bab iii metodologi penelitian 3.1 prinsip kerja blok diagrameprints.umm.ac.id/41739/4/bab...
TRANSCRIPT
15
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN
Pada bab ini akan dibahas mengenai perancangan pemodelan sistem, yaitu
membuat simulasi rangkaian menggunakan program MATLAB Simulink.
Perancangan simulasi meliputi motor induksi tiga fasa rotor sangkar, multilevel
inverter, 9 Level Cascaded H-Bridge Multilevel Inverter, Alternate Phase
Opposition Disposition PWM (APOD PWM), Field Oriented Control,
Proportional Integral Derivative (PID) dan Genetika Algoritm (GA).
3.1 Prinsip Kerja Blok Diagram
Pada Gambar 3.1 merupakan rancangan keseluruhan pada blok diagram dari
sistem.
Speed Referensi
Iabc Actual
Control PIDVector Control
APOD PWM
Sumber DC
Speed Actual
9-level Cacaded H-Bridge Multilevel
InverterM
Genetika Algoritma
Gambar 3.1 Diagram Blok Sistem
Pada Gambar 3.1 9 level multilevel inverter menggunakan sumber DC
sebagai tegangan inputnya. Tegangan DC kemudian di ubah menjadi tegangan AC
dengan frekuensi yang diinginkan untuk menjalankan motor induksi. Kecepatan
actual hasil dari motor induksi akan diumpanbalikkan ke kontrol PID dan akan
dibandingkan dengan kecepatan referensi. Pada blok kontrol PID digunakan
metode Algoritma Genetika (GA), yang nantinya digunakan sebagai penentuan
untuk set pada nilai Kp, Ki, dan Kd. Sehingga nilai kecepatan akhir dari
16
perbandingan antara kecepatan aktual dan kecepatan referensi sesuai dengan apa
yang diinginkan. Sedangkan arus Iabc actual dari motor juga akan
diumpanbalikkan ke blok vector control. Sehingga dari blok vector control akan
dihasilkan arus Iabc referensi. Arus referensi dari vector control akan masuk ke
dalam blok Alternate Phase Opposition Disposition Pulse Widh Modulation
(APOD PWM). Di blok APOD PWM ini arus referensi akan dimodulasikan dengan
8 sinyal segitiga yang berada pada sudut fasa yang berbeda dengan frekuensi tinggi.
Sehingga dari blok APOD PWM ini akan dihasilkan sinyal pulsa. Sinyal pulsa ini
akan digunakan untuk pengaturan switching pada kaki IGBT pada 9 level Cascaded
H-Bridge multilevel inverter.
3.2 Perancangan Pemodelan Simulasi
3.2.1 Pemodelan Motor Induksi Tiga Fasa
Jenis motor yang digunakan pada penelitian ini merupakan motor rotor
sangkar tupai atau squirrel cage. Model motor ini telah disediakan dalam
SimPowerSystemTM libraray. Model dan parameter motor squirrel cage
sebagaimana ditunjukkan pada Tabel 3.1 dan model motor ditunjukkan pada
Gambar 3.2 di bawah ini. Pengaturan Configurasi dan nilai parameter motor pada
simulasi matlab ditunjukkan pada Gambar 3.3 dan Gambar 3.4.
