analisis usahatani dan pemasaran lada (piper nisrum l.) di ... · pdf fileagronobis, vol. 1,...

15
AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 8245X Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 41 Analisis Usahatani dan Pemasaran Lada (Piper Nisrum L.) Di Desa Tanjung Durian Kec. Buay Pemaca Kabupaten OKU Selatan Oleh: Yetty Oktarina Abstract Analysing factors influencing production of usahatani peppercorn in Countryside Foreland Durian District Of Buay Pemaca Sub-Province of OKU South 2. Knowing storey level of marjin marketing of peppercorn which in Countryside Durian Sub-Province foreland of OKU South 3. Analysing storey level advantage of peppercorn usahatani in Countryside Durian Sub-Province foreland of OKU South In line with above target, usefulness of this research result is expected can give consideration or information in the plan peppercorn usahatani for the shake of improving level live farmer of peppercorn. Pursuant to done research result hence can be pulled by a conclusion as following 1. wide of Factors of production farm, seed, and manure of urea have an effect on reality while herbicide and labour have an effect on real do not to peppercorn production 2. told Marketing Marjin profit is channel of III where price sell is higher the than other channel with storey;level of marjin marketing equal to Rp 3.500 the mentioned because of channel of III compared to shorter other channel 3. Advantage storey;level obtained by farmer with peppercorn usahatani equal to 38,15 times; rill of expense which in releasing for the usahatani of peppercorn. Key words: Usahatani, influencing production, peppercorn PENDAHULUAN Pembangunan pertanian merupakan salah satu proses yang dinamis untuk meningkatkan sektor pertanian guna untuk menghasilkan bahan pangan yang cukup guna memenuhi kebutuhan masyarakat. Untuk itu kita perlu menggunakan sumber daya yang ada seperti manusia, modal, organisasi, teknologi dan pengetahuan untuk memanfaatkan dan sekaligus melestarikan sumber daya alam guna menjamin kesejahteraan dalam kelangsungan hidup petani dan bangsa (Soekartawi, 1995). Sektor pertanian merupakan bidang kehidupan yang paling vital. Begitupun dengan Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang membangun, di mana dominan penduduknya bermata pencaharian di sektor pertanian, maka wajar kalau dalam beberapa Pelita, sektor pertanian selalu didudukkan pada prioritas yang utama. Peranan sektor pertanian, di samping tercatat sebagai sumber devisa yang cukup besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi sebagian besar penduduknya (Sastraatmadja, 1999). Sebagai komoditas ekspor, lada mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga perspektif tanaman lada terhadap ekonomi daerah maupun nasional sangat besar. Di samping sebagai sumber devisa juga sebagai penyedia lapangan kerja dan pemenuhan bahan baku industri. Dalam kelompok rempah, lada merupakan komoditas primadona sebagai penghasil devisa tertinggi sehingga prospek lada masih cukup cerah. Prospek suatu komoditas akan ditentukan oleh mekanisme permintaan dan penawaran pada tahun-tahun yang akan datang. Dosen Tetap Program Studi Agribisnis FP Universitas Baturaja

Upload: vunhi

Post on 03-Feb-2018

213 views

Category:

Documents


0 download

TRANSCRIPT

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 41

Analisis Usahatani dan Pemasaran Lada (Piper Nisrum L.)

Di Desa Tanjung Durian Kec. Buay Pemaca Kabupaten OKU Selatan

Oleh: Yetty Oktarina

Abstract Analysing factors influencing production of usahatani peppercorn in Countryside Foreland Durian

District Of Buay Pemaca Sub-Province of OKU South 2. Knowing storey level of marjin marketing of

peppercorn which in Countryside Durian Sub-Province foreland of OKU South 3. Analysing storey

level advantage of peppercorn usahatani in Countryside Durian Sub-Province foreland of OKU South

In line with above target, usefulness of this research result is expected can give consideration or

information in the plan peppercorn usahatani for the shake of improving level live farmer of

peppercorn. Pursuant to done research result hence can be pulled by a conclusion as following 1. wide

of Factors of production farm, seed, and manure of urea have an effect on reality while herbicide and

labour have an effect on real do not to peppercorn production 2. told Marketing Marjin profit is

channel of III where price sell is higher the than other channel with storey;level of marjin marketing

equal to Rp 3.500 the mentioned because of channel of III compared to shorter other channel 3.

Advantage storey;level obtained by farmer with peppercorn usahatani equal to 38,15 times; rill of

expense which in releasing for the usahatani of peppercorn.

Key words: Usahatani, influencing production, peppercorn

PENDAHULUAN

Pembangunan pertanian merupakan salah satu proses yang dinamis untuk meningkatkan

sektor pertanian guna untuk menghasilkan bahan pangan yang cukup guna memenuhi

kebutuhan masyarakat. Untuk itu kita perlu menggunakan sumber daya yang ada seperti

manusia, modal, organisasi, teknologi dan pengetahuan untuk memanfaatkan dan sekaligus

melestarikan sumber daya alam guna menjamin kesejahteraan dalam kelangsungan hidup

petani dan bangsa (Soekartawi, 1995).

Sektor pertanian merupakan bidang kehidupan yang paling vital. Begitupun dengan

Indonesia sebagai salah satu negara yang sedang membangun, di mana dominan penduduknya

bermata pencaharian di sektor pertanian, maka wajar kalau dalam beberapa Pelita, sektor

pertanian selalu didudukkan pada prioritas yang utama. Peranan sektor pertanian, di samping

tercatat sebagai sumber devisa yang cukup besar, juga merupakan sumber kehidupan bagi

sebagian besar penduduknya (Sastraatmadja, 1999).

