asas cabotage dalam mengadapai masyarakat ekonomi asean

22
E.A.P LAMBUNG MANGKURAT LAW SCHOOL ASAS CABOTAGE MENGHADAPI PROGRAM MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Upload: esika-anugrah

Post on 24-Jan-2018

1.945 views

Category:

Law


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

E.A.P

L A M B U N G M A N G K U R A T – L A W S C H O O L

ASAS CABOTAGE MENGHADAPI PROGRAM

MASYARAKAT EKONOMI ASEAN

Page 2: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

I. PENDAHULUAN

Pada dekelarasi The United Nations Convention on the Law of the Sea

(UNCLOS) III mengkukuhkan Indonesia sebagai negara kepulauan (Nusantara).

Sebagai negara kepulauan Indonesia salah satu negara yang termasuk diuntungkan

oleh keberadaan UNCLOS. Dalam hubunganya dengan yuridiksi negara atas wilayah

lautnya, Indonesia telah menetapkan Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) yang

digunakan sebagai patokan untuk rute pelayaran internasional atau kapal asing yang

melintasi laut wilayah Indonesia.

Sebagai Negara maritim atau negara kepulauan, Indonesia terdiri dari

±17.508 pulau (besar dan kecil), tersebar di sekitar Garis Khatulistiwa, yang

membentang dari ujung Barat (Sabang) sampai ke ujung Timur (Merauke),

sepanjang sekitar 5000 kilometer, dan melintang dari ujung Utara (Pulau Miangas

dan Pulau Marore) sampai ke ujung Selatan (Pulau Rote) sepanjang sekitar 2000

kilometer. Luas wilayah Indonesia mencapai sekitar 8 juta kilometer persegi,

sedangkan wilayah perairan/lautnya adalah sekitar dua pertiga dari total wilayah

Indonesia dan sisanya merupakan wilayah daratan. Hal ini menunjukan bahwa

bagaimana Indonesia menjadi sektor market place bagi negara asing bukan hanya

untuk perdagangan tetapi juga untuk lintas pelayaraan.

Indonesia telah memasuki konsep Globalisasi ekonomi dan liberalisasi

perdagangan melalui organisasi perdagangan bebas. Inti dari kehadian konsep ini

menghendaki adanya persaingan yang sempurna antara pelaku usaha melalui

mekanisme pasar.1 Sedangkan Globalisasi ekonomi mempunyai pengertian sebuah

proses banyaknya keterlibatan negara-negara dalam proses kegiatan ekonomi global.2

Dalam ekonomi global, hal ini ditandai dengan kesadaran masyarakat akan pola

hubungan mereka berada dalam satu kesatuan utuh sebagai anggota dari masyarakat

dunia yang bersifat bordless.3 Masyaraakat Ekonomi Asean (MEA) adalah satu

bentuk kecenderungan globalisasi ekonomi dan perdagangan bebas yang dilakukan

melalui pembentukan organisasi perdagangan bersifat regional (Indonesia, Malaysia,

1 Bernard Limbong. 2014. Poros Maritim. Jakarta : Pustaka Margaretha 2 Tulus T.H. Tmabunan. 2004. Globalisasi dan Perdagangan Internasional, Jakarta : Ghalia Indonesia.

hlm 1. 3 Bernard Limbong .Opzit.

Page 3: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Filipina, Singapura, Thailand, Brunai Darussalam, Kamboja, Vietnam, Laos dan

Myanmar).

Konferensi Tingkat Tinggi (KTT) ASEAN di Bali bulan Oktober tahun 2003,

pemimpin ASEAN menyatakan bahwa MEA akan menjadi tujuan dari intergrasi

ekonomi regional pada tahun 2020. Setelah itu pada Pertemuan Menteri Ekonomi

ASEAN yang diselenggarakan bulan Agustus tahun 2006 di Malaysia, terjadi

kesepakan untuk memajukan MEA dengan harus ada kejelasan target dan jadwal

untuk pelaksanaannya. Sampai pada akhirnya di KTT ASEAN yang ke 12 bulan

Januari tahun 2007, para pemimpin ASEAN menegaskan mereka akan mempercepat

komitmen pembentukan Komunitas ASEAN pada tahun 2015 secara khusus dan

untuk mengubah ASEAN menjadi daerah perdagangan bebas mencakup barang, jasa,

investasi, tenaga kerja, dan aliran penanam modal sebebas-bebasnya.

Pada faktanya memang sistem logistik di Indonesia lemah dibandingkan

negara tetangga seperti Singapura dan Malaysia. Maka dari itu pemerintah harus

mengantisipasinya dengan memperkuat pelabuhan-pelabuhan internasional di

Indonesia untuk melayani perniagaan dari Atlantik dan Pasifik dan juga tetap

memberlakukan asas cabotage untuk distribusi kedaerah dilayani oleh kapal nasional.

Selama ini kegiatan bisnis pelayaran dalam negeri dilindungi oleh adanya

asas cabotage sehingga angkutan laut nasional pun bisa bertahan hingga sekarang.

Untuk menyempurnakan asas cabotage sesuai dengan amanat Undang-Undang

Nomor 17 tahun 2008 tentang Pelayaran dan sesuai dengan keikut sertaan

pemerinath dalam program MEA, harus lah ada penerapan beyond cabotage yang

menurut Pengamat industri maritim dari The National Maritime Institute (Namarin)

Siswanto Rusdi, penerapan beyond cabotage ini akan menjadi pemicu peningkatan

jumlah kapal nasional.4

Jelang MEA yang memasuki akhir tahun 2015 ini, Indonesia dituntut untuk

mengejar kesiapan perdagangan bebas MEA dibidang Sumber Daya Manusia

(SDM), pembangunan infrastuktur, dan pengawasan manajemen pembangunan, Di

sisi lainnya Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan pada abad 21 adalah

sebagai Abad Mariti yang beralasan medium utama Globalisasi ialah Maritim.5

4 Rustam Agus. 2014. Beyond Cabotage dinilai Penyempurnaan asas Caobtage. Berita Elektronik Industri

Bisnis. diakses 3 November 2015. 5 Bernard Limbomg.Opzit

Page 4: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Dalam kaitanya tugas ini akan saya bawa ke sektor pelayaran dan angkutan laut.