Tabel 3.1 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa
Nominal Power 20 HP
Line to line voltage 460 V
Kecepatan 1760 RPM
Frequency 60 Hz
Stator resistance 0.2761 Ohm
Stator inductance 0.002191 Henry
Rotor resistance 0.1645 Ohm
Rotor inductance 0.002191 Henry
Mutual inductance 0.07614 Henry
17
Inertia 0.1 kg/m2
Friction factor 0.01771 N.m.s
Pole pairs 2
Gambar 3.2 Model Motor Induksi Tiga Fasa
(Sumber : MATLAB simulink)
Gambar 3.3 Configuration Motor Induksi
(Sumber : MATLAB Simulink)
18
Gambar 3.4 Parameter Motor Induksi Tiga Fasa
(Sumber : MATLAB Simulink)
3.2.2 Pemodelan 9 Level Cascaded H-Bridge Multilevel Inverter
Multilevel inverter merupakan komponen elektronika daya yang
mempunyai fungsi yang sama dengan inverter konvensional yaitu mengonversikan
tegangan DC menjadi tegangan AC. Perbedaan yang mendasar pada multilevel
inverter mempunyai sumber DC secara terpisah yang kemudian akan dirubah
menjadi tegangan AC. Insulated Gate Bipolar Transistor (IGBT) merupakan
komponen yang bertugas sebagai pensaklaran secara bergantian pada multilevel
inverter. IGBT yang digunakan memiliki nilai snubber resistance (Rs) = 1e-3 Ohm,
snubber capacitance (Cs) = inf, internal resistance (Ron) = 1e-5 Ohm. Sehingga
sumber DC akan menghasilkan pola sesuai waktu nyala dan waktu mati ketika
komponen switching tersebut di trigger dan terbentuk pola gelombang sinusoidal.
Total nilai sumber DC yang digunakan sebesar 265 Volt sesuai perhitungan (3-28).
Gambar 3.5 dan Gambar 3.6 merupakan pemodelan 9- Level cascaded h-
bridge multilevel inverter dan sumber yang dipakai pada tiap levelnya. IGBT yang
dipakai dan nilainya ditunjukkan pada Gambar 3.7 dan Gambar 3.8
19
Gambar 3.5 Rangkaian 9 Level Cascaded H-bridge Multilevel Inverter
Gambar 3.6 Parameter Blok Sumber DC
20
Gambar 3.7 Insulated Gate Bipolar Transistor (IGBT)
(Sumber : MATLAB Simulink)
Gambar 3.8 Blok Parameter IGBT Default MATLAB
3.2.3 Pemodelan Vector Control
Pada vector control ini terdapat beberapa blok kontrol diantaranya adalah
id* calculation, iq* calculation, teta calculation, flux calculation, ABC to dq
conversion dan dq to ABC conversion.
3.2.3.1 Current Calculation Diagram
Blok current calculation diagram terdiri dari 2 bagian yaitu : Current Id*
calculation dan current Iq* calculation. Tanda * menunjukkan bahwa arus
21
diharapkan (desire). Current Id* berfungsi untuk menghasilkan arus Id* yaitu
komponen arus d-axis referensi pada stator, dengan input flux rotor referensi
(phir*). Sedangkan current Iq* berfungsi menghasilkan arus Iq* yaitu komponen
arus q-axis sebagai control torque motor, bergantung pada Phir* dan Te*. Te*
diperoleh dari blok speed controller dengan masukan 𝜔𝑟𝑒𝑓 = 100 dan controller
PID dengan penerapan metode algoritma genetika. Sedangkan nilai Phir*
umumnya mendekati 1 tergantung pada slip motor induksi, ditentukan sebesar 0.98.
Berikut perhitungan untuk mentukan current Iq* serta dengan tampilan blok
diagramnya.
𝐼𝑞 = ( 2
3) ∗ (
2
𝑃) ∗ (
𝐿𝑟
𝐿𝑚) ∗ (
𝑇𝑒
𝑃ℎ𝑖𝑟) (3-1)
Dengan :
𝐿𝑚 = 76.14 𝑚𝐻
𝐿𝑟 = 𝐿𝑙′𝑟 + 𝐿𝑚 = 2.191 + 76.14 = 78.331 𝑚𝐻 (3-2)
𝑃 = 𝑛𝑏 𝑜𝑓 𝑝𝑜𝑙𝑒𝑠 = 4
Maka :
𝐼𝑞 = 0.3429 ∗ (𝑇𝑒
𝑃ℎ𝑖𝑟)
Gambar 3.9 Iq* Calculation Diagram
Sedangkan perhitungan untuk menentukan current Id* dan tampilan blok
diagramnya seperti berikut.