Sebagai komoditas ekspor, lada mempunyai nilai ekonomi tinggi sehingga perspektif

tanaman lada terhadap ekonomi daerah maupun nasional sangat besar. Di samping sebagai

sumber devisa juga sebagai penyedia lapangan kerja dan pemenuhan bahan baku industri.

Dalam kelompok rempah, lada merupakan komoditas primadona sebagai penghasil devisa

tertinggi sehingga prospek lada masih cukup cerah. Prospek suatu komoditas akan ditentukan

oleh mekanisme permintaan dan penawaran pada tahun-tahun yang akan datang.

Dosen Tetap Program Studi Agribisnis FP Universitas Baturaja

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 42

Kemala (1996), mengemukakan bahwa analisa prospek lada berdasarkan proyeksi

permintaan dan penawaran akan terjadi trend permintaan sebesar 5,44% yang terbagi atas

trend konsumsi 2% dan trend ekspor 3,44%, sedangkan trend penawaran hanya 4,69%. Trend

permintaan yang lebih besar daripada trend penawaran menggambarkan bahwa pada tahun-

tahun yang akan datang jumlah permintaan lada akan melebihi jumlah persediaan karena

konsumsi lada dunia cenderung meningkat dari tahun ke tahun.

Lada (Piper Nisrum L.) merupakan salah satu komoditi ekspor pertanian yang menjadi

andalan penghasil devisa Indonesia. Sentra-sentra penghasil utama lada di Indonesia adalah

Bangka, Lampung, Kalimantan Tengah, Kalimantan Timur dan Sulawesi Selatan. Penggunaan

lada selama ini baik dalam maupun luar negeri, terutama untuk industri makanan khususnya

pengawetan daging dan sebagai bumbu masakan. Penggunaan lada lainnya adalah untuk

industri farmasi dan sebagai salah satu bahan wewangian. (www.lampung.go.id).

Pada tahun 2004, produksi lada Indonesia mencapai 94.371 ton atau menduduki urutan

kedua dunia setelah Vietnam dengan produksi 105.000 ton (Asosiasi Eksportir Lada Indonesia

2004; International Pepper Community 2004). Luas areal dan produksi lada selama tahun

2000-2005 cenderung meningkat, yaitu dari 150.531 ha pada tahun 2000 menjadi 211.729 ha

pada tahun 2005, dan produksi dari 69.087 ton pada tahun 2000 menjadi 99.141 ton pada

tahun 2005. Namun ekspor cenderung menurun rata-rata 9,60% per tahun.

(http.Litbang.deptan.go.id).

Tabel 1.

Luas Areal, Produksi dan Produktivitas Lada Indonesia Tahun 2000 – 2005

Tahun Luas Areal (Ha) Produksi (Ton) Produktivitas

(Ton /Ha)

2000

2001

2002

2003

2004

2005

150.213

186.022

204.068

204.362

209.572

211.730

69.087

82.078

90.181

90.740

94.371

99.141

0,801

0,836

0,822

0,820

0,824

0,839

Sumber: Direktorat Jenderal Perkebunan, 2006

Pada tahun 2000 dengan peningkatan rata-rata 1,80% per tahun. Mulai tahun 2001

sampai dengan tahun 2005, peningkatan areal lada rata-rata mencapai 2,76% per tahun,

sehingga menempatkan Indonesia pada posisi nomor dua sebagai negara yang mempunyai

areal lada terluas di dunia setelah India. Total ekspor lada dari negara-negara produsen pada

tahun 2004 mencapai 230.625 ton. Dari total ekspor tersebut, Indonesia mengekspor 45.760

ton atau sekitar 19,80%. Dilihat dari volume ekspor, masih terbuka peluang yang besar bagi

Indonesia untuk meningkatkan ekspor lada. Devisa negara dari ekspor lada sekitar US$49,566

juta (International Pepper Community 2005). Selain sebagai sumber devisa, usaha tani lada

juga merupakan penyedia lapangan kerja dan sumber bahan baku industri dalam negeri

dengan melibatkan sekitar 312.619 kepala keluarga petani (Direktorat Jenderal Bina Produksi

Perkebunan 2006).

Di pasar internasional, lada Indonesia mempunyai kekuatan dan daya jual tersendiri

karena cita rasanya yang khas. Lada Indonesia dikenal dengan nama Muntok white pepper

untuk lada putih dan Lampong black pepper untuk lada hitam. (www.bangka.go.id).

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 43

Provinsi Sumatera Selatan merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki

sumberdaya alam (natural resources) yang melimpah dan lahan pertanian yang cukup luas

yang dapat dimanfaatkan bagi budidaya pertanian. Tujuan pembangunan pertanian di

Sumatera Selatan adalah untuk mewujudkan pertanian yang modern, tangguh dan efisien serta

berbasis pada sumberdaya lokal kemajuan masyarakat Sumatera Selatan yang sejahtera.

(Dinas Pertanian Tanaman Pangan Sumatera Selatan, 2000).

Sebagian besar (99%) pertanaman lada diusahakan dalam bentuk perkebunan rakyat

dengan pengelolaan yang tradisional, antara lain penggunaan pupuk dan obat-obatan terbatas

atau tidak sesuai anjuran, penggunaan bibit asalan, dan pengelolaan hasil tidak higienis.