Oleh karena saya studi hukum, maka yang akan saya bahas kali ini adalah

perlindungan angkutan laut Indonesia menghadapi Masyarakat Ekonomi Asean

dengan mempertahankan Asas Cabotage dan menerapkan Beyond Cabotage.

II. PEMBAHASAN

Baru-baru ini Presiden Jokowi Dodo, ingin melakukan kebijakan relaksasi

terhadap pelayaran nasional dimana inti dari relaksasi ini adalah untuk pelayaran

yang kapal asing dapat melakukan kegiatan lain yang tidak termasuk kegiatan

mengangkut penumpang dan atau barang dalam kegiatan angkutan laut dalam negeri

di wilayan perairan Indonesia, sepanjang kapal berbendera Indonesia belum tersedia

atau belum cukup.6 Aturan ini pada akhirnya menimbulkan ketidakpastian di antara

pengusahan migas offshore, yang sebagaian berpendapat bahwa aturan ini tidak

mendukung berkembangnya industri pelayaran migas offshore di Tanah Air.7

Menghadapi era MEA harapan seluruh masyarakat, Indonesia dapat siap

secara internal dan eksternal agar kegiatan ini dapat diselenggarakan secara efesien

dan efektif, berskill, mempunyai keseimbangan kualitas kerja dengan pelaku usaha

asing dan juga instrumen-instrumen kebijakan pemerintah terhadap MEA dapat

melindungi daya saing secara nasional dan Internasional, khususnya pada

perkembangan angkutan laut sebagai salah satu komponen penting dalam pelayaran

Indonesia sebagai negara Maritim.

Untuk dapat mengukur kesiapan daya saing ekonomi Indonesia memasuki era

MEA mengacu Logistics Performance Index (LPI) yang dirilis Bank Dunia, tahun

2014 Indonesia berada di posisi ke-53.8 Posisi itu naik dibanding tahun 2012 yang

masih di peringkat ke-59. Indeks itu sebenarnya bisa menjadi acuan pemerintah

untuk mengukur kesiapan Indonesia dalam menyambut MEA. Itu berbeda dari

pandangan World Economic Forum 2014, yang menyebut kondisi infrastruktur di

Indonesia masih buruk di antara negara-negara anggota ASEAN mengingat negara

6 Zeilla Mutia Dewi. 2015. “INSA: Asas Cabotage Tidak Boleh di Tawar”. Surat kabar elektronik

Marketeers. Diakses 4 November 2015. 7 Ibid. 8 Andreas Budi Wirohardjo.2015. “Logistik dalam MEA”. Surat Kabar Elektronik suara Merdeka.

Diakses pada tanggal 4 November 2015.

Page 5: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

kita menempati peringkat ke-6 dari 9 negara. Padahal kondisi infrastruktur

berpengaruh signifikan terhadap pengelolaan logistik.9

Dalam jural Urgensi Perlindungan Hukum Pelaut Indonesia Menghadapi

Berbagai Permasalahan Global oleh M. Syamsudin mengutip HRP Poernomo

Soedewo, di tengah kompetisi ketat perusahan pelayaran dan ekspedisi asing,

pengusaha bidang jasa pelayaran dan ekspedisi laut pada umumnya menghadapi

kendala keterbatasan sumber daya manusia (SDM), terutama menghadapi

kemungkinan maraknya usaha jasa forwader dan ekspedisi asing setelah datangnya

era perdagangan bebas di kawasan Asia Tenggara (AFTA).10

Romli Atmasasmita dalam bukunya Hukum Kejahantan Bisnis (Teori dan

Praktik di Era Globalisasi) Pemegang posisi kunci bagi masa depan bangsa dan

NKRI, ialah pembangunan bidang ekonomi dan pembangunan bidang hukum dengan

satu syarat bahwa pembangunan bidang hukum harus dapat mengelola dan

mengakomodasi perkembangan pembangunan di bidang ekonomi, mengarahkanya,

dan menempatkan pembangunan bidang ekonomi untuk sebesar-besarnya

kepentingan dan kemanfaatan bagi seluruh rakyat Indonesia.11

Pada akhirnya muncul lah pertanyaan, apakah Indonesia ingin membuka

pasar sebebas-bebasnya sebagai negara konsumen, atau negara yang ikut

berpartisipasi dalam kegiatan aktivitas bisnis pelayaran ? Dan bagaiman jika ada

kebijakan Liberalisasi sektor pelayaran di Indonesia ?

Menerapkan Asas Cabotage

Seperti yang sudah di mention sebelumnnya, lahirnya Asas Cabotage itu

sendiri karena mahasiswa Tehnik Perkapalan Universitas Indonesia untuk berbuat

sesuatu bagi kepentingan bangsa, mereka menelurkan gagasan penerapan asas

cabotage di Indonesia agar dapat diakui menjadi salah satu kekuatan maritim dunia12.

9 Ibid. 10 M. Syamsyudin. Urgensi Perlindungan Hukum Pelaut Indonesia Menghadapi Berbagai Permasalahan

Global. Di Akses pada tanggal 4 November 2015. Hlm 4. 11 Romli Atmasasmita. 2014. Hukum Kejahan Bisnis : Teori dan Praktik di Era Globalisasi. Cet. I.

Jakarta : Kencana, hlm. 35. 12 Novy Rachmat. Marine Adjuster at PT. Prima Adjusterindo Mandiri. “Meningat lagi asas Cabotage.”.

https://www.linkedin.com/pulse/mengingat-lagi-asas-cabotage-novy-rachmat?trk=prof-

post&trkSplashRedir=true&forceNoSplash=true. Diakses 5 November 2015.

