aplikasi metode persidangan semu pada … · dari dewan pers yang mendahului proses litigatif; c)...

14
APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA PEMBELAJARAN HUKUM PERS BAGI PENEGAK HUKUM Muhammad Rustamaji Dewi Gunawati Fakultas Hukum dan FKIP UNS e-mail: hatch! [email protected] Abstract The study aims to obtain a method forlearningpseudo trial press law forlaw enforcers. The design of this study is action research (participatory research actions) that combines legal research and studies in the educationsector. Normativeresearch methods and sociologicalstudies used appropriate phasing In each year. Thetypes ofdata used inthis studyincludeprimaryand secondarydata. Data collectionmethods are interviews, questionnaires, and literature. Data processing is carried out through the stages of editing, coding, tabulating. Analysis technique using inductive and deductive thinking .. Observation of actual handling of the case became the foundation for further analysis based on legislation and groove trial. Observations thus further utilizedto formulate the appropriate method of fictitious courtpress law. In the first year of thisstudy produced findings: a) identification oftwo dominant factors typically by lawenforce ment officials inthe press dispute,namelythe use of Criminal Code offenses and negationcase particulari ties press, b). finding of distinctiveness criteria law enforcementpress located on the rightof reply and the role of the Press Council in the settlement release applied to the fictitious trial methods, c) learned of discrepanciesinthe prototype method fictitious courtpress lawenforcementagainstactualpracticeinthe field of press due to the design of learning in one direction and instructional issues that are not collabora tive. Furthermore, the results of this study indicate that a) the dominant factor affecting the typical law enforcement officials inthepress dispute actually consists ofthe application of the dominantoffenseinthe Criminal Codeas an affront legalsnares for members ofthepress, anddidnotunderstand theuniqueness ofdisputesettlementinthe groove press releases as Act mandatedby the press, b) uniquenesslies inthe settlement conference where the submission of the right of reply, complaintsto the Press Council, until the publication of the Press Council rekomendasaithatpreceded the litigatifc) discrepancies prototype artifi cialmethods of learning trials with the reality of law enforcement is due to the instructional design of the course and instructional problems thatactuallycan be parsed by the collaborative. Keywords: method, fictitious trial, the press law. Abstrak Penelitian bertujuan untuk memeroleh suatu metode persidangan semu dalam pembelajaran hukum pers bagi penegak hukum. Desain penelitian ini merupakan penelitian aksi (partisipatori actionsresearch) yang memadukan penelitian hukumdan penelitian di sektor pendidikan. Metode penelitian yuridis normatif maupun sosiologis digunakan sesuai pentahapan penelitian disetiaptahunnya Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan sekunder. Metode pengumpulan datayangialah wawancara, angket, dan studipustaka. Pengolahan data dilaksanakan melalui tahapediting, coding, tabulating. Teknikanalisis menggunakan metode berpikir induktif dan deduktif. Pengamatan penanganan kasus senyatanya menjadi pijakan untuk selanjutnya dianalisis berdasarkan perundangan dan alur persidangan. Hasil pengamatan demikian selanjutnya dimanfaatkan untuk memformulasikan metode persidangan semu yang sesuai ketentuan hukum pers. Pada tahun pertama penelitian ini menghasilkan temuan: a)teridentifikasinyadua faktordominan tipikal penegakan hukum oleh aparat dalamsengketa pers, yaitu penggunaan delik KUHP dan penegasian kekhasan perkara pers; b) ditemukannya kriteria kekhasan penegakkan hukum pers yang terletak pada hak jawab dan peran Dewan Persdalam penyelesaian perkara persyang diaplikasikan pada metode persidangan semu; c) diketahuinya ketidaksinkronan prototipe metode persidangan semu hukum pers terhadap praktik senyatanya penegakan hukum di bidang pers akibat desain pembelajaran satu arah dan permasalahan instruksional yangtidak kolaboratif. Selanjutnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwa a) faktor dominan yangmemengaruhi tipikal penegakan hukumolehaparat dalam sengketa perssejatinya terdiri atas dominannya penerapan delik penghinaan dalam KUHP sebagaijerathukum bagiinsan pers, dan tidak dipahaminya kekhasan penyelesaian sengketa pers dalam alur penyelesaian perkara pers sebagaimana diamanatkan oleh Undang-Undang pers; b) kekhasan penyelesaian perkarapers terletak padakeberadaan pengajuan hak jawab, pengaduan kepada Dewan Pers, hinggaterbitnyarekomendasai Yustisia Edisi84September- Desember2012 Aplikasi Metode Persidangan Semu pada... 67

Upload: dinhdan

Post on 14-Mar-2019

224 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

Page 1: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU

PADA PEMBELAJARAN HUKUM PERS BAGI PENEGAK HUKUM

Muhammad RustamajiDewi Gunawati

Fakultas Hukum dan FKIP UNS

e-mail: hatch! [email protected]

Abstract

The study aims to obtain a method forlearningpseudo trialpress law forlaw enforcers. The design ofthisstudy is action research (participatory research actions) that combines legal research and studies in theeducationsector. Normativeresearch methods and sociologicalstudies used appropriate phasing In eachyear. The types ofdata used inthis studyincludeprimaryand secondarydata. Data collectionmethods areinterviews, questionnaires, and literature. Data processing is carried out through the stages of editing,coding, tabulating. Analysis technique using inductive and deductive thinking .. Observation of actualhandling of the case became the foundation for further analysis based on legislation and groove trial.Observationsthus further utilizedto formulate the appropriate method of fictitious courtpress law. In thefirst year of thisstudy producedfindings: a) identification oftwodominant factors typically by lawenforcementofficials inthepress dispute,namelytheuse of Criminal Code offenses andnegationcase particularities press, b). finding of distinctiveness criteria lawenforcementpress located on the rightofreplyand therole of the Press Council in the settlement release applied to the fictitious trial methods, c) learned ofdiscrepanciesinthe prototypemethod fictitious courtpress lawenforcementagainstactualpracticeinthefield ofpress due to the design oflearning in one direction and instructionalissues that are not collaborative. Furthermore, the results of this study indicate that a) the dominant factor affecting the typical lawenforcement officials inthepress dispute actually consists of the application of the dominantoffense intheCriminal Codeas anaffrontlegalsnares for members ofthepress,anddidnotunderstand theuniquenessofdisputesettlementinthegroove press releases as Actmandatedby the press, b) uniquenessliesinthesettlement conference where the submissionofthe right ofreply, complaintsto the Press Council, until thepublication of the Press Council rekomendasaithatpreceded the litigatifc) discrepancies prototype artificialmethods of learning trials with the reality of law enforcement is due to the instructional design of thecourse and instructional problems thatactuallycan be parsed by the collaborative.

Keywords: method, fictitious trial, the press law.