Akibatnya, produksi dan produktivitas yang dicapai rendah, rata-rata 468 kg/ha. (Direktorat

Jenderal Bina Produksi Perkebunan 2006). Diberbagai daerah propinsi Sumatera Selatan

tanaman lada telah dikembangkan dan diusahakan oleh masyarakat sejak lama, salah satu

sentra tanaman lada berada di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan khususnya di desa

Tanjung Durian.

Usahatani lada di Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan khususnya oleh masyarakat

di Desa Tanjung Durian Kecamatan Buay Pemaca dalam skala luas lahan yang relatif kecil

dan dengan penggunaan teknologi yang masih sederhana padahal topografi dan kelembaban

yang dikehendaki tanaman tersebut terpenuhi serta memiliki lahan cukup subur.

Dalam perkembangannya, harga lada belum pernah mengalami penurunan. Sebaliknya

setiap tahun selalu meningkat, seiring dengan kenaikan kurs dolar terhadap nilai rupiah dan

bertambahnya permintaan pasar (demand). Bahkan memasuki tahun 2007 hingga sekarang,

harga lada mengalami kenaikan yang sangat tajam, mencapai 200% sampai 350% atau 400%

bila petani langsung menjual ke eksportir.

Kenaikan harga yang cukup tinggi ini merupakan suatu bukti nyata bahwa agribisnis

lada menguntungkan karena akan memberikan penghasilan antara 200 sampai 530% dari

keseluruhan modal yang diinvestasikan, Produk lada hitam dari Lampung pada umumnya

lebih murah dibanding dengan lada putih yang diproduksi di Bangka dan Belitung. Tinggi

rendahnya harga lada juga sangat tergantung pada mata rantai pemasarannya, dimana jika lada

dijual langsung ke eksportir secara langsung maka akan menadapat harga jual yang lebih

tinggi.

Berdasarkan permasalahan yang ada, maka penelitian ini bertujuan: Pertama;

menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi produksi usahatani lada di Desa Tanjung

Durian Kecamatan Buay Pemaca Kabupaten OKU Selatan. Kedua; mengetahui tingkat marjin

pemasaran lada yang ada di Desa tanjung Durian Kabupaten OKU Selatan. Dan, ketiga;

menganalisis tingkat keuntungan usahatani lada di Desa tanjung Durian Kabupaten OKU

Selatan.

Sejalan dengan tujuan di atas, kegunaan dari hasil penelitian ini diharapkan dapat

memberikan informasi atau bahan pertimbangan dalam perencanaan usahatani lada demi

meningkatkan taraf hidup petani lada. Selain itu juga untuk tambahan kepustakaan bagi

peneliti selanjutnya.

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 44

METODE PELAKSANAAN PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian

Penelitian ini dilaksanakan di Desa Tanjung Durian Kecamatan Buay Pemaca

Kabupaten Ogan Komering Ulu Selatan Propinsi Sumatera Selatan. Penentuan lokasi

dilakukan dengan sengaja (purposive), dengan pertimbangan bahwa di daerah tersebut

sebagian besar penduduknya mengusahakan usahatani lada. Pengumpulan data di lapangan

dilakukan pada bulan Agustus sampai September 2008.

B. Metode Penelitian

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus (case study), dimana

seluruh petani lada yang menjadi satuan kasusnya. Dengan menggunakan metode ini, peneliti

mengharapkan dapat memperoleh informasi yang lengkap dari ke khasan penelitian yang ada.

C. Metode Penarikan Contoh dan Pengumpulan Data

Metode penarikan contoh dalam penelitian ini digunakan acak sederhana (simple random

sampling), yang bertujuan untuk memperoleh informasi yang diharapkan dapat mewakili

seluruh petani yang ada di desa tersebut (Singarimbun dan Effendi, 1994). Data yang

dikumpulkan terdiri dari data primer dan data sekunder. Data primer di peroleh melalui

observasi dan wawancara langsung dengan petani contoh dengan tuntunan daftar pertanyaan

yang telah disiapkan sebelumnya. Sedangkan data sekunder diperoleh dari lembaga-lembaga

atau instansi-instansi yang terkait dengan penelitian ini.

D. Metode Pengolahan dan Analisa Data

Data yang diperoleh dilapangan terlebih dahulu dikelompokkan, kemudian di olah secara

tabulasi, untuk menguji hipotesis pertama menggunakan faktor produksi Coob Douglass,

secara matematis rumus sebagai berikut :

Y = Lnα + β1LnX1 + β2LnX2 + β3LnX3 + β4LnX4 + β5LnX5

Di mana :

Y = Produksi (kg/tahun)

X1 = Luas lahan (lg)

X2 = Tenaga Kerja (HOK)

X3 = Bibit (batang)

X4 = Pupuk Urea (kg/tahun)

X5 = Herbisida (ltr/tahun)

βi = Koefisien regresi masing-masing faktor produksi

α = Intersep (konstanta)

Untuk mengetahui pengaruh variabel bebas (X1, X2, ..., X5) secara bersama-sama

terhadap variabel variabel terikat (Y)dilakukan uji F dengan rumus:

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 45

KTT

KTP Fhitung

Di mana :

KTP = Kuadrat tengah parameter

KTT = Kuadrat tengah total

k = Jumlah Parameter

n = Jumlah Sampel

Kaidah pengambilan keputusan adalah :

≤ Ftabel (k – 1 : n-k), terima Ho

Jika Fhitung =

> Ftabel (k – 1 : n-k), tolak Ho

Untuk mengetahui simpangan-simpangan yang terjadi pada variabel terikat diterangkan

oleh variabel bebas sekaligus dengan mempergunakan koefisien determinasi (R2).

