terjadi terhadap marker sitogenetik dalam mendiagnosa kanker untuk masa

mendatang (Sklar, 1993)

Pemeriksaan sitogenetik hanya dapat dilakukan terhadap sel-sel yang aktif

membelah. Waktu pembelahan sel dalam kultur berlangsung antara 12-48 jam.

Keberhasilan pemeriksaan sitogenetik pada keganasan sangat ditentukan oleh faktor-

faktor sbb: keberhasilan menghentikan sel-sel ganas pada stadium metafase,

mendapatkan penyebaran dan fiksasi kromosom yang baik dan keberhasilan

mewarnai (banding) kromosom secara optimal sebelum pembacaan di bawah

mikroskop. (Tahija, 2000)

Tipe petanda molekular yang penting yang dihubungkan dengan abnormalitas

sitogenetik adalah ditemukannya DNA rearrangement pada sel kanker. Kelainan

kromosom yang dapat dilihat secara submikroskopik sangat potensial digunakan

sebagai diagnosa kanker. Sebagai contoh adanya abnormalitas kromosom 1, 2 dan 13

ditemukan pada karsinoma sel skuamosa kepala dan leher (Dyke, et al, 1990, Sklar,

1993).

Selain itu amplifikasi DNA juga dapat merupakan petanda diagnostik yang

mudah dideteksi. Penambahan amplikasi pada gen-gen tertentu dihubungkan dengan

prognosa pada jenis kanker tertentu.

Jenis petanda kanker yang tidak dapat dideteksi dengan metoda sitogenetik

adalah mutasi pada DNA. Mutasi ini dibagi atas dua kategori yaitu mutasi yang

mengubah atau meningkatkan aktifitas onkogen dan mutasi yang mengaktivasi gen

penekan tumor.

Seluruh materi DNA pada jaringan dapat digunakan sebagai petanda tumor.

Deviasi materi DNA pada sel dapat berupa duplikasi atau hilangnya kromosom

individual (aneuploidy) atau adanya ekstra haploid (polyploidy). Profil materi DNA

merefleksikan fraksi sel-sel pada fase S dan G2 dari suatu siklus sel. Tingginya

jumlah sel-sel pada fraksi-fraksi ini dapat dihubungkan dengan prognosis yang buruk

dari berbagai jenis kanker.

Pada beberapa kasus RNA dan produk protein dari gen dapat digunakan

sebagai petanda diagnosa. Kebanyakan petanda ini digunakan untuk memberikan

informasi mengenai asal jaringan, perilaku dan prognosis suatu tumor. Selain itu

261

Page 14: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

imunoglobin selular dapat digunakan sebagai petanda dari suatu neoplasma

limfositik-B. Produk gen yang spesifik dapat digunakan untuk mendeteksi adanya

metastasis dengan menggunakan metode pemeriksaan biologi molekular yang sensitif

(Sklar, 1993).

Tabel 3. Perspektif dalam Diagnosa molekular kanker

Tujuan Petanda molekular Tehnik Contoh penyakitDiagnosa primer Abnormalitas

sitogenetikIn situ hybridization untuk DNA atau RNA

Kanker hematopoitikMyeloid leukemia (CML, AML)

Staging DNA rearrangements Flow cytometry dan image analysis microscopy

Lymphocytic cancers (non Hodgkin lymphoma, lymphocytic leukemia)

Prognosa Mutasi, delesi, amplifikasi pada onkogen dan gen penekan tumor

Southern blot hybridization

Kanker tipe solidNeuroblastomaKanker payudaraKanker kandung kemihMelanomaRetinoblastoma

Deteksi adanya residual setelah terapi

Total materi DNA Polymerase chain reaction dengan kombinasi:Standard gel electrophoresisSouthern blod hybridizationSequence analysisOligonucleotide hybridizationModifikasi kimia dari heterodupleksProteksi RNaseLigasi oligonukleotida Single-strand conformation polymorphism gel electrophoresisGradient denaturing gel electrophoresis

Diagnosa predisposisi diturunkan

Viral nucleotide sequencesRNA sequences

Antigen ImmunohistokimiaDikutip dari Sklar, 1993

Penelitian terakhir dalam menentukan prognosa suatu karsinoma sel skuamosa

adalah dengan menggunakan monoclonal antibody. Pada penelitian tersebut

ditemukan adanya hubungan antara tidak adanya ekspresi antigen darah dan kenaikan

262

Page 15: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

ekspresi antigen epitel dengan prognosa yang buruk pada karsinoma sel skuamosa

kepala dan leher (Hoffman et al, 1990)