Page 6: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Bertepatan dengan perayaan hari Sumpah Pemuda tahun 2004, mereka membentuk

wadah bernama INCAFO FT-UI (Indonesian Cabotage Advocation Forum Fakultas

Tehnik Universitas Indonesia) dan makalah berjudul Akselerasi Percepatan

Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional Indonesia (Akselerindo) akhirya

dituangkan dalam amanat dari Instruksi Presiden Nomor 5 Tahun 2005 tentang

Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional dan Undang-Undang Nomor 17 tahun

2008 tentang Pelayaran tercantum pada Pasal 7 dan 8. Menurut Mochtar

Kusumaatmadja, Cabotage Principle diartikan sebagai asas atau prinsip yang

menyatakan bahwa kegiatan pelayaran dalam wilayah perairan suatu negara hanya

dapatdilakukan oleh kapal-kapal dari negara bersangkutan. Cabotage Principle

merupakan asas yang diakui didalam hukum dan praktek pelayaran seluruh dunia

serta merupakan penjelmaan kedaulatan suatu negara untuk mengurus dirinya

sendiri, dalam hal ini pengangkutan dalam negeri, sehingga tidak dapat begitu saja

dianggap sebagai proteksi, yaitu perlindungan atau perlakuan istimewa yang kurang

wajar bagi perusahaaan domestik sehingga menimbulkan persaingan yang tidak

sehat.13

Pasal 7 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran, memuat

jenis angkutan laut terdiri dari :

a. Angkutan laut dalam negeri

b. Angkutan laut luar neger

c. Angutan laut khusus; dan

d. Angkutan laur pelayaran rakyat

Sedangkan Pasal 8 Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran,

memuat tentang Asas Cabotage, menyatakan bahwa Angkutan Laut Dalam Negeri :

(1) Kegiatan angkutan laut dalam negeri dilakukan oleh perusahaan angkutan laut

nasional dengan menggunakan kapal berbendera Indonesia serta diawaki oleh

Awak Kpala berkewarganegeraan Indonesia.

(2) Kapal asing dilarang mengangkut penumpan dan/atau berang antarpulau atau

antarpelabuhan di wilayah perairan Indonesia.

13 Mochtar Kusumaatmadja. 1994. Dalam makalah “Pembinaan Pelayaran Nasional dalam Rangka

Penegakan Wawasan Nusantara”. Disampaikan dalam seminar tentang pelayaran naisonal, 19-20

oktober 1994. Jakarta : Kanindo Plaza. Hlm 7.

Page 7: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Pasal 8 angka (2) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

membatasi kegiatan usaha oleh kapal asing, yang pada artinya dalam kegiatan

mengangkut (angutan laut) barang atau penumpang, tidak boleh dilakukan oleh kapal

asing, melainkan harus ada unsur Indonesianya.

Dalam instruksi Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (saat menjabat),

menekankan untuk menerapakan Asas Cabotage secara konsekuen dan merumuskan

kebijakan serta mengambil langkah-langkah yang diperlukan sesuai dengan

kewenangan masing-masing guna memberdayaan industri pelayaran nasional.14

Dijelaskan pada sosialisasi yang diselenggarakan di Balikpapan pada tahun 2013

tentang Asas Cabotage terdiri dari beberapa point, yaitu:15

a. Kegiatan angkut dalam negeri dilakukan oleh :

1) Perusahaan angkutan laut nasional

2) Mengunakan kapal berbendera Indonesia

3) Diawaki awak kapal berkewarganegeraan Indonesia

b. Kapal asing dilarang mengangkut penumpang dan/atau barang ke setiap

pulau atau setiap pelabuhan di wilayah perairan Indonesia.

c. Kapal asing yang saat ini masih melayani kegiatan angkutan laut dalam

negeri tetapi dapat melakukan kegiatannya paling lama tiga tahun sejak

Undang-Undang ini berlaku.

d. Setiap orang yang mengoperasikan kapal asing untuk mengangkut

penumpang dan/atau barang ke setiap pulau atau setiap pelabuhan di wilayah

perairan Indonesia dipidana dengan pidana penjara paling lama lima tahun

denda paling banyak Rp. 600.000.000 (enam ratus juta rupiah).

Sebelum tahun 2005 dimana asas Cabotage belum lahir, bisnis pelayaran dan

pengangkutan antar pulau berada dalam kondisi yang memperhatinkan. Berdasarkan

data dari Kementerian Perhubungan, jumlah armada kapal berbendera Indonesia

pada tahun 2005 hanya 6.041 kapal dengan kapasitas angkut 5,67 juta GT (gross

14 Rizky Aprilianto, Abdul Hakim, Ainul Hayat. 2014. Implementasi Asas Cabotage dalam Kebijakan

Pelayaran di Indonesia. Jurnal Administrasi Oublik (JAP) . Vol. 2, No.4 , Hal 758-764. 15 Ibid

Page 8: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

ton)16. Pada awalnya pelaksanaan asas Cabotage ini banyak ditentang oleh pihak

perusahaan pelayaran dalam negeri sendiri. Dari hasil wawancara Rizki Aprilianto

dan teman-temannya, penentangan itu karena hampir dari seluruh perusahaan

pelayaran dalam negeri telah memiliki kontrak dengan pemilik kapal asing. Sehingga

dengan munculnya Asas Cabotage, memaksa perusahaan pelayaran dalam negeri

melakukan renegoisasi kontrak.17

Untuk usaha dibidang angkutan di perairan berdasarkan Peraturan Presiden

No. 36 tahun 2010 (revisi daripada Perpres No.77 tahun 2007 sebagaimana telah

diubah dengan Perpres No.111 tahun 2007) dapat dimiliki oleh perusahaan joint

venture antara Badan Usaha Indonesia (kepemilikan nasional 51%) dengan Badan

Usaha Asing dengan batasan kepemilikan modal asing maksimal 49%.

