arbitrase - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum anggraeni and partners terhadap suatu...

14
ISSUE NO. 12 / FEBRUARI 2020 Inilah Tahapan Eksekusi Arbitrase Internasional di Indonesia Beleid Baru Daftar Positif Investasi Bagi Investor Sudahkah Peraturan BANI Mengakomodasi Aspirasi Investor? ARBITRASE INDONESIAN E-MAGAZINE FOR LEGAL KNOWLEDGE BY

Upload: others

Post on 26-Jul-2020

1 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

1

ISSUE NO. 12 / FEBRUARI 2020

Inilah Tahapan Eksekusi Arbitrase Internasional di Indonesia

Beleid Baru Daftar Positif Investasi Bagi Investor

Sudahkah Peraturan BANI Mengakomodasi Aspirasi Investor?

ARBITRASEINdONESIAN E-MAgAzINE FOR LEgAL KNOwLEdgE By

Page 2: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

2

IKLAN

Please do not hesitate to contact us if you have any question at [email protected].

Looking forward to hearing from you.

We, Akasa Cipta Tama (ACT), was established in April 2015 as a response to the demand of highly qualified translators for business, legal, technical, and general documents; as well as interpreters and note takers for meetings, seminars, and conference. Our translators, interpreters and note

takers have extensive experiences in their respective fields.

With a comprehensive database of qualified human resources, ACT works to ensure the best results in every project we run. Some of our top personnel have worked for various international events and some of our clients include the Office of the President of the Republic of Indonesia,

People’s Consultative Assembly, The United Nations, The World Bank, AusAID, USAID, and some prominent law firms in Indonesia.

Page 3: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

3

Editorial:Penasihat:Setyawati Fitri A., S.H., LL.M., FCIArb., FAIADR.Pemimpin Redaksi:Imelda Napitupulu, S.H., M.H.Sechabudin, S.H.Redaktur Pelaksana:M. Adhima Djawahir, S.H.Penulis:Dr. Hary Elias, BA V (Cantab), LL.M (1st Class Hons), MBA (Columbia), Juris DoctorMochammad Adhima Djawahir, S.H.Keshia Bucha, S.HHendra Wango, S.H.Yusila Imani Oktavia, S.H.Vincent Kamajaya, S.H.Wenny Novia, S.H.Melisa Pandu Winenda, S.H., LL.M.Konsultan Media: Fifi Juliana JelitaPenyunting Naskah: Wahyu HardjantoPenata Visual: Riesma PawestriIlustrasi: freepik.com

daftar isi

Majalah Actio terbit setiap empat bulan sekali,dibuat dan didistribusikan oleh

Sanggahan:Perlu kami sampaikan bahwa telaah, opini, maupun informasi dalam Actio merupakan kontribusi pribadi dari para partners dan/atau associate yang tergabung di kantor hukum Anggraeni and Partners dan merupakan pengetahuan hukum umum. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dimaksudkan untuk memberikan pendapat hukum ataupun pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu.

Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat dianggap sebagai indikasi ataupun petunjuk terhadap keadaan di masa yang akan datang. Telaah, opini, maupun informasi dalam Actio tidak ditawarkan sebagai pendapat hukum atau saran hukum untuk setiap hal tertentu. Tidak ada pihak pembaca yang dapat menganggap bahwa dirinya harus bertindak atau berhenti bertindak atau memilih bertindak terkait suatu masalah tertentu berdasarkan telaah, opini, maupun informasi di Actio tanpa mencari nasihat dari profesional di bidang hukum sesuai dengan fakta-fakta dan keadaan-keadaan tertentu yang dihadapinya.

Pembaca yang kami Hormati,

Saat ini, cara penyelesaian suatu sengketa perdata dapat dilakukan di luar peradilan umum, yaitu melalui Arbitrase. Di Indonesia, minat untuk menyelesaikan sengketa melalui jalur arbitrase ini meningkat semenjak diundangkannya UU No.30 Tahun 1990 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa.

Arbitrase oleh beberapa pihak dinilai lebih efektif dalam penyelesaian sengketa dibandingkan dengan pengadilan karena dilakukan secara rahasia, bebas memilih arbiter dan putusannya bersifat akhir dan mengikat.

Atas pertimbangan tersebut, ACTIO 12 mengangkat tema mengenai Arbitrase. Beberapa artikel yang diangkat antara lain tentang “Beberapa Keunggulan Arbitrase dibandingkan Pengadilan” dan “Pelaksanaan Putusan Arbitrase”.

Akhir kata, kami seluruh Tim ACTIO mengucapkan selamat membaca dan semoga bermanfaat bagi kita semua.

Salam,Setyawati Fitri A, S.H., LL.M., FCIArb., FAIADR.

“At all events, arbitration is more rational, just, and humane than the resort to the sword.”- Richard Cobden

KATA PeNgANTAR

INFO

TANYA JAWAB

OPINI: Peraturan BANI - Haruskah Akomodasi Aspirasi Investor?