Petanda tumor yang terakhir yang sangat fundamental dibandingkan dengan

petanda diagnosis yang lainnya adalah dalam mendeteksi klonalitas yang

dihubungkan dengan jumlah kanker per se (contohnya abnormalitas sitogenetik atau

mutasi onkogen). Petanda klonalitas dapat digunakan untuk memonitor adanya

residual malignansi setelah terapi (Sklar, 1993). (Tabel 3)

IV. METODA DIAGNOSA PATOLOGI PADA KEPALA DAN LEHER

1. Immunohistokima

Pemeriksaan imunohistokimia berperan dalam melihat histopatologi

tumor dan menetukan prognosa pasien. Prinsip metoda imunohistokima

adalah mendeteksi tumor antigen dengan menggunakan antibodi (Tabel 4).

Antibodi yang digunakan dapat merupakan antibodi poliklonal yang berasal

dari serum binatang atau monoklonal yang berasal dari hybridoma tikus.

Ikatan antibodi pada sel dapat dianalisa dengan mikroskop atau dengan analisa

flow cytometry (Sklar, 1993)

Prosedur imunohistokima berperan penting dalam diagnosis patologi

(Yusuf, 2001):

1. Membantu mengatasi masalah diagnostik seperti menentukan

diagnosis kanker yang tidak dapat ditentukan asalnya sehingga

dapat ditentukan terapinya

2. Sebagai petanda (marker) prognostik kanker seperti untuk

mendeteksi mikro invasi dan mikro metastasis atau metastasis

tersembunyi pada kelenjar getah bening atau sumsum tulang,

deteksi perubahan antigen kanker, ekspresi onkogen, gen penekan

kanker dan produk proteinnya, reseptor dan faktor pertumbuhan

3. Memprediksikan respon terapi pada beberapa jenis kanker

263

Page 16: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

Tabel 4. Antigen tumor yang digunakan dalam diagnosa imunohistokimia.

Neoplasm AntigensCarsinomaAdenocarsinomaSalivary glands tumorsRabdomyosarcoma

LeiomiosarcomaNeurosarcomaAngiosarcoma dan Kaposi’s

sarkoma MelanomaLangerhans cell diseaseLymphoma

B-cell lymphomasT-cell lymphomasAnaplastic large cell (Ki-1)

Hodgkin’s disease (RS cells)Plasma cell myelomaLeukemic infiltratesParaganglioma and neuroendocrine

carcinomaOlfactory neuroblastomaMerkel cell tumorEwing sarcoma and PNETsSolitary fibrous tumor

KeratinKeratinS-100 protein, actins, calponinDesmin, myoglobin, actin, myogenin, muscle specific actinSmooth muscle actinNeurofilaments, S-100CD31, CD34, factor VIII-related antigen

HMB45, S-100 protein, MART-1 (Melan-A)CD1aCD45,CD45RB isoformCD20,CD791, CD45RA isoformCD3,CD43,CD45RO isoformCD30 (Ber-H2 clone), ALK-1CD15, CD 30κ/λ Light chainTdT, myeloperoxidaseSynaptophysin, chromogranin, neurofilaments

Synaptophysin, chromogranin, neurofilamentsSynaptophysin, chromograninCD99CD34,CD99, Bcl-2

Dikutip dari Jordan, et al, 2002

2. Deteksi kelainan kromosomal

1. Tehnik in situ hybridization

Tehnik ini digunakan untuk memperoleh kromosom pada fase

metafase yang terdeposisi pada slide mikroskop atau kromatin yang masih

intak pada fase interfase pada ulasan jaringan. Kromosom dideteksi

dengan fluorescence. Dengan tehnik ini dapat diperoleh perubahan

kromosom atau region kromosom seperti adanya delesi, translokasi, dsb

(Sklar, 1993)

2. Southern blot hybridization

Metoda tehnik ini adalah untuk mendeteksi perubahan atau

perbedaan dalam materi DNA seperti adanya, mutasi, translokasi, delesi

264

Page 17: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

dan amplifikasi. Selain itu tehnik ini juga berguna untuk mendeteksi gen

virus dalam jaringan tumor (Sklar, 1993, Woltering, et al. 1996).

3. Polymerase chain reaction

PCR adalah suatu metode yang digunakan untuk mendeteksi

amplifikasi dan kecepatan amplifikasi segmen DNA. Tehnik ini

berdasarkan atas tiga langkah dalam siklus yaitu denaturasi DNA dengan

menaikkan temperatur mendekati 30˚ C, kemudian pendinginan untuk

memperoleh nukleotida primer dari denaturasi DNA dan yang terakhir

adalah ekstensi primer dimana DNA polimerasi membuat suatu kopi DNA

baru (Sklar, 1993, Woltering, et al. 1996)

V. KESIMPULAN

Pemeriksaan patologi telah mengalami perubahan yang sangat berarti dalam

mendiagnosa, menentukan stadium, prognosa, menentukan adanya kekambuhan

dan analisa predisposisi genetik suatu kanker. Analisa molekular yang dilakukan

adalah meliputi analisa terhadap materi DNA, RNA dan protein di dalam jaringan.