Abstrak

Penelitian bertujuan untukmemerolehsuatu metode persidangan semu dalam pembelajaran hukum persbagi penegakhukum. Desain penelitian ini merupakan penelitian aksi (partisipatori actionsresearch) yangmemadukan penelitian hukumdan penelitian di sektorpendidikan. Metode penelitian yuridis normatifmaupunsosiologis digunakan sesuai pentahapan penelitian disetiaptahunnya Jenis data yangdigunakan dalampenelitian ini meliputi dataprimer dansekunder. Metode pengumpulan datayangialah wawancara, angket,danstudipustaka. Pengolahan data dilaksanakan melalui tahapediting, coding, tabulating. Teknikanalisismenggunakan metode berpikir induktifdandeduktif. Pengamatan penanganan kasus senyatanya menjadipijakan untukselanjutnya dianalisis berdasarkan perundangan danalur persidangan. Hasil pengamatandemikian selanjutnya dimanfaatkan untuk memformulasikan metode persidangan semu yang sesuaiketentuan hukumpers. Pada tahun pertama penelitian ini menghasilkan temuan: a)teridentifikasinyaduafaktordominan tipikal penegakan hukum olehaparat dalamsengketa pers, yaitu penggunaandelikKUHPdan penegasian kekhasan perkara pers; b)ditemukannya kriteria kekhasan penegakkan hukumpersyangterletak pada hakjawab dan peran Dewan Persdalam penyelesaian perkara persyangdiaplikasikan padametode persidangan semu;c) diketahuinya ketidaksinkronan prototipe metode persidangan semu hukumpersterhadap praktik senyatanya penegakan hukum dibidangpersakibatdesain pembelajaransatu arahdanpermasalahan instruksional yangtidak kolaboratif. Selanjutnya, hasil penelitian ini menunjukkan bahwaa) faktor dominan yangmemengaruhi tipikal penegakan hukumolehaparat dalam sengketa perssejatinyaterdiri atas dominannya penerapan delik penghinaan dalam KUHP sebagaijerathukum bagiinsan pers,dan tidak dipahaminya kekhasan penyelesaian sengketa pers dalam alur penyelesaian perkara perssebagaimanadiamanatkan oleh Undang-Undang pers; b) kekhasan penyelesaian perkarapers terletakpadakeberadaan pengajuanhak jawab, pengaduan kepada DewanPers, hinggaterbitnyarekomendasai

Yustisia Edisi84September- Desember2012 AplikasiMetode Persidangan Semu pada... 67

Page 2: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaranpersidangan semu dengan kenyataan penegakkan hukum lebih disebabkan pada desain pembelajaransatu arah dan permasalahan instruksional yangsejatinyadapat diurai dengan jalan kolaboratif.

Kata kunci: metode, persidangan semu, hukum pers.

A Pendahuluan

Kekerasan yang menempatkan wartawansebagai korban dalam menjalankan profesijurnaiistiknya (Angkasa, Agus Raharjo, 2007:119),masih saja terulang.Tewasnya wartawan Radar BaliAA Narendra Prabangsa yang diduga karenapemberitaannya, dan Marion Branden MrawartawanTVMandiriPapua yang ditikamdiatas kapal seusaimeliput (Hendaryana, 2010:1), maupun serentetangugatan dan tuntutan hukum berdasarkan KUHPterhadap media dengan permintaan gantikerugianmencapai miliaran rupiah,dengan dalihpencemarannama baik, kabar bohong, dan fitnah, terhadapmateri yang diberitakan, benar-benar bukan isapanjempoi belaka.

Mencermati fenomena demikian, perguruantinggi, khususnya fakultas hukum sejatinyaberpotensibesardalam melahirkan penegak hukumgenerasi baru yang teknologis-humanis (SatjiptoRaharjo,tt:5) serta memiliki integritasdan idealismehukum, yaitu generasi penegak hukum yangmemilikiidealisme untuk menjaga kebebasan dankemerdekaan pers. Oleh karenanya, pendidikanbagi penegak hukum; polisi, jaksa, hakim danadvokat menjadipentingdilakukan. Penegak hukumyang mengerti betul peran dan profesinya, tentutidak akan menggunakan delik yang diatur dalamKitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) (R.Soesilo, 1996:2) dalam menghadapi perkara pers,meiainkan menggunakan mekanisme penyelesaianperkara pers sebagaimana diaturdalam Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers,sayangnya hal sebaliknya yangjustru terjadi.Olehkarena itu, adanya metode pengenalan kasus perssejak dinimenjadi penting keberadaannya.

Pengenalanterhadap hukumpers melalui teori-teori, doktrin dan dasar hukum yang selama inidiajarkan tanpa kedekatan secara empirik.Permasalahan ini ialah bagaimana metodepersidangan semu dalam aktivitas pembelajaranhukum pers bagi penegak hukum maupun calonpenegak hukum (mahasiswafakultas hukum)?

B. Metode Penelitian

Desainpenelitian ini merupakan penelitian aksi{partisipatoriactions research) (M. Atwi Suparman.2005:38) yang memadukan penelitianhukumdanpenelitiandi sektor pendidikan. Untuk itumetodepenelitian yuridis normatif maupunyuridis sosiologis

digunakansesuai pentahapan penelitian disetiaptahunnya. Pelaksanaan penelitian pada tahunpertama,studiinduktif-deduktifdilakukan terhadapfaktor-faktor dominan yang memengaruhi suatutipikal penegakan hukum oleh aparat penegakhukum dalam menangani sengketa pers. Studiinduktif-deduktif ini juga dimaksudkan untukmenemukan kriteria-kriteriatertentu dalam analisisperancangan aplikasi metode persidangan semudalam pembelajaranhukumpers bagimahasiswasebagai calon penegak hukum, maupun bagipenegak hukum. Arahan untuk mengadakan peng-kajian sinkronisasi prototipe metode persidangansemu dalam pembelajaran hukum pers jugadilakukan dengan kerjasama Lembaga BantuanHukum(LBH) Pers Jakarta dan Dewan Pers, ataspraktik beracaraaparat penegakhukum, khususnyadalam penegakkan hukum pers. Pendekatanaksiini disesuaikandengan objekpenelitian yangberupaproses pembelajaran yang berlangsung dalamwaktu yang cukup panjang dan lama, kondisidemikian membutuhkan keteriibatan peneliti dalamkegiatan tersebut. Guna memperoleh kecukupanpemenuhan data dalam penyusunan modelpembelajaran persidangansemuperssebagaimanadirumuskan dalam tujuan dan urgensi penelitian,diperiukan lokasi utamadan lokasi pendukung yangrepresentatif dalam melaksanakan penelitian.Lokasi utama diarahkan mulai dari Dewan Pers,Lembaga Bantuan Hukum Pers Jakarta,Laboratorium llmu Hukum di Fakultas Hukum yangtergabung dalam Region JawaTengan danDIY, sertaKomunitas Peradilan Semu setempat.Adapun jenisdata yang peneliti gunakan dalam penelitian iniberasaldaridata primerdan data sekunder.Metodepengumpulan datayang digunakan dalam penelitianaction research, yaitu; wawancara, angket, danstudi pustaka(Mohammad Nazir. 1985:234). Padapenelitian kuantitatif, pengolahan data secara umumdilaksanakan melalui tahap memeriksa (editing),proses pemberian identitas (coding) dan prosesmembeberkan (tabulating) (Burhan Bungin.2005:25). Analisis data dilakukan secara induktifdan deduktif.