Dalam menjamin kepemilikan nasional 51% maka harus dicari suatu

mekanisme pengawasan yang nyata dan efektif. Mekanisme pengawasan harus

dibuat apakah dengan Peraturan Menteri Keuangan atau Menteri Hukum dan HAM

atau BKPM yang sampai saat ini belum ada. Untuk itu perlu dikaji apakah

pernyataan dari Departemen Perhubungan cq Dirjen Hubla bahwa setelah Inpres No.

5 tahun 2005 armada kapal nasional bertambah cukup signifikan dari tahun 2005-

2009 sebanyak 2.484 unit (41,12%) setara dengan 4,655,998 GT (82%). Informasi

peningkatan ini perlu dikolaborasi apakah hanya semata-mata berdasarkan bendera

kapal saja atau juga berdasarkan kepemilikan (benar-benar dimiliki oleh Badan

Hukum Indonesia/perseorangan warga negara Indonesia), karena Peraturan Presiden

No. 36 tahun 2010 menekankan bahwa kepemilikan kapal oleh asing dibatasi hanya

sebesar 49%.18

Khusus untuk modal asing yang berasal dari negara-negara anggota ASEAN

Perpres No.36 tahun 2010 mengisyaratkan bahwa kepemilikannya diperbolehkan

sampai 60%, tetapi ini hanya berlaku untuk angkutan (laut) muatan penumpang &

barang luar negeri (ekspor/impor), tidak diperbolehkan untuk dipergunakan untuk

angkutan dalam negeri.19 Dan tidak mungkin kapalnya didaftarkan menjadi kapal

16 Irfan Teguh Prima. 2015. Mewujudkan Negara Maritim : Evaluasi Pelaksanaan Asas Caboatge dalam

Industri Pelayaran Nasional Menghadapi AEC 2015. Surat Kabar Elektronik Kompas. Diakses 4

November 2015. 17 Op.zit. Hal. 758-764 18 Maman Permana. 2010. Flag Of Convenince (FOC). Koran Maritim. Di akses 5 November 2015. 19 Ibid.

Page 9: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

berbendera Indonesia, karena sesuai dengan Pasal 158 ayat (2 c) Undang-Undang

No.17/2008 tentang Pelayaran bahwa antara lain ”kapal yang dapat didaftar di

Indonesia adalah kapal milik badan hukum Indonesia yang merupakan usaha

patungan yang mayoritas sahamnya dimiliki oleh warga negara Indonesia”.

Dampak positif dengan diberlakukannya asas Cabotage ini juga mendorong

peningkatan jumlah kapal sekitar 130,5% menjadi 12.928 untuk kapal hingga 17

April 2014 dari periode Mei 2005 yang sebanyak 6.042 unit armada saja.20 Selain

juga memberlakuan Asas Cabotage ini dalam rangka di bidang ekonomi, untuk

meningkatkan perekonomian masyarakat Indonesia, dengan memberikan

kesempatan berusaha seluas-luasnya bagi perusahaan angkutan laut nasional dan

lokal serta melindungi soveregnity (kedaulatan negara) di bidang pertahanan. Hal

tersebut sesuai dengan dasar dan kepentingan utama penerapan Asas cabotage.21

Pertama, menjamin dan melindungi infrastruktur pembangunan kelautan

nasional terutama pada saat negara dalam keadaan darurat, dibandingkan jika

infrastruktur itu dimiliki negara asing yang sewaktu-waktu dapat ditarik. Kedua,

membangun armada niaga yang kuat dan memadai, mengisi kebutuhan angkutan laut

dalam negeri, dan mendukung kegiatan ekonomi kelautan lainnya. Ketiga,

mendukung kepentingan keamanan, pertahanan, dan ekonomi nasional. Keempat,

armada pelayaran niaga menjadi bagian dari sistem pertahanan negara yang siap

dimobilisasi saat negara membutuhkan.

Cakupan Asas Cabotage juga bukan hanya dalam ruang lingkup pelayaran /

logistik, melainkan juga dalam kegiatan usaha laut dalam galangan kapal,

kepelabuhan, usaha bongkar muat, perdagangan, jasa keuangan, serta ekspor impor.

Walaupun dari sisi perdagangan bebas nanti konsep pengangkutan laut akan berubah

menjadi sistem yang liberal, tetapi pelayaran merupakan tumpuan dari sistem

perdagangan, maka pemberlakuan Asas Cabotage ini juga akan menciptakan

kestabilitasan kondisi dalam sistem pelayaran Indonesia.

20 Achmad Fami. 2014. Penerapan Asas Cabotage Dorong Jumlah Kapal Naik 130%. Surat Kabar

Eliktronik Liputan 6. Diakses 4 November 2015. 21 Anon. http://indomaritimeinstitute.org/?p=1525. Di akses 4 November 2015.

Page 10: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Implementasi Asas Cabotage

Seiring dengan pertumbuhan industri bidang pelayaran semakin membaik,

sebagai tindak lanjut dari Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2008 tentang Pelayaran

dan mengingat sudah memasuki Era Perdagangan Bebas, sudah seharusnya pemerintah

membuka seluas-luasnya peran swasta untuk membangun dan mengusahakan pelabuhan

demi meingkatkan kapasitas terwujudnya pelabuhan Indonesia. Dalam rencana strategis

renstra kementerian perhubungan pada tahun 2015-2019 mengenai Transportasi Laut

Indonesia akan memasuki roadmap Beyond Cabotage, dimana suatu kelanjutan dalam

pelaksanaan Asas Cabotage yang sudah berlaku dan juga sejalan dengan kegiatan

Kementerian Perdagangan dalam kaitannya dengan meningkatkan tradisi angkutan laut

nasional dalam perdagangan internasional.