Analisa molekular lebih obyektif dibandingkan dengan metode konvensional

dengan pemeriksaan histopatologi terhadap spesimen jaringan yang membutuhkan

keahlian dan pengalaman ahli patologi.

Pengetahuan biologi molekular kanker dibutuhkan seorang klinisi sebagai

penentu keputusan terapi yang dibutuhkan dalam pengelolaan kasus keganasan serta

dapat meningkatkan komunikasi dengan ahli onkologi dan ahli patologi.

DAFTAR PUSTAKA

1. Cornain, S. 2002. Perangai biologik sel kanker dalam Course Workshop The 5th Basic

Sciences in Oncology. Jakarta: FKUI.

2. Cotran R.S et.al, 1994. Pathologic Basis of Disease. 5th Edition. Philadelphia: W.B.

Saunders Company.

3. Daly, J.M, et, al 1999. Oncology in In Schwartz, S. Principles of Surgery. Volume 1 7th ed.

New York. McGraw Hill. 1999

265

Page 18: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

4. Djorban, Z. 2000. Onkogen dan Karsinogenesis dalam Course Workshop The 5th Basic

Sciences in Oncology. Jakarta: FKUI.

5. Dyke, D.L, et al, 1990. Identification of Chromosome Changes in Squaomous Cell

Carcinoma Using Established Cell Line in Fee, W.E, et al. Head and Neck Cancer.

Vol 2. Philadelphia: B.C Decker inc.

6. Fraumeni, J.F, et al. 1993 Epidemiology of Cancer in DeVita, V.T, Jr. Cancer

Principles & Practice of Oncology. 4th ed. Philadelphia. Lippincott Raven Pub.

7. Fuxe, J. 2001. p16 and p15 in senescence, immortalization and cancer. Stockholm,

Sweden: Ludwig Institute of Cancer Research, Stockholm Branch. Department of

Cell and Molecular Biology.

8. Gondhowiardjo, S. 2002. Disregulasi proliferasi sel dan keganasan dalam Course

Workshop The 5th Basic Sciences in Oncology. Jakarta: FKUI.

9. Hoffman, H.T, et al, 1990. Head and Neck Squamous Carcinoma Cell Lines Capable

of Serum-Free Growth in Vitro in Fee, W.E, et al. Head and Neck Cancer. Vol 2.

Philadelphia: B.C Decker inc.

10. Jordan, R.C, et al, 2002. Advance diagnostic methods in oral and maxillofacial

pathology. Part II: Immunohistochemical and immunofluorescent method. Oral

Surgery Oral Medicine Oral Pathology 93 (1): 56-72

11. Kresno, S.B. 2000. Ilmu Dasar Onkologi. Jakarta: FKUI

12. Nussbaum, et al. 2001. Thompson&Thompson Genetics in Medicine. 6th

ed.Philadelphia: W.B Saunders. Company.

13. Schwab, M. 1998. Genetic Elements of Chilhood cancer in Cancer in children

Clinical Management. 4th ed. Great Britain :Oxford University Press.

14. Sklar, J. 1993. Principles of Molecular Cell Biology of Cancer: Molecular Approach

to Cancer Diagnosis in DeVita, V.T, Jr. Cancer Principles & Practice of Oncology.

4th ed. Philadelphia. Lippincott Raven Pub.

15. Smet, L.A. 1998. Molecular basis of childhood cancer in Cancer in children Clinical

Management. 4th ed. Great Britain :Oxford University Press.

16. Tahija, S.L, 2000. Sitogenetik pada kanker dalam Course Workshop The 5th Basic

Sciences in Oncology. Jakarta: FKUI.

266

Page 19: BIOLOGI MOLEKULER DASAR KANKER.doc

17. Webb, T.E, 2002. Cell and Molecular Biology Lecture Series. Had Yai: Prince of

Songkla University

18. Woltering, E.A, et al. 1996. Oncology in O’Leary. The Physiologic Basis of Surgery.

2nd ed. Baltimore: Williams & Wilkins.

19. Yusuf, H.Y. 2001. Korelasi Imunoekspresi p53,BCL-2 dan NM-23 dengan stadium

dan gradasi karsinoma sel skuamosa lidah. Bandung : Universitas Padjadjaran.

Disertasi

267