ayam buras masyarakat di provinsi sumatera barat

12
Jurnal Peternakan Indonesia., I 2(2) : I 24- I 35, 2007 ISSN:1907-1760 Potensi Peternakan Ayam Buras Sebagai Usaha Ekonomi Masyarakat Pedesaan Di Provinsi Sumatera Barat Rahmi Wati Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang Abstract This paper discussed the potency of knmpong chickens as the main source of employment and income in West Sumatra. From about 2 millions of Indonesian karnpong chickens in 2005, about 5.725.515 were found in West Sumatra. In terms of egg production, body weight gain and feed utilization fficiency, the productivity and biological performances of kampong chickens were much lower than that of ltybrid chickens. On the other hand, the product of kampong chickens, e.g. egg and meat, in the market were normally valued higher by the consumers because of their better taste and healthier product. In addition, kampong chickens could be intensively reared in lower production cost because of their lower nutritional and management requirements. Results of some studies has shown that production of kampong chicken might be directed for business tmit as back yard or intensively farming especially in supporting of economic development in the rural community. Key words: kampong chicken, rural economic development, agribusiness. Pendahuluan Dalam berbagai Rencana Pembangunan Pertanian, subsektor peternakan tetap merupakan salah satu sumber pertumbuhan baru, walaupun belum mendapat perhatian yang cukup besar dibandingkan dengan sub sektor- sub sektor lainnya. Pembangunan paternakan diarahkan untuk me- ningkatkan pendapatan dan kese- jahteraan peternak, meningkatkan pemenuhan konsumsi protein hewani asal ternak, menyediakan bahan baku industri, menciptakan lapangan kerja, meningkatkan peranan lembaga pe- temakan dan mewujudkan tercapainya keseimbangan antara pemanfaatan dan pelestarian sumber daya alam. Tingkat investasi pemerintah pada usaha peternakan relatif kecil, dari sub sektor peternakan pemerintah dan swasta umumnya melakukan investasi pada industri ayam ras. Komoditas ayam ras telah berkembang sangat pesat dalam 20 tahun terakhir antara lain karena dukungan impor bibit unggul, pertumbuhan industri pakan dan pembibitan di dalam negeri. Komoditas peternakan lainnya kurang mendapat perhatian, seperti sapi potong, ruminansia kecil dan unggas lainnya seperti ayam buras. Ayam buras adalah sumberdaya domestik yang dimiliki rakyat Indonesia yang umum dipelihara oleh petani/peternak di pedesaan. Populasi ayam buras untuk Provinsi Sumatera Barat mengalami peningkatan dari 7, 510 juta ekor pada tahun 2000 meningkat menjadi 7,738 juta ekor pada tahun 2004. Untuk konsumsi daging ayam buras di Provinsi Sumatera Barat tercatat sebesar 4 477 ton. Angka ini memperlihatkan bahwa Sumatera Barat memiliki potensi ternak ayarrr buras yang relatif besar. Rshmi ll.: Potgnsi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat

Upload: others

Post on 04-Nov-2021

6 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

Jurnal Peternakan Indonesia., I 2(2) : I 24- I 35, 2007 ISSN:1907-1760

Potensi Peternakan Ayam Buras Sebagai Usaha EkonomiMasyarakat Pedesaan Di Provinsi Sumatera Barat

Rahmi Wati

Jurusan Produksi Ternak Fakultas Peternakan Universitas Andalas, Padang

Abstract

This paper discussed the potency of knmpong chickens as the main source of employmentand income in West Sumatra. From about 2 millions of Indonesian karnpong chickens in2005, about 5.725.515 were found in West Sumatra. In terms of egg production, body weightgain and feed utilization fficiency, the productivity and biological performances ofkampong chickens were much lower than that of ltybrid chickens. On the other hand, theproduct of kampong chickens, e.g. egg and meat, in the market were normally valued higherby the consumers because of their better taste and healthier product. In addition, kampongchickens could be intensively reared in lower production cost because of their lowernutritional and management requirements. Results of some studies has shown thatproduction of kampong chicken might be directed for business tmit as back yard orintensively farming especially in supporting of economic development in the ruralcommunity.

Key words: kampong chicken, rural economic development, agribusiness.

Pendahuluan

Dalam berbagai RencanaPembangunan Pertanian, subsektorpeternakan tetap merupakan salah satusumber pertumbuhan baru, walaupunbelum mendapat perhatian yang cukupbesar dibandingkan dengan sub sektor-sub sektor lainnya. Pembangunanpaternakan diarahkan untuk me-ningkatkan pendapatan dan kese-jahteraan peternak, meningkatkanpemenuhan konsumsi protein hewaniasal ternak, menyediakan bahan bakuindustri, menciptakan lapangan kerja,meningkatkan peranan lembaga pe-temakan dan mewujudkan tercapainyakeseimbangan antara pemanfaatan danpelestarian sumber daya alam. Tingkatinvestasi pemerintah pada usahapeternakan relatif kecil, dari sub sektorpeternakan pemerintah dan swastaumumnya melakukan investasi padaindustri ayam ras.

Komoditas ayam ras telahberkembang sangat pesat dalam 20tahun terakhir antara lain karenadukungan impor bibit unggul,pertumbuhan industri pakan danpembibitan di dalam negeri.Komoditas peternakan lainnya kurangmendapat perhatian, seperti sapipotong, ruminansia kecil dan unggaslainnya seperti ayam buras. Ayamburas adalah sumberdaya domestikyang dimiliki rakyat Indonesia yangumum dipelihara oleh petani/peternakdi pedesaan. Populasi ayam burasuntuk Provinsi Sumatera Baratmengalami peningkatan dari 7, 510juta ekor pada tahun 2000 meningkatmenjadi 7,738 juta ekor pada tahun2004. Untuk konsumsi daging ayamburas di Provinsi Sumatera Barattercatat sebesar 4 477 ton. Angka inimemperlihatkan bahwa SumateraBarat memiliki potensi ternak ayarrrburas yang relatif besar.