Menurut Indonesian National Shipowners Association (INSA), dalam

pelaksanaan beyond Cabotage dalam menyelamatkan potensi devisa negara yang hilang

karena biaya angkutan kapal berbendera luar negeri yang mengangkut produk-produk

ekspor hingga mencapi Rp. 240 Trilliun pertahun.22 Bisa dilihat dalam National Summit

2009, oleh Johnson W Sutipto, Ketua Umum INSA menyampaikan :

Sebagai tindak lanjut dan amanat UU 17/2008 – membuka seluas luasnya peran swasta

22 Anon. 2012.

http://m.mediaindonesia.com/index.php/read/2012/10/10/354751/4/2/Bentuk_Task_Force_untuk_Pelaksa

naan_Program_Beyond_Cabotage. Di akses 5 November 2015.

Lapangan Realita

Asas Cabotage

Implementasi

Page 11: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

untuk membangun dan mengusahakan pelabuhan untuk meningkatkan kapasitas

terpasang pelabuhan Indonesia.

Mendorong pengembangkan sistem Terminal Operator di pelabuhanpelabuhan

Indonesia untuk meningkatkan kompetisi INTRA PORT sehingga kualitas layanan dan

produktifitas bongkar muat barang akan meningkat. 23

Asas Cabotage sesuai Inpres 5/2005 diarahkan bahwa belanja/import pemerintah harus

menggunakan armada merah putih, tetapi terhambat dengan dilakukannya pola

pembelian/import CnF (Cost and Freight) menjadikan inpres ini tidak efektif:24

1. Disarankan menggunakan pola FoB (Free on Board) dan menggunakan armada

berbendera merah putih.

2. Segera ada rencana jelas “Beyond cabotage” selanjutnya setelah tahun 2010.

Harus dimikirkan bagaimana dapat meningkatkan daya saing armada merah

putih di pelayaran international dan menambah armada kita di luar dan menarik

devisa kembali ke negeri tercinta ini. Dengan 7% dari 530 juta Ton muatan

angkutan laut internasional perlu piloting pemberdayaan armada nasional -->

road map beyond cabotage

Kapal Indonesia yang ke luar negeri perlu standard best practice internasional

dengan kebijakan pelimpahan kewenangan statutory document/license kepada Class

International/Biro Klasifikasi Indonesia ---> kesetaraan dengan armada asing . Maka

dalam hal ini pun, jika asas Cabotage tetap dijalankan pemerintah juga harus

mengevaluasi armada-armada kegiatan lainnya, seperti kegiatan operasi lepas pantai.

Untuk kegiatan offshore (lepas pantai)25 masih dalam status unregulated.

Kegiatan offshore masih menggunakan kapal asing, karena faktor harga kapal dalam

melakukan kegiatan itu terhitung tinggi, masih banyak perusahaan yang menggunakan

kapal asing untuk mengantisipasi itu, kementerian perhubungan memberikan

fleksibelitas, sehingga pemerintah membolehkan pelayaran dalam negeri untuk

melakukan kegiatan offshore, hingga tahun depan, 2016. Selain itu juga dalam

menunjang kelancaran kegiatan hulu minyak dan gas bumi diperlukan fasilitas dermaga,

yang dipergunakan sebagai fasilitas sandar, tambat kapal dan bongkar muat kapal yang

23 Johnson W Sutjipto. National Summit 2009. 24 Ibid. 25 Bangunan atau struktur yang di bangun di atas laut dengan kedalaman tertentu sebagai penopang

kegiatan proses eksplorasi dan eksploitasi Minyak dan Gas Bumi.

Page 12: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

dipergunakan sebagai terminal khusus. Adapun terminal khusus yang telah mendapat

izin pengoperasian dari Menteri Perhubungan antara lain adalah sesuai dengan

Keputusan Menteri Perhubungan No KP 504 tahun 2009 tentang pemberian izin operasi

kepada Badan Pelaksana Kegiatan Hulu Minyak dan Gas Bumi, untuk mengoperasikan

terminal khusus pertambangan minyak dan gas bumi di perairan selat malaka dan Jawa

timur.26 Untuk laporan terakhir penerapan asas Cabotage dalam kegiatan offshore kapal

asing, sudah memasuki presentage 10%, sedangkan kapal nasional menguasai 90%

kegiatan offshore.

Dukungan Program Tol Laut Presiden Jokowi untuk Asas Cabotage Jelang MEA

Jika dilihat dari sisi kepastian hukum, jelas asas Cabotage mengikatt bagi semua

pelaku kegiatan bisnis pelayaran. Gambaran konsep program tol laut yang akan

dicanangkan oleh pemerinatahan Jokowi, memberikan optimalisasi jaringan pelayaran.

Walaupun menurut Ibu Carmelita Hartoto sebagai Ketua Umum INSA, menyampaikan

bahwa rahnya pembuatan mekanisme rute atau jalur pelayaran yang teratur,

sesungguhnya hal itu sudah berjalan sejak lama. Kapal besar ataupun kapal nasional

anggota INSA sudah banyak yang melakukan kegiatan tersebut bahkan intensitasnya

kian bertumbuh tiap tahunnya. 27

Beliau melanjutkan jika arahnya seperti itu, tercatat lebih dari 200 kapal

nasional telah melayani angkutan kontainer berjadwal tetap dan teratur di Indonesia

dengan kapasitas terbesar hingga 1.500 TEUs. Lebih banyak kapal niaga nasional yang

tidak memiliki jadwal tetap mencapai 13.224. Yang dibutuhkan pemerintah cukup

memperkuat jaringan dan armada yang ada dengan jalan memberikan dukungan fiskal

dan moneter bagi pelayaran dan industri kapal. Hakikatnya pelayaran nasional sudah

menyepakati program Tol Laut pemerintah, dibuktikan dengan mengoptimalkan

jaringan pelayaran yang sudah dan berinisiatif untuk memperbanyak rute perintis

26 Pusat Data Dan Informasi Sekretariat Jenderal Kementerian Perhubungan. 27 Ibid.

Page 13: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

*Untuk menambah wawasan, berikut bagaiaman tol laut akan direalisasikan

Credits : Katadata.co.id

Page 14: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Sebenarnya menurut saya sendiri, program dari Pak Jokowi ini selain

memajukan poros maritim, tetapi meningkatkan shipment quality (kualitas pengiriman).