TELAAH: Arbitrase - Beberapa Keunggulannya Dibandingkan Pengadilan

KIAT: Pelaksanaan Putusan Arbitrase

KIAT: Putusan Arbitrase Internasional - Tahapan Eksekusinya di Indonesia

3

4

5

7

9

11

12

Page 4: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

4

INFO

Penggabungan 6 Lembaga PenyeLesaian sengketa Jasa keuangan

Sumber: https://jateng.tribunnews.com/2019/12/14/lembaga-sengketa-industri-keuangan-selesai-di-2020

Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menargetkan penggabungan enam lembaga penyelesaian sengketa jasa keuangan untuk rampung pada

bulan Desember 2020. Lembaga-lembaga arbitrase seperti: 1. Badan Arbitrase Pasar Modal Indonesia (BAPMI); 2. Badan Mediasi dan Arbitrase Asuransi Indonesia (BMAI); 3. Badan Arbitrase dan Mediasi Perusahaan Penjaminan Indonesia (BAMPPI); 4. Badan Mediasi Dana Pensiun (BMDP); 5. Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa Perbankan Indonesia (LAPSPI); 6. Badan Mediasi Pembiayaan dan Pergadaian Indonesia (BMPPI) akan tergabung dalam satu wadah bernama Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa (LAPS). Penggabungan ini sejalan dengan Peraturan OJK Nomor 1/POJK.07/2014 tentang Lembaga Alternatif Penyelesaian Sengketa di Sektor Jasa Keuangan.

Saat ini, enam lembaga tersebut masih berdiri secara terpisah berdasarkan sektornya masing-masing. Dalam proses penggabungan ini, OJK tengah menyiapkan struktur organisasi dan sumber daya manusia yang diperlukan, terutama terkait rencana adanya satu pengurus yang akan mewakili enam sektor tersebut.

Menurut OJK, penggabungan tersebut dipicu oleh fenomena ketika beberapa lembaga penyelesaian sengketa sangat sedikit menerima pengaduan, sementara jumlah pengaduan justru melimpah dan sulit tertangani pada lembaga penyelesaian sengketa lain. Oleh karena itu, LAPS dibentuk agar pekerjaan serta biaya operasional yang dikeluarkan lebih efisien. Terlebih saat ini semakin banyak produk jasa keuangan yang terintegrasi sehingga LAPS juga diharapkan mampu meningkatkan efisiensi perlindungan konsumen. KBA

beLeid baru daftar Positif investasi

Kemudahan berbisnis di Indonesia tetap berada pada peringkat ke-73 dari 190 negara dalam laporan Doing Business 2020 yang dirilis oleh Bank Dunia. Meskipun

peringkatnya tetap, Indonesia mencatatkan peningkatan skor pada indeks dari 67,96 pada tahun lalu menjadi 69,6.1 Pemerintah Indonesia terus berupaya meningkatkan pertumbuhan ekonomi di Indonesia, salah satunya dengan mengubah Daftar Negatif Investasi (DNI) menjadi Daftar Positif Investasi (DPI) pada Januari 2020.

Berbeda dengan DNI yang memuat area tertutup bagi investasi di Indonesia, DPI yang akan diatur dalam Perpres, memuat Klasifikasi Baku Lapangan Usaha Indonesia (KBLI) sebagai prioritas pemerintah. Dalam hal ini, investasi saham asing di berbagai bidang kabarnya diperbolehkan dibuka hingga 100%. DPI akan menjadi acuan investasi yang diperbolehkan di Indonesia dan juga akan berisi aturan khusus. Bidang usaha yang termasuk dalam DPI akan mendapatkan fasilitas dari pemerintah, seperti keringanan pajak (tax holiday) serta superdeduction tax untuk investor yang tidak hanya membawa uang, teknologi, dan pengetahuan, tetapi juga menciptakan kegiatan produktif bagi Indonesia.

Sementara untuk daftar bidang usaha yang tertutup tetap diadakan, dan akan diatur dalam omnibus law. Omnibus law merupakan undang-undang yang mengatur multisektor,

yang mampu merevisi hingga mencabut ketentuan yang ada dalam undang-undang lain—yang berbelit dan tumpang tindih.2 Adapun enam bidang usaha yang akan tetap tertutup untuk penanaman modal, yakni:31. Budidaya ganja;2. Penangkapan spesies ikan yang tercantum dalam

Appendix I Convention on International Trade in Endangered Species of Wild Fauna and Flora (CITES);

3. Pemanfaatan (Pengambilan) Koral/Karang dari Alam untuk: Bahan Bangunan/Kapur/Kalsium, Akuarium, dan Souvenir/Perhiasan, serta Koral Hidup atau Koral Mati (recent death coral) dari Alam;

4. Industri Pembuat Chlor Alkali dengan Proses Merkuri;5. Industri Bahan Kimia Daftar-1 Konvensi Senjata Kimia

sebagaimana tertuang dalam Lampiran I UU No. 9/2008 tentang Penggunaan Bahan Kimia sebagai Senjata Kimia; dan

6. Perjudian/Kasino.

Meskipun DPI dapat mendongkrak masuknya investasi, kebijakan tersebut dikhawatirkan memengaruhi kelangsungan Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM) yang belum kuat berdaya saing. Untuk itu, pemerintah perlu menerapkan kebijakan seperti investor asing yang modal usahanya tidak besar wajib bermitra dengan UMKM setempat. HwO

1. Doing Business 2020 economy Profile Indonesia: Comparing Business Regulation in 190 economies, World Bank group;2. Mengenal “Omnibus Law“ yang akan dibahas Pemerintah dan DPR, https://nasional.kompas.com/read/2019/11/29/13511951/mengenal-omnibus-law-yang-akan-dibahas-pemerintah-dan-dpr?page=all diakses pada tanggal 2 Desember 2019;3. Muhamad Wildan, Daftar Positif Investasi: Status dari 14 Bidang Usaha Belum ditentukan, https://ekonomi.bisnis.com/read/20191121/9/1173007/daftar-positif-investasi-status-dari-14-bidang-usaha-belum-ditentukan diakses pada tanggal 2 Desember 2019 .