Rshmi ll.: Potgnsi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat

Page 2: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

Rahmi l4/.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumqtera Barat 125

Ayam buras dikenal sebagaiternak yang mempunyai daya hidupyang tinggi, dapat hidup diberbagaiwilayah dengan perbedaan kondisiiklim yang ekstrim. Selain itu jugamempunyai kemampuan untuk hidupdalam kondisi pakan dengankandungan nutrisi yang rendah. Ayamburas di Indonesia dapat ditemukan diseluruh Indonesia khususnya di-pelihara di daerah pedesaan. Padaumunmya ternak ini dipelihara secara

ektensif sebagai usaha sampingan atau

sebagai tabungan. Pemasaran ayamburas di pedesaan pun tidak sulit,karena selalu ada pedagang kelilingyang bersedia membeli ayam buras.

Pada sisi lain ayam buras sebagaiternak yang belum mendapat sentuhanteknologi pengembangan genetis,

mempunyai beberapa kelemahandilihat dari berbagai perspektifekonomi seperti kematian anak ayamyang tinggi, daya tumbuh yang lambatdan produksi telur yang sangat rendah.Pada sisi permintaan, ayam burastermasuk bahan makanan yang sudahpopuler di kalangan masyarakat.Djatmiko dan Sugiharta (1986)melaporkan bahwa terdapat preferensiyang tinggi dari masyarakat terhadapdaging dan telur ayam buras. Pasaryang terbuka untuk ayam buras inibahkan belum dapat memenuhikebutuhan konsumen baik pada dagingmaupun telurnya, untuk permintaanayam potong misalnya untuk DKIJakarta sekitar 70.000 ekor per hari

Qr{ataamijaya, 1993). Dengan de-mikian, potensi ayam buras yangtinggi didukung pula oleh permintaanyang juga tinggi serta merupakanusaha yang sudah populer dikalanganmasyarakat, temyata belum ber-kembang menjadi suatu industri yangpatut diketengahkan.

Dari uraian tersebut di atas dapatdirumuskan tema sentral penelitian

sebagai berikut: Sumatera Baratmemiliki cukup banyak sumberdayadomestik yang sampai saat ini telahdiolah antara lain adalah lahan, tenagakerja dan sumberdaya lainnya. Akantetapi ternak ayam buras belum digalisecara mendalam padahal ayam buras

sangat potensial untuk dikembangkansebagai usaha ekonomi. Jumlahnyayang sudah mencapai 1,738 juta ekordengan pemilikan yang tersebar secara

merata dan telah merupakan salah satu

sumber pendapatan rumah tangga dipedesaan. Akan tetapi ternak ayarnburas ini memiliki beberapa sifat yangtidak menguntungkan antara lainsistem pemeliharaan yang masihtradisional, daya produksi yang masihrendah, konversi makanan yang tinggiserta angka kematian yang juga masihtinggi.

Sementara pada sisi lain,permintaan masyarakat terhadapternak ayam buras ini sangat tinggi.Telah dilaporkan pula, pada beberapadaerah secara terbatas telah dimulaipemeliharaan ayam buras secara

intensif yang diikuti dengan berbagaiprogram pengembangan ayam burassebagai usaha ekonomi rakyat. Namundemikian, ayam buras belummemperlihatkan diri sebagai suatuindustri. Oleh karena itu menjadipertanyaan utama mengapa usahaayam buras ini tidak berkembangmenjadi suatu industri rakyat.

Tinjauan Umurn Ayam Buras

Ayam buras merupakan jenisunggas yang masih bersifat alamidalam arti kata belum mendapatkanperlakuan perbaikan genetis. Sifat-sifat yang menguntungkan dari segiekonomi yang dimiliki ayam burasrelatif sedikit dibandingkan ayam ras,

baik dalam produksi telur maupunkemampuan menghasilkan daging.

Jurnal Peternakan Indonesia, I 2 (2) : I 24- I 3 5, 2007 ISSN:1907-1760

Page 3: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

126 Rahmi W.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Bsral

Namun demikian ayam burasmerupakan ternak yang sudah populerdi kalangan masyarakat konsumensebagai jenis penghasil daging dantelur yang digemari. Atas dasar itu,adanya dorongan permintaan ini ikutmempengaruhi perkembangan peme-liharaan ayam buras. Ayam burasmerupakan salah satu ternak unggaslokal yang menyebar luas di Indonesiadan umum dipelihara oleh petanipedesaan. Tujuan pemeliharaan olehmasyarakat pedesaan belum spesifik,biasanya sebagai penghasil telursekaligus penghasil daging bahkanjuga sebagai tabungan.