C. Hasil Penelitian dan Pembahasan

1. Pembelajaran dengan Model PersidanganSemu

Berdasarkan pilar-pilar teori pendidikanklasik, para pemikir Quantum Teaching telah

68 Yustisia Edisi84September- Desember2012 Aplikasi Metode Persidangan Semupada

Page 3: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

menciptakan payung yang mensintesiskansemua teori menjadi sebuah 'alaf yang mudahdigunakan. Cara-cara praktis untukmemengaruhi keadaan mental pelajardiuraikandengan jelas. Quantum teaching selaluberpusat pada 'apa yang masuk akal bagi parapelajar'(Michael Grinder dalam Bobbi de Porter dkk (Pujian Untuk Quantum Teaching),2007:xi).Langkah dan pentahapan dalam bukuyang mengorkestrasikan kesuksesan siswadalam dua sesi utama konteks dan konten

inilah yang menjadi patokan (state ofthe art)peneliti dalam penelitian penciptaan metodepersidangansemu dalam pembelajaran hukumpersdimaksud.

Kerangka konseptual penciptaan suatumetode persidangan semu dalampembelajaranhukum pers bagi penegak hukum yangmengintegrasikan antara teori dan praktek,pada prinsipnya berusaha menghadirkankonteks maupun konten persidanganke dalamkelas untuk diamati dan dipeiajari oleh pesertadidik(M.Rustamaji. DewiGunawati, 2011:59),baikdari kalangan mahasiswa(calon penegakhukum), maupun penegak hukum. Metodepembelajaran demikian menggunakanpendekatan perkembangan yang menempa-tkan peserta didik sebagai pembelajar sejatidalam konteks historis pendidikan progresif.Peserta didik dalamha!ini diposisikan menjadititik awalpengembangan metode. Inilah yangdisebut kelas progresif yang berpusat padapeserta didik (student oriented).

Pelajaran bagipendidikan progresifadalahbahwa pendidikanitusecara agak mendesakmenuntutadanyasuatu fiisafat pendidikan yangdidasarkan pada pengalaman. Dengandemikian,ide bahwasuatu teoriyang koherenmengenai pengalaman memberikan arah positifpadaseleksidanorganisasi terhadap berbagaimated dan metode pendidikan yang cocok,menuntut adanya upaya untuk memberikanarahbarubagitugas lembaga pendidikan.Darisudut pandang ini, prinsip kontinuitaspengalaman berarti bahwasetiap pengalamanmengambil sesuatu dari semua pengalamanyang beriangsung sebelumnya dan dengancara tertentu mengubah kualitas semuapengalaman yang menyusul. Sehinggademikian setiap pengalaman sejati akanmemberi kesan dan memiliki suatu sisi aktifyang dalam tigkat tertentu mengubah semuakondisi objektif dimana pengalaman itudiperoleh. Dalam konteks pendidik, dapatdicermati pandangan John Dewey sebagaiberikut.

Yustisia Edisi84 September- Desember2012

"Suatu tanggungjawab utama dari parapendidik ialah bahwa mereka tidak hanyamenyadari prinsip umum mengenaiterbentuknya pengalaman aktual oleh berbagaikondisi lingkungan, tetapi mereka juga secarakonkret menyadari keadaan sekitar macammanakah yang kondusif untuk memperolehberbagai pengalaman yang menyebabkanproses pertumbuhan (John Dewey. 2008:29)"

Mencermati konsepsi pengalaman dalampendidikan progresif, maka setidaknya terda-pat tiga macam cakupan dalam pelaksanaanprogram inovasi metode pembelajaran kelasyang berpusat pada peserta didik ini, yaitusebagai berikut.

a. Konstruktifisme. Para ahli konstruktif

meyakini bahwa pembelajaraan terjadiketika peserta didik berusaha memahamidunia dlsekelilingmereka. Jacqueline danMartin Brooks mengemukakan, pembelajaran menjadi proses interaktif yangmefibatkan teman sebaya, orang lain,danlingkungan. Mereka memahami apa yangterjadi di sekeliling mereka denganmensintesa pengalaman barudengan apayang telah mereka pahami sebelumnya(Jacqueline dan Martin Brooks. 2000:8).Bedah kasus, simulasi reka ulang perkara, maupun permainan peran (roleplaying) dalam miniatur persidangan semu,merupakan contoh aplikasi nilyang dapatdikembangkan untuk dijadikan"jembatan"penghubung antara lawin bookdan lawinactiondalam inovasi model pembelajaranhukum pers bagi peserta didik.

b. Metode terkiniyang sesuai perkembangan. Metode yang sesuai perkembanganadalah metode yang didasarkan padapengetahuan mengenai perkembanganpeserta didik. Program yang disesuaikandengan perkembangan, dirancang untukmembantu peserta didik menjawabpertanyaan-pertanyaan mereka sendiri.Saat peserta didik mengajukanpertanyaan, timbuHahminat, motivasi danperhatian mereka dengan sendirinya.Peran dosen di sini adalah menunjukkanjalan untuk menemukan jawaban yangmemuaskan peserta didik, tanpa terlalumenyederhanakan informasi, ataumenghujani pesertadidikdengan informasiyangtidakdapat dipahami (JacquelinedanMartin Brooks. 2000:9)

c. Pendidikan progresif. John Dewey yangdikenat sebagai bapak pendidikanprogresif, menekankan bahwa pendidikan

Aplikasi Metode Persidangan Semu pada... 69

Page 4: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

dipandang sebagai proses sepanjanghidup (kategori kontinuitas atau rangkaiankesatuan pengalaman), bukanlahpersiapan untuk masa mendatang (JohnDewey, 2008:21). Dewey berpendapatbahwa pendidikan yang ditujukan untukpersiapan pada masa dewasa, telahmenyangkal adanya kegembiraan danrasa ingin tahu yang terdapat dalam diripeserta didik, yang mereka bawa kesekolah/kampus. Pendidikan demikianjuga mengalihkan fokus pembelajaranyang seharusnya ditujukan terhadap minatdan kemampuan yang saat ininyata-nyatadimiliki peserta didik, dialihkan menjadifokus terhadap anggapan-anggapanabstrak tentang hal-hal yang mungkinmereka ingin capai di masa mendatang(John Dewey, 2008:10). Dalam hal ini,inovasi pembelajaran dengan modelpersidangan semu diharapkan memacupeserta didik untuk menggali potensimereka dalam menguasai mated yangdisukai dan diterapkan untuk mencarisolusi terhadap simulasi permasalahanhukum maupun kasuistik yang dihadapi.Sehingga peserta didik terhindar dariambisi memburu nilaitinggitanpa orientasikeilmuan yang memadai.