𝐼𝑑∗ =𝑃ℎ𝑖𝑟
𝐿𝑚 (3-3)
Dengan : 𝐿𝑚 = 76.14 𝑚𝐻
Gambar 3.10 Id* Calculation Diagram
22
3.2.3.2 Teta Calculation
Teta calculation berfungsi menghasilkan nilai teta yaitu menemukan phase
angle dari flux rotor. Dengan input fluks rotor (phir), kecepatan motor aktual (𝜔𝑚),
dan arus Iq dari hasil keluaran ABC to dq conversion. Berikut perhitungan dan blok
diagram teta calculation.
Teta = Electrical angle = integ ( wr + wm) (3-4)
Wr = rotor frequency (rad/s) = 𝐿𝑚 ∗ 𝐼𝑞/(𝑇𝑟 ∗ 𝑃ℎ𝑖𝑟)
Wm = rotor mechanical speed (rad/s)
Dengan :
𝐿𝑚 = 76.14 𝑚𝐻 (3-5)
𝐿𝑟 = 𝐿𝑙′𝑟 + 𝐿𝑚 = 2.191 + 76.14 = 78.331 𝑚𝐻
𝑅𝑟 = 0.1645 𝑂ℎ𝑚
𝑇𝑟 =𝐿𝑟
𝑅𝑟= 0.4762 𝑠
Gambar 3.11 Rangkaian Teta Calculation
3.2.3.3 Flux Calculation
Flux calculation berfungsi untuk menghasilkan flux rotor (phir), dengan
input arus Id dari hasil keluaran ABC to dq conversion. Kemudian hasil dari bagian
ini adalah phir yang terukur dan di pakai untuk menghitung Iq setiap saat. Discrete
transfer function merupakan bagian yang paling penting dalam blok ini. Transfer
function yang muncul karena perubahan yang terjadi setiap saat adalah orde satu
dengan periode 0.4762 s (dari perhitungan Lr/Rr) dipakai untuk mengintegrasikan
perkalian Id dan Lm menjadi Phir. Berikut hasil perhitungan dan blok diagram teta
calculation.
Phir =𝐿𝑚∗𝐼𝑑
1+𝑇𝑟.𝑠 (3-6)
23
Dengan :
Lm = 76.14 mH (3-7)
Tr = Lr/Rr = 0.4762 s, dengan Rr = 0.1645 Ohm
Lr = LI’r + Lm = 2.191 + 76.14 = 78.331 mH
Gambar 3.12 Rangkaian Flux Calculation
3.2.3.4 Blok Transformasi
Blok ini terdiri dari dua blok utama, yaitu blok ABC to dq dan dq to ABC.
Blok ABC to dq berfungsi merubah arus current Iabc yang terukur di stator motor
induksi, menjadi current Direct-Quadratic. Blok ini membutuhkan pergeseran
sudut antara Direct dan Quadratic Teta calculation dalam fungsi sinus/cosinus.
Sebaliknya yaitu blok dq to ABC merubah current Direct-Quadratic
references menjadi current references Iabc*, yang akan menjadi input pada blok
APOD PWM. Blok dq to ABC juga membutuhkan pergeseran sudut antara direct
dan quadratic Teta calculation dalam fungsi sinus/cosinus. Berikut diagram blok
ABC to dq dan dq to ABC.