Ayam buras mempunyai potensigenetis yang relatif rendah, demikianpula cara pemeliharaan dan pemberianpakannya masih tradisional, yangmengakibatkan rendahnya produksiayam buras. Dengan demikian dapatdikatakan bahwa ayam burasmempunyai kemampuan genetis yangrelatif rendah sehingga pengembangansangat tergantung pada "profitmargin" yang diperoleh peternak.Pada sisi lain, peternak menghadapipotensi pasar yang luas dan ayamburas mulai dipelihara secara semiintensif dan intensif. Perubahan inidiperkirakan sebagai akibat hargaoutput yang tinggi dan produktivitasyang masih dapat ditingkatkan (padasistem pemeliharaan intensif) sehinggadapat memberikan keuntungan.Menurut Nataamijaya (1993) pro-dutivitas akan meningkat padapemeliharaan secara intensif. Ma-salahnya adalah apakah dalam halbiaya atau secara ekonomi usaha ayamburas efisien.

Asal Usul Ayam Kampung/Buras

Menurut Hutt dan Jull dalamMansyur (1985) terdapat empatspesies ayam hutan yang digolongkandalam genus Gallus, antara lain : (1)

Jurnal P eternakan Indones ia. I 2 (2 ) : I 2 4- I 3 5, 2 007

Ayam Hutan Merah (Gallus gallusLineaus); (2) Ayam Hutan Ceylon(Gallus lavayetti Lesson); (3) AyamHutan Abu-abu (Gallus sonnerattiTemnick) dan (4) Ayam Hutan Hrjau(Gallus varius Shaw). Ayam hutanHrjau dikenal juga dengan namaAyam Hutan Jawa (Gallus furcatusatau Gallus vanicus) yang terdapat diPulau Jawa dan pulau-pulau lainnya.Dari keempat jenis tersebut terjadiperkawinan, lalu para penemu danpemelihara ayam-ayam liar men-jinakkan dan mengembang-biakannyasehingga menjadi ayam-ayam piaraanyang populer dikenal sebagai ayamburas.

Menurut Sarwono (1996),sebutan ayam kampung karenaumumnya ayam tersebut dipeliharasecara ekstensif, dibiarkan lepasberkeliaran di halaman, di lapangan,kebun, dan tempat-tempat lain disekitar kampung atau daerahpemukiman manusia. Selanjutnya,Marhijanto (1996) menyebut ayamkampung karena ayam ini sejak zatrrandulu sampai sekarang umumnyadipelihara oleh orang-orang desa, dikampung-kampung secara liar atauumbaran. Adanya perbaikan dalamcara pemeliharaan ayam kampung inikemudian disebut ayam buras (bukanras) dengan tujuan untuk membedakandengan ayam ras yang berasal dari luarnegeri.

Populasi dan Perkembangan AyamBuras

Perkembangan populasi ternakayam buras di Provinsi SumateraBarat, sejak tahun 2000 sampaidengan tahun 2005 terlihat pada Tabel1. Pada Tabel 1 dapat kita lihat bahwapopulasi ternak unggas di ProvinsiSumatera Barat berfluktuasi. Populasiternak ayam buras dari tahun 2001sampai dengan tahun 2003 cenderung

ISSN:1907-1760

Page 4: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

Rahmi l(.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat r27

meningkat dengan laju pertumbuhanyang berfluktuasi. Pada tahun 200Ipopulasi ayam buras tercatat sebesar 7604 626 ekor, kemudian meningkatmenjadi 7 877 468 ekor pada tahun2003, tetapi pada tahun 2A04 dan2005populasi ternak ayamburas di ProvinsiSumatera Barat mengalami penurunan.

Peningkatan populasi ayamburas antara lain disebabkan adanyakebijaksanaan yang ditempuhpemerintah dalam menunjang per-kembangan usaha ternak ayam burasyang telah dirintis sejak tahun 1985dengan dikeluarkannya SK MenteriPertanian/Ketua Badan PengendaliBimas No. 17lSK/1/1985 tentangIntensifikasi Ayam Bukan Ras(INTAB), kemudian dilanjutkandengan proyek-proyek pemerintahdalam rangka peningkatan populasidan produksi daging dan telur antaralain INVAK (Intensifikasi Vaksinasi),Penanggulangan Peternak Berpen-dapatan Rendah, Gema Proteina, danlain-lain. Sedangkan rendahnya lajupeftumbuhan populasi ayam burasadalah karena: (1) Adanya wabah ND(Newcastle Disease), (2) Mulaimewabahnya penyakit flu burung yangmengakibatkan ternak mati secaramendadak, dan (3) Dampak dari krisismoneter yang masih dirasakan olehmasyarakat sampai sekarang menye-

babkan kontinuitas peningkatanproduktivitas sulit dilakukan, karenainput yang diberikan tidak kontinyudan sangat tergantung dari kondisisosial ekonomi petemak. Pada waktupeternak memiliki modal, makapeternak akan membeli pakan, obat,perlengkapan kandang dan lain-lain,akan tetapi pada saat keadaanekonominya sedang memburuk, makainput yang diberikan bisa terhenti,bahkan mereka bisa menjualternaknya.

Distribusi Populasi Ayam BurasMenurut Geografi

Sebaran populasi ayam burasmenurut kabupaten dan kota diProvinsi Sumatera Barat tahun 2005disajikan pada Tabel2. Pada Tabel 2bisa kita lihat bagaimana penyebaranternak unggas (ayam buras, ayam raspedaging, ayam ras petelur dan itik) diProvinsi Sumatera Barat. Berdasarkantabel tersebut terlihat bahwa populasiayam buras tersebar di semuakabupaten dan kota. KabupatenPadang Pariaman merupakan kabu-paten dengan tingkat populasi ayamburas yang paling tinggi dibandingkandengan kabupaten dan kota lainnyayang ada di Sumatera Barat yaitu I034 664 ekor.

Tabel l. Populasi Ternak Unggas di Provinsi Sumatera Barat Tahun 2001 - 2005.