Page 5: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

5

TANyA JAwAB

Q: Apakah PengadilanNegeri memiliki wewenang untuk mengadili perkara yang penyelesaiannya telah disepakati oleh para pihak melalui jalur arbitrase di BANI?

A: Apabila pada perjanjiandisepakati klausul mengenai penyelesaian suatu perselisihan melalui arbitrase oleh Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) atau badan arbitrase lainnya yang diakui berdasarkan ketentuan Pasal 1 angka 9 UU No. 30 Tahun 1999 (UU Arbitrase), maka merujuk kepada ketentuan Pasal 3 UU Arbitrase Pengadilan Negeri tidak berwenang untuk mengadili sengketa tersebut.

Selanjutnya pada Pasal 11 UU Arbitrase dijelaskan bahwa para pihak yang telah sepakat untuk menyelesaiakan suatu perselisihan melalui jalur arbitrase menyebabkan hilangnya hak para pihak untuk mengajukan suatu perselisihan atas perjanjian kepada Pengadilan Negeri. Selanjutnya Pengadilan Negeri berdasarkan ketentuan Pasal 11 ayat (2) UU Arbitrase diwajibkan untuk menolak suatu penyelesaian perselisihan yang telah ditetapkan melalui arbitrase.

Dengan demikian, dalam hal perjanjian yang penyelesaiannya telah disepakati melalui jalur arbitrase, maka berdasarkan Pengadilan Negeri tidak memiliki wewenang untuk memutus perselisihan. MAd

Q: Siapa yang dapatditunjuk atau diangkat menjadi seorang arbiter di BANI?

A: Menurut UU 30/1999, yangdapat diangkat sebagai arbiter adalah seorang atau lebih yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa atau yang ditunjuk oleh Pengadilan Negeri atau oleh lembaga arbitrase, untuk memberikan putusan mengenai sengketa tertentu yang diserahkan penyelesaiannya melalui arbitrase. Sebagai tambahan, dapat diinformasikan pula bahwa berdasarkan ketentuan Pasal 12 UU Nomor 30/1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) serta Pasal 10 ayat 3 Peraturan BANI, disebutkan bahwa untuk diangkat dan ditunjuk menjadi seorang arbiter, arbiter tidak sedang menjalani atau bertindak sebagai hakim, jaksa, panitera pengadilan, atau pejabat pemerintah lainnya.

Dalam menjalankan tanggung jawab atas tindakannya sebagai arbiter pada saat menjalankan proses arbitrasi, peraturan BANI tidak mengatur secara spesifik. Akan tetapi berdasarkan ketentuan Pasal 21 UU No. 30 tahun 1999 (UU Arbitrase) dinyatakan bahwa arbiter atau majelis arbitrase tidak dapat dikenakan tanggung jawab hukum atas segala tindakan yang diambil selama proses persidangan berlangsung untuk menjalankan fungsinya sebagai arbiter atau mejelis arbitrase, kecuali dapat dibuktikan adanya itikad tidak baik dari tindakan tersebut. MAd

Q: Apa yang dimaksuddengan Anton Piller Order? Apakah pada proses beracara di Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) dapat diajukan permohonan Anton Piller Order?

A: Anton Piller Order adalah salahsatu bentuk putusan sementara (injunction) yang lazim digunakan oleh negara-negara Anglo Saxon. Anton Piller Oder berawal dari perkara Anton Piller Kg v Manufacturing Processes Ltd., yang mengakibatkan terbitnya penetapan sementara untuk memperbolehkan pemohon tanpa memberikan notifikasi kepada pihak termohon, melakukan pemeriksaan pada bangunan, gudang milik termohon yang dalam hal tersebut pemohon diperbolehkan untuk melakukan penyitaan, pemeriksaan, atau membuat salinan atas bukti yang memiliki keterkaitan dengan perkara.

Atas penjelasan di atas dapat diinformasikan bahwa untuk saat ini berdasarkan ketentuan PeRMA No. 5 Tahun 2012 hanya sengketa Hak Kekayaan Intelektual melalui yurisdiksi Pengadilan Negeri Niaga yang mengenal ketentuan terkait putusan sementara. Namun demikian, meskipun dalam hukum acara tidak mengenal konsep putusan sementara dalam penjelasan UU No. 30 Tahun 1999 (UU Arbitrase), arbiter atas permintaan salah satu pihak dapat mengambil putusan provisional atau putusan sela lainnya termasuk menetapkan sita jaminan, memerintahkan penitipan barang, atau menjual barang yang sudah rusak serta mendengarkan keterangan saksi serta ahli. MAd

Page 6: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

66

TANyA JAwAB

A: Iya. Berdasarkan Pasal 11 Peraturan dan Prosedur BANI tahun 2018 (Peraturan BANI), pengingkaran terhadap seorang arbiter dapat dilakukan apabila terdapat suatu keadaan yang menimbulkan keraguan terhadap netralitas dan/atau kemandirian arbiter tersebut. Secara umum, UU No. 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase) mewajibkan arbiter untuk memenuhi persyaratan berupa (i) tidak mempunyai hubungan keluarga sedarah atau semenda sampai dengan derajat kedua dengan salah satu pihak bersengketa; (ii) tidak mempunyai kepentingan finansial atau kepentingan lain atas putusan arbitrase.