2

22

Y)(YKTT

)Y - (Y KTP R

Di mana :

R2 = Koefisien Determinasi

KTP = Kuadrat tengah parameter

KTT = Kuadrat tengah total

Selanjutnya untuk melihat pengaruh dari variabel bebas secara sendiri-sendiri terhadap

variabel terikat digunakan uji-t dengan rumus sebagai berikut :

thitung = i)( Se

βi

Dimana :

βi = Koefisien regresi ke i

Se (βi) = Standar error independent ke i

≤ ttabel (n-k-1), Ho di terima

Jika thitung =

> ttabel (n-k-1), H1 di tolak

. Untuk menghitung penerimaan yang diterima oleh petani digunakan rumus sebagai

berikut :

Pn = P x H

Bp = Bt + Bv

Dimana :

Pn : Penerimaan (Rp/ha)

Bp : Biaya Produksi (Rp/ha)

P : Produksi (kg/ha)

H : Harga Jual (Rp/kg)

B : Biaya tetap (Rp/ha)

Bv : Biaya Variabel

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 46

Untuk menghitung keuntungan lembaga pemasaran dan margin pemasaran digunakan

rumus :

MP = HJ – HB

MP = KP + BP

PMP = (HJ – HB) X 100%

Keterangan :

MP = Margin Pemasaran (Rp/Kg)

HB = Harga beli di tingkat petani (Rp/Kg)

HJ = Harga jual di tingkat konsumen (Rp/kg)

PMP = Persentase margin pemasaran (Rp/kg)

Selanjutnya untuk menghitung tingkat keuntungan dari usahatani lada dapat dilihat dari

perbandingan antara penerimaan dengan total biaya produksi yang dikeluarkan. Menurut

Soekartawi (1995), untuk menghitung tingkat keuntungan dapat digunakan rumus sebagai

berikut :

Produksi Biaya

Penerimaan

CR

Dimana :

CR > 1, usahatani menguntungkan

CR = 1, usahatani tidak mengalami keuntungan dan kerugian (BEP)

CR < 1, usahatani mengalami kerugian (Rp/ha)

HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN

A. Keadaan Usahatani

Petani contoh adalah petani yang mengusahakan usahatani lada sebagai usaha pokok

sedangkan usahatani sampingan yakni kopi dan holtikultura. Hasil penelitian yang dilakukan

petani mengusahakan usahatani lada di latar belakangi oleh karena usahatani lada merupakan

salah satu tanaman yang dapat diandalkan untuk meningkatkan taraf hidup petani, dikarenakan

harga lada cukup tinggi, serta itu menanam lada tidak terlalu sulit memeliharanya. Disamping

itu petani memiliki waktu luang untuk mengerjakan usahatani lain seperti menanam tanaman

palawija atau holtikultura seperti buah-buahan dan sayuran selama menunggu lada

menghasilkan.

Tanaman lada di Desa Tanjung Durian diusahakan pada areal perkebunan. Bibit yang

mereka gunakan sebagian besar varitas petaling. Pengolahan lahan dilakukan dengan cara

membersihkan tanaman gulma kemudian dilakukan pemancangan. Pemancangan dilakukan

sesuai dengan jarak tanamnya (sistem segitiga sama sisi) dimana jarak tanam 2 m x 2 m.

Setelah lahan siap dilanjutkan dengan melakukan kegiatan penanaman dengan cara pembuatan

lubang tanam berbentuk bujur sangkar yang berujuran 50 x 50 cm dapat dilakukan saat musim

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 47

hujan. Penanaman bibit tanaman lada ditanam 2/3 bagian bibit di benamkan kedalam tanah,

setelah ditanam baik bibit asal stek maupun bibit asal biji di beri peneduh agar tidak terkena

terik sinar matahari secara langsung.

Penyulaman atau menggantikan tanaman yang tidak tumbuh dilakukan dengan cara yang

sama pada saat penanaman bibit terdahulu. Setelah berumur 2 sampai 3 bulan, tanaman lada

diberi tajar atau tiang panjar agar sulur-sulur yang telah tumbuh dapat merambat dengan baik

agar tanaman dapat tumbuh secara sempurna dan pertumbuhan vegetatif berlangsung cepat.

Untuk mengatasi gulma pembersihan lahan dilakukan dengan menggunakan zat kimiawi yaitu

herbisida Round Up untuk memberantas ilalang dan untuk memberantas rumput liar dengan

penyemprotan tidak mengenai tanaman lada sebab bila terkena tanaman lada rentan layu dan

mati. Pemberian pupuk urea dilakukan pada usia tanaman lada 3 sampai 4 bulan, biasanya

pada pertumbujan sulur tanaman lada sudah mencapai ketinggian 10 cm sampai 20 cm dan

telah ditumbuhi beberapa helai daun. Pemanenan dilakukan dengan memetik buah yang masak

beserta tangkainya dengan cri-ciri buah masak berwarna kuning dan merah.