Tahun _ Jenis Ternak UnggasAyam Ras Petelur Ayam Ras pedaging

20012002200320042005

3 691 6454 590 5554 706 628s 337 2s55 6A8 482

I0 653 72610 882 23010 608 54212 804 118tl 357 781

7 6046267 784 0597 877 4687 737 7035 725 515

| 744 732I 795 425

992 621852 t4t985 442

Sumber : Statistik Peternakan provinsi Sumatera gdrat. 2006

Jurnal Peternakqn Indonesia, l 2(2) : 1 24- 1 35, 2007 ISSN: t907-1760

Page 5: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

I28 Rahmi W.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Baral

Tabel 2. Populasi temak Ayam Buras Menurut Jenisnya Tahun 2005

No. Kabupaten/Kota Ayam Buras Ayam Ras Ayam RasPetelur

Itikn

II2J

45

678

9I1

I

01

2

KabunatenPesisir SelatanSolokSawahlunto SijunjungTanah DatarPadang PariamanAgamLimapuluh KotaPasamanMentawaiSolok SelatanPasaman BaratDharmasraya

756 521408 63 1

379 378491 735

1 034 664314 420750 784213 38841 845

103 530163 290164 47s

122 55036 886

575 5s0160 060

2 437 35025 310

608 55047 121

650t2 s40

129 960I 10 360

55 66647 90013 760

379 435202 800136 100

3 s86 4789 2s0

07 920

175 2003 900

6s 127It4 514

30842143 469r 16 8009t 267

t26 A466s 52sI 888

34 5t213 5419 567

II Kota13 Padang14 Solokl5 Sawahlunto16 Padang Panjang17 Bukittinggi18 Payakumbuh19 Pariaman

439 t2s179 70292 48214 00826 768

I 15 54035 229

4 602 78s67 16525 4009 0557 489

2 rt9 400259 600

539 62217 6014 000

00

410 8500

47 04319 5106 732

10 6323 015

80 8144 598

Sumber : Statistik Peternakan Provinsi Sumatera Barat,2006

Perbandingan populasi ayamburas dengan ayam ras pedaging diKabupaten Padang Pariaman adalah I: 2,4. Selain itu pada Tabel 2 bisa kitalihat juga bahwa pada beberapakabupaten dan kota populasi ayamburasnya lebih banyak dibandingkandengan populasi unggas lainnya,misalnya di Kabupaten Pesisir Selatanjumlah ayam burasnya 756 521 ekorsementara populasi ayam raspedagingnyal22 550 ekor dan unggaslainnya lebih rendah lagi.

Pada Tabel 3 berikut bisa kitalihat penyebaran dari rumah tanggayang memelihara unggas. Berdasarkandata yang ada pada tabel tersebutterlihat bahwa jumlah rumah tanggayang memelihara ayam buras lebihbanyak jika dibandingkan dengan

Jurnal P eterqakan Indonesia, I 2 (2) : I 2 4- I 3 5, 2 007

unggas lainnya. Kabupaten LimapuluhKota merupakan kabupaten denganjumlah rumah tangga yangmemelihara ternak ayam buras palingbanyak dari semua kabupaten dan kotayang ada di Provinsi Sumatera Baratyaitu 56 189 kepala keluarga. Kemu-dian diikuti oleh Kota Padang denganjumlah Kepala keluarga pemeliharaternak ayam buras sebanyak 49 735.

Berdasarkan pada Tabel 2 danTabel 3 bisa kita lihat bahwa jumlahrumah tangga yang memelihara ternakayam buras lebih banyak di-bandingkan dengan unggas lainnya,tetapi jumlah populasinya ternak ayamburas populasinya masih sedikit jikadibandingkan dengan ternak ayam raspedaging. Hal ini berarti bahwa ternakayam buras masih diusahakan dalam

ISSN:1907-1760

Page 6: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

Rahmi l/.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat r29

skala yang kecil dan pemeliharaanyajrga masih secara tradisional atauekstensif, selain itu ternak ayam burasmerupakansampingan.

usaha peternakan

Sifat-Sifat Ayam Buras SebagaiBahan Konsumsi

Sebagaimana umumnya negarasedang berkembang yang mempunyaiciri konsumsi masyarakat yang relatifrendah terhadap daging, telur dansusu, maka masyarakat Indonesia puntidak terkecuali. Tabel 4 mem-perlihatkan persentase konsumsiberbagai jenis daging dan telur

penduduk Sumatera Barat pada tahun2005.

Data * data yang ditampilkanpada Tabel 4 memperlihatkan bahwadaging sapi merupakan jenis dagingdengan jumlah konsumsi paling tinggidi Provinsi Sumatera Barat. Sementaraitu konsumsi daging ayam burasmenduduki peringkat ke empat setelahdaging sapi, daging ayam ras danjeroan dengan jumlah konsumsi 3 312ton ( 11,58 Yo dari total konsumsidaging). Hal ini menggambarkanbahwa tingkat permintaan konsumenterhadap daging ayam buras cukuptinggi di Provinsi Sumatera Barat.