Selain persyaratan yang ditentukan dalam UU Arbitrase, dalam praktik arbitrase internasional, IBA guidelines on Conflicts of Interest in International Arbitration (IBA Conflicts guidelines) seringkali digunakan sebagai pedoman untuk menentukan netralitas dan kemandirian arbiter saat terdapat keadaan yang menimbulkan keraguan atas hal tersebut. IBA Conflicts guidelines menyediakan daftar keadaan yang dianggap mungkin menimbulkan situasi konflik, dengan klasifikasi sebagai berikut:1

1. Red List, terdiri atas keadaan-keadaan yang secara objektif menimbulkan konflik kepentingan. Red List terbagi menjadi Non-waivable Red List dan Waivable Red Lista. Non-Waivable Red List terdiri atas

keadaan-keadaan yang dapat menimbulkan dan melanggar prinsip nemo iudex in causa sua sehingga disclosure atas keadaan tersebut saja tidak dapat menghilangkan konflik. Dalam hal terdapat keadaan yang disebutkan dalam Non-Waivable Red List, arbiter

harus mengundurkan diri dari perkara, misalnya arbiter adalah manajer, direktur atau anggota dewan pengawas, atau memiliki kemampuan pengendalian serupa di salah satu pihak.

b. Waivable Red List terdiri atas keadaan-keadaan yang mewajibkan tidak hanya disclosure dari arbiter atas keadaan tersebut, tetapi juga pengesampingan khusus dari pihak lawan atas keadaan tersebut, misalnya: arbiter memiliki saham, baik secara langsung maupun tidak langsung di perusahaan tertutup salah satu pihak atau afiliasinya.

2. Orange List, terdiri atas keadaan-keadaan yang mungkin menimbulkan keraguan atas netralitas dan kemandirian arbiter tetapi keadaan-keadaan tersebut tidak dapat dijadikan dasar untuk mendiskualifikasi arbiter tersebut secara otomatis, misalnya: arbiter pernah ditunjuk sebagai arbiter dalam arbitrase yang melibatkan salah satu pihak atau afiliasinya dalam tiga tahun terakhir.

3. green List, terdiri atas keadaan-keadaan yang tidak wajib diumumkan oleh arbiter, dengan mempertimbangkan bahwa keadaan tersebut secara objektif tidak menunjukkan adanya konflik kepentingan yang relevan, misalnya: arbiter dan kuasa hukum salah satu pihak pernah bertindak bersama-sama sebagai arbiter atau co-counsel dalam suatu arbitrase.

Namun demikian, kami menggarisbawahi bahwa IBA guidelines tidak mengikat badan arbitrase manapun dan hanya berfungsi sebagai pedoman untuk menentukan telah terjadinya konflik kepentingan atau tidak.

Adapun prosedur pengingkaran arbiter di BANI terdiri atas tahapan:

1. Dalam hal susunan majelis arbitrase belum terbentuk, maka suatu pihak dapat mengajukan pengingkaran terhadap calon arbiter yang netralitas dan kemandiriannya diragukan. Apabila calon arbiter tersebut memiliki konflik kepentingan dengan perkara atau pihak yang bersengketa, maka ia wajib mengundurkan diri;2

2. Dalam hal susunan majelis arbitrase telah terbentuk, maka pengajuan pengingkaran dilakukan dengan menyampaikan pemberitahuan tertulis dalam waktu 14 (empat belas) hari setelah identitas arbiter diberitahukan atau 14 (empat belas) hari setelah pihak pengingkar mengetahui keterangan yang menjadi dasar pengingkaran dengan melampirkan dokumen-dokumen pembuktian yang mendasari pengingkaran atau 14 (empat belas);3

3. BANI meneliti bukti-bukti pengingkaran melalui tim khusus, terdapat dua kemungkinan. Apabila arbiter yang diingkari setuju untuk mundur, atau pihak lain menerima pengingkaran tersebut, maka arbiter pengganti akan ditunjuk dengan cara yang sama seperti penunjukan arbiter yang mengundurkan diri tersebut4

4. Apabila pengingkaran tidak diterima pihak lain atau arbiter tidak menerima pengingkaran itu dan Ketua BANI juga menganggap bahwa pengingkaran tersebut tidak berdasar, maka arbiter yang diingkari harus melanjutkan tugasnya sebagai arbiter.5

Pengingkaran sebaiknya hanya dilakukan apabila terdapat keadaan-keadaan yang secara jelas menunjukan bahwa arbiter memiliki konflik kepentingan. Hal ini karena dalam hal BANI menganggap pengingkaran tersebut tidak berdasar dan arbiter yang diingkari tetap melanjutkan tugasnya, situasi itu kemungkinan besar dapat membawa pihak pengingkar dalam keadaan yang kurang menguntungkan. wNA

Q: Apakah peraturan BANI mengizinkan pengingkaran terhadap seorang arbiter?