Gambar 3.13 ABC to dq conversion
24
Gambar 3.14 dq to ABC Conversion
3.2.3.5 Kontrol PID
Kontroler yang digunakan pada penelitian ini adalah kontroler proportional
integral derivatif (PID). Kontrol PID berfungsi untuk menerima masukan dari
sinyal kesalahan yang berasal dari selisih antara kecepatan referensi dan hasil
kecepatan aktual motor. Dalam kontrol PID terdapat 3 buah parameter yang
digunakan sebagai pengontrolan suatu sistem, pada masing-masing parameter
mempuyai fungsi tersendiri. Tiga buah parameter tersebut meliputi Kp sebagai
penguat, Ki untuk mengurangi kesalahan pada keadaan stabil dan Kd untuk
mempercepat sistem kepada keadaan stabil. Pada penelitian ini, nilai Kp, Ki dan Kd
difokuskan menggunakan penalaan genetic algorithm sebagai metode pencarian
nilai pada sistem. Pemodelan kontroler PID dapat dilihat pada Gambar 3.15 serta
Gambar 3.16 merupakan parameter yang digunakan pada kontroller PID .
Gambar 3.15 Pemodelan Kontroler PID
(Sumber : Simulink MATLAB)
25
Gambar 3.16 Blok Parameter Kontroler PID MATLAB
(Sumber : Simulink MATLAB)
Pada pemodelan kontroler PID terdapat Integral Time Absolute Error atau
disingkat ITAE yang berfungsi menjadi sebuah indeks performansi yang banyak
digunakan dalam perancangan sistem kontrol, karena indeks performansi ini
mempuyai kelebihan, yaitu dapat mengurangi maksimum overshoot dari respon
step sistem. Maka dari itu ITAE digunakan, karena indeks performansi ITAE
menawarkan suatu karakteristik respon sistem transien, di mana respon sistem akan
menghasilkan overshoot yang kecil dan mempunyai redaman yang cukup.
3.2.3.6 Penentuan Parameter Kontroler PID Menggunakan GA
Mengacu pada sub bab 3.2.3.5, terdapat 3 parameter kontrol yang
ditentukan untuk kontroler PID. Oleh karena itu, kromosom x dapat didefinisikan
sebagai x = {Kp, Ki, Kd}. Sebelum melakukan optimasi parameter kontrol, perlu
dilakukan penentuan parameter input berupa parameter genetic algorithm yaitu
jumlah populasi individu (n), jumlah maksimum generasi, inisialisasi populasi dan
26
penentuan parameter output berupa parameter kontroler PID {Kp, Ki, Kd}. Gambar
3.17 merupakan alur diagram sistem dari GA.
Gambar 3.17 Flowchart Genetic Algorithm
Dibawah ini merupakan konfigurasi GA pada MATLAB yang akan
digunakan untuk penentuan nilai dari parameter PID :
Clear clc %Optimasi menggunakan GA tic; global f Kp Kd Ki err err = 1000000; options = gaoptimset('PopInitRange', [0;10],
'PopulationSize',[25], 'Generation',[25], 'SelectionFcn',
{@selectiontournament,3}, 'CrossoverFcn',
{@crossoverscattered},
'MutationFcn',{@mutationuniform,0.1}, 'PlotFcns',
{@gaplotbestf}); [x] = ga(@tuningGA,3,[],[],[],[],[0 0 0],[],[],options); toc;
27
dengan (@tuningGA)
function [f,Kp,Ki,Kd]= tuningGA (x); global Kp Ki Kd err Kp = x(1); Ki = x(2);
Kd = x(3);
sim('power_acdrivetunneddenganGA'); f = e; fprintf('--------------------------------------------\n'); fprintf(' Kp Ki Kd f \n'); fprintf('--------------------------------------------\n'); fprintf('%.4f %.4f %.4f %.7f\n', Kp, Ki, Kd, f);
figure(1); subplot(2,1,1); bar(x); title(sprintf('Kp = %.4f, Ki = %.4f, Kd = %.4f, f = %.7f', Kp,
Ki, Kd, f)); if(f < err) subplot(2,1,2); bar(x); title(sprintf('Kp = %.4f, Ki = %.4f, Kd = %.4f, f = %.7f',
Kp, Ki, Kd, f)); err = f; end
end
Berikut ini merupakan penjelasan penggunaan GA option yang telah dilakukan :
1. InitialPopulation default
InitialPopulation atau membangkitkan populasi awal menggunakan default GA
karena InitialPopulation pada GA bekerja secara random generator agar GA bisa
bekerja lebih efektif oleh karena itu dipilihlah kondisi default.