Indonesia nilai quality shipmentnya tergolong rendah, hal ini bisa dihitung berdaskan

proposi jumlah pengiriman, baik melalui lain dan udara, yang memenuhi tingkat

kualitas tertentu terhadap keseluruhan jumlah pengiriman.28

Economy % of Shipment Meeting Quality

Criteri (%of Shipment)

Indonesia 70

Malaysia 97

Philippines 71

Myanmar 40

Singapore 92

Thailand 83

Vietnam 76

The Logistics Performance Index, World Bank 2014

Kriteria kualitas yang dimaksud diukur dengan memperhatikan ketepatan waktu

pengiriman (shipment) hingga ada tidaknya kesalahan dalam komposisi dan

dokumentasi kargo.Fakta ini bisa berdampak pada investasi dan permodalan dalam

negeri. Apabila performa logistik Indonesia dibiarkan seperti ini maka investor asing

akan enggan untuk menanamkan modalnya di Indonesia.29 Apalagi dengan dibukanya

MEA 2015 yang membebaskan aliran barang dan jasa. Para investor tetap bisa

menguasai pasar barang dan jasa Indonesia seraya menghemat biaya operasional dengan

mengoperasikan bisnisnya di negara tetangga.

28 Seal-King.2015. Are You Ready For Air And Water Attack.

https://infrastructure101.wordpress.com/2015/04/19/kesiapan-indonesia-menghadapi-mea-2015-dilihat-

dari-transportasi-laut-dan-udara/. Diakses 5 November 2015. 29 Ibid.

Page 15: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Pelaksanaan Asas Cabotage di beberapa Negara

Melihat Amerika Serikat merupakan negara yang sangat protektif terhadap

industri angkutan lautnya dengan memberlakukan cabotage principle secara ketat.

Melalui “Jones Act 1920”, asas Cabotage mempersyaratkan bahwa pelayaran laut

nasional Amerika Serikat harus menggunakan kapal berbendera Amerika (US

Registered), kapal yang dibuat di Amerika (US Built) dan dimiliki oleh warga negara

Amerika (US Owned), di samping itu dioperasikan oleh perusahaan yang dikendalikan

oleh warga negara Amerika (US Controlled Companies), dengan awak warga negara

Amerika (US Crew).30

Sejarah penerapan cabotage di Amerika Serikat pernah dianggap gagal dan

akhirnya tunduk kembali ke aturan pasar dengan merelaksasi prinsip cabotage yang

sudah diberlakukan relatif ketat sejak tahun 1920. Namun demikian, pemberlakuan asas

cabotage di AS sudah lebih dari 90 tahun sementara Indonesia baru berjalan 9 tahun

dan penerapan asas cabotage ini terbukti menuai sukses awal seperti dijelaskan di

atas.31 Indonesia juga bisa membuat perkembangan yang sama dengan negara-negara

yang sudah menerapkan Asas Cabotage. Dalam kurun 9 tahun perjalanannya tidak bisa

nilai Asas Cabotage itu pada akhirnya tidak berlaku lagi karena Liberalilsme

Economics. Asalkan dalam MEA, masyarakat mempunya pola pikir untuk menepatkan

pelayaran sebagai Industri Startegis. Sektor ini selain membuka lapangan kerja perintis

dari Sabang hingga Marauke dan sudah saatnya kejayaan kelauatan Indonesia kembali

lagi untuk menciptakan para ahli galangan kapal.

Berikut contoh beberapa pelaksanaa Cabotage :

30 Novy Rachmat. Marine Adjuster at PT. Prima Adjusterindo Mandiri. “Meningat lagi asas Cabotage.”.

https://www.linkedin.com/pulse/mengingat-lagi-asas-cabotage-novy-rachmat?trk=prof-

post&trkSplashRedir=true&forceNoSplash=true. Diakses 5 November 2015. 31 Ibid.

Page 16: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN
Page 17: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Rintangan Asas Cabotage menuju Beyond Cabotage

Kini fenomena perdagangan bebas menjadi sebuah sistem yang makin lengkap

dan ibarat bola salju, sistem ini akan merambah semua penjuru dunia. Dalam kondisi

demikian, arus barang/jasa dan investasi bergerak secara leluasa memasuki pasar yang

mnapun tanpa mengenal rintangan jerak, waktu dan batas-batas Negara.32 Selain

rendahnya kemauan untuk tunduk dan mepunya mindset atas taat pemberlakuakn asas

Cabotage menurut Jurnal Administrasi Publik, dengan penelitiannya memberikan

jabaran tentang penghambat implementasi Asas Cabotage, diantaranya :

(1) Perusahan pelayaran dalam negeri belum mampu menyediakan kapal-

kapal jenis tertentu untuk menungjang kegiatan eksploritasi dan ekploitasi

lepas panatai (offshore).

Seperti yang dibehasa sebelumnya, kendala ini merupakan ketidak

mampuan perusahaan pelayaran dalam negeri menyediakan kapal yang

berfungsi untuk mengekplorasi dan eksploitasi offshore, karena mahalnya biaya

untuk penyediaan kapal-kapal tersebut.

32 Dephub, INSA.2008.Anon.

Page 18: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

(2) Biaya investasi pengadaan kapal tersebut sangat besar.