B. Faktor Produksi

1. Luas Lahan

Berdasarkan dari hasil penelitian diketahui bahwa luas rata-rata lahan petani contoh pada

usahatani lada di Desa Tanjung Durian berkisar antara 2 sampai3 hektar. Adapun mengenai

luas lahan usahatani lada yang dimiliki oleh petani contoh di daerah penelitian dapat dilihat

pada Tabel 2.

Tabel 2.

Rata-rata Luas Lahan Usahatani yang Dimiliki Petani Contoh di Desa Tanjung Durian, 2008

NO Luas lahan

(ha)

Jumlah

(Org)

Persentase

(%) 1

2

3

1,00 – 1,75

1,76 – 2,50

2,56 – 3,50

11

10

9

36,67

33,33

30,00

Jumlah 30 100,00

Pada tabel 2 tersebut diketahui bahwa luas lahan yang dimiliki oleh petani untuk

kegiatan usahatani lada sebagian besar adalah 1,00 sampai1,75 ha yaitu sebanyak 11 orang

atau 36,67 persen, yang memiliki luas lahan 1,76 sampai 2,50 ha sebanyak 10 orang atau

33,33 dan yang memiliki luas lahan 2,56-3,50 ha sebanyak 9 orang atau 30,00 persen.

Sedangkan status kepemilikan tanah adalah milik sendiri.

2. Tenaga Kerja

Tenaga kerja yang digunakan petani contoh untuk kegiatan usahatani lada menggunakan

tenaga kerja dari dalam keluarga dan tenaga dari luar keluarga. Tenaga kerja tersebut

digunakan untuk kegiatan pengolahan lahan, pemupukan, penyemprotan dan panen. Untuk

mengetahui curahan tenaga kerja yang digunakan oleh petani contoh per luas garapan

permusim tanam dapat dilihat pada Tabel 3.

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 48

Tabel 3.

Rata-rata Curahan Tenaga Kerja oleh Petani Contoh Per Luas Garapan di Desa Tanjung Durian, 2008

NO Uraian Pekerjaan Rata-rata curahan tenaga kerja (HKP)

Dalam Keluarga Luar Keluarga

1

2

3

4

Pengolahan lahan

Pemupukan

Penyemprotan

Panen

5,22

4,50

4,33

20,79

4,37

4,46

3,23

17,58

Jumlah 35,34 29,64

Berdasarkan pada tabel di atas diketahui bahwa kegiatan usahatani lada membutuhkan

tenaga yang banyak, hal ini disebabkan usahatani lada diterapkan pola pertanian yang baik

tidak lagi secara tradisional.

Bibit secara umum di daerah penelitian bibit yang digunakan adalah bibit stek dan

berdasarkan hasil penelitian petani contoh yang diamati menggunakan bibit stek dengan

mengambil dari pohon induk yang telah berumur sekurangnya 8-12 bulan dan dialakukan pada

musim hujan. Pupuk Urea merupakan pupuk anorganik yang digunakan oleh petani contoh

pada usahatani lada. Mengenai dosis penggunaan pupuk petani contoh menghabiskan pupuk

dalam satu hektar rata-rata 200 kg pada masa tanam dengan harga rata-rata perkilogramnya Rp

1.700,-. Penggunaan herbisida bertujuan untuk mengendalikan gulma dan penyakit yang

mungkin menyerang pada tanaman lada. Pemberian herbisida dilakukan petani sesuai dengan

kebutuhan. Berdasarkan hasil penelitian bahwa herbisida yang digunakan oleh petani contoh

adalah herbisida Round Up.

C. Analisis Penggunaan Faktor Produksi dan Produksi

Faktor-faktor produksi yang diidentifikasi dapat mempengaruhi produksi usahatani lada

adalah luas lahan (X1), tenaga kerja (X2), bibit (X3), Pupuk Urea (X4), dan Herbisida (X5).

Untuk menganalisa pengaruh penggunaan faktor produksi terhadap produksi lada digunakan

fungsi produksi Cobb Douglas yang digunakan untuk mengestimasi pengaruh faktor-faktor

variabel independen terhadap variabel dependen.

Hasil analisis regresi linier berganda dari fungsi produksi diperoleh model persamaan

estimasi dalam bentuk regresi linier sebagai berikut :

Y = 11,461 + 0,732X1 – 0,254 X2 + 0,187 X3 + 0,921 X4 - 0,169 X5

Se = (3,170) (4,725) (0,284) (,360) (2,584)

Thitung = (1,672)* (-0,105)tn

(1,245)* (1,412)* (-0,321)tn

Keterangan :

** Sangat Nyata pada taraf uji 0,10

* Nyata pada taraf uji 0,10

tn

= tidak nyata

n = 30

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 49

R2

= 0,957

Fhitung = 128,542

Analisis fungsi produksi tersebut memperlihatkan bahwa nilai koefisien determinasi (R2)

tinggi yaitu 0,957 menunjukkan bahwa sekitar 95,70 persen variabel dependen dapat

dijelaskan oleh variabel independ, sedangkan F hitung sebesar 128,542 artinya secara

bersamaan faktor-faktor dari beberapa variabel independen yang diikutsertakan dalam model

mempengaruhi variabel dependent. Berdasarkan hasil analisa ada tiga variabel yang

berpengaruh nyata yaitu luas lahan, bibit, dan pupuk urea sedangkan tenaga kerja sedangkan

herbisida berpengaruh tidak nyata. Untuk lebih jelasnya pengaruh dari masing-masing

variabel independen terhadap produksi lada dapat di interprestasikan sebagai berikut

a. Luas lahan ( X1 )

Faktor produksi ini berpengaruh nyata terhadap produksi dengan koefisien regresi

produksi sebesar 0,732 signifikan pada taraf 0,10 yang berarti bahwa setiap penambahan

satu satuan luas lahan maka akan meningkatkan produksi perhektar sebesar 0,732 kg .