2. PopInitRange [0;10]
PonInitRange merupakan jarak antara populasi satu dengan lainnya. Penulis
menggunakan pembatasan pembangkitan populasi pada setiap parameter untuk
nilai Kp, Ki, dan nilai Kd digunakan batasan [0;10] sama rata. Hal ini dipengaruhi
besarnya nilai suatu parameter yang dibangkitkan berpengaruh terhadap performa
sistem itu sendiri. Disini digunakan lima jangkauan sebagai perbandingan nilai
terbaik dalam parameter GA.
28
3. PopulationSize [25] dan Generations [25]
PopulationSize (jumlah populasi) dan Generations (jumlah iterasi). Disini
digunakan PopulationSize [25] dan Generations [25] hal ini dikarenakan jumlah
populasi dan generasi sebanyak 25 sudah dapat memberikan solusi terkait
parameter yang ingin dioptimalkan. Hal tersebut juga berdasarkan efisiensi waktu
yang dibutuhkan dalam sekali GA saat melakukan penalaan pada sistem tersebut.
Karena dengan semakin banyak PopulationSize dan Generations yang diberikan
akan semakin lama GA bekerja dan juga tidak efisien terhadap waktu yang
dibutuhkan dalam sekali penalaan.
4. SelectionFcn [@selectiontournament, 3]
SelectionFcn atau fungsi seleksi yang digunakan untuk optimalisasi pencarian
parameter adalah selctiontournament. Penulis menggunakan model seleksi
turnamen dikarenakan seleksi dilakukan dengan mempertahankan nilai tertinggi
dalam setiap pembangkitan populasi, hal ini lebih efisien dari pada seleksi secara
acak. Disini dipertahankan 3 individu teratas untuk diseleksi pada tahap berikutnya.
5. CrossoverFcn [@crossoverscattered]
CrossoverFcn atau penyilangan yang digunakan adalah crossoverscattered karena
merupakan default dari GA itu sendiri. Kelebihan penyilangan menggunakan
metode crossoverscattered adalah banyaknya titik penyilangan tidak bergantung
pada nilai kedua induknya. Penyilangan ini berdasarkan nilai biner yang terbentuk
secara acak dan penggabungan nilai yang terdapat pada kedua induk berdasarkan
nilai biner tersebut.
6. MutationFcn [@mutationuniform, 0.1]
MutationFcn atau fungsi mutasi yang digunakan merupakan metode
mutationuniform dengan probabilitas mutasi sebesar 0.1. Pemilihan fungsi mutasi
seragam dikarenakan pemilihan individu yang akan dimutasi berdasarkan
probabilitasnya pada setiap generasi. Probabilitas mutasi mengendalikan
banyaknya gen baru yang akan dimunculkan untuk dievaluasi.
7. PlotFcns [@gaplotbestf]
PlotFcns merupakan fungsi yang terdapat dalam GA untuk menampilkan hasil yang
telah dilalui dalam setiap iterasinya. Disini ditampilkan gaplotbestf di mana fungsi
29
tersebut berarti menampilkan nilai individu terbaik pada setiap generasi dalam
bentuk grafik.
3.2.4 Pemodelan Alternate Phase Opposition Disposition (APOD)
Metode sin-triangle PWM adalah metode yang sering digunakan sebagai
suatu metode operasi switching inverter. Di mana sinyal fundamental 60 Hz yang
diambil dari spesifikasi motor akan dibandingkan dengan sinyal pembawa yang
berbentuk segitiga dengan frekuensi tinggi. Sehingga didapatkan bentuk sinyal
PWM dengan berbagai variasi lebar.