1. https://singaporeinternationalarbitration.com/2012/07/19/iba-guidelines-on-conflicts-of-interest-in-international-arbitration/; 2. Pasal 12 ayat 2 Peraturan BANI; 3. Pasal 12 ayat 1 Peraturan BANI; 4. Pasal 12 ayat 2 Peraturan BANI; 5. Pasal 12 ayat 3 Peraturan BANI.

Page 7: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

7

OPINI

Sebagai lembaga arbitrase nasional, Badan Arbitrase Nasional Indonesia (BANI) idealnya dapat menjadi lembaga arbitrase utama untuk

menyelesaikan sengketa atau perbedaan pendapat terkait bisnis yang melibatkan investor Indonesia. Akan tetapi, banyak investor Indonesia lebih memilih menyelesaikan sengketanya melalui Singapore International Arbitration Centre (SIAC). Laporan SIAC 2018 mencatat bahwa terdapat 62 pihak Indonesia yang berperkara di SIAC pada tahun 2018. Laporan SIAC 2018 tersebut juga telah menempatkan Indonesia pada peringkat ke-5 negara dengan perkara terbanyak di SIAC.

Peraturan bani: HaruskaH akomodasi

asPirasi investor?

Preferensi investor, baik domestik maupun asing dalam memilih lembaga arbitrase ditentukan oleh berbagai faktor, antara lain kemampuan lembaga arbitrase dalam mengakomodasi aspirasi investor yang bersengketa. Berdasarkan fakta tersebut, BANI serta peraturannya, sebagaimana termaktub dalam Peraturan dan Prosedur Arbitrase BANI 2018 (Peraturan BANI), dianggap masih belum mengakomodasi aspirasi investor jika dibandingkan dengan SIAC dengan peraturannya, sebagaimana termaktub dalam Peraturan Arbitrase SIAC 2016 (Peraturan SIAC).

Page 8: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

8

Pertama, Pasal 11.3 Peraturan BANI menetapkan arbiter ketiga (ketua majelis arbitrase) tetap akan dipilih oleh Ketua BANI, meskipun para pihak menyepakati sebaliknya. BANI berpendapat bahwa dikarenakan para pihak telah menunjuk arbiternya masing-masing, maka ketua majelis arbitrase harus ditunjuk oleh Ketua BANI. Berbeda dengan Peraturan BANI, Peraturan SIAC memberikan keleluasaan bagi para pihak untuk menunjuk ketua majelis arbitrase. Pasal 11.3 Peraturan SIAC menyatakan kecuali para pihak telah menyepakati prosedur lain untuk penunjukan arbiter ketiga, atau apabila prosedur yang telah disepakati tersebut tidak menghasilkan suatu pencalonan dalam batas waktu yang disetujui oleh para pihak atau ditentukan oleh Panitera, Presiden SIAC akan menunjuk arbiter ketiga yang akan menjadi ketua majelis arbitrase.

Kedua, Pasal 10.1 Peraturan BANI menetapkan bahwa para pihak hanya dapat menunjuk arbiter yang terdaftar pada daftar arbiter BANI untuk bertindak sebagai arbiter yang akan menyelesaikan sengketa. Penunjukan arbiter di luar daftar arbiter BANI dapat dilakukan dengan menyampaikan permohonan kepada Ketua BANI dengan catatan arbiter tersebut harus memiliki keahlian khusus. Apabila Ketua BANI menolak permohonan arbiter di luar daftar arbiter BANI, maka Ketua harus merekomendasikan, atau menunjuk—dengan pilihannya sendiri—arbiter

alternatif yang dipilih dari daftar arbiter BANI, atau seorang pakar yang memenuhi syarat dalam bidang yang diperlukan, tetapi tidak terdaftar di dalam daftar arbiter BANI. Sebaliknya, Peraturan SIAC memberikan kebebasan bagi para pihak untuk memilih arbiter, baik yang terdaftar di SIAC ataupun tidak.

Ketiga, larangan penunjukan arbiter di luar daftar arbiter BANI tidak ditunjang dengan jumlah arbiter yang terdaftar di BANI. Berdasarkan catatan situs resmi BANI, hanya terdapat 149 arbiter terdaftar di BANI pada September 2019. Sementara itu, situs resmi SIAC mencatat sebanyak 536 arbiter tercatat di SIAC pada periode yang sama.

Pada akhirnya, BANI dianggap perlu melakukan revisi atas peraturan BANI agar lebih mengakomodasi aspirasi investor, mengingat pemilihan forum arbitrase sepenuhnya kewenangan investor. Oleh karena itu, untuk meningkatkan minat investor dalam menyelesaikan perkaranya melalui BANI, Peraturan BANI harus memberikan kebebasan kepada investor untuk memilih ketua majelis arbitrase, ataupun arbiter di luar daftar arbiter BANI tanpa memerlukan persetujuan Ketua BANI terlebih dahulu. Pada saat yang sama, BANI dituntut dapat meningkatkan kuantitas dan kualitas arbiter terdaftar untuk memperkaya pilihan arbiter bagi investor. SCN