Peningkatan produksi lada dari peningkatan variabel luas lahan di tunjang oleh

pembuktian di lapangan yang memperlihatkan kondisi lahan yang masih subur dengan

kondisi topografi wilayah yang sesuai untuk bertani lada.

b. Tenaga Kerja ( X2 )

Untuk tenaga kerja ( X2 ) diperoleh nilai koefisien regresi sebesar 0,254 yang berarti bila

ditambahkan satu HKP maka produksi per hektar akan berkurang sebanyak 0,254 kg lada .

Faktor produksi ini berpengaruh tidak nyata terhadap produksi pada taraf signifikan 0,10.

Di daerah penelitian tenaga kerja yang digunakan berasal dari tenaga kerja dalam keluarga

dan luar keluarga dengan curahan tenaga kerja sebesar 35,34 HKP. Jika dilihat dari

efesiensi penggunaan tenaga kerja dalam usahatani lada dalam pengelolaan usahatani lada

cukup sebatas tenaga kerja dari lingkungan keluarga saja, dengan demikian untuk

meningkatkan produksi maka penggunaan faktor produksi tenaga kerja di luar keluarga

tidak perlu ditambah.

c. Bibit ( X3 )

Faktor produksi bibit berpengaruh nyata terhadap produksi dengan koefisien regresi

produksi sebesar 0,187 dengan signifikan pada taraf 0,10 berarti penambahan satu satuan

bibit akan meningkatkan produksi sebesar 0,187 kg, maka asumsi penggunaan faktor

produksi bibit perlu ditambah untuk meningkatan hasil produksi. Pada pengamatan

dilapangan petani contoh rata-rata dalam penanaman lada dalam setiap lubang tanam

ditanam 2- 3 rumpun bibit lada dan menggunakan jenis lada yang unggul.

d. Pupuk Urea ( X4 )

Faktor produksi pupuk urea terbukti berpengaruh nyata terhadap peningkatan produksi

lada dengan koefisien regresi produksi sebesar 0,921 signifikan pada taraf uji 0,10 berarti

setiap penambahan satu satuan pupuk urea akan menaikkan produksi lada sebesar 0,921

kg, maka asumsi penggunaan faktor produksi pupuk perlu di tambah untuk menaikkan

produksi lada. Alasan penambahan Pupuk urea untuk menaikkan kesuburan tanah dapat

mencukupi unsur hara yang dibutuhkan tanaman lada dan pupuk jenis ini mendapat subsidi

pemerintah dan mudah didapatkan.

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 50

e. Herbisida ( X5 )

Koefisien regresi dari faktor produksi herbisida sebesar 0,169 menunjukkan tidak ada

pengaruh herbisida pada peningkatan produksi lada pada taraf signifikan 0,10 berarti

penambahan satu satuan liter input herbisida mengurangi produksi lada sebesar 0,169 kg.

Faktor produksi ini berpengaruh tidak nyata terhadap produksi, maka asumsi untuk faktor

produksi Herbisida tidak perlu di tambah.

D. Analisis Marjin Pemasaran dan Tingkat Keuntungan Usahatani Lada

A. Produksi

Dari hasil penelitian yang dilaksanakan di Desa Tanjung Durian diketahui rata-rata

produksi usahatani lada petani contoh adalah 4.034,17 Kg per hektar, ini berarti setiap

petani contoh rata-rata mendapatkan hasil produksi dalam setiap bulannya mendapat

lebih kurang 336,18 kg.

B. Penerimaan

Dari hasil penelitian dapat diketahui besarnya rata-rata penerimaan pada petani contoh

adalah Rp 169.435.000 dalam tiap satu hektar per tahun atau penerimaan petani setiap

bulannya Rp 14.119.583,33,- dengan harga jual Rp 42.000 Kg.

Tabel 4.

Hasil Penerimaan Usahatani Lada Petani Contoh di Desa Tanjung Durian Perhektar Pertahun 2008

NO Penerimaan

(ha)

Jumlah

(Rp/ha)

1

2

Pertahun

Perbulan

Rp 169.435.000

Rp 14.119.583,33,-

C. Biaya Produksi

Biaya produksi yang dikeluarkan oleh petani contoh pada usahatani lada terdiri dari

biaya tetap dan biaya variabel. Biaya tetap terdiri dari biaya penyusutan alat,

sedangkan biaya variabel terdiri dari biaya penggunaan benih, pupuk, herbisida dan

upah untuk membayar tenaga kerja.

Tabel 5.

Total Biaya Produksi Petani Contoh Usahatani Lada di Desa Tanjung Durian Perhektar Pertahun 2008

No Uraian Jumlah (Rp)

1

2

Biaya Tetap

Biaya Variabel

a. Tenaga kerja

b. Pupuk Urea

c. Herbisida

Rp. 2.057.067,00

Rp 976.010,00

Rp 744.316,67

Rp 592.500,00

Jumlah Biaya Produksi Rp 4.369.893,67

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 51

D. Saluran Pemasaran

Setiap proses pemasaran mempunyai saluran pemasaran yang berbeda satu sama lain

yang tergantung pada keadaan daerah, waktu dan kemajuan teknologi (Saefudin,1999).