Adapun mengenai konten atau substansimetode persidangan semu dalam pembelajaranhukum pers bagi penegak hukum berkaitandengan ajaran relativisme Gustav Radbruchkhususnya mengenai antinomi-antinomi idehukum (antinomies of the idea of law) (KurtWilk dalam Hari Purwadi. 2007:10). GustavRadbruch mengemukakan bahwa beranjakdarikonsep hukum sebagai konsep budaya (cultural concept), yaitu konsep yang berhubungandengan nilai, maka ia menekankan pada nilaihukum (the value oflaw) dan ide hukum (theidea of law). Hukum menurut maknanyadimaksudkan untuk memenuhi ide tersebut.

Ide hukum yang dimaksud, ditemukannyadalam tiga elemen, yaitu keadilan (justice),kegunaan atau kemanfaatan (expediency) dankepastian hukum (legalcertainty). Sedangkanmengenai korelasi antara hukum dan hakimyang tampak dalam praktek hukumdimaksudkan untuk mengetahui cara hukumdigunakan dan dimaknai didepan pengadilan.Setidaknya terdapat empat konsep yangbersumber dari ajaran yang berbeda sepertidikemukakan oleh Theo Huijbers, yaitu legisme(ideenjurisprudenz), ajaran hukum bebas (freirechtsiehre), interessenjurisprudenz, dan

2.

idealisme hukum baru (new legal idealism)(OtjeSalman dan Anton F. Susanto. 2004:20).

Berdasarkan kajian pustaka yangdilakukan, diketahui bahwa pandangan yanglegistismemandang praktek di pengadilan tidaklainsebagai penerapan peraturan perundangandalam perkara-perkara konkret secara rasbnalbelaka. Hukum dipandang sebagai suatusistem logis yang beriaku bagi semua perkarakarena bersifat rasional. Teori rasionalitassistem hukum pada abad ke-19 ditunjukdengan istilah ideenjurisprudenz. Sedangkanajaran hukum bebas yang dikemukakan olehmazhab realisme Hukum Amerika membelakebebasan yang besar bagi sang hakim.Seorang hakim dapat menentukan putusannyadengan tidakterikatpada peraturanperundang-undangan. Dengan demikian ajaran inimerupakan suatu antitesis terhadapideenjurisprudenz. Sementara itu, interessenjurisprudenz tetap mempertahankan norma-norma hukum sebagai penentu dalam prosesdi pengadilan, walaupun situasi konkretdiperhitungkan juga sepenuhnya. Teori inidikualifikasi sebagai penemuan hukum(rechtsvinding), artinya hakim mencari danmenemukan keadilan dalam batas norma-norma yang telah ditentukan denganmenerapkannya secara kreatif pada tiap-tiapperkara konkret. Sedangkan di pihak lain,dalam idealisme hukum baru, undang-undangmemiliki bobot normatifbagi penerapan hukum,sebab Undang-Undang mencerminkancita-citahidupyang dituju dalam membentuk suatu tatahukum. Idealisme baru inihanya dapattimbuldalam rangka sistem hukum kontinental.Tekanan yang terjadi dalam idealisme hukumbaru, disamping Undang-Undangjuga terletakpada cita-cita bangsa, walaupun belumdihayati sepenuhnya. Jika mengikutiargumentasi Theo Huijbers, dalam konteksHukum Nasional, hakim di Indonesia secarakonsepsionallebihcenderung pada idealismehukum baru (new legal idealism) tersebut.

Identifikasi Faktor-faktor Dominan TipikalPenegakan Hukum oleh Aparat dalamSengketa Pers

Faktordominan yang memengaruhi tipikalpenegakan hukum oleh aparat (penyidik,penuntut umum, dan hakim)dalam sengketapers sejatinyaterdiri atas dua faktordominan.Di satu sisi faktor dominan penerapan delikpenghinaan dalam KUHP sebagai jerat hukumbagi insan pers, menjadi faktor utama yangberhasil diungkap. Adapun faktor kedua yaitu

70 YustisiaEdisi84September- Desember2012 Aplikasi MetodePersidangan Semu pada

Page 5: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

tidak dipahaminya kekhasan penyelesaiansengketa pers dalam alurpenyelesaian perkarapers sebagaimana diamanatkan oleh UndangUndang Pers. Kedua faktordominan demikianpada fase selanjutnya menjadi efek dominoterhadap tmplementasi penegakan hukum persyang dapat dicermati dalam beberapa kasusyang berhasil dikumpulkan.a. Faktor Dominan Penerapan Delik

Penghinaan dalam KUHP Sebagai JeratHukum Bagi Insan Pers

Berdasarkan pembedahan atasbeberapa kasus berikut, dapatdiungkapkan bahwa kecenderunganpenggunaan pasal pencemaran namabaik, berita bohong dan fitnah masihbanyak ditemukan dalam penegakanhukum di bidang pers. Mencermatiserentetan gugatan hukum terhadap mediadengantuntutan miliaran rupiah dengandalih pencemaran nama baik, kabarbohong dan fitnah terhadap mated yangdiberitakan, dialami oleh beberapa mediayangberanimemberitakan (membongkar)kasus yang merugikan hajathiduporangbanyak. Contoh kasus, PT. Asian AgriGroup (AAG) yang menggugat MajalahTempo atas berita investigasi tentangdugaan penggelapan pajak oleh PTAAG,kemudian kasus PT. Riau Andalan PulpAnd Paper (RAPP) yang menggugat KoranTempo atas beritadugaan pembalakanliar oleh RAPP, adalah sedikit gambarankasus perdatayang dimejahijaukan. Tidakhanya melalui jalur perdata, dakwaandengan ancaman pidana penjara jugamenjadi baiasan bagi beberapa jurnalis

atas hasil kerjanya dalam memberitakanatau membongkar suatu skandal. Haltersebut pemah dialami oleh Risang BimaWijaya, wartawan Radar Jogja, karenaberitanya yang mengangkat skandalpelecehan seksual oleh seorang boskoran terhadap karyawatinya. Risangharus mendekam di LembagaPemasyarakatan Cebongan karena karyajumalistiknya itu.