OPINI

Page 9: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

9

TELAAH

Era globalisasi yang melanda seluruh dunia memengaruhi berbagai aspek kehidupan, salah satunya aspek ekonomi. Ya, saat ini dunia

memang semakin terintegrasi, seolah tanpa batas (the borderless world), sementara persaingan antar pelaku bisnis semakin ketat. Bila terjadi sengketa bisnis, para pelaku bisnis umumnya dihadapkan kepada pilihan penyelesaian sengketa, misalnya melalui pengadilan (litigasi) atau di luar pengadilan (non litigasi). Dasar hukum bagi para pihak dalam memilih forum untuk menyelesaikan sengketa bisnis juga diatur dengan jelas dalam Pasal 58 Undang–Undang Nomor 48 Tahun 2009 tentang Kekuasaan Kehakiman (UU 48/2009) yang menyatakan “Upaya penyelesaian sengketa perdata dapat dilakukan di luar pengadilan negara melalui arbitrase atau alternatif penyelesaian sengketa”. Demikian juga Pasal 6 ayat (1) UU 30/1999 yang menyebutkan bahwa “Sengketa atau beda pendapat perdata dapat diselesaikan oleh para pihak melalui alternatif penyelesaian sengketa yang didasarkan pada itikad baik dengan mengesampingkan penyelesaian secara litigasi di Pengadilan Negeri”. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat dilihat bahwa para pihak diberi kebebasan untuk memilih penyelesaian sengketa, baik itu melalui forum pengadilan atau alternatif penyelesaian sengketa. Salah satu alternatif penyelesaian sengketa yang dapat dipilih oleh para pihak adalah melalui mekanisme arbitrase.

Berdasarkan Pasal 1 ayat (1) Undang–Undang Nomor 30 Tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU 30/1999) “Arbitrase adalah cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada

arbitrase: beberaPa keungguLannya dibandingkan PengadiLan

perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa”. Ketika membahas arbitrase sebagai salah satu penyelesaian sengketa maka yang harus diketahui adalah tentang objek arbitrase itu sendiri. Objek arbitrase adalah hal-hal yang dibahas atau yang dapat diselesaikan melalui arbitrase. Arbitrase merupakan salah satu pilihan penyelesaian sengketa di luar pengadilan tetapi tidak semua sengketa dapat diselesaikan melalui arbitrase. Hanya sengketa tertentu yang dapat menjadi objek sengketa. Dalam Pasal 5 UU 30/1999 dinyatakan bahwa objek sengketa yang dapat diselesaikan melaui arbitrase, yaitu “Sengketa yang dapat diselesaikan melalui arbitrase hanya sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak yang menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh pihak yang bersengketa” Pasal tersebut tidak memberikan penjelasan yang termasuk dalam bidang perdagangan tersebut. Akan tetapi jika dihubungkan dengan penjelasan Pasal 66 UU 30/1999 maka akan diketahui yang dimaksud dengan “ruang lingkup hukum perdagangan” adalah kegiatan-kegiatan, antara lain bidang Perniagaan, Perbankan, Keuangan, Penanaman Modal, Industri, dan Hak Kekayaan Intelektual. Dalam Pasal 5 UU 30/1999 juga menyatakan mengenai apa yang tidak dapat menjadi objek sengketa arbitrase, yaitu “Sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut peraturan perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian”.

Arbitrase menjanjikan beberapa keunggulan daripada melalui pengadilan, misalnya sebagai berikut:

Page 10: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

10

1. Arbiter yang dipilih para pihak adalah arbiter yang memang memiliki keahlian dan kompetensi dalam bidang usaha yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara tersebut sehingga mereka memahami permasalahan yang dipersengketakan. Berdasarkan Pasal 12 ayat (1) huruf e UU 30/1999 ditentukan syarat yang dapat ditunjuk atau diangkat menjadi arbiter, yaitu harus memenuhi syarat “memiliki pengalaman serta menguasai secara aktif di bidangnya paling sedikit 15 tahun”. Dengan demikian dapat dipastikan arbiter tersebut memiliki dasar pengetahuan dan pemahaman yang cukup terkait dengan bidang usaha yang menjadi pokok permasalahan dalam perkara yang akan ditanganinya.

2. Adanya jaminan kerahasiaan. Sifat konfidensial dalam prosedur arbitrase membuat arbitrase dipandang sebagai alternatif penyelesaian sengketa yang sesuai dengan kebutuhan dunia bisnis. Hal ini dikarenakan proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase dilakukan tertutup dan putusannya pun tidak dipublikasikan. Berdasarkan Pasal 27 UU 30/1999 yang menyatakan “Semua pemeriksaan sengketa oleh arbiter atau majelis arbitrase dilakukan secara tertutup”. Hal ini merupakan nilai tambah bagi para pihak karena pada umumnya para pihak tidak ingin bahwa publik mengetahui permasalahan yang sedang terjadi, terlebih para pelaku usaha yang sangat menjunjung tinggi reputasi baik bagi perusahaan yang bersangkutan.

3. Adanya peluang bagi para pihak yang bersengketa untuk tetap menjalin kerja sama (bisnis) setelah perkara diputus. Tidak sedikit yang berharap agar penyelesaian melalui proses arbitrase dapat memberikan jalan keluar terbaik. Dikarenakan poin utama dari para pihak adalah untuk mencari jalan keluar dari masalah yang ada sehingga menguntungkan para pihak (win-win solution). Berbeda dengan penyelesaian melalui pengadilan, yang umumnya bertujuan mengakhiri atau membatalkan kontrak demi pengantian kerugian yang dialami. Itulah yang menjadikan arbitrase sebagai pilihan terbaik bagi para pelaku bisnis yang hendak menyelesaikan permasalahan yang ada tetapi tetap mengedepankan hubungan baik.