Tabel 3. Distribusi Rumah Tangga Pemelihara Ternak Unggas di Provinsi Sumatera

Barat Tahun 2005

No. Kabupaten/Kota Ayam Buras Ayam Ras Ayam Ras ltikPedaging , Petelur

KabupatenI2

J

4

5

6

7

8

910

11

t2

Pesisir SelatanSolokSawahlunto SijunjungTanah DatarPadang PariamanAgamLimapuluh KotaPasamanMentawaiSolok SelatanPasaman BaratDharmasraya

40 29s36 056t5 92127 76737 69528 88856 189

113184 178

11 94512 7219 821

3lI7

205124JJI

41

447139

1J

35| 396

85

7

7

27t46

15

22733454

07

45

4 7538 9092 3915 41627567 3094 6063 109

181

3 746| 452

700

lI Kota13 Padang14 Solokl5 Sawahlunto16 Padang Panjang17 Bukittinggil8 Payakumbuh19 Pariaman

49 735I 051

4 735I 1642 6169 3824 355

40191

20TT7

9

23036

14

18

J

0

0t52

0

2 082337475353164911

76Sumber : Statistik Peternakan Provinsi Sumatera Barat,2006

Jurnal Peternakan Indonesia, I 2(2): I 24-l 35, 2007 ISSN: 1907-1760

Page 7: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

I30 Rahmi W.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat

Tabel 4. Distribusi Konsumsi Berbagai Jenis Daging dan Telur di Provinsi SumateraBarat Tahun 2005.

Jenis Bahan Jumlah Konsumsi(Ton)

Persantase DistribusiKonsumsi

%

Daging SapiDaging KerbauDaging KambingDaging DombaDaging BabiDaging KudaDaging Ayam BurasDaging Ayam RasDaging ItikJeroan Semua JenisJumlah

II TelurTelur Ayam BurasTelur Ayam RasTelur itikJumlah

Sumber : Statistik Peternakan Provinsi Sumatera Barat. 2006

Untuk telur ada 3 jenis yangdikonsumsi oleh masyarakat SumateraBarat yaitu telur ayam buras, telurayam ras dan telur itik. Dari ketigajenis telur tersebut jumlah konsumsitelur ayam ras paling banyak, setelahitu baru telur ayam buras denganjumlah konsumsi 2 615 ton atausekitar 9, 96 Yo dan total konsumsitelur.

Menurut data BPS terjadipenurunan tingkat konsumsi dagingpada tahun 2005. Penurunan ini terjadikarena perekonomian masyarakatyang masih belum stabil sehinggaterjadi penurunan hampir pada semuajenis makanan terutama yang berasaldari hewan. Tingkat konsumsi dagingayam buras terutama di pedesaanrelatif lebih tinggi dibandingkandengan ayam ras.

Menurut Sri Mulatsih danPambudy (1997), pola.konsumsi selain

Jurnal P eternakan Indones ia, I 2 (2) : I 2 4- t 3 5, 2 007

31,296,rl2,490,030,750,02

1 1,59

27,160,gg

19,6028 603 100

9,9672,3617 68

26 249 100

ditentukan oleh komoditi dan tingkatpendapatan juga dipengaruhi olehselera dan lingkungan. Oleh karena itudi daerah yang banyak peternaktradisional yang memelihara ayamburas misalnya maka daging ayamburas akan lebih banyak dikonsumsidibandingkan jenis daging lainnya.Sementara, Daslina (1992) jugamelaporkan bahwa masyarakat dipedesaan umumnya mengkonsumsidaging yang berasal dari produksisendiri yang sebagian besarmerupakan ayam buras.

Dibandingkan ayam ras, ayamburas memiliki beberapa kelebihan.Hal ini terlihat dari terdapatnyapreferensi yang tinggi dari masyarakatterhadap baik daging maupun telurayam buras (Djatmiko dan Sugiharta,1986). Konsumen misalnya, lebihmenyukai daging ayam buraswalaupun harganya lebih tinggi, antara

8 947I 748

7138

2145

3 3127 770

28r5 60s

2 61518 9934 641

ISSN:1907-1760

Page 8: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

Rahmi W.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barql 131

lain karena : (1) Daging ayam dinilaibermutu baik, (2) Lebih padat, (3)Rasanya lebih gurih, (4) Kandunganlemak atau kolesterol lebih rendah,dan (5) Kandungan protein tinggi(Welsh, 1995). Selain itu, konsumenlebih memilih daging segar dankeabsahan pemotongan. Hal yangsama j.rgu terjadi pada konsumenayam buras,/kampung (native chicken)di Filipina, dimana mereka lebihmenyukai ayam buras karena rasanyalebih enak dan kandungan lemaknyayang rendah (Gonzales, 1999).

Kelebihan lain dari pada ayamburas dibandingkan dengan ayam rasadalah dalam hal pemakaian obat-obatan. Harga obat-obatan yangsemakin mahal telah memicu petemakayam buras untuk menggunakan obat-obatan tradisional. Pada umumnyamereka sudah tidak sanggup lagimembeli obat-obatan buatan pabrik,akibat harga obat-obatan ayam buatanpabrik yang terlalu tinggi untukdijangkau peternak ayam buras

Q.Joerdjito, 1985). Ditinjau dari bahandasar obat, terlihat bahwa bahan-bahan tersebut mudah diperoleh disekitar rumah karena bahan-bahantersebut terdiri dari bahan makanan,bumbu dapur, bahan makan sirih danbahan obat tradisional bagi manusiayang sedang digalakkan penye-diaannya dalam apotek hidup.

Keragaan Usaha Ternak AyamBuras

Usaha Ternak Ayam Buras SebagaiUsaha Ekonomi

Secara alami ayam buras dalammencukupi keseimbangan kebutuhannutrisi pakan pada pemeliharaansecara tradisional (ekstensif) berasaldari sumber daya yang tersedia dilingkungan sekitarnya. Adanyaperubahan pola pemeliharaan menuju

semi intensif bahkan intensif dewasaini berarti mengubah lingkunganhidupnya. Pemeliharaan intensifdengan pemberian pakan secararasional memberikan respons positifmeskipun aspek ekonomisnya perludikaji (Wihandoyo dan Mulyadi,1985), sedangkan semakin intensifpemeliharaan yang dilaksanakan akancenderung semakin tinggi ke-tergantungan petemak terhadap inputproduksi dari luar (Sabrani, 1986).