Gambaran contoh kasus di atas

menunjukan faktor dominan pertama,yaitupenggunaan pasal-pasal berkait delikpenghinaan dalam menghadapikebebasan menyampaikan pikiran danpendapat melalui pers. Faktor dominanpenggunaan KUHPdemikian pada tahapselanjutnya tidak lagi membedakanperbuatan yang dilakukan merupakantindakan individual yang menyerangkehormatan seseorang, atau justrupengungkapan kebenaran bagi khalayakramai oleh pers. Pada akhirnyasinkronisasi antara deiik penghinaan dankonsistensi perlindungan kebebasanberpendapat tidak lagi menjadipembanding dalam penegakan hukum dibidangpers. Padahalapabiladitelaahlebihrinci guna menemukan koridor jaminankemerdekaan pers serta kebebasanmengemukakan pikiran dan pendapatyang disandingkan dengan penegakkanhukum pers, akan ditemukan dua tahapsinkronisasi yaitu secara vertikal antaraperundangan hukum positif (KUHP, UUPers, UU ITE) terhadap konstitusi, dansinkronisasi horisontal antar produkhukum positif tersebut.

Pasal 27(1) Pasal 28E(2M3) Pasal 28 F

Undang-Undang No 40 Tahun1999 tentang Pers

Undang-Undang Dasar 1945

KUHP Pasal 310. 311.315.317.dan 318

Undang-Undang Nomor 11Tahun 2008 tentang ITE

Gambar 1. Skematik Sinkronisasi Vertikal Horizontal

Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Aplikasi Metode Persidangan Semu pada... 71

Page 6: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

Berkenaan dengan skematiksinkronisai vertikal dan horizontal yangdilakukan terhadap UUD1945, KUHP, UUPers, dan UU ITE di atas, dapat dilihatberagam sikronisasi sebagai berikut.1) Berdasarkan penguraian sinkronisai

vertikal antara KUHPterhadap UUD1945, dapat dilihat ketidaksinkronanpengaturan delik penghinaan,maupun pencemaran nama baik,yang diarahkan kepada pers yangmenjalankan ftingsi jumalistiknya

2) Mencermati pola hubungan yangtemyata menunjukkan keberianjutanpengaturan antara Undang-UndangPers terhadap UUD 1945, maka tidaksulit untuk menyatakan bahwaterdapat pola sinkronisasi yangselaras diantara kedua produkhukum dimaksud. Artinya dalamkomposisi pengaturan vertikal, keduaproduk hukum ini tidak terdapatposisi diametral yang saling mene-gasikan dalam menjamin kemerde-kaan pers beserta kebebasanmengemukakan pikiran dan pendapatbagi warga negara sebagai sebuahhak asasi dan amanat konstitusi.

3) Menarik konklusi UUD 1945 terhadapUU ITE,terdapat dua poin pengaturanITE terhadap jaminan kemerdekaanpers serta kebebasan mengemukakan pikiran dan pendapat dapatdiketahui sinkronisasi paruh yangmenunjukkan fenomena 'pedangbermata dua'. Dikatakan fenomena

'pedang bermata dua' kembali terjadidalam pengaturan Pasal 27 jo Pasal45 UU ITE karena, di satu sisiketentuan Pasal 27 jo Pasal 45 dalambatang tubuh UU ITE tersebutmemberikan kebebasan persmengeluarkan pikirandan pendapat,namun disaat yang sama pers bisasaja tersandera dengan pemidanaanpenjara dan/atau denda, yang siapmengancam atas tindak pidana yangdilakukan.

4) Menelaan sinkronisasi UU Persterhadap KUHP, diketahui bahwakedua norma dalam dua ketentuan

hukum yang berbeda tersebut jikatidak menempuh jalan tengah dalampenegakannya, secara gamblang

dapat segera diketahui adanyaketidaksinkronan yang kemudianterjadi.

5) Jika dikaji hubungannya, UU ITEdanKUHP ini mempunyai sinkronisasiyang baik dalam mengatur pembata-san kebebasan menyampaikan pendapat dan pikiran serta kemerdekaanpers.

6) Adapun mengenai sinkronisasi antaraUU Pers dan UU ITE, terdapat duakemungkinan taraf sinkronisai yaitu,jika UU ITE pada Pasal 27 jo Pasal45 dimaksud tidak ditujukan penga-tur aktivitas pers karena sudahmengindahkan kode etik pemberi-taan, dan tidak menarget perssebagai sasaran pengaturan pasaldimaksud, maka kemerdekaan persmaupun kebebasan menyampaikanpendapat dan pikiran tentu sangatterjamin. Pada tahap selanjutnya,pengecualian tujuan ini menunjukkan adanya sinkronisasi yang selarasdi antara UU Pers dan UU ITE.

Namun, jika sebaliknya, persdimasukkan pula dalam cakupansubyek hukum, baik individualmaupun entitas sosial, pendidikanmaupun bisnis, tanpa ada pengecualian di hadapan hukum, makayang terjadiadalah ketidaksinkronanantara kedua produk hukumdimaksud.

b. Kekhasan Penyelesaian Sengketa Persdalam Alur Penyelesaian Perkara Pers

Penanganan tindak pidana yangdilakukan berkaitan dengan pers memilikikeunikan tersendiri jika dibandingkandengan penanganan tindak pidana yanglain. Meskipun tidak terdapat hukum acarakhusus untuk menegakan hukum dalamlingkup pidana pers, tetapi terdapatprosedur tertentu yang harus dilalui.Keunikan prosedur penanganan tindakpidana pers dimaksud, dapat dicermatidari institusi yang terlibat dalampenanganan penegakan hukum pers,regulasi dan perundangan yang digunakan, unsur pidana yang dapat dikategori-kan untuk menentukan adanya kesalahan,pembuktian tindak pidana, serta alurpenangananya.

72 Yustisia Edisi 84 September- Desember2012 AplikasiMetode Persidangan Semu pada...

Page 7: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

Institusi Khusus— Kekhasar; Penyelesaian

Pe&ara Pars

_ Perundangan dan RegulasiBerkait Pers

Unsur Kesalahan dalam Kekhususan Pembuktian

Perkara Pers

Alur Penanganan

Gambar 2. Skematik Kekhasan Perkara Pers

Berpijak pada skematik di atas, dapatdiketahuibahwa penanganan perkara persmelibatkan institusi khusus yang tidakditemukan dalam penegakan hukum padaperkara lain, baik ordinary crimemaupunextraordinary crime. Institusi khususdimaksud adalah Dewan Pers. Menurut

ketentuan Pasal 5 ayat (2) Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentangPers, fungsi Dewan Pers antara lainmenetapkan dan mengawasi pelaksanaanKode Etik Jurnalistik dan memberikanpertimbangan dan mengupayakan penyelesaian pengaduan masyarakat ataskasus-kasus yang berhubungan pembe-ritaan pers. Namun jika kasus yangbersangkutan telah ditangani pihakkepolisian, Dewan Pers tidak akanmenangani pengaduan tersebut.

Berdasarkan ketentuan dimaksud,dapat dipahami bahwa Dewan Persmerupakan lembaga regulator di bidangpers, penegak kode etik, dan lembagayang menangani kasus pemberitaan pers.Menurut Pasal 1 Prosedur Pengaduan diDewan Pers, pengadauan masyarakatyang ditangani Dewan Pers adalahmasalah yang terkait dengan pelaksanaan Kode Etik Jurnalistik, dan kasus-kasus lainyang menyangkut pemberitaan.