Selanjutnya Soekartawi (1987) menyatakan bahwa pemasaran pada prinsipnya adalah

aliran barang dari produsen ke konsumen, aliran ini terjadi karena adanya pemasaran,

dimana pemasaran tersebut tergantung dari sistem pasar yang berlaku. Menurut

Mubyarto (1998), makin banyak fungsi pemasaran yang dipergunakan hingga suatu

barang sampai ke konsumen akan semakin kecil bagian harga yang diterima petani

(produsen), berarti cendrung untuk tidak tercapainya efesiensi pemasaran. Untuk lebih

jelasnya saluran pemasaran lada yang terjadi di Desa Tanjung Durian dapat dilihat

pada gambar dibawah ini.

Saluran Pemasaran I Saluran Pemasaran II Saluran Pemasaran III

Gambar 2 . Saluran Pemasaran Lada di Desa Tanjung Durian, 2008

Dari gambar tersebut diketahui bahwa saluran pemasaran lada yang terjadi di Desa

Tanjung Durian ada 3 macam. Hal ini disebabkan karena daerah produksinya tidak

terlalu jauh dari pusat kota sehingga jumlah saluran pemasaran yang ada di desa

Tanjung durian tidak banyak. Pada saluran I terjadi dari petani (produsen) yang

Pedagang

pengumpul

Kelurahan

Pedagang

Pengumpul

Kecamatan

Pedagang Besar

Pedagang

Eksportir

Pedagang

Pengumpul

Kecamatan

Pedagang Besar

Pedagang

Eksportir

Petani

Pedagang Besar

Pedagang

Eksportir

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 52

menjual ladanya kepada pedagang pengumpul yang ada di kelurahan, kemudian

pedagang pengumpul kelurahan ini menjual kembali lada itu kepada pedagang

pengumpul yang berada di kecamatan menjual lada ke pedagang besar dan terakhir

dijual pada pedagang eksportir.

Pada saluran II petani (produsen) menjual ladanya kepada pedagang pengumpul yang

ada di Kecamatan lalu menjualnya ke pedagang besar di Kabupaten. Pada saluran III

petani (produsen) menjual ladanya kepada pedagang besar di Kabupaten dan pedagang

besar Kabupaten menjual pada pedagang eksportir.

Petani yang ada di Desa Tanjung Durian sebagian besar menggunakan saluran

Pemasaran II di mana hampir sebagian besar petani menjual ke pedagang pengumpul

yang ada di Kecamatan, selain itu selisih harga pada saluran I dan II hanya Rp 2.000

Saluran II dan III hanya Rp 1000. sehingga mengakibatkan petani tidak mungkin

menggunakan saluran III yang jarak tempuh ke tingkat eksportir yang berada di

Propinsi Lampung cukup jauh dan tidak memungkinkan para petani untuk menjual

hasilnya sendiri-sendiri karena dapat mengakibatkan pengeluaran biaya menjadi tinggi

sebab ongkos sewa kendaraan menjadi lebih mahal.

E. Marjin Pemasaran

Hasil penelitian menunjukkan bahwa marjin pemasaran berkisar antara Rp.500

perkilogram sampai dengan Rp 2000 perkilogramnya, bila dibandingkan antara saluran

pemasaran maka dapat dilihat bahwa marjin pemasaran yang terbesar terdapat pada

pengumpul desa sebesar Rp 2000 per kilogramnya atau sebesar 36,36 persen, lalu

saluran pemasaran pada pengumpul kecamatan dan Pengumpul Kabupaten yaitu

sebesar Rp 1.500 perkilogramnya atau 27,27 persen kemudian pada eksportir hanya

mempunyai selisih sebesar Rp 500 perkilogramnya atau 9,10 persen dibandingkan

dengan pengumpul Kecamatan dan pengumpul Kabupaten tetapi memiliki marjin yang

besar bila dibandingkan dengan harga di tingkat pengumpul desa sebesar Rp 3.500.

Untuk lebih jelasnya mengenai marjin pemasaran ini dapat dilihat pada Tabel. 5

Tabel 5.

Perhitungan Marjin Pemasaran dan Persentase Marjin Pemasaran untuk

Saluran Pemasaran di Desa Tanjung Durian 2008

Saluran Harga Beli

(Rp/kg)

Harga jual

(Rp/kg)

Marjin

Pemasaran

Persentase Marjin

pemsaran

Pengumpul Desa

Pengumpul Kecamatan

Pengumpul Kabupaten

Ekportir

40.000

42.000

43.500

45.000

42.000

43.500

45.000

45.500

2.000

1.500

1.500

500

36,36

27,27

27,27

9,10

Untuk mengetahui berapa banyak petani contoh yang menggunakan saluran pemasaran

pada tingkat pengumpul maka dapat dilihat pada Tabel 6.

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 53

Tabel 6.

Harga Jual Tiap Saluran Pemasaran dan

Jumlah Petani Contoh yang Menggunakan Saluran Pemasaran

Saluran Harga Jual Jumlah Pemakai Saluran

I

II

II

40.000

42.000

43.500

8

19

3

Pada Tabel 6 dijelaskan saluran yang paling banyak dipakai petani contoh lada Desa

Tanjung Durian ada pada saluran II sebesar 19 orang, pengguna saluran I sebanyak 8

orang dan yang paling sedikit digunakan adalah saluran III sebanyak 3 orang.