Patokan kebutuhan untuk nutrisipada pakan ayam buras di Indonesiamasih belum ada yang pasti,sedangkan dasar penyusunan ransumpada umumnya masih menggunakankisaran yang direkomendasikan olehNutrient Research Council (1977).Pemerintah menetapkan kandunganprotein ransum untuk ayam ras petelursebesar 16 persen. Berdasarkanperkiraan patokan nutrisi tersebut,biaya pakan sebagai komponen inputdapat mencapai 60 - 70 persen bahkanlebih (Suroprawiro, Siregar danSabrani. 1985) mengingat harga pakansangat berfluktuasi.

Terdapat tiga sistem peme-liharaan dalam usaha ternak ayamburas. yakni : (1) Sistem pemeliharaanekstensif (tradisional) yang umumdilakukan rumah tangga di pedesaandengan produksi yang masih rendah,ayam tidak dikandangkan, pakanseadanya yang dapat diperoleh disekitar pekarangan petani dan padasistem ini belum diperhatikan aspekteknis maupun perhitunganekonomisnya; (2) Sistem peme-liharaan semi intensif. Dalam sistemini sudah disediakan kandang denganpagar di sekeliling tempat ayamberkeliaran, telah dilakukan penya-pihan anak ayam dari induknya dandiberikan pakan tambahan; (3) Sistempemeliharaan intensif adalah sistempemeliharaan dimana ayam sudah

{

:

!

I

Liii

is

rd

il

rlll

Jurnal P eternakqn I ndonesia, I 2 (2 ) : I 2 4 - I 3 5, 2 007 ISSN: 1907-1760

Page 9: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

132 Rahmi W.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat

dikurung sepanjang hari denganpemberian pakan dan pencegahanpenyakit yang dilakukan secara teraturdan intensif. Gonzales (1999)menyatakan bahwa dengan mem-berikan beberapa inovasi danperbaikan-perbaikan pada sistemusaha temak tradisional, ayam burasdapat memproduksi lebih dari 200butir dan mencapai berat badan I kgdalam 12 minggu. Dalam analisisayam buras yang dipelihara secaraintensif di Jawa Timur didapatkankeuntungan per bulan Rp 86 937,57untuk pemilikan rata-rata 97,3 ekor(Muryanto, Subiharta dan Juwono,1985). Sementara pada pemeliharaanayam buras secara intensif di ProvinsiBali, dengan skala usaha yang lebihbesar (500 ekor) didapatkan ke-untungan sebesar Rp 375 984 perbulan (Sayuti, 1994).

Untuk dapat meningkatkanproduksi ayam buras, maka faktorpemberian pakan perlu diperhatikan,baik dari segi kuantitas maupunkualitas sehingga dapat memberikanhasil optimal. Berdasarkan klasifikasipenyusunan ransum maka bahanpakan ternak unggas dibagi kedalambeberapa klasifikasi yaitu: sumberkarbohidrat fiagung, singkong, putak,talas), sumber protein nabati danhewani, sumber vitamin dan mineral.Sumber karbohidrat utama adalahserealia dan umbiumbian dengankandungan pati yang berbedabedaseperti : jagung 72,4 persen, singkong34 persen dan talas 40 persen (Umar,Fuah dan Bamualim, 1989 danBamualim dan Mommuat, 1989).

Dewasa ini jagung merupakansalah satu makanan ternak yang utamakarena digunakan sebagai salah satukomponen ransum yang kaya akankarbohidrat. Akan tetapi penggunaanjagung sebagai pakan unggas bersaingdengan kebutuhan manusia, terutama

di Pulau Timor dimana jagungmerupakan bahan makanan pokok,sama halnya dengan kacang kedelai diPulau Jawa sebagai bahan dasar untukmembuat tempe dan tahu. Untukmengatasi hal tersebut maka perludicari alternatif bahan pakan lain yangdapat digunakan untuk mengurangipenggunaan jagung dalam ransumternak unggas, khususnya ternakayam.

Salah satu bahan pakanpengganti yang dapat digunakansebagai sumber karbohidrat adalahputak (isi batang pohon gewang).Menurut Bamualim dan Momuat,(1989) putak adalah salah satu bahanpakan sumber karbohidrat yangmengandung energi cukup tinggi,disukai oleh ternak sapi, kambing,babi dan ayam. Mustafa (19S9)melaporkan bahwa pemberian putakdengan level 75 persen dapatmenggantikan posisi jagung dalamransum ternak babi. Sedangkan hasilpenelitian Gasper dan Nenot (1989)pada ayam pedaging dengan level 40persen dari total tidak memberikanpengaruh yang negatif. Hasilpenelitian Umar, Fuah dan Bamualim,(1989) memperlihatkan bahwa peng-gunaan putak dalam ransum aynmburas dapat menekan penggunaanjagung sampai batas 0 - 30 persen daritotal ramsum. Untuk periode bertelurmaka penggunzum jagung minimal 10persen dari total ransum sebagaikaroten dan xantophyl yang sangatdibutuhkan dalam produksi telur danpembuatan kuning telur.