Apabila terdapat pengaduan, DewanPers akan mengupayakan musyawarahantara pengadu dan media yang diadukan.Namun jika tidak tercapai mufakat, makaDewan Pers akan melakukan pemerik-saan lebih lanjut. Pemeriksaan dilakukanmelalui sidang pleno yang akan meng-hasilkan Pernyataan penilaian danRekomendasi yang dikirim kepada parapihak, serta diumumkan secara terbuka.Pada tahap selanjutnya, perusahaan persyang diadukan wajibmematuhi pernyataanpenilaiandan rekomendasi. Jika penilaiandan rekomendasi demikian tidak dipatuhi,Dewan Pers akan membuat rekomendasiselanjutnya yang antara lain agar kasus

Yustisia Edisi 84 September- Desember2012

tersebut ditangani kepolisian atau digugatsecara perdata oleh pihak yang merasadirugikan atas pemberitaan yang dilanslr.

Melaluimekanisme pleno oleh DewanPers inilahterdapat alur pemeriksaan yangkhas dan mendahului proses penegakanhukum seperti yang selama ini dikenal.Pada sisi perkara pers demikian,muncullah beberapa alat bukti baru yangbelum dikenal dalam Pasal 184 KUHAP.

Beberapa alat bukti tersebut, antara lainsebagai berikut.

1) Karyajurnalistikyang dipublikasikan.Dalam hal ini obyek perkara pidanapers harus berbasis pada berita, baikcetak, elektronik maupun mediainternet. Oleh karenanya beritamerupakan bukti utama untuk diiaku-kannya sebuah pemeriksaanpembuktian. Mengacu pada ketentuan Undang-undang Nomor 11 Tahun2008 tentang ITE, dapat diketahuibahwa pemberitaan baik cetakmaupun melalui media internet danhasil rekaman, dapat digunakan danbernilai sebagai bukti.

2) Permohonan Wawancara. Alat buktiyang dapat menunjukkan apakah sangjumalis telah mengupayakan dengansungguh-sungguh langkah konfirmasiterhadap pihak yang merasa dirugikan,adalahpermohonanwawancara.Wujudpermohonan wawancara demikiandapat ditempuh dengan beragam carayang lazim, antara lain melalui suratresmi, telepon, pesan singkat (sms),faksimail, email yang cara lain yangwajar.

3) Rekaman wawancara, alat bukti inidimaksudkan untuk menunjukkanapakah pembuatan sebuah karyaberita didasarkan pada sumberyangjelas dan terkonfirmasi.

4) Pernyataan Penilaian dan Rekomendasi Dewan Pers. Pernyataan dari

Aplikasi Metode Persidangan Semu pada ... 73

Page 8: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

Dewan Pers atas sebuah adauan

pemberitaan merupakan alat buktiyang otentik karena diputuskandalam sebuah sidang pleno terhadapdugaan adanya pelanggaran kode etikjurnalistik atas karya jurnalistikdimaksud.

5) Hak Jawab. Keberadaan hak jawabdigunakan dalam pembuktian perkarapers berkait dengan apakah persyang melakukan kekeliruan telahmelayani hak jawab orang yangmendalilkan dirugikan. Tidak dilayani-nya hak jawab demikian akan ber-akibat dilanggamya kode etik jurnalistik dan bahkan pelanggaranhukum. Dengan demikian unsurkesalahan dalam perkara pers tidaksemata berkaitan dengan pelanggaran hukum, namun bersangkut-paut pula dengan kepatuhan terhadapregulasi standar kerja jurnalistik dantata perilaku penyiaran maupunketentuan berkait kode etik

jurnalistik.

3. Kriteria Kekhasan Penegakan Hukum Persdalam Perancangan Aplikasi MetodePersidangan Semu.

Secara berurutan, alur rangkaianpenyelesaian perkara pers dimulai dari pengajuanhak jawab, pengaduan kepada Dewan Pers,hingga terbitnya rekomendasai dari Dewan Pers.Jika tahapan awal demikian memunculkanrekomendasi penanganan perkara oleh aparatpenegak hukum, maka tindakan penyelidikan,penyidikan, penuntutan hingga pemeriksaan dimuka persidangan, merupakan tindakanpenegakkan hukum selanjutnya.

Tidak

Dilayani

Keberadaan pengajuan hak jawabmerupakan hal utama yang harus ditempuholeh pihak yang merasa dirugikan oleh sebuahpemberitaan. Dalam hal inipers wajib melayanihak jawab tersebut. Apabila pers tidakmemenuhi hak jawab bagi pihak yang dirugikan,maka orang yang dirugikan tersebut dapatmelakukan pengaduan kepada Dewan Pers.Atas pengaduan pihak yang tidak dilayani hakjawabnya, Dewan Pers akan memediasi antarapihak yang dirugikan atas pemberitaan yangdimuat, dengan pihak perusahaan pers.Apabila proses mediasi ini tidak memerolehsolusi atas permasalahan yang disengketakan,maka Dewan Pers akan menggelar sidangplenoguna mengeluarkan pernyataan penilaiandan rekomendasi atas karya jurnalistik yangdiadukan. Langkah selanjutnya setelahdiperoleh penyataan penilaiandan rekomendasidari Dewan Pers, terdapat dua kemungkinanyang dapat tersaji. Jika penilaian danrekomendasai menyatakan tidak diketemukanpelanggaran Kode Etik Jurnalistik dankepatuhan tata kerja jurnalistik, maka perkaradinyatakan selesai. Namun jika sebaliknyapenilaian dewan pers menyatakan terdapatpelanggaran Kode EtikJurnalistik dalam karyajurnalistikyang diadukan, maka rekomendasidalam jalur perdata maupun pidana dapatditindaklanjuti kepada penegak hukum di ranahlitigasi.

Guna memberikan gambaran yang lebihutuh mengenai keunikan penanganan perkarapers, berikut disajikan skematik alur penanganperkara pers sebelum proses penegakkanhukum litigatif dilakukan (Tim LBH Pers.2009:10).