(3) Belum adanya kontrak jangka panjang anatara pemilik barang dan

pemilik kapal

Kontrak jangka panjangan dibutuhkan perusahaan pelayraan agak kapal-

kapal pelayaran dalam negeri dapat beroperasi. Namun hingga saat ini dari

proses kerjasama tersebut belum terwujud dalam jangka waktu lama. Sehingga

menimbulkan kekhawatiran bagi perusahaan itu sendiri atas kerugian.

(4) Rendahnya kualitas dan kuantitas sumber daya manusia.

Dalam MEA nanti Sumber Daya Manusia Indonesia akan bertarung atas

aya saing bisnis pelayaraan, maka dari itu juga dibutuhkannya SDM yang

berkualitas, demi menunjang penyelenggaraan asas Cabotage ini

Asas Cabotage juga memiliki dampak terhdap perusahaan pelayaran, yang diantaranya :

(1) Besarnya pangsa pasar muatan domestik yang hanya diangkut oleh kapal

nasional.

Kapal berbendera Indonesia tidak perlu lagi bersaing dengan kapal-kapal

asing dalam mealukan bongkar muatan di pelabuhan nasional. Sehingga

seluruh muatan domestik hanya diangkut oleh kapal berbendera Indonesia.

(2) Tingginya pertumbuhan perekonomian nasional dan pertumbuhan muatan

domestik

Pertumbuhan perekonomian serta pertumbuhan muatan domestik

dirasakan langsung oleh perusahaan pelayaran dalam negeri karena yang

diangkut maka semakin banyak juga pemasukan perusahaan tersebut.

(3) Murahnya biaya ABK domestik

Permasahannya dalam pelaksanaan Asas Cabotage

Berikut permasalahan asas Cabotage di Indonesia, ini kutip dari hasil Laporan

Tahunan Ditjen Hubla, dianataranya :

1. Belum optimalnya dukungan pembiayaan dari perbankan maupun

lembaga keuangan lainnya dalam memberikan pinjaman/kredit bagi

Page 19: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

pengembangan dan peremajaan armada niaga nasional relatif terbatas

dikarenakan belum terwujudnya secara efektif kontrak jangka panjang

antara pemilik barang dengan perusahaan pelayaran nasional yang akan

digunakan sebagai jaminan mendapatkan pendanaan dari perbankan dan

lembaga pembiayaan

2. Insentif pajak yang masih kurang bagi pemberdayaan industri pelayaran

dan industri perkapalan nasiona. Sehingga tidak bisa merangsang

minta dalam kemajuan industri ini.

3. Kurangnya industri galangan kapal naisonal untuk membangun kapal-

kapal baru yang dibutuhkan dan masih banyaknya mekanisme impor

kapal bekas.

4. Belum dimilikinya kapal-kapal offshore jenis tertentu yang umumnya

berteknologi tinggi dan membutuhkan modal yang besar untuk

pengadaan oleh perusahaan angkutan laut nasional belum tersedianya

kapal bebendera Indonesia.

III. Pemecahan / Kesimpulan

Menciptakan iklim aktivitas bisnis pelayaran yang kondusif

Disaat 10 tahun pemberlakuakn asas Cabotage ini, memang sudah terjadi

banyak perubahan di tingkat nasional mapun internaional. Dari pemamparan diatas akan

menjadi sia-sia jika asas Cabotage tanpa adanya ekpansi usaha pelayaran. Asas

Cabotage memilik domino effect terhadap ekonomi Indonesia, seperti tergeraknya

kegiatan usaha asuransi, perbankan, ekspor-impor serta yang paling bisa dilihat efeknya

adalah ketersediaan lapangan kerja perintis dari Sabang sampai Marauke. Oleh sebab

itu, jika terwujudnya fasilitas kontrak pengusahan dengan pihak perbankan dengan

melakuakn koordinasi dengan Kementerian Keuangan untuk menyediakan pinjaman

dapat memberikan kontribusi yang positif, mengingat kegiatan offshore pun masih

dikuasai oleh pihak asing karena biaya kapal yang mahal dan membutuhkan teknologi

yang tinggi.

Page 20: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Harus siap Hadapi ASEAN Connectivity 2015

Apa itu ASEAN Connectivity ?

ASEAN Connectivity merupakan program kerjasama antara negara-negara

ASEAN dengan membangun keterhubungan transportasi dan infrastruktur antara

negara-negara Asia Tenggara guna mewujudkan ASEAN Community.33 Rencana induk

dari ASEAN Connectivity sendiri disahkan pada KTT ke-17 ASEAN di Hanoi, Oktober

2010. Sedangkan ASEAN Connectivity sendiri direncanakan akan dimulai pada tahun

2015. Memprioritaskan tiga pilar, yaitu ASEAN Political-Security Community (APSC),

ASEAN Economic Community (AEC) dan ASEAN Socio-Cultural Community (ASCC),

ASEAN Connectivity ada untuk pengembangan infrastruktur, kelembagaan dan

pemberdayaan masyarakat.

Indonesia sangat terbuka bagi investasi luar negeri, termasuk di sektor

pelayaran. Hal itu dapat dilihat dari ketentuan asas cabotage di Indonesia yang jauh

lebih moderat dibandingkan kebijakan asas cabotage negara lainnya seperti Amerika

Serikat (AS). Indonesia tetap memerlukan investasi luar negeri untuk pengadaan kapal-

kapal tertentu, terutama kapal untuk kegiatan pengeboran dan kontruksi lepas pantai

dengan tetap tunduk kepada UU No.17/2008 dan aturan turunannya.34

Kekekhwatiranpun akan muncul jika rencana intergrasi logistik ASEAN tidak

berjalan dengan baik dan tidak disiapkan dari sekrang. Tentu saja masyarakat tidak mau

menjadi penonton dan konsumen dalam program Masyarakat Ekonomi Asean, mereka

harus ikut serta dalam partisipasi program se-ASEAN ini. Apalagi maritim berurusan

dengan pertahanan kedaulatan negara, dari sisi politik juga ekonomi. Walaupun

sebenarnya Indonesia memang belum sepenuhnya siap untuk proyek-proyek ASEAN

Connectivity ini. Bahkan Wakil Presiden, Boediono sendiri pun mengatakan bahwa

keinginan Indonesia yang cukup besar dalam pembangunan melalui ASEAN

33 Yonna.2015. Indonesia Untuk Asean Connectivity.

http://blog.ub.ac.id/yonayosua/2013/02/26/indonesia-untuk-asean-connectivity-2015/. Diakses 5

November 2015. 34 INSA.2013.Anon. http://insa.or.id/en/news/d/indonesia-harus-siap-hadapi-asean-connectivity-2015.