Skema yang dibutuhkan untuk menghasilkan sinyal segitiga menggunakan
sinyal fundamental 60 Hz sebanyak (m-1). Semua sinyal segitiga berada pada sudut
fasa yang berbeda. Berikut rumus untuk menentukan jumlah sinyal segitiga untuk
multilevel inverter.
𝑆 = 𝑚 − 1 (3-8)
Dengan :
S = Jumlah sinyal segitiga
m= Jumlah level multilevel inverter
Dengan menggunakan persamaan (3-14) maka dapat didapatkan jumlah
sinyal segitiga untuk 9 level cascaded h-bridge multilevel inverter.
S = 9 - 1 (3-9)
S = 8 Sinyal segitiga
Dengan amplitude setiap sinyal segitiga :
𝐴𝑚 = 2
(𝑚−1) (3-10)
𝐴𝑚 = 2
(9−1)
𝐴𝑚 = 0.25
Sehingga amplitude sinyal segitiga-nya adalah sebagai berikut :
𝐴𝑚1 = 0.75 − 1 (3-11)
𝐴𝑚2 = 0.5 − 0.75
𝐴𝑚3 = 0.25 − 0.5
𝐴𝑚4 = 0 − 0.25
𝐴𝑚5 = 0 − (−0.25)
30
𝐴𝑚6 = − 0.25 − (−0.5)
𝐴𝑚7 = −0.5 − (−0.75)
𝐴𝑚8 = −0.75 − (−1)
Pemodelan APOD PWM untuk 9 level cascaded h-bridge multilevel
inverter ditunjukkan pada Gambar 3.18, blok APOD PWM ditunjukkan pada
Gambar 3.19, parameter APOD PWM Gambar 3.20, parameter sinyal segitiga Am1
ditunjukkan Gambar 3.21, parameter sinyal segitiga Am2 Gambar 3.22, parameter
sinyal segitiga Am3 ditunjukkan Gambar 3.23, parameter sinyal segitiga Am4
ditunjukkan Gambar 3.24, parameter sinyal segitiga Am5 ditunjukkan Gambar 3.25,
parameter sinyal segitiga Am6 ditunjukkan Gambar 3.26, parameter sinyal segitiga
Am7 ditunjukkan Gambar 3.27, parameter sinyal segitiga Am8 ditunjukkan Gambar
3.28.
Gambar 3.18 Pemodelan APOD PWM 9 Level Cascaded H-Bridge Multilevel
Inverter
31
Gambar 3.19 Blok APOD PWM
Gambar 3.20 Blok Parameter APOD PWM
32
Gambar 3.21 Parameter Sinyal Segitiga Am1
Gambar 3.22 Parameter Sinyal Segitiga Am2
33
Gambar 3.23 Parameter Sinyal Segitiga Am3
Gambar 3.24 Parameter Sinyal Segitiga Am4
34
Gambar 3.25 Parameter Sinyal Segitiga Am5
Gambar 3.26 Parameter Sinyal Segitiga Am6
35
Gambar 3.27 Parameter Sinyal Segitiga Am7
Gambar 3.28 Parameter Sinyal Segitiga Am8
36
3.2.5 Perhitungan Tegangan pada Inverter
Untuk mendapatkan nilai tegangan keluaran inverter, perlu diketahui nilai
sumber direct current yang diperlukan agar tegangan keluaran inverter sesuai
dengan motor induksi yang digunakan. Sesuai dengan parameter motor induksi tiga
fasa pada tabel 3.1, diketahui :
VLL Motor= 460 V
Maka untuk tegangan satu fasa motor:
VLN= 460𝑉
√3= 265 V (3-12)
Dengan Vdc = Vout jadi nilai Vdc yang digunakan sama dengan nilai tegangan satu
fasa motor induksi.