Tidak

Tercapai

Mediasi

Ada

Pelanggaran

KEJ&

Hukum

Perdata

Mediasi

Pemberitaan

yang

Merugikan

Orang Lain

HAK JAWAB

I

Mengadu keDewan Pers

zl—Pernyataan

Penilaian dan

Rekomendasi

Dewan Pers

Gugatan

Dilayani

:

Tidak Ada

Sengketa

=4=Selesai

Tetap AdaSengketa

TercapaiMediasi

Selesai

Tidak Ada

PelanggaranKEJ & Hk

Selesai

Pengaduankepada

Kepolisian

Gambar 3. Skematik Alur Penyelesaian Perkara Pers Melalui Dewan Pers

74 Yustisia Edisi 84 September-Desember2012 Aplikasi Metode Persidangan Semu pada ...

Page 9: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

4. Sinkronisasi Prototipe Metode Persidangan Semu Hukum Pers dan PraktikSenyatanya Penegak Hukum.

Inventarisasi permasalahan sinkronisasiinstruksionaldalam pelaksanaan pembelajaranpersidangan semu hukum pers sejatinya dapatdifokuskan pada model desain pembelajaranyang menyajikan rencana pembelajaran danprosedur pembelajaran beserta implementasi-nya. Berdasarkan penelitian yang dilakukan,ditemukan kendala yang terletak pada desainpembelajaran satu arah (teacher oriented)

Yustisia Edisi84 September- Desember2012

tanpa mencoba untuk membuka kesempatanbagi peserta didik untuk meraih pengalamanseluas-luasnya dalam proses belajarnya.Desain pembelajaran demikian semakinterakumulasi ketika perkembangan hukumterbaru tidak diikuti dengan semangat belajarpasca selesainya pendidikan hukum di bangkuperkuiiahan. Pada akhimya penegakan hukumdilakukandengan menyamaratakan penanga-nannya sebagaimana diatur dalam ketentuanhukum acara pidana yang dituangkan dalamKUHAP, tanpa terkecuali dalam bidang hukumpers.

Aplikasi Metode Persidangan Semu pada... 75

Page 10: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

o>

It0)'

B8

isi

o9

I—t

N3

0)CO

IQ.CD

DCD

CO

Sto3

CO0)3

0)CD

3c

•o03Q.CD

Penelitian

Pendahiduan

TahapPendefinsian dan

Pengeiolaan

Penelitian Tahun 1

Tahap Analisis

Desain Metode

Pembelajaran

MenginventarisasiMasalah

Instruksional

MetodePersidangan Semu

i> _._.__.

MengidentifikasiTujuan Perilaku

Metode

1MenyusunPengukur

Penampilan

Menentukan danMemilih StafPendukung

PembelajaranHukum Pers (2)

MenentukanKontrol

PengeiolaanPembelajaranHukum Pers

Berbasis

Menentukan

Tujuan-TujuanKhusus

MenyusunPengukur

Penampilan

MengidentifikasiPopulasi Peserta

Didik Hkm Pers (4)

MengumpulkanBahan

Pembelajaran

Menganalists•Context1

Instruksional HkmPers(6)

MengidentifikasiTipe BelajarHukum Pers

Menentukan

Kondisi Belajar

Menentukan Pe-

nyesuaian Terhadap Perbedaan

Individual

MenentukanBentuk Kegiatan

Instruksional

Page 11: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

I

£

!i

IS3-A

IS)

CO

£

!CD

"0CD

3

&CO0)3

COCD

3c

XI0)Q.CD

-4->l

Penelitian Tahun 2

Tahap

Pengembangan

Metode

MengembangkanPrototipe Metode

PembelajaranHukum Pers

Review Teknis dan

Komunikasi Metode

PembelajaranHukum Pers

Uji CobaPrototipe MetodePersidangan Semu

Hukum Pers

MenyelenggarakanTes Penampilan

Persidangan SemuHukum Pers

MenganalisaHasil Uji Coba

Persidangan SemuHukum Pers

MenganalisaHasil Tes Metode

Persidangan SemuHukum Pers

Memodiflkasi Sistem

PembelajaranHukum Pers

Gambar 4. Bagan Alur dalam Teaching Research System

MengulangKembali

(Perbaikan BahanAjar untuk

menciptakan BukuPedoman

Pembelajaran)

Page 12: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

Atas fenomena praktis hukum demikian,langkah inventarisasi permasalahaninstruksional dalam pelaksanaan pembelajaranpersidangan semu pers, diarahkan untukmencakup penentuan dan pemilihan stafpendukung pembelajaran. Pengkolaborasianantara praktisi hukum pers (LBH Pers, DewanPers), maupun akademisipun dilakukan.Langkah kolaboratif ditempuh gunamenanggulangi potensi hambatan gagalnyaproses perbaikan pembelajaran hukum persberbasis persidangan semu akibatterkendalapada staf pengajar yang merasa bisamengajarkan apa saja tanpa maumemfokuskan diri dan memperbaharuiinformasi dalam bidang ilmunya. Penentuankontrol pengeiolaan bersifat normatifdoktrinalsesuai ketentuan perundangan pers yangdisinkronkandengan tata caradan acaradalamKUHAP. Namun hal demikian menjadibermasalah ketika terjadi pembaharuan-pembaharuan hukum acara seperti dalampenentuan alat bukti elektronik dan nilaipembuktian, misalnya. Pengidentifikasianpopulasi mahasiswa dapat tertolong denganpenciptaan kelas kecil, suasana rivalitaskompetitif dan fokus. Pengumpulan bahanpembelajaran diketahui sangat tertopangkecanggihan teknologi informasi melaluiinternet yang memudahkan up date data danperkembangan hukum yang dipertukan dalamcase study pembelajaran persidangan semupers. Adapun analisis 'context' instruksional

menempatkan peserta didik maupun aparatpenegak hukum yang berada pada situasipersidangan yang sesungguhnya denganmemainkan roleplay persidangan semu dalamrangkaian pembelajaran interaktif, masihmemeriukan pengkajian lanjutan.

D. SimpulanMenelaah pertautan permasalahan dan

pembahasan hasil penelitian, dapat disimpulkansebagai berikut.1. Faktor dominan yang memengaruhi tipikal

penegakanhukum olehaparatdalamsengketapers sejatinya terdiri atas dominannyapenerapan delik penghinaan dalam KUHPsebagaijerat hukum bagiinsanpers,dan tidakdipahaminya kekhasan penyelesaiansengketapers dalam alur penyelesaian perkara perssebagaimana diamanatkan oleh undang-undang pers.

2. Kekhasan penyelesaian perkarapers terletakpada keberadaan pengajuan hak jawab,pengaduan kepada Dewan Pers, hinggaterbitnyarekomendasai dariDewan Pers yangmendahului proses litigatif.

3. Ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataanpenegakkan hukum lebih disebabkan padadesain pembelajaran satu arah danpermasalahan instruksional yang sejatinyadapatdiurai denganjalan kolaboratif.

DaftarPustaka

Angkasa, Agus Raharjo.2007. "Kedudukan Korban Tindak Pidana dalam Sistem Peradilan Rdana". JumalPenelitian Hukum "Supremasi Hukum" Vol. 12No. 2 Agustus2007.

Bobbi de Porter dkk. 2007. Quantum Teaching Mempraktekkan Quantum Learning diRuang-Ruang Kelas.Bandung: Kaifa

Burhan Bungin. 2005. Metodoiogi Penelitian Kuantitatif. Jakarta: Prenada Media.Hari Purwadi. 2007. "Nilai Dasar dan Pendekatan Hukum dalam Pembentukan Putusan Pengadilan".

Laporan Hasil Penelitian Kerjasama FH UNS-KY.