Diakses 5 November 2015.

Page 21: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

Connectivity ini, tidak akan bermanfaat jika Indonesia berorientasi pada konektivitas

luar, tetapi konektivitas di dalam negeri belum dibenah.35

Dalam program ini, Cabotagepun sangat penting karena nilai devisa negara

yang akan terselamatkan lewat program ini tidak sedikit, bahkan mungkin lebih besar

dibandingkan dengan dampak ACFTA ke sektor industri dalam negeri,yg di perlukan

sekarang adalah konsistensi dalam implementasi nya. Selain itu, sejak program itu

dimulai, sektor ini digadang-dagang oleh pemerintah untuk menjadi salah satu

“senjata” dalam menegakkan kedaulatan bangsa dan negara, tetapi instrumen-instrumen

yang lainnya seakan berjalan sendiri-sendiri justru karena kurangnya dukungan dari

lembaga-lembaga pemerintah sebagaimana yang diamanatkan.36 Akibatnya, kebijakan

nasional asas cabotage tidak mudah melenggang dalam mencapai target.

Ketua Umum INSA Carmelita Hartoto, juga meyebutkan dalam sambutan yang

dibacakan Ketua Bidang Offshore Nova Mugijanto mengatakan pelayaran memiliki

tanggung jawab untuk mempertahankan cabotage agar tidak disalahpahami oleh

stakeholders-stakeholders pelayaran. Sebab memang hingga kini, masih ada

stakeholders INSA yang mengatakan cabotage itu menghambat investasi bahkan

dibilang cenderung monopoli, padahal semua itu tidak benar bahkan pelaksanaan asas

cabotage telah berhasil memperkuat kedaulatan negara. Maka dari itu juga perlunya

memahami asas Cabotage agar menjadi masyarakat yang well-educated serta mengakui

bahwa asas Cabotage ini memang menjadi takdir Indonesia sebagai negara kepulauan

dan menjadi tanggungjawab setiap pelaksanaannya untuk menjaga marbatan bangsa.

Open Regitry sebagai solusi asas Cabotage terhadap Liberalisasi Ekonomi

Seperti yang kita ketahui, Indonesia menganut sistem Close Regitery / yang

mengimplementasi asas Cabotage, tetapi perlu di ingatkan perkembangan ekonomi

lebih dinamis dibandingkan perkembangan hukum. Hukum selalu tertinggal jauh dari

pada ekonomi karena hukum bersifat kaku. Sewaktu-waktu mungkin terjadinya

35 Friederich Batari, KTT ASEAN ”Boediono: Percepat Konektivitas Antarnegara ASEAN”, Jurnas.Com,

4 April 2011. 36 Insa.2012. Anon. http://insa.or.id/en/news/d/beyond-cabotage/. Diakses 5 November 2015.

Page 22: Asas Cabotage dalam mengadapai Masyarakat Ekonomi ASEAN

perubahan ekonomi yang terlalu cepat, maka Indonesia harus juga menyesuaikannya

dengan cepat.

Open registry (pendaftaran terbuka) adalah suatu system pendaftaran kapal di

bawah bendera suatu Negara yang terbuka untuk semua kapal tanpa memperhatikan

kebangsaan asal kapal-kapal tersebut dan kepemilikannya. Negara-negara yang

menganut sisitem open registry ini adalah Negara yang potensi maritimnya tidak terlalu

besar misalnya Panama, Liberia, St.Vincent, Bahamas. Honduras, dan bendera kapal

dari Negara-negara itu yang disebut Flag of Convenience.37

Belanda dan Norwegia adalah dua negara yang menerapkan kebijakan tersebut.

Kebijakan itu ditempuh menyusul merosotnya jumlah armada sementara jumlah orang

Belanda atau Norwegia pemilik kapal makin bertambah. Pada kasus kedua negara,

pemerintahnya hanya mensyaratkan kepemilikan saham hingga 51 persen pada

perusahaan yang kapalnya akan mengibarkan bendera Belanda atau Norwegia. Tetapi,

persyaratan ini tentu negotiable.38 Untuk mengikuti langkah yang telah diambil oleh

kedua negara tersebut, Indonesia perlu segera menata ulang aturan perpajakan dan

kepastian hukumnya agar para pemilik kapal mau mendaftarkan kebangsaan kapalnya

dengan bendera Indonesia. Sebetulnya aturan hukum yang berlaku memberikan peluang

untuk menjalankan kebijakan open registry.

Keadaan ini memang belum bisa menjadi solusi langsung untuk keadaan relita di

Indonesia, pasalnya Indonesia harus kuat terlebih dahulu agar bisa BERDIKARI dalam

Industri Pelayaran. Maka dari itu, solusi Open Regitry bukan menjadi patokan, tetapi

hanya opini sewaktu-waktu Liberalisme Economic sudah mengubah cara pandang

pertahanan maritim Indonesia.

37 Maman Permana. 2010. Flag Of Convenince (FOC). Koran Maritim. Di akses 5 November 2015. 38 Siswanto Rudsi. 2015. 10 Tahun Cabotage, Open Registry : Mengapa Tidak ?. Jurnal Maritim. Diakses

5 November 2015.