Produktivitas ayam buras yangdipelihara secara tradisional padaumumnya masih rendah. Hasilpengamatan sebelumnya menunjukkanbahwa produksi telur iinduk/periodebertelur berkisar 6-10 butir, daya tetas40-83 persen dan setahun bertelur

Jurnal P eternakan Indones ia, I 2 (2 ) : I 2 4- I 3 5, 2 007 ISSN:1907-1760

Page 10: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

Rahmi W.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat 133

selama tiga periode sehingga produksitelur per tahun berkisar 18-30 butir.

Dengan perbaikan teknologipemeliharaan yang diintroduksikan(tatalaksana perkandangan, pemisahananak segera setelah menetas danpengendalian penyakit) menunjukkanpeningkatan produktivitas yang relatifkecil. Rendahnya daya tetas dapatdipengaruhi oleh telur yang takterbuahi, kualitas pakan, umur ayam,pengaruh musim, pengaruh waktuperkawinan, hormon, besar/berat telur,kualitas kulit telur, pengaruh penyakitdan kondisi lingkungar/sarangpenetasan yang kurang mendukung.

Dalam hubungan antara bentuksangkar dengan penetasan telahdianjurkan untuk membuat sangkarbentuk kerucut. Bahan sangkarkerucut dapat dibuat dari bambu yangdibelah kecil-kecil dan dibentukkerucut dan biaya pembuatan sertaketersediaan bambu relatif murah danmudah didapat. Dari hasil monitoringternyata daya tetas telur yangdieramkan adalah 72,06 8A,27persen. Secara umum produksi telurper periode bertelur (clutch) padaayam buras berkisar 8-I2 butir.Dengan rataan periode bertelur/tahunsebanyak 4 kali, berarti produksitelur/induk/tahun berkisar 38-48 butir.

Dari beberapa pengamatanterdahulu (Prasetyo, Dirdjopratonodan Sabrani, 1985), dilaporkan bahwaproduksi telur/induk/tahun berkisar50-60 butir. Masih rendahnyakapasitas produksi telur pada ayamburas yang dipelihara secaratradisional adalah karena indukdibiarkan mengasuh anaknya sampaidisapih selama tiga bulan. Oleh karenafaktor pembatas teknis utamaproduktivitas telur adalah periode(lama waklu) mengasuh anak sampaisapih (3 bulan) maka salah satu carauntuk meningkatkan produktivitas

induk adalah dengan teknologipemisahan anak ayam segera setelahmenetas. Beberapa hasil penelitianmenunjukkan bahwa perbaikanteknologi budidaya mampu me-ningkatkan produksi telur, produksianak ayam dan mengatasi beberapapermasalahan yang menyebabkanrendahnya produktivitas ayam buras.

Hasil penelitian menunjukkanbahwa vaksinasi secara teratur empatbulan sekali dapat mengurangikematian ayam menjadi 50 persen(Nataamijaya dan Jarmani, 1993); dandi daerah transmigrasi dilaporkanvaksinasi secara teratur dapatmenurunkan kematian ayam buras dari72 persen menjadi 53,5 persen ataubahkan turun menjadr 29,1 persenapabila disertai dengan pemisahananak dari induk (Nataamijaya et.al,1986). Pemeliharaan secara intensifdengan teknik pisah anak secara dinidapat meningkatkan produksi anakminimum 70 ekor anak/tahun(Braman. 1991).

Hasil penelitian Kingstone(1979) pada ayam buras yangdikembangkan sebagai ayam potongterutama untuk ayam jantanmemperlihatkan bahwa ayam burasjantan yang dipelihara di pedesaansecara tradisional pada umur 20minggu mempunyai bobot badanT 027 g, sementara yang dipeliharasecara intensif menghasilkan bobotbadan I 718 g.Keuntungan yangdipelihara secara intensif setiap duabulan adalah sebesar Rp 627,00/ekor.Sayuti (2001) melaporkan bahwapemeliharaan ayam secara intensiflebih menguntungkan dibandingkanpemeliharaan yang ektensif. Hal inimemperlihatkan bahwa ayam burasdapat dikembangkan sebagai usahaekonomi. Beberapa faktor penghambatadalah antara lain skala usaha relatifkecil dan investasi sangat rendah

Jurnal P1ternakan Indonesia, I2(2): I24-I35, 2007 ISSN:1907-1760

Page 11: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

L34 Rahmi W.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumatera Barat

dengan kemampuan yang kecil,peternak tidak mungkin bersaingdengan usaha-usaha lain yangmembutuhkan bahan baku yang sama.

Pendidikan petemak pada umumnyamasih rendah. Dengan kondisisemacam itu petemak hanya mampumenguasai proses produksi se-

penuhnya, tetapi sangat lemah dalamhal pemasaran dan memperoleh bahan

baku pakan. Selain itu Pelayananpemerintah bagi pengembangan usaha

ayam buras masih sangat terbatas pada

kegiatankegiatan penyuluhan dan

bimbingan. Belum terdapat kegiatanyang mendorong terciptanya agribisnisbagi usaha rakyat ayam buras, sepertipelayanan kredit, penelitian dan

sebagainya.