Selain mengenai apa yang menjadi kelebihan penyelesaian sengketa melalui arbitrase, terdapat pula beberapa kekurangan arbitrase yaitu:11. Arbitrase belum dikenal secara luas, baik oleh

masyarakat awam maupun masyarakat bisnis. 2. Masyarakat belum menaruh kepercayaan yang

memadai sehingga enggan memasukkan perkaranya kepada lembaga-lembaga arbitrase. Hal ini dapat dilihat dari sedikitnya perkara yang diajukan dan diselesaikan melalui lembaga-lembagai arbitrase yang ada.

3. Lembaga arbitrase dan ADR tidak mempunyai daya paksa atau kewenangan melakukan eksekusi putusannya.

4. Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam arbitrase sehingga mereka sering kali mengingkari dengan berbagai cara, baik dalam teknik mengulur waktu, perlawanan, gugatan pembatalan, dan sebagainya.

5. Kurangnya para pihak yang memegang etika bisnis. Sebagai mekanisme extra judicial, arbitrase hanya dapat bertumpu di atas etika bisnis, seperti kejujuran dan kewajaran.

Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa arbitrase adalah salah satu bentuk penyelesaian sengketa di luar pengadilan. Para pihak yang akan menyelesaikan sengketa melalui arbitrase harus menuangkannya dalam bentuk perjanjian arbitrase yang dibuat sebelum terjadinya sengketa maupun setelah terjadinya sengketa. Pemilihan arbitrase sebagai forum penyelesaian sengketa di luar pengadilan dilatarbelakangi pertimbangan adanya berbagai keuntungan arbitrase, yaitu para pihak yang dapat memilih arbiter sendiri sehingga kualitas putusannya lebih terjamin, adanya kerahasiaan putusan arbitrase sehingga hubungan para pihak yang terkait akan tetap terjaga. Kemudian sebagai alternatif penyelesaian sengketa, tentu arbitrase adalah titik temu dalam membantu mewujudukan penyelesaian sengketa yang menguntungkan, memberikan rasa aman dan fleksibel, seiring perubahan dalam dunia bisnis yang terus berkembang secara universal dan global. yIO

1. Bambang Sutiyoso. 2006. Penyelesaian Sengketa Bisnis: Solusi dan Antisipasi bagi Peminat Bisnis dalam Menghadapi Sengketa Kini dan Mendatang. Yogyakarta: Citra Media Hukum, h 104-105.

TELAAH

Page 11: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

11

KIAT

1. Pasal 60 UU No. 30/1999; 2. Pasal 61 UU No. 30/1999; 3. Pasal 6 ayat (7) UU No. 30/1999; 4. Mutiara Hikmah, Implementasi Konvensi New York 1958 Dalam Perkara-Perkara Arbitrase Internasional di Indonesia, Jurnal Opinio Juris Vol. 13, 2013; 5. Convention on the Recognition and Enforcement of Foreign Arbitral Awards New York 1958, UNCITRAL, Vienna; 6. Pasal 62 ayat (3) UU No. 30/1999; 7. Pasal 65 UU No. 30/1999.

Putusan arbitrase bersifat final dan langsung memiliki kekuatan hukum tetap (binding) sejak diputuskan oleh arbiter atau majelis

arbiter—sebagaimana diatur dalam Pasal 60 UU No. 30/1999.1 Secara prinsip, putusan tersebut dapat dilaksanakan secara sukarela. Akan tetapi dalam perkembangan selanjutnya, sifat putusan yang seharusnya dilakukan secara sukarela sering juga tidak dipatuhi secara sukarela oleh pihak yang kalah. Pada keadaan demikian, pihak yang menang dapat meminta bantuan pengadilan dalam melaksanakan eksekusi sebagaimana diatur dalam Pasal 61 UU No. 30/1999.2 Hal ini mengingat, lembaga arbitrase hanyalah quasi pengadilan, sehingga putusan arbitrase tidak memiliki kekuatan eksekutorial. Jangka waktu pendaftaran untuk putusan arbitrase domestik adalah 30 (tiga puluh) hari, sedangkan untuk putusan arbitrase internasional tidak ada jangka waktu pendaftaran.3

Untuk memperoleh kekuatan eksekutorial pada putusan arbitrase, tidak dikenal intervensi apa pun melalui upaya hukum. Hanya saja, pihak yang kalah kadang-kadang bersurat kepada Ketua Pengadilan Negeri yang berwenang agar putusan arbitrase tersebut dibatalkan. Berdasarkan Pasal 70 UU No. 30/1999, para pihak dapat mengajukan permohonan pembatalan putusan arbitrase, apabila putusan tersebut diduga mengandung unsur-unsur sebagai berikut:

PeLaksanaan Putusan arbitrase

1. Surat atau dokumen yang diajukan dalampemeriksaan, setelah putusan dijatuhkan, diakuipalsu atau dinyatakan palsu;

2. Setelah putusan diambil ditemukan dokumenyang bersifat menentukan, yang disembunyikanoleh pihak lawan; atau

3. Putusan diambil dari hasil tipu muslihatyang dilakukan oleh salah satu pihak dalampemeriksaan sengketa.

Sebagai mitigasi risiko diajukannya permohonan pembatalan putusan arbitrase, maka para pihak harus memperhatikan alasan-alasan sebagaimana ketentuan Pasal 70 UU No. 30/1999. Dan dalam putusan arbitrase internasional, para pihak dapat memperhatikan syarat-syarat berikut agar putusan arbitrase asing tersebut diakui dan dieksekusi di Indonesia, di antaranya:1. Putusan arbitrase dikeluarkan oleh badan

arbitrase yang terletak di Negara anggota NewYork Convention 1958;4

2. Persoalan arbitrasenya terbatas pada ruanglingkup hukum perdagangan;5

3. Putusan arbitrase tersebut tidak bertentangandengan public order (ketertiban umum);6 dan

4. Mendapatkan surat perintah eksekusi (exequaturorder) dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.7

HwO

Page 12: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

12

Indonesia telah meratifikasi The Convention on The Recognition and Enforcement of Foreign Arbitration Awards (New York Arbitration Convention) atau yang

dikenal sebagai Konvensi New York sejak 5 Agustus 1981. Konvensi New York mempunyai makna penting karena mengatur 2 (dua) hal, yaitu: (1) Keabsahan perjanjian arbitrase (validity of arbitral agreements); dan (2) Pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase (recognition and enforcement of arbitral awards).

Indonesia mengatur perihal arbitrase dalam Undang-Undang Nomor 30 tahun 1999 tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa (UU Arbitrase). Pasal 1 UU Arbitrase mendefinisikan putusan arbitrase internasional sebagai putusan arbitrase yang dijatuhkan oleh Lembaga Arbitrase di luar wilayah hukum Republik Indonesia. Agar putusan arbitrase internasional tersebut dapat diberlakukan di Indonesia, maka terdapat beberapa persyaratan yang harus dipenuhi, yaitu:

1. Adanya Perjanjian Arbitrase yang menyatakan bahwa penyelesaian sengketa akan diselesaikan melalui arbitrase;

2. Putusan dikeluarkan oleh arbiter dari suatu negara yang terikat hubungan secara bilateral maupun multilateral dengan Indonesia (negara anggota Konvensi New York);

3. Ruang lingkup sengketa terbatas pada hukum perdagangan;

4. Putusan tidak bertentangan dengan ketertiban umum (public order);

5. Mendapat surat perintah eksekusi (exequatur order) dari Pengadilan Negeri Jakarta Pusat;

6. Jika Negara Kesatuan Republik Indonesia termasuk dalam para pihak yang bersengketa, harus memperoleh surat perintah eksekusi dari Mahkamah Agung yang selanjutnya akan dilimpahkan ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat.

KIAT

taHaPan eksekusi di indonesiaPutusan arbitrase internasionaL:

Page 13: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

13

KIAT

Tahapan pelaksaan putusan arbitrase internasional terdiri atas 3 tahap , yaitu:

1. Tahap Penyerahan dan Pendaftaran Putusan. Arbiter atau kuasanya menyerahkan dan

mendaftarkan Putusan kepada Panitera Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dengan melampirkan:a. Lembar asli atau Salinan otentik Putusan;b. Terjemahan resmi huruf a dalam Bahasa

Indonesia;c. Lembar asli atau Salinan otentik perjanjian

arbitrase;d. Terjemahan resmi huruf c dalam Bahasa

Indonesia;e. Keterangan dari perwakilan diplomatik

Republik Indonesia di Negara tempat Putusan dijatuhkan yang menyatakan bahwa benar Negara pemohon terikat secara bilateral maupun multilateral dengan Indonesia.

2. Tahap Pemberian Eksekuatur. Ketua Pengadilan Negeri, sebelum memberikan

perintah pelaksanaan (eksekuatur) terhadap Putusan, diwajibkan terlebih dulu untuk memeriksa secara substantif, apakah Putusan tersebut:a. Melebihi kewenangan arbiter;b. Bertentangan dengan ketertiban umum dan

kesusilaan;c. Telah memenuhi syarat dalam ruang lingkup

perdagangan dan sengketa yang tidak boleh didamaikan;

d. Tentang hak dalam kekuasaan para pihak.

3. Tahap Eksekusi Putusan. Dalam hal salah satu pihak adalah Negara

Republik Indonesia, surat perintah eksekusi dikeluarkan oleh Mahkamah agung, kemudian pelaksanaannya dilimpahkan kepada ketua Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Jika Negara Republik Indonesia tidak menjadi pihak di dalam sengketa, permohonan pelaksanaan putusan arbitrase internasional diputus oleh Ketua Pengadilan Jakarta Pusat yang kemudian mengeluarkan Surat Perintah Eksekusi, dan pelaksanaannya akan dilimpahkan kepada Ketua Pengadilan Negeri yang secara relatif berwenang melaksanakannya. Berdasarkan UU Arbitrase, tata cara pelaksanaan putusan arbitrase dilakukan dengan berpedoman kepada Hukum Acara Perdata yang berlaku, sebagai berikut:a. Peringatan/teguran (aanmaning);b. Sita eksekusi (executorial beslag);c. Penjualan/lelang;d. Pengosongan. MPw/VKA

Page 14: ARBITRASE - ap-lawsolution.com€¦ · pandangan kantor hukum Anggraeni and Partners terhadap suatu permasalahan hukum tertentu. Telaah, opini, dan informasi dalam Actio tidak dapat

14