Hendrayana. 2010, Maret. "Kerangka Acuan Peradilan Semu Pers". Jakarta: Yayasan LBH PersJacqueline dan Martin Brooks. 2000. Menciptakan Kelas yang Berpusat pada Anak. Washington DC.

(Versi Alih Bahasa-CRI Indonesia): Children's Resources International Inc.John Dewey.1976. PhilosophyofEducation, The Middle WorkofJohn Dewey. 1899-1924.Vol 7. Carbondale:

Southern University Press.

.2008. Pengalaman dan Pendidikan. Yogyakarta: Kepel Press

Mohammad Nazir. 1985.Metodoiogi Penelitian. Jakarta: Ghaiia Indonesia

78 Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Aplikasi Metode Persidangan Semu pada...

Page 13: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

M. Atwi Suparman. 2005. Desain Instruksional. TEKERTI Mengajar di Perguruan Tinggi. Dirjen Dikti.PusatAntarUniversitas untuk Peningkatandan Pengembangan Aktivitas Instruksional". tp

M.Rustamaji,DewiGunawati.2011. Mootcourt 'MembedahPeradilan Pidanadalam Kelas PenoWkan HukumProgresif. Surakarta: Mefi Caraka

OtjeSalman danAnton F. Susanto. 2004. TeoriHukum (Mengingat, Mengumpulkan, dan MembukaKembali).Bandung: RefikaAditama

R. Soesilo. 1996. Kitab UndangUdangHukum Pidana serta Komentar-komentamya LengkapPasal DemiPasal. Bogon Politea

SatjiptoRaharjo.2005. "DelapanPuluhTahun PendidikanTinggi Hukum Indonesia". Makalah. Disampaikanpada Seminar Nasional dalam Rangka Dies Natalis Ke-48 FHUNDIP Semarang

Tim LBH Pers. 2009. Proses Penanganan Perkara Pers. Jakarta: Yayasan LBH Pers.USAID.drsp

Yustisia Edisi84 September- Desember2012 Aplikasi Metode Persidangan Semu pada... 79

Page 14: APLIKASI METODE PERSIDANGAN SEMU PADA … · dari Dewan Pers yang mendahului proses litigatif; c) ketidaksinkronan prototipe metode pembelajaran persidangan semu dengan kenyataan

MODEL PEMIDANAAN YANG IDEAL

BAGI KORBAN PENGGUNA NARKOBA DI INDONESIA

Parasian SimanungkalitDewan Pimpinan Nasional Gepenta

Email: [email protected]

Abstract

The purpose of this research is todetermine theidealmodelofpunishment forthevictims ofdrugusers inIndonesia as a guidelawenforcement indealing with drug abuse crimes. This research is doctrinal andnon-doctrinal legal. The research data used primary and secondarydata. Secondarydata consists ofprimary, secondary andtertiary legalmaterials.. Data collecting technique include observation, in-depthinterviews, focusgroup discussions, distributing questionnaires, andliterature. Technique ofdataanalysisused themethod of qualitative analysis andnormative models of interactive analysis. The results oftheresearch indicate that the implementation ofimprisonment for the victims ofdrug users under theActofNarcotics which areclassified into criminal, contrary tothelegaltheory ofvictimology. Model ofpunishmentthat is expected for the victims of drug users is extrajudicial process, means all victims of drug usersreported themselves tobe rehabilitated. While those who do notreport, the police and/or BNN arrest,immediately deliver and turn over to rehabilitation.

Keywords: victims of drugusers, model ofpunishment, rehabilitation.

Abstrak

Penelitian ini bertujuan untuk menentukan model pemidanaan yang ideal bagi korban pengguna narkobadiIndonesia sebagai pedoman aparat penegak hukum dalam menangani kejahatan penyalahgunaannarkoba. Penelitian ini merupakan penelitian hukum doktrinal dan nondoktrinal. Data yang digunakanberupa data primer dan data sekunder. Data sekunder terdiri atas bahan hukum primer, sekunder dantertier. Teknik pengumpulan data meliputi observasi, wawancara mendalam, focus group discussion,penyebaran kuesioner, dan studi pustaka. Teknik analisis data menggunakan metode analisis normatifkualitatif dan model analisisinteraktif. Hasil penelitian menunjukkan bahwa penerapan hukuman pidanapenjara bagi korban pengguna narkoba menurut Undang-Undang Narkotika yang diklasifikasi sebagaipelaku tindak pidana bertentangan dengan teori hukum tentang viktimologi. Model pemidanaan yang idealbagi korban pengguna narkoba adalah proses di Iuar proses hukum yaitu semuakorban pengguna narkobamelaporkan diri untuk direhabilitasi. Sementara bagi yang tidak melaporkan din, polisi dan/atau BadanNarkotika Nasional (BNN) melakukan penangkapan, langsung diantardandiserahkan ketempatrehabilitasi

Kata kunci: korban pengguna narkoba, model pemidanaan, rehabilitasi.

A. Pendahuluan

Dunia semakin tidak kondusif denganpermasalahan sosial akibat penggunaan narkobailegal. Secara global, United Nation on DrugsandCrime (UNODC) memperkirakan antara 155 sampai250 juta orang atau 3,5-5,7 persen dari pendudukdunia usia 15-64 tahun menggunakan zatterlarangsetidaknya sekali pada 2008 (Parasian Simanungkalit, 2011:86). Dalamhal ini, penulismemilih istilahnarkotikadan psikotropika dengan sebutan narkoba,meskipun istilah narkoba tidak terdapat dalamUndang Undang. Haltersebut dikarenakan istilahnarkoba dipakai oleh instansi kepolisian dalampraktek dan lebih dikenal masyarakat secaraumum.

Akhir-akhir inipermasalahan penyalahgunaannarkoba di Indonesia tidak menurun, namun justrusemakin kompleks. Peningkatan dimaksud terbukti

dengan meningkatnya jumlah pengguna, maupunpengedar yang tertangkap, serta diungkapnyasindikasi pabrik narkoba oleh BNN yang temyatadibangun di Indonesia. Beberapa kejadian yangdisebabkan akibat penyalahgunaan narkoba jugamenjadikan masyarakat merasa prihatin, sepertihalnya kecelakan mobil xenia oleh Afriyani yangmengakibatkan sembilan orang meninggal,tertangkapnyapilot mengonsumsi sabu-sabu, sertaoknum kepolisianyang diketahui sebagai penggunanarkoba. Haltersebut merupakan beberapa contohkasus yang meresahkan masyarakat.

Sejalan semakin meningkatnya penyalahgunaan narkoba, pemerintah telahmengupayakanmenindaktegas para sindikatdan pengedardenganmemberikan hukuman berat, bahkan sampaihukuman mati. Adapun bagi korban pengguna ataupecandu, pemerintah telah mengupayakan untuk

80 YustisiaEdisi84September- Desember2012 Model Pemidanaanyang Ideal bagiKorban...