Penutup

Diskusi di atas memberikanperingatan bahwa temak ayam lokalyang sebagian besar dipelihara secara

ektensif sebenarnya dapat menjadisumber lapangan kerja dan pendapatan

bagi rakyat pedesaan. Sekali pun pada

kenyataannya ayarrr buras itumempunyai sifat-sifat ekonomi yangrelatif rendah dibandingkan ayam ras

petelur dan pedaging, namun produksiayam buras mempunyai nilai ekonomiyang tinggi. Bahkan nilai ekonomiproduksi ayam buras cenderung terusmeningkat dari tahun ke tahun karenaproduksi ayam buras bebas residuobat-obatan, antibiotika dan se-

bagainya.Pemerintah sebaiknya meng-

arahkan perhatian yang lebih besarterhadap pengembangan ayam burassecara ekonomi. Antara lain melaluipembinaan pada peternak, mem-berikan fasilitas kredit yang murahdan mendorong terbentuknya koperasipetemak ayam buras. Koperasi iniakan berfungsi sebagai agribisnis

Jurnal Peternakan Indonesia, I 2(2) : I 24- I 3 5, 2007

tetapi tetap menekankan bahwakeuntungan sebesar-bes amya dimilikioleh petemak.

Daftar Pustaka

Biro Pusat Statistik. 2004.Pengeluaran Untuk KonsumsiPenduduk Indonesia.SUSENAS. Jakarta.

Dinas Peternakan Provinsi SumateraBarat. 2005. StatistikaPeternakan Provinsi SumateraBarat 2005. Padang.

Braman, F. 1991. BagaimanaMempercepat PeningkatanProduksi Ayam Buras. Ayamdan Telur No. 61.

Daslina. 1992. Analisa PermintaanDaging Sapi, Kerbau,Kambing, Ayam Ras danAyam Buras di KabupatenBogor. Karya Ilmiah. FakultasPeternakan. Bogor.

Djatmiko, D.H. dan E. Sugiharti.1986. Beternak AyamKampung. Cetakan 1. PenerbitPT Simplex, Jakarta.

Gonzales, S. 1999. Experts Prefer"Native Chicken". Inquirer.Philippine Daily, 3 October1999.

Kingstone, D.J. 1979. Peranan AyamKampung Berkeliaran diIndonesia. Laporan SeminarIlmu dan Industri PerunggasanII. Bogor.

Mansjoer, S.S. 1989. Pengkajian Sifat-sifat Produksi Ayam KampungSerta Persilangannya denganAyam Rhode Island Red.Disertasi. Fakultas Pasca

Sariana IPB. Bogor.

ISSN:1907-1760

Page 12: Ayam Buras Masyarakat Di Provinsi Sumatera Barat

Rahmi W.: Potensi usaha peternakan ayam broiler di Sumotera Barat l3s

Marhijanto. 1996. Betemak AyamBuras. Penebar Swadaya.Jakarta.

Muryanto. 1989. Perkembangan danProduktivitas Ayam Buras diIndonesia. Prosiding SeminarNasional Tentang UnggasLokal. Fakultas Peternakan.Universitas Diponegoro.Semarang.

Mustafa, H. 1989. PengaruhPemberian Putak SebagaiFengganti Jagung dalamRansum Terhadap Per-tumbuhan Berat Badan AnakBabi Peranakan VDL. ThesisFakultas Peternakan Undana,Kupang.

Nataamijaya, A.G., D. Sugandhi, D.Muslich, U. Kusnadi, H.Supriyati dan I.G. Ismail.1986. Peningkatan KeragaanAyam Buras di DaerahTransmigrasi Batumarta,Sumatera Selatan. RisalahLokakarya Pola Usahatani,Badan Litbang Pertanian.Jakarta.

Nataamijaya, A.G., P. Sitorus, I.A.K.Bintang, Haryono dan E.Bunyamin. 1993. PertumbuhanBadan Ayam Silangan (Pelungx Kampung) yang Dipeliharadi Pedesaan Dalam "LaporanHasil Penelitian program

Konservasi Ayam BurasLangka". Puslitbang TanamanPangan. Bogor.

Noerdjito, M. 1985. perlu DiungkapLebih Lanjut : Ramuan dan

Alamat korespondensi: Rahmi Wati, S.pt, M.SiJurusan Produksi Ternak, Fakultas petemakanUniversitas Andalas, Kampus Limau Manis, padangTelp. 075 1-74208 Fax: 075 t-71464,Hp: 08197 525102

Diterima:8 Mei 2007, Disetujui: 23 Mei 2007

Khasiat Obat Tradisional BagiAyam. Lembaga BiologiNasional, LIPI, Bogor.

Pond, W.G. 1980. Animal AgricultureResearch to Meet Human inthe 2I Century: 28. West ViewPress, Inc.

Sabrani, M. 1986. AlternatifTeknologi dan PengembanganAyam Buras. Hasil TemuTugas. Pengembangan AyamBuras di Jawa Tengah. BalaiInformasi Pertanian. Ungaran.Sarwono, B. 1996. TujuhLangkah Betemak AyamBuras. Arloka. Surabaya.

Sayuti, R. 1994. Analisis UsahaTemak Pola Ekstensif SemiIntensif. Hasil Temu TugasDalam Aplikasi Teknologi diTimor-Timur pada tanggal 28Februari -2Maret 1994.

Sayuti, R. 2001. Analisis AgribisnisAyam Buras MelaluiPendekatan Fungsi Ke-untungan Multi Output (KasusJawa Timur). Disertasi Prog-ram Pasca-sarjana UniversitasPadjadjaran. Bandung.

Umaro A., M.Fuah, dan A. Bamualim.1989. Pengaruh KombinasiBeberapa Level Putak danJagung dalam RansumTerhadap Pertumbuhan AyamBuras. Sub Balai PenelitianTernak Lily, Kupang. NusaTenggara Timur.

Jurnal Peternakan Indonesiq, I 2(2): I 24-l 35, 2007 ISSN:1907-1760