6. Tingkat Keuntungan

Dari hasil penelitian diketahui bahwa rata-rata harga pokok lada sebesar Rp 1.240 per

Kg sedangkan rata-rata harga jualnya serbesar Rp 42.000 per kg ini berarti bahwa

usahatani lada di Desa Tanjung Durian memberikan keuntungan yang layak pada

petani dengan RC ratio sebesar 38,15 artinya satu rupiah yang dikeluarkan akan

memberikan keuntungan sebesar Rp. 38,15.

Produksi Biaya

Penerimaan

CR

0562.433.443,

,3391.128.333

CR

15,38C

R

Berdasarkan perhitungan dari hasil penelitian dapat diketahui bahwa nilai R/C sebesar

38,15 yang artinya bahwa setiap Rp 1,- pengeluaran biaya produksi akan memberikan

keuntungan sebesar Rp. 38,15 Dari hasil analisis tersebut dapat diketahui bahwa

usahatani lada yang dilakukan oleh petani di Desa Tanjung Durian menguntungkan.

Hal ini dapat diartikan bahwa semakin besar tingkat keuntungan yang diperoleh petani

pada usahatani lada maka semakin besar minat petani untuk mengusahakan lada.

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 54

KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan pada hasil penelitian yang dilakukan maka dapat ditarik suatu kesimpulan

sebagai berikut :

1. Faktor produksi luas lahan, bibit, dan pupuk urea berpengaruh nyata sedangkan tenaga

kerja dan herbisida berpengaruh tidak nyata terhadap produksi lada;

2. Marjin pemasaran yang dikatakan menguntungkan adalah saluran III dimana harga jual

lebih tinggi dari saluran lainnya dengan tingkat marjin pemasaran sebesar Rp 3.500 hal

tersebut dikarenakan pada saluran III lebih pendek dibandingkan dengan saluran lainnya,

dan;

3. Tingkat keuntungan yang diperoleh oleh petani dengan usahatani lada sebesar 38,15 kali

dari biaya yang di keluarkan untuk usahatani lada.

B. Saran

Untuk lebih meningkatkan hasil produksi lada maka perlu meningkatkan penggunaan

faktor faktor produksi seperti luas lahan, bibit, pupuk urea dan mengurangi penggunaan

herbisida dan tenaga kerja dalam mengusahakan usahatani agar lebih maksimal.

DAFTAR PUSTAKA

Azzaino, 1992. Pengantar Tata Niaga Pertanian. Bogor: Departemen Ilmu-ilmu Ekonomi

Pertanian Fakultas Pertanian Institusi Pertanian Bogor

Swastha,Basu. 1995. Manajemen Pemasaran. BPFE.Yogyakarta

Boediono. 1990. Ekonomi Mikro. BPFE. Yogyakarta.

Dinas Pertanian Tanaman Pagan Sumatera Selatan. 2007. Laporan Tahunan Kabupaten OKU.

Fauzi,Ahmad.2002. Usahatani Lada. Jakarta: Rieneka Cipta

Hadisapoetra.1983. Biaya dan Pendapatan dalam Usahatani. Yogyakarta: Fakultas Pertanian

Universitas Gajah Mada

Hernanto Fadoli. 1994. Ilmu Usahatani. Jakarta: Penebar Swadaya

Kartasapoetra. 1990. Pengantar Ekonomi Produksi Pertanian. Jakarta: Bina Aksara

Kartasoeputra, G. 1993. Marketing Produksi Pertanian dan Industri. Jakarta: Bina Aksara.

Kasryno, F. 1990. Prospek Pembangunan Ekonomi Pedesaan Indonesia. Jakarta: Yayasan

Obor Indonesia

Manullang, M. 1998. Pengantar Ekonomi Perusahaan. Yogyakarta: Liberty

Mosher, A.T. 1987. Menggerakkan dan Membangun Pertanian. Jakarta: Yasaguna

Mubyarto. 1994. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta: LP3ES

AgronobiS, Vol. 1, No. 2, September 2009 ISSN: 1979 – 8245X

Yetty Oktarina, Hal; 41 - 55 55

Sastraatmaja. 1999. Ekonomi Pertanian Indonesia. Angkasa: Bandung.

Singaribuan dan Efendi. 1994. Metode Penelitian Survei. Jakarta: LP3ES

Soekartawi. 1995. Prinsip Dasar Ekonomi Pertanian. Jakarta: Raja Grafindo Persada.

Soemarso. 1990. Peranan Harga Pokok dari Pengendalian Biaya. Yogyakarta: BPFE

Sumodiningrat.2000. Pembangunan Ekonomi melalui Pembangunan Pertanian. Jakarta: PT.

Bina Rena Pariwara

Tohir, A. Kaslan. 1991. Seuntai Pengetahuan Ilmu Usahatani Indonesia. Jilid I. Jakarta:

Rineka Cipta.

Internet:

Ahmad, Iman. 2007. Prospek Usahatani Lada. http://Bangka.go.id// diambil tanggal 19

September 2008

Asosiasi Eksportir Lada Indonesia: Internasional Pepper Community 2004. www.aeli.co.id

diambil tanggal 16 Juli 2008.

Masanto, 2008. Harapan Petani Setia Lada di Bangka Belitung. www.deptan